• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

A. Hasan al-Banna

4. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna

Alur pemikiran seseorang tidak bisa dilepaskan dari siklus kehidupannya dan juga biografi intelektualnya serta kondisi sosial masyarakat yang mengitarinya. Artinya adalah, lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di mana seseorang itu hidup dan dibesarkan akan mempengaruhi pola pikirnya. Dibawah ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai pemikiran Hasan al-Banna tentang konsep pendidikan Islam yang terdiri dari asas/pondasi, tujuan, materi, metode, pendidik dan peserta didik serta evaluasi dalam pendidikan Islam.

13 Saidan. Op. Cit, h. 135-136 14 A. Susanto, Op. Cit, h. 63

a. Asas / Pondasi Pendidikan Islam

Asas atau pondasi pendidikan Islam dalam pandangan Hasan al-Banna sama dengan sumber pengetahuan bagi manusia, yaitu : al-Qur’an sebagai pondasi,

Sunnah Rasul sebagai penjelas dan amaliyat sahabat sebagai operasionalnya.15

1) Al-Qur’an al-Karim

Al-Qur’an al-Karim dalam pandangan Hasan al-Banna adalah mashdar

(sumber petunjuk), dasar ajaran Islam, dan asusul syariat Islam. Dari

al-Qur’aan lah munculnya segala ketentuan syariat. Dengan demikian, asas dan mata air ajaran Islam dalam pandangannya adalah Kitab Allah. Menurut Hasan al-Banna, al-Qur’an berisikan petunjuk untuk kemuliaan hidup baik untuk kehidupan

dunia apalagi untuk kehidupan akhirat. Namun manusia tidak menjadikannya sebagai sebuah petunjuk. Oleh karena itulah manusia kehilangan pegangan dalam hidupnya. Diantara ungkapan yang muncul dari Hasan al-Banna yang menggambarkan kondisi umat yang semakin hari semakin jauh dari hidayah dan hidup dalam suasana yang memprihatinkan. Hal itu menurutnya karena mereka jauh dari petunjuk al-Qur’an.16

Keberadaan al-Qur’an sebagai asas dan pondasi pendidikan karena mengingat

kandungan al-Qur’an yang bersisikan isyarat-isyarat tarbawiyah. Keyakinan dan keteguhan hati Hasan al-Banna menempatkan dan menjadikan al-Qur’an sebagai

landasan utama dalam merancang dan melaksanakan pendidikan, dapat terlihat dari berbagai tema yang ia sampaikan pada ceramah-ceramah rutinnya setiap hari selasa lebih populer di kalangan para simpatisannya dengan istilah Hadits Tsulatsa.17 Hasan al-Banna mengatakan bahwa “al-Qur’an yang mulia dan

15 Saidan. Op. Cit, h.159 16Ibid, h. 161

Sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam”.18

Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari pemikiran Hasan al-Banna yang berkenaan dengan keberadaan al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus sebagai pondasi pendidikan Islam, yakni :

(a)Pengetahuan tentang dunia dan urusan akhirat berada dalam satu kesatuan yang saling mendukung.

(b)Adanya perintah untuk mempelajari masalah dunia dan akhirat itu secara bersamaan.

(c)Al-Qur’an memberikan motivasi untuk mendalami pengetahuan

(d)Menjadikan pengetahuan sebagai sebuah sarana ketaatan dan mengenal Sang Pencipta dengan sebaik-baiknya.19

2) Sunnah Rasul

Dasar kedua pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna adalah Sunnah Rasul. Sunnah Rasul menempati urutan kedua setelah al-Qur’an sebagai asas dalam

segala aspek kehidupan dan tidak terkecuali pendidikan Islam. Keberadaan Rasul SAW dalam pandangan Hasan Banna sebagai implementator kandungan

al-Qur’an yang berisikan konsep dan prinsip dasar. Artinya adalah, Rasul SAW

secara aplikatif telah tampil sebagai murabby menerjemahkan muatan al-Qur’an

dalam kehidupan nyata selama hidupnya. Sunnah Nabi SAW dalam pandangan Hasan al-Banna merupakan manifestasi dari wahyu Allah SWT yang secara aplikatif sebagai terjemahan dari wahyu yang diturunkan kepadanya.20

Dibanding ulama modern lainnya, Hasan al-Banna telah terleih dahulu membuat pembagian yang sangat bagus dan sederhana berupa penjelasan hadits

18 Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Terj. Anis Matta dkk (Surakarta : Intermedia, 2012, cet.12), Jilid 2, soft cover, h.163

19Ibid, h. 167 20Ibid, h. 173

nabawi, bahkan juga dalam ilmu Musthalah Hadits. Hal ini yang membedakan Hasan al-Banna dengan tokoh lainnya didalam membahas ilmu syariat.21

Menjadikan Sunnah sebagai sebuah pondasi pendidikan Islam karena mengingat Nabi Muhammad SAW itu secara normatif merupakan qudwah

hasanah dalam segala aspek kehidupan dan telah menerjemahkan kandungan

al-Qur’an melalui fi’liyah-nya. Bahkan menurut Abdul Al-Rahman al-Nahlawiy,

Rasul SAW seorang pendidik agung, memiliki metode pendidikan yang luar biasa dan memperhatikan kebutuhan dan bakat anak didik.22

Hasan al-Banna mempunyai pemikiran tentang keberadaan Nabi SAW sebagai implementator al-Qur’an dan selalu mengagungkan Nabi Muhammad SAW dihadapan para pengikutnya, dan sekaligus menanamkan tiga pilar perasaan ke dalam lubuk hati mereka seperti halnya Rasul dahulu kala membentuk manusia-manusia rabbaniy yang istiqamah ajarannya.23

3) Amaliyat Sahabat Rasul

Kehidupan para sahabat Nabi itu dalam pandangannya penuh dengan nilai-nilai pendidikan yang menggambarkan kepatuhan kepada Rasul yang berada ditengah-tengah mereka saat itu. Mereka diyakini terpelihara dari kejahatan dan tidak pernah berbuat dosa besar, sebab mereka selalu bimbingan Rasul dan merekalah orang-orang yang paling dekat dengan rasul. Tentu mereka pulalah yang paling banyak mengetahui petunjuk dan paling dipercayai dalam menyampaikan semua perkataan dan perbuatan Rasul. Para sahabat Rasul SAW itu dimata Hasan al-Banna adalah manusia-manusia pilihan sebagai ut-put pendidikan yang diterapkan Nabi SAW di kala itu. Sahabat itu adalah gambaran didikan Rasul yang komit dengan ajaran yang dianutnya, mereka bagai seorang

21Jum’ah Amin Abdul Aziz, Pemikiran Hasan al-Banna dalam Akidah & Hadits, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2005), H. 151

22 Saidan, Op. Cit, h. 175, lihat pula ‘Abdul al-Rahman al-Nahlawiy, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. (Bandung : Diponegoro, 1987), h.47

pertapa dikala malam dan menajdi pejuang dikala siang. Oleh karena itu wajar saja amaliyah mereka menjadi salah satu asas pendidikan Islam.24

Amaliyah para sahabat Nabi SAW dalam pandangan Hasan al-Banna

menempati posisi ketiga sebagai landasan ataupun pondasi setiap gerakan yang ditawarkannya. Para sahabat Nabi menurutnya adalah pelaksana / implementator dari seluruh perintah Nabi dan sebagai contoh orang-orang yang meninggalkan larangan Nabi.

b. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena tujuan dapat menentukan setiap gerak, langkah dan aktifitas dalam proses pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan, serta menajdi tolok ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan.

Menurut Hasan al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu perjalanan. Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini kedalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politi, negara samapai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat at-Ta’lim dalam Majmu’ Al-Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna.25

Menurut Hasan al-Banna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :

1) Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.

24Ibid, h. 179

2) Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.

3) Setiap individu memliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.

4) Setiap individu memiliki kemampuan kerja dalam dunia kerjanya.

5) Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan al-Qur’an

dan sunnah.

6) Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah SWT dan rasul-Nya.

7) Setiap individu memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan. 8) Setiap individu memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya dari

kelalaian dan perbuatan sia-sia, dan

9) Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.26

Bila dicermati tujuan pendidikan seperti yang dijelaskan diatas, maka dapat

dipahami bahwa pendidikan yang bersifat qur’ani itu sejatinya bertujuan

menciptakan manusia-manusia muslim yang betul-betul memperhambakan diri secara tulus kepada Allah. Menjadi manusia-manusia yang ibad Allah dan

khalifah Allah dimuka bumi.

Menjadikan output pendidikan sebagai pribadi yang saleh dan sekaligus mensalehkan orang lain (shalih wa mushlih). Seperti ini pulalah yang diobsesikan Hasan al-Banna, yaitu terciptanya orang-orang yang kuat akidahnya dalam mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, sebab ajaran Islam itu menurut beliau selaras dengan fitrah manusia dan juga menjamin kebahagiaan bagi manusia secara sempurna pula.27

Mencermati karya monumental Hasan al-Banna, pemikirannya tentang tujuan pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :

26 Ibid, h. 67

1) Terciptanya individu muslim, 2) Terciptanya rumah tangga muslim, 3) Terciptanya warga negara muslim,

4) Terciptanya pemerintahan muslim, yang kokoh akidahnya, benar ibadahnya, luas wawasannya, punya kemandirian hidup dan memiliki keanggunan moralnya.28

Perlu kiranya ditegaskan bahwa pendidika Islam memiliki cakupan yang beraneka ragam, antara lain :

1) Individu, dengan seluruh unsur yang dapat membangun kepribadiannya.

2) Rumah tangga muslim, dengan seluruh nilai dan moralitas yang harus ditegakkannya.

3) Masyarakat muslim, dengan seluruh interaksi sosial dan pengaturannya. 4) Umat muslimah, dengan seluruh aktifitas yang ada di dalamnya.

5) Negara Islam, dengan sistem dan undang-undang yang harus ditegakkan didalamnya.29

c. Materi Pendidikan Islam

Mengingat tujuan pendidikan yang akan dicapai begitu jauh kedepan, maka pemikirannya tentang aspek materi pendidikan tidak hanya terbatas dalam pendidikan rohani ataupun jasmani saja, akan tetapi mencakup kedua aspek itu secara seimbang. Baik pendidikan yang bermuara kepada aspek jasmani maupun rohani. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan seperti yang diobsesikan Hasan al-Banna yaitu satu sisi mencetak manusia sebagai hamba Allah yang taat kepada Allah dan di sisi lain berfungsi sebagai khalifah, maka materi pendidikan yang dicanangkannya harus benar-benar yang dapat menganatrkan peserta didik kepada tujuan tersebut.30

28Ibid, h. 187

29 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, (Solo : Era Adicitra Intermedia, 2011), h. 30

Percikan pemikiran Hasan al-Banna yang tertuang dalam karyanya dan juga dari cuplikan ceramahnya yang disampaikan diberbagai tempat itu di memaknai bahwa materi ajar pendidikan Islam secara garis besarnya terdiri dari aspek akidah, aspek ibadah, aspek akhlak, aspek jasmani dan aspek jihad.31

d. Metode Pendidikan Islam

Penetapan suatu metode dalam pendidikan ternyata harus berangkat dari tujuan pendidikan yang akan dicapai, sebab ia merupakan cara yang akan mengantarkan kearah tujuan yang telah digariskan. Hasan al-Banna sering mengutarakan perlunya umat Islam itu punya siasat / cara melumpuhkan jiwa yaitu pertama melalui keteladanan. Bahkan dalam karya monumentalnya ia secara tegas mengatakan :

Aturlah pembelajaran, tiap-tiap umat dan bangsa yang Islami memiliki kiat tersendiri dalam mencetak generasi penerus dan dalam membina pemimpin umat masa depan dimana kejayaan umat masa depan berada ditangan mereka. Oleh karena itulah mestilah membangun sebuah cara yang tegak diatas kebijaksanaan yang bisa menjamin (munculnya) mata air keagamaan dan terpeliharanya akhlak bagi generasi, mengetahui hukum-hukum agama dan

mempersiapkan kemuliaan yang cemerlang dan kemajuan yang luas merata.32

Kelima persyaratan dalam mendidik umat selalu dalam perhatian Hasan al-Banna, yaitu momentum yang tepat, redaksi ataupun ucapan yang memukau, kondisi kejiwaan peserta didik, kadar kemampuan menyerap dan kemampuan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Disamping kelima persyaratan tersebut, harus pula melandasi pengajaran sesuai dengan konsep kejadian manusi menurut al-Qur’an yaitu melalui proses dan pentahapan, maka metode

penagjaranpun menurut pemikiran Hasan al-Banna harus pula berangkat dari kondisi manusia itu sendiri.

Metode pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat manusia sebagai Khilafah Allah. Artinya adalah, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah mencontoh prinsip-prinsip qur’ani yang rumusannya menurut beliau

adalah sebagai berikut : 1) Bersifat komprehensif;

31Ibid, h. 191 32Ibid, h. 201

2) Mampu mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia akhirat;

3) Mengakui adanya kekuatan dalam diri manusi, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi memenuhi kebutuhannya;

4) Siap untuk diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan diterapkan oleh manusia;

5) Metode praktik, buka sekedar teoritis;

6) Bersifat kontinu, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui Rabbnya;

7) Menguasai seluruh perkembangan dalam kehidupan manusia, mencapai batasan yang mampu diakses oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.33

Rumusan metode yang diterapkan Hasan al-Banna dalam mendidik umat di eranya sekalipun terlihat cukup sederhana, akan tetapi bersifat fleksibel dan praktis. Tidak hanya sebatas teori yang terkadang kurang bersentuhan dengan kondisi yang dihadapi. Artinya adalah pemikiran Hasan al-Banna dalan hal metode pendidikan Islam beranjak dari isyarat ayat-ayat al-Qur’an menurut

pemahamannya dan dari hasil upaya eksplornya.34

e. Pendidik dan Peserta Didik

Diakui memang bahwa kehangatan hubungan antara seorang pendidik dengan anak didik merupakan suatu hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam pendidikan, sebab hal itu menurut pendidikan akan memberikan pengaruh positif terhadap usaha belajarsiswa / anak didik.35

Suatu hal yang agaknya perlu diteladani dari pemikiran Hasan al-Banna terutama dalam hal hubungan pendidik dengan peserta didik yang merupakan

33 Ibid, h. 202 34 Ibid, h. 203 35Ibid, h. 207

gambaran kompetensi kepribadian adalah mendidik dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.36

f. Evaluasi Pendidikan Islam

Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan yang sasarannya adalah proses belajar mengajar, merupaka alat ukur untuk mengetahui tentang prestasi dan pencapaian hasil setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia juga bisa meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan yang tepat dalam merumuskan teknik-teknik.

Hasan al-Banna ingin memberikan informasi tentang sebuah prinsip evaluasi pendidikan Islam yaitu, materi evaluasi harus sesuai dengan bahan ajar yang disampaikan. Allah dalam pandangan Hasan al-Banna pertama kali mengajarkan nama-nama benda kepada Adam, lalu Adam diperintahkan mempresentasikannya kepada para malaikat bukan kepada Allah. Dengan demikian, evaluasi pendidikan itu bisa saja dilakukan oleh orang lain. Namun suatu hal yang lahir dari pemikiran itu, mengujikan apa yang diajarkan dan mengajarkan apa yang akan diujikan. Jangan sampai terjadi yang sebaliknya.37

Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran Hasan al-Banna diantaranya yang paling urgen sekali adalah kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur didalam diri peserta didik, ia menerapkan sebuah model

evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk membentuk sikap percaya

pada diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan oleh

seseorang kepda dirinya sendiri dan ia sendiri yang menjawabnya dengan “ya”

atau “tidak”. Instropeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan

orang lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.38

36Ibid, h. 208 37Ibid, h. 210 38Ibid, h. 211

Dokumen terkait