PENDIDIKAN ISLAM PRESPEKTIF TAQIYUDDIN
AL-NABHANI>
DAN HASAN LANGGULUNG
(Studi Komparatif)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I)
Dalam Program Studi Pendidikan Islam
Oleh: LISTIAWATI
F1.3213.175
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Listiawati : Konsep Pendidikan Islam Perspektif Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung (Studi Komparatif)
Pendidikan pada saat ini masih menghadapi problem yang besar di berbagai negara termasuk di Indonesia. Pendidikan belum bisa mengatasi krisis multidimensional yang terjadi saat ini. Perkembangan ilmu sains dan teknologi yang semakin pesat nyatanya juga belum bisa membantu memecahkan krisis multidimensional, bahkan ikut andil dalam memperparah krisis multidimensional.
Taqiyuddin dan Hasan Langgulung merupakan tokoh pendidikan Islam yang beraliran kritisisme dan rekonstruksionisme. Semangat kritisisme dan
rekonstruksionisme yang mereka bangun adalah kritisisme dan
rekonstruksionisme berdasarkan Islam. Islam dan pendidikan Islam merupakan jawaban berbagai krisis multidimensional yang terjadi di berbagai dunia termasuk di Indonesia.
Penelitian tesis ini berjudul “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung (Studi Komparatif)“. Penelitian ini menggunakan metode komparatif, sedangkan jenis kajiannya menggunakan library research (penelitian kepustakaan) dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan tentang konsep pendidikan Islam perspektif Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung, mengetahui persamaan dan perbedaan konsep keduanya dan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan konsep keduanya.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan Islam menurut
Taqiyuddin al-Nabhani merupakan konsep pendidikan kritisisme dan
rekonstruksionisme yang menggunakan paradigma fundamentalisme pendidikan yaitu mengembalikan seluruh sistem pendidikan seluruhnya kepada Islam dan memurnikan dari nilai-nilai Barat karena merupakan ancaman dan akar masalah permaslahan yang terjadi pada umat Islam. Sedangkan Hasan Langgulung merupakan konsep pendidikan kritisisme dan rekonstruksionisme yang menggunakan paradigma liberalisasi pendidikan yaitu pendidikan Islam merupakan sebuah alat dalam memecahkan masalah secara praktis, konsepnya cenderung mengembangkan pesan Islam dalam konteks perubahan sosial serta melakukan liberalisasi pandangan yang adaptif terhadap pemikiran keilmuan Barat, tanpa meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dari proses modernisasi.
Kata kunci: Pendidikan Islam
DAFTAR ISI
COVER DALAM ...
MOTTO.. ... ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
PEDOMAN LITERASI ... v
ABSTRAK. ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... 1
B. Idetifikasi Masalah ... 13
C. Rumusan Masalah ... 14
D. Tujuan Penelitian .. ... 14
E. Manfaat Penelitian ... 15
F. Kerangka Teoritik ... 15
G. Studi Terdahulu ... 20
H. Metode Penelitian ... 22
I. Sistematika Pembahasan ... 26
BAB II KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF TAQIYUDDIN AL-NABHANI A.Biografi Taqiyuddin al-Nabhani (1909 – 1977 M) 1. Kelahiran dan Pertumbuhan... ... 28
2. Ilmu dan Pendidikannya ... 28
3. Bidang-Bidang Aktivitasnya ... 29
5. Karya-Karyanya ... 33
B.Konsep Pendidikan Islam Menurut Taqiyuddin al-Nabhani 1. Fundamental Ideas Pemikiran Pendidikan Taqiyuddin al-Nabhani a. Hakikat Manusia, Alam dan Kehidupan ... 35
b. Hakikat Masyarakat ... 36
c. Hakikat Pengetahuan Manusia ... 37
d. Hakikat Akhlak ... 40
e. Akidah Islam sebagai Dasar Pendidikan ... 41
2. Tinjauan Filosofis Pemikiran Taqiyuddin al-Nabhani a. Tujuan Pendidikan Islam adalah Membentuk Shakhs}iyyah Islam (Kepribadian Islam) ... 45
b. Ruang Lingkup Pendidikan Islam ... 55
c. Metode Pendidikan ... 61
d. Pendidikan Masyarakat ... 62
e. Metode Pendidikan Masyarakat ... 65
f. Peran Negara dalam Implementasi Pendidikan Islam ... 66
BAB III KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG A.Riwayat Hidup ... 68
B.Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Hasan Langgulung 1. Fundamental Ideas Pemikiran Pendidikan Hasan Langgulung a. Hakikat Manusia, Alam dan Kehidupan ... 71
b. Hakikat Masyarakat ... 72
c. Hakikat Pengetahuan ... 72
e. Akidah sebagai dasar dan Al-Qur’a>n-Hadis Sebagai Sumber
Pendidikan ... 73
2. Tinjauan Filosofis Pemikiran Pendidikan Hasan Langgulung
a. Pengertian Pendidikan Islam ... 76
b. Asas-Asas Pendidikan Islam ... 78
c. Tujuan pendidikan ... 90
d. Penyusunan Dasar-Dasar Kurikulum dalam Pendidikan Islam ... 92
e. Implementasi Pendidikan Islam ... 96
BAB IV KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM
PANDANGAN TAQIYUDDIN AL-NABHANI DAN HASAN
LANGGULUNG
A. Persamaan dan Perbedaan Konsep Pendidikan Islam dalam Pandangan
Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung
1. Persamaan Konsep Pendidikan Islam dalam Pandangan Taqiyuddin al-Nabhani
dan Hasan Langgulung ... .110
2. Perbedaan Konsep Pendidikan Islam dalam Pandangan Taqiyuddin
al-Nabhani dan Hasan Langgulung .. ... 119
B. Kelebihan dan Kekurangan Konsep Pendidikan Islam dalam Pandangan
Taqiyuddin al-Nabhani Dan Hasan Langgulung
1. Kelebihan Konsep pendidikan Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung..
2. Kekurangan Konsep Pendidikan Islam dalam Pandangan Taqiyuddin
al-Nabhani dan Hasan Langgulung ... 138
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 143 B. Rekomendasi ... 145
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada saat ini masih menghadapi problem yang besar di berbagai
negara termasuk di Indonesia. Pendidikan belum bisa mengatasi krisis
multidimensional yang terjadi saat ini. Kemiskinan, kebodohan, kesenjangan sosial,
kerusakan moral masih menjadi persoalan yang belum bisa terpecahkan. Masalah
moral misalnya, pergaulan bebas di kalangan remaja seolah sudah menjadi gaya
hidup. Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Dr. Julianto Witjaksono
SpOG, KFER, MGO pada 10 Agustus 2014 mengatakan 46 persen remaja berusia
15-19 tahun belum menikah sudah berhubungan seks. Selain itu menurut data yang
diperoleh dari BKKBN, sebanyak 20,9 persen remaja Indonesia mengalami
kehamilan dan kelahiran sebelum menikah.1 Selain masalah pergaulan bebas,
penyakit akibat pergaulan bebas juga semakin meningkat jumlahnya. Laporan Joint of
United Nations Programme tahun 2013 menyatakan bahwa angka orang dengan HIV
(Human Immunodeviciency Virus) di Indonesia meningkat hampir 50 persen dari
tahun 2008 ke 2013. Total jumlah HIV-AIDS (Acquired Immunodeviciency
Syndrome) sampai September 2014 mencapai 206.095 kasus.2
2
Tidak hanya pergaulan bebas, kriminalitas yang dilakukan oleh remaja juga
meningkat. Data profil kriminalitas remaja tahun 2010 oleh BPS (Badan Pusat
Statistik) mengungkapkan bahwa selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 orang
pelaku remaja berusia 18 tahun atau kurang. Jumlah itu meningkat pada tahun 2008
menjadi 3.300 pelaku dan menjadi 4.200 pelaku pada tahun 2009. Hasil analisis data
yang bersumber dari berkas laporan penelitian BAPAS (Balai Pemasyarakatan)
mengungkapkan bahwa 60 % dari mereka adalah remaja putus sekolah dan 67,5 %
masih berusia 16 dan 17 tahun. Sebesar 81.5 % berasal dari keluarga yang
kurang/tidak mampu secara ekonomi. Sejalan dengan kondisi tersebut, tindak pidana
yang dilakukan remaja umumnya adalah tindak pencurian (60%), dengan alasan
faktor ekonomi. Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait
mengungkapkan, setidaknya ada sekitar 7000 lebih anak yang mendekam di penjara.
Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan mereka, yaitu narkotika, pelecehan
seksual, pencurian dan pembunuhan. Untuk kasus pembunuhan terdapat 12 kasus
sepanjang tahun 2012.3
Dalam bidang pendidikan, faktanya pendidikan Nasional masih tertinggal,
hasil survei PERC (Political and Economic Risk Colsultancy) menyebutkan bahwa
sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia, satu
tingkat di bawah Vietnam (dari 12 negara yang disurvei). Sementara itu laporan
UNDP (United Nations Development Programme) tahun 2004 dan 2005 menyatakan
3“Penerapan Syaraiat Islam Selamatkan Remaja dari Kenakalan dan Kriminalitas”,
3
bahwa IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di Indonesia juga menempati posisi
terburuk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan 111 dari 175 negara dan tahun
2005 menempati urutan 110 dari 177 negara.4
Dalam bidang ekonomi Indonesia juga masih mengalami permasalahan yang
pelik, utang luar negeri Indonesia tahun 2014 mencapai 292,6 milyar dollar AS
(Amerika Serikat).5 Sedangkan jumlah penduduk miskin Indonesia pada September
2012 mencapai 366.770 orang atau sekitar 3,70 persen. Menurut BPS (Badan Pusat
Statistik) jumlah pengangguran terbuka tahun 2013 mencapai 7,39 juta orang.6
Perkembangan ilmu sains dan teknologi yang semakin pesat dan canggih
nyatanya juga belum bisa membantu memecahkan krisis multidimensional, bahkan
ikut andil dalam memperparah krisis multidimensional. Perkembangan ilmu sains dan
teknologi ternyata membawa dampak yang membahayakan bagi nyawa manusia. Di
Amerika jalan-jalan raya yang luas dan selalu diperluas menelan korban 350.000
orang tiap tahun, lebih banyak dari korban selama perang Vietnam. Teknologi yang
berkembang pesat dan mengagumkan ternyata mempunyai dampak yang menakutkan
dan merampas kebahagiaan manusia. Teknologi seperti pedang bermata dua, dapat
digunakan untuk menebas hutan belukar tetapi juga dapat dipakai untuk membunuh
nyawa manusia.
4Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 2
5Nida Zuraya, “Swasta Dominasi Utang Luar Negeri Indonesia” Republika (20
Februari 2015), 13
6Humaidi, “Terpuruk di Semua Lini (Refleksi Akhir Tahun 2013)”, al-Waie, Edisi
4
Bukan hanya membahayakan jiwa, perkembangan ilmu sains dan teknologi
juga bertanggung jawab secara penuh pada penghancuran alam sekitar. Demi
pembangunan industri atas nama kemajuan teknologi terjadilah penghancuran total
terhadap alam sekitar. Menurut PBB kira-kira 500 juta hektar tanah pertanian hilang
akibat erosi dan salinisasi (kehabisan zat garam), dua pertiga hutan di dunia habis di
tebang, dan 150 macam burung dan hewan. sekitar 100 macam binatang buas sudah
punah dan hampir punah. Pertumbuhan kota-kota besar juga mempercepat
kehancuran pada Manusia. Di Amerika Serikat setiap dua menit sekitar dua hektar
tanah dijadikan jalan raya, perluasan kota, dan lapangan terbang, akibatnya terjadi
pemadatan penduduk dalam kawasan itu sehingga terjadilah pencemaran air, tanah,
danau, laut, gangguan fisiologis dan psikologis, kejahatan meningkat, kerisauan
meningkat, penyakit gangguan jiwa menjadi biasa.7
Perkembangan teknologi juga menjadi penyebab semakin melebarnya jurang
perbedaan antara segelintir kecil negara-negara kaya. Dua pertiga umat dunia yang
lain masih dalam fase berjuang mengisi perut. Salah satu penyebab jurang perbedaan
ini adalah pertambahan penduduk yang tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi.
Menurut PBB pada permulaan Abad 21 jurang perbedaan itu akan bertambah 15 %
lagi, apa yang terjadi dalam bidang ekonomi juga berlaku dalam bidang pendidikan,
sehingga negara yang memiliki sumberdaya manusia yang pintar tambah pintar dan
yang miskin tambah miskin. Kemajuan ilmu hanya dinikmati negara yang kaya
7Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam (Jakarta: Maha Ghrafindo,
5
sebagai contoh pemegang Nobel Prize kebanyakan dari negara kaya. Tidak hanya
sumber daya manusia, sumber daya alam juga seakan hanya menjadi milik negara
kaya. Kakuasaan untuk mengatur SDA (sumber daya alam) ditentukan oleh negara
kaya sehingga kekayaan sejumlah negara berkembang dan negara miskin hanya
dinikmati negara-negara kaya.8
Negara Barat sebagai icon negara paling maju dan negara adidaya nyatanya
juga tidak bisa menyelesaikan krisis multidimensional ini. Sistem yang di pakai oleh
Barat adalah sistem yang berusaha mencari keuntungan saja. Keuntungan dengan
jalan apapun. Keuntungan yang bermakna exploitasi, kekuasaan, pertarungan,
keganasan dan pembunuhan. Peristiwa-peristiwa berikut menjadi bukti sejarah
terhadap tindak tanduk sistem raksasa yang bermotifkan keuntungan:
1. Melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap orang Indian, penduduk
pribumi benua Amerika.
2. Memperbudak bangsa lain seperti melakukan pembunuhan besar-besaran pada
orang-orang kulit hitam dari benua Afrika.
3. Melakukan penjajahan ke berbagai negara untuk memperkaya diri.
4. Menyebabkan timbulnya berbagai perang agama dalam negeri meliputi
sebagian benua Eropa dan berakhir dengan dua kali perang dunia yang paling
dasyat, yaitu pada tahun 1914 dan 1939, di mana yang terakhir telah memakan
korban tidak kurang dari 60 juta manusia.
5. Melahirkan manusia-manusia model Hitler, Mussolini, dan Stalin.
6
6. Melakukan pemusnahan pertanian di berbagai dunia, dengan melakukan
industri sejata besar-besaran, yang menyebabkan mad}arra>t di berbagai negara,
seperti industri petrolium yang sekarang menjadikan negara-negara Asia Barat
saling berperang.
7. Menyebabkan ¾ penduduk dunia tak dapat mengisi perut sedang ¼ penduduk
dunia memiliki segala-galanya dan mengkonsumsi semaunya.
8. Menyebabkan pencemaran lingkungan hidup dan menghancurkan hubungan
organik antara manusia dan lingkungannya.
9. Munculnya negara bangkrut. Diantara 123 negara yang termasuk dunia ketiga,
terdapat 41 negara bangkrut yang tidak sanggup membayar bunga dari
hutangnya. Diantara negara-negara itu adalah Brazil, Filipina, Argentina, Zaire.
Negara ini termasuk negara kaya tetapi menjadi pengemis hidup diatas belas
kasihan negara-negara yang menguasai sistem raksasa itu.
10. Sifat individualisme yang semakin tinggi menyebabkan manusia tidak betah
hidup berdampingan, bahkan dengan kerabatnya yang paling dekat, sehingga ibu
dan bapak yang sudah tua dititipkan di rumah jompo menunggu mati.9
Inilah beberapa fakta krisis yang terjadi di Indonesia dan Dunia. Hasan
Langgulung meminjam istilah dari Bin Nabi, dengan menyebutnya sebagai krisis
peradaban umat Islam.10 Hal ini juga diakui oleh Taqiyuddin al-Nabhani bahwa
9Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21 (Jakarta: Pustaka
al-Husan, 1988), 126-129
7
krisis multidimensional juga menimpa dunia Islam. Sejak pertengahan abad XII H
(abad 18 M) dunia Islam mengalami kemerosotan dan kemunduran yang paling
buruk dari masa kejayaannya dengan sangat cepat dan upaya-upaya untuk
mengembalikannya masih belum membuahkan hasil.11 Dalam pandangan Taqiyuddin al-Nabhani kemunduran Islam bisa disebabkan oleh dua faktor besar,
yaitu lemahnya pemahaman umat Islam dan lemahnya penerapan ajaran Islam.12
Keadaan ini diperparah dengan diterapkannya sistem sekulerisme kapitalisme di
seluruh aspek kehidupan termasuk juga dalam bidang pendidikan. Sistem
sekulerisme kapitalisme adalah sebuah idiologi yang dasarnya adalah pemisahan
agama dari kehidupan (sekulerisme), berdasarkan hal ini maka manusialah yang
berhak membuat peraturan dalam kehidupannya. Sehingga kebebasan manusia
sangat dijunjung tinggi dan dijamin, yang meliputi kebebasan berakidah,
berpendapat, hak milik dan kebebasan pribadi.13
Dua tokoh ini, yaitu Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung
merupakan tokoh pendidikan Islam yang beraliran kritisisme dan
rekonstruksionisme yaitu sebuah aliran pendidikan yang memandang bahwa
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari upaya rekonstruksi sosial. Mereka
menghendaki perubahan struktur sosial, ekonomi, pendidikan politik melalui
11Taqiyuddin al-Nabhani, Mafa>hi>m Hizb al-Tah}ri>r (Jakarta: Pustaka Fikrul Mustanir,
2010), 3
12Taqiyuddin al-Nabhani, Al-Daulat al-Isla>miyat, (
Bogor: Pustaka Fikrul Mustanir, 2002), 168
8
pendidikan. Oleh karenanya pendidikan difungsikan sebagai wahana transformasi
sosial, kalau perlu melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi sosial menuju tatanan
sosial yang lebih adil dan manusiawi.14 Menurut Abd. Rachman Asseggaf,
rekonstruksionisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan
kesadaran siswa mengenai problematika sosial, politik, dan ekonomi yang
dihadapi oleh manusia secara global, dan untuk membina mereka, membekali
mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar bisa menyelesaikan
persoalan-persoalan tersebut.15 Semangat kritisisme dan rekonstruksionisme yang mereka
bangun adalah kritisisme dan rekonstruksionisme berdasarkan Islam. Islam dan
pendidikan Islam merupakan jawaban berbagai krisis multidimensional yang
terjadi di berbagai dunia termasuk juga di Indonesia. Menurut konsep pendidikan
kedua tokoh setidaknya ada dua faktor yang penting dalam pendidikan Islam,
yaitu:
1. Akidah Islam sebagai pendidikan yang merupakan kunci kebangkitan
Dalam pandangan Taqiyuddin dan Hasan Langgulung dasar utama
pendidikan Islam adalah Akidah Islam. Langgulung menyatakan bahwa
pembentukan insan saleh adalah pengembangan manusia yang menyembah dan
bertakwa kepada Allah SWT, manusia yang penuh keimanan dan ketakwaan,
menyadari bahwa Allah yang memelihara dan menghadap kepadanya dalam
segala perbuatan yang dikerjakan dan segala tingkah laku yang dilakukannya,
14
Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), 5-6
15Abd. Rachman Asseggaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja
9
segala fikiran yang tergores di hatinya dan segala perasaan yang berdetak di
jantungnya. Ia adalah manusia yang mengikuti jejak langkah Rasul SAW dalam
fikiran dan perbuatannnya.16
Sedangkan menurut Taqiyuddin, akidah adalah dasar dari kebangkitan,
yang juga wajib digunakan sebagai pondasi pendidikan. Akidah tersebut hanya
bisa ditempuh dengan satu cara yaitu mengubah pemikiran. Karena pemikiranlah
yang akan membentuk dan memperkuat pemahaman dan dari pemahamanlah
manusia akan menentukan perilakunya apakah baik atau buruk.17 Ketika
seseorang telah dapat mejawab permasalahan akidah maka terjawablah seluruh
permaslahan hidupnya. Maka pendidikan akidah inilah yang menjadi dasar
kebangkitan, menjadi dasar berdirinya idiologi Islam dan menjadi dasar bagi
negara Islam.18 Dengan kata lain pendidikan akidah Islam yang kuatlah yang
menjadi kunci kebangkitan Islam dan pemecahan seluruh permasalahannya.
2. Sumber pendidikan seluruhnya harus mengacu kepada sumber Islam yang inti.
Langgulung menegaskan bahwa agar ahli pendidikan Islam dapat
menciptakan suatu pendidikan yang sesuai dengan masyarakat Islam progressif
yang menggabungkan antara keaslian dan kemajuan yang benar maka harus
16Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta: Pustaka
al-Husna, 1988), 138
10
memelihara berbagai faktor dan kembali ke berbagai sumber. Adapun sumber itu
adalah al-Qur’a>n, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.19
Hal ini juga ditegaskan oleh Taqiyuddin, thaqa>fah Islam seluruhnya kembali
kepada al-Qur’a>n dan Hadis. Dari keduanya, muncul seluruh cabang, thaqa>fah Islam.20 Selain itu menurutnya hendaknya problema-problema manusia dipelajari
terlebih dahulu kemudian dibuat kaedah-kaedah umum yang bersifat menyeluruh
dan semuanya itu diambil dari al-Qur’a>n, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.21
Sumber-sumber tersebut haruslah menjadi prinsip-prinsip ditegakkannya
teori pendidikan. Prinsip-prinsip Islam ini selain mempunyai keistimewaan
ketinggian dan sifat menyeluruh yang dapat menerapkan kebaikan, keadilan,
kesesuaian bagi individu, masyarakat dan kemanusiaan.
Keistimewaan-keistimewaan itu adalah:
1. Menggunakan prinsip Islam yang menyatukan umat Islam dari segi pemikiran,
pemikiran pendidikan akan selaras dengan pemikiran agama Islam, otak akan
selaras dengan hati nurani dan perasaan agama Islam. Ia juga kan mendekatkan
negra-negara Islam dan memberi kesempatan kerjasama di berbagai bidang.
2. Kembalinya umat Islam kepada Islam sebagai sumber utama dalam membina
pendidikan. Menghapus sekulerisme agama karena tidak ada artinya Islam
19Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), 42 20Taqiyuddin al-Nabhani, al-Shakhs}iyyat al-Isla>m, terj. Zakia Ahmad (Jakarta: Pustaka
Thariqul Izzah, 2007), 386
11
menjadi agama negara kecuali sistem masyarakat tersebut termasuk pendidikan
selaras dengan ajaran-ajaran dan hukum-hukum Islam.
3. Menekankan kekuatan kepercayaan pada agama, rasa bangga pada pemikiran
dan peninggalan Islam dan menguatkan identitas Islam.22
Dua faktor inilah yang membedakan antara solusi pendidikan sekuler dan
pendidikan Barat dengan pendidikan Islam dan menjadi keistimewaan Islam dalam
mengatasi problematika kehidupan manusia. Karena akidah, al-Qur’a>n dan Hadis tidak dimiliki umat lain kecuali Islam. Sebagaimana pendapat Taqiyuddin bahwa akar
masalah krisis multidimensional adalah karena adanya paham kebebasan pada semua
aspek, karena aturan yang lahir dari paham kebebasan itulah yang menjadi sumber
perbedaan, dan perselisihan antara manusia yang juga mengantarkan kepada
kehancuran manusia sendiri, maka ketika akidah menjadi dasar, semua aturan akan
kembali kepada Islam.23 Nilai-nilai pendidikan yang hendak ditanamkan juga akan
jelas yaitu hanya nilai-nilai yang berasal dari akidah Islam, sehingga akan mencegah
nilai-nilai yang bertentangan dengan akidah Islam, misalnya nilai-nilai kebebasan.
Satu contoh permasalahan remaja sekarang ini adalah masalah pergaulan bebas,
dalam pandangan sekuler dan paham kebebasan, pergaulan bebas merupakan hak
individu yang tidak ada aturannya sehingga dalam pendidikan sekuler pergaulan
bebas pun menjadi hak individu, dan hanya individu yang mempertanggung
jawabkannya. Berbeda dalam pandangan Islam pergaulan bebas dilarang dalam Islam
12
bahkan jika sampai pada perbuatan zina maka akan ada hukuman yang berat yaitu
hukuman cambuk atau rajam. Dalam pendidikan Islam akan ditanamkan dengan tegas
larangan pergaulan bebas dan pendidikan itu di topang oleh kontrol keluarga,
masyarakat dan negara.
Adapun perbedaan tentang konsep kedua tokoh yaitu dari paradigma
pendidikannya. Taqiyuddin merupakan tokoh yang menggunakan paradigma
fundamentalisme pendidikan, yaitu sebuah paradigma pendidikan yang memandang
bahwa masyarakat kontemporer dihadapkan pada keruntuhan moral dan harus adanya
perombakan terhadap tolak ukur keyakinan dan perilkau konvensional dengan cara
kembali kepada ciri-ciri kebaikan yang lebih tinggi di masa silam.24 Tolak ukur yang
dimaksud adalah tolak ukur Islam, ia mendorong untuk kembali kepada nilai-nilai
Islam dan banyak mengkritik pengaruh pemikiran asing. Pemikiran pendidikan
Taqiyuddin berasal dari latar belakang kehidupannya yang merupakan tokoh
pergerakan Islam, yaitu Hizbut Tahrir. Pergerakan politik ini mempunyai visi misi
melanjutkan kehidupan Islam dengan metode mendirikan khilafah
Islamiyah.25Berbeda dengan Hasan Langgulung yang merupakan tokoh yang
menggunakan paradigma liberalisme pendidikan, yaitu paradigma pendidikan yang
menganggap pengetahuan berfungsi sebagai sebuah alat yang digunakan dalam
pemecahan masalah secara praktis.26 Liberalisme pendidikan yang dibangun Hasan
24William F. O’neil, Idiologi-Idiologi Pendidikan,
terj. Omi Intan Naomi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 247
25
Taqiyuddin al-Nabhani, Mafa>hi>m Hizb al-Tahri>r.... 81
13
Langgulung berdasarkan Islam, dalam artian masih menerima pemikiran-pemikiran
baru selama tidak bertentangan dengan pemikiran Islam. Paradigma ini
mempengaruhi bagaimana konsep pendidikan masing-masing tokoh, misalnya
tentang Filsafat dan Psikologi menurut Langgulung asas Filsafat merupakan salah
satu asas dalam pendidikan,27 sedangkan menurut al-Nabhani Filsafat dan Psikologi merupakan bagian dari thaqa>fah bukan bagian dari ilmu, didalamnya terdapat
nilai-nilai yang bertentangan dengan pemikiran Islam.28
Dari perbandingan-perbandingan konsep inilah pemikiran Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung menarik untuk di kaji dan perlu untuk
membandingkannya, akhirnya penulis menindaklanjutinya dalam penelitian tesis
yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung (Studi Komparatif)“ .
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas ada beberapa identifikasi permasalahan sebagai
berikut:
1. Konsep pendidikan Islam menurut Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung
2. Pendidikan Islam dan kebangkitan umat Islam menurut Taqiyuddin al-Nabhani
dan Hasan Langgulung
14
3. Sekulerisasi dan pendidikan Islam menurut Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan
Langgulung.
Identifikasi masalah diatas tidak mungkin dibahas satu persatu. Agar
pembahasan tetap terfokus pada permasalahan, penulis membatasi penelitian hanya
pada konsep pendidikan Islam menurut Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung.
C. RumusanMasalah
Agar lebih jelas dan memudahkan dalam proses penelitian, perlu adanya
beberapa rumusan permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan Islam perspektif Taqiyuddin al-Nabhani ?
2. Bagaimana konsep pendidikan Islam perspektif Hasan Langgulung?
3. Bagiamana persamaan dan perbedaan konsep pendidikan Islam perspektif
Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung?
4. Bagaimana kelemahan dan kelebihan konsep pendidikan Islam perspektif
Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam perspektif Taqiyuddin al-Nabhani
15
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep pendidikan Islam perspektif
Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung
4. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan konsep pendidikan Islam perspektif
Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi bagi perbaikan
pendidikan di Indonesia khususnya dalam mengatasi krisis multidimensional. Selain
itu juga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan, perencanaan, dan
pelaksanaan pendidikan Indonesia sehingga bisa meningkatkan kualitas pendidikan
Nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia bangkit dan terdepan.
F. Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini, persoalan yang dijelaskan adalah tentang Konsep
Pendidikan Islam Perspektif Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung
(Studi Komparatif). Dalam Al-Qur’a>n surat al- Imran 110 yang menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, ayat inilah yang menjadi pijakan dasar dalam
penelitian ini. Selanjutnya mengenai pengertian pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai -nilai Islam telah menjiwai
dan mewarnai corak kepribadiannya.29
16
Berdasarkan teori al-Faruqi, bahwa tugas terberat Muslim adalah memecahkan
masalah pendidikan. Selanjutnya ia mengatakan, “Tidak akan ada harapan
kebangkitan sejati umat Islam kecuali sistem pendidikan dirubah dan
kesalahan-kesalahannya diperbaiki. Dualisme yang ada dalam dunia pendidikan Muslim,
kemenduaanya dalam bentuk system pendidikan Islam dan sekuler harus dihentikan
dan dihilangkan. Kedua sistem tersebut harus disatukan dan diintegrasikan. Ilmu
pengetahuan harus di Islamkan sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme
sistem pendidikan dan sistem hidup Muslim”30.
Pendapat Ismail Yusanto dalam bukunya menggagas Pendidikan Islami juga
menjelaskan bahwa sistem pendidikan yang materialistik terbukti gagal melahirkan
manusia saleh sekaligus menguasai iptek. Secara formal kelembagaan, sekulerisasi
pendidikan ini telah dimulai sejak adanya dua kurikulum pendidikan keluaran dua
departemen yang berbeda, yakni Depag dan Dikbud. Terdapat kesan yang sangat
kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (Iptek) adalah suatu hal yang berada
di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh oleh standar nilai agama.
Kalaupun ada hanyalah etik yang tidak berstandar pada nilai agama. Sementara,
pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses
pendidikan justru kurang tergarap serius.31
Pendapat yang lain dari Raghib al-Sirjani dalam bukunya yang berjudul
Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, mengambarkan dengan detil bagaimana
30Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik Upaya Konstruksi Membongkar
Dikotomi Sistem Pendidikan Islam (Jogjakarta : IRCiSoD, 2004 ) , 122 – 123
17
sumbangsih yang luar biasa pada masa peradaban Islam, baik dari segi keilmuan
maupun kemajuan-kemajuan dalam aspek yang lain. Pada akhirnya disampaikan pula
rahasia keunggulan dan keberhasilannya peradaban gemilang Islam tak terkecuali
dalam aspek pendidikan, yakni adanya ikatan erat dengan Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya. Kedua sumber rujukan ini merupakan arah yang menguatkan interaksi
antara Muslim dengan Allah dan kumpulan masyarakat serta lingkungan alam
sekitarnya. Pada keduannya terkandung undang-undang syariat yang mendalam,
menjamin tegaknya peradaban seimbang, menakjubkan dalam setiap lini kehidupan.
Raghib al-Sirjani, juga menjelaskan berbagai hasil peradaban, di antaranya dalam
bidang keilmuan, ilmu Sains meliputi Kedokteran, Fisika, Arsitektur, Geogologi.32
Pendapat yang lain adalah pendapat Fahmi Amhar, dalam buku TSQ Stories
Kisah-Kisah Penelitian dan Pengembangan Sains dan Teknologi di Masa Peradaban
Islam. Fahmi Amhar, menjelaskan berbagai hasil karya monumental yang lahir dari
Peradaban Islam yang mampu menghasilkan berbagai bidang keilmuan mulai dari
bidang Fiqh, Ushul Fiqh, bidang sains, fisika, kimia, dll. Sebagaimana yang dikutip
oleh Fahmi Amhar dari pendapat Will Durrant dalam bukunya The Story Of
Civilization IV : The Age Of faith : “Chemistry a sceience was almost created by the
Moslems; for in this field, Where the Greeks (so far as we know) were confined to
indudtrial experience and vague hypothesis, the Saracens introduced precise
observation, controlled experiment and careful records”, (Kimia adalah ilmu yang
32Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al
18
hampir seluruhnya diciptakan oleh kaum Muslim, ketika dalam bidang ini orang-
orang Yunani (sejauh yang kita ketahui) tidak memiliki pengalaman industri dan
hanya memberikan hipotesis yang meragukan, sementara itu para ilmuwan Muslim
mengenalkan pengamatan teliti, eksperimen yang terkontrol , dan catatan yang
hati-hati.) 33
Maka rekonstruksi pendidikan Islam mutlak diperlukan. Rekontruksi adalah
pengembalian sesuatu ke tempatnya semula, penyusunan dan penggambaran kembali
dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya.34 Pengkajian
pemikiran kedua tokoh yaitu Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung, merupakan bahan rekonstruksi pendidikan Islam kembali. Kedua konsep yang
dirumuskan oleh Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Langgulung mempunyai dasar yang kuat yaitu akidah Islam yang yang membedakan antara solusi pendidikan
sekuler dan pendidikan Barat dengan pendidikan Islam dan menjadi keistimewaan
Islam dalam mengatasi problematika kehidupan manusia. Lebih dari itu konsep
pendidikan keduanya menekankan kepada penerapan pendidikan Islam dalam lingkup
individu dan masyarakat yang Islami pula. Bahkan dalam pandangan Taqiyuddin
lebih ditekankan pada penerapan Islam kaffah dalam sebuah institusi negara Islam.
Secara fakta negeri-negeri Muslim masih terbelenggu oleh sekulerisme.
Untuk mengetahui bagaimana pemikiran keduanya dalam memfungsikan
ajaran-ajaran dan nilai-nilai fundamental; yang terkandung dalam al-Qur’a>n dan
33Fahmi Amhar, TSQ Stories Kisah- Kisah Penelitian Dan Pengembangan Sains Dan
Teknologi Di Masa Peradaban Islam (Bogor : Al- Azhar Pres, 2010) , 69.
19
Sunnah, serta mendudukkan posisi pandangan para filosofis muslim dalam konstruk
pemikirannya adalah dengan menggunakan pembagian paradigma pendidikan
sebagaimana yang dipaparkan Willliam F. O’neil dalam bukunya Educational
Ideologies.
Adapun hal-hal yang akan dikaji adalah persoalan-persoalan fundamental dalam
Filsafat pendidikan Islam yaitu:
1. Fundamental ideasnya, aspek strktur ide-ide dasarnya. Meliputi dua sub aspek,
yaitu a. prinsip-prinsip Filsafat yang menjadi titik tolak dalam membina Filsafat
pendidikan Islam, sehingga memunculkan konsep aspek pertama yang meliputi,
pandangannya mengenai hakikat alam semesta, manusia, masyarakat,
pengetahuan manusia, nilai-nilai akhlak dan pandangannya tentang hakikat hidup
dan kehidupan, b. Sumber/semangat pemikiran atau landasan dasar Filsafat
pendidikannya.
2. Tinjauan Filosofis tentang komponen-komponen pokok aktivitas pendidikan
Islam, yang mencakup, tinjauan filosofis tentang tujuan pendidikan Islam,
kurikulum atau program pendidikan dalam pendidikan Islam, metode pendidikan,
lingkungan pendidikan, atau konteks belajar dalam pendidikan Islam.35
G. Studi Terdahulu
Dari hasil tinjauan penulis, ada beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian ini, yaitu:
35
20
1. Ganjaran dan Hukuman dalam Pendidikan (Analisis Pemikiran Hasan Langgulung).
Tesis, oleh Muhammad Tamrin, program Studi KeIslaman kosentrasi Pendidikan
Islam, Program Pascasarjana Iain Sunan Ampel Surabaya, tahun 2011. Penelitian ini
kemudian menyimpulkan bahwa menurut Hasan Langgulung ganjaran merupakan
pemberian penghargaan terhadap perilaku baik anak didik. Ganjaran adalah alat
pembelajaran represif yang menyenangkan. Sedangkan hukuman adalah tindakan
yang diberikan kepada peserta didik sebagai akibat pelanggaran yang telah
diperbuatnya. Hasan Langgulung menggunakan konsep thawa>b dan ’iqa>b. Dampak positif dari ganjaran adalah jika ganjaran diartikan sebagai thawabdari Allah, maka
peserta didik akan mengharap hanya kepada Allah, sehingga dalam menuntut ilmu
peserta didik akan mendapat ganjaran dari Allah SWT. Bila ini tujuan akhir dari
peserta didik akan berdampak pada pembentukan kepribadian sebagai seorang
Muslim yang berfungsi sebagai khalifah.
2. Pendidikan Agama Islam Menurut Hizbut Tahrir, Jurnal, oleh Kasman tahun 2006.
Dalam Penelitian ini menyimpulkan bahwa :
a. Kegagalan sistem pendidikan nasional Indonesia dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia, terutama untuk menciptakan manusia-manusia
saleh, menurut Hizbut Tahrir disebabkan oleh sistem pendidikan yang sekuler
yang berlangsung di Negeri ini. Oleh karena itu solusi fundamentalnya adalah
sistem pendidikan yang harus diubah, yakni dari sistem pendidikan sekuler
21
b. Sistem pendidikan Islam yang bermutu menurut Hizbut Tahrir hanya bisa
dilakukan oleh Negara.
3. Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Taqiyuddin al-Nabhani , Skripsi, yang
ditulis oleh Musripah, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Pekalngan, 2011.
4. Telaah Pemikiran Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani dalam Membentuk Perilaku Sosial, Skripsi, oleh Sapi’i, Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (t-ips)
Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, tahun
2013.
Hasil dari penelitian membuktikan bahwa membentuk perilaku sosial
manusia itu berawal dari sebuah dorongan dari naluri, yang dimana telah terjadi
proses pemahaman atau mafa>hi>m, sehingga perilaku sosial manusia selalu tergantung dengan mafa>hi>mnya (persepsinya), contoh sederhannya adalah, mafa>hi>m (persepsi) kita terhadap orang lain yang kita benci akan sangat berbeda
dengan perilaku kita terhadap orang yang dicintai. Hal ini juga terjadi kepada
anak-anak, perbedaanya adalah anak-anak sendiri belum mempunyai kesadaran,
yang penting bagaimana perilaku itu buruk atau baik, sehingga untuk
mengarahkannya haruslah melalui proses pendidikan yang sesuai dengan dirinya
dan tentu saja praktis untuk diamalkan serta membekas kedalam sanubarinya,
22
5. Pendidikan Islam dalam Perspektif Hasan Langgulung, skripsi, yang ditulis oleh
Ulul Fauziyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, pada Agustus, 2009.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam pesepektif Hasan Langgulung
Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlak, intelektual dan sosial yang
berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan
teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan untuk mempersiapkannya untuk
kehidupan dunia.
Penelitian-penilitian di atas hanya focus pada pemikiran masing-masing
tokoh belum ada satu penelitian pun yang menkomparasikan antara pemikiran
keduanya.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan komparatif, yakni penelitian yang dapat
menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang
benda-benda, orang-orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok,
terhadap ide atau prosedur kerja. Juga membandingkan kesamaan pandangan dan
perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara, terhadap kasus,
terhadap orang, kasus, peristiwa atau ide.36
23
Sedangkan jenis kajiannya menggunakan library research (penelitian
kepustakaan) yaitu penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk
memperoleh data penelitiannya.37 Beberapa alasan membatasi penelitian pada
studi pustaka, yaitu:
a. Karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian
pustaka dan sebaliknya tidak mungkin mengharapkan datanya dari riset
lapangan.
b. Studi pustaka diperlukan sebagai salah satu tahap tersendiri yaitu studi
pendahuluan untuk memahami lebih mendalam gejala baru yang tengah terjadi
di lapangan atau masyarakat
c. Data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitiannya.38
Ada empat ciri utama studi kepustakaan:
a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks atau data angka dan bukan dengan
pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian, orang,
atau benda-benda lainnya.
b. Data pustaka bersifat siap pakai. Artinya peneliti tidak pergi kemana-mana,
kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia
di perpustakaan.
c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti
memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan
24
pertama di lapangan. Namun demikian data pustaka sampai tingkat tertentu
juga bisa berarti sumber primer, sejauh ditulis oleh tangan pertama.
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan
dengan informasi statis, tetap.39
2. Sumber Data
Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
bahan-bahan tertulis berupa literatur berbahasa Arab dan Indonesia yang
mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen
perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber, yakni primer dan sekunder.
Adapun sumber-sumber yang akan dipakai adalah sebagai berikut:
a. Sumber primer yang digunakan adalah
1) Al-Shakhs}iyyat al-Isla>m karya Taqiyuddin al-Nabhani , yang memuat pokok-pokok pendidikan kepribadian Islam
2) Niz}a>m al-Isla>m karya Taqiyuddin al-Nabhani , yang memuat pokok-pokok pendidikan menuju kebangkitan Manusia
3) Al-Takattul al-Hizbi> karya Taqiyuddin al-Nabhani , yang memuat pokok-pokok pendidikan masyarakat
4) Pendidikan dan Peradaban Islam Karya Hasan Langgulung
5) Asas-asas Pendidikan Islam karya Hasan Langgulung
6) Pendidikan Islam menghadapi Abad ke 21 Karya Hasan Langgulung
25
7) Manusia dan Pendidikan Karya Hasan Langgulung
b. Sumber sekunder :
1) Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah
2) Mafa>hi>m Isla>miyyah, syarah dari karya Muhammad Husain Abdullah
3) Al-Daulat al-Isla>m Karya Taqiyuddin al-Nabhani
3. Teknik Analisa Data
Analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan metode
perbandingan tetap atau Constant Comparatif Method, yaitu secara tetap
membandingkan satu data dengan data yang lain, dan secara tetap
membandingkan kategori dengan kategori yang lain.40 Secara umum proses
analisis datanya mencakup:
a. Reduksi data, yaitu identifikasi satuan.
b. Kategorisasi, upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian
yang memiliki kesamaan
c. Sintesasi, yaitu mencari kaitan antara satu kategori dengankategori
lainnya
40Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT.Remaja
26
d. Hipotesis, yaitu merumuskan suatu pernyataan yang proposisional.
Hepotesis ini sudah merupakan teori subtantif (teori yang berasal dan
masih terkait dengan data).41
I. Sistematika Pembahasan
Agar hasil penelitian ini sistemis dan terarah, perlu disusun sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab pertama berisi pendahuluan, mencakup latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian teoretik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua berisi deskripsi ringkas tentang pendidikan Islam perspektif
Taqiyuddin al-Nabhani , yang meliputi, 1. Biografi penulis, 2. Fundamentalis ideas yang terdiri dari hakikat manusia, masyarakat, pengetahuan, akhlak dan akidah
sebagai dasar pendidikan, 3. Tinjauan filosofis yang terdiri dari tujuan pendidikan
Islam adalah membentuk shakhs}iyyah Islam (kepribadian Islam), ruang lingkup pendidikan Islam, metode pendidika, pendidikan masyarakat, metode pendidikan
masyarakat, peran negara dalam pendidikan.
Bab ketiga berisi tentang konsep pendidikan Islam perspektif Hasan
Langgulung, yang meliputi 1. Biografi penulis, 2. Fundamental ideas pemikiran
pendidikan Hasan Langgulung yang terdiri dari hakikat manusia, alam dan
27
kehidupan, hakikat masyarakat, hakikat pengetahuan, hakikat akhlak akidah sebagai
dasar dan al-Qur’a>n-Hadis sebagai sumber pendidikan, 3. tinjauan filosofis pemikiran
pendidikan Hasan Langgulung pengertian pendidikan Islam, yang terdiri dari
asas-asas pendidikan Islam, tujuan pendidikan, penyusunan dasar-dasar kurikulum dalam
pendidikan Islami, implementasi pendidikan Islam, pendidikan Islam menghadapi
tantangan modern.
Bab keempat mendeskripsikan analisa dan penyajian data meliputi
komparasi konsep pendidikan perspektif al-Nabhani dan Hasan Langgulung, meliputi persamaan dan perbedaan pemikiran antara keduanya, kelemahan dan
kelebihan konsep keduanya.
28
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF TAQIYUDDIN
AL-NABHANI
A. Biografi Taqiyuddin al-Nabhani (1909 – 1977 M)
1. Kelahiran dan Pertumbuhan
Syaikh Taqiyuddin adalah putra dari Syaikh Muhammad Taqiyuddin bin
Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf al-Nabhani. Ia tinggal di daerah Ijzim,
Haifa, Palestina Utara. Al-Nabhani dilahirkan pada tahun 1909. Dia mendapat pendidikan ilmu dan agama dari ayahnya sendiri,seorang pengajar ilmu-ilmu
syari’ah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa
cabang ilmu syari’ah, yang didapat dari ayahnya, Syaikh Yusuf bin Ismail bin
Yusuf al-Nabhani. Dia adalah seorang qa>d}i> (hakim), penyair, sastrawan, dan salah
satu ulama terkemuka dalam Daulah Usmaniyah. Dia juga seorang penulis, dia
menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai 80 buah.1
2. Ilmu dan Pendidikannya
Syaikh Taqiyuddin mendapat didikan agama langsung dari ayah dan
kakeknya. Dia banyak mendapat pengaruh dan ilmu dari kakeknya terutama
terutama tentang ilmu politik. Dia juga mendapatkan pendidikannya di
sekolah-sekolah formal di daerah Ijzim. Kemudian berpindah Akka untuk melanjutkan
pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum menamatkan sekolahnya di Akka,
dia menuju al-Azhar. Syaikh Taqiyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di
1 M.Ali Dodiman, Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah (Bogor: al-Azhar Fresh
29
Tsanawiyah al-Azhar pada tahun 1928 dan lulus pada tahun yang sama. Lalu
melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang
Azhar. Di samping itu dia banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiyah di
al-Azhar yang diikuti oleh syaikh-syaikh al-al-Azhar, semisal Syaikh Muhammad
Al-Hidlir Husain. Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani menyelesaikan kuliahnya di Darul
Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama dia menyelesaikan kuliahnya di
al-Azhar al-Shari>f menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih
beberapa Syaikh al-Azhar dan menghadiri h}alaqah-h}alaqah mereka mengenai Bahasa Arab, dan ilmu-ilmu syari’ah seperti Fikih, Ushul Fikih, Hadis, Tafsir,
Tauhid (ilmu Kalam).
Dalam forum-forum h}alaqah tersebut, al-Nabhani dikenal oleh kawannya sebagai sosok dengan pemikiran yang genial, pendapat yang kokoh, pemahaman
yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan orang dalam
perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyyah.2
3. Bidang-Bidang Aktivitasnya
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani
kembali ke Palestina untukbekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai
seorang guru di Haifa. Kemudian dia mengajukan permohonan untuk bekerja di
Mahkamah Syari’ah. Dia lebih mengutamakan bekerja di bidang peradilan karena
dia menyaksikan pengaruh Imperialis Barat dalam bidang pendidikan, yang
ternyata lebih besar daripada bidang peradilan. Syaikh Taqiyuddin sangat
berkeinginan untuk bekerja di Mahkamah Syar’iyah. Dengan bantuan
30
kawannya, Syaikh Taqiyuddin akhirnya diangkat sebagai sekretaris di Mahkamah
Syar’iyah Beisan, lalu dipindah ke Thabriya. Namun karena dia mempunyai
cita-cita dan pengetahuan dalam masalah peradilan, maka dia terdorong untuk
mengajukan permohonan kepada al-Majli>s al-Isla>m> al-A’la>, agar mengabulkan permohonannya untuk mendapatkan hak menangani peradilan. Setelah para
pejabat peradilan menerima permohonannya, lalu dia ke Haifa dan diangkat
sebagai Kepala Sekretaris di Mahkamah Syar’iyah Haifa. Tahun 1940, dia
diangkat sebagai Musha>wir (Asisten Qa>d}i>) hingga tahun 1945, ia kemudian dipindah ke Ramallah untuk menjadi qa>d}i> di Mahkamah Ramallah sampai tahun
1948. Lalu diangkat sebagai anggota Mahkamah Isti’na>f, dan dia tetap memegang kedudukan itu sampai tahun 1950. Tahun 1950 dia mengajukan permohonan
mengundurkan diri, karena dia mencalonan diri untuk menjadi anggota Majelis
Niyabi (Majelis Perwakilan).3
4. Aktivitas Politiknya
Sejak remaja Syaikh al-Nabhani sudah memulai aktivitas politiknya karena
pengaruh kakeknya, Syaikh Yusuf al-Nabhani yang pernah terlibat diskusi-diskusi
dengan orang-orang yang terpengaruh peradaban Barat, seperti Muhammad
Abduh, para pengikut ide pembaharuan, tokoh-tokoh Freemasonry, dan
pihak-pihak lain yang merongrong dan membangkang terhadap Daulah Utsmaniyah.
Perdebatan-perdebatan politik di antara para mahasiswa di al-Azhar dan di
Kulliyyah Da>r al-‘Ulu>m, telah menyingkapkan kepeduliannya akan
masalah-masalah politik. Ia dan sahabatnya menggaungkan seruan-seruan yang bersifat
31
menantang, yang mampu memimpin situasi al-Azhar saat itu. Di samping itu, dia
juga melakukan berbagai perdebatan dengan para ulama al-Azhar mengenai apa
yang harus dilakukan dengan serius untuk membangkitkan umat Islam. Ketika
Syaikh al-Nabhani kembali dari Kairo ke Palestina dan bertugas di Kementerian
Pendidikan Palestina, Dia melakukan kegiatan yang cukup menarik perhatian,
yakni memberikan kesadaran kepada para murid yang diajarnya dan orang-orang
yang ditemuinya, mengenai situasi yang terjadi saat itu. Dia juga membangkitkan
kebencian terhadap penjajah Barat dan memberi semangat mereka untuk
berpegang teguh terhadap Islam. Dia menyampaikannya dalam khutbah-khutbah,
dialog-dialog, dan perdebatan-perdebatan yang ia lakukan. Pada setiap topik yang
ia sodorkan, hujjahnya senantiasa kuat. Ketika dia pindah pekerjaan ke bidang
peradilan, dia pun lalu mengadakan kontak dengan para ulama yang dia kenal dan
dia temui di Mesir. Dia mengajukan ide untuk membentuk sebuah partai politik
yang berasaskan Islam untuk membangkitkan kaum Muslim dan mengembalikan
kemuliaan dan kejayaannya. Dia banyak berdebat dengan para pendiri
organisasi-organisasi sosial Islam dan partai-partai politik yang bercorak Nasionalis dan
Patriotis. Dia menjelaskan kekeliruan langkah mereka, kesalahan pemikiran
mereka, dan rusaknya kegiatan mereka. Dia juga sering membongkar
strategi-strategi politik negara-negara Barat dan membeberkan niat-niat mereka untuk
menghancurkan Islam dan umatnya. Dia berpandangan bahwa kaum Muslim
berkewajiban untuk mendirikan partai politik yang berasaskan Islam.
Semua ini membuat murka Raja Abdullah bin al-Hussain, dan
32
menerima permintaan maaf dari beberapa ulama atas sikap Syaikh Taqiyuddin
tersebut lalu memerintahkan pembebasannya, sehingga Syaikh Taqiyuddin tidak
sempat bermalam di tahanan. Dia lalu kembali ke al-Quds mengajukan
pengunduran diri. Syaikh Taqiyuddin kemudian mengajukan dirinya untuk
menduduki Majelis Perwakilan. Namun karena sikap-sikapnya, aktivitas politik
dan upayanya yang sungguh-sungguh untuk membentuk sebuah partai politik, dan
keteguhannya berpegang kepada agama, maka akhirnya hasil pemilu menganggap
Syaikh Taqiyuddin tidak layak untuk duduk dalam Majelis Perwakilan.
Namun demikian, aktivitas politik Syaikh Taqiyuddin tidaklah mandeg dan
tekadnya tiada pernah luntur. Dia mengadakan kontak-kontak dan diskusi-diskusi,
sehingga akhirnya dia berhasil meyakinkan sejumlah ulama dan qa>d}i> terkemuka
serta para tokoh politikus dan pemikir untuk membentuk sebuah partai politik
yang berasaskan Islam. Ternyata, pemikiran-pemikirannya ini dapat diterima dan
disetujui oleh para ulama tersebut. Maka aktivitasnya pun menjadi semakin padat
dengan terbentuknya Hizbut Tahrir. Partai ini secara resmi dibentuk tahun 1953,
pada saat Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani mengajukan permohonan resmi kepada
Departemen dalam Negeri Yordania sesuai undang-undang organisasi yang
diterapkan saat itu. Dalam surat itu terdapat permohonan izin agar Hizbut Tahrir
dibolehkan melakukan aktivitas politiknya. Akan tetapi Departemen Dalam
Negeri Yordania mengirimkan surat pelarangan kepada Hizb. Atas dasar surat ini,
Hizb dilarang untuk melakukan kegiatan apa pun. Sejak saat itu Hizb tidak
dibolehkan melakukan aktivitas dan segala aktivitasnya pun dilarang. Namun
33
misinya menyebarkan risalah yang telah dia tetapkan sebagai asas-asas bagi Hizb.
Dia menaruh harapannya untuk membangkitkan umat Islam pada Hizbut Tahrir,
gerakan yang telah dia dirikan dan dia tetapkan falsafahnya dengan
karakter-karakter tertentu yang dia gali dari nas}-nas} syara’ dan sirah Nabi SAW.
Syaikh Taqiyuddin kemudian menjalankan aktivitas secara rahasia dan
segera membentuk Dewan Pimpinan yang baru bagi Hizb, dia sendiri yang
menjadi pimpinannya. Dewan Pimpinan ini dikenal dengan sebutan Lajnah
Qiya>dah. Dia terus memegang kepemimpinan Dewan Pimpinan Hizb ini sampai
wafatnya dia pada tanggal 25 Rajab 1398 H, bertepatan dengan tanggal 20 Juni
1977 M. Di bawah kepemimpinannya, Hizbut Tahrir telah melancarkan beberapa
upaya dakwah pemikiran, dan membentuk kesadaran untuk menerpkan Islam
dalam naungan Khilafah di banyak negeri-negeri Arab, seperti di Yordania pada
tahun 1969, di Mesir tahun 1973, dan di Iraq tahun 1972. Juga di Tunisia,
Aljazair, dan Sudan.4
5. Karya-Karyanya
Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani wafat tahun 1398 H/ 1977 M dan dikuburkan
di Al-Auza’i di Beirut. Dia telah meninggalkan kitab-kitab penting. Dialah yang
menulis seluruh pemikiran dan pemahaman Hizb, baik yang berkenaan dengan
hukum-hukum syara’, maupun yang lainnya seperti masalah ideologi, pendidikan,
politik, ekonomi, dan sosial. Dawud Hamdan telah menjelaskan karakter
kitab-kitab Syaikh Taqiyuddin dengan pernyataannya :
“Sesungguhnya kitab ini yakni kitab Al-Daulah Al-Isla>miyyah bukanlah sebuah kitab untuk sekedar dipelajari, akan tetapi kitab ini dan kitab lainnya
34
yang telah disebarluaskan oleh Hizbut Tahrir seperti kitab Usu>s al-Nahd}ah, Niz}a>mu al-Islam, ai-Niz}a>m al-Ijtima>’i> fi> al-Isla>m, al- Niz}a>m al-Iqthis}a>di> fi> Isla>m, Niz}a>m Hukmi, Shakhs}iyyah Isla>miyyah, Takattul al-Hizbi, Mafa>hi>m Hizbi al-Tah}ri>r, Mafa>hi>m Siya>siyyah li Hizbi al-Tah}ri>r, menurut saya adalah kitab yang dimaksudkan untuk membangkitkan kaum Muslimin dengan jalan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islamiyah.” Oleh karena itu, kitab-kitab Syaikh Taqiyuddin terlihat istimewa karena mencakup dan meliputi berbagai aspek kehidupan dan problematika manusia. Kitab-kitab yang membahas aspek-aspek kehidupan individu, politik, kenegaraan, sosial, dan ekonomi tersebut, merupakan landasan ideologis dan politis bagi Hizbut Tahrir, di mana Syaikh Taqiyuddin menjadi motornya. Karena beraneka ragamnya bidang kajian dalam kitab-kitab yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin, maka tak aneh bila karya-karyanya mencapai lebih dari 30 kitab. Ini belum termasuk memorandum-memorandum politik yang ia tulis untuk memecahkan problematika-problematika politik. Belum lagi banyak selebaran-selebaran dan penjelasan-penjelasan mengenai masalah-masalah pemikiran dan politik yang penting”.
Karya-karya Syaikh Taqiyuddin, baik yang berkenaan dengan politik
maupun pemikiran, dicirikan dengan adanya kesadaran, kecermatan, dan
kejelasan, serta sangat sistematis, sehingga ia dapat menampilkan Islam sebagai
ideologi yang sempurna dan komprehensif yang di-istinba>t} dari dalil-dalil syar’i
yang terkandung dalam al-Kita>b dan al-Sunnah. Karya-karya Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihadnya antara lain, Niz}a>m al-Islam, Al-Takattul al-Hizbi, Mafa>hi>m Hizbi al-Tah}ri>r, Al- Niz}a>m
35
Al-Amrikiyyah wa al-Inkili>ziyyah, Naz}a>riyat al-Fira>gh al-Siya>si Haula Masyru>’
Aizanh}awa>r.
Selain itu juga ada ribuan selebaran-selebaran mengenai pemikiran, politik,
dan ekonomi, pendidikan, serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama
anggota Hizbut Tahrir dengan maksud agar kitab-kitab itu mudah ia sebarluaskan
setelah adanya undang-undang yang melarang peredaran kitab-kitab karya Syaikh
Taqiyuddin. Di antara kitab itu adalah, Al-Siya>sah al-Iqt}is}a>diyyah al-Mutsla>., Naqd}u> Ishtira>kiyyah Markisiyyah, Kaifa Hudimat al Khilafah, Ah}ka>m al-Bayyina>t, Niz}a>m al-Uqu>ba>t, Ah}ka>m al-S}ala>t, Al-Fikr al-Isla>mi>.5
B. Konsep Pendidikan Islam Menurut Taqiyuddin al-Nabhani
1. Fundamental Ideas Pemikiran Pendidikan Taqiyuddin al-Nabhani
a. Hakikat Manusia, Alam dan Kehidupan
Manusia dalam pandangan Taqiyuddin merupakan ciptaan Allah, ia
menyatakan bahwa manusia, alam semesta, dan hidup merupakan unsur yang
bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan membutuhkan kepada yang lain.
Apabila segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan dapat disimpulkan bahwa
semuanya tidak azali. Dengan demikian segala yang terbatas pasti diciptakan oleh
yang lain yaitu al-Kha>liq. Dialah yang menciptakan manusia, hidup, dan alam semesta.6 Pencipta (al-Kha>liq) yang telah meciptakan ketiganya, serta yang telah
meciptakan segala sesuatu lainnya. Dialah Allah SWT Allah telah menciptakan
segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud, wajib
5Ibid.,39-47
6
Taqiyuddinal-Nabhani, Niz}a>m al-Isla>m (TT: M>in manshu>ra>ti hizbit tah}ri>r, 2001),
36
adanya. Untuk membuktikan adanya al-Kha>liq yang Maha Pengatur, sebenarnya
cukup hanya dengan mengarahkan perhatian manusia terhadap benda-benda yang
ada di alam semesta, fenomena hidup, dan diri manusia sendiri, sebagaimana
dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’>an. Dengan mengamati benda-benda tersebut, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti, akan adanya
Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.7
b. Hakikat Masyarakat
Masyarakat menurut Taqiyuddin terdiri dari individu, pemikiran, perasaan,
dan peraturan.8 Masyarakat terbentuk dari individu-individu dan interaksi yang
bersifat natural sebagai hasil dari dorongan-dorongan akan pemenuhan bagi
individu itu, apakah pemenuhan-pemenuhan nalurinya atau pemenuhan kebutuhan
jasmaninya. Apabila hubungan-hubungan diantara individu masyarakat diabaikan
dengan tanpa adanya pengaturan yang benar maka akan mendatangkan pada
kekacauan dan perebutan atas segala sesuatu. Hubungan-hubungan antara
individu juga mewujudkan pada pemikiran-pemikiran mereka tentang sesuatu dan
perbuatan yang dibutuhkan untuk pemenuhan. Mereka menghukumi sesuatu itu
tercela atau terpuji. Sedangkan pemikiran-pemikiran terhadap sesuatu itu
membentuk perasaan pada manusia, lalu manusia cenderung pada sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya dan berpaling dari sesuatu yang tidak bisa memenuhi
kebutuhannya. Maka mereka mengatur hubungan hubungannya berdasarkan atas
7
Ibid., 6
37
pemikiran-pemikiran dan perasaan tersebut yang membentuk sebuah sistem bagi
mereka.9
Masyarakat terbagi menjadi dua, masyarakat yang khas dan masyarakat
yang tidak khas. Masyarakat yang khas adalah masyarakat yang
individu-individu, pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan dan sistem-sistemnya terdiri
dari satu jenis. Yaitu masyarakat yang memeluk satu idiologi, idiologi adalah
akidah yang mendasar sehingga diatasnya bisa digali semua pemikiran yang
dibutuhkan untuk memenuhi naluri-naluri semua individu serta
kebutuhan-kebutuhan jasmani mereka untuk memecahkan berbagai problematika hidup yang
dihadapi mereka.10 Contoh masyarakat Islam, adalah masyarakat yang mayoritas
individunya berakidah Islam, pemikiran dan perasaannya juga sesuai dengan
akidahnya dan juga menerapkan sistem Islam dalam kehidupannya.
Masyarakat yang tidak khas adalah masyarakat semua komponennya bukan
berasal dari idiologi yang satu.11 Sebuah contoh masyarakat India tidak bisa
dinamakan masyarakat kapitalis maupun masyarakat komunis, karena mayoritas
masyarakatnya beragama Hindu atau Budha, dan akidahnya tidak digunakan
sistem kehiudpannya termasuk juga pemikiran dan perasaannya berbeda dengan
akidahnya.
c. Hakikat Pengetahuan Manusia
Dalam pandangan Taqiyuddin, pengetahuan yang diawali dengan jalan
berfikir merupakan dasar kebangkitan. Ia menyatakan bahwa bangkitnya manusia
9
Muhammad Husain Abdullah, Mafa>him Isla>miyyah, ter. M. Ramli (Jakarta: Pustaka Thoriqul Izzah, 2007), 104-106
10
Ibid., 108
38
tergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta
hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang
ada sesudahnya. Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat mafa>hi>m
(persepsi) terhadap segala sesuatu. Disamping itu, manusia selalu mengatur
tingkah lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan mafa>hi>m-nya terhadap
kehidupan. Sebagai contoh, mafa>hi>m seseorang terhadap orang yang dicintainya akan membentuk perilaku yang berlawanan dari orang lain yang dibencinya.
Dengan demikian, apabila hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah
menjadi luhur, maka harus mengubah mafhu>m-nya terlebih dahulu dan untuk mengubah pemahaman adalah dengan mengubah pemikirannya.12 Berfikir adalah
pintu utama dalam pengetahuan manusia.
Berdasarkan obyek materi pengetahuan manusia, Taqiyuddin membaginya
menjadi dua, yaitu ilmu dan thaqa>fah, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Pengertian Ilmu, menurut Bahasa dikatakan ‘alima al-rajulu ‘ilman, artinya
hakekat suatu ilmu telah dimilikinya. Dan ‘alima asl-syai’a, artinya dia telah
mengetahui sesuatu. Juga a’llamahu al-amru wa bi al-amri, artinya
memberitahukannya. Sedangkan menurut istilah Ilmu adalah pengetahuan yang
diambil melalui cara penelaahan, eksperimen dan kesimpulan. Misalnya ilmu
Fisika, ilmu Kimia dan berbagai ilmu eksperimental lainnya.13
12
Taqiyuddinal-Nabhani, Niz}a>m al-Isla>m...4
13 Taqiyuddin, Al-Shakhs}iyyat al-Isla>m, Terj. Zakia Ahmad (Jakarta: Pustaka