Panduan Praktis
T I M P E N Y U S U N
Tim Pengarah
Hanny Berchmans
Raymond Bona
Retno Soebagio
Tim Penulis
Bayuaji Kencana
Imas Agustina
Richard Panjaitan
Totok Sulistiyanto
Kontributor
Basri
Buang Sakti
Glenn Sianturi
Hariyanto
Katimin
Indonesia Clean Energy Development (ICED) Maret 2011 sampai dengan Februari 2015
Dilaksanakan oleh Tetra Tech
Website: www.iced.or.id
Untuk keperluan nirlaba, diijinkan mengutip publikasi ini dengan menyebutkan sumbernya © 2015 www.iced.or.id Gambar dipakai dengan seijin Hotel Gran Mahakam Jakarta - Indonesia
Disclaimer:
Pandangan yang diungkapkan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari
Panduan Praktis
Ucapan Terima Kasih
Buku Panduan Praktis Eisiensi Energi di Hotel ini merupakan kumpulan materi pelatihan untuk chief engineer hotel dalam rangka Program Hotel Energy Benchmarking and Strategic Energy Management yang dilaksanakan oleh Indonesia Clean Energy Development (ICED). Project ICED merupakan program bantuan teknis dari Pemerintah Amerika Serikat untuk Pemerintah Indonesia di bidang Energi Bersih, meliputi energi terbarukan dan eisiensi energi. Dengan adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi terkait penggunaan energi dalam gedung, buku ini disusun untuk menjadi salah satu referensi bagi pelaksanaan manajemen energi di gedung perhotelan. Selain itu, buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu media untuk mendorong pelaksanaan eisiensi energi yang lebih luas, guna mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% pada tahun 2020.
Selain materi pelatihan dari para trainer, buku ini juga mencakup kontribusi dari beberapa hotel yang memberikan catatan best practice implementasi penghematan energi yang telah dan pernah dilakukan dan berhasil menurunkan tingkat konsumsi energinya. Pola konsumsi energi di hotel secara umum, serta nilai benchmark energi hotel yang berpartisipasi juga ditampilkan dalam buku ini, yang merupakan hasil dari kegiatan audit energi serta benchmark energi, sebagai bagian dari program ini.
Buku Panduan ini tersusun berkat kerjasama berbagai pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung berpartisipasi dalam Program ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Direktorat Industri Pariwisata, Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata; Dinas Pariwisata DKI Jakarta dan DI Yogyakarta; serta asosiasi terkait, meliputi Bali Hotel Association; Jakarta International Hotel Association; PHRI DKI Jakarta; PHRI DI Yogyakarta; dan Asosiasi Chief Engineer Bali. Semoga upaya kita akan memberikan manfaat utamanya dalam mengurangi penggunaan energi di sektor perhotelan.
Daftar Isi
Ucapan
Terima
Kasih
4
Daftar
Isi
5
Tentang Penghematan Energi di Hotel
8
Mengapa Perlu Buku Pedoman ini?
10
Siapa dan Bagaimana cara menggunakan Buku ini?
11
Konsumsi Energi di Bangunan Hotel
13
Pola Konsumsi Energi Bangunan Hotel
15
Biaya Energi di Bangunan Hotel
17
Benchmark dan Standar Konsumsi Energi di
Bangunan Hotel
18
Penghematan Energi Melalui Penerapan Sistem
Managemen
Energi 21
Apa Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Energi
(SME)?
22
Bagaimana Langkah-Langkah untuk Menerapkan
Sistem Manajemen Energi?
23
1.
Membangun Komitmen Manajemen
23
2.
Menyusun Kebijakan (Pemakaian dan
Pengelolan) Energi
24
3.
Membentuk Tim Manajemen Energi
24
4.
Perencanaan Penghematan Energi
26
5.
Implementasi Penghematan Energi
35
6.
Monitoring dan Penghitungan Hasil
Penghematan Energi
35
7.
Tahapan Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan 36
Peluang Penghematan Energi di Bangunan Hotel
37
Sistem Selubung Bangunan
39
Kaitan Sistem Selubung Bangunan Dengan
Apakah Kinerja Sistem Selubung Bangunan Hotel
Anda Sudah Eisien?
41
Alternatif Penghematan energi pada Sistem
Selubung Bangunan
42
Investasi Program Penghematan Energi Sistem
Selubung Bangunan
50
Sistem Tata Udara
51
Kaitan Sistem Tata Udara Dengan Pemakaian Energi 51
Apakah Kinerja Sistem Tata Udara Pada Hotel Anda
Sudah Eisien?
56
Investasi Program Penghematan Energi Sistem
Tata Udara
70
Sistem Tata Cahaya
71
Kaitan Sistem Tata Cahaya Dengan Pemakaian
Energi
71
Apakah Kinerja Sistem Tata Cahaya di Hotel Anda
Sudah Eisien?
73
Alternatif Penghematan Energi pada Sistem
Tata Cahaya
74
Investasi Program Penghematan Energi Sistem
Tata Cahaya
77
Sistem Air Panas
78
Kaitan Sistem Air Panas Dengan Pemakaian Energi 79
Apakah Kinerja Sistem Air Panas di Hotel Anda
Sudah Eisien?
80
Alternatif Penghematan Energi pada Sistem
Air Panas
81
Investasi Program Penghematan Energi Sistem
Sistem Kelistrikan dan Transportasi Gedung
85
Kaitan Sistem Kelistrikan dan Transportasi Gedung Dengan
Pemakaian Energi
85
Investasi Program Penghematan Energi Sistem Air Panas 90
Building Automation System, Online Monitoring,
dan
Sub-metering
91
Kaitan Sistem Otomatisasi Bangunan Gedung Dengan
Pemakaian Energi
91
Alternatif Penghematan Energi dengan Aplikasi Sistem
BAS/BEMS
95
Investasi Program Penghematan Energi dengan Sistem
BAS/BEMS
96
LAMPIRAN
100
LAMPIRAN A: Contoh Alat Pengukuran dalam Audit Energi 101
LAMPIRAN B: Contoh Alat yang Diperlukan dalam Sistem
Otomatisasi
102
LAMPIRAN C: Format Tabel Menghitung IKE
103
LAMPIRAN D: Format Tabel Menghitung Penghematan
Energi
105
LAMPIRAN E: Unit Konversi Dan Standar
107
LAMPIRAN F: Format Tabel Monitoring Penggunaan Energi 108
LAMPIRAN G: Jenis-Jenis Audit Energi
109
Bangunan, termasuk didalamnya bangunan hotel,
menggunakan 50% energi secara umum atau 70% listrik
dari total konsumsi di Indonesia, menjadikannya sebagai
pengguna energi terbesar bahkan melebihi sektor
industri dan transportasi. Besarnya konsumsi energi
pada bangunan ini berkontribusi terhadap tingginya
biaya operasional bangunan (sebesar 25-30%), selain
kontribusi yang cukup besar terhadap emisi gas rumah
kaca dan pemanasan global.
Mengapa Perlu Buku Pedoman ini?
Di sektor perhotelan saat ini, keberhasilan menurunkan biaya energi dapat secara langsung meningkatkan pendapatan, tanpa perlu menaikkan tarif kamar ataupun menambah penjualan kamar hotel. Ditambah dengan potensi peningkatan harga listrik PLN secara bertahap, penghematan listrik di hotel menjadi salah satu daya tarik tersendiri, yang menguntungkan tidak hanya bagi pengelola hotel melainkan juga bagi karyawan dan tamu hotel dengan kenyamanan termal yang diperoleh.
Disamping keuntungan inansial dan pelayanan, penghematan energi juga merupakan bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan hidup yang berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Di tengah isu perubahan iklim dan pemanasan global saat ini, bentuk kepedulian terhadap lingkungan dapat meningkatkan citra hotel dimata para pelaku wisata ataupun pebisnis. Penghematan energi di hotel secara nyata berkontribusi terhadap penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan bentuk mitigasi perubahan iklim. Penggunaan hotel dengan kepedulian lingkungan yang tinggi menjadi salah satu bentuk kontribusi tidak langsung dari para wisatawan ataupun perusahaan terhadap keberlanjutan lingkungan, yang juga akan meningkatkan citra bisnisnya.
Banyak kegiatan-kegiatan dalam rangka penurunan konsumsi energi yang telah dilaksanakan, seiring meningkatnya kesadaran pemilik atau pengelola hotel mengenai manfaat dari penghematan energi di propertinya. Namun tak jarang, masih ada pertanyaan mengenai bagaimana memulai program penghematan energi yang efektif.
Tahun 2013, peningkatan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebanyak 3 kali untuk golongan bisnis sebesar 5% tiap tahapnya menyebabkan peningkatan biaya energi di sektor perhotelan.
Peningkatan TDL lanjutan pada tahun 2014, terutama pada golongan B2 dan B3 terbukti telah mempengaruhi biaya rutin/operasional hotel yang pada akhirnya mempengaruhi daya saing hotel.
Beberapa bentuk penghargaan terkait upaya ”penghematan energi“ di hotel ditawarkan baik oleh Pemerintah maupun Asosiasi Swasta, antara lain: 1. PEEN (Penghargaan
Eisiensi Energi Nasional) oleh Kementerian ESDM, 2. Green Hotel Awards oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
3. Greenship (rating certiication for building) oleh GBCI-Green Building Council Indonesia,
Siapa dan Bagaimana cara menggunakan
Buku ini?
Mulai dari jajaran manajemen hotel, chief dan staf engineering, sampai pada karyawan hotel yang berhadapan langsung dengan para tamu dapat menerima manfaat dari buku ini. Namun utamanya, muatan buku ini ditujukan untuk chief engineer dan
para stafnya, yang secara langsung bertanggung jawab terhadap operasional sistem energi di hotel.
Buku ini merupakan salah satu output Program “Hotel Energy Benchmarking and Strategic Energy Management” di bawah kerjasama Pemerintah Indonesia dengan USAID (US Agency for International Development) yang dilaksanakan selama September 2013 hingga Desember 2014. Interaksi intensif dengan chief engineer hotel-hotel di Jakarta, Yogyakarta dan Bali terkait dengan upaya-upaya penghematan energi di hotel, ditambah dengan penjabaran singkat prinsip dasar sistem manajemen energi dari ahli-ahli energi nasional memberikan perspektif yang saling melengkapi untuk melihat suatu permasalahan sistem energi dan cara implementasi konsep penghematan energi.
Sesuai dengan lingkup program, buku ini mengacu pada pemanfaatan energi di hotel berbintang 3, 4, atau 5 yang telah beroperasi (tidak fokus kepada hotel yang sedang dibangun). Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa buku ini dapat juga dimanfaatkan oleh hotel atau penginapan diluar kategori tersebut dengan beberapa penyesuaian.
Beberapa pendekatan ditawarkan dalam buku ini:
1. Penelusuran melalui konsep penghematan energi, bersifat komprehensif untuk memahami prinsip penghematan energi di hotel, atau
2. Penelusuran melalui index, bersifat responsif terhadap masalah yang dihadapi oleh hotel Anda saat ini. (Lihat lampiran H)
14
-Sektor perhotelan termasuk dalam sektor komersial,
yang berkontribusi terhadap penggunaan energi
nasional sebesar 3% dengan laju pertumbuhan sebesar
8,6% per tahun. Sektor perhotelan sendiri berkembang
sangat pesat di Indonesia, dengan laju pertumbuhan
12,5% dari 2007 sampai 2011, sebagai respon terhadap
peningkatan jumlah wisatawan antara 9-13% pada kurun
waktu tersebut.
1Hotel-hotel di Indonesia banyak ditemui memiliki default setting system energi dengan kapasitas yang jauh melebihi energi yang sebenarnya diperlukan untuk mengoperasikan hotel.
Misalnya setting temperature AC/chiller diset pada suhu yang sangat rendah untuk
Penggunaan energi yang eisien di bangunan hotel, berarti bahwa energi digunakan untuk seoptimal mungkin memenuhi kebutuhan tamu, tanpa adanya energi yang terbuang atau berlebihan. Sebaliknya, fokus penghematan energi tanpa memperhatikan kepuasan tamu bukan merupakan bentuk eisiensi energi. Dalam prakteknya, penghematan energi di bangunan hotel tetap mengedepankan prinsip 4K, yaitu:
1. kenyamanan
2. keselamatan
3. keindahan/estetika
4. kelancaran staf bekerja
1. Data BPS, 2012
2007 2011
Rata-rata, 3 dari setiap 100 hotel di Indonesia adalah hotel baru
Sumber: BPS 2012
Pola Konsumsi Energi Bangunan Hotel
Di bawah program USAID-ICED, sebanyak 30 hotel di wilayah Jakarta, Yogyakarta, dan Bali berpartisipasi dalam audit energi (energy assessment) sebagai bagian dari Program Percontohan Hotel Energy Benchmarking and Strategic Energy Management. Berdasarkan hasil audit tersebut, ditemukan bahwa hotel-hotel tersebut memiliki karakteristik yang serupa terkait dengan sumber energi yang digunakan, yang terdiri dari energi listrik jaringan PLN, LPG, dan diesel/solar. Selain itu, gas alam juga digunakan oleh beberapa hotel di Jakarta sebagai sumber energinya. Konsumsi energi listrik mendominasi penggunaan energi sebesar 70% pada hotel-hotel di tiga kota, dengan proporsi beban biaya energi di tiap wilayah seperti ditunjukkan pada graik di bawah, termasuk didalamnya biaya penggunaan air. Dari sisi pengguna energi, sistem tata udara mengkonsumsi kurang lebih 65% dari total energi yang digunakan oleh hotel2.
Fokus penghematan energi dapat diberikan pada peralatan yang menggunakan sumber energi listrik dari PLN untuk hasil yang signiikan, kemudian LPG dan diesel/solar. Selain itu, dapat juga dimulai dari sistem tata udara, sebagai pengguna energi terbesar di bangunan hotel. Pertimbangan dalam menentukan fokus penghematan energi lebih rinci dibahas pada bab selanjutnya yaitu “Penghematan Energi Melalui Penerapan Sistem Manajemen Energi”.
Bali
Jakarta
Yogyakarta
Biaya Energi di Bangunan Hotel
Komponen biaya energi di hotel biasanya dinyatakan dalam satuan biaya per kamar yang terjual, atau jumlah total kamar hotel. Idealnya, perhitungan biaya energi tersebut dilakukan setiap hari dan dilaporkan kepada manajemen serta divisi lainnya dalam mendukung program penghematan energi. Selain itu, perhitungan dan pelaporan secara berkala merupakan bagian dari proses review dan evaluasi dalam program manajemen energi yang baik, sehingga dapat dianalisa dan diketahui trend penggunaan energi di hotel. Hal ini dapat dipergunakan juga untuk membantu perencanaan penurunan konsumsi energi di kamar hotel secara bertahap, atau sebagai bagian dari program kepedulian lingkungan hidup secara keseluruhan.
Dalam program “Hotel Energy Benchmarking and Strategic Energy Management”, USAID-ICED juga melakukan analisa biaya energi per kamar hotel yang terjual untuk memberikan gambaran rata-rata biaya energi tersebut, terutama untuk hotel Bintang 4 dan 5.
Rata-rata biaya energi dan air per kamar per hari di tiap kota di Indonesia memiliki perbedaan yang cukup signiikan.
Bali dengan biaya tertinggi mencapai Rp. 145,283 terjadi karena mayoritas wisatawan asing yang datang terbiasa dengan temperatur udara rendah. Jakarta di posisi kedua dengan biaya Rp. 93,656 per kamar per hari, sedangkan Yogyakarta dengan biaya terendah sebesar Rp. 55,111 yang meliputi hotel Bintang 3 di dalamnya.
Benchmark dan Standar Konsumsi Energi di
Bangunan Hotel
Konsumsi energi pada bangunan hotel dapat dinyatakan dalam:
1. IKE (Intensitas Konsumsi Energi) atau EUI (Energy Use Intensity)
Angka yang menunjukkan jumlah energi yang dikonsumsi (dalam kWh) untuk setiap m2 luas bangunan yang terkondisikan dengan system pendingin udara per tahun.
IKE=
Rata-rata IKE untuk 30 hotel dalam pilot program ICED adalah 393 kWh/ m2/tahun
(konsumsi energi (kWh) dalam 1 tahun) (luas bangunan yang terkondisikan (m2)
2. REI (Room Energy Intensity)
Angka yang menunjukkan jumlah energi yang dikonsumsi (dalam kWh) untuk setiap kamar yang terjual per tahun.
IKE=
Rata-rata REI untuk 30 hotel dalam pilot program ICED adalah 137 kWh/ kamar/tahun
3. Benchmark Score, menggunakan benchmarking tool3
Suatu nilai, dalam rentang 1-100, yang menunjukkan tingkat eisiensi konsumsi energi sebuah hotel, relatif terhadap hotel lain yang sejenis di Indonesia. 1 berarti kurang eisien, 100 berarti paling eisien dibandingkan hotel lainnya.
Rata-rata Benchmark Score untuk Program Percontohan Hemat Energi Hotel oleh ICED: 48, artinya bahwa tingkat eisiensi konsumsi energi rata-rata ke-30 hotel masih berada di bawah rata-rata,dibandingkan hotel serupa di Indonesia.
4. IKA (Intensitas Konsumsi Air) - optional
Angka yang menunjukkan volume air yang dikonsumsi (dalam m3) untuk setiap kamar yang terjual per tahun.
IKE=
Rata-rata IKA untuk 30 hotel dalam pilot program ICED adalah 2,09 m3/ kamar/tahun
(konsumsi air (m3) dalam 1 tahun) (jumlah kamar x tingkat okupansi )
Banyak ditemui hotel yang telah memiliki tim pengelola energi serta telah melaksanakan program penghematan energi, tetapi:
1. cenderung bersifat sporadis,
2. sangat bergantung kepada staf tertentu sehingga tidak
Bisnis perhotelan merupakan sektor yang berkembang sangat cepat terutama di Indonesia yang merupakan salah satu tujuan wisata dan bisnis terkemuka dunia. Dengan demikian, konsumsi energi di sektor ini dapat meningkat secara dramatis tanpa peran aktif pelaku usaha dalam meningkatkan eisiensi penggunaan energinya. Perlu diingat bahwa penghematan energi di hotel adalah program yang mendukung tujuan utama bisnis perhotelan yaitu tujuan inansial dengan fokus terhadap kepuasan dan kenyamanan para tamu hotel.
Apa Manfaat Penerapan Sistem Manajemen
Energi (SME)?
Tanpa implementasi SME, pelaksanaan program penghematan energi dapat mengalami siklus seperti ditunjukkan pada Gambar A, sedangkan tujuan penghematan energi justru dapat lebih tercapai dengan sistem yang lebih terarah, seperti ditunjukkan pada Gambar B.
Penjelasan Gambar A:
Pada penerapan penghematan energi secara konvensional, biasanya akan terjadi kondisi luktuatif terhadap biaya energi seiring dengan kegiatan penghematan secara sporadic, tidak terarah dan tidak berkelanjutan.
Penjelasan Gambar B:
Dengan penerapan SME maka kegiatan penghematan energi akan terarah, terukur, menurut skala prioritas dan dapat berkelanjutan.
Manfaat utama melalui implementasi SME, akan memudahkan hotel dalam:
1. Melakukan usaha penghematan energi secara aktif dengan Tim Manajemen Energi (atau Tim Energi) yang terbentuk
2. Mengelola secara aktif usaha penghematan pengunaan energi dan penurunan biaya energi secara komprehensif, terarah, menurut prioritas, dan berkelanjutan 3. Mendokumentasikan segala hal yang terkait dengan penerapan sistem dan
usaha penghematan energi
Bagaimana Langkah-Langkah untuk
Menerapkan Sistem Manajemen Energi?
Komitmen dari Pimpinan Organisasi merupakan kunci utama akan keberhasilan dan didukung oleh Tim Manajemen Energi dan semua tingkatan dan fungsi organisasi yang ada.
1. Membangun Komitmen Manajemen
Langkah awal yang sangat penting bagi pimpinan manajemen sebuah hotel adalah dengan berkomitmen dalam upaya penghematan energi jangka panjang dan berkelanjutan, yang diwujudkan melalui: penyusunan kebijakan energi, pengalokasian sumber daya (tim manajemen energi dan pendanaan), serta pro aktif mengkomunikasikan dan mensosialisasikan pentingnya upaya penghematan energi ke semua jajaran di organisasi.
Jika inisiatif pelaksanaan program penghematan energi tidak datang dari pimpinan manajemen, perlu dilakukan pendekatan oleh peng-inisiasi kepada pihak manajemen dengan menyampaikan manfaat penghematan yang dapat dicapai beserta perhitungan payback period, jika program yang diusulkan memerlukan investasi peralatan.
Kebijakan energi merupakan salah satu bukti komitmen dari pihak manajemen yang harus disosialisasikan dan diimplementasikan seluruh lapisan karyawan hotel.
2. Menyusun Kebijakan (Pemakaian dan Pengelolan) Energi
• Komitmen akan perbaikan kinerja energi yang
berkelanjutan
• Komitmen untuk mengikuti segala peraturan
yang berlaku sehubungan dengan penggunaan dan penghematan energi
• Berupaya untuk melakukan pemilihan atau
pembelian terhadap produk, desain atau layanan yang hemat energi.
• Kebijakan energi juga dapat berisikan target
penghematan energi yang ingin dicapai apabila sudah dapat mengetahui potensi penghematannya
Tim Energi perlu mengikuti pelatihan/workshop secara
3. Membentuk Tim Manajemen Energi
Tim manajemen Energi dapat terdiri dari perwakilan pihak manajemen, diketuai oleh seorang manajer energi dan dibantu dengan anggota tim sejumlah 2-5 orang staf. Jumlah Tim Manajemen Energi sangat tergantung dari kompleksitas sistem yang ada di hotel itu sendiri. Pada praktek umumnya, peran seorang Manager Energi dipegang oleh seorang Chief Engineer.
Kebijakan dalam pemakaian dan pengelolaan energi merupakan dokumen singkat yang disusun oleh pimpinan hotel yang berisikan paling tidak tentang:
Anggota Tim Manajemen Energi dapat disesuaikan dengan kapasitas/ kompleksitas Bangunan Hotel dan berasal dari beberapa perwakilan divisi/ departemen yang ada, misalnya: dari Bagian Teknis/Engineering, R & D, Bagian Finansial/Accounting, Bagian Umum/komunikasi, front-line staff, dll. Hal ini menjadi upaya memberikan ruang kontribusi bagi staf di semua bagian untuk memastikan penghematan yang lebih besar dapat dicapai.
Dukungan Manajemen Membuka Pintu Kreativitas dan Inovasi dalam Penerapan Penghematan Energi di Hotel Bintang 5 di Jakarta.
Gran Mahakam, 2013. Menyadari pentingnya pertimbangan lingkungan dalam
pengembangan pelayanan hotelnya, jajaran manajemen Hotel Gran Mahakam menyusun Strategi Bisnis, dimana salah satu pilar yang direncanakan adalah rencana sertiikasi Eco Hotels and Resort untuk manajemen energi yang lebih baik. Program dituangkan secara detail, menyebutkan beberapa poin dan target penghematan energi, diantaranya: 1. Target penurunan konsumsi listrik sebesar 15%
2. Membentuk energy saving committee, untuk mendukung pelaksanaan penghematan energi melalui:
a. Pertemuan staf untuk raising awareness mengenai pentingnya menghemat energi
b. Pertemuan anggota untuk brainstorming, usulan dari tiap departemen dalam praktek penghematan energi
i. Misalnya perlunya informasi mengenai LWBP dan WBP, sehingga staf dapat menghindari pengoperasian sistem pengguna listrik pada jam2 WBP.
c. Penyusunan proposal penghematan energi untuk disampaikan kepada jajaran manajemen:
i. Kegiatan dibagi 2: tanpa biaya dan dengan biaya.
ii. Untuk praktek yang mungkin memberikan dampak, perlu dilakukan uji/tes terlebih dahulu, atau perhitungan investasi dan penghematan
The Gran Mahakam Live Care Team (GMLCT)
d. Melakukan audit internal dan survey pelaksanaan program
e. Menyusun program insentif/reward untuk mendorong pelaksanaan hemat energi oleh staf dan tamu
Dalam pelaksanaannya, Komitmen manajemen juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan jajaran manajemen terhadap energy saving committee, serta keterbatasan inansial.
4. Perencanaan Penghematan Energi
Dalam melakukan perencanaan usaha penghematan energi dapat dilakukan dengan beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Review Penggunaan Energi 2. Audit Energi
3. Pemilihan Prioritas dan Rencana Aksi
Alur diagram tahapan perencanaan penghematan energi:
4.1.
Review Penggunaan Energi (Energy Review)
Review penggunaan energi biasanya merupakan bagian awal dari pelaksanaan Audit Energi. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui status penggunaan energi dan memahami pola konsumsi energi yang terjadi di hotel Anda, sehingga dapat membantu Tim Manajemen Energi dalam menyusun program penghematan energi setiap tahunnya (atau pada kurun waktu yang ditentukan).
Laporan review penggunaan energi dapat
dilakukan setiap tahun sekali di awal tahun untuk mengetahui status pengunaan energinya, misalnya dengan menetapkan benchmarking Intensitas Konsumsi Energi (IKE).
Berbagai informasi berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan review penggunaan energi:
1. Menghitung total penggunaan atau konsumsi energi bulanan dalam setahun. Biasanya suatu hotel menggunakan jenis-jenis sumber energi berupa listrik, gas, dan BBM diesel. Untuk mengetahui luktuasi konsumsi energi bulanan dapat dilihat dengan membandingkan dengan data minimal 2 - 3 tahun berturut turut.
2. Mengetahui luktuasi konsumsi energi harian, mingguan dan bulanan untuk mengetahui waktu-waktu beban puncak (peakload) dan waktu beban dasar penggunaan energi (baseload). Analisa ini diperlukan untuk mengetahui beban puncak yang biasanya terjadi pada waktu tingkat okupansi tertinggi, dan beban dasar yang akan terjadi pada saat okupansi terendah, atau juga dimungkinkan adanya faktor lainnya yang mempengaruhi luktuasi penggunaan energi seperti faktor suhu udara luar yang dipengaruhi oleh musim.
Pemahaman terhadap kondisi beban dasar dan beban puncak dapat membantu memberikan acuan dalam mengoperasikan peralatan utama mengikuti luktuasi okupansi atau faktor pendorong lainnya yang berpengaruh sikniikan. Namun prosesnya perlu menggunakan data yang akurat dan historical, terkadang eksperimental.
3. Melakukan pemetaan konsumsi energi untuk mengetahui proporsi penggunaan energi di masing-masing fasilitas atau peralatan pengguna energi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengguna energi terbesar di suatu hotel. Peralatan-peralatan pengguna energi terbesar (misalnya kumulatif hingga 80% dari total konsumsi energi) biasa disebut dengan Signiicant Energy Uses (SEUs). Analisa ini dapat digunakan untuk memprioritaskan program penghematan energi. Di hotel biasanya peralatan pengguna energi terbesar adalah untuk fungsi pendinginan ruangan, atau untuk fungsi penyediaan air hangat.
mengetahui faktor-faktor utama pendorong penggunaan energi, sehingga dapat menentukan Energy Performance Indikators (EnPIs) khusus bagi setiap SEUs.
Pada prakteknya beberapa hotel menemukan bahwa faktor pendorong berupa suhu udara luar ruangan lebih mempengaruhi konsumsi penggunaan energi mereka dibandingkan dengan jumlah tamu atau tingkat okupansi, dan sebaliknya. Analisa ini dapat dilakukan secara manual menggunakan penghitungan program Ms. Excel (analisa regresi) maupun dengan program khusus analisa penggunaan energi seperti program RETScreen Plus4 .
5. Menghitung Intensitas Konsumsi Energi (IKE) dari hotel. IKE merupakan indek yang dapat menjadi indikator status penggunaan energi suatu bangunan hotel. IKE ini dihitung dalam unit kWh/m2 per tahun. Formula penghitungan IKE sebagai berikut:
IKE=
Konsumsi energi dalam satuan konversi kWh merupakan total penggunaan seluruh energi dalam satu tahun berupa penggunaan listrik, gas, minyak diesel, dll. Cara penghitungan konversi gas dan minyak diesel ke kWh terdapat dalam lampiran buku ini. Luas bangunan yang terkondisikan merupakan luasan area yang mendapatkan fasilitas pendinginan ruangan termasuk kamar, koridor, lobby, restoran, dapur, dll.
Hitungan IKE yang didapatkan kemudian dapat dibandingkan dengan benchmark standar yang dikeluarkan oleh Pemerintah (Kementerian ESDM atau GBCI-green building council Indonesia), untuk mengetahui apakah penggunaan dan kinerja energi hotel Anda lebih eisien atau lebih boros dibandingkan dengan benchmark tersebut.
6. Menetapkan acuan-dasar atau baseline dari penggunaan energi selama setahun yang akan digunakan sebagai pembanding dalam pelaksanaan penghematan energi yang akan dilakukan. Baseline penggunaan energi biasanya menggunakan data tahun sebelumnya sebelum implementasi penghematan energi dilakukan.
(konsumsi energi (kWh) dalam 1 tahun) luas bangunan yang terkondisikan (m2)
TIPS: Data apa saja yang perlu dikumpulkan dalam proses Review Penggunaan Energi?
Empat jenis data dasar perlu dikumpulkan oleh tim energi hotel untuk dapat mengetahui penggunaan dan kinerja energinya, yaitu data konsumsi energi, data biaya energi, data karakteristik hotel, dan
data peralatan dengan konsumsi energi tinggi.
Data Konsumsi Energi
Data Biaya Energi
Data biaya energi perlu dicatat mengikuti detail jenis energi dan unit yang digunakan dalam pencatatan. Misalnya, setiap jenis energi dicatat pemakaiannya setiap bulan, maka pengeluaran tiap bulan untuk jenis energi tertentu dicatat mengikuti format yang ada.
Dengan pencatatan ini, Anda dapat melihat proil beban energi hotel Anda, serta dapat menentukan prioritas penghematan yang akan dilaksanakan. Upayakan untuk mencatat konsumsi energi dari semua jenis energi yang digunakan, misalnya listrik, LPG, Diesel, dan sebagainya. Untuk listrik dari PLN, detail pencatatan dengan membagi Waktu Beban Puncak (WBP) dan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) dapat memberikan gambaran penggunaan energi yang lebih baik. Selain itu, pencatatan konsumsi listrik dapat dilakukan melalui cross-check data yang ditunjukkan pada panel peralatan listrik di hotel Anda dengan data tagihan listrik dari PLN, guna konsistensi data energi dan biaya yang dikeluarkan.
Lebih lanjut, pencatatan konsumsi energi untuk tiap ruangan di hotel Anda akan memberikan informasi dasar yang lebih akurat sebagai pertimbangan penyusunan program penghematan energi bertahap.
Data Karakteristik Hotel
Untuk analisa lebih detail mengenai pola penggunaan energi di hotel Anda, pencatatan mengenai karakteristik hotel tidak hanya terbatas pada data luas bangunan hotel yang dikondisikan dengan pendingin udara-AC (untuk menghitung IKE), tetapi juga dapat dilengkapi dengan data-data lainnya seperti suhu udara luar, tingkat okupansi (kamar dan ruang pertemuan), coverage harian atau bulanan, dan sebagainya.
Data-data tersebut dapat berkembang berdasarkan hasil analisa faktor apa yang mempengaruhi penggunaan energi di hotel Anda secara signiikan (lihat #4 dalam review energi).
Data Peralatan dengan Konsumsi Energi Tinggi
Salah satu kunci utama keberhasilan program penghematan energi adalah mentargetkan penurunan konsumsi energi untuk setiap peralatan yang mengkonsumsi energi tinggi secara tepat.
Untuk itu, pencatatan daya dan spesiikasi peralatan di hotel, seperti boiler, chiller, cooling tower, chilled water pump, lift, pompa air, AHU, kitchen hood exhaust fan, dll sangatlah penting dalam proses audit energi. Hal ini juga akan membantu proses monitoring berkala. Lihat Lampiran F sebagai acuan pencatatan monitoring. Silahkan dimodiikasi sesuai dengan situasi dan keadaan hotel Anda.
4.2. Audit Energi
Hasil dari review penggunaan energi dapat ditindaklanjuti dengan melakukan tahapan Audit Energi yang merupakan langkah teknis untuk identiikasi dan penghitungan opsi-opsi program penghematan energi. Audit energi dapat dilakukan internal oleh Tim Energi hotel, atau menggunakan jasa konsultan audit energi5.
Hotel Anda tidak harus melalui ketiga tahapan audit tersebut. Audit energi singkat dapat dipilih jika hotel Anda belum pernah melakukan audit energi, sehingga dapat memberikan gambaran peralatan mana yang perlu ditinjau ulang dalam audit yang lebih rinci.
Audit energi rinci dapat langsung dipilih jika tim Energi hotel Anda telah memiliki prioritas peralatan yang perlu diretroit atau ditingkatkan eisiensinya.
Audit energi dapat mencakup tiga tingkatan kedalaman analisa, dimana tahap audit energi singkat meliputi kegiatan pengumpulan data historis konsumsi energi, observasi lapangan, penghitungan IKE dan potensi penghematan energi. Dalam audit energi awal, tingkatan selanjutnya, pengukuran sesaat dilakukan untuk menghasilkan penghitungan IKE dan potensi penghematan yang lebih akurat. Lebih rinci lagi, dalam audit energi rinci, pengukuran dilakukan dengan lebih lengkap untuk menunjang keperluan analisa teknis dan inansial peralatan pengguna energi tertentu (lihat lampiran G untuk detail jenis-jenis audit energi).
TIPS: Pengukuran dan Observasi apa saja yang perlu dilakukan dalam proses Audit Energi?
Mengetahui dan memahami pola konsumsi energi di hotel Anda merupakan langkah awal dalam penghematan energi, namun tanpa pengukuran dan observasi lebih lanjut terhadap peralatan-peralatan yang mengkonsumsi energi di hotel Anda, program penghematan energi tidak dapat berjalan secara optimal.
Pengukuran dapat dilakukan sendiri atau menggunakan konsultan dari luar. Beberapa alat ukur yang dapat digunakan ditunjukkan dalam lampiran A.
Tahapan dalam perencanaan kegiatan penghematan energi dalam proses audit energi adalah:
1. Identiikasi opsi-opsi penghematan berdasarkan proses review energi serta pengukuran dan observasi (daftar kegiatan secara komprehensif)
2. Penentuan batasan kegiatan, dalam hal batasan isik maupun batasan kebijakan inansial.
• Batasan isik atau organisasi, misalnya: fasilitas chiller,
komponen lighting, hot water, ruang kamar hotel, ruang meeting, ruang masak, basement/parkir, melibatkan personel departemen engineering atau seluruh komponen organisasi
• Batasan kebijakan inansial, misalnya: bersifat No/Low Cost,
Medium Cost, dan High Cost.
3. Penggolongan opsi-opsi penghematan energi melalui pemilahan opsi-opsi No/Low Cost, Medium Cost, dan High Cost, atau dapat juga
dengan melihat tingkat kesulitan teknis dan resiko-resiko yang dapat dihadapi. Pengertian penggolongan biaya penghematan energi adalah sebagai berikut:
• Opsi No-Cost merupakan opsi penghematan energi yang
memerlukan biaya yang sangat kecil dan biasanya banyak dalam bentuk in-kind.
• Opsi Low-Cost merupakan opsi penghematan energi yang
memerlukan biaya yang tergolong rendah dan dapat dianggarkan sendiri oleh pihak Hotel tanpa memerlukan pendanaan dari luar (pinjaman Bank, dll)
• Opsi Medium/High-Cost merupakan opsi penghematan energi
yang memerlukan biaya besar yang dapat didanai sendiri atau memerlukan pendanaan dari pihak luar untuk implementasinya, atau memerlukan kerjasama dengan pihak ketiga (ESCO)
• Batasan penggolongan biaya dapat disesuaikan dengan
kebijakan dan kondisi keuangan di masing-masing Hotel, misalnya: Opsi Low-Cost < 50 juta, opsi medium cost < 1 milyar, dan high cost > 1 milyar.
4.3. Penentuan Prioritas Kegiatan dan Rencana Aksi
Dalam penentuan prioritas kegiatan dan tahapan kerja rencana aksi, pertimbangan berikut dapat dijadikan acuan dalam menentukan pelaksanaan kegiatan:
a. Tingkat kesulitan teknis terhadap opsi yang akan diambil b. Best practice dan sudah umum dilakukan di tempat lain c. Tingkat resiko kegagalan yang dapat terjadi
d. Besaran biaya investasi upaya penghematan energi e. Kriteria inansial tingkat pengembalian modal investasi (payback, IRR, NPV)
Perlu diingat bahwa tidak hanya tim energi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan penghematan energi, tetapi melibatkan seluruh lapisan pegawai yang terkait dengan hal-hal teknis, seperti pegawai dapur untuk eisiensi penggunaan kitchen hood exhaust fan, dan pegawai di bagian housekeeping untuk eisiensi pemanfaatan sinar matahari dan lampu kamar tamu. Kerjasama yang baik dari seluruh staf karyawan dapat ditingkatkan secara efektif melalui sosialisasi dan capacity building yang dilakukan secara berkala.
Jika hanya melihat sisi besaran investasi dan tingkat kesulitan teknis, maka yang dapat dipilih adalah kotak matrik mulai dari nomor kotak 1, kotak 2, kotak 3 dan kotak 4. Jika pilihan ditambah dengan parameter inansial yaitu tingkat pengembalian modal maka yang dapat dipilih berdasarkan nomor urutan di tiap lingkaran yang dimulai dari opsi penghematan energi no 1 hingga terakhir nomor 17. Kriteria seleksi dapat juga mempertimbangkan hal-hal lainnya tergantung dari kapasitas dan kebijakan yang diambil di setiap hotel.
6. Monitoring dan Penghitungan Hasil Penghematan Energi
Tim energi, sebagai penanggung jawab pelaksanaan penghematan energi di hotel, dapat melakukan kegiatan-kegiatan monitoring, misalnya:
1. Pengawasan pelaksanaan oleh pegawai housekeeping dengan melakukan inspeksi ke kamar yang telah dibersihkan
2. Pengawasan pelaksanaan oleh pegawai teknik dengan memeriksa logsheet, atau pengaturan temperatur di AHU
3. Pengumpulan data penggunaan energi melalui panel metering, atau berdasarkan tagihan PLN
4. Sedapat mungkin melakukan pengukuran jika diperlukan, terutama jika terdapat penyimpangan konsumsi yang jauh lebih besar dari penggunaan rata-rata. Pengukuran ini dapat memakai peralatan manual, dimana pada kasus tertentu mungkin diperlukan penambahan alat ukur jika telah terdapat alat ukur otomatis
5. Penghitungan penghematan energi yang didapat, dan veriikasi hasil penghematan energi dari skenario baseline dan target yang ingin dicapai
5. Implementasi Kegiatan Penghematan Energi
7. Tahapan Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan
Pada tahapan evaluasi, Anda dapat memilih untuk melaksanakan internal audit, yaitu evaluasi terhadap proses dan hasil implementasi penghematan energi dibandingkan terhadap tujuan dan target awal kegiatan. Proses ini dilakukan oleh tim internal hotel yang berbeda fungsi dan tugasnya untuk menjaga obyektiitas penilaian.
Proses evaluasi juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga atau lembaga sertiikasi tertentu untuk melakukan veriikasi terhadap pelaksanaan SME dan hasil penghematan energi yang didapatkan.
Di akhir tahun atau secara berkala tiap setengah tahun, hotel dapat melakukan Manajemen Review, yaitu sistem evaluasi yang melibatkan Pimpinan Organisasi bersama dengan Tim Manajemen Energi yang dilakukan secara rutin dan berkala untuk mengevaluasi pelaksanaan penghematan energi, serta melakukan upaya perbaikan apabila ditemukan kekurangan selama kurun waktu implementasi.
Perbaikan berkelanjutan merupakan proses berulang yang merupakan koreksi hasil dari Manajemen Review yang tujuannya menghasilkan peningkatan kinerja energi dan pelaksanaan sistem manajemen energi yang baik, yang meliputi:
1. Perbaikan dalam proses menetapkan tujuan, target dan identiikasi peluang perbaikan dan penghematan energi
Peluang penghematan energi dapat diperoleh dari peningkatan
eisiensi tiap-tiap sistem pengguna energi terbesar pada bangunan
seperti disarikan dalam table berikut.
Sistem sistem tata udara dan tata cahaya
Sistem Tata Cahaya 15% hingga 50% (dari kondisi umum yang ditemui di mayori-tas hotel di Indone-sia saat ini)
Sistem Air Panas 17% (dan lainnya) Sistem Kelistrikan tisasi (tata udara, tata cahaya, dll)
Sistem Selubung Bangunan
Selubung bangunan adalah pemisah isik antara ruang yang terkondisikan oleh pendingin udara dengan ruang yang tidak terkondisikan; yaitu berupa dinding, jendela, dan atap tembus atau yang tidak tembus cahaya. Sebagai elemen yang menyelubungi bangunan gedung, selubung bangunan dirancang dengan 3 fungsi dasar: 1) pelindung terhadap pengaruh cuaca, 2) mencegah inlitrasi udara, dan 3) menghambat aliran perpindahan panas. Selubung bangunan yang baik dapat membatasi perpindahan udara, air, panas (termal), cahaya, dan kebisingan dari luar ke dalam ruangan.
Kaitan Sistem Selubung Bangunan Dengan Pemakaian Energi
Desain selubung bangunan yang kurang baik pada suatu bangunan dapat menyebabkan panas dari luar bangunan dengan mudahnya masuk melalui dinding, jendela, pintu, dan ventilasi sehingga meningkatkan beban pendinginan gedung (HVAC – Heating, Ventilation and Air Conditioning), seperti pada skema berikut.
Selubung Bangunan memberikan perlindungan termal interior untuk meminimalkan beban pendinginan AC
Beban pendinginan dari suatu bangunan gedung terdiri dari:
1. Beban internal, yaitu beban yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan lain yang menimbulkan panas;
2. Beban eksternal, yaitu panas yang masuk dalam bangunan diakibatkan oleh radiasi matahari melalui jendela atau bukaan lainnya, perpindahan panas dengan cara konduksi pada dinding bangunan, dan panas yang terbawa oleh udara karena adanya ventilasi/iniltrasi pada dinding dan selubung bangunan. Beban pendinginan eksternal melalui selubung bangunan, misalnya untuk gedung satu Iantai di Indonesia dapat mencapai 40% sampai 50% dari beban pendingin seluruhnya pada waktu terjadi beban puncak.
Dalam desain selubung bangunan, karakteristik utama yang menunjukkan kemampuan selubung bangunan menahan panas masuk melewati selubung bangunan dan mengurangi beban eksternal ditunjukkan dengan nilai koeisien Perpindahan Panas Menyeluruh atau Overall Thermal Transfer Value (OTTV). Menurut Standar SNI, desain nilai OTTV selubung bangunan harus lebih kecil atau sama dengan 45 Watt/m². Namun, nilai tersebut mungkin dapat dicapai pada bangunan gedung yang baru yang didesain dengan memenuhi kaidah-kaidah gedung dengan selubung bangunan yang baik.
Untuk bangunan gedung yang lama dan yang telah dibangun tanpa memperhatikan batas maksimum nilai OTTV, maka perlu dilakukan beberapa hal untuk menurunkan nilai OTTV atau mengurangi masuknya panas melalui selubung bangunan. Semakin tinggi nilai OTTV selubung bangunan semakin besar beban pendinginan eksternal yang ditanggung oleh sistem tata udara gedung tersebut. Hal ini juga dapat berarti bahwa semakin tinggi nilai OTTV gedung semakin boros pemakaian energi digedung tersebut.
03-6390-Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penghematan energi dengan cara memperbaiki kinerja selubung gedung atau mengurangi masuknya panas melalui selubung bangunan.
Apakah Kinerja Sistem Selubung Bangunan Hotel Anda Sudah Eisien?
Selain mengukur nilai OTTV seperti dijelaskan sebelumnya, pengujian terhadap sistem selubung bangunan dapat dilakukan untuk mengindentiikasi terjadinya iniltrasi dan kebocoran udara, difusi kelembaban, kondensasi permukaan dan masuknya air hujan, yang dapat berdampak negatif terhadap kinerja energi dan kualitas udara dalam ruangan suatu bangunan.
Pada prinsipnya, energi panas mengalir dari area udara panas ke area dengan temperatur udara lebih rendah. Aliran ini selalu akan terjadi jika terdapat perubahan atau perbedaan temperatur dalam ruangan, termasuk jika terdapat kebocoran dalam ruangan yang tertutup. Kebocoran ini dapat diidentiikasi melalui observasi.
Penjelasan Gambar:
1. Menggunakan kamera/pemindai infra merah dapat memberikan informasi area yang mengalami kebocoran (dalam gambar berwarna putih)
Selain kebocoran/iniltrasi, jenis kaca (teknologi) yang digunakan untuk selubung bangunan juga mempengaruhi beban pendinginan ruangan yang ditimbulkan.
Tips parameter spesiikasi kaca untuk selubung bangunan:
1. SHGC (Solar Heat Gain Coeficient): Semakin tinggi angka SHGC (Solar Heat Gain Coeficient) semakin baik
Alternatif Penghematan energi pada Sistem Selubung Bangunan
Upaya penghematan energi dengan cara pengelolaan selubung bangunan gedung adalah upaya yang melibatkan semua pihak yang terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengelolaan bangunan gedung.
• Memasang alat peneduh (shading) pada jendela luar untuk meminimalkan
radiasi matahari
Contoh penggunaan alat peneduh.
Produk SHGC U Value LT (%)
Clear Glass 0.72 3.16 79%
Body Tinted 0.45 3.24 65%
Hard Coated: Solar Co ntrol
Glass 0.26 3.27 24%
Soft Coated: Solar Control Glass 0.18 3.08 15% Low-E (low Emissivity Coating) 0.56 2.33 61%
Solar Control + Low-E 0.23 1.77 41%
Catatan:
1. Data Spesiikasi kinerja beberapa produk ditunjukkan hanya sebagai indikasi
2. Semua kombinasi untuk unit kaca double glazed
menggu-nakan clear glass dengan ruang kedap udara selebar 12 mm
Penggunaan kaca gelas ganda untuk kaca gelas jendela.
• Penggunaan kaca gelas berlapis ganda untuk kaca jendela, atau melapisi
dengan kaca ilm
Kaca gelas umumnya bukanlah material penahan panas yang baik, sehingga perpindahan panas cukup siginikan terjadi melalui kaca gelas jendela. Meminimalkan perpindahan panas melalui kaca gelas jendela dapat dilakukan dengan menggunakan kaca gelas berlapis ganda (multiple layer glass). Kaca gelas berlapis ganda umumnya mempunyai 3 (tiga) lapis kaca gelas yang terpisah oleh udara atau gas inert/mulia.
Penghematan Energi di Hotel Bintang 3 Melalui Peningkatan Insulasi Amplop/Fasad Bangunan.
Santika Bogor, 2013. Terobosan dan inovasi untuk mengurangi konsumsi energi di hotel juga muncul dari salah satu hotel bintang 3 di Bogor, yaitu Hotel Santika. Chief Engineer hotel yang dibangun pada tahun 2008 ini menerima keluhan, tidak hanya dari para tamu pengguna ruang pertemuan, namun juga dari chef hotel, terkait ketidaknyamanan suhu udara di area foyer ruang pertemuan. Saat rehat, para tamu hotel merasakan suhu udara ruangan foyer tersebut relatif panas, sehingga mengurangi kenyamanan. Terlebih lagi, suhu udara tersebut berdampak pada kondisi makanan dan snack yang disediakan sehingga menurunkan kualitas layanan hotel secara umum.
Berdasarkan analisa, 2 unit AC split duct (@10PK) yang terpasang di area foyer ruang pertemuan tidak mampu mencapai suhu ideal/yang diinginkan. Padahal AC tersebut diatur pada temperatur 15-16oC dan menyala selama 10 jam (dari jam 07.30 sampai 17.30). Hal ini disebabkan oleh panas matahari yang masuk sepanjang hari melalui dinding kaca bangunan sebelah barat setinggi 3,865 meter. Mengingat penggunaan tirai dapat mengurangi estetika hotel, maka Glenn Sianturi, Chief Engineer hotel ini, mengambil langkah untuk pemasangan kaca ilm seluas 72,70 m2 (22 bidang kaca) di area tersebut. Spesiikasi kaca ilm yang dipilih adalah: 1) Visible Light Transmittance: 58%, 2) Ultra Violet Rejection: 99%, 3) Infra Red Rejection: 96%, 4) Total Solar Energy Rejected: 59%.
Setelah pemasangan kaca ilm tersebut, suhu udara ideal dapat dicapai dengan operasional 2 unit AC split duct (@10PK) selama 4 jam saja (11.00 sampai 15.00), pada pengaturan temperatur 16oC. Selain itu, dengan waktu operasional AC yang lebih eisien, Hotel Bintang 3 ini dapat menghemat sebesar 60% pemakaian listriknya dalam sehari (dari Rp. 212.976,00 menjadi Rp. 85.190,00). Mempertimbangkan hotel ini sebagai hotel bisnis yang berlokasi di area strategis, saat puncak dengan okupansi ruang pertemuan mencapai 90%, maka penghematan dalam 1 tahun dapat dicapai sebesar lebih dari Rp. 27,5 juta.
• Mengganti Material Kaca untuk menurunkan nilai OTTV (Overall Thermal
Transfer Value):
Kaca gelas yang rendah emisi (Low-E glass)
Eisiensi energi dan efek dekorasi aestetika/artistik adalah dua persyaratan kunci dari arsitektur gedung yang menggunakan kaca gelas. Kaca gelas yang rendah emisi adalah kaca gelas yang dilapisi beberapa lapisan logam (termasuk juga lapisan logam perak) atau lapisan campuran logam. Kaca jenis ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk meneruskan cahaya tampak dan memantulkan radiasi panas infra merah. Karena itu kaca jenis ini dapat berfungsi sebagai penahan radiasi panas yang sangat baik pada gedung yang beriklim tropis maupun subtropis. Selain itu kaca jenis ini didesain dengan berbagai warna sehingga dapat memenuhi persyaratan dekorasi aestetika/ artistik gedung. Karakteristik umum dari kaca rendah emisi adalah:
• Dekorasi Aestetika/Artistik
• Kekuatan dan keamanan yang tinggi • Daya tahan termal
• Pola dan warna yang dapat disesuaikan deengan pesanan
• Stabilitas terhadap pengaruh asam dan daya tahan terhadap logam alkali
Kaca gelas yang mampu memantulkan sinar matahari (Relective glass) Kaca gelas mampu releksi adalah kaca gelas yang mampu menyerap dan mereleksikan sebagian besar panas radiasi matahari dengan lebih efektif dibandingkan kaca gelas biasa. Penampilan kaca gelas seperti cermin adalah karena penggunaan lapisan logam selama atau setelah fabrikasi kaca gelas tersebut.
Kaca gelas yang rendah emisi (Low-E glass) dan
• Penggunaan material dinding luar bangunan yang mempunyai sifat penahan
panas atau isolasi termal yang lebih baik
Material konstruksi yang digunakan akan menentukan kapasitas penyerapan panas dan penyimpanan dinding bangunan gedung. Penggunaan batu bata yang modern dan bereisiensi energi tinggi adalah pilihan yang terbaik. Disarankan untuk menggunakan batu bata jenis ini ketika melakukan pekerjaan perbaikan dan renovasi gedung. Namun demikian sebelum melaksanakan pekerjaan tersebut diskusikan tipe dan ketebalan material konstruksi dengan pihak konsultan arsitek.
• Penggunaan tanaman pada dinding atap sehingga kemampuan isolasi termal
dinding atap menjadi lebih baik Manfaat tanaman hijau pada atap:
- Memperpanjang usia pakai atap gedung
- Meningkatkan kemampuan kedap suara
- Mengurangi beban pendinginan
- Mengurangi dan memperlambat aliran air hujan
- Menangkap polusi gas dan partikulat
• Mengurangi iniltrasi udara/cahaya dengan memperbaiki isolasi dinding,
jendela dan pintu.
- Iniltrasi udara adalah penyebab dari kerugian energi yang terbesar. - Ketika tekanan udara didalam ruangan lebih kecil daripada diluar
ruangan maka terjadi iniltrasi udara luar kedalam ruangan yang sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan beban pendinginan sistem tata udara.
Iniltrasi udara melalui jendela, pintu dan celah.
• Mengganti warna cat warna dinding luar dari warna gelap ke warna yang
lebih terang, misalnya dengan mengganti warna cat dinding luar dari abu-abu tua menjadi warna putih.
• Mengurangi rasio luas jendela luar dan luas dinding luar (modiikasi Window
Wall Ratio).
Contoh 1: Hasil dari simulasi menggunakan software Desain Builder yang disajikan pada Gambar di bawah menunjukkan bahwa mengurangi rasio jendela ke dinding (WWR) dari 70% menjadi 40% akan mengurangi keseluruhan termal Transfer Nilai (OTTV) dari 83 W / m2 sampai 50 W / m2, atau sama dengan pengurangan 40% dari keuntungan panas eksternal. Jika keuntungan panas keseluruhan dari selubung bangunan adalah 63% dari total beban pendinginan, modiikasi WWR ini akan mengurangi beban total pendinginan sebesar 25%. Angka-angka ini dihitung sebagai dampak dari memodiikasi WWR pada beban pendinginan.
Namun perlu diingat bahwa angka-angka bisa berbeda, sangat dipengaruhi oleh bentuk bangunan, orientasi dan sifat termal selubung bangunan. Jika area yang lebih besar dari selubung bangunan yang berorientasi ke arah timur dan barat, pengurangan dari beban pendinginan akan lebih besar. Sebaliknya, jika banyak daerah selubung bangunan berorientasi selatan dan utara, penghematan energi dari memodiikasi WWR tersebut akan lebih kecil.
Pengaruh rasio jendela ke dinding untuk total perolehan kalor eksternal untuk bangu-nan kotak orientasi arah utara disimulasikan pada tanggal 22 Mei 20136
• Mengkombinasikan Pengaruh WWR dan SHGC (Solar Heat Gain Coeficient)
Contoh 2: Dengan merubah bahan kaca akan menyebabkan dampak yang signiikan pada beban pendinginan. Kaca SHGC (Solar Heat Gain Coeficient) yang tinggi, akan melindungi interior dari radiasi matahari dibandingkan dengan nilai SHGC yang lebih kecil. Hasil simulasi untuk berbagai nilai SHGC pada sebuah bangunan persegi panjang dengan WWR 50% disajikan pada Gambar dibawah ini.
Hasil menunjukkan bahwa mengganti 8 mm kaca bening dengan SHGC 0.8, dengan 8 mm kaca relektif memiliki SHGC 0.4 akan mengurangi OTTV dari 95,16 W / m2 menjadi 61,6 W / m2. Ini merupakan penurunan kalor eksternal yang besar sekitar 35%. Jika kalor eksternal menghasilkan sekitar 63% dari total beban pendinginan, dengan penggantian kaca 8 mm dengan kaca 8 mm relektif dapat mengurangi beban pendinginan keseluruhan sekitar 22%.
Serupa dengan efek memodiikasi WWR, angka-angka ini bervariasi tergantung pada kondisi awal serta desain dan konstruksi selubung bangunan. Jika kondisi awal memiliki WWR lebih besar, pengurangan beban pendinginan yang lebih signiikan.
Pengaruh SHGC untuk total perolehan kalor eksternal untuk bangunan kotak orientasi arah utara disimulasikan pada tanggal 22 Mei 20137.
Investasi Program Penghematan Energi Sistem Selubung Bangunan
Cara Penghematan Energi No Cost Low Cost
Medium & High
Cost
Memperbaiki sistem damper x Menutup jendela dan pintu apabila sedang tidak
digunakan x
Memasang alat peneduh (shading) pada jendela
luar untuk meminimalkan radiasi matahari x Penggunaan kaca gelas berlapis ganda untuk kaca
jendela, atau kaca ilm x Mengganti Material Kaca untuk menurunkan nilai
OTTV (Overall Thermal Transfer Value): x Penggunaan material dinding luar bangunan yang
mempunyai sifat penahan panas atau isolasi ter-mal yang lebih baik
x Penggunaan tanaman pada dinding atap sehingga
kemampuan isolasi termal dinding atap menjadi lebih baik
x Mengurangi iniltrasi udara/cahaya dengan
mem-perbaiki isolasi dinding, jendela, sekat ruangan, saluran pendinginan, lantai, tembok, pintu, dan atap
x
Mengganti warna cat warna dinding luar dari warna gelap ke warna yang lebih terang supaya memantulkan panas matahari
x Mengurangi rasio luas jendela luar dan luas
dind-ing luar (modiikasi Window Wall Ratio) x Mengkombinaksikan Pengaruh WWR dan SHGC
Sistem Tata Udara
Dalam usaha perhotelan, kenyamanan dan kepuasan tamu menjadi hal yang sangat penting untuk dipenuhi. Sistem Tata Udara dirancang untuk memenuhi fungsi menjaga kenyamanan termal, kebersihan dan kesegaran udara di dalam gedung. Kenyamanan termal (thermal comfort) dicapai pada kondisi suhu rata-rata antara 24-27oC, dengan kelembaban antara
55%-65% untuk daerah tropis8. Selain menyediakan
suhu yang nyaman, ketersediaan udara segar juga perlu dijaga untuk kesehatan, serta dapat membantu mengatasi bau tak sedap.
Konigurasi, kapasitas, dan jenis Sistem Tata Udara pada gedung hotel sangat tergantung kepada luas gedung hotel tersebut. Untuk hotel yang besar dengan jumlah kamar yang banyak dan dengan gedung bertingkat maka diperlukan Sistem Tata Udara sentral. Sedangkan untuk hotel yang kecil umumnya hanya menggunakan beberapa unit AC kecil saja. Namun demikian, dalam beberapa kasus bisa saja gedung hotel yang besar menggunakan Sistem Tata Udara sentral dengan didukung oleh unit AC kecil.
Kaitan Sistem Tata Udara Dengan Pemakaian Energi
Sistem Tata Udara sentral dan Unit AC kecil yang banyak dipakai di Indonesia pada umumnya adalah bertipe Siklus Kompresi Uap (Vapor Compression Cycle). Siklus Kompresi Uap memerlukan kompressor
Sistem Tata Udara dalam bangunan mengkonsumsi energi sebesar 65% dari total penggunaan energi dalam bangunan hotel.
yang digerakkan oleh motor listrik. Mesin pendingin pada tipe ini umumnya menggunakan refrijeran/luida kerja sintetis yang biasa disebut ‘freon’. Beberapa mesin menggunakan refrijeran R134a, R123a, R22, atau campurannya.
Energi yang digunakan untuk mendinginkan suhu udara tersebut dapat terbuang melalui sistem ventilasi yang kurang baik, atau melalui jendela atau sekat yang tebuka. Jika hal ini tersjadi, diperlukan udara tambahan untuk dimasukkan ke dalam gedung dan didinginkan untuk menyediakan udara yang nyaman. Ini disebut pemborosan energi. Untuk itu, mengurangi terbuangnya udara keluar dapat mengurangi penggunaan konsumsi energi pada sistem tata udara.
Berdasarkan jenis media pendinginnya, Sistem Tata Udara sentral digolongkan menjadi dua jenis yaitu Sistem Tata Udara sentral yang menggunakan air sebagai media pendingin mesin pendingin (Water Cooled Chiller Central Air Conditioning System) dan Sistem Tata Udara sentral yang menggunakan udara sebagai media pendingin mesin pendingin (Air Cooled Chiller Central Air Conditioning System). Umumnya jenis Sistem Tata Udara sentral yang menggunakan udara sebagai media pendingin berkapasitas lebih kecil. Hal ini dikarenakan kemampuan udara untuk mendinginkan chiller dibatasi oleh temperatur udara luar dan kemampuan udara untuk menyerap energi panas secara konveksi, seperti untuk unit AC kecil seperti AC split, window, tower, dll.
Kapasitas Air-cooled: 0-500 tons atau 0-1.759 kW
TIPS: Memahami Kapasitas Refrigerasi dan Kinerja
1 Ton Refrigeration (TR) adalah energi panas yang diserap oleh 1 ton (2000 lb) es pada suhu 0oC selama 24 jam.1 Ton Refrigeration (TR) = 3.516 kW = 12000 BTU/hr = 200 BTU/min = 3024 kCal/hr.
Kapasitas Refrigerasi adalah ukuran kemampuan pendinginan efektif dari suatu mesin pendingin yang dinyatakan dalam satuan BTU/jam atau TR atau Watts. Kapasitas Refrigerasi dalam TR dirumuskan sebagai berikut:
Kapasitas Refrigerasi = Q-Cp-(Ti - To)/3024
Dimana,
Q = laju alir refrijeran/media pendingin dalam kg/jam
Cp = koeisien panas spesiik refrijeran/media pendingin dalam kCal/kg.oC
Ti = temperatur refrijeran/media pendingin masuk kedalam evaporator mesin pendingin (chiller) dalam oC To = temperatur refrijeran/media pendingin keluar evaporator mesi pendingin dalam oC
Koeisien Performansi atau Coeficient of Performance (COP) adalah rasio antara Efek Pendinginan (Cooling Effect) atau
Refrigerasi (W) dengan Daya Listrik yang diperlukan oleh motor kompressor (W),
Energy Eficiency Ratio (EER) adalah rasio antara Efek Pendinginan dalam BTU/jam dengan Daya Listrik yang diperlukan oleh
motor kompressor dalam Watts (W). Karakteristik kinerja yang juga umum dipakai dalam menilai kinerja mesin pendingin adalah kW/TR. kW/TR adalah perbandingan antara Daya Listrik yang diperlukan motor kompressor dalam kW dengan Efek Pendinginan dalam Ton Refrigeration (TR). Dengan demikian hubungan antara EER, kW/TR dan COP adalah:
kW/TR =3.516/COP EER * kW/TR = 12
Table 2. Hubungan antara EER, COP dan kW/TR
EER COP kW/TR
6.0 1.3758 2.0
12.0 3.516 1.0
24.0 7.032 0.5
EER umumnya digunakan untuk rating eisiensi untuk unit AC. Sedangkan unutk Sistem Tata Udara sentral digunakan rating eisiensi Seasonal Energy Eficiency Ratio (SEER).
Integrated Part Load Value (IPLV) adalah nilai kinerja/eisiensi beban sebagian mesin pendingin yang dihitung dengan menggunakan standar rating kondisi ARI (American Refrigerant Institute) yang kini berubah nama menjadi ACHRI (Air Conditioning, Heating and Refrigeration Institute). Sedangkan Non-Standard Part Load Value (NPLV) adalah nilai kinerja/eisiensi beban sebagian mesin pendingin yang dihitung tidak dengan menggunakan standar rating kondisi ARI. Nilai COP dan EER pada IPLV dinyatakan sebagai berikut:
EERIPLV atau COPIPLV = 0.01*A + 0.42*B + 0.45*C + 0.12*D
Sedangkan nilai kW/TR pada IPLV dinyatakan sebagai berikut: kW/TRIPLV = 1/(0.01/A+ 0.42/B+ 0.45/C+ 0.12/D)
Dimana:
A = COP atau EER atau kW/TR pada beban 100% B = COP atau EER atau kW/TR pada beban 75% C = COP atau EER atau kW/TR pada beban 50% D = COP atau EER atau kW/TR pada beban 25%
Apakah Kinerja Sistem Tata Udara Pada Hotel Anda Sudah Eisien?
Untuk menentukan kinerja eisiensi sistem tata udara, perlu terlebih dahulu ditentukan total area yang akan dikondisikan dalam meter persegi (m2). Kemudian
total area dibagi 55 untuk mendapatkan kebutuhan minimal (tonnage). Setelah didapatkan kebutuhan minimal, perlu juga ditambahkan beberapa faktor yang akan mempengaruhi kapasitas pendinginan ruangan tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah:
• Jumlah orang yang biasanya ada di ruangan.
Untuk setiap 10 orang yang hadir pada saat yang bersamaan didalam ruangan, ditambahkan 0,5 tonnes dari kebutuhan minimal. Apabila kurang dari 10, maka tidak perlu penambahan tonnage.
• Jumlah peralatan yang menggunakan listrik atau penerangan ruangan. Untuk setiap 1500 watt listrik yang digunakan ditambahkan 0,5 tonnes.
Setelah diketahui total kebutuhan minimal, dapat dilanjutkan dengan menentukan dan memilih kapasitas AC yang sesuai/tepat.
TIPS: Contoh Perhitungan Kebutuhan AC dalam BTU atau TR:
Rumus sederhana yang bisa dimanfaatkan dalam mencermati kebutuhan AC berikut ini:
(L x W x H x I x E)/60 = kebutuhan BTU
Dimana:
L = Panjang Ruang (dalam feet) W = Lebar Ruang (dalam feet)
I = Nilai 10 jika ruang berinsulasi (berada di lantai bawah, atau berhimpit dengan ruang lain).Nilai 18 jika ruang tidak berinsulasi (di lantai atas).
H = Tinggi Ruang (dalam feet)
E = Nilai 16 jika dinding terpanjang menghadap utara; nilai 17 jika menghadap timur; Nilai 18 jika menghadap selatan; dan nilai 20 jika menghadap barat.
Ruangan berukuran 5mx 3m atau (16 kakix 10 kaki), tidak berinsulasi, dinding menghadap ke barat. Kebutuhan BTU = (16X10X18X10X20)/60 = 9600 BTU.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kinerja sebuah AC, yaitu dengan menentukan:
1. Koeisien Kinerja/COP (Coeficient of Performance) dari mesin chiller. Semakin besar nilai COP, semakin eisien kinerja AC. COP adalah rasio antara jumlah panas (dalam satuan kW) yang dipindahkan dari evaporator untuk setiap satuan energi yang dikonsumsi (kW). Dengan kata lain, COP adalah rasio antara kapasitas dari kompresor (kW) dan setiap ton freon yang dipanaskan (TR) yang bisa diserap oleh evaporator.
2. Rasio eisiensi energy (EER). Semakin besar nilai ERR, semakin eisien kinerja AC. EER adalah rasio antara kapasitas panas yang digunakan untuk mendinginkan (dalam BTU) per jam dan konsumsi energi (dalam watt). 3. Perawatan yang teratur/berkala terhadap tiap komponen sistem tata udara
Tanggal Audit Energi Pelaksana Audit Energi
AC CEK Tindak Lanjut
• Apakah terdapat keluhan baik dari pegawai ataupun
dari tamu mengenai suhu ruangan (terlalu rendah/ter-lalu tinggi)?
• Apakah AC pernah dibersihkan dalam 6 bulan terakhir? • Apakah terdapat pipa yang bocor dalam sistem
pendingin ruangan?
• Apakah pintu dan jendela terbuka saat AC bekerja? • Apakah remote control AC atau thermostat bekerja
dengan baik?
• Apakah terdapat bau (karpet) lembab di ruangan
ter-tentu?
• Apakah timer bekerja dan berada pada pengaturan
yang benar?
• Apakah terdapat penghalang di depan external unit
AC?
• dll
Chiller CEK Tindak Lanjut
• Apakah insulasi chiller dan pipa dalam kondisi baik? • Berapakah umur mesin chiller dan apakah eisiensinya
masih baik (berada di atas 70%)?
Cooling Tower CEK Tindak Lanjut
• Apakah air dalam kondisi bersih?
• Apakah suplai make-up water sesuai (tidak berlebihan)
dengan kebutuhan pendinginan?
• Berapakah umur cooling tower?
Air Handling Unit CEK Tindak Lanjut
• Apakah setting temperatur telah sesuai dengan
tem-peratur ruangan yang diharapkan?
Alternatif Penghematan energi pada Sistem Tata Udara 1. Mengoptimasi proses perpindahan panas
Kompressor chiller yang dirancang dan dioperasikan dengan tingkat keamanan yang tinggi mengindikasikan adanya kerugian energi yang cukup besar. Oleh karena itu langkah-langkah praktis yang dapat diterapkan untuk memperbaiki eisiensi chiller adalah dengan:
• Penyesuaian luasan perpindahan panas penukar panas pada kondensor dan
evaporator. Koeisien perpindahan panas pada sisi refrijeran adlah sekitar 1400 sampai dengan 2800 Watt/m2.K. Sedangkan luasan perpindahan
panas pada sisi refrijeran adalah lebih besar dari 0.5 m2/TR.
• Optimasi perbedaan temperatur refrijeran pada kondensor (Tc) dan
evaporator (Te). Peningkatan 1 oC pada Te akan memperoleh penghematan
energi 3%. Table 3 dan Table 4 dibawah menunjukkan besarnya peningkatan eisiensi yang terjadi pada chiller dengan kompresor tipe reciprocating dengan refrijeran R-22.
• Pemilihan jenis kondensor yang tepat. Pemilihan jenis kondensor tentu
disesuaikan dengan kapasitas chiller yang akan digunakan. Terdapat tiga jenis kondensor yang umum yaitu kondensor berpendingin udara biasa, kondensor berpendingin udara yang dilengkapi dengan water spray, dan kondensor berpendingin air jenis shell & tube. Kondensor berpendingin air jenis shell & tube mempunyai kelebihan yaitu tekanan discharge yang relatif rendah, kapasitas refrigerasi TR yang lebih tinggi dan konsumsi listrik yang lebih rendah
Peningkatan kW/TR dengan menurunkan temperatur evaporator pada temperatur kondensor 40 oC.
Condensing Temperature (0C)
Refrigeration Capac-ity (TR)
Speciic Power
Con-sumption (kW /TR) Increase kW/TR (%)
26.7 31.5 11.7
-35.0 21.4 12.7 8.5
40.0 20.0 11.4 20.5
Peningkatan kW/TR dengan meningkatkan temperatur kondensor pada temperatur evaporator -10
oC.
sumption (kW /TR) Increase kW/TR (%)
5.0 67.58 0.81
-0.0 56.07 0.94 16.0
-10.0 45.98 1.08 33.0
-15.0 37.20 1.25 54.0