• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menelisik Akar Korupsi dalam Era Globali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menelisik Akar Korupsi dalam Era Globali"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Menelisik Akar Korupsi dalam Era Globalisasi

Ekonomi di Indonesia

Perekonomian Indonesia memang sudah dididik untuk terus berutang dengan luar negeri sejak zaman Soekarno menjabat sebagai presiden. Hutang terhadap luar negeri ini memicu ketergantungan kita terhadap luar negeri. Untung saja desentralisasi kini telah diterapkan. Sistem itu membuat setiap daerah di Indonesia terbiasa mandiri. Namun hal itu tak lantas membuat kemakmuran rakyat Indonesia membaik. Justru sebaliknya, kesenjangan sosial masih terlihat jelas. Bahkan di kota besar yang notabene sudah maju masih saja ada kalangan masyarakat yang sangat memprihatinkan. Pengangguran, pengamen, gelandangan, pemukiman kumuh adalah pemandangan yang biasa terlihat di Jakarta.

Belum lagi di daerah-daerah terpencil, masih banyak daerah yang tertinggal. Daerah yang belum tersentuh pembangunan bahkan aliran listrik sekalipun menjadi bukti pembangunan yang masih belum merata. Pemerintah yang bermaksud mendesentralisasikan ekonomi bangsa justru disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kekayaan alam yang dimiliki bangsa kita justru dikeruk dalam-dalam oleh pihak asing. Dengan bodohnya banyak kontrak telah disepakati oleh pemerintah daerah dengan pihak asing yang justru merugikan rakyat setempat. Keuntungannya hanya dinikmati oleh golongan tertentu saja.

Korupsi di Indonesia sudah merajalela apalagi sejak adanya sistem desentralisasi. Korupsi turut terdesentralisasi. Mencuatnya kasus korupsi justru dijadikan hal yang membanggakan. Aparat penegak hukum bangga dengan kasus-kasus yang dapat terselesaikan. Sementara yang tidak? Merekapun bangga memakai barang-barang mewah hasil perasannya terhadap tersangka korupsi yang melenggang bebas.

(2)

alasan yang lain. Tidak dipungkiri, liberalisme dan kapitalisme telah memasuki kehidupan ekonomi bangsa kita. Satu persatu sendi hukum yang dimiliki Indonesia tentang sistem perekonomian turut runtuh. Hal itu menjadi penyebab sering naiknya harga suatu komoditas karena mekanisme pasar yang sudah tidak dijalankan lagi. Beberapa produsen memonopoli produk tertentu sehingga dapat menentukan harga sesuka hatinya.

Bukannya makin sehat, adanya perusahaan-perusahaan baru justru semakin terjadi persaingan yang alot. Praktek monopoli di Indonesia memang sudah tidak bisa dihindari lagi. Bahkan instrumen hukum kita ikut menukungnya. Sebagai bukti dalam pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi, air , dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dimonopoli oleh negara.

Monopoli yang halal dilakukan oleh Negara menjadi ancaman kuat terhadap terjadinya penyimpangan. Beberapa BUMN yang kini telah diprivatisasi adalah salah satu penyimpangannya. Hal itu semakin menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia mencita-sitakan neo liberalisme. Penyelewengan lain yang terjadi adalah saat sistem tender dilakukan. Kasus RR yang tempo lalu terjadi dalam rumah tangga skk migas adalah buktinya. Pengawasan yang tidak diiringi dengan peran serta setiap pihak menjadi sia-sia.

Pemerintah telah menanggulangi adanya praktek monopoli dengan mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat. Namun, praktek kartel masih kerap terjadi. Nyatanya kiblat dari frase ‘persaingan usaha tidak sehat’ tidak hanya ditentukan oleh faktor formil saja. Secara materil yaitu apakah sudah merugikan pesaing/konsumen atau belum lebih dikedepankan. Jika keseimbangan antara ‘supply and demand’ belum terwujud maka benar-benar dapat menghancurkan persaingan pasar. Setelah hal itu terjadi, monopoli baru dikatakan sudah terjadi.

(3)

yang ada dikesampingkan atau dibiaskan menjadi seolah tidak ada. Hal semacam ini justru memicu runtuhnya sendi-sendi pemerintahan. Ini karena kemakmuran rakyat tidak lagi diperhatikan. Keadaan perekonomian negara secara mikro maupun makro pun menjadi kacau.

Parahnya birokrasi di dalam maupun di luar pemerintahan Indonesia menjadi hal yang pantas dipermalukan. Seharusnya pejabat publik yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyat mampu mewujudkannya. Namun kenyataannya kesejahteraan rakyat golongan tertentu saja yang diperhitungkan, termasuk kesejahteraan dirinya sendiri. Asas good governance

yang digadang-gadang menjadi pedoman setiap langkah kerja pemerintah seharusnya mampu dipertahankan. Komitmen setiap elemen pemerintah adalah kunci dari segalanya.

Selain kita mempermasalah buruknya sistem birokrasi di Indonesia yang menjadikannya rentan terhadap korupsi kita juga harus menelik sistem konstitusi kita yang terkesan longgar, terutama tentang pengaturan masalah ekonomi. Kita mengetahui bersama bahwa dalam konstitusi kita yaitu UUD 1945 pengaturan masalah ekonomi hanya tertuang pada Pasal 33 Bab XIV Tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial yang sebenarnya bahwa pengaturan tersebut hanya bersifat fleksibel atau bahkan hanya memuat rambu-rambu filosofis yang bersifat implisit saja.

Ekonomi memang harus dibiarkan terus bergerak bebas sesuai pasar, namun pengambilan kebijakannya ini yang harus kita batasi. Apabila tidak, maka tidaklah salah kaum elit politik kita dengan cekatannya dapat mempermainkan suatu konstitusi ataupun peraturan perundang-undangan melalui suatu kebijakan ekonomi yang notabene sebenarnya hal itu hanya digunakan untuk kepentingan pribadi. Maka tak heran jika sebagian besar kasus korupsi di Indonesia terjadi di sektor yang tidak jauh dari sektor kebijakan ekonomi.

(4)

dapat menjadi solusi untuk menekan kelangkaan adan dapat menekan harga daging tapi justru digunakan sebagai lahan basah korupsi besar-besaran. Dan korbannya adalah masyarakat kecil yang kini tak bisa lagi dengan mudah menikmati daging. Andai saja konstitusi kita secara tegas mengatur bagaimana seharusnya kebijakan ekonomi itu diambil maka kondisi mungkin lain.

Buruknya situasi di dalam di negeri ini dalam menyikapi masalah korupsi di bidang kebijakan ekonomi ternyata masih juga ditambah permasalahan atau tekanan-tekanan dari luar atau yang biasa kita sebut globalisasi. Begitu kuatnya tekanan ekonomi global saat ini maka mengakibatkan negara-negara harus survive dalam menjaga kestabilan ekonomi dalam negerinya. Sungguh heran rupanya, Indonesia yang padahal sudah merdeka sejak tahun 1945 lalu hingga kini masih saja mengalami masalah dengan kedaulatan ekonomi. Indonesia seolah-olah plin-plan dalam mengurus ekonomi dalam negerinya. Bahkan anehnya terkesan latah dan mau saja mengikuti anjuran dan tawaran-tawaran dari negara-negara maju.

Para pengambil kebijakan itu kebanyakan pura-pura untuk salah kaprah dalam menanggapi globalisasi ini. Mereka menganggap globalisasi adalah masalah yang urgent dan harus segera membuat kebijak dengan cepat untuk menanggulanginya. Dan pada titik inilah kesempatan lebar bagi pengeruk kekayaan negera terbuka. Di tengah kepanikan selalu saja ada oknum yang memperkeruh suasana dan mengambil keuntungan. Kita seolah dibutakan dengan globalisasi. Seolah kebijakan dalam rangka globalisasi adalah kebijakan yang baik bagi negeri. Tapi kenyataan ternyata tidak.

(5)

Bahkan untuk komoditas pertanian sekalipun, Indonesia juga kalah padahal negeri ini terkenal dengan semboyan gemah ripah loh jinawinya. Inilah nasib buruk yang dialami rakyat selama sekian puluh tahun. Semakin kita terbawa globalisasi maka sebenarnya negeri ini sedikit-demi sedikit digerogoti oleh tangan-tangan kotor gurita sang pembuat kebijak ekonomi ini. Pejabat pengambil kebijakan harusnya berfikir lebih jernih dan arif dalam setiap pengambilan kebijakan ekonomi yang terkait globalisasi.

Efek dari globalisasi yang terus merongrong negeri seperti terus mengakibatkan berbagai permasalahan-permasalahan yang mendukung terjadinya korupsi di sektor kebijakan ekonomi. Bagaimana tidak, dimana ada kata globalisasi maka sepertinya kata liberalisasi dan kapitalisasi juga terus mengikuti. Kedaulatan ekonomi yang mulai tergerus globalisasi kini juga harus siap mendapat tekanan liberalisasi dan kapitalisasi. Sebagai bukti nyata bahwa keberadaan liberalisasi dan kapitalisasi sangat mengganggu kedaulatan ekonomi adalah bahwa begitu banyaknya sumber kekayaan negeri ini yang dikuasai oleh pihak swasta bahkan pihak asing. Padahal dengan jelas dalam konstitusi yaitu UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

(6)

Setelah kita menyoroti permasalahan tentang sistem yaitu birokrasi dan konstitusi yang menjadikan rentannya kebijakan ekonomi dijadikan lahan korupsi maka kita sampai pada titik mengenai sumber daya pembuat kebijakannya. Tidak bisa dipungkiri apabila jika sebaik apapun suatu sistem dibuat namun sumber daya manusia yang mengelolanya kurang cakap maka sebenarnya sistem itu hanya akan sia-sia. Dalam konteks ini pada kenyataannya adalah pejabat yang membuat kebijakan belum memiliki sikap etika yang jujur dan profesional. Mereka cenderung hanya memikirkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan masyarakat yang diwakilinya.

Kondisi politik yang penuh gesekan membuat pejabat berlomba-lomba untuk mempertahankan posisi pentingnya. Dalam mempertahankan posisi tersebut tak jarang pejabat atau politikus menggunakan cara-cara yang licik. Karena bagi mereka semakin lama menduduki jabatan maka semakin banyak pula kekayaan yang di timbun dari kongkalikong kebijakan yang dibuatnya.

Semua kekacauan tadi benar-benar nyata terjadi walaupun kita terkadang tak menyadarinya. Dengan demikian maka jelas bahwa Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Bagaimana tidak, segala sendi-sendi perekonomian bangsa dikorupsi. Pilar-pilar penopang kesejahteraan digerogoti. Lalu apa lagi dari bangsa ini yang dapat disembunyikan dari ancaman koruptor. Koruptor kini datang tidak hanya berasal dari orang berdasi rapi, kini koruptor juga berasal dari orang-orang yang memakai seragam dengan lambang pangkat berbintang di dadanya. Ada juga koruptor yang memakai peci ketika beraksi. Sunggung seragam-seragam yang seharusnya berada di belakang rakyat ketika rakyat dalam kegelisahan atas kesejahteraan yang semakkin menjauh dari angan-angan.

(7)

menghela nafas sejenak sambil memikirkan kehancuran yang dapat ditimbulkannya. Begitu juga dengan kata ‘koruptor’, kata yang merujuk pada sesesorang yang nuraninya busuk sehingga tanpa belas kasih terus-menerus menghisap uang rakyat.

Dengan demikian dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa korupsi harus kita musnahkan dari negeri ini. Korupsi sangat-sangat merugikan bangs karena menimbulkan akibat-akibat kronis. Berikut adalah dampak korupsi menurut Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.

Pertama, korupsi dianggap merusak demokrasi. Kedua, korupsi dianggap merusak aturan hukum. Ketiga, korupsi dapat menggangu pembangunan berkelanjutan. Keempat dari korupsi adalah merusak pasar. Kelima, korupsi dapat merusak kualitas hidup. Keenam atau yang terakhir, korupsi dianggap melanggar hak-hak asasi manusia.1

Tindakan represif dalam menindak kejahatan korupsi tidaklah cukup dengan menghukum pelaku kejahatan dengan pidana penjara saja. Kita lihat kondisi faktual yang ada sekarang bahwa sepertinya penjatuhan pidana terhadap koruptor kurang menemui efek jera. Hukuman-hukuman yang diterima korup terkesan ringan dan tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkannya. Bahkan sekarang ini timbul perspektif di masyarakat, betapa enaknya menjadi koruptor. Korupsi ber- milyaran hanya dihukum beberapa taun, dan setelah bebas masih dapat menempuh hidup yang serba mewah dengan uang sisa dari kejahatan korupsi. Hukuman yang terkesan ringan inilah yang menjadi faktor sulit diberantasnya koruptor.

Dengan demikian, seharusnya penegak hukum mulai beralih untuk memikirkan bagaimana caranya agar koruptor ini menjadi jera, yaitu salah satunya dengan memiskinkan koruptor. Bukan saatnya lagi mengejar koruptor untuk dimasukkan ke penjara, namun sudah saatnya menggunakan konsep follow the money yaitu mengejar uang hasil kejahatan korupsi agar dapat dikembalikan ke

(8)

dalam kas negara dan dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sebenarnya mekanisme hukum kita sudah memungkin untuk melakukan hal tersebut, yaitu menggunakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam UU TPPU terdapat berbagai mekanisme yang tujuan mutlaknya adalah untuk mengembalikan aset hasil kejahatan. Dengan demikian seharusnya UU TPPU ini dapat dijadikan cambuk bagi para koruptor untuk menimbulkan suatu kejeraan.

Kini kita mendorong agar aparat penegak hukum dapat mengkombinasikan antara UU TIPIKOR dan UU TPPU dalam mengadili koruptor. Dengan kombinasi tersebut saya yakin tidak ada celah lagi untuk koruptor dapat menikmati hidupnya dengan uang atau kekayaan hasil korupsi. Kemudian dari pada itu, Indonesia harus segera membuat pengaturan khusus tersendiri tentang mekanisme perampasan aset agar lebih mempermudah mekanisme asset recovery stollen yaitu dengan sarana undang-undang. RUU tentang ‘perampasan aset’ ini yang harus segera diundangkan dan diterapkan di Indonesia. Bagi pembuat undang-undang seharusnya dapat menyelesaikan tugas tersebut segera, mengingat urgensinya di Indonesia dan telah komprehensifnya kajian yang dilakukan.

(9)

kesewenang-wenangan yang akibatnya bukan kebijakan ekonomi yang baik kita dapatkan namun kebijakan yang penuh dengan kepentingan.

Jangan biarkan ekonomi memutuskan segala sesuatu dengan logikanya sendiri. Politik juga tidak boleh dibiarkan memutuskan nasib seluruh anak negeri hanya dengan logikanya sendiri. Inilah hakikat makna bahwa negara kita adalah negara demokrasi konstitusional, Negara Hukum, Rechtsstaat, the Rule of Law, not of Man.2

Keyakinan diataslah yang mendorong bagaimana hukum seharusnya memberikan batasan-batasan serta memberikan jaminan keberlangsungan kebijakan ekonomi. Kemudian, agar dapat menimbulkan kepastian hukum yang tertinggi maka sperti yang telah kita bicarakan tadi maka perlulah memasukkan ekonomi ke dalam konstitusi yang merupakan kontrak sosial tertinggi dalam suatu negara.

Gagasan mengenai hal atau aspek apa saja yang seharusnya dimasukkan ke dalam konstitusi ekonomi sebenarnya telah lama di bahas oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Beliau memberikan penjelasan yang termasuk rinci, yaitu hal atau aspek yang bisa diatur adalah sebagai berikut.

(i) Pembagian kewenangan horizontal antara legislatif-eksekutif dan pembagian kewenangan vertikal antar pusat-daerah mengenai berbagai kebijakan, seperti: seperti tugas dan tanggungjawab yang berkenaan dengan pembangunan berbagai infrastruktur dan intervensi langsung dalam kebijakan:

(a) penentuan harga; (b) pengaturan pasar;

(10)

(c) pengelolaan ekonomi;

(d) pembiayaan berbagai program subsidi; dan

(iii)Ketentuan mengenai kepemilikan oleh negara (the ownership capacity of the state), dan lain-lain sebagainya;

(iv) Ketentuan-ketentuan lain yang juga biasa dimuat ialah mengenai: (a) perburuhan dan ketenagakerjaan;

(b) kekayaan energi, sumber daya alam dan mineral; (c) perbendaharaan negara;

(d) pemeriksaan keuangan dan tanggungjawab pengelolaan keuangan negara;

(e) anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah; (f) dan lain-lain sebagainya;

(v) Ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara di bidang perekonomian, seperti:

(a) hak-hak dasar manusia (fundamental rights);

(b) kebebasan atas hak milik pribadi (right to property);

(c) kebebasan dan kesemptan yang sama dalam bekerja (right to occupation);

(d) kebebasan dan kesempatan yang sama dalam berusaha;

(v) Ketentuan mengenai kewajiban dan tanggungjawab negara/pemerintah untuk memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara serta menjalankan atau tidak menjalankan kebijakan dalam rangka memenuhi hak-hak tersebut;

(vi) Ketentuan mengenai organ-organ atau institusi-institusi yang akan melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab negara/pemerintahan tersebut di atas.3

Sepaham dengan pendapat Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., walaupun memang aspek tersebut terlalu rinci dan tidaklah mungkin jika semuanya dituangkan ke dalam konstitusi yang rigit karena sebagian aspek tersebut juga membutuhkan fleksibelitas. Namun demikian paling tidak kita dapat mengambil

(11)

pelajaran bahwa ketika aspek kebijakan ekonomi dituangakan ke dalam konstitusi, maka rasa keterjaminan akan muncul dan akan membatasi kesewenang-wenangan pengambil kebijakan. Konstitusi ekonomi tidaklah harus detail dan menyeluruh, hanya dibutuhkan norma-norma pokok saja agar secara keseluruhan kebijakan ekonomi yang akan dibuat benar-benar dapat mewujudkan kedaulatan ekonomi di Indonesia.

Dengan menempatkannya hal atau aspek tersebut sebagai norma-norma konstitusi, maka ketentuan-ketentuan konstitusional perekonomian itu mempunyai posisi yang dapat memaksa untuk dipakai sebagai standard rujukan dalam semua kebijakan ekonomi. Dan jika apabila terjadi pertentangan,gampangnya kebijakan yang demikian dapat dituntut untuk dibatalkan melalui proses peradilan yang sah yaitu melalui Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, ekonomi dapat diharapkan berperan dalam membuat perhitungan dan perencanaan,kemudian yang tetap memutuskan adalah politik. Tetapi politik yang berdasarkan ketentuan hukum sesuai dengan apa yang sudah disepakati bersama melalui konstitusi sebagai kontrak sosial tertinggi.

Dalam pembuatannya, konstitusi ekonomi juga harus berkiblat pada ekonomi kerakyatan . Pasal dalam UUD 1945 pun jelas menerangkan tiga hal yang paling mendasar, yaitu setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan yang layak, fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara, dan perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan.

(12)

Begitu juga dengan keluhuran yang ada pada diri masing-masing rakyat yang seharusnya lebih mengedepankan etika daripada kepastian hukum. Karena melalui etika-lah terbentuk masyarakat yang aman dan tentram. Ekonomi kerakyatan dapat diartikan dengan saling berbagi pada sesama. Jika semua ini dapat dilakukan, sudah barang tentu tidak ada lagi kesenjangan sosial yang berarti.

(13)

Daftar Pustaka

- Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. Pembuktian terbalik dalam pengembalian asset kejahatan korupsi.Pidato pengukuhan jabatan guru besar.

(14)

1. Nama : Eka Nanda Ravizki Alamat : Jl Toba A VIII no 1 Blitar TTL : Malang, 18 Desember 1993

Institusi : Kastrat DEMA JUSTICIA FH UGM No.HP : 085755125001

No Rek : 9000009686917

2. Nama : Nuresti Tristya Astarina

Alamat : Jl Kenanga Rt01/01 Kemukus, Gmb, Kebumen. TTL : Kebumen, 8 Desember 1993

Referensi

Dokumen terkait

Secara umumnya, pengkaji hanya mengambil sebahagian daripada soal selidik yang telah disediakan oleh Bahagian Perhubungan Industri dan Pengkomersilan Jabatan Pengurusan IPT,

Jawaban tertulis dan wawancara siswa berdasarkan kualifikasi kemandirian belajar sangat rendah dan rendah yaitu SR-1, SR-2 dan R-1, R-2 dapat menuliskan apa yang diketahui

Korelasi antara ke- duanya memperlihatkan pola kuadratik, artinya produktivitas primer di perairan Teluk Banten sangat bergantung pada keberadaan intensitas cahaya matahari

Poikien kohdalla lähes yhtä yleistä oli kaverin tekemä väkivalta (16 % kokenut vuoden aikana), kuin sisaruksen taholta tullut väkivalta (14 %). Muun nuoren teke- mää väkivaltaa

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.. Maksud dari indikator ini adalah siswa ikut serta selama dalam proses pembelajaran seperti datang tepat waktu,

Harga minyak turun hampir dua persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena investor fokus pa- da pembengkakan pasokan minyak mentah global, yang meningkat lebih

Apakah kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern baik secara parsial maupun

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, tubuh tidak