• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Materi Barisan dan Deret Ar (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Materi Barisan dan Deret Ar (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan Materi Barisan dan Deret Aritmetika

Kelas X Menggunakan Pendekatan PMRI Melalui

Konteks Kain Songket

Novi Komariyatiningsih

SMA Negeri 2 Lubai, Jln.Raya Prabumulih-Baturaja, Muara Enim; noviedu@yahoo.com

Abstrak. Makalah ini bertujuan melaporkan hasil pengembangan materi Barisan dan Deret Aritmetika kelas X dengan menggunakan pendekatan PMRI melalui konteks kain songket. Pengembangan materi ini dilakukan untuk mendapatkan bahan ajar barisan dan deret aritmetika yang valid dan praktis untuk siswa kelas X. Penulis melakukan tahap preliminary study dan formative evaluation dalam proses pengembangannya. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan walktrough, observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil analisis data menyimpulkan bahwa penelitian ini telah menghasilkan bahan ajar barisan dan deret aritmetika yang valid dan praktis. Valid tampak pada revisi berdasarkan hasil validasi beberapa validator. Praktis tampak pada hasil pengamatan pada small group.

Kata Kunci. Pengembangan, Barisan dan Deret Aritmetika, PMRI, Konteks kain songket.

1.

Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Artinya keberhasilan pencapaian pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses pembelajaran dirancang dan dijalankan secara profesional.

Selama ini pembelajaran matematika lebih difokuskan pada aspek komputasi yang sifatnya algoritmik. Tidak mengherankan jika siswa pada umumnya dapat melakukan berbagai perhitungan matematika, tetapi kurang menunjukkan hasil yang menggembirakan terkait penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Ali Mahmudi [1], 2009:1).

Permasalahan dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh Ratu Ilma[2]

(2007:21) menyatakan rendahnya prestasi siswa di sekolah, yang diasumsikan karena disebabkan materi pembelajaran yang kurang menarik dikarenakan kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari dan metode pembelajaran yang lebih terfokus pada guru.

(2)

dengan siswa, membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya sehingga lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan.

Hal ini seiring dengan pendapat Nila Kesumawati [3] (2008:134) yang menyatakan prinsip

utama dalam pembelajaran matematika saat ini adalah untuk memperbaiki dan menyiapkan aktivitas-aktivitas belajar yang bermanfaat bagi siswa. Reformasi yang tampaknya perlu dilakukan terutama pada pembuatan materi matematika yang difokuskan kepada aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan penggunaan metode belajar secara aktif tentang matematika. Salah satu pendekatan yang berorientasi pada pengalaman siswa sehari-hari yang menekankan pada kebermaknaan siswa dalam belajar adalah pendekatan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia).

PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menggiring siswa memahami konsep matematika dengan mengkonstruksi sendiri melalui pengetahuan sebelumnya yang berhubungan dengan kehidupan sehari-harinya, dengan menemukan sendiri konsep tersebut, maka diharapkan belajar siswa menjadi lebih bermakna (Ratu Ilma[4], 2011:548). Siswa

belajar dari adanya masalah kontekstual yang dekat dengan kehidupannya sehari-hari, kemudian pada akhirnya memunculkan sebuah konsep matematika. Dari masalah kontekstual yang diberikan, siswa mengembangkan model-model matematika sendiri menuju matematika formal. Melalui matematisasi matematika, model tersebut menjadi model of

untuk pengetahuan informal, dan model for untuk pengetahuan formal.

Pendekatan PMRI yang penulis gunakan dalam proses pengembangan materi, mendukung implementasi dari kurikulum 2013 yang berlaku saat ini. Dalam kurikulum 2013 bertujuan mendorong siswa mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, menalar, dan mengkomunikasikan apa yang diperoleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelajaran (Sutarto dan Nurlaili [5], 2014: 81).

Dalam makalah ini, penulis mendesain materi “Barisan dan Deret Aritmetika Kelas X” dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dengan menggunakan pendekatan PMRI melalui konteks kain songket.

2. Landasan Teori

2.1. Penggunaan Konteks dalam Pembelajaran Matematika

Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika menjadikan konsep-konsep abstrak da-pat dipahami berdasarkan pemikiran yang dibangun dari situasi realistik tertentu yang sudah dikenal dengan baik oleh siswa.

Menurut Anggo[6] (2011:35), konteks adalah situasi yang menarik perhatian anak dan yang

(3)

Salah satu konteks yang dapat digunakan adalah Kain Songket. Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas.[1]Selain itu, menurut

sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai.[2] Istilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket

adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta.

Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau tanjak, hiasan ikat kepala. (http://id.wikipedia.org/wiki/Songket).

2.2. Pendekatan Pembelajaran

Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah menempatkan siswa sebagai subjek didik, yakni lebih banyak mengikutsertakan siswa dalam proses pem-belajaran; pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi untuk berfi-kir sendiri. Oleh karena itu maka guru tidak boleh dipandang sebagai “orang yang paling tahu segalanya” melainkan lebih berperan sebagai fasilitator terjadinya proses belajar pada individu siswa, dan siswa tentunya juga harus secara terus menerus berusaha menyempurna-kan diri sehingga dari waktu ke waktu makin meningkat kemampuannya (Sutarto dan Nur-laili[5], 2014: 53).

Kurikulum dan pembelajaran memiliki posisi yang berbeda, meskipun demikian keduanya merupakan hal yang tidak terpisahkan. Seiring dengan berlakunya kurikulum 2013 saat ini, pendekatan pembelajaran yang baik diharapkan dapat mendorong siswa mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, menalar, dan mengomunikasikan apa yang diperoleh atau diketahui siswa setelah menerima materi pembelajaran. Melalui pendekatan itu diha-rapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik, sehingga lebih kreatif, inivatif, dan produktif (Sutarto dan Nurlaili[5], 2014: 81).

2.3. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pada tahun 1971, Freudenthal, pendiri Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang bernama RME (Realistic

Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,

bagaimana siswa belajar, dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Freudenthal dalam Sutarto Hadi[7] (2005:7) berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang

sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.

Terinspirasi oleh filosofi RME, suatu tim mengembangkan sebuah pendekatan untuk meningkatkan belajar matematika di sekolah Indonesia, yang dikenal dengan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), suatu adaptasi dari RME (Sembiring[8], dkk.,

(4)

PMRI banyak diwarnai oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan pentingnya adalah matematika harus dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia (Freudenthal dalam Zulkardi, 2005:13). Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi yang pernah mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia, siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam matematika. Pada PMRI kedua pandangan ini dijadikan dasar dalam pembelajaran matematika.

Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses (Ariyadi Wijaya[10], 2012:20). Berdasarkan pandangannya

tersebut, terdapat tiga prinsip dalam RME yaitu guided reinvention (menemukan kembali secara terbimbing) dan progressive mathematization (matematisasi progresif), didactical

phenomenology (fenomenologi didaktik), dan self developed model (membangun sendiri

model) (R. Soedjadi[11], (2007:4)).

Prinsip guided reinvention menekankan “penemuan kembali” secara terbimbing, yang mana siswa belajar matematika dalam kegiatan terbimbing oleh guru mereka atau teman sebayanya. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual walaupun hanya dengan membayangkannya, dan selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat menemukan kembali konsep-konsep matematika.

Progressive mathematization menekankan pada “matematisasi” atau “pematematikaan” yang

dapat diartikan sebagai upaya untuk mengarahkan kepada pemikiran matematika. Dikatakan progresif karena terdapat dua langkah dalam matematisasi, yaitu horizontal dan vertikal yang berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan akan berakhir pada matematika yang formal.

Prinsip didactical phenomenology menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa.

Prinsip self developed model menunjukkan adanya fungsi “jembatan” yang berupa model. Siswa memungkinkan akan membangun model sendiri karena berawal dari masalah kontekstual dan akan menuju ke matematika formal serta adanya kebebasan pada siswa. Model buatan siswa sendiri tersebut dikenal dengan model of dan sifatnya masih dapat disebut matematika informal. Selanjutnya melalui generalisasi atau formalisasi dapat mengembangkan model yang mengarahkan ke matematika formal, yang disebut model for. Hal tersebut sesuai dengan matematisasi horizontal dan vertikal, yang memungkinkan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri.

(5)

jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau salah, tapi guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai untuk menyelesaikan masalah.

Menurut de Lange, Treffers, dan Gravemeijer dalam Zulkardi[9](2005:14), terdapat lima

karakterisrik PMRI: “1) menggunakan masalah kontekstual; 2) menggunakan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal; 3) menghargai ragam bahasa dan kontribusi siswa; 4) interaktivitas; 5) terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya”. Masalah kontekstual sebagai acuan titik awal dari mana matematika yang diinginkan dapat timbul. Pengembangan model, skema dan simbolisasi sangat diperhatikan daripada hanya mentransfer rumus secara langsung. Kontribusi siswa merupakan kontribusi yang besar pada proses pembelajaran, diharapkan dapat mengarahkan siswa dari metode informal ke arah yang lebih formal. Interaktivitas berupa negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperatif dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal. Keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah, unit-unit belajar tidak dapat dicapai dengan cara terpisah.

2.4. Materi Barisan dan Deret Aritmetika

Barisan dan Deret Aritmetika dipelajari di kelas X dalam kurikulum 2013. Kompetensi dasar dari materi barisan dan deret adalah sebagai berikut (Kemdikbud[12], 2014: 189):

1. Memiliki motivasi internal. Kemampuan bekerjasama, konsisten, sikap disiplin, rasa percaya diri, dan sikap toleransi dalam perbedaan strategi berpikir dalam memilih dan menerapkan strategi menyelesaikan masalah.

2. Mentransformasikan diri dalam berperilaku jujur, tangguh menghadapi masalah, kri-tis, dan disiplin, dalam melakukan tugas belajar matematika.

3. Menunjukkan sikap bertanggung jawab, rasa ingin tahu, jujur, dan perilaku peduli lingkungan.

4. Memprediksi pola barisan dan deret aritmetika dan geometri atau barisan lainnya melaui pengamatan dan memberikan alasannya

(6)

3. Pengembangan Materi Barisan dan Deret Aritmetika

3.1. Lembar Aktivitas Siswa Materi Barisan dan Deret Aritmetika

Produk yang penulis hasilkan adalah materi barisan dan deret aritmetika yang dikemas dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Materi dalam LAS ini diawali dengan konteks kain songket, yang diharapkan dapat membantu menggiring siswa menemukan konsep barisan dan deret aritmetika, kemudian melaui aktivitas siswa dapat menemukan rumus suku ke-n barisan aritmetika.

3.2. Proses Pengembangan LAS Barisan dan Deret Aritmetika

LAS yang penulis hasilkan berupa prototipe I, yang diperoleh melalui proses tahap

prelimi-nary study (tahap persiapan, tahap pendesainan materi) dan prototipe II yang diperoleh dari

tahap formative evaluation (tahap evaluasi, tahap revisi) (Akker dkk[13]., 2006).

Tahap persiapan, penulis memilih materi yang akan menjadi bahan untuk dikembangkan menggunakan pendekatan PMRI, dan melakukan analisis berdasarkan kurikulum 2013untuk materi barisan dan deret aritmetika. Penulis juga melakukan kajian literatur terkait materi barisan dan deret aritmetika.

Setelah persiapan selesai dilakukan, penulis mulai mendesain materi barisan dan deret aritmetika kelas X, berdasarkan karakteristik PMRI, yaitu menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal, menghargai ragam bahasa dan kontribusi siswa, terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.

Langkah selanjutnya, penulis melakukan evaluasi terhadap produk yang telah dihasilkan. Evaluasi yang penulis lakukan adalah, evaluasi oleh diri sendiri, teman sejawat, proses one

to one, dan small group dengan objek yang berbeda. Temuan-temuan yang peneliti peroleh

dari hasil evaluasi, penulis gunakan sebagai dasar untuk melakukan revisi terhadap LAS yang dihasilkan.

Penulis melakukan evaluasi sendiri terhadap LAS yang dihasilkan, mengevaluasi kesesuaian dengan kompetensi yang ingin dicapai sesuai dengan kurikulum 2013. Melalui teman sejawat, penulis meminta mereka melakukan evaluasi terhadap LAS yang dhasilkan, apakah materi yang telah dikembangkan telah sesuai dengan kurikulum, seiring dengan itu penulis melakukan proses one to one (siswa mengerjakan LAS secara individu) untuk melihat apakah materi yang telah penulis kembangkan telah sesuai dengan perkembangan usia siswa kelas X, melihat kesulitan siswa dalam mengerjakan LAS, dan meminta komentar siswa mengenai kesulitan yang dihadapi melalui proses wawancara di akhir pembelajaran, sehingga akhirnya penulis menemukan kelemahan-kelemahan dan solusi untuk mengatasinya dari produk yang dihasilkan.

(7)

proses small group (siswa mengerjakan LAS secara berkelompok), dan akhirnya diperoleh LAS materi Barisan dan Deret Aritmatika yang valid dan praktis.

3.3. Penerapan pada Pembelajaran Matematika

Penerapan LAS yang penulis hasilkan pada pembelajaran matematika, dapat dilihat dalam RPP yang telah penulis rancang. Dalam proses pembelajaran, guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran matematika menggunakan PMRI (R. Soedjadi[11], 2007: 9-10), yaitu:

1. Mempersiapkan Kelas

- Pesiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan. - Kelompokkan siswa jika perlu (sesuai rencana).

- Sampaikan kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan dipakai pada hari itu.

2. Kegiatan Pembelajaran

- Berikan masalah kontekstual.

- Berilah penjelasan singkat seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan

- Mintalah siswa secara berkelompok ataupun secara individual untuk mengerja-kan atau menjawab masalah kontekstual yang diberimengerja-kan dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup untuk siswa mengerjakannya.

- Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satu pun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah petunjuk seperlunya.

- Mintalah seorang siswa atau wakil kelompok siswa untuk menyampaikan hasil kerjanya.

- Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tang-gapan tentang berbagai penyelesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila ada penyelesaian lebih dari satu, ungjapkanlah semua.

- Buatlah kesepakatan kelas tentang penyelesaian manakah yang dianggap paling tepat, terjadi suatu negosiasi. Berikanlah penekanan kepada penyelesaian yang dipilih atau benar.

- Bila masih tidak ada penyelesaian yang benar, mintalah siswa untuk memikirkan cara lain.

4.

Hasil dan Pembahasan

(8)

setiap pertanyaan yang terdapat dalam LAS (prototipe I), sehingga siswa tidak dapat mengerjakannya. Hal senada juga penulis dapatkan dari teman sejawat yang membantu proses validasi. Akhirnya, penulis melakukan revisi terhadap prototipe I berdasarkan komentar-komentar dan hasil pengamatan yang penulis peroleh, menghasilkan prototipe II seperti yang terlihat pada gambar 1.

i. prototipe I ii. prototipe II

Gambar 1. Prototipe

Prototipe II yang dihasilkan penulis ujicobakan pada siswa yang berbeda dalam kelompok kecil (small group), seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Proses Small Group

(9)

barisan aritmetika yang pada akhirnya siswa dapat menemukan sendiri rumus umum suku ke-n suatu barisan aritmetika.

Di akhir pembelajaran, melalui proses wawancara, penulis menanyakan komentar siswa terhadap prototipe II yang telah dikerjakan. Pada umumnya siswa mengatakan kalimat yang terdapat dalam LAS mudah dipahami, sehingga dapat diselesaikan dengan mudah.

5.

Kesimpulan dan Saran

Inovasi ini telah menghasilkan suatu produk LAS materi Barisan dan Deret Aritmetika kelas X berdasarkan karakteristik PMRI, sehingga dapat disimpulkan karakteristik materi barisan dan deret aritmetika yang valid dan praktis menggunakan pendekatan PMRI adalah sebagai berikut:

Konstruk yang digunakan telah sesuai dengan pendekatan PMRI. Penyajian materi dimulai dari suatu konteks, yaitu kain songket dan diikuti beberapa pertanyaan terkait dengan kon-teks yang digunakan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa model-model ja-waban siswa yang merupakan kontribusi siswa sehingga menggiring siswa memahami kon-sep barisan dan deret aritmetika, menggunakan aktivitas menyusun pola warna yang dapat menggiring siswa menemukan rumus suku ke-n deret aritmetika. Dari konteks yang diberi-kan terdapat keterkaitan antar topik (intertwine), dari pemahaman barisan dan deret aritmeti-ka, sehingga siswa dapat membedakan yang mana barisam dan deret aritmetika sampai kepa-da menentukan rumus suku ke-n barisan kepa-dan deret aritmetika.

LAS yang dihasilkan mudah digunakan, dapat membantu siswa memahami konsep barisan dan deret aritmetika.

Berdasarkan hasil inovasi yang penulis lakukan, penulis menyarankan

1. Siswa, dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, sehingga dapat meyalurkan po-tensi berfikirnya

2. Guru, dalam pembelajaran matematika sebaiknya mempunyai ide memunculkan ma-salah kontekstual yang disesuaikan dengan materi pembelajaran, dan menggunakan PMRI dalam ide masalah kontekstual yang diperoleh, dan merealisasikan kurikulum 2013

3. Sekolah, menumbuhkan suasana akademik di lingkungan sekolah melalui MGMP. 4. Dunia pendidikan matematika, menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran

matematika yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.

Daftar Pustaka

(10)

[2] Ratu, Ilma. “Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Statistika Meng-gunakan Pedekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berdasarkan KBK di SMAN 17 Pa-lembang”. Jurnal Pendidikan Matematika I(1): 21-23. (2007)

[3] Nila, Kesumawati. “Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Pembelajaran Materi Himpunan”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan Penerap-an MIPA pada tanggal 30 Mei 2008, Yogyakarta. (2008)

[4] Ratu, Ilma. “Improving Mathematics Communication Ability of Students In Grade 2 Through PMRI Approach”. Makalah disampaikan pada Seminar and The fourth National Conference on Mathematics Education pada tanggal 21-23 Juli 2011, Yogyakarta. (2011)

[5] Sutarto, Nurlaili. Kurikulum dan Pembelajaran dalam Implementasi pada Kurikulum 2013. Ja-karta: Kemilau Ilmu Semesta. (2014)

[6] Anggo, Mustamin. “Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan Ke-mampuan Metakognisi Siswa”. Edumatica 2(1): 35 – 41. (2011)

[7] Sutarto, Hadi. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip. (2005)

[8] Sembiring R.K, dkk. “Reforming Mathematics Learning in Indonesia Classrooms Through RME”. ZDM Mathematics Education 40, 927 – 939. (2008)

[9] Zulkardi. Pendidikan Matematika di Indonesia: Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyele-saiannya. Inderalaya: Unsri. (2005)

[10] Ariyadi, Wijaya Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. (2012)

[11] R. Soedjadi. “Dasar-Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia”. Jurnal Pendidikan Ma-tematika 1(2): 21-33. (2007)

[12] Kemdikbud. Matematika Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1~Edisi Revisi. Jakarta: Kemdikbud. (2014)

Gambar

Gambar 1.  Prototipe

Referensi

Dokumen terkait

Adapun upaya yang dilakukan adalah guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah ditetapkan dan lebih memperhatikan lagi dalam manajemen waktu

Sejak Desember 1998 digunakan standar kemiskinan baru yang merupakan penyempurnaan

Timbangan ini dipasang pada bagian luar pabrik Casting (Penuangan) yang digunakan untuk menimbang MTC (Metal Transportation Car), yang digunakan untuk membawa ladle yang

Pada gambar 9 dapat dilihat bahwa gliserin tingkat rendah dengan penambahan karbopol dapat menurunkan daya sebar gel ditunjukkan pada garis berwarna hitam sedangkan pada

Melibatkan akusisi atas bisnis-bisnis yang berkaitan dengan perusahaan yang mengakusisi dalam teknologi, pasar atau produk. Bisnis-bisnis baru yang terpilih memiliki

Prinsip dari metode biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa (Carprette, 2005)..

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi operasi pembuatan sol-gel yaitu konsentrasi silika dalam sol terhadap diameter pori lapisan sol gel silika

Salah satu faktor sikap negatif ialah dari beban berat yang dirasakan keluarga, sehingga mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam merawat pasien skizofrenia di poli jiwa