• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

2. Pendidikan Islam

a. Pengertian Pendidikan Islam

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term

al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan islam.5

Pengertian pendidikan dari segi bahasa yang dimiliki ajaran Islam ternyata jauh lebih beragam, dibandingkan denganpengertian pendidikan dari segi bahasa di luar Islam. Hal ini selain menunjukkan keseriusan dan kecermatan ajaran Islam dalam membina potensi manusia secara detail, juga menunjukkan tanggung jawab yang besar pula. Yakni, bahwa dalam melakukan tidak boleh mengabaikan seluruh potensi manusia.6

Terlepas dari perdebatan makna ketiga term diatas, secara terminoogi, para ahli pendidikan Islam mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, yakni sebagai berikut :

5 Al-Rasyidin & Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), h. 25

1) Al-Syaibaniy ; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.

2) Muhammad Fadhil al-Jamaly ; pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya.

3) Ahmad Tafsir ; pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.7

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para tokoh di atas, dapat disimpulakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, melalui pendekatan Pendidikan Islam ini ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakini.

b. Objek Pendidikan Islam

Sejalan dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk di alam ini, pendidikan Islam mempunyai objek pada tiga pengembangan fungsi manusia, yaitu:

1) Menyadarkan manusia sebagai makhluk individu, yaitu makhluk yang hidup di tengah makhluk-makhluk lain, manusia harus bisa memerankan fungsi dan tanggung jawabnya, manusia akan mampu berperan sebagai makhluk Allah yang paling utama di antara makhluk lainnya dan memfungsikan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Menyadarkan fungsi manusia sebagai makhluk

sosial. Sebagai makhluk sosial manusia harus mengadakan interrelasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Menyadarkan manusia sebagai hamba Allah SWT. Manusia sebagai makhluk yang berketuhanan, sikap dan watak religiulitasnya perlu di kembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya. Dalam fitrah manusia telah di beri kemampuan untuk beragama.8

Dengan kesadaran demikian, manusia sebagai khalifah di aats muka bumi dan yang terbaik di antara makhluk lain akan mendorong untuk melakukan pengelolaan serta mendayagunakan ciptaan Allah untuk kesejahteraan hidup bersama-sama dengan lainnya. Pada akhirnya, kesejahteraan yang diperolehnya itu di gunakan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.9

c. Tujuan Pendidikan Islam

Sebelum menjelaskan bagaimana tujuan pendidikan Islam, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui tujuan pendidikan secara umum, menurut salah satu tokoh pendidikan yang terkemuka yakni John Dewey, ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan sikap hati-hati, awas dan kebiasaan-kebiasaan berpikir hati-hati.10

Para ahli berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan ada tiga, yang semuanya masih bersifat normatif, Pertama, memberikan arah bagi proses pendidikan. Kedua, memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan, karena pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan diinternalisasi pada anak didik. Ketiga, tujuan pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan.11

Menurut Mahmud Yunus dalam bukunya Pendidikan dan Pengajaran,

tujuan pendidikan Islam ialah “menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasa

8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h. 25

9Ibid, h. 26

10 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2011), h. 62

kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia-akhirat”.12

Kongres Pendidikan Islam Sedunia tanggal 15-20 Maret tahun 1980 di

Islamabad Pakistan menetapkan Pendidikan Islam sebagai berikut: “

Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan, dan rasio, perasaan serta pancaindra. Oleh karenanya, maka pendidikan harus memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak di dalam sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.13

Muhammad al-Thoumy al-Syaibany, menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi :

1) Tujuan yang berkaitan dengan individu yang mencakup perubahan berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup didunia maupun diakhirat.

2) Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat yang mencakup tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat serta memperkaya pengalaman masyarakat.

3) Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan kegiatan masyarakat.14

M. Natsir mengatakan bahwa perhambaan kepada Allah yang menjadi tujuan hidup dan menjadi tujuan pendidikan kita, bukanlah suatu penghambaan yang memberikan keuntungan kepada obyek yang di sembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan kepada yang menyembah; perhambaan yang memberi

12 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung), h. 10 13 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 119-120 14 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 55

kekuatan kepada yang memperhambakan dirinya.15 Dalam uraian selanjutnya M. Natsir mengutip sebuah ayat al-Qur’an surat an-Naml ayat 40, yaitu :

























Artinya:

dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan al-kamil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik di dunia maupun akhirat.16

d. Materi Pendidikan Islam

Dalam dunia pendidikan apabila kita berbicara tentang materi, maka akan sangat berhubungan dengan apa yang disebut kurikulum. Pendidikan Islam sebagai pendidikan yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah sangat luas jangkauannya. Karena Islam mendorong setiap pemeluknya untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas.17

Ada beberapa pendapat ulama’ tentang materi yang harus diberikan terhadap

anak didik, diantaranya adalah :

1) Menurut Umar bin Khattab, seorang anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dan sajak-sajak yang terbaik. Semua ini

15 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 50 16 Samsul Nizar, Op. Cit h. 38

17 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 30

diajarkan setelah anak mengetahui prinsip-prinsip agama Islam, menghafal

al-Qur’an dan mempelajari al-Hadits.

2) Ibnu Sina mengemukakan, bahwa pendidikan anak hendaknya dimulai dengan pelajaran al-Qur’an. Kemudian diajarkan syair-syair pendek yang berisi tentang kesopanan setelah anak selesai menghafal al-Qur’an dan mengerti tata

bahasa Arab disamping diberi petunjuk dan bbimbingan agar mereka dapat mengamalkan ilmunya sesuai dengan bakat dan kesediaannya.

3) Abu Thawam berpendapat, setelah anak hafal al-Qur’an hendaknya anak

tersebut diajarkan menulis, berhitung dan berenang.

4) Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan al-Qur’an,

sejarah kehidupan orang-orang besar, hukum-hukum agama dan sajak-sajak yang tidak menyebut soal cinta serta pelaku-pelakunya.

5) Al-Jahiz, dalam bukunya “Risalat al-Mu’allimin” mengatakan bahwa

sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukkan dengan ilmu nahwu semata. Cukup sampai mereka dapat membaca, menulis dan bicara dengan benar. Anak-anak seharusnya diberikan pelajaran berhitung, karang-mengarang serta keterampilan membaca buah pikiran dari bacaannya.18

Dari pendapat beberapa ulama diatas, dapat dipahami bahwa materi pendidikan Islam yang paling utama adalah al-Qur’an; baik keterampilan

membaca, menghafal, menganalisa dan sekaligus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an tertanam dalam jiwa anak didik sejak dini.

e. Metode Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang di cita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakal tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan

metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efesiensinya aktivitas kependidikan Islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakal jalan yang ditenpuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat.19

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan / materi kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Sebuah adigum mengatakan bahwa “

al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dibanding materi),

adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan tidak terlalu menarik, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar.20

An-Nahlawi mengemukakan beberapa metode yang paling penting dalam pendidikan Islam, yaitu :

1) Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi.

2) Mendidik dengan kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi.

3) Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi.

4) Mendidik dengan memberi teladan.

5) Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman.

6) Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mauidhah (peringatan). 7) Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).21

Hal yang terpenting dari penerapan metode tersebut dalam aktivitas kependidikan Islam adalah prinsip bahwa tidak ada satu metode yang paling ideal untuk semua tujuan pendidikan, semua ilmu dan mata pelajaran, semua tahap

19 Samsul Nizar, Op. Cit, h. 65 20 Armai Arief, Op. Cit, h. 39 21Ibid, h. 73

pertumbuhan dan perkembangan, semua taraf kematangan dan kecerdasan, semua guru dan pendidik, dan semua keadaan dan suasana yang meliputi proses kependidikan itu. Oleh karenanya, tidak dapat dihindari bahwa seorang pendidik hendaknya melakukan penggabungan terhadap lebih dari satu metode pendidikan dalam prakteknya di lapangan. Untuk itu sangat di tuntut sikap arif dan bijaksana dari para pendidik dalam memilih dan menerapkan metode pendidikan yang relevan dengan semua situasi dan suasana yang meliputi proses kependidikan Islam sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal.

f. Pendidik dan Peserta Didik Pendidikan Islam 1) Pendidik

Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk

mendidik. Sementara secara khusus, “pendidik dalam perspektif pendidikan Islam

adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam”.22

Dari pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu melaksanakan tugas-tugas kemanusiaannya. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas disekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua.23

Kedua orang tua harus mencari nafkah untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan material, maka orang tua kemudian menyerahkan

22 Samsul Nizar, Op. Cit h. 42 23Ibid, h. 42

anaknya kepada pendidik disekolah untuk dididik. Para pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak.

Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki karaktersitik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim haruslah aktif dari dua arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan / membimbing peserta didik dan secara internal dengan jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia.24

Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Disamping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terkatualisasi secara baik dan dinamis.

2) Peserta didik

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.25

Melalui paradigma diatas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.

24 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011)h. 112

Selanjutnya, menurut Asma Hasan Fahmi, bahwa tugas dan kewajiban peserta didik adalah :

(a)Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.

(b)Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.

(c)Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat.

(d)Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.

(e)Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.26

g. Evaluasi Pendidikan Islam

Secara etimologis, kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Berdasarkan kutipan ini, maka jelas bahwa mengevaluasi berarti memberi nilai, menetapkan apakah sesuatu itu bernilai atau tidak.27

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spritual-religius peserta didik. Karena sosok pribadi yang diinginkan oleh Pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersikap religius, tetapi juga memiliki ilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.28

Adapun fungsi evaluasi dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

26Ibid, h. 51

27 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 77

1) Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak.

2) Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa.

3) Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid.

4) Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa.

5) Upaya membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan kualitas.29

Dokumen terkait