Upaya Mengatasi Kesulitan Siswa Dalam Belajar Matematika Pada Jenjang Sekolah Menengah Pertama
Alim Mustofaa , Musmulyadib, Ahmad Muchlisc a
Program Studi Magister Pengajaran Matematika FMIPA ITB Jl. Ganesha No. 10, Bandung, mustofa0580@yahoo.com b
Program Studi Magister Pengajaran Matematika FMIPA ITB Jl. Ganesha No. 10, Bandung, musmuliadi37@yahoo.co.id
c
Kelompok Keahlian Aljabar FMIPA ITB Jl. Ganesha No. 10, Bandung, muchlis@math.itb.ac.id
ABSTRAK
Makalah ini membahas kesulitan siswa dalam belajar matematika dan suatu cara penanganannya. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan dua siswa berprestasi rendah dalam matematika, satu siswa dari SMP di Bandung, Jawa Barat, dan satu lagi dari SMP di Buol, Sulawesi Tengah. Metode
“think aloud” digunakan untuk mengetahui kesulitan siswa melalui tes diagnostik. Dan perlakuan diberikan dengan meminta kedua siswa menyelesaikan soal-soal matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menyelesaikan soal matematika dapat menjadi cara efektif untuk mengatasi kesulitan dari kedua siswa dalam belajar matematika. Sesudah perlakuan, kedua siswa dapat bekerja matematika dengan lebih lancar dibandingkan dengan sebelum diberikan perlakuan.
Kata kunci: kesulitan siswa, belajar matematika, menyelesaikan soal, perlakuan
ABSTRACT
This paper discusses students’ difficulties in learning mathematics and a way of their treating. The
study involved two low-achieving students in mathematics, one student from SMP in Bandung, West Java, and another one from SMP in Buol, Central Sulawesi. A think aloud method was used
to determine the students’ difficulties through a diagnostic test. A perlakuan was performed by asking them to solve mathematics problems. This study shows that solving mathematics problems can be an effective way to treat students’ difficulties in learning mathematics. After the perlakuan, both students can do mathematics more fluently than before.
Keywords: students’ difficulty, learning mathematics, solving problem, perlakuan
Pendahuluan
Di dalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan dapat mengerjakan matematika akan memiliki kesempatan dan pilihan yang lebih
banyak dalam menentukan masa
depannya. Kemampuan dalam
matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang produktif. Lemah dalam matematika berarti membiarkan pintu tersebut tertutup (NCTM, 2000: 5).
Untuk itu melalui pembelajaran
matematika di sekolah, siswa dibantu
dalam meningkatkan kemampuan
berpi-kir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
juga kreatif (Depdiknas, 2006:345)
sehingga dengan kemampuan tersebut
mereka mampu bersaing dalam
ditunjuk-kan oleh hasil tes TIMSS dan PISA
(Kemendikbud, 2011) bahwa perolehan
skor rata-rata matematika siswa Indonesia
jauh dibawah rata-rata Internasional. Hal
ini berarti kemampuan siswa dalam
matematika masih rendah. Lalu,
bagaimana dengan masa depan siswa?
Berdasarkan uraian diatas, peneliti
akan menggali faktor-faktor penyebab
ketidakmampuan siswa dalam
bermate-matika, yang dalam studi ini disebut
kesulitan siswa. Juga dikaji suatu cara
mengatasi kesulitan siswa dalam belajar
matematika sehingga mereka dapat
bekerja matematika dengan lebih baik.
Kerangka Teori
Faktor penting yang dapat
menunjang keberhasilan siswa dalam
belajar matematika adalah kecakapan
matematis. Menurut Kilpatrick, dkk
(2001 : 116) kecakapan matematis siswa
meliputi: pemahaman konseptual,
kelancaran berprosedur, kompetensi
berstrategi, penalaran adaptif, dan
disposisi produktif. Kelima komponen
kecakapan matematis ini tidak saling
terpisah, tetapi merupakan jalinan utuh
yang saling bergantung satu dengan yang
lain. Sehingga pengembangan kelimanya,
harus dilakukan secara terpadu dan
seimbang dalam pembelajaran
matema-tika di sekolah.
Metode think aloud merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk
memperoleh dan menganalisis data
tentang proses kognitif. Berdasarkan
pernyataan Someren, dkk (1994:8),
metode ini dilakukan dengan cara
meminta seseorang mengucapkan yang
dipikirkan pada saat menyelesaikan
masalah. Dalam studi ini metode “think
aloud” digunakan untuk mengidentifikasi
kesulitan siswa dalam belajar matematika
dan perubahan proses berpikir selama
menyelesaikan soal. Penggunaan metode “think aloud” dalam pengkajian proses
pembelajaran pada konteks pemecahan
masalah telah dilakukan oleh Anzai &
Simon, lihat (Someren, 1994:8).
Metodologi
Kami melakukan penelitian
kualitatif dengan melibatkan dua siswa,
siswa I dari SMP di Bandung, Jawa
Barat, dan siswa II dari SMP di Buol,
Sulawesi Tengah. Ketika dilakukan
identifikasi awal, kedua siswa baru
memasuki awal semester 1 kelas VIII
pada tahun ajaran 2012/2013.
Berdasarkan hasil ulangan harian (UH),
ujian tengah semester (UTS) dan juga
ujian akhir semester (UAS) pada
pelajaran matematika di kelas VII,
rata-rata nilai semester I dan semester II untuk
siswa I kurang dari 50 dan siswa II
Mengikuti Burton, lihat Makmun
(2007:307), apabila siswa tidak
mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan minimal dalam
pelajaran tertentu, maka siswa dikatakan
gagal dalam belajar. Sehingga rata-rata
nilai matematika dari kedua siswa
dibawah KKM mengindikasikan kedua
siswa berkesulitan dalam belajar
matematika.
Penelitian ini dilaksanakan mulai
Juni sampai Oktober 2012. Peneliti
melakukan tes diagnostik dengan
menggunakan metode “think aloud”
yakni siswa diminta mengucapkan semua
yang dipikirkan ketika menyelesaikan
soal-soal matematika untuk direkam.
Hasil pekerjaan siswa dan rekaman vidio
dianalisis untuk mengetahui kesulitan
siswa dalam belajar matematika.
Berdasarkan hasil analisis tentang
kesulitan siswa, treatment (perlakuan)
diberikan melalui soal matematika tanpa
bilangan (yakni soal-soal yang
bilangan-bilangannya disembunyikan atau diganti
dengan kotak). Perlakuan dilakukan
dalam tiga belas kali pertemuan untuk
siswa I dan enam kali pertemuan untuk
siswa II. Pada saat perlakuan, siswa
diminta mengucapkan yang dipikirkan.
Ketika siswa mengalami kebuntuan,
peneliti mengajukan pertanyaan sebagai
arahan untuk siswa berpikir. Rekaman
audio dilakukan selama kegiatan
perlakuan berlangsung.
Untuk mengetahui keberhasilan
dari perlakuan, peneliti melakukan tes
evaluasi dalam satu kali pertemuan
dengan memberikan tiga soal untuk
masing-masing siswa. Peneliti melakukan
wawancara dengan guru dan siswa di
awal penelitian ini untuk mengetahui
gambaran awal tentang kondisi siswa dan
juga di akhir untuk melihat kesan guru
dan siswa tentang belajar matematika
siswa.
Untuk menganalisis kesulitan siswa
dalam belajar matematika dan
keberhasilan perlakuan, peneliti
memban-dingkan hasil rekaman dengan hasil
pekerjaan tertulis yang didasarkan pada
lima kecakapan matematis (Kilpatrick,
dkk, 2001). Dan untuk mengetahui
tingkat kemajuan belajar siswa, peneliti
memperhatikan perubahan yang terjadi
dari tahapan-tahapan pada perlakuan.
Hasil dan Pembahasan
1. Kesulitan belajar matematika
Dari hasil rekaman tes diagnostik
terlihat siswa I: 1) mengulang berkali-kali
kata-kata kunci pada soal, 2) fokus pada
suatu prosedur yang pernah ia pelajari
tanpa memperhatikan soal dengan
cermat, 3) kesulitan mengeluarkan apa
yang dipikirkan, 4) fokus pada apa yang
bagaimana masalah itu dapat
diselesaikan, 5) langsung memperhatikan
bilangan-bilangan yang diketahui, dan 6)
melakukan perhitungan-perhitungan yang
tidak membantu dalam penyelesaian soal.
Berdasarkan lima kecakapan
matematis (Kilpatrick, dkk: 2001)
disimpulkan bahwa 1) siswa lebih fokus
pada ditanyakan bukan pada konteks
(cerita) yang diberikan, 2) belum terbiasa
melakukan strategi penyelesaian yang ia
bangun sendiri, dan 3) lebih terfokus
pada bilangan.
Dari hasil rekaman tes diagnostik
terlihat siswa II: 1) membuat persamaan
yang salah dan menyelesaikannya juga
tidak benar, 2) tidak mampu
menghubungkan sudut sehadap dengan
sudut saling berpelurus, 3) siswa
kesulitan dalam mengerjakan soal dengan
mengatakan “sudah lupa, bagaimana
caranya ini, begitu caranya? apa ya . . .
saya lupa”, dan 4) langsung
mengurang-kan 180 dengan 120 bilangan yang ada
dalam soal.
Berdasarkan lima kecakapan
matematis (Kilpatrick, dkk: 2001)
dikatakan siswa II: 1) terfokus pada
bilangan, 2) masih rendah dalam
penguasaan konsep yang mendasari
materi soal, 3) menyelesaikan soal tidak
sesuai prosedur sehingga jawaban tidak
benar, dan 4) kurang memperhatikan
konteks pertanyaan.
2. Mengatasi kesulitan belajar
matematika siswa
Untuk siswa I, perlakuan diberikan
dalam tiga tahap. Dari hasil pekerjaan
untuk tiga soal sederhana tanpa bilangan
di tahap I terlihat siswa dapat menuliskan
yang diketahui dan ditanyakan pada soal
dengan mudah juga menyelesaikannya
dengan cepat dan benar. Sehingga
kepercayaan diri siswa dalam
menyele-saikan masalah mulai terlihat. Hal ini
juga berarti bahwa fokus terhadap
bilangan yang siswa alami berkurang.
Pada tahap II, perlakuan lebih berfokus
pada pemahaman konsep dan melakukan
strategi. Dari dua soal tanpa bilangan
terlihat bahwa siswa salah dalam
memahami konsep keliling. Siswa mulai
belajar bagaimana memahami konsep dan
melakukan strategi penyelesaian.
Akhirnya pada tahap III, peneliti
menggunakan soal-soal dengan materi
yang baru. Secara umum dari hasil
rekaman dan hasil pekerjaan siswa
terlihat bahwa siswa mulai dapat bekerja
secara matematika. Ini berarti bahwa
kemampuan matematika siswa sudah
mengalami kemajuan.
Sedangkan untuk siswa II,
perlakuan diberikan dalam empat tahap.
Pada tahap I, siswa terlihat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal
sehingga diberikan intervensi dengan
memaha-mi konteks dari soal dengan tidak
terfokus pada bilangan. Pada tahap II,
siswa masih mengalami kesulitan dalam
mengaitkan konsep satu dengan yang
lainnya dan belum memiliki strategi
dalam menyelesaikan soal, sehingga
diberikan intervensi berupa pemahaman
konsep dan strategi penyelesaian soal.
Pada tahap berikutnya siswa sudah lebih
percaya diri dalam menyelesaikan soal
dan sudah dapat menggunakan strategi
untuk menyelesaikan soal. Selanjutnya
diberikan intervensi dengan diminta
siswa untuk berfikir reflektif. Sedangkan
pada tahap IV, siswa sudah mampu
menjawab soal secara sistimatis dan
logis, hal ini terlihat dari cara siswa
menuliskan sesuatu dengan alasan yang
benar. Siswa juga sudah memiliki strategi
dalam menyelesaikan soal dan sedikit
mahir menyelesaikan soal tanpa bilangan.
Sehingga intervensi yang diberikan
berupa penguatan dan motivasi saja. Dari
empat tahapan perlakuan yang diberikan
tampak ada perubahan kemampuan
matematika siswa.
3. Dampak perlakuan terhadap
belajar matematika
Dari hasil rekaman vidio pada tes
evaluasi terlihat bahwa siswa
mengerja-kan soal dengan lancar dan rasa percaya
diri yang tinggi, dan siswa melakukan
strategi dengan baik. Hal ini
menunjuk-kan adanya kemajuan siswa dari cara
menyelesaikan soal dibandingkan pada
saat tes diagnostik. Sedangkan dari hasil
pekerjaan terlihat jawaban siswa hampir
mencapai 100% benar dan juga hasil UTS
di sekolah tergolong tinggi dibandingkan
rata-rata ujian matematika di kelas VII.
Sedangkan untuk siswa II, pada tes
evaluasi diberikan dua soal tanpa
bilangan dan satu soal dengan bilangan.
Dari hasil pekerjaan siswa tampak bahwa
prosedur dan strategi yang dilakukan
siswa sudah benar, kemampuan bernalar
siswa sudah baik, dan pemahaman
konsep siswa sudah baik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
menyelesaikan soal matematika dapat
menjadi cara efektif untuk mengatasi
kesulitan dari kedua siswa dalam belajar
matematika. Sesudah perlakuan, kedua
siswa dapat bekerja matematika dengan
lebih lancar dibandingkan dengan
sebelum diberikan perlakuan.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada: 1) Pemerintah daerah Sulawesi
Tengah yang telah memberikan dukungan
dana, dan 2) Guru matematika SMP di
bandung dan di Buol atas kerja sama
Pustaka
Cathcart, W.G., Pothier, Y.M., Vance, J.H., & Bezuk, N.S. (2003).
Learning Mathematics In
Elementary And Middle School. Merrill Prentice Hall: United State of America.
Depdiknas (2006). Kurikulum KTSP. Jakarta : Media Makmur Mandiri.
Kemendikbud (2011). Survei
Internasi-onal PISA. Diakses dari
http://litbang.kemdikbud.go.id/ detail.php?id=215 pada tanggal 03/12/2012 jam 14:15.
Kemendikbud (2011). Survei
Internasi-onal TIMMS. Diakses dari
http://litbang.kemdikbud.go.id/ detail.php?id=214 pada tanggal 03/12/2012 jam 14:10.
Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.
Makmun, A.S. (2009). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
National Council of Teachers of Mathematics (2000). Prinsiples
And Standards For School
Mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Schoenfeld, A. H. (1994). Mathematical Thinking And Problem Solving. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Someren, M.W., Barnard, Y.F, & Sandberg, Jacobijn A.C. (1994).
The Think Aloud Method: A Practical Guide To Modelling Cognitive Processes. London: Academic Press
Van De Walle, J.A., Karp, K.S., &
Bay-Williams, J.M. (2010).
Elementary And Middle School
Mathematic: Teaching