• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA : STUDI TENTANG TUJUAN, KURIKULUM, DAN METODE PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA : STUDI TENTANG TUJUAN, KURIKULUM, DAN METODE PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA."

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

PRESPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA

(Studi Tentang Tujuan, Kurikulum, dan Metode Pendidikan

Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

Program Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Eka Wahyu Wulandari (D71212151)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Eka Wahyu Wulandari, Nim: D71212151. Tahun 2015. Judul skripsi “Studi Komparasi Konsep Pendidikan Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata (Studi Tentang Tujuan, Kurikulum, dan Metode Pendidikan Islam Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata)”.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh Keterbelakangan pendidikan Islam yang umumnya terjadi saat ini, antara lain karena kegiatan pendidikan yang umumnya berlangsung di masyarakat masih dilaksanakan secara konvensional, hanya bermodalkan niat dan semangat, tetapi tidak didukung dengan teori dan konsep yang mapan. Akibat dari keadaan yang demikian itu, maka praktik pendidikan Islam belum bertolak dari teori, konsep dan desain ajaran Islam. Pendidikan Islam berjalan tanpa desain (not by design), tetapi hanya berdasarkan kebiasaan atau tradisi yang sudah ada sebelumya (just by accident and tradition). Dengan kata lain, praktik pendidikan yang dilakukan tanpa melalui ilmu pendidikan.

Oleh karena itu dari pendapat tersebut peneliti melihat bahwa pengkajian konsep pendidikan terutama konsep pendidikan Islam yang mendalam sangatlah penting guna menumbuhkan kepribadian Muslim pada setiap individu Islam agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dibahas adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan Islam prespektif Hasan Langgulung?. (2) Bagaimana konsep pendidikan Islam prespektif Abuddin Nata?. (3) Bagaimana relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam?.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literature baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah dan menganalisis sumber data dari referensi yang terkait dari analisis telaah data tersebut menghasilkan kesimpulan. Kesimpulan hasil penelitian tersebut adalah:

Pertama, menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam berarti proses merubah dan memindahkan nilai kebudayaan Islam kepada setiap individu dalam setiap masyarakat yang bertujuan menciptakan manusia yang beriman dan beramal saleh. Sedangkan cakupan nilai kebudayaan itu mencakup dua hal yaitu ilmu naql dan ilmu aql, selama ilmu aql tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sedangkan Abuddin Nata berpendapat bahwa pendidikan Islam diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat membina manusia menjadi insan kamil yang tujuan hidupnya tak lain adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah Swt dengan berpedoman pada

Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.

Kedua, inti dari relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin Nata adalah beribadah kepada Allah Swt merupakan tujuan dari pendidikan Islam.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

MOTTO.. ... ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

ABSTRAK. ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

PERNYATAAN KEASLIAN. ... xiii

BIODATA PENULIS .. ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... 1

B. Idetifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian .. ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 10

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metodologi Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian pendidikan ... 26

B. Pengertian pendidikan Islam ... 31

C. Tujuan pendidikan Islam ... 39

D. Kurikulum pendidikan Islam ... 53

(7)

BAB III BIOGRAFI SOSIAL HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN

NATA

A. Biografi Sosial Hasan Langgulung ... 70

1. Riwayat hidup Hasan Langgulung ... 70

2. Riwayat pendidikan Hasan Langgulung ... 72

3. Riwayat pekerjaan Hasan Langgulung ... 73

4. Karya Hasan Langgulung ... 76

5. Corak pemikiran Hasan Langgulung ... 77

B. Biografi Sosial Abuddin Nata ... 79

1. Riwayat hidup Abuddin Nata ... 76

2. Riwayat pendidikan Abuddin Nata ... 80

3. Riwayat pekerjaan Abuddin Nata ... 81

4. Karya Abuddin Nata ... 83

5. Corak pemikiran Abuddin Nata ... 85

BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN HASAN LANGGULUNG DAN ABUDDIN NATA A. Konsep pendidikan Islam prespektif Hasan Langgulung ... 87

1. Pengertian pendidikan Islam ... 89

2. Tujuan pendidikan Islam ... 93

3. Kurikulum pendidikan Islam ... 99

4. Metode pendidikan Islam... 110

B. Konsep pendidikan Islam prespektif Abuddin Nata ... 116

1. Pengertian pendidikan Islam ... 116

2. Tujuan pendidikan Islam ... 119

3. Kurikulum pendidikan Islam ... 125

4. Metode pendidikan Islam... 129

(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 156

B. Rekomendasi ... 159

DAFTAR PUSTAKA . ... 160

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.

Manusia menurut Islam adalah makhluk Allah yang paling

sempurna serta mulia. Manusia dibekali dengan potensi-potensi

ketuhanan yang ada pada dirinya. Potensi-potensi yang dimilikinya

yang terdiri dari naluri-naluri, kebutuhan jasmani, dan akal.1 Hal ini

telah dinyatakan dalam firman Allah Qs. An-Naml ayat 73, yang

berbunyi:

وو ْ و وْ ْ وّ وا ّل و و ْ و و ّ وّو

” Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi

kebanyakan mereka tidak mensyukuri (nya)”.

Guna mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada diri

masing-masing individu serta menuntun setiap individu untuk lebih

dekat dengan Tuhan, Maka diperlukan adanya pendidikan yang

merupakan suatu hal yang sudah menjadi keharusan bagi setiap

individu untuk membangun jiwa yang memiliki kedekatan dengan

1

(10)

2

Tuhan dengan menggunakan potensi-potensi yang telah dianugrahkan

Tuhan kepadanya.

Manusia juga memiliki organ-organ kognitif semacam hati

(qalb), intelek (aql), dan kemampuan fisik, intelektual, pandangan kerohanian, pengalaman, kesadaran. Dengan berbagai potensi

semacam itu, manusia dapat menyempurnakan kemanusiaannya

sehingga menjadi yang dekat dengan Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia

dapat menjadi makhluk paling hina karena kecenderungan hawa nafsu

dan kebodohannya.2

Didalam Al-Qur’anpun ditegaskan peringatan Allah terhadap manusia yang tidak berpengetahuan, seperti firman Allah swt dalam

Qs. Hud:46, yang berbunyi:

و ْ و وو و ْو و و ّ

” ……Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya

kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."

Selanjutnya respon Al-Qur’an dalam mengatasi kebodohan dan keterbelakangan dilakukan dengan cara memerintahkan manusia untuk

menggunakan akal pikirannya untuk berfikir, meneliti, dan belajar

dalam arti yang seluas-luasnya. Berbagai aktivitas ini secara sistematik

2

(11)

3

dilakukan melalui kegiatan pendidikan. Al-Qur’an memerintahkan agar manusia membaca dengan tetap menyebut nama Allah, mengajar

manusia dengan perantara kalam. (Qs. Al-Alaq, 96:1-5); menyuruh manusia berfikir (Qs. Al-Baqarah, 2:219); memperhatikan ayat-ayat Allah (ayat-ayat kauniyah yang ada di alam jagad raya) (Qs. Ali Imran, 3:191), manusia juga diperintahkan agar mempergunnakan akalnya

untuk memperhatikan ayat-ayat Allah yang ada di jagat raya (Qs. Al-Baqarah, 2:73 dan 76).3 Dari penjabaran di atas terlihat begitu besar perhatian Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an mengenai pentingnya pendidikan.

Pendidikan dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah

satu komponen kehidupan yang paling penting yang akan terus

berjalan tanpa batas akhir. John Dewey dalam Muzayyin menyatakan

bahwa Education is process without end, Pendidikan adalah suatu proses tanpa akhir.4 Dalam proses untuk mencapai dan meningkatkan

kesejahteraan hidup, maka setiap individu diperintahkan untuk

menuntut ilmu secara terus menerus sepanjang hidupnya, dan hal itu

merupakan konsekuensi logis ditetapkannya manusia sebagai khalifah

dimuka bumi ini. Dan untuk membentuk seorang manusia sebagai

3

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h.45.

4

(12)

4

khalifah yang memiliki kepribadian Islami, maka diperlukan

pendidikan Islam.

Hal ini sejalan dengan pendapat Abuddin Nata yang memaparkan

tujuan pendidikan salah satunya adalah Mengarahkan manusia agar

menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu

melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengolah bumi sesuai

dengan kehendak Tuhan.5

Pendidikan Islam yang terjadi saat ini, walaupun namanya

berlabelkan Islam, namun dalam prakteknya belum sepenuhnya Islami.

Yakni belum dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini bukan

disebabkan karena para penyelenggara pendidikan Islam yang tidak

mau merujuk kepada konsep atau teori tentang ilmu pendidikan Islam,

namun secara faktual buku-buku tentang ilmu pendidikan Islam yang

akan dijadikan sebagai referensi atau sandaran untuk

menyelenggarakan pendidikan Islam tersebut memang belum ada. Para

ulama di zaman klasik misalnya lebih banyak memusatkan kajian pada

bidang tafsir, tasawuf dan akhlak dari pada bidang pendidikan.

Didalam setiap kajian tersebut terkadang dijumpai penjelasan tentang

ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis tentang pendidikan, namun belum

5

(13)

5

diuaikan secara mendalam dan belum menghasilkan teori atau konsep

pendidikan Islam.6

Keterbelakangan pendidikan Islam yang umumnya terjadi saat

ini, antara lain karena kegiatan pendidikan yang umumnya

berlangsung di masyarakat masih dilaksanakan secara konvensional,

hanya bermodalkan niat dan semangat, tetapi tidak didukung dengan

teori dan konsep yang mapan.7 Akibat dari keadaan yang demikian

itu, maka praktik pendidikan Islam belum bertolak dari teori, konsep

dan desain ajaran Islam. Pendidikan Islam berjalan tanpa desain (not by design), tetapi hanya berdasarkan kebiasaan atau tradisi yang sudah ada sebelumya (just by accident and tradition).8 Dengan kata lain, praktik pendidikan yang dilakukan tanpa melalui ilmu pendidikan.9

Oleh karena itu dari pendapat tersebut peneliti melihat bahwa

pengkajian konsep pendidikan terutama konsep pendidikan Islam yang

mendalam sangatlah penting guna menumbuhkan kepribadian Muslim

pada setiap individu Islam agar tercapai kebahagiaan dunia dan

akhirat.

6

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h.1.

7

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif, Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemn, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), cet. Ke-2, h.22.

8

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, h.2.

9

(14)

6

Dalam hal ini pendidikan haruslah seimbang antara jasmani dan

rohani, spiritual dan material, yang fisik dan metafisik. Keseimbangan

dalam pendidikan seperti halnya yang telah disebutkan sejalan dengan

pemikiran Hasan Langgulung yang dipaparkan oleh Abuddin Nata

dalam bukunya ilmu pendidikan Islam bahwa corak pemikiran Hasan

Langgulung adalah berbasis psikologi Islam yang berdasarkan

Al-Qur’an dan As-Sunnah yang antara lain ditandai oleh keseimbangan

jasmani dan rohani, spiritual dan material, yang fisik dan metafisik.10

Hasan Langgulung memberikan definisi Pendidikan Islam

adalah suatu proses spiritual , akhlak intelektual , dan sosial yang

berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai ,

prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan

mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.11

Di samping itu usaha Hasan Langgulung ini kemudian identik

dengan gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan , yaitu penguasaan

disiplin ilmu modern, penguasaan khazanah Islam, penentuan relevansi

Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern , pencarian sintesa

kreatif antara khazanah dengan ilmu modern, dan pengarahan aliran

pemikiran Islam kejalan yang mencapai penemuan pola rencana Allah

10

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, h.342.

11

(15)

7

.12 Hasan Langgulung adalah seorang pemikir kontemporer yang

menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi ilmu pengetahuan,

terutama dalam bidang yang ditekuni yaitu psikologi dan pendidikan.

Pemikirannya mempunyai relevansi dengan perkembangan sains dan

teknologi, serta mengikuti perkembangan zaman, bahkan dalam

tulisannya ia berupaya mengantisipasi masa depan, sehingga beliau

patut dimasukkan kedalam kelompok modernist.13

Hal ini sejalan dengan pemikiran Abuddin Nata, Abuddin Nata

bisa dikategorikan bukan hanya praktisi pendidikan, namun juga

pemikir pendidikan Islam yang menawarkan beberapa pemikiran dan

konsep yang bisa diaplikasikan dalam pendidikan Islam. Kedua tokoh

yang digunakan untuk penelitian ini memiliki karya-karya yang

monumental, yang banyak digunakan sebagai bahan rujukan dalam

pendidikan.

Pemilihan tokoh Hasan Langgulung dan Abuddin Nata dalam

penelitian ini, bukan berarti mengesampingkan tokoh pendidikan Islam

lainnya, tetapi peneliti memandang bahwa pemikiran Langulung

mempunyai corak dan karakteristik yang distingtif partikulatif untuk

dikaji , khususnya berkaitan dengan perkembangan pemikiran

12

Ismail Raji al Faruqy, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjm Anas mahyuddin, (Bandung Pustaka Al Husna, 1982), h.98.

13

(16)

8

pendidikan Islam pada paruh kedua abad 20 dan memasuki abad 21.

Sedangkan pemikiran Abuddin Nata mempunyai corak dan

karakteristik yang prakis dan pragmatis.

Berangkat dari pemikiran dan permasalahan yang telah

dijelaskan diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan

mengetahui lebih jauh bagaimana konsep pemikiran pendidikan Islam

kedua tokoh tersebut, yang peneliti tuangkan dalam bentuk penulisan

skripsi dengan judul : “Studi Komparasi Konsep pendidikan Islam

Prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata (Studi Tentang Tujuan, Kurikulum, dan Metode Pendidikan Islam Prespektif

Hasan Langgulung dan Abuddin Nata)”.

B. Identifikasi dan batasan masalah.

Dari latar belakang diatas ada beberapa identifikasi permasalahan

sebagai berikut:

1. Anak didik prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata.

2. Pendidik prespektif Hasan Langgulung dan Abuddin Nata.

3. Tujuan pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin Nata.

4. Kurikulum pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin

Nata.

(17)

9

6. Media pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin Nata.

7. Lingkungan pendidikan Islam Hasan Langgulung dan Abuddin

Nata.

Dari beberapa identifikasi masalah diatas tidaklah mungkin untuk

dibahas satu persatu dalam penelitian ini. Agar pembahasan tetap

terfokus pada permasalahan, penulis membatasi penelitian pada nomor

3, nomor 4 dan nomor 5.

C. Rumusan masalah.

Untuk mempermudah dalam proses penelitian, maka diperlukan

rumusan permasalahan pokok, sebagaimana berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan

Metode Pendidikan Islam) prespektif Hasan Langgulung?

2. Bagaimana konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum dan

Metode Pendidikan Islam) prespektif Abuddin Nata?

3. Bagaimana relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan Abuddin

Nata terkait konsep pendidikan Islam?

D. Tujuan penelitian.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum

(18)

10

2. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan, Kurikulum

dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Abuddin Nata.

3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan

Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam.

E. Manfaat penelitian.

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan pertimbangan untuk mengevaluasi pendidikan di Indonesia

sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Secara khusus penelitian ini memiliki manfaat:

1. Kita dapat mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan,

Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Hasan

Langgulung.

2. Kita dapat mengetahui konsep pendidikan Islam (Tujuan,

Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam) prespektif Abuddin

Nata.

3. Kita dapat mengetahui relevansi pemikiran Hasan Langgulung dan

Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam.

F. Penelitian terdahulu.

Akan dijelaskan karya penelitian terdahulu yang sesuai dengan

(19)

11

Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Dalam

Pembentukan Karakter Prespektif Hasan Langgulung” oleh Bintoro

yang dijilid pada bulan Juli 2012. Dalam Skripsi ini menekankan pada

karakter manusia. Karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel

atau luwes serta bisa dirubah atau dibentuk. Karakter manusia suatu

saat bisa baik tetapi pada saat yang lain bisa jahat. Proses yang yang

dibentuk adalah pembiasaan, sebab karakter itu yidak dapat dibentuk

secara instan. Pendidikan dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

individu, segi pandangan masyarakat, dan individu dan masyarakat.

Perubahan tersebut dikatakan oleh Bintoro tergantung bagaimana

proses intraksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia,

dengan kondisi lingkungannya, sosial, budaya, pendidikan dan alam

berdasarkan pemikiran Hasan Langgulung.

Penelitian yang kedua berjudul “Konsep Pendidikan Islam

Prespektif Abdul Malik Fajar” oleh Nurvita Octaviani, pada tahun

2011. Dalam skripsi ini menekankan pada pemikiran Abdul malik

Fajar yang secara umum menunjukkan pada pemikiran pendidikan

Islam yang harus menunjukkan perubahan mendasar dan pembenahan

pada konsep dan manajemen pendidikan Islam untuk mencapai tujuan

pendidikan yang berkualitas yang dapat memobilisasi segala sumber

(20)

12

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, peneliti

menyarankan pada pemegang dibidang pendidikan agar selalu

memperhatikan proses pendidikan dan selalu membuat perbaikan demi

kemajuan pendidikan Indonesia.

Penelitian yang ketiga, oleh Novi Nurbaya, dengan judul

“Konsep Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung”,

tahun 2005. Dalam skripsi ini peneliti dalam hal ini Novi Nurbaya

memfokuskan tentang bagaimana pemikiran-pemikiran dari Prof. Dr.

Hasan Langgulung tentang konsep pendidikan Islam yang meliputi

pengertian, tujuan, ruang lingkup serta metode dari pendidikan Islam.

Dalam menggambarkan pemikiran pendidikan Islam menurut

peneliti, Hasan Langgulung mencoba mengkaji pengertian dari

pendidikan dari sudut pandang kedudukan manusia baik sebagai

individu maupun makhluk sosial dan mensintesa antara keduanya

dengan pendidikan dalam arti ibadah seluas-luasnya.

Penelitian yang keempat oleh Muhammad Tamrin, dengan judul

Ganjaran dan Hukuman dalam Pendidikan (Analisis Pemikiran Hasan

Langgulung)”. Tesis ini diujikan pada tahun 2011. Penelitian ini

kemudian menyimpulkan bahwa menurut Hasan Langgulung ganjaran

merupakan pemberian penghargaan terhadap perilaku baik anak didik.

(21)

13

Sedangkan hukuman adalah tindakan yang diberikan kepada peserta

didik sebagai akibat pelanggaran yang telah diperbuatnya.

lebih lanjut lagi peneliti memeparkan bahwa Hasan Langgulung

menggunakan konsep thawa>b dan ’iqa>b. Dampak positif dari ganjaran adalah jika ganjaran diartikan sebagai thawabdari Allah,

maka peserta didik akan mengharap hanya kepada Allah, sehingga

dalam menuntut ilmu peserta didik akan mendapat ganjaran dari Allah

Swt. Bila ini tujuan akhir dari peserta didik akan berdampak pada

pembentukan kepribadian sebagai seorang Muslim yang berfungsi

sebagai khalifah.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ulul Fauziyah, dengan

judul “Pendidikan Islam dalam Perspektif Hasan Langgulung”, skripsi, yang ditulis oleh Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah,

Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, pada bulan

Agustus tahun 2009.

Penelitian ini menemukan bahwa dalam pesepektif Hasan

Langgulung Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlak,

intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan

memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam

kehidupan yang bertujuan untuk mempersiapkannya untuk kehidupan

(22)

14

Penelitian-penilitian di atas hanya focus pada pemikiran

masing-masing tokoh belum ada satu penelitian pun yang menkomparasikan

antara pemikiran keduanya. Pada penelitian ini peneliti

mengkomparasikan pemikiran dua tokoh yakni Hasan langgulung dan

Abuddin Nata terkait pemikirannya mengenai konsep pendidikan

Islam.

G. Definisi operasional.

Definisi operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

membangun kesamaan persepsi serta menghindari distorsi pemahaman

dalam memahami penelitian.

Dalam penelitian ini konsep pendidikan Islam yang dimaksud

peneliti adalah sistem pendidikan Islam yang meliputi pendidik, anak

didik, lingkungan, tujuan, metode, kurikulum serta media yang

digunakan dalam pendidikan Islam. Namun seperti yang telah

dijelaskan di atas peneliti hanya memfokuskan penelitian pada tujuan,

metode, serta kurikulum.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil membandingkan

(mengkomparasikan) pemikiran dua tokoh pendidikan yakni Hasan

(23)

15

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang secara khas

memiliki ciri Islami.14 Ramayulis dan Samsul Nizar mendefinisikan

pendidikan Islam merupakan suatu sistem yang memungkinkan peserta

didik dapat mengarahkan pendidikannya sesuai dengan ideology Islam.

melalui pendekatan ini ia akan dapat dengan mudah membentuk

kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang

diyakininya.15

Sementara itu Sajjad Husain dan Syed Ali Asraf mendefinisikan

pendidikan Islam sebagai pendidikan yang melatih perasaan

murid-murid dengan cara-cara tertentu sehingga dalam sikap hidup, tindakan,

keputusan dan pendekatan terhadap segala jenis pengetahuan sangat

dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.

Sedangkan Muhaimin menekankan pada dua hal. Pertama, aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat

untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Kedua,

pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dan

disemagati oleh nilai-nilai Islam.16

14

Sri Minarti, Ilmu pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. Ke-1, h.25.

15

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Konsep Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.88.

16

(24)

16

H. Metodologi penelitian.

1. Jenis dan pendekatan penelitian.

Dalam sebuah penelitian, jenis penelitian merupakan suatu

hal yang harus ada sebagai point of view atau alat pandang, sedangkan Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang

dikutip oleh Lexy J. Moleong, mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang dapat diamati.17 Dan bertujuan untuk

mendeskripsikan (to discrib) yakni menguraikan, menggambarkan, dan memaparkan apa adanya gejala-gejala secara jelas dan lengkap

dalam aspek yang diselidiki.

Dalam hal ini penulis tidak hanya sebatas mengumpulkan dan

menyusun data tetapi mendeskripsikan (to discrib) yakni menguraikan, menggambarkan, dan memaparkan pemikiran kedua

tokoh yang diteliti. Melihat pendekatan yang penulis pakai,

penelitian ini dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif.

17

(25)

17

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

Penelitian pustaka (Library Research) untuk mnedapatkan data-data yang diperlukan. Penelitian pustaka (Library Research) adalah telah yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah yang

pada dasarnya bertumpu pada penelaah kritis dan mendalam

terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.18

2. Sumber data.

Penulis menggunakan dua jenis data dalam memperoleh data

penelitian, meliputi data primer (Sumber primer) dan data sekunder

(Sumber sekunder).

a. Sumber data primer.

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung

dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran

atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai

sumber informasi yang dicari.19

Data primer yang digunakan peneliti dalam memperoleh

data adalah:

1) Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992).

18

Tim penyusun buku pedoman penulisan skripsi program studi Pendidikan Agama Islam, Pedoman Pedoman Penulisan Skripsi, (Surabaya, IAIN Press, 2010), 9.

19

(26)

18

2) Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998).

3) Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985).

4) Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985).

5) Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam: Analisis Psikologi dan Falsafah, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1991).

6) Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandug: Al-Ma’arif, 1980).

7) Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental,

(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992).

8) Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

9) Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005).

10)Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012).

(27)

19

Kebudayaan, Politik, Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

12)Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)

13)Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Hubungan Guru murid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001).

14)Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003).

15)Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013).

16)Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005). 17)Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam:

Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).

18)Abuddin Nata, Studi Islam Komperehensif, (Jakarta: Kencana, 2010).

19)Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009).

(28)

20

21)Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Tafsir Ayat Al- Tarbawy, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012). 22)Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadits: Dirasah Islamiyah I,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996).

23)Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001). b. Sumber data sekunder.

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat

pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek

penelitiannya.20

Data sekunder yang digunakan peneliti dalam memperoleh

data adalah:

1) Ramayulis dan Samsul Nizar, Eksiklopedi tokoh pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005).

2) Abd. Rachman Assegaf, Paradigma Baru Pendidikan Hadlori Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).

3) Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara,l 2009).

4) Munzir Hitami, Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam,

(Yogyakarta: Infnite Press, 2004).

20

(29)

21

5) Hadin Nuryadin, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam,

(Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2005).

3. Pengumpulan data.

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode

dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan

sebagainya.21

Dokumen bisa berupa catatan atau laporan resmi, barang

cetakan, buku teks, buku referensi, surat, otobiografi, catatan

harian, karangan, majalah, koran, buletin, artikel, makalah,

jurnal, catalog, silabi atau jadwal pelajaran, gambar, film

kartun dan sebagainya.22

Pengumpulan data dalam penelitian studi tokoh adalah

dengan studi kepustakaan terlebih dahulu. Pertama,

dikumpulkan karya-karya tokoh yang bersangkutan baik secara

pribadi maupun karya bersama (antologi) mengenai topic yang

sedang diteliti (sebagai data primer). kemudian dibaca dan

21

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006,) h.231.

22

(30)

22

ditelusuri karya-karya lain yang dihasilkan tokoh itu mengenai

bidang lain. Kedua,ditelusuri karya-karya orang lain mengenai tokoh yang bersangkutan atau mengenai topik yang diteliti

(sebagai data sekunder).23

4. Analisis Data.

Metode yang peneliti gunakan dalam menganalisis data yang

telah diperoleh antara lain:

a. Analisa Deskriptif.

Data-data yang dikumpulkan kemudian di analisis

menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah

suatu metode yang menguraikan secara teratur seluruh konsepsi

dari tokoh yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat.24

1) Deduksi dan Induksi.

Dalam menganalisis data yang diperoleh penulis

menggunakan cara induksi yaitu mengumpulan data yang

khusus dari individu perorangan kemudian atas dasar data

itu penulis menyusun suatu ucapan umum.

Selain itu penulis juga menguraikan lagi

pemahaman yang telah digeneralisasi dapat dibuat deduksi

mengenai sifat-sifat lebih khusus yang mengalir dari umum

23

Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), cet. Ke-1, h.48-49.

24

(31)

23

tadi; tetapi segi-segi khusus ini masih tetap merupakan

pengertian umum. Dan pada akhirnya itu semua harus

dilihat kembali dalam yang individual (aku, atau si anu).

Dimana generalisasi yang dahulu dikaji kembali apakah

memang sesuai dengan kenyataan real kemudian direfleksi

kembali.25

2) Interpretasi.

Interpretasi berarti bahwa tercapainya pemahaman

benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari.

Dalam interpretasi ini termuat hubungan-hubungan atau

lingkaran-lingkaran yang beraneka ragam, yang

merupakan satuan unsur-unsur metodis. Unsur-unsur itu

menunjukkan dan menjamin bahwa interpretasi bukan

semata-mata merupakan kegiatan manasuka, menurut

selera orang yang mengadakan interpretasi, melainkan

bertumpu pada evidensi objektif, dan mencapai kebenaran

otentik.26

Itu berarti penulis menganalisis data yang diperoleh

bukan sekedar dengan interpretasi yang individual,

namun berusaha mencari data yang benar adanya dan

tidak mendukung data atau pendapat yang penulis suka

saja.

25

Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat,

(Yogayakarta: Kanisius, 1990), h.43.

26

(32)

24

3) Komparatif.

Teknik analisis komparatif adalah teknik yang

digunakan untuk membandingkan kejadian-kejadian yang

terjadi disaat peneliti menganalisa kejadian tersebut.27

I. Sistematika pembahasan.

Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka peneliti

menyusun proposal ini menjadi lima bagian (bab) Secara sistematis,

yang dirinci sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini peneliti akan

mendeskripsikan secara umum dan menyeluruh tentang proposal ini,

meliputi: (1) Latar belakang masalah. (2) Rumusan masalah. (3)

Tujuan penelitian. (4) Kegunaan penelitian. (5) Batasan penelitian. (6)

Definisi operasional. (7) Metode penelitian. (8) Penelitian terdahulu.

(9) Sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian teori mengenai konsep pendidikan Islam.

BAB III: Biografi sosial Hasan langgulung dan Abuddin Nata.

Bab ini terdiri dari dua pembahasan yang pertama terkait dengan

Biografi sosial Hasan langgulung, Meliputi: (1) Riwayat hidup Hasan

langgulung. (2) Riwayat pendidikan Hasan langgulung. (3) Riwayat

pekerjaan Hasan langgulung. (4) Karya-karya Hasan langgulung. (5)

27

(33)

25

Corak pemikirannya. Pembahasan yang kedua terkait dengan Abuddin

Nata, meliputi: (1) Riwayat hidup Abuddin Nata. (2) Riwayat

pendidikan Abuddin Nata. (3) Riwayat pekerjaan Abuddin Nata. (4)

Karya-karya Abuddin Nata. (5) Corak pemikirannya.

BAB IV: Bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah

yang telah dirumuskan oleh peneliti. meliputi: (1) Konsep pendidikan

Islam prespektif Hasan Langgulung. (2) Konsep pendidikan Islam

prespektif Abuddin Nata. (3) Relevansi pemikiran Hasan Langgulung

dan Abuddin Nata terkait konsep pendidikan Islam.

BAB V: Penutup, yang berisi kesimpulan dan sekaligus

memberikan saran.

(34)

BAB II

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

Akan dijelaskan pada bab II ini, konsep pendidikan Islam. Yang meliputi a)

pengertian pendidikan. b) pengertian pendidikan Islam. c) tujuan pendidikan Islam. d)

kurikulum pendidikan Islam. e) metode pendidikan Islam. Selanjutnya akan

dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:

A. Pengertian pendidikan.

Pendidikan berasal dari kata dasar didik. Kamus Besar Bahasa Indonesia

memberikan definisi didik sebagai proses “memelihara dan memberi latihan

(ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran”.1

Dengan

penambahan awalan pe- dan akhiran -an, maka menjadikan pendidikan bermakna

“proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,

cara, perbuatan mendidik”.2

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa obyek pendidikan adalah sikap dan

tata laku seseorang. Hal ini sering kali tercermin dari pemberian julukan bagi

orang yang memiliki sikap dan perilaku yang tidak baik dengan sebutan “orang yang tidak berpendidikan”. Pengertian tersebut juga menegaskan bahwa

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed. 3, Cet. 3, h. 263.

2

(35)

27

pendidikan adalah sebuah proses. Itu artinya, pendidikan berkaitan erat dengan

waktu atau periodisasi. Dan setiap periode memiliki sistemnya sendiri.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai: Usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.3

Pengertian tersebut menyiratkan tujuan pendidikan adalah untuk

mengembangkan potensi manusia. Potensi-potensi tersebut terdiri dari potensi

spiritual, potensi akal, potensi kepribadian, dan potensi keterampilan. Usaha sadar

dan terencana tersebut di atas dapat berupa pengajaran, pemberian contoh

(teladan), pemberian pujian/hadiah (reward) atau hukuman (punishment), dan pembiasaan. Hal ini seperti dikatakan Ahmad Tafsir berikut:

Pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik)

terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang

positif. Usaha itu banyak macamnya. Satu di antaranya ialah dengan cara

mengajarnya, yaitu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya. Selain itu,

ditempuh juga usaha lain, yakni memberikan contoh (teladan) agar ditiru,

3

(36)

28

memberikan pujian dan hadiah, mendidik dengan cara membiasakan, dan lain-lain

yang tidak terbatas jumlahnya. Kesimpulannya, pengajaran adalah sebagian dari

usaha pendidikan. Pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar

terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif.4

Kegiatan pendidikan, menurut Ahmad Tafsir, dalam garis besarnya dapat

dibagi tiga: (1) kegiatan pendidikan oleh diri sendiri, (2) kegiatan pendidikan oleh

lingkungan, dan (3) kegiatan pendidikan oleh orang lain terhadap orang tertentu.

Adapun binaan pendidikan dalam garis besarnya mencakup 3 daerah: (1) daerah

jasmani, (2) daerah akal, dan (3) daerah hati. Tempat pendidikan juga ada tiga

yang pokok: (1) di dalam rumah tangga, (2) di masyarakat, dan (3) di sekolah.5

Mendefinisikan pendidikan rasanya tidak lengkap jika tidak mengutip

pendapat Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Dalam

sebuah kumpulan tulisannya tentang pendidikan, yang kemudian dibukukan dan

diterbitkan pada 1961, selengkapnya Ki Hajar Dewantara menjelaskan pendidikan

sebagai: Daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan

batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan

4

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 28.

5

(37)

29

kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita

didik selaras dengan dunianya.6

Di dalam pengertian Ki Hajar Dewantara tersebut terdapat kata-kata “tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu”. “Bagian-bagian itu” yang dimaksud

adalah budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiga bagian tersebut dapatlah disebut mewakili istilah kognitif, afektif dan

psikomotorik. Nampaknya, jauh-jauh hari, Ki Hajar Dewantara sudah memahami

akan pentingnya sebuah konsep pendidikan yang komprehensif dan tidak parsial.

Ki Hajar Dewantara menambahkan, bahwa pendidikan, selain sebagai

sebuah upaya “membangun” manusia, juga sebuah upaya “perjuangan”.

Selengkapnya Ki Hajar Dewantara menyatakan: Pendidikan adalah usaha

pembangunan, kata orang. Ini benar, tetapi menurut fikiran saya kurang lengkap.

Pendidikan yang dilakukan dengan keinsyafan, ditujukan ke arah keselamatan dan

kebahagiaan manusia, tidak hanya bersifat kaku “pembangunan”, tetapi sering merupakan “perjuangan” pula. Pendidikan berarti memelihara hidup-tumbuh ke

arah kemajuan, tak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin.

Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas keadaban, yakni memajukan hidup

agar mempertinggi derajat kemanusiaan.7

Pendidikan sebagai sebuah perjuangan, dilakukan dengan tujuan untuk

mempertinggi derajat kemanusiaan. Dan perjuangan tersebut harus disesuaikan

6

Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1961), h. 14-15.

7

(38)

30

dengan konteks zaman dan tempat anak didik dilahirkan dan dibesarkan, yang

dalam bahasa Ki Hajar Dewantara, “tak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin”.

Sementara itu Noeng Muhadjir mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah

“upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik-mempribadi

membantu subyek-didik dan satuan sosial berkembang ke tingkat yang normatif

lebih baik dengan cara/jalan yang normatif juga baik.”8

Pengertian tersebut menyiratkan Noeng Muhadjir tampaknya setuju dengan

pendapat Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan

konteks zaman agar mampu mengantisipasi perubahan sosial dan meningkatkan

derajat kemanusiaan. Noeng Muhadjir juga sepakat dengan Ki Hajar Dewantara,

bahwa pendidikan berhubungan dengan kebudayaan. Pendidikan, dalam bahasa

Noeng Muhadjir, “bila dilihat dengan kacamata masyarakat maka ia adalah

pewarisan budaya, jika dilihat dari kacamata individu maka ia adalah

pengembangan potensi.”

Sehingga dapat diketahui bahwa pendidikan selain bertumpu pada diri

peserta didik, juga sangat bergantung pada lingkungan di mana peserta didik itu

berada.

Menurut Hasan Langgulung dalam Sama’un, secara bahasa, pendidikan

setara dengan kata education. Istilah ini sering dimaknai dengan memasukkan

8

(39)

31

sesuatu. Istilah ini kemudian dipakai untuk pendidikan dengan maksud bahwa

pendidikan dapat diterjemahkan sebagai usaha memasukkan ilmu pengetahuan

dari orang yang dianggap memilikinya kepada orang yang belum memilikinya.9

Hal ini sejalan dengan pemikiran Emile Durkheim dalam Sama’un yang

mengartikan pendidikan sebagai proses mempengaruhi yang dilakukan oleh

generasi dewasa kepada orang yang dianggap belum siap melaksanakan

kehidupan sosial, sehingga lahir dan berkembang sejumlah kondisi fisik,

intelektual dan watak tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat luas maupun

oleh komuniti tempat yang bersangkutan hidup dan berada.10

Dari banyaknya pandangan tokoh mengenai pendidikan, pengertian

pendidikan dapat disimpulkan menurut pandangan Ahmad D. Marimba yang

mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan

secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si

terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.11

B. Pengertian pendidikan Islam.

Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara

keseluruhan. 12 Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam,

9 Sama’un Bakry,

Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraysi, 2005), h. 2.

10

Ibid., h. 4-5.

11

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981), Cet. 5, h. 19.

12

(40)

32

yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim, dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamannya sudah termasuk

makna mengajar atau alllama. Berangkat dari pemikiran ini maka Tarbiyat

didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh

dan akal) secara maksimal agar bisa menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan

dan masa depan.13

Zuhairini juga menyatakan ada tiga istilah umum yang sering digunakan

dalam pendidikan (Islam), yaitu at-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-Rabb),

at-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu,

serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), dan at-Ta’dib

(integrasi ilmu dan amal).14

Jamali juga berpandangan demikian, bahwa pendidikan tidak luput dari

tiga istilah yakni al-Tarbiyat, al-Ta’lim, dan al-Ta’dib. Menurutnya ketiga istilah tersebut merupakan istilah bahasa Arab yang memiliki konotasi (pengertian)

masing-masing. Menurut salah satu pendapat bahwa al-Tarbiyat dan al-Ta’dib

memiliki pengertian lebih dalam dibanding dengan istilah al-Ta’lim. Menurutnya

al-Ta’lim hanya berupa pengajaran (penyampaian pengetahuan) sedangkan al-Tarbiyat dan al-Ta’dib memiliki makna pembinaan, pimpinan dan pemeliharaan.15

13

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 72.

14

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1955), Cet. 1, h. 121.

15

(41)

33

Tetapi Abdullah Fatah Jalal dalam Jamali memiliki pendapat lain bahwa

istilah al-Ta’lim justru memiliki pengertian yang jauh lebih luas dan lebih dalam dari pada istilah al-Tarbiyat. Istilah al-Ta’lim justru lebih mengena jika diartikan pendidikan. Dalam menunjukkan terbatasnya pengertian al-Tarbiyat ia menyatakan bahwa di dalam Al-Qur’an hanya ada dua tempat yang menggunakan kata al-Tarbiyat yaitu Qs. Al-Israa’: 24 dan Qs. Asy-Syua’raa: 18. Yang menurutnya kedua ayat tersebut mengisyaratkan bahwa istilah al-Tarbiyat lebih merujuk kepada pendidikan dan pemeliharaan pada masa anak-anak di dalam

keluarga. Sedangkan al-Ta’limbanyak diisyaratkan dalam Al-Qur’an, seperti pada Qs. Al-Baqarah: 30, 31, 32, 33-34, dan 151.16

Berbeda dengan pendapat Jamali, Syeh Naqaib al-Attas merujuk makna

pendidikan dari konsep Ta’dib, yang mengacu kepada kata adab dan variatifnya.

Berangkat dari pemikiran tersebut Syeh Naqaib menndefinisikan mendidik adalah

membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan

masyarakat, bertingkah laku secara proporsional dan cocok dengan ilmu dan

teknologi yang dikuasainya. 17 Lebih jelas lagi Naqaib menjelaskan bahwa

pendidikan Islam lebih tepat beorientasi pada ta’dib. Sedangkan tarbiyah

mencakup obyek yang lebih luas, bukan saja terbatas pada pendidikan manusia

16

Ibid., h. 46-48.

17

(42)

34

tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanya mencakup pendidikan

untuk manusia.18

Hal ini sejalan dengan pemikiran Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany

dalam Jalaluddin, yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah

tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar,

dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dalam masyarakat. Dengan

demikian pendidikan bukanlah aktivitas dengan proses instant.19

Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam,

pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim.20

Pendapat ini juga diperkuat dengan pendapat M. Fadly al-Jamaly dalam

Jalaluddin, yang mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya

mengembangkan, mendorong manusia lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai

yang tinggi dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang lebih

sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaaan maupun perbuatan.21

Muhammad Ibrahimy dalam Muhaimin, menyatakan bahwa pengertian

pendidikan Islam adalah “Islamic education in true sense of the lerm, is a system of education which enable a man to lead his life according to the Islamic

ideology, so that he may easilymould his life in accordance with tenets of Islam”

(“pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem

18

Ibid.

19

Jalaluddin, Teologi, h. 76.

20

Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 28.

21

(43)

35

pendidikan yang memungkinkan seorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai

dengan cita-cita Islam, sehingga ia dengan mudah dapat membentuk hidupnya

sesuai dengan ajaran Islam”).22

Sementara itu, seorang pakar pendidikan Islam kontemporer, yakni Said

Ismail Aly dalam Sri Minarti, mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu

sistem yang lengkap dengan sistematika yang epistemik yang terdiri atas teori,

praktik, metode, nilai dan pengorganisasian yang saling berhubungan melalui

kerja sama yang harmonis dan konsepsi Islami tentang Allah, alam semesta,

manusia dan masyarakat.23

Menurut Azyumardi Azra, terdapat beberapa karakteristik pendidikan

Islam. Yakni yang pertama, penekanan pada ilmu pengetahuan, penguasaan, dan

pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah Swt. Setiap penganut Islam

diwajibkan mencari pengetahuan untuk dipahami secara mendalam, yang dalam

taraf selanjutnya dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat

manusia. Pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan merupakan

proses berkesinambungan, dan berlangsung seumur hidup. Inilah yang kemudian

dikenal dengan istilah life long education dalam system pendidikan modern. Lebih lanjut lagi Azyumardi mengungkapkan sebagai ibadah, dalam

pecarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan

22

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 134-135.

23

Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoritis- Filosofis dan Aplikatif- Normatif,

(44)

36

Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Di dalam konteks ini, kejujuran,

sikap tawadhu’ dan menghormati sumber pengetahuan merupakan hal terpenting

yang perlu dipegang setiap pencari ilmu. Karakteristik berikutnya adalah

pengakuan terhadap potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang. Setiap

pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan di

santuni agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi

sebaik-baiknya.24

Secara umum menurut Jalaluddin, pendidikan Islam diarahkan kepada

usaha untuk membimbing dan mengembangkan fitrah manusia hingga ia dapat

memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Namun

dalam kenyataannya manusia selaku makhluk individu memiliki kadar yang

berbeda. Selain itu manusia sebagai makhluk sosial menghadapi lingkungan dan

masyarakat yang bervariasi. Dengan demikian konsep pendidikan Islam harus

dapat merangkum keduanya, yakni tujuan pendidikan umum dan tujuan

pendidikan khusus. Berangkat dari hal tersebut, maka konsep pendidikan Islam

secara khusus akan terdiri dari:25

1. Pendidikan khusus berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan,

yaitu:

a. Pendidikan pre natal.

b. Pendidikan anak.

24

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, h. 10.

25

(45)

37

c. Pendidikan remaja.

d. Pendidikan orang dewasa.

e. Pendidikan orang tua.

2. Pendidikan khusus berdasarkan jenis kelamin, yaitu:

a. Pendidikan untuk kaum wanita.

b. Pendidikan untuk kaum pria.

3. Pendidikan khusus berdasarkan tingkat kecerdasan, yaitu:

a. Pendidikan luar biasa, teruntuk kepada peserta didik yang memiliki

kemampuan, baik yang lemah (idiot) maupun yang cerdas (genius).

b. Pendidikan biasa, teruntuk kepada peserta didik yang memiliki yang

memiliki kecerdasan normal.

4. Pendidikan khusus berdasarkan potensi spiritual, yaitu pendidikan agama yang

ditekankan pada bimbingan dan pengembangan potensi keberagaman yang

dimiliki setiap individu.

Dengan demikian, pendidikan khusus dapat dirumuskan sebagai usaha

untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar

dapat menjadi pengabdi Allah yang setia, berdasarkan dan dengan

mempertimbangkan perbedaan individu, tingkat usia dan jenis kelamin dan

lingkungan masing-masing.26

Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah Soeganda

Purbakawaca dalam Abuddin menurutnya dalam arti umum, pendidikan

26

(46)

38

mencakup segala usaha dan perbuatan dari segala generasi tua untuk mengalihkan

pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada

generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama

sebaik-baiknya. Dalam buku Abuddin Nata yang berjudul kapita selekta

pendidikan juga disebutkan hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia di

Cipayung Bogor tanggal 7-11 Mei 1960, menyatakan bahwa pendidikan (Islam)

adalah:

Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

Istilah membimbing, mengarahkan, dan mengasuh serta mengajarkan, dan melatih pengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam.27

Menurut Abuddin setidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari

definisi pendidikan di atas, yaitu: pertama, pendidikan Islam mencakup aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu aspek yang tidak dapat dipisahkan.

Oleh karena itu, pembinaan terhadap keduannya harus seimbang. Kedua,

pendididkan Islam mendasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religious. Ini berarti

pendidikan Islam tidak mengabaikan faktor teologis sebagai sumber dari ilmu itu

sendiri. Ketiga, adanya unsure taqwa sebagai tujuan yang harus dicapai.

27

(47)

39

Sebagaimana kita ketahui, bahwa taqwa merupakan benteng yang dapat berfungsi

sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari luar.28

Mengenai dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada

dasar-dasar Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar

pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama

adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.29 Dalam hal ini, Allah swt telah mengisyaratkan dengan firman-Nya, yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw:





























































Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.30

C. Tujuan pendidikan Islam.

Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek

tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan yang paling penting tidak didasarkan atas

konsep manusia, alam dan ilmu serta dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip

dasarnya seperti prinsip integrasi, prinsip keseimbangan, prinsip persamaan,

prinsip pendidikan seumur hidup, serta prinsip persamaan. Hal tersebut

28

Ibid.

29

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Millennium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), h. 9.

30

(48)

40

disebabkan pendidikan adalah upaya paling utama dan bukan satu-satunya untuk

membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu tujuan

pendidikan menurut ahli-ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakikatnya

merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.31

Dalam hal ini, tentunya setiap manusia memiliki harapan dan keinginan

masing-masing yang timbul dari dalam dirinya maupun dari berbagai rangsangan

dan pengaruh dari luar. Namun perlu diingat kembali bahwa manusia ada karena

ada yang menciptakan yakni Allah Swt dan kelak akan kembali pada Allah Swt.

Hidup manusia di dunia yang hanya sementara kemudian meninggal dan

kehidupan beralih pada alam yang kekal yakni akhirat. Manusia yang beriman

menginginkan kebahagian hidup di dunia sebagai jembatan kehidupan di akhirat.

Tujuan hidupnya tidak dibatasi dengan kematian, tetapi lebih jauh sampai kepada

alam akhirat ketika mereka bertemu dengan Tuhan-Nya. Intinya kebahagian dunia

sampai ke akhirat itulah tujuan hidupnya.32

Berdasarkan hal tersebut Munzir Hitami menyimpulkan ada tiga tujuan

pendidikan Islam walaupun berbeda sifat dan sumbernya, tetapi tidak dapat

dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tujuan tersebut adalah:

1. Tujuan yang bersifat teologik, yakni kembali kepada Tuhan,

2. Tujuan yang bersifat aspiratif, yaitu kebahagiaan dunia sampai akhirat,

31

Munzir Hitami, Mengkonsep Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infnite Press, 2004), h. 31-32.

32

(49)

41

3. Tujuan bersifat direktif, yaitu menjadi makhluk pengabdi kepada Tuhan. Hal

ini sesuai dengan firman Allah Swt yang berbunyi:

ْ ْ ا ّ ْ ْ

Artinya:” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.33

Sehingga jika dirumuskan secara singkat dalam satu kalimat akan

berbunyi: tujuan hidup manusia adalah menjadi abdi Tuhan yang akan kembali

kepadanya dengan bahagia.34

Menurut Ismail, Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk

manusia yang berkarakter, yakni:

1. Berkepribadian Islam (Syahsiyyah Islmiyah).

Tujuan pendidikan Islam yang pertama ini hakikatnya merupakan

konsekuensi keimanan seorang muslim, yakni bahwa seorang muslim harus

memegang identitas muslimnya yang tampak pada cara berfikir dan cara

bersikapnya yang senantiasa dilandaskan pada ajaran agama.35 Hal ini sesuai

firman Allah:

ي ّ أ ح ا ّ د ْ ّ ْ أ ْ ْ

ْ ْ

33

Qs. Adz- Dzariyat: 56.

34

Munzir Hitami, Mengkonsep, h. 36.

35

(50)

42

Artinya:”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".36

2. Menguasai Tsaqafah Islam (pengetahuan Islam).

Tujuan kedua ini sebenarnya juga merupakan konsekuensi lanjutan dari

keislaman seseorang. Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia

yang berilmu dengan mewajibkan menuntut ilmu.37 Hal ini sesuai firman

Allah:

…………

ّك ّ

ْ ّ

ْ ّ ْ ْ

ْ ا

Artinya: "Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah

yang dapat menerima pelajaran”.38

3. Menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai.

Menguasai ilmu kehidupan (iptek) diperlukan agar umat Islam mampu

mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan misi sebagai

kholifah Allah SWT dengan baik di muka bumi ini.39 Sesuai firman Allah

Swt:

36

Qs. Al-Fushilat (41): 33.

37

Ismail Yusanto, dkk, Menggagas, h. 67.

38

Qs. Az-Zumar(39): 9.

39

(51)

43

ْ ْ ْ ّ ْ ة آ ّ ّ ك آ ف غ ْ

ّ ح ّ ّ ضْ ا يف د ْ غْ ْ ّ ْ ك

ْ ْ

Artinya:” Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.40

Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibany dalam Jalaluddin, menggariskan

bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak

hingga mencapai tingkat al-Karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan

tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan yaitu “ membimbing manusia agar

berakhlak mulia”. Kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari

sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri,

sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.41

Zakiyah Daradjat berpandangan bahwa tujuan adalah suatu yang

diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Dalam pandangan

Zakiyah Daradjat, tujuan pendidikan dibedakan menjadi empat, yakni tujuan

umum, tujuan akhir, tujuan sementara, serta tujuan operasional. Tujuan umum

40

Qs. Al-Qashas (28): 77.

41

(52)

44

ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan

pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan umum pendidikan Islam dalam hal ini

meliputi seluruh aspek kemanusiaan yakni sikap, tingkah laku, penampilan,

kebiasaan, dan pandangan. 42 Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam tertuang

dalam firman Allah:

ْ ْ ْ ّ ّ ّ ّ آ ّ ّ

Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan

dalam keadaan beragama Islam”.43

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai Muslim yang

merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup. Sedangkan tujuan

sementara pendidikan Islam ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik

diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum

pendidikan formal. Sementara itu, tujuan operasionalnya adalah tujuan praktis

yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.44

Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat

pendidikan yang meliputi beberapa aspek, misalnya tentang:

1. Tujuan dan tugas hidup manusia.

2. Memperhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep tentang manusia bahwa

ia diciptakan sebagai kholifah Allah sebagaimana firman Allah Swt:

42

Zakiyah Daradjat, Ilmu, h. 29.

43

Qs. Ali-Imran: 102.

44

(53)

45

ف ْ أ ة ضْ ا يف ج يّ ة ئا ْ ّ أ ْذ

يّ أ ّ ك ْ ح حّ ْح ء ّ ْ ف ْ ْ

ْ ْ

Artinya:” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".45

Serta untuk beribadah kepadanya sebagaimana firman Allah Swt:

ْ ْ ا ّ ْ ْ

Artinya:” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.46

Penciptaan itu dibekali dengan berbagai macam fitrah yang

berkecenderungan pada Al- Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan) berupa agama Islam sebatas kapasitas dan ukuran yang ada, 47 sebagaimana firman

Allah Swt:

45

Qs. Al-Baqarah: 30.

46

Qs. Adz- Dzariyat: 56.

47

Hasan Langgulung, Manu

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Islam adalah mencakup ta’li >m (proses memperoleh ilmu) dan tathqi>f (proses memperoleh thaqa>fah), yang menjadikan thaqa>fah Islam sebagai

Murgono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2003 Muzayin, Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008 Nata , Abuddin, Metodologi

Sedangkan filsafat pendidikan Islam merupakan suatau kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an

Dengan berpijak pada pandangan filosofis dari empat madzhab utama Filsafat Islam Klasik, yaitu: Masya’iyah (Peripatetik) Ibnu Sina, Hermenetik-Phitagorean Ikhwan

Kurikulum pendidikan Islam merupakan sebuah rancangan kegiatan belajar yang disusun secara sistematis, integratif, komprehensif dan berpondasi pada nilai dan ajaran

Dengan berpijak pada pandangan filosofis dari empat madzhab utama Filsafat Islam Klasik, yaitu: Masya’iyah (Peripatetik) Ibnu Sina, Hermenetik-Phitagorean Ikhwan

Berangkat dari persoalan pendidikan Islam yang dianggap “telah gagal” dalam mencapai tujuan pendidikan, maka perlu dilakukan reformulasi pendidikan Islam melalui pola pengasuhan

Oleh karena itu, pendidikan Islam harus memposisikan menarik ukur global, dalam arti yang sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam untuk diadopsi dan dikembangkan.. Sedangkan