• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komparasi Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komparasi Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Di susun oleh:

ISNAWATI

NIM (1111011000018)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Kata Kunci: Komparasi, Pemikiran Hasan al-Banna, Pemikiran Ahmad Dahlan, Konsep Pendidikan Islam.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal, mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut, serta mengetahui relevansi dari pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa mempelajari dan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan kedua tokoh yang dibahas. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/ library research yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan.

(6)

ii

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini.

Shalawat beserta salam semoga Allah senantiasa melimpahkannya kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya yang telah memberikan tuntunan bagi kita semua (Umat Islam) kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat meyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Abdul Madjid Khon. M.A, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Ibu Marhamah Shaleh, Lc. MA, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. Serta staf administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Faza Amri, S.Th.I.

(7)

iii

Pendidikan Agama Islam yang pernah memberikan ilmu kepada penulis, dan seluruh dosen yang ada di naungan UIN Syarif Hidayatullah.

6. Bapak Prof. Dr. Ahmad Syafi’e Noor, Bapak Muhammad Zuhdi, Ph.D dan

Bapak Dr. H. Akhmad Shodiq, MA yang selalu memberikan bimbingan serta menjadi inspirasi dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

7. Ayahanda Dasuki dan Ibunda Suyatmi tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih dan sayang yang tak terhingga, yang tidak bisa dibalas dengan apapun, dan selalu mendo’akan serta memberi dukungan dengan segala pengorbanan dan keihklasan. (semoga Allah membalas segala pengorbanan mereka). Kakak-kakak tercinta yang telah memberikan segala bantuan dan do’a untuk adiknya tercinta.

8. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan keleluasaan dalam peminjaman buku-buku yang dibutuhkan

10. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Agama Islam, Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, dan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan keleluasaan kepada penulis dalam peminjaman buku-buku yang dibutuhkan.

(8)

iv

Cabang Ciputat, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Para pengurus HMJ PAI periode 2013-2014, para pengurus FK2I (Forum Komunikasi dan Kajian Mahasiswa PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UKM FLAT (Foreign Language Asociation) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan teman-teman angkatan 14 Kahfi BBC Motivator School Jakarta yang selalu menjadi motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman PAI angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama dan saling membantu dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kehadirat Allah SWT. Semoga amal baik semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, memperhatikan dan membantu penulis dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Dan mudah-mudahan apa yang penulis usahakan dapat bermanfaat. Amiin…

Jakarta, 05 Mei 2015

(9)

v SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A.Kajian Teori... 9

1. Pendidikan ... 9

a. Pengertian Pendidikan………. ... 9

b. Tujuan Pendidikan………. ... 10

c. Komponen-komponen Pendidikan... 11

2. Pendidikan Islam ………. ... 11

a. Pengertian Pendidikan Islam………. ... 11

b. Obyek Pendidikan Islam ………. ... 12

c. Tujuan Pendidikan Islam ………. ... 13

d. Materi dalam Pendidikan Islam ………. .. 15

e. Metode dalam Pendidikan Islam... 16

f. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam …… .. 18

g. Evaluasi Pendidikan Islam ………. ... 20

(10)

vi

B. Metode Penelitian...……...………..………. 23

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………. 27

D. Analisis Data………. ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 43

A. Hasan al-Banna...……… 28

1. Riwayat Hidup Hasan al-Banna... 28

2. Riwayat Pendidikan Hasan al-Banna... 29

3. Karya-karya Hasan al-Banna... 31

4. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna... 32

a. Asas / pondasi Pendidikan Islam... 33

b. Tujuan Pendidikan Islam... 36

c. Materi Pendidikan Islam... 38

d. Metode Pendidikan Islam... 39

e. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam... 40

f. Evaluasi Pendidikan Islam... 41

B. Ahmad Dahlan...………….……… 41

1. Riwayat Hidup Ahmad Dahlan... 41

2. Riwayat Pendidikan Ahmad Dahlan... 52

3. Karya-karya Ahmad Dahlan... 53

4. Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan... 54

a. Asas / pondasi Pendidikan Islam... 54

b. Tujuan Pendidikan Islam... 55

c. Materi Pendidikan Islam... 57

d. Metode Pendidikan Islam... 58

e. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam... 60

f. Evaluasi Pendidikan Islam... 62

(11)

vii

A. Kesimpulan…………... 76

B. Implikasi………... 78

C. Saran………... 78

(12)
[image:12.595.153.444.266.565.2]
(13)
(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan dengan sangat cepat yang mewarnai seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam rangka mengimbangi perkembangan IPTEK tersebut pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi setiap warganya. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, manusia merupakan kekuatan sentral dalam pembangunan, sehingga mutu dan sistem pendidikan akan dapat ditentukan keberhasilannya melalui peningkatan motivasi belajar siswa.

Dewasa ini, kehidupan dan peradaban manusia telah mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu, lembaga pendidikan berusaha mengembangkan kualitas pendidikan disegala bidang ilmu dan termasuk juga penerapannya dalam kehidupam sehari-hari. Era yang demikian memunculkan sebuah krisis dimensi spiritual dalam kehidupan individu, masyarakat bahkan pada sektor yang lebih luas berbangsa dan bernegara.1

Dari paparan diatas, dapat kita ketahui betapa pentingnya peranan pendidikan agama Islam dalam membangun moral suatu bangsa dan negara menuju gerbang kesejahteraan dan perdamaian. Oleh karena itu, sudah selayaknya menjadi sebuah

1 M. Samsul Arifin, Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari

(15)

keharusan apabila lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat yang paling bawah sampai dengan perguruan tinggi untuk memberikan materi-materi pelajaran yang bernuansa keagamaan.

Kedudukan Indonesia sebagai negara konsumen semakin dikukuhkan oleh kenyataan bahwa ketergantungan terhadap produk-produk manca negara bukan hanya pada dimensi material, tetapi juga merasuk kedalam ranah intelektual. Kemalasan berpikir dan ketiadaan rasa percaya diri menjadi penyumbang terbesar mengapa kita terus menerus menjadi bangsa pemamah, bukan produsen. Inilah tantangan terbesar yang harus dihadapi masyarakat Indonesia. Bila perjuangan sebelum tahun 1945 dialamatkan untuk melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, maka generasi sesudahnya wajib berjuang untuk mentransformasikan Indonesia dari bangsa pemamah (konsumen) menjadi bangsa produktif (produsen).2

Selain hal diatas, perkembangan sains dan teknologi yang semakin hari semakin cepat sehingga tidak memungkinkan seseorang untuk mengikuti seluruh proses perkembangannya yang menuntut adanya penguasaan sains dan teknologi informasi bagi seluruh elemen bangsa dalam segala ranah kehidupan. Dewasa ini perkembangan dunia modern menuntut bangsa Indonesia untuk senantiasa berupaya meningkatkan mutu IPTEK, disamping untuk meningkatkan kualitas manusia dalam hal tersebut juga untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia dimasa yang akan datang.

Keadaan pendidikan suatu bangsa sangat mempengaruhi keadaan bangsa itu kedepan, karena pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan ini, tidak ada satu halpun yang bisa terlepas dari pendidikan, baik itu ekonomi, politik, hukum dan yang lainnya.

Begitu urgennya masalah pendidikan, sehingga begitu banyak para pakar ataupun tokoh yang senantiasa berupaya melahirkan pemikiran-pemikiran tentang

(16)

pendidikan. Baik yang sifatnya pengetahuan yang benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah ada ataupun pemikiran yang sifatnya pengembangan atau diadakan inovasi dari pemikiran yang sudah ada.3

Diantara para pemikir dan tokoh pendidikan Islam yang monumental adalah Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan. Pandangan yang luas dan wawasan yang dalam terhadap ajaran Islam mempengaruhi pemikiran kedua tokoh dalam memandang persoalan pendidikan Islam. Oleh karena itu, sejumlah ide dan pemikiran muncul dari kedua tokoh dalam menata sistem pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Hasan al-Banna adalah seorang pendidik istimewa dengan bakat dan proses belajar. Bakat dan pengalamannya ini ia terapkan dalam mendidik generasi mukmin yang diharapkan dapat membawa kebangkitan umat. Ia begitu kuat membekali generasi ini dengan keistimewaan-keistimewaan tertentu yang dapat mengemban misi perubahan dan komitmen pada pembaharuan dan reformasi total bagi negrinya, lalu bagi umatnya secara keseluruhan.4

Melalui metode sederhana dan cukup praktis dengan berbagai pendekatan, ternyata langkah-langkah Hasan al-Banna mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Lewat usahanya itu, ia dapat mendidik puluhan ribu umat dari berbagai strata kehidupan mulai dari buruh, petani dan pedagang. Baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan yang selama ini belum dapat kesempatan memperoleh pendidikan, bahkan dalam sejarah dijelaskan, Hasan al-Banna berhasil mendirikan lembaga pendidikan formal yang di beri nama Ma’had Ummahat al-Muslimin sebagai tempat pendidikan khas bagi kaum muslimah.5

Di samping itu, Hasan al-Banna telah pula berhasil mencanagkan ide-ide pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam saat itu, yaitu berupa membuka kesempatan bagi setiap anak orang Islam dari berbagai strata kehidupan bahkan

3Ibid, h. 8

4 Yusuf al-Qardhawi, 70 Tahun al-Ikhwan al-Muslimun; Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah dan

Jihad, terj. Mustolah Maufur & Abdurrahman Husain, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1999), h. 73

(17)

anak putus sekolah untuk memperoleh kesempatan belajar secara cuma-cuma (pendidikan gratis).6

Warisan pemikiran Hasan al-Banna tentang komponen-komponen pendidikan yang bersifat integral itu perlu di teliti untuk di kembangkan dan menjadikannya sebagai aset yang memperkaya konsep pendidikan di Indonesia, baik pendidikan agama yang ada di sekolah-sekolah umum di bawah Diknas maupun pendidikan yang di naungi Kementrian Agama. Karena di yakini, ide-idenya itu punya nilai signifikan dalam memformat ulang sistem pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang akhir-akhir ini semakin dirasakan sifat parsialnya, akibatnya adalah pendidikan baru mampu menciptakan output yang kokoh dalam dimensi kognitif-intelektual, akan tetapi rapauh pada dimensi afektif-moralitas religius.7

Munculnya pemikiran Hasan al-Banna dalam bidang pendidikan tidak terlepas dari faktor kondisi umat Islam Mesir. Umat Islam saat itu telah terlalu jauh dari ajaran agamanya karena mereka berada dalam kendali bangsa Barat. Lembaga pendidikan yang di kelola pemerintah semata-mata bertujuan mencetak calon pegawai pemerintah dan hanya mementingkan pengetahuan umum, sementara lembaga pendidikan madrasah terfokus dalam pelajaran agama bahkan sibuk mempertentangkan perbedaan madzhab serta melupakan pengetahuan umum.8

Meskipun banyak bukti yang menunjukkan ketokohan Hasan al-Banna dan sekaligus pemikir dalam pendidikan Islam, bahkan juga sebagai praktisi pendidikan, namun pemikirannya yang cukup brilian dalam pendidikan itu kurang terungkap, dan tidak muncul ke permukaan. Ia lebih di pandang dan di posisikan sebagai sosok mujahid yang berkiprah di dunia dakwah. Oleh karena itu, memposisikan beliau sebagai seorang pemikir pendidikan Islam adalah sesuatu yang menuntut adanya pembuktian dan penelitian.

Pendidikan Islam yang selanjutnya akan dikaji adalah berdasarkan pada pemikiran tokoh yang mempunyai kontribusi besar terhadap pendidikan yang

6 Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikan islam antara Hasan al-Banna dan Mohammad

Natsir, (Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), h. 4

7 Samsul Nizar, Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, (Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2005), h. 88s

(18)

bersala dari Indonesia yakni K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah seorang pemikir kontemporer yang menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi ilmu pengetahuan. Pemikirannya memiliki relevansi dengan perkembangan sains dan teknologi, serta bisa dikatakan mengikuti perkembangan zaman.

Ahmad Dahlan adalah sosok man of action, dia made history for his works than his words. Karena Ahmad Dahlan tidak pernah menorehkan gagasan pembaharuannya dalam warisan tertulis, tetapi lebih pada karya dan aksi sosial nyata. Sehinga Ahmad Dahlan lebih dikenal sebagai sosok pembaharu yang pragmatis.9

Dunia pendidikan pada masa itu telah diracuni oleh penjajah demi kepentingan pribadi dan kelangsungan hidup mereka dibumi pertiwi. Berangkat dari keprihatinan itulah yang mendorong beliau untuk melakukan perjuangan melalui bidang pendidikan. Karena menurutnya hanya dengan pendidikanlah bangsa ini bisa maju dan terbebas dari cengkraman kaum imperialisme.

Namun sistem pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan banyak di kritik. Ia dituduh meniru perbuatan orang kafir. Namun Ahmad Dahlan tidak peduli. Ternyata murid-murid nya terus bertambah. Bahkan sistem kalsikal yang ia terapkan kemudian diikuti pesantren-pesantren hingga kini. Baginya, tidak semua yang berasal dari penjajah itu buruk. Hal-hal yang baik boleh dan bahkan harus diikuti. Ini termasuk ketika ia memasukkan kurikulum pengetahuan umum sebagai mata pelajaran di madrasahnya. Ia juga membentuk Hizbul Wathan (kepanduan), mendirikan rumah sakit dan panti asuhan. Bahkan pendirian Muhammadiyah pada desember 1912, konon juga terinspirasi dari keberadaan penjajah. Ahmad Dahlan melihat penjajah sebagi kekuatan jahat bisa berkuasa mengalahkan kekuatan Islam. Menurutnya, itu karena penajajah terorganisasi

(19)

dengan baik. Ia pun berkesimpulan “kebaikan yang tak terorganisasi akan kalah dengan kejahatan yang terorganisir”.10

Pada hakikatnya cita-cita pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama

-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, serta kuat jasmani dan rohani.11

Kalau dianalisa lebih jauh gagasan yang mendasari cita-cita pendidikan yang digagas oleh Ahmad Dahlan tersebut sangat relevan dengan keinginan untuk mencerdaskan umat Islam, memberikan pemahaman yang benar terhadap ajaran Islam serta memiliki keterampilan yang memadai untuk memenuhi tuntutan hidup. Keberaniannya meniru model pendidikan Barat tersebut mendapat tanggapan seru dari masyarakat.12

Berangkat dari latar-belakang seperti yang dijelaskan diatas tadi, cukup menarik untuk menggali ataupun meneliti pemikiran Hasan al-Banna dan yang pernah mengapungkan pemikiran pendidikan Islam integral dan mengadakan perbandingan terhadap pemikiran kedua tokoh yang berlainan negara itu, karena diyakini bahwa pemikiran keduanya masih relevan untuk diaktualisasikan dan di kembangkan. Disamping adanya persamaan pendanagn tentunya di pihak lain akan ditemukan pula sisi-sisi perbedaan pendangan kedua tokoh, yang agaknya akan menambah dan memperkaya konsep pendidikan Indonesia. Oleh karena itu,

penulis terdorong untuk mengadakan penelitian yang berjudul “STUDI

KOMPARASI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA DAN AHMAD DAHLAN TENTANG KONSEP PENDIDIKAN ISLAM ”.

10 Hery Sucipto & Najmudin Ramly, Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga Amien Raies dan Syafii Maarif, (Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), h, 27

11 Adi Nugroho, K.H. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2010), h. 137.

(20)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka dapat di pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa dan bagaimana pemikiran Hasan al-Banna & Ahmad Dahlan tentang komponen-komponen pendidikan Islam yang ideal.

2. Bagaimana perbedaan dan persamaan pandangan kedua tokoh tersebut,

3. Pemikiran Hasan al-Banna yang brilian tentang Pendidikan Islam kurang terungkap dan belum muncul ke permukaan.

4. Pemikiran Ahmad Dahlan tentang sistem pendidikan integral yang di anggap meniru perbuatan orang kafir

5. Relevansi pemikiran kedua tokoh tersebut dalam dunia pendidikan Islam.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penulis Membatasi masalah

yang akan diteliti hanya pada “Konsep Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan

al-Banna dan Ahmad Dahlan”

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal?

2. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut? 3. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad

(21)

E.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal.

b. Mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut.

c. Mengetahui relevansi pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain : a. Bagi peneliti dapat menemukan dan memperdalam pemahaman tentang

pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal, persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut.

b. Bagi civitas akademik adalah untuk menyumbang khazanah ilmu pengetahuan kepada semua insan akademisi.

(22)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Kajian Teori

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Bila kita berbicara mengenai arti pendidikan, maka kita akan menemukan bermacam-macam definisi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Disini ada beberapa tokoh pendidikan yang memberikan pengertian pendidikan, diantaranya:

1) Menurut Lengeveld, mendidik ialah “mempengaruhi anak dalam upaya

membimbingnya agar menjadi dewasa”. Usaha membimbing yang dimaksud

disini haruslah usaha yang disadari dan dilakukan dengan sengaja.

2) Menurut S.A. Branata dkk, pendidikan ialah “usaha yang sengaja diadakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membantu anak dalam

perkembagannya mencapai kedewasaan”.

3) Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik ialah menuntun segala potensi yang dimiliki anak agar ia dapat mencapai keselmatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik mereka sebagai manusia ataupun sebagai anggota masyarakat.1

(23)

4) Menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif.2

Dalam Ketentuan umum Bab I Pasal I Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional No. 2 Tahun 1989 meyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang”. Sedangkan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pada Bab I, Pasal I, Ayat 1, menjelaskan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

b. Tujuan Pendidikan

dalam setiap usaha atau kegiatan tentu ada tujuan atau target sasaran yang akan dicapai. Demikian pula dengan pendidikan, yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Muhammad al-Thoumy al-Syaibani mengatakan bahwa hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkiatan erat, karena tujuan pendidikan meruapakan masalah itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan bagi arah ke mana perkembangan murid-murid akan diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu.4

2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 28

3Ibid, h.7

(24)

c. Komponen-komponen Pendidikan

Komponen-komponen pendidikan yang berpengaruh dalam proses pendidikan dan fungsinya antara lain :

1) Komponen dasar yang akan diproses anak didik dengan segenap kondisi kognitif, afektif dan psikomotorik yang ada pada dirinya.

2) Komponen alat untuk memproses dalam rangka mempengaruhi anak didik agar terwujud kualitas proses dan hasil pendidikan.

3) Komponen penunjang yang dapat menunjang kelancaran dan motivasi siswa / anak didik dalam proses pendidikan.

2. Pendidikan Islam

a. Pengertian Pendidikan Islam

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan islam.5

Pengertian pendidikan dari segi bahasa yang dimiliki ajaran Islam ternyata jauh lebih beragam, dibandingkan denganpengertian pendidikan dari segi bahasa di luar Islam. Hal ini selain menunjukkan keseriusan dan kecermatan ajaran Islam dalam membina potensi manusia secara detail, juga menunjukkan tanggung jawab yang besar pula. Yakni, bahwa dalam melakukan tidak boleh mengabaikan seluruh potensi manusia.6

Terlepas dari perdebatan makna ketiga term diatas, secara terminoogi, para ahli pendidikan Islam mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, yakni sebagai berikut :

5 Al-Rasyidin & Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan

Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), h. 25

(25)

1) Al-Syaibaniy ; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.

2) Muhammad Fadhil al-Jamaly ; pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya.

3) Ahmad Tafsir ; pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.7

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para tokoh di atas, dapat disimpulakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, melalui pendekatan Pendidikan Islam ini ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakini.

b. Objek Pendidikan Islam

Sejalan dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk di alam ini, pendidikan Islam mempunyai objek pada tiga pengembangan fungsi manusia, yaitu:

1) Menyadarkan manusia sebagai makhluk individu, yaitu makhluk yang hidup di tengah makhluk-makhluk lain, manusia harus bisa memerankan fungsi dan tanggung jawabnya, manusia akan mampu berperan sebagai makhluk Allah yang paling utama di antara makhluk lainnya dan memfungsikan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Menyadarkan fungsi manusia sebagai makhluk

(26)

sosial. Sebagai makhluk sosial manusia harus mengadakan interrelasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Menyadarkan manusia sebagai hamba Allah SWT. Manusia sebagai makhluk yang berketuhanan, sikap dan watak religiulitasnya perlu di kembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya. Dalam fitrah manusia telah di beri kemampuan untuk beragama.8

Dengan kesadaran demikian, manusia sebagai khalifah di aats muka bumi dan yang terbaik di antara makhluk lain akan mendorong untuk melakukan pengelolaan serta mendayagunakan ciptaan Allah untuk kesejahteraan hidup bersama-sama dengan lainnya. Pada akhirnya, kesejahteraan yang diperolehnya itu di gunakan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.9

c. Tujuan Pendidikan Islam

Sebelum menjelaskan bagaimana tujuan pendidikan Islam, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui tujuan pendidikan secara umum, menurut salah satu tokoh pendidikan yang terkemuka yakni John Dewey, ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan sikap hati-hati, awas dan kebiasaan-kebiasaan berpikir hati-hati.10

Para ahli berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan ada tiga, yang semuanya masih bersifat normatif, Pertama, memberikan arah bagi proses pendidikan. Kedua, memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan, karena pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan diinternalisasi pada anak didik. Ketiga, tujuan pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan.11

Menurut Mahmud Yunus dalam bukunya Pendidikan dan Pengajaran,

tujuan pendidikan Islam ialah “menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasa

8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h. 25

9Ibid, h. 26

10 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari

Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2011), h. 62

(27)

kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia-akhirat”.12

Kongres Pendidikan Islam Sedunia tanggal 15-20 Maret tahun 1980 di

Islamabad Pakistan menetapkan Pendidikan Islam sebagai berikut: “

Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan, dan rasio, perasaan serta pancaindra. Oleh karenanya, maka pendidikan harus memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak di dalam sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.13

Muhammad al-Thoumy al-Syaibany, menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi :

1) Tujuan yang berkaitan dengan individu yang mencakup perubahan berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup didunia maupun diakhirat.

2) Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat yang mencakup tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat serta memperkaya pengalaman masyarakat.

3) Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan kegiatan masyarakat.14

M. Natsir mengatakan bahwa perhambaan kepada Allah yang menjadi tujuan hidup dan menjadi tujuan pendidikan kita, bukanlah suatu penghambaan yang memberikan keuntungan kepada obyek yang di sembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan kepada yang menyembah; perhambaan yang memberi

(28)

kekuatan kepada yang memperhambakan dirinya.15 Dalam uraian selanjutnya M. Natsir mengutip sebuah ayat al-Qur’an surat an-Naml ayat 40, yaitu :





Artinya:

dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk

(kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya

Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan al-kamil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik di dunia maupun akhirat.16

d. Materi Pendidikan Islam

Dalam dunia pendidikan apabila kita berbicara tentang materi, maka akan sangat berhubungan dengan apa yang disebut kurikulum. Pendidikan Islam sebagai pendidikan yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah sangat luas jangkauannya. Karena Islam mendorong setiap pemeluknya untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas.17

Ada beberapa pendapat ulama’ tentang materi yang harus diberikan terhadap anak didik, diantaranya adalah :

1) Menurut Umar bin Khattab, seorang anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dan sajak-sajak yang terbaik. Semua ini

15 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 50 16 Samsul Nizar, Op. Cit h. 38

(29)

diajarkan setelah anak mengetahui prinsip-prinsip agama Islam, menghafal

al-Qur’an dan mempelajari al-Hadits.

2) Ibnu Sina mengemukakan, bahwa pendidikan anak hendaknya dimulai dengan pelajaran al-Qur’an. Kemudian diajarkan syair-syair pendek yang berisi tentang kesopanan setelah anak selesai menghafal al-Qur’an dan mengerti tata bahasa Arab disamping diberi petunjuk dan bbimbingan agar mereka dapat mengamalkan ilmunya sesuai dengan bakat dan kesediaannya.

3) Abu Thawam berpendapat, setelah anak hafal al-Qur’an hendaknya anak tersebut diajarkan menulis, berhitung dan berenang.

4) Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar, hukum-hukum agama dan sajak-sajak yang tidak menyebut soal cinta serta pelaku-pelakunya.

5) Al-Jahiz, dalam bukunya “Risalat al-Mu’allimin” mengatakan bahwa sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukkan dengan ilmu nahwu semata. Cukup sampai mereka dapat membaca, menulis dan bicara dengan benar. Anak-anak seharusnya diberikan pelajaran berhitung, karang-mengarang serta keterampilan membaca buah pikiran dari bacaannya.18

Dari pendapat beberapa ulama diatas, dapat dipahami bahwa materi pendidikan Islam yang paling utama adalah al-Qur’an; baik keterampilan membaca, menghafal, menganalisa dan sekaligus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an tertanam dalam jiwa anak didik sejak dini.

e. Metode Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang di cita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakal tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan

(30)

metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efesiensinya aktivitas kependidikan Islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakal jalan yang ditenpuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat.19

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan / materi kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Sebuah adigum mengatakan bahwa “ al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dibanding materi),

adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan tidak terlalu menarik, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar.20

An-Nahlawi mengemukakan beberapa metode yang paling penting dalam pendidikan Islam, yaitu :

1) Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi. 2) Mendidik dengan kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi.

3) Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi. 4) Mendidik dengan memberi teladan.

5) Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman.

6) Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mauidhah (peringatan). 7) Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).21

Hal yang terpenting dari penerapan metode tersebut dalam aktivitas kependidikan Islam adalah prinsip bahwa tidak ada satu metode yang paling ideal untuk semua tujuan pendidikan, semua ilmu dan mata pelajaran, semua tahap

(31)

pertumbuhan dan perkembangan, semua taraf kematangan dan kecerdasan, semua guru dan pendidik, dan semua keadaan dan suasana yang meliputi proses kependidikan itu. Oleh karenanya, tidak dapat dihindari bahwa seorang pendidik hendaknya melakukan penggabungan terhadap lebih dari satu metode pendidikan dalam prakteknya di lapangan. Untuk itu sangat di tuntut sikap arif dan bijaksana dari para pendidik dalam memilih dan menerapkan metode pendidikan yang relevan dengan semua situasi dan suasana yang meliputi proses kependidikan Islam sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal.

f. Pendidik dan Peserta Didik Pendidikan Islam 1) Pendidik

Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk

mendidik. Sementara secara khusus, “pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam”.22

Dari pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu melaksanakan tugas-tugas kemanusiaannya. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas disekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua.23

Kedua orang tua harus mencari nafkah untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan material, maka orang tua kemudian menyerahkan

(32)

anaknya kepada pendidik disekolah untuk dididik. Para pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak.

Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki karaktersitik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim haruslah aktif dari dua arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan / membimbing peserta didik dan secara internal dengan jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia.24

Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Disamping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terkatualisasi secara baik dan dinamis.

2) Peserta didik

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.25

Melalui paradigma diatas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.

24 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari

Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011)h. 112

(33)

Selanjutnya, menurut Asma Hasan Fahmi, bahwa tugas dan kewajiban peserta didik adalah :

(a)Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.

(b)Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.

(c)Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat.

(d)Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.

(e)Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.26

g. Evaluasi Pendidikan Islam

Secara etimologis, kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Berdasarkan kutipan ini, maka jelas bahwa mengevaluasi berarti memberi nilai, menetapkan apakah sesuatu itu bernilai atau tidak.27

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spritual-religius peserta didik. Karena sosok pribadi yang diinginkan oleh Pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersikap religius, tetapi juga memiliki ilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.28

Adapun fungsi evaluasi dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

26Ibid, h. 51

27 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 77

(34)

1) Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak.

2) Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa.

3) Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid.

4) Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa.

5) Upaya membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan kualitas.29

B.Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Saidan, dengan judul “Perbandingan Pemikiran Pendidikan Islam antara Hasan al-Banna & Mohammad Natsir ”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna & Mohammad Natsir ternyata ada relevansinya dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20, bahkan boleh dikatakan pemikiran kedua tokoh ini telah mendahului Undang-undang tersebut.30

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syamsul Arifin, dengan judul

“Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa terlihat

persamaan dan perbedaan pandangan kedua tokoh besar tersebut. K.H. Ahmad Dahlan cenderung bercorak pembaharuan sosial, sedangkan K.H. Hasyim Asy’ari dengan tetap mempertahankan budaya dan nilai-nilai tradisional yang telah dimiliki Islam dan Indonesia.31

Penelitian yang dilakukan oleh Ihsanuddin, dengan judul “Studi Komparasi

antara konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad

Dahlan”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa menurut K.H.

Hasyim Asy’ari bahwa peserta didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan

29Ibid, h. 58

30 Saidan, Op. Cit. h.273-274

31 M. Samsul Arifin, skripsi, Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim

(35)

dengan kesatuan aksi yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak yang luhur secara integratif, sedangkan gagasan pemikiran pendidikan Islam K.H. Ahmad Dahlan adalah memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah-sekolah yang

didirikannya”.32

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Komala, dengan judul “Karakteristik Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna ”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pendidikan Islam Menurut Hasan al-Banna adalah proses penyiapan manusia yang shalih, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun secara tidak langsung (berupa keteladanan), yakni agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan.33

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad al-Banna, dengan judul

“Pemikiran Hasan al-Banna dalam pendidikan Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa dasar-dasar pendidikan Islam bersumberkan dari ajaran al-Qur’an dan Hadist. Tujuan pendidikan Madrasah Hasan al-Banna adalah sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang dikehendaki, yang mempengaruhi dan menggejala dalam perilaku yang merupakan realisasi dari pemahaman Islam yang kaffah.34

Penelitian yang dilakukan oleh Erwin Prayogi, dengan judul “Studi terhadap buku Majmu’atur Rasa’il karya Hasan al-Banna”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ditemukan enam nilai pendidikan menurut Hasan al-Banna yaitu : nilai pendidikan kepribadian, nilai pendidikan kemuslimahan, nilai pendidikan keluarga, nilai pendidikan ekonomi, nilai pendidikan jihad dan nilai pendidikan jihad.35

32 Ihsanuddin, skripsi, Studi Komparasi antara konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim

Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.58 33 Nur Komala, skripsi, Karakteristik Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna,

(Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 88

34 Muhammad al-Banna, skripsi, Pemikiran Hasan al-Banna dalam Pendidikan Islam, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 52-53

35 Erwin Prayogi, skripsi, Studi terhadap buku Majmu’atur Rasa’il karya Hasan al-Banna,

(36)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Studi Komparasi Pemikiran Hasan Al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam” ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, dengan pengaturan waktu sebagai berikut : bulan Januari sampai bulan Mei 2015 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut sebagai penguat dalam penulisan skripsi ini. Kemudian menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan) dai sumber-sumber yang telah ditemukan.

B.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.1

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/ library research yaitu

1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,

(37)

mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan.2

Sesuai dengan masalah yang telah di rumuskan, data dan informasi yang di himpun dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dan dalam penyajian data di gunakan metode deskriptif analisis. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan dan menggambarkan data informasi yang diperoleh dalam bentuk kalimat yang disertai dengan kutipan-kutipan data.3

Penguraian secara teratur dari seluruh konsep yang dikemukakan oleh tokoh yang akan diteliti menggambarkan bahwa penelitian ini menggunakan metode komparasi, yakni membandingkan secara objektif dari pemikiran dua tokoh atu lebih tentang substansi yang akan dikaji dalam tulisan ini. Oleh karena itu, pendekatan studi komparatif memiliki dua pendekatan sebagai alat untuk mengungkapkan persamaan dan perbedaan serta kemudian membandingkan pemikiran dari dua tokoh tersebut. Adapun pendekatan studi komparatif yang di maksud adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan Historis

Pendekatan historis merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengkaji biografi Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan dalam karyanya, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Oleh karena itu, dalam pengungkapan sebuah pemikiran tokoh, maka aspek keseluruhan sejarah riwayat kehidupa dan setting sosial pada waktu itu menjadi sebuah keharusan yang hendaknya disampaikan dalam tulisan. Karena diakui ataupun tidak latar belakang sejarah sangat mempengaruhi pemikiran yang dihasilkan oleh tokoh tersebut.

2Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), 60-61.

(38)

b. Pendekatan Filosofis

Adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengkaji pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan secara kritis, evaluative, dan reflektif yang berkaitan dengan pendidikan Islam, sehingga meskipun dengan pemikiran kedua tokoh tersebut berlainan, dengan pendekatan ini akan ditemukan benang merah dari perbedaan pemikiran tokoh tersebut.

Dengan kedua pendekatan di atas, diharapkan mampu menemukan sebuah formulasi baru tentang pendidikan Islam yang mengupas dari pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan.

2. Sumber Data Penelitian

Untuk mendapatkan data valid, maka diperlukan sumber data penelitian yang valid pula, dalam penelitian ini ada dua sumber data yaitu :

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti. Dalam hal ini dalam hal ini data primer yang digunakan oleh peneliti adalah karya-karya Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan berupa buku-buku, cuplikan, naskah-naskah.

Adapun karya Hasan al-Banna yang monumental bermuatan pemikiran pendidikan Islam dalam berbagai aspek yang merupakan data primer di antaranya adalah :

1) Majmu’at Rasa’il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, Penerbit Dar al-Da’wah al-Islamiyyah (1996). Karya ini memuat sejumlah percikan pemikiran Hasan al-Banna seputar dakwah, sarana untuk berdakwah, tujuan dan perspektif dakwah serta pembinaan individu, keluarga dan masyarakat Islam. Juga ditampilkan wasiat-wasiat sang Imam dalam menciptakan muslim/muslimah yang istiqomah melalui upaya tarbiyah (pendidikan) yang dikenal dengan

(39)

2) Hadits Tsulatsi al-Imam Hasan al-Banna, Penerbit Maktab al-Qur’an. Karya ini berintikan interpretasi Hasan al-Banna terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan manusia, alam semesta dan alam metafisika yang meruapakan cuplikan ceramah-ceramah beliau setiap hari selasa.

3) Memoar Hasan al-Banna, (terj), Penerbit Intermedia (1999). Merupakan agenda perjalanan hidupnya dan rintangan yang dihadapi seputar pelaksanaan dakwah.4

4) Risalah Aqidatuna, risalah ini ditulis oleh Imam Hasan al-Banna pada tahun 1350 / 1931 M. Risalah ini menetapkan berbagai dimensi dakwah Islamiyah serta menegaskan kembali target dari gerakan al-Ikhwan al Muslimun adalah untuk mewujudkan kebaikan duniawi dan ukhrawi.

5) Risalah Da’watuna, ditulis pada tahun 1936 mengenai program dan tujuan jamaah al Ikhwan al Muslimun, risalah ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip dakwahnya, dimana salah satu bahasannya menjelaskan ajaran jihad yang menjadi tujuannya.

6) Risalah al-Ta’lim, ditulis tahun 1359 H / 1940 M. Risalah ini banyak membicarakan tentang sistem pendidikan Hasan al-Banna dalam organisasinya.5

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang mendukung data primer, yaitu buku-buku atau sumber-sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah buku-buku karangan tokoh-tokoh lain yang relevan dan berhubungan dengan pemikiran pendidikan islam kedua tokoh tersebut, ataupun data dari internet yang bisa mendukung penelitian ini.

4 Saidan, Op. Cit, h. 1007

5Erwin Prayogi, Nilai-nilai Pendidikan Islam “Studi terhadap buku Majmu’atur-rasail” Karya

(40)

C.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas.

2. Pengolahan Data

Setelah data-data terku,mpul lengkap selanjutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan mengklasifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, dan kemudian menyimpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D.Analisis data

(41)

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasan Al-Banna

1. Riwayat Hidup Hasan al-Banna

Hasan Al-Banna dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1906 M, di sebuah desa yang bernama Al-Mahmudiyyah mudiriah, Al-Bauhairah Mesir.1 Mengenai tanggal kelahiran dari Hasan al Banna ada beberapa referensi yang berbeda, ada

yang mengatakan beliau lahir diperkirakan pada 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober

1906 M, dan wafat pada tanggal 13 Februari 1949 M.2 Nama lengkapnya adalah Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna. Ayahnya seorang ulama Hambali yang cukup terkenal dan memiliki sejumlah peninggalan ilmiah seperti Al-Fathurrabbani fi Tartib Musnad Al-Imam Ahmad Al-Syaibani. Beliau adalah Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna yang lebih dikenal dengan Al-Sa’ati. Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna juga adalah seorang ahli dalam ilmu hadist, akidah, dan fiqih yang sangat menghargai waktu dan kedisiplinan. Al-Banna dididik sang ayah dengan kedisiplinan waktu ketat yang mempengaruhi jalan hidupnya.3

Selain dikenal memiliki daya ingatan dan kecerdasan yang kuat Hasan al-Banna jua dikenal sebagai orator yang mampu menggugah pendengar dengan kata-kata yang indah, jelas dan langsung dimengerti. Bila ia berbicara, tua dan muda selalu terpesona padanya. Pembicaraannya langsung dapat dipahami baik

1 Khalimi, Ormas-ormas Islam Sejarah, Akar Teologi dan Politik, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2010) , h. 140

(42)

oleh orang yang berpendidikan tinggi maupun oleh kalangan buta huruf. Selain ahli pidato, ia juga dikenal sebagai seorang penulis yang berbakat. Disamping beberapa keterampilan yang ia miliki, ia pun memiliki tubuh yang kuat, sanggup mengadakan perjalanan jauh, bekerja hampir siang dan malam, berpidato dan menulis. Ia sering mengadakan pertemuan-pertemuan, memimpin rapat dan mengontrol kegiatan markas besar dan cabang-cabang organisasi yang dipimpinnya.4

Melalui organisasi al-Ikhwan al-Muslimun yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan itu menjadikan Hasan al-Banna semakin hari semakin populer. Pengikutnya semakin bertambah dan akhirnya melahirkan sebuah organisasi yang cukup tangguh bagaikan negara dalam negara.

Perjuangannya berakhir sampai dengan tanggal 12 februari 1949 tatkala ia ditembak mati oleh Kolonel Mahmud Abd al-Majid atas perintah Raja faraoq disebuah jalan kairo.5 Penembakan itu terjadi ketika Hasan al-Banna sedang giat-giatnya berdakwah dan menggalang kesatuan umat serta dielu-elukan oleh simpatisannya, tepatnya setelah dua bulan dia keluar dari penjara. Penembakan ini konon kabarnya sebagai “kado” ulang tahun Raja Faruq. Hanya saja beliau tidak langsung meninggal ditempat kejadian peristiwa (TKP), akan tetapi ia menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit al-Qashr al-‘Aini.6

2. Riwayat Pendidikan Hasan al-Banna

Hasan al-Banna pada masa kecilnya mendapatkan pengajaran langsung dari orangtuanya, Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Banna As-Sadati yang mengajarkan al-Qur’an, hadis, fiqih, bahasa dan tasawuf. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah agama Madrasah Ar-Rasyid Ad-Diniyyat, lalu ia

4 Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 187-188, lihat pula di Ishak Mussa al-Husaini, Al-Ikhwan al-Muslimun, (Terj.) (Jakarta : Grafiti Press, 1983), h. 39-40

5 Ris’an Rusli, Loc. Cit, h. 188, lihat pula Muhammad Abd al-Halim Hamid, Ma’an ‘Ala

Thariq al-Da’wah Syaikh Hasan al-Banna, (Kairo : Dar al-Tauzi’wa al-Nasyr al-Islamiyyah,

1988), h. 14

6 Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikan islam antara Hasan al-Banna dan Mohammad

(43)

melanjutkan belajar kesekolah menengah pertama di Al-Mahmudiyat. Tahun 1920 ia melanjutkan belajar ke Madrasah Al-Mu’allimin Al-Awwaliyat, sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. 7 Disekolah inilah ia menyelsaikan hafalan

al-Qur’an yang telah dimulai sejak bersama ayahnya. Pada waktu itu ia belum genap

berusia 14 tahun. 8

Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Disini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika serta ia juga tertarik pada masalah-masalah politik, industri dan olahraga.9

Perguruan Tinggi Dar al-‘Ulum ini didirikan tahun 1873 sebagai lembaga pertama Mesir yang menyediakan pendidikan tinggi Modern (sains) di samping ilmu-ilmu agama tradisional yang menjadi spesialisasi lembaga pendidikan tradisional dan kalsik al-Azhar saat itu.

Selama menjadi mahasiswa di kairo, Hasan al-Banna selalu menghabiskan hari-harinya diperpustakaan dan sangat antusias membaca dan mempelajari karya-karya Rasyid Ridha seperti halnya al-Manar. Dapat diasumsikan, itulah sebabnya pandanagn rasyid Ridha sangat banyak mempengaruhi pemikirannya terutama dalam hal keuniversalan ajaran Islam. Hasan al-Banna sendiri berkeyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang memuat segala sistem yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya dan satu-satunya ajaran yang selaras dengan fitrah manusia. Oleh karena itulah Hasan al-Banna begitu giat dalam mempelajari disiplin ilmu-ilmu modern seperti ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan ilmu mantik (logika).

Dalam pandangan Hasan al-Banna, tidak mengenal istilah ilmu modern produk Barat, akan tetapi adalah merupakan intrepretasi dari ayat-ayat

al-Qur’an yang dijabarkan sesuai dengan kemampuan akal manusia. Ia benar-benar yakin bahwa al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber pengetahuan. Di samping itu ia juga memperhatiakn masalah-masalah politik, industri, perdagangan serta olahraga.10

7 A. Susanto, Loc. Cit, h.62

8 Muhammad Iqbal & Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik

hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 191

(44)

Hasan al-Banna sangat banyak menyerap bacaan dari luar kurikulum sekolah. Ia memiliki ingatan kuat yang mampu menghimpun sangat banyak catatan tertulis, baik berupa prosa maupun puisi. Ia hampir tidak pernah berhenti membaca baik dari perpustakaan ayahnya maupun perpustakaan gurunya yang pertama, Syaikh Muhammad Zahran. Ketika itu ia memusatkan diri untuk mendalami tiga hal yaitu :

a. Al-Qur’an, Hadis dan ilmu agama keseluruhan, b. Sufisme dan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW, c. Karya sastra dan cerita rakyat.

Selain itu ia juga banyak sekali membaca buku tentang politik, sejarah dan berbagai buku teori yang paling modern di bidang hukum, pendidikan, etika dan bidang-bidang lain. Aspek lain yang menonjol dalam kepribadian tokoh ini ialah kecerdasannya yang kuat. Hal ini mulai terlihat ketika ia sejak berada dibangku sekolah. Ia selalu mengalahkan teman-teman sekelasnya dalam menempuh pelajaran.11 Hasan al-Banna pernah menyampaikan sebuah pidato yang sangat menarik dan kata-katanya sangat menggugah dan mampu membakar semangat anak negeri, tentang westernisasi yang membakar akal umat Islam.12

3. Karya-karya Hasan al-Banna

Untuk mengarahkan masyarakat kepada tujuan yang diinginkannya, Hasan al-Banna menerbitkan serial risalah-risalah pendek dengan uslub-uslub yang mudah dan sederhana yang dapat dipahami dan dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan dan kalangan masyarakat. Dalam risalah-risalah itu Hasan al-Banna memaparkan ajaran Islam secara menyeluruh dengan memperhatikan realitas dan kondisi umat Islam saat itu. Risalah-risalah itu antara lain :

a. Risalat Da’watuna. Risalah ini menjelaskan garis besar dakwah dan sikap Hasan al-Banna terhadap dakwah-dakwah lain.

11Ris’an Rusli, Op. Cit, h. 187, lihat pula di Ishak Mussa al-Husaini, Al-Ikhwan al-Muslimun,

(Terj.) (Jakarta : Grafiti Press, 1983), h. 39-40

(45)

b. Risalah Nahw al-Nur. Risalah ini merupakan surat-surat Hasan al-Banna kepada Raju faruq dan Perdana Menterinya saat itu. Risalah ini juga dikirimkan kepada raja-raja dan presiden Negara-negara Islam.

c. Risalah Ila al-Syabab. Risalah ini berisikan penjelasan tentang peran dan tugas para pemuda dalam hidupnya.

d. Risalah al-Ikhwan al-Muslimin Taht Rayat al-Qur’an. Risalah ini bermuatan penjelasan tentang kewajiban, bekal dan manhaj dakwah organisasi al-Ikhwan al-Muslimun.

e. Risalah Da’watuna fi Thir Jadid. Risalah ini membicarakan ciri-ciri khusus dan tujuan dakwah al-Ikwan al-Muslimun.

f. Risalah Baina al-Ams wa al-Yaum. Risalah ini berisikan fikrah Islamiyyah dan tujuannya, analisis terhadap hal-hal yang merusak Islam, kebangkitan umat dan langkah-langkah penyelamatannya.13

g. Ila Ayyi Syai’ Nad’u An-Nas, berisi tentang tolok ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam al-Qur’an, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan dan lain-lain. h. Mudzakkirat Ad-Da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan

hidup Hasan al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang perjalanan intelektual, rohani dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara lengkap tentang kepribadian, intelektual dan gerak langkah dakwah Hasan al-Banna.14

4. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna

Alur pemikiran seseorang tidak bisa dilepaskan dari siklus kehidupannya dan juga biografi intelektualnya serta kondisi sosial masyarakat yang mengitarinya. Artinya adalah, lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di mana seseorang itu hidup dan dibesarkan akan mempengaruhi pola pikirnya. Dibawah ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai pemikiran Hasan al-Banna tentang konsep pendidikan Islam yang terdiri dari asas/pondasi, tujuan, materi, metode, pendidik dan peserta didik serta evaluasi dalam pendidikan Islam.

(46)

a. Asas / Pondasi Pendidikan Islam

Asas atau pondasi pendidikan Islam dalam pandangan Hasan al-Banna sama dengan sumber pengetahuan bagi manusia, yaitu : al-Qur’an sebagai pondasi, Sunnah Rasul sebagai penjelas dan amaliyat sahabat sebagai operasionalnya.15

1) Al-Qur’an al-Karim

Al-Qur’an al-Karim dalam pandangan Hasan al-Banna adalah mashdar (sumber petunjuk), dasar ajaran Islam, dan asusul syariat Islam. Dari

al-Qur’aan lah munculnya segala ketentuan syariat. Dengan demikian, asas dan mata air ajaran Islam dalam pandangannya adalah Kitab Allah. Menurut Hasan al-Banna, al-Qur’an berisikan petunjuk untuk kemuliaan hidup baik untuk kehidupan dunia apalagi untuk kehidupan akhirat. Namun manusia tidak menjadikannya sebagai sebuah petunjuk. Oleh karena itulah manusia kehilangan pegangan dalam hidupnya. Diantara ungkapan yang muncul dari Hasan al-Banna yang menggambarkan kondisi umat yang semakin hari semakin jauh dari hidayah dan hidup dalam suasana yang memprihatinkan. Hal itu menurutnya karena mereka jauh dari petunjuk al-Qur’an.16

Keberadaan al-Qur’an sebagai asas dan pondasi pendidikan karena mengingat kandungan al-Qur’an yang bersisikan isyarat-isyarat tarbawiyah. Keyakinan dan keteguhan hati Hasan al-Banna menempatkan dan menjadikan al-Qur’an sebagai landasan utama dalam merancang dan melaksanakan pendidikan, dapat terlihat dari berbagai tema yang ia sampaikan pada ceramah-ceramah rutinnya setiap hari selasa lebih populer di kalangan para simpatisannya dengan istilah Hadits Tsulatsa.17 Hasan al-Banna mengatakan bahwa “al-Qur’an yang mulia dan

15 Saidan. Op. Cit, h.159

(47)

Sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam”.18

Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari pemikiran Hasan al-Banna yang berkenaan dengan keberadaan al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus sebagai pondasi pendidikan Islam, yakni :

(a)Pengetahuan tentang dunia dan urusan akhirat berada dalam satu kesatuan yang saling mendukung.

(b)Adanya perintah untuk mempelajari masalah dunia dan akhirat itu secara bersamaan.

(c)Al-Qur’an memberikan motivasi untuk mendalami pengetahuan

(d)Menjadikan pengetahuan sebagai sebuah sarana ketaatan dan mengenal Sang Pencipta dengan sebaik-baiknya.19

2) Sunnah Rasul

Dasar kedua pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna adalah Sunnah Rasul. Sunnah Rasul menempati urutan kedua setelah al-Qur’an sebagai asas dalam segala aspek kehidupan dan tidak terkecuali pendidikan Islam. Keberadaan Rasul SAW dalam pandangan Hasan Banna sebagai implementator kandungan

al-Qur’an yang berisikan konsep dan prinsip dasar. Artinya adalah, Rasul SAW

secara aplikatif telah tampil sebagai murabby menerjemahkan muatan al-Qur’an dalam kehidupan nyata selama hidupnya. Sunnah Nabi SAW dalam pandangan Hasan al-Banna merupakan manifestasi dari wahyu Allah SWT yang secara aplikatif sebagai terjemahan dari wahyu yang diturunkan kepadanya.20

Dibanding ulama modern lainnya, Hasan al-Banna telah terleih dahulu membuat pembagian yang sangat bagus dan sederhana berupa penjelasan hadits

18 Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Terj. Anis Matta dkk (Surakarta : Intermedia, 2012, cet.12), Jilid 2, soft cover, h.163

(48)

nabawi, bahkan juga dalam ilmu Musthalah Hadits. Hal ini yang membedakan Hasan al-Banna dengan tokoh lainnya didalam membahas ilmu syariat.21

Menjadikan Sunnah sebagai sebuah pondasi pendidikan Islam karena mengingat Nabi Muhammad SAW itu secara normatif merupakan qudwah hasanah dalam segala aspek kehidupan dan telah menerjemahkan kandungan

al-Qur

Gambar

Tabel 4.2 Konsep Pendidikan Islam Hasan al-Banna & Ahmad Dahlan .......... 66
Tabel 4.1 Perbedaan antara Sistem Pendidikan Lama & Muhammadiyah
Tabel 4.2 Konsep Pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan
Tabel Jumlah PTM sampai Oktober 1990115

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa pemikiran Ahmad Dahlan dan Gus Dur masing-masing memiliki konsep pendidikan humanisme, yaitu pendidikan

Kepada segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberi bekal pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk: “Mengetahui konsep pendidikan agama Islam terhadap anak dalam keluarga menurut Hasan Langgulung”..

Sedangkan Abuddin Nata berpendapat bahwa pendidikan Islam diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam

Adapun data yang dapat dikumpulkan dalam hal ini berupa konsep pendidikan Islam perspektif Al-Ghazali dan Syed Muhammad Naquib Al- Attas yang meliputi tujuan pendidikan Islam,

Dalam penelitian ini terdapat dua tokoh pembaharu pendidikan agama Islam yang masih dikenal hingga saat ini yaitu KH Imam Zarkasyi dan KH Ahmad Dahlan, mereka sama-sama hidup

Ahmad Dahlan, tujuan pendidkan Islam adalah melahirkan manusia-manusia baru yang siap tampil sebagai insan ulama-intelek dan intelek- ulama, yakni manusia baru yang

7. rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan 10. Hasan al-Banna sangat memperhatikan pendidik sebagai faktor penentu dalam keberhasilan proses