• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM (STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN ISLAM (STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

(STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR DAN

HASAN LANGGULUNG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

ACHMAD DEDI SETIADI

111-12-080

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)

Dr. phil. Asfa Widiyanto, M.Ag., M.A. Dosen IAIN Salatiga

Persetujuan Pembimbing

Lamp. : 4 Eksemplar

Hal : Naskah Skripsi

Saudara : Achmad Dedi Setiadi

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Achmad Dedi Setiadi

NIM : 111-12-080

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul : KONSEP PENDIDIKAN ISLAM (STUDI PEMIKIRAN

MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN

LANGGULUNG)

Dengan ini kami mohon skripsi mahasiswa tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.

(4)

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telp. (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

SKRIPSI

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

(STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG)

DISUSUN OLEH ACHMAD DEDI SETIADI

NIM : 111-12-080

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 Maret 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Achmad Dedi Setiadi

NIM : 111-12-080

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : KONSEP PENDIDIKAN ISLAM (STUDI

PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN

LANGGULUNG)

Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah.

Salatiga, 7 Maret 2017

Yang menyatakan,

(6)

MOTTO

َرَخ ْنَم

ِللا ِلْيِبَس ِفِ َوُهَ ف ِمْلِعْلِا ِبَلَط ِفِ َج

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu, maka dia berada di jalan

Allah”

(HR. Tirmidzi)















Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan

Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (QS.

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta

karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibuku tercinta, Bp. Nahrowi dan Ibu Partini serta adikku

Rahma yang selalu membimbingku, menghiburku, memberikan doa,

nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupanku.

2. Dosen Pembimbing Skripsiku, Bp. Dr. phil. Asfa Widiyanto, M.Ag.,

M.A. yang selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan

penuh kesabaran selama proses skripsi ini.

3. yang telah memberikan dukungannya, ijinnya, motivasi, doa dan segala

bantuannya baik material maupun non material sehingga proses skripsi

ini dapat terselesaikan dengan lancar untuk penempuhan gelar sarjana

ini.

4. Keluarga Besar JQH AL-FURQAN IAIN Salatiga, keluarga Besar

Persaudaraan Setia Hati Terate, Pondok Pesantren Al-Gufron

Kecandran Salatiga, PAI C IAIN Salatiga, PMII KOMSAT Salatiga,

BADKO TPQ Kec. Bawen, keluarga Besar Madrasah Darussalamah

Harjosari Bawen, keluarga besar SD Harjosari 01 dan KKG PAI SD

Kec. Bawen yang telah memberikan dukungannya, motivasi dan

doannya sehingga proses penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.

5. Keluarga Besar Tim KKN Posko 55 IAIN SALATIGA 2016, Wisnu,

Willy, Bu Ani, Dini, Maria, Bu Novi serta Makibao Futsal Club, Tri,

Muhaimin, Adit, Didik, Dona, Nawir, Adri, Andre, Dita, Senthe,

Wawan, Nyoz, Apit, Fahrurozi, Arafat, Black, Randika, Shokib, Sigit,

Ula, Soma, yang selalu menghibur dan memberikan doa serta

motivasinya dalam menempuh gelar sarjana ini.

6. Sahabat-sahabatku, Ika Ervinilia, Tri Hartono, Mubin, Topikin, Datul,

Noviana, Rahma, Putri, Raden Sholikin, Ida Afwa, yang selalu

memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam

(8)

KATA PENGANTAR

ْسِب

ِنَْحَّْرلا ِللا ِم

ِمْيِحَّرلا

Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk,

dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul Konsep Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Mohammad Natsir dan

Hasan Langgulung). Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi

Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga

banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,

penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. phil. Asfa Widiyanto, M.Ag., M.A., selaku Dosen Pembimbing

Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Mohammad Ali Zamroni, M.A., selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

6. Kedua orang tuaku dan adikku yang telah memberikan doa, motivasi, serta

dukungan moril dan materil kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan

di bidang pendidikan kepada penulis.

8. Staf Perpustakaan IAIN Salatiga memberikan ruang ilmu akademik sebagai

(9)

9. Keluarga Besar JQH Al-Furqan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu

dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.

10. Keluarga besar SD Harjosari 01 dan KKG PAI SD Kec. Bawen yang telah

memberikan dukungan dan doanya demi kelancaran terselesaikannya skripsi

ini.

11. Keluarga Besar Persaudaraan Setia Hati Terate, Pondok Pesantren Al-Gufron

Kecandran Salatiga, PAI C IAIN Salatiga, PMII KOMSAT Salatiga, BADKO

TPQ Kec. Bawen, Keluarga Besar Madrasah Darussalamah Harjosari Bawen,

rekan-rekan ORETU Harjosari Bawen, PAI C IAIN Salatiga, PMII Salatiga,

Makibao Futsal Club yang telah melukis begitu banyak kenangan kepada

penulis.

12. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2012 IAIN Salatiga Ika Ervinilia, Tri

Hartono, Mubin, Topikin, Datul, dan lainnya yang selalu memberikan

semangat dan motivasi kepada penulis.

13. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam

penyusunan skripsi ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa

berdoa kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh

Allah SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan

kemampuan, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 7 Maret 2017

Penulis

(10)

ABSTRAK

Setiadi, Achmad Dedi. 2017. Konsep Pendidikan Islam (Studi Pemikiran

Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. phil. Asfa Widiyanto, M.Ag., M.A.

Kata kunci: pendidikan Islam, tujuan, kurikulum, metode.

Tujuan penelitian dala skripsi ini ada tiga hal, yaitu : (1) Bagaimana konsep pendidikan Islam Mohammad Natsir?, (2) Bagaimana konsep pendidikan Islam Hasan Langgulung?, (3) Apa saja persamaan dan perbedaan antara konsep pendidikan Islam Mohammad Natsir dengan Hasan Langgulung?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan

metode library research. Karena penelitian di sini adalah kajian pustaka atau

literer, maka penulis dalam mengkaji konsep pendidikan Islam pemikiran Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung dengan menggunakan buku-buku karya kedua tokoh tersebut maupun buku-buku karya orang lain yang menceritakan pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut.

Dalam penelitian ini, fokus penelitian konsep pendidikan Islam yang diteliti yaitu pada tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam serta metode pendidikan yang digunakan. Hasil temuan penulis dalam penelitian ini adalah bahwa Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung memiliki persamaan dalam tujuan pendidikan Islam dimana mendekatkan diri kepada Allah merupakan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN. ... vii

KATA PENGANTA ...viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Kegunaan Penelitian ... 8

E.Metode Penelitian ... 9

F.Tinjauan Pustaka ... 9

G.Penegasan Istilah ... 12

(12)

BAB II BIOGRAFI MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG

A.Biografi Mohammad Natsir ... 17

1.Latar Belakang Keluarga Mohammad Natsir ... 17

2.Riwayat Pendidikan Mohammad Natsir ... 19

3.Karir Politik Mohammad Natsir ... 21

4.Karya IlmiahMohammad Natsir ... 26

B.Biografi Hasan Langgulung ... 28

1.Latar Belakang Hasan Langgulung ... 28

2.Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung ... 28

3.Riwayat Karir Hasan Langgulung ... 30

4.Karya Ilmiah Hasan Langgulung ... 32

BAB III GAMBARAN UMUM KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG A.Konsep Pendidikan Islam Mohammad Natsir ... 33

1.Tujuan Pendidikan Islam ... 33

2.Kurikulum Pendidikan Islam ... 45

3.Metode Pendidikan Islam ... 51

B.Konsep Pendidikan Islam Hasan Langgulung ... 56

1.Tujuan Pendidikan Islam ... 56

2.Kurikulum Pendidikan Islam ... 65

3.Metode Pendidikan Islam ... 72

(13)

B.Perbandingan pada Aspek Kurikulum Pendidikan Islam Menurut

Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung ... 83

C.Perbandingan pada Aspek Metode Pendidikan Islam Menurut

Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung ... 89

BAB V PENUTUP

Kesimpulan ... 93

Saran ... 95

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Riwayat Hidup Penulis

2. Daftar Nilai SKK

3. Nota Pembimbing Skripsi

4. Lembar Konsultasi

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan ialah suatu pembinaan jasmani dan rohani yang menuju

kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat – sifat kemanusiaan dalam arti

yang sesungguhnya (Natsir,1954:85). Dalam setiap perkembangan hidup

manusia, pendidikan memiliki peranan penting untuk tujuan utamanya

yaitu untuk mencapai kesempurnaan sifat kemanusiaan manusia itu sendiri

melalui berbagai keadaan dan cara yang pada akhirnya manusia dapat

menemukan tujuan hidupnya.

Pendidikan bertujuan untuk menimbulkan pertumbuhan yang

seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual,

intelektual, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia, oleh

karena itu pendidikan seharusnya memenuhi pertumbuhan manusia dalam

segala aspeknya : spiritual, intelektual, imaginatif, fisik, ilmiah, linguistik,

baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua

aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan.

Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam maka akan

terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang

(16)

seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola taqwa.

Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan

berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah swt.

Ini mengandung arti bahwa pendidikan islam itu diharapkan menghasilkan

manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan

gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam dalam berhubngan

dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat

yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di

dunia dan di akhirat nanti.

Esensi pendidikan Islam pada hakikatnya terletak pada kriteria

iman dan komitmennya terhadap ajaran agama islam. Hal ini sejalan dan

senada dengan definisi pendidikan Islam yang disajikan oleh Ahmad D.

Marimba (1974:56) yang menyatakan bahwa “pendidikan Islam adalah

bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum – hukum ajaran Islam

menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran –ukuran Islam,”

yaitu kepribadian muslim.

Pendidikan Islam menurut Syed Ali Ashraf dan Syed Sajjad Husein

(1986:74) dapat dipahami sebagai : suatu pendidikan yang melatih jiwa

murid – murid dengan cara sebegitu rupa sehingga dalam sikap hidup

tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis ilmu

pengetahuan, mereka dipengaruhi oleh nilai – nilai spiritual dan sangat

sadar akan nilai etis Islam. Mereka dilatih dan mentalnya menjadi begitu

(17)

semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual mereka atau

hanya untuk memperoleh keuntungan materiil saja, melainkan untuk

berkembang sebagai makhluk rasional yang berbudi luhur dan melahirkan

kesejahteraan spiritual, moral dan fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh

umat manusia.

Berbicara tentang pendidikan Islam, pastilah berbicara tentang

konsep pendidikannya. Konsep-konsep pendidikan Islam yang ada saat ini

terutama di Indonesia tidak lepas dari konsep-konsep para tokoh pemikir

pendidikan Islam Indonesia. Banyak para tokoh pemikir pendidikan Islam

di Indonesia yang menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan

pendidikan di negeri ini. Diantara tokoh-tokoh pendidikan Islam Indonesia

tersebut, penulis mencoba menjabarkan konsep pendidikan Islam menurut

Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung, yang dari keduanya memiliki

persamaan dan perbedaan konsep pendidikan Islam.

Terjadinya dinamika pertumbuhan dan perkembangan pendidikan

Islam pada saat ini tidak terlepas dari kiprah para tokoh yang

menyumbangkan pemikiran dan idenya dalam membangun pendidikan

Islam di Indonesia, seperti Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung dua

tokoh yangmempunyai reputasi yang sangat besar dalam mengembangkan

dunia pendidikan Islam di Indonesia, pandangan yang luas dan wawasan

yang dalam terhadap ajaran Islam mempengaruhi pemikiran kedua tokoh

(18)

ide dan pemikiran muncul dari kedua tokoh dalam menata sistem

pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Mohammad Natsir yang selain dikenal sebagai pejuang

kemerdekaan, beliau merupakan tokoh politisi muslim yang sudah terkenal

di masyarakat luas karena kiprah politiknya yang tidak hanya di dalam

negeri saja, tetapi dunia juga mengenal tokoh Indonesia ini. Beliau juga

termasuk tokoh pemikir muslim di Indonesia yang sudah banyak

menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam beberapa karyanya terutama

dalam bidang pendidikan Islam di Indonesia.

Sedangkan Hasan Langgulung merupakan tokoh pemikir

pendidikan Islam yang sudah melalang buana dalam dunia pendidikan

tidak hanya di Indonesia, bahkan hingga mancanegara. Dari

pengalamannya tersebut melahirkan beberapa rumusan mengenai konsep

pendidikan Islam.

Suatu rumusan konsep pendidikan maupun tujuannya harus

mempunyai subyektifitas dari yang merumuskannya, artinya setiap

pemikiran dari seorang tokoh pasti menggambarkan tokoh tersebut,

contohnya seperti tokoh pemikir pendidikan Islam yang seringkali

mengaitkan tujuan suatu pendidikan dengan kebahagiaan yang abadi

setelah kehidupan dunia, yakni kebahagiaan di akhirat. Sedangkan jika

(19)

kehidupan dunia, seperti pekerjaan yang akan didapat setelah

menyelesaikan pendidikan.

Berdasarkan uraian diatas yang merupakan gambaran untuk

memperoleh hasil pembelajaran yang lebih baik lagi mengenai konsep

pendidikan Islam, maka penulis tertarik untuk membahas masalah ini

dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul “KONSEP

PENDIDIKAN ISLAM (STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD

NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG)”

B. Rumusan Masalah

Pembahasan kajian dalam skripsi ini untuk terfokus hanya kepada

pembahasan tentang konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Natsir dan

Hasan Langgulung yang meliputi tujuan, kurikulum dan metode pendidikan.

Dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa Konsep Pendidikan Islam Mohammad Natsir?

2. Apa Konsep Pendidikan Islam Hasan Langgulung?

3. Apa Persamaan dan Perbedaan Konsep Pendidikan antara M. Natsir dan

Hasan Langgulung?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian tentu memiliki tujuan dan kegunaan, maka tujuan

(20)

1. Untuk mendeskripsikan Konsep Pendidikan Islam Mohammad Natsir.

2. Untuk mendeskripsikan Konsep Pendidikan Islam Hasan Langgulung.

3. Untuk mendeskripsikan Persamaan dan Perbedaan Konsep Pendidikan

antara M. Natsir dan Hasan Langgulung.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberi manfaat, adapun

manfaatnya sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan

Islam dari Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung.

b. Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan Islam.

c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Pendidikan Agama Islam

di IAIN Salatiga.

d. Memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan

terutama dalam memahami kajian keislaman serta dapat

digunakan untuk menambah literatur bagi khazanah ilmiah dunia

pendidikan.

2. Secara praktis

a. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui konsep

pendidikan Islam menurut Mohammad Natsir dan Hasan

(21)

b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya

bagi penulis sendiri tentang konsep pendidikan Islam.

c. Menambah khazanah keilmuan bagi para praktisi pendidikan

dalam mengkaji konsep pendidikan Islam.

d. Memberikan manfaat bagi praktisi pendidikan untuk dapat

mengembangkan konsep pendidikan Islam yang lebih baik.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research), karena yg dijadikan objek kajian

adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

2. Sumber Data

a. Sumber Primer

Sumber primer disini adalah data yang penulis

ambil dari karya tulis asli dari tokoh yang dibahas

dalam penulisan sekripsi ini. Yang diantaranya adalah

sebagai berikut:

1) Mohammad Natsir, 1954, Capita Selecta, Jakarta:

Bulan Bintang

2) Mohammad Natsir, 1947, Islam dan Aqal Merdeka,

Jakarta: Media Da‟wah.

3) Mohammad Natsir, 1980, Islam Sebagai Ideologi,

(22)

4) Hasan Langgulung, 2004, Manusia dan Pendidikan,

Jakarta : PT. Pustaka Al Husna Baru.

5) Hasan Langgulung, 2002, Asas-asas Pendidikan Islam,

Jakarta: Al Husna Zikra.

6) Hasan Langgulung, 1988, Pendidikan Islam

Menghadapi Abad ke 21, Jakarta: PT. Pustaka Al

Husna.

3) Ramayulis dan Syamsul Nizar. 2005. Ensiklopedi

Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Quantum Teaching.

4) Saidan. 2011. Perbandingan Pemikiran Pendidikan

Islam Antara Hasan Al-Banna dan Mohammad Natsir.

Kementerian Agama RI.

3. Teknik pengumpulan data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

Research). Penelitian ini dilakukan dengan bertumpu pada data

kepustakaan tanpa diikuti dengan uji empirik. Jadi, studi pustaka

disini adalah studi teks yang seluruh substansinya diolah secara

(23)

Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk

mengumpulkan data, satu sama lain memiliki fungsi yang berbeda.

Teknik yang peling tepat digunakan adalah yang sesuia dengan

tujuan penelitian, jenis data serta keadaan sumber informasi

penelitian. Maka dari itu, teknik yang digunakan dalam penelitian

ini adalah telaah dokumen atau telaah kepustakaan, yaitu mencari

data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, internet dan sebagainya

(Arikunto, 1992:200).

4. Analisis Data

Melihat objek penelitian nuku-nuku atau literatur, maka

penekitian inin menggunakan teknik analisa dengan cara deskriptif,

filosofis, kontekstual dan kritik

a. Metode Analisa Content atau isi. Analisis isi merupakan

analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi (Noeng

Muhadjir, 1992:76). Menurut Burhan Bungin, analisis isi

adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi

(proses penarikan kesimpulan berdasarkan pertimbangan

yang dibuat sebelumnya atau pertimbangan umum;

simpulan) yang dapat ditiru (Replicabel), dan sahih data

dengan memperhatikan konteksnya (Bungin, 2001:

(24)

b. Metode Analisa Historis, dengan metode ini penulis

bermaksud untuk menggambarkan sejarah biografis

Muhammad Natsir yang meliputi riwayat hidup,

pendidikan, karir politik, serta karyakaryanya (Bakker,

1990: 70).

c. Metode analisa deskriptif, yaitu suatu metode yang

menguraikan secara teratur seluruh konsepsi dari tokoh

yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat (Sidarto, 1997:

100).

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekaburan dalam penafsiran

judul, maka perlu dikemukakan maksud dari kata-kata dan istilah yang dipakai

dala judul skripsi ini agar dapat dipahami secara konkrit dan lebih oprasional.

Adapun batasan istilah tersebut adalah :

1) Konsep

Konsep berarti “rancangan, ide atau pengertian diabstraksikan dari

peristiwa konkrit (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1998:205).

2) Pendidikan Islam

Pendidikan Islam ialah: “segala usaha untuk memelihara dan

(25)

padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)

sesuai dengan norma Islam” (Achmadi, 1992:20).

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis mencoba menggali dan memahami

beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk membandingkan,

dan menambah wawasan dalam menyusun skripsi ini. Ada beberapa skripsi

yang membahas mengenai konsep pendidikan dari Mohammad Natsir dan

Hasan Langgulung.

Penelitian yang terkait dengan pemikiran pendidikan Mohammad Natsir

telah banyak dilakukan, penelitian-penelitian tersebut nantinya juga akan

penulis gunakan sebagai sumber penulisan skripsi ini.

Dalam penelitian yang ditulis oleh saudara Mahfur yang berjudul

“Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir” dapat disimpulkan

bahwa pendidikan harus dapat membawa manusia mencapai tujuan hidupnya,

yaitu menghambakan diri kepada Allah. Pendidikan Islam harus berlandaskan

ketauhidan kepada Allah serta memiliki akhlakul karimah sebagai karakter

Pendidikan Islam.

Dalam penelitian yang ditulis oleh saudara Al-Juhra yang berjudul

“Konsep Pendidikan Islam di Indonesia Menurut Muhammad Natsir” dapat

disimpulkan bahwa pendidikan integralistik yang dikemukakan oleh

Muhammad Natsir adalah berdasarkan tauhid dan untuk menjadikan manusia

(26)

misi kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Konsep yang dipegang adalah

bahwa kemajuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam tidaklah diukur

dengan penguasaan atau supremasi atas segala kepentingan duniawi saja,

akan tetapi juga melihat sampai dimana kehidupan duniawi memberikan aset

untuk kehidupan di akhirat kelak.

Hidayatul Muslimah dalam skripsinya yang berjudul “Muhammad Natsir dan Pemikirannya tentang Demokrasi” mengemukakan tentang

demokrasi theistik yang dibangun oleh Natsir atas dasar konsep ijtihad, syura,

dan ijma‟, ketiga konsep tersebut menurutnya dapat diwujudkan ke dalam

bentuk parlemen yang anggotanya dipilih oleh seluruh rakyat. Skripsi yang

ditulis oleh Muhammad Mukafi yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN

INTEGRAL (Studi Terhadap pemikiran Muhammad Natsir dan Muhammad

Iqbal)” mengemukakan bahwa pendidikan itegral adalah model pendidikan

yang memadukan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Dengan

pendidikan integral tercipta anak didik yang mementingkan rohani dan

jasmani.

Sedangkan penelitian-penelitian yang mengulas tentang pemikiran

Hasan Langgulung diantaranya adalah skripsi yang ditulis oleh Taufiq yang

berjudul “PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT HASAN LANGGULUNG DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI”. Dalam skripsi

tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan potensi, masalah belajar,

dan pembinaan mental merupakan gejala-gejala dalam proses pendidikan,

(27)

salah satunya dengan bebas berekspresi dalam mengaktualisasikan segala

potensi yang dimiliki, yang tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai Islam.

Kemudian skripsi yang ditulis oleh Maya Yuningsih yang berjudul

“KONSEP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT HASAN LANGGULUNG (TELAAH ISLAMISASI ILMU)”. Dalam skripsi tersebut

penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan Islamisasi ilmu menurut Hasan

Langgulung yaitu dengan cara merumuskan konsep kurikulum, komponen

kurikulum, prinsip kurikulum, jenis dan jenjang kurikulum dalam pendidikan

Islam.

Penelitian yang lain yaitu skripsi yang ditulis oleh Trisno yang

berjudul “GURU AGAMA DALAM PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG”. Dalam skripsi ini penulis menyimpulkan bahwa guru

harus profesional, mempunyai amanat dari kedua orang tua peserta didik dan

kewajiban yang sama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kemudian tesis

yang berjudul “KONSEP MANUSIA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG”

yang ditulis oleh saudara Amri menyimpulkan bahwa tujuan tertinggi

pendidikan Islam adalah untuk mencipta manusia sebagai „abid (penyembah

Allah) dan khalifatullah fiy al-ardh.

Demikianlah beberapa penelitian yang membahas tentang pemikiran

Muhammad Natsir dan Hasan Langgulung, meskipun beberapa penelitian

(28)

membandingkan pemikiran kedua tokoh tersebut seperti penelitian yang

dilakukan oleh penulis.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika pembahasan dalam penulisan ini memuat 5 (lima)

bab, yang antara bab satu dengan bab berikutnya mempunyai keterkaitan

yang saling mengisi terhadap subtansi yang ada. Adapun rincian

sistematis penulisan ini sebagai berikut:

Bab I, berisi tentang pendahuluan. Merupakan uraian umum latar

belakang penelitian. Pada bab ini dibahas beberapa sub bab, yakni: latar

belakang masalah, fokus penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian

pustaka, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang biografi dan setting sosial. Sesuai dengan

judul skripsi maka pembahasan pada bab ini berisi: latar belakang

keluarga, latar belakang pendidikan, karir politik dan hasil karya dari

Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung.

Bab III, penulis menyajikan hasil penelitian tentang temuan

penelitian dan penyajian data, yaitu gambaran umum tentang konsep

pendidikan Islam yang meliputi Tujuan, Kurikulum dan Metode

Pendidikan dari Mohammad Natsir dan Hasan Langgulung yang dilakukan

peneliti guna mengumpulkan data .

Bab IV, Pada bab ini, penulis akan memaparkan analisis atas

(29)

meliputi Tujuan, Kurikulum dan Metode Pendidikan dari Mohammad

Natsir dan Hasan Langgulung serta relevansi pemikiran tersebut.

Bab V, merupakan penutup. Pada bab ini dikemukakan tentang

kesimpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah, saran, dan kata

(30)

BAB II

BIOGRAFI MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG

A. BIOGRAFI MOHAMMAD NATSIR

1. Latar Belakang Keluarga Mohammad Natsir

M. Natsir merupakan anak dari pasangan Mohammad Idris Sutan

Saripado dan Khadijah. Ayahnya bekerja sebagai seorang pegawai rendah

yang pernah menjadi juru tulis pada kantor kontroler di Maninjau dan sipir

penjara di Sulawesi selatan. Beliau lahir di Jembatan Berukir, Alahan

Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada hari Jumat‟ 17 Jumadil

Akhir 1326 Hijriah, bertepatan dengan 17 Juli 1908 Masehi. Orang tua

M. Natsir dikaruniai empat anak yang salah satunya bernama Mohammad

Natsir dan ketiga saudara kandungnya bernama Yukinan, Rubiah dan

Yohanusun (Luth, 1999: 22).

Karena pekerjaan ayahnya, Ramayulis dan Nizar (2005:305)

menjelaskan bahwa M. Natsir sering berpindah-pindah begitu juga dengan

pendidikannya. Ia beberapa kali pindah sekolah saat menginjak sekolah di

Holland Islands School (HIS). Pada akhirnya M. Natsir lulus dari HIS Pemerintah di Padang. Kemudian melanjutkan pendidikan MULO di Padang

juga dan AMS di Bandung. Setelah lulus M. Natsir mendirikan Lembaga

(31)

Lebih lanjut Thohir Luth (1999:26) menguraikan kehidupan

kehidupan keluarga M. Natsir. Beliau melangsungkan pernikahannya dengan

Putri Nur Nahar yang merupakan guru Taman Kanak-kanak Pendidikan

Islam. Mereka menikah pada tanggal 20 Oktober 1934. Pernikahan

dilaksanakan dengan sederhana saja. Tamu-tamu makan di langgar yang

terletak di depan rumah tempat pernikahan dilangsungkan.

Pertemuan Natsir dan Putri Nur Nahar sebenarnya telah berlangsung

bahkan sejak mereka bekerja di Lembaga Pendidikan Islam. Pergaulan

selama dua tahun sesama pengasuh Pendidikan Islam, menambah

perkenalan sebelumnya tatkala keduanya sama-sama aktif di JIB, telah

mengeratkan kedua insan yang sama-sama tulus mengabdikan hidupnya bagi

kemajuan umat Islam. Natsir wafat pada tanggal 6 Februari 1993, bertepatan

dengan tanggal 14 Sya‟ban 1413 H, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam usia 85 tahun. Berita wafatnya menjadi

berita utama diberbagai media cetak dan elektronik. Berbagai komentar

muncul, baik dari kalangan kawan seperjuangan maupun lawan

politiknya karena saat itu beliau merupakan politikus yang dikenal banyak

orang. Ada yang bersifat pro terhadap kepemimpinannya dan ada pula

yang bersifat kontra. Mantan Perdana Menteri Jepang yang diwakili oleh

Nakadjima, menyampaikan bela sungkawa atas kepergian Natsir dengan

(32)

2. Riwayat Pendidikan Mohammad Natsir

Usia delapan tahun M. Natsir memasuki sekolah formal di tempat

ayahnya bertugas sehari-hari yaitu sebuah sekolah yang didirikan Belanda

yang bernama Hollands Islands School (HIS) yang diperuntukkan bagi anak

demang atau anak pegawai pemerintahan saat itu. Beruntung M. Natsir dapat

diterima di sekolah itu sekalipun ia anak pegawai rendahan. Hanya saja ia

tidak sampai selesai ataupun sampai menamatkan pendidikannya di sekolah

tersebut, sebab tidak lama sesudah itu ia pindah lagi bersama ayahnya ke

Kota Padang dan kemudian bersekolah di HIS Adabiah Padang (Saidan,

2011:141).

Selama lima bulan pertama di Padang, ia melewati kehidupan dengan

perjuangan berat. Ia memasak nasi, mencuci pakaian sendiri, dan mencari

kayu bakar di pantai. Kehidupan yang berat tersebut dilalui dengan senang

hati. Keadaan ini melatih kemandirian M. Natsir dalam menjalani kehidupan.

Kemudian ia dipindahkan ke HIS Pemerintah di Solok oleh ayahnya setelah

beberapa bulan sekolah di Padang. Ia langsung duduk di kelas yang dianggap

prioritas atas pertimbangan kepintarannya. Di Solok inilah ia pertama kali

belajar bahasa Arab dan mempelajari hukum fikih kepada Tuanku Mudo

Amin yang dilakukannya pada sore hari di Madrasah Diniyah dan mengaji

Al-Qur‟an pada malam harinya (Luth, 1999: 22).

Saidan (2011:143) menjelaskan bahwa setelah menamatkan

(33)

pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) – setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama(SMP) - sampai tamat. Kemudian setelah

mengantongi ijazah dengan nilai yang cukup memuaskan, ia melanjutkan

pendidikan ke Algememe Midelbare School (AMS) di Bandung. Di kota

bandung inilah bermula sejarah panjang ia alami karena ia bertemu dengan

sorang tokoh yang cukup terkenal saat itu bernama Ahmad Hasan pendiri

Persis yang oleh M. Natsir sendiri mengakui bahwa, ia banyak terpengaruh

dengan pemikiran tokoh ini.

Dalam usia 22 tahun, Mohammad Natsir telah memperoleh ijazah

AMS yang sudah memungkinkannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi,

apalagi dengan nilai yang cukup tinggi. Ia telah mendapatkan kesempatan

untuk mendapat beasiswa, akan tetapi ditolaknya tawaran tersebut. Bekerja

sebagai guru yang mengajar di salah satu MULO yang ada di Bandung

menjadi pilihannya saati itu. Profesi sebagai guru ia tekuni selama

bertahun-tahun, bahkan melalui kiprahnya sebagai guru itu ia dapat menyalurkan

pemikirannya yang selama ini terpendam dalam dirinya, yaitu keinginan

untuk mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, karena

pengajaran agama di sekolah-sekolah umum saat itu sungguh sangat sedikit

bahkan kurang dapat perhatian (Saidan, 2011).

Saidan (2011) juga mengutip pernyataan Mohammad Natsir seperti

yang tertera dalam karyanya “Politik Melalui Jalur Dakwah”, tokoh yang

ditengarai dan dikenal sebagai integrator Negara Kesatuan Republik

(34)

“Saya mulai mengajar di sekolah MULO. Salah satu muridnya ialah

Dahlan Djambek yang belakangan terlibat PRRI. Saya mengajar karena terdorong untuk mengajar agama. Tidak dikasih gaji apa-apa. Saya juga mengajar kursus pegawai kereta api. Bentuk pengajarannya sistem diskusi. Ketika saya melihat sekolah-sekolah kita sama sekali kosong dari pengajaran agama, saya berniat membentuk pendidikan modern yang sejalan dengan pendidikan agama. Kemudian saya

dirikan sekolah pendidikan Islam (Pendis). Dengan gaya

Muhammadiyah, tidak begitu beda. Cuma kami lebih praktis.

Misalnya, waktu itu, kami mempelopori sholat jum‟at di sekolah. Juga

mengajarkan kesenian untuk menghaluskan perasaan. Saya yang mengajar main bola, tapi, ya tidak gila-gilaan. Yang mengajar punya motivasi perjuangan.”

3. Karir Politik Mohammad Natsir

Mohammad Natsir mulai aktif dibidang politik dengan melibatkan diri

sebagai anggota Persatuan Islam Indonesia (PII) cabang Bandung. Pada tahun

1940-1942, Natsir menjabat ketua PII, dan pada tahun 1942-1945, ia

merangkap jabatan sebagai Kepala Biro Pendidikan Kota Jakarta yang

merupakan Perguruan Tinggi Islam pertama yang berdiri paska kemerdekaan.

Karir politik Natsir pasca kemerdekaan diawali sebagai anggota Komite

Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang berlangsung dari tahun 1945-1946.

Kemudian menjadi Menteri Penerangan Republik Indonesia pada cabinet

Syahrir ke-1 dan ke-2 serta cabinet Hatta ke-1. Dari tahun 1949 sampai 1958

ia diangkat menjadi ketua Masyumi, hingga partai ini dibubarkan.

Puncak karir Natsir dalam bidang politik terjadi ketika Natsir diangkat

sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia (1950-1951). Dalam

(35)

Perwakilan Rakyat (DPR), dan dari tahun 1956-1957, ia menjadi anggota

Konstituante Republik Indonesia (Nata, 2005: 77).

Sebagai pemimpin politik Islam, M Natsir telah memberikan

seluruh tenaga dan fikirannya bagi kepentingan seluruh umat Islam di

Indonesia pada khususnya dan pada seluruh rakyat Indonesia pada

umumnya. Dengan munculnya pemikiran untuk menyatukan masing-masing

Negara bagian untuk bersatu kembali dalam Negara kesatuan RI. Yang

telah dibicarakan terlebih dahulu dalam Dewan Pimpinan Partai Masyumi.

Mosi Integral disampaikan M. Natsir dalam Sidang Dewan Perwakilan RIS

pada tanggal 3 April 1950. Dari mosi integral inilah kemudian lahir

proklamasi kedua yang dikumandangkan oleh Presiden Soekarno pada

tanggal 17 Agustus 1950 di Istana Merdeka, Jakarta. Dengan demikian, M.

Natsir ditunjuk sebagai pembentuk cabinet karena ia dengan Masyumi

mempunyai konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi.

Bahkan, menurut A.H. Nasution, ide M. Natsir ini kemudian dijadikan

doktrin ABRI, sebab ide itu sesuai dengan doktrin tentara, yang tidak

hanya bertempur, tetapi terus menggali dukungan rakyat. Mosi integral

merupakan debut politik M. Natsir yang amat cemerlang yang sampai

sekarang Indonesia menjadi satu dan kokoh. Yang mana mosi ini dikenal

dengan “Mosi Integral M. Natsir” (Luth, 1999: 48).

Natsir tidak digunakan lagi dalam pemerintahan, bahkan partai

Masyumi yang dipimpinnya dibubarkan karena perbedan pandangan tentang

(36)

Islam sebagai dasar Negara. Pada puncak konflik antara keduanya, Natsir

juga melibatkan diri dalam gerakan opososi, Pemerintahan Revolusioner

Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra. Tokoh-tokoh ini menyatakan

bahwa pemerintahan Soekarno telah menyeleweng dari Undang-Undang

Dasar 1945, yang mengakibatkan Natsir dan kawan-kawannya ditangkap dan

dimasukkan kedalam penjara. Ketika Pemerintahan Orde Baru muncul Natsir

juga tidak diberikan tempat untuk ikut memimpin negeri ini. Beliau

tersingkir bukan karena keraguan orang terhadap kredibilitas dan

kemampuannya, akan tetapi karena masalah idiologi pula yang

menyebabkan pemerintahan Orde Baru tidak menginginkannya.

Keberaniannya mengoreksi Pemerintahan Orde Baru dan ikut

menandatangani Petisi 50 pada tanggal 5 Mei 1980, Menyebabkan M.

Natsir dicekal ke luar negeri tanpa melewati proses pengadilan.

Pencekalan ini pun terus berlangsung tanpa ada proses hukum yang jelas

dari Pemerintahan Orde Baru, dan ini berjalan hingga M.Natsir dipanggil

ke hadirat Allah SWT (Luth, 1999: 26).

Dikancah Internasional M. Natsir pada tahun 1956, bersama

Syekh Maulana Abul A‟la al-Maududi (Lahore) dan Abu Hasan an-Nadawi (Lucknow), M. Natsir memimpin sidang Muktamar Alam

Aslamy di Damaskus. Ia juga menjabat Wakil Persiden Kongres Islam

Sedunia. Ia menerima penghargaan internasional berupa Bintang

Penghargaan dari Tunisia dan Yayasan Raja Faisal Arab Saudi (1980).

(37)

Universitas Kebangsaan Islam Lebanon (1967) dalam bidang Sastra, dari

Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Saint Teknologi

Malaysia (1991) dalam bidang pemikiran Islam Ramayulis dan Nizar

(2005:305).

Selain telah memimpin partai Masyumi, M. Natsir juga mengikuti

organisasi PERSIS (Persatuan Islam) dan mendirikan DDII (Dewan Dakwah

Islam Indonesia).

a. PERSIS (Persatuan Islam)

Dengan mengikuti organisasi Persatuan Islam (Persis) Natsir mulai

meniti karirnya sebagai negarawan dan pejuang Islam. Dengan mendapatkan

bimbingan dari Ahamad Hasan, yaitu salah satu tokoh dari organisasi

Persatuan Islam yang sangat berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan sunnah,

sehingga tidak heran jika Natsir mengikuti jejak beliau untuk menegakkan

syariat Islam dari yang beliau anggap penyimpangan, seperti kurofat,

taqlid dan bid‟ah. Persis didirikan oleh Haji Zam Zam tanggal 12

September 1923 di Bandung. Pendirian Persis ini sangat terlambat jika

dibandingkan dengan gerakan-gerakan modern Islam lainnya seperti

Jami‟at Khoir (1905), Persyarikatan Ulama (1911), Muhammadiyah

(1912), Al-Irsyad (1913). Memang, pada tahun 1913, di Bandung telah

didirikan Sarekat Islam, namun usaha pengikutnya dalam aktivitas

keagamaan tidak tampak jelas, karena pada umumnya mereka para

(38)

salah satu pendorong untuk mendirikan organisasi ini. Awal mula ide

yang menjadi cikal bakalnya Persis ini adalah dari diskusi-diskusi tidak

resmi yang dilakukan oleh Haji Zam Zam yang belakangan nanti menjadi

tokoh berdirinya Persis. Organisasi ini mendapat bentuk yang jelas

setelah bergabungnya Ahmad Hasan dan M. Natsir di dalamnya pada

tahun 1927. Ketertarikan Muhammad Hasan dan M. Natsir pada Persis tak

lepas dari jasa atau ajakan temannya, Fahrudin al-Khaeri, untuk

menghadiri pengajian dan pengajaran yang dilakukan oleh organisasi ini

(Luth, 1999: 31-32).

b. DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia)

M. Natsir ternyata tidak pula sendirian dalam mewujudkan dan

mengimplementasikan pemikiran-pemikiran briliannya itu. Ia mendirikan

sebuah organisasi muslim yang juga bergerak di bidang pembinaan umat

yaitu Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII).

Di awal pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan istilah

Orde Baru, M. Natsir bersama kawan-kawan seperjuangan selalu gigih

memperjuangkan agar Masyumi kembali hidup. Oleh karena itu, berbagai

usaha dan lobi-lobi ia lakukan di tingkat tinggi, akan tetapi selalu kandas,

karena kalangan ABRI sendiri merasa keberatan. Hal itu menurut karena

keterlibatan tokoh-tokoh Masyumi dalam pemberontakan PRRI semisal M.

Natsir sendiri. Oleh karena itu, M. Natsir mencari jalan lain dengan

(39)

Bersama tokoh-tokoh lainnya ia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia. Melalui organisasi tersebut M. Natsir menyatukan umat Islam dan

membina umat (Saidan, 2011).

Saidan juga menambahkan bahwa lewat organisasi ini pula ia menjadi

semakin populer. Berkat organisasi muslim yang digagasnya ini ia dapat

menduduki berbagai jabatan dalam organisasi muslim tingkat dunia itu,

seperti World Muslim Congres, Rabithah „Alam Islamy, menjadi anggota

Dewan Mesjid sedunia. Bahkan memalui organisasi tersebut ia dapat

mendidik calon-calon juru dakwah dan mengirimkannya ke seluruh pelosok

tanah air Indonesia. Di samping tampil secara lngsung membina umat, ia juga

tampil membimbing umat melalui jurnalistik. Dakwah M. Natsir saat itu

dapat dibaca dalam majalah Pembela Islam, Panji Masyarakat dan lain-lain

yang terbit di zaman Orde Baru. Dengan demikian, tidaklah dianggap pujian

yang berlebihan bilamana dikatakan bahwa, M. Natsir itu termasuk

“maestro” dalam berbagai aspek terutama dalam bidang pembinaan umat.

4. Karya Ilmiah Mohammad Natsir

Meski aktif di dunia politik beliau adalah seorang cendekiawan

Muslim yang sangat produktif menulis. Baginya menulis adalah cara

yang sangat efektif untuk berjuang menegakkan kebenaran.

Tulisan-tulisan itu banyak terdapat di artikel-artikel, majalah, dan juga buku

(40)

Dalam salah satu laporannya, Yusuf Abdullah Puar menyebutkan ada

52 judul telah ditulis M. Natsir dalam berbagai kesempatan sejak tahun 1930.

Tidak jelas apa yang dimaksud dengan 52 judul tulisan M. Natsir tersebut,

apakah itu judul yang telah dihimpun menjadi buku atau judulartikel lepas

yang berada di berbagai media massa. Kalau betul ke-25 judul itu berupa

buku yang telah tercetak, ini bisa dimengerti karena berbagai buku M.

Natsir itu isinya berupa kumpulan artikel-artikel, seperti Kapita Selekta I

dan II dan sebagainya. Akan tetapi, jika judul tersebut juga termasuk tulisan

(41)

B. BIOGRAFI HASAN LANGGULUNG

1. Latar Belakang Keluarga Hasan Langgulung

Hasan Langgulung adalah seorang ilmuwan putra Indonesia yang

menekuni dunia pendidikan dan psikologi. Beliau lahir pada tanggal 16

Oktober 1934 di Rappang, sebuah bandar kecil di Sulawesi Selatan. Dalam

meniti kehidupannya, beliau berhasil membina kehidupan berumah tangga

dengan menyunting Nur Timah binti Mohammad Yunus sebagai istri. Dari

pernikahannya dikaruniai tiga orang anak yaitu: Ahmad Taufiq, Nurul Huda

dan Siti Zariah (Kholiq, dkk. 1999: 33).

Hasan Langgulung memiliki latar belakang yang luas dalam bidang

pendidikan dan psikologi. Oleh karena itu, beliau banyak menghasilkan karya

dalam bidang ini. Dari karya-karya beliau tersebut terlihat bahwa Hasan

Langgulung merupakan seorang yang kompeten dan profesional dalam

bidang ini.

2. Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung

Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh Hasan Langgulung

adalah sebagai berikut (Langgulung, 1985:248) :

a. Sekolah Dasar di Rappang dan Ujung Pandang.

b. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Islam di Ujung

Pandang, 1949-1952.

c. Sekolah Guru Islam Atas di Ujung Pandang 1957-1962.

(42)

e. B.A. dalam Islamic Studies dari Fakultas Dar- Al-Ulum, Cairo University, 1957-1962.

f. Diploma of Education (General), Ein Shanas University, Cairo,

1963-1964.

g. Special-Diploma of Education (Mental-Hygene), Ein Shams

University, Cairo, 1964.

h. Diploma dalam Sastra Arab Modern dari Institute of Higher Arab

Studies, Arab League, Cairo, 1964.

i. M.A. dalam Psikologi dan Mental-Hygene, Ein Shams University,

Cairo, 1967.

j. Ph.D. dalam Psikologi, University of Georgia, Amerika Serikat,

1971.

Gelar M.A. dalam psikologi dan Mental-Hygene dari Ein Shams

University, Cairo, tahun 1967 diraihnya dengan tesis:”Al-Murahiq

al-Indonesia, Ittijahatuh wa Darjat Tawafuq „Indahu.” Sedang disertasi Ph.D.

University of Georgia, Amerika Serikat tahun 1971 adalah:”A Cross Cultural

-Study of the Child Conception of Situational-Causality In India, Western

Samoa, Mexico and the United States” (Langgulung, 1985:249).

B. Riwayat Karir Hasan Langgulung

Semasa hidupnya Hasan Langgulung aktif mendedikasikan dirinya

untuk kemajuan pendidikan. Pengalaman mengajar beliau diantaranya adalah

menjadi kepala sekolah Indonesia di Kairo, dari tahun 1957-1968. Di Inggris

sebagai Visiting Scholat pada Cambridge University pada tahun 1986.

Menjadi Visiting Professor di University of Riyadh, Saudi Arabia sejak tahun

1977-1978. Research Assistant, University of Georgia tahun 1970-1971.

(43)

Psychological Consultant, Stanford Research Institute Menlo Park,

Callifornia (Langgulung, 2004: 366).

Selain pengalaman dalam hal mengajar beliau juga pernah

menghadiri berbagai persidangan dan konferensi-konferensi di dalam dan di

luar negeri seperti di Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, Jepang,

Austaralia, Fiji di samping di negara ASEAN sendiri. Selain itu beliau

juga adalah pemimpin beberapa majalah seperti Pemimpin Redaksi

Majalah Jurnal Akademika, diterbitkan oleh Universitas Kebangsaan

Malaysia, anggota redaksi majalah Jurnal Akademika, diterbitkan oleh

Universiti Kebangsaan Malaysia dalam bidang Sains Sosial. Anggota

redaksi majalah Peidroprisse, Journal of Special Education yang

diterbitkan di Illinois, Amerika Serikat (Langgulung, 1988: 242).

Dengan berbagai prestasi dan capaian yang berhasil beliau raih,

tidak salah jika namanya tercatat dalam berbagai buku-buku

penghargaan, diantaranya adalah (Kholiq, dkk. 1999: 35) :

a. Directory of American Psiychological Association,

b. Who is Who in Malaysia,

c. International Who‟s Who of Intellectuals, d. Who‟s Who in The World,

e. Directory of International Biography,

f. Directory of Cross-Cultural Research and Researches,

g. Men of Achievement,

(44)

i. Who‟s Who in The Commenwealth,

j. The International Book of Honour,

k. Directory of American Educational Research Assosiation,

l. Asia‟s Who‟s Who of Men and Women of Achievement and Distinction,

m. Community Leaders of the World,

n. Progressive Personalities in Profile.

C. Karya-karya Hasan Langgulung

Hasan Langgulung adalah seorang pakar dan ilmuan yang tidak

diragukan lagi kemampuannya dalam bidang pendidikan dan psikologi.

Hal ini terbukti dengan banyaknya karya yang beliau hasilkan. Beberapa buku

yang pernah beliau tulis dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu

bidang psikologi, bidang pendidikan dan bidang filsafat. Karya-karya buku

Prof. Dr. Hasan Langgulung antara lain (Kurniawan dan Mahrus, 2011: 272):

1. Teori-teori Kesehatan Mental Manusia(1986)

2. Psikologi dan Kesehatan Mental di Sekolah-sekolah (1979)

3. Pendidikan Islam suatu Analisa Sosio-Psikologikal (1979)

4. Beberapa Tinjauan dalam Pendidikan Islam (1985)

5. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan (1986)

6. Asas-asas Pendidikan Islam (1987)

(45)

BAB III

GAMBARAN UMUM KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MOHAMMAD NATSIR DAN HASAN LANGGULUNG

A. Konsep Pendidikan Islam Mohammad Natsir

1. Tujuan Pendidikan Islam

Mohammad Natsir merupakan salah satu tokoh nasional yang

sudah sangat tersohor di seluruh penjuru nusantara. Beliau banyak

dikenal karena jejaknya di dunia perpolitikan negeri bahkan hingga

mancanegara. Kiprahnya masih hangat di benak kita adalah prestasi

beliau menjadi tangan kanan presiden pertama republik ini, yaitu sebagai

Perdana Menteri sekaligus orang kepercayaan Soekarno. Walaupun pada

perjalanannya kedua tokoh kemerdekaan ini memiliki ideologi yang

berbeda dalam membangun negeri. Warna perdebatan dan pertentangan

intelektual di setiap jejak langkah mereka menjadi saksi terbentuknya

negara yang kuat dan menjunjung tinggi azas persatuan.

Natsir sebagai mujahid dakwah yang sangat gigih

memperjuangkan Islam di negeri ini melalui berbagai cara antara lain

dari karya-karyanya di media massa maupun juga dalam dunia politik

ketika beliau diberi amanah menjabat di pemerintahan maupun melalui

organisasi yang didirikannya. Meskipun dakwahnya tidak selalu diterima

(46)

mundur. Beliau memakai cara-cara yang lain, salah satunya adalah

melalui pendidikan.

Beliau memang seorang pendidik sehingga tahu apa dan

bagaimana pendidikan itu. Menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi

suatu bangsa yang ingin maju. Pada tahun 1949, Natsir memimpin

sebuah program pendidikan yang didirikan oleh tokoh-tokoh Islam di

daerah yang dikuasai Darul Islam. Pengalamannya sebagai pemimpin

pendidikan membuat cara pandangnya mengenai pendidikan semakin

luas. Bahkan jauh sebelum itu, tepatnya tanggal 17 Juni 1934, ia

menyampaikan pidatonya dalam Rapat persatuan Islam di Bogor. Judul

pidatonya nampak sederhana, tetapi kajiannya cukup mendasar, yaitu

“Ideologi Pendidikan Islam” (Luth, 1999:94).

Perhatian Natsir terhadap dunia pendidikan memang sudah diakui

dengan melihat rekam jejaknya. Seperti dalam pidatonya yang disebut

sebagai “Ideologi Pendidikan Islam” mengajak seluruh elemen

masyarakat agar dapat memahami arti penting dan tujuan sebagai dasar

pendidikan Islam. Beliau menjelaskan dengan bahasa yang cukup mudah

untuk dipahami dan dapat diterima sebagai ideologi yang dapat

diimplementasikan terutama dalam pendidikan..

Beliau mengatakan bahwa maju atau mundurnya salah satu kaum

bergantung sebagian besar kepada pelajaran dan pendidikan yang berlaku

(47)

maju, melainkan sesudah mengadakan dan memperbaiki pendidikan

anak-anak dan pemuda mereka. Bangsa jepang, satu bangsa Timur yang

sekarang menjadi buah mulut orang seluruh dunia karena majunya, masih

akan terus tinggal dalam kegelapan sekiranya mereka tidak membukakan

pintu negerinya yang selama ini tertutup rapat bagi orang-orang pintar

dan ahli-ahli ilmu negeri lain yang akan memberikan pendidikan dan

ilmu pengetahuan bagi pemuda-pemuda mereka, disamping mengirim

pemuda-pemuda pereka ke luar negeri mencari ilmu. Spanyol, satu negeri

di benua Barat, yang selama ini termasuk golongan kelas satu, jatuh

merosot ke kelas bawah sesudah enak dalam kesenangan mereka dan

tidak memperdulikan pendidikan pemuda-pemuda yang akan

menggantikan pujangga-pujangga di hari kelak (Natsir, 1980: 77).

Dua negara yang ditampilkan Natsir mewakili negara-negara di

Timur dan di Barat, adalah contoh konkret betapa pentingnya pendidikan

untuk kemajuan bangsa. Maksudnya adalah kemajuan suatu negara

bergantung kepada kepedulian negara tersebut terhadap pendidikan.

Demikian pula merosot atau keterbelakangan suatu negara terletak pada

ketidakpedulian negara tersebut terhadap pendidikan. Kemajuan suatu

bangsa tidak tergantung dari letak negara tersebut, entah itu di Barat atau

di Timur, apakah negara tersebut di kelilingi negara maju atau tidak,

tetapi tergantung pada pendidikan para pemuda-pemuda dari negara

tersebut apakah baik atau tidak. Semua tergantung pada kesadaran dan

(48)

sebelumnya. Dalam Al-Qur‟an surat ar-Ra‟du ayat 11 Allah telah

berfirman yang artinya:”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib

suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri

mereka sendiri.” Jika kita sadar akan kekurangan kita dan memiliki kemauan untuk berubah agar menjadi lebih baik maka jika Allah

mengizinkan kita akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Kenyataan ini tidak hanya dirasakan oleh dua negara yang disebut

Natsir dalam pidatonya, tetapi telah dirasakan dan disadari oleh berbagai

negara di dunia ini, termasuk negara Republik Indonesia. Hal ini dapat

dilihat dari perkembangan pendidikan Indonesia yang dari tahun ke tahun

terus mengevaluasi pendidikannya, salah satunya yaitu kurikulum yang

berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju.

Dengan demikian, pendidikan merupakan tolok ukur peradaban orang

perorangan atau suatu bangsa.

Natsir yang mengaku berguru politik pada H. Agus Salim dan

Syeikh Ahmad Surkati, ternyata memiliki wawasan yang luas tentang

berbagai masalah, termasuk soal pendidikan. Sejak belajar di Algememe

Midelbare School (AMS) Bandung, Natsir mulai tertarik pada pergerakan

Islam dan belajar politik di perkumpulan Jong Islamieten Bond (JIB),

sebuah organisasi pemuda Islam yang anggotanya adalah pelajar-pelajar

bumi putera yang belajar di sekolah Belanda. Organisasi ini mendapat

pengaruh intelektual dari Haji Agus Salim (Luth, 1999). Haji Agus Salim

(49)

Surkati adalah pendiri Al-Irsyad. Selama di Bandung Natsir banyak

bertemu tokoh-tokoh nasional yang membentuk cara berpikir dan

kemampuan berpolitiknya.

Perhatian Natsir terhadap dunia pendidikan yang besar dapat kita

lihat melalui pidato tersebut. Beliau menekankan pentingnya pendidikan

bagi kemajuan bangsa ini, terlebih pendidikan dasar sebagai pondasi

yang kokoh bagi generasi yang akan menggantikan generasi saat ini.

Dengan pengetahuan yang beliau miliki, mampu mengilustrasikan

dengan baik dan mudah diterima bagi pendengarnya. Dua negara yang

disebutkan beliau merupakan contoh yang konkrit bagaimana pendidikan

memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan bangsa.

Hal ini menjelaskan bagaimana sebuah bangsa dapat dengan

cepat berkembang pesat diantara bangsa-bangsa yang lain dan sebaliknya

sebuah bangsa juga dapat tenggelam dalam kebodohan yang semua itu

tergantung pada perhatian terhadap pendidikannya terutama bagi

pemuda-pemuda karena mereka adalah generasi penerus bangsa.

Pendidikan yang didefinisikan Natsir adalah satu pimpinan

jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya

sifat-sifat kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya (Natsir, 1954:82).

Pimpinan disini dapat diartikan sebagai bimbingan atau pengarahan

kepada yang dibimbing atau yang diarahkan. Bimbingan dalam

(50)

dan keterampilan saja, akan tetapi sikap spiritual dan sikap sosial juga

tidak boleh ditinggalkan dalam proses pendidikan tersebut.

Pengertian pendidikan Natsir memiliki kesamaan dengan para

ahli pendidikan Islam seperti Ahmad D. Marimba yang mengemukakan

bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik

menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil), serta

pendapat Ahmad Tafsir yang mengatakan bahwa pendidikan merupakan

bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara

maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Al-Rasyidin dan Nizar,2005: 32).

Ketiga pendapat tersebut memiliki persamaan bahwa pendidikan

merupakan proses bimbingan dan pengajaran dari seorang pendidik agar

dapat mengembangkan potensi jasmani dan rohani peserta didik secara

optimal sesuai ajaran Islam.

Pendidikan tidak identik dengan pengajaran yang hanya terbatas

pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia. tugas pendidikan

bukan melulu meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan

seluruh aspek kepribadian manusia (Zuhairini,1995: 149). Oleh karena

itu, pendidikan dapat meliputi beberapa aspek dalam kehidupan manusia,

karena pada dasarnya melalui pendidikanlah dapat membentuk dan

melengkapi sifat-sifat kemanusiaannya, atau lebih jelasnya bahwa

pendidikan merupakan proses pembentukkan karakter peserta didik yang

(51)

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang memiliki

kelengkapan jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan jasmaninya , ia

dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan fisik, dan

dengan kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang

memerlukan dukungan mental. Selanjutnya agar kedua unsur tersebut

dapat berfungsi dengan baik dan produktif, maka perlu dibina dan

diberikan bimbingan. Dalam hubungan ini pendidikan memegang

peranan yang amat penting (Nata, 1997: 35). Terutama Pendidikan Islam

yang membangun kecerdasan spiritual yang memberikan pemahaman

terhadap agama dan membentuk kecerdasan emosional agar peserta didik

memiliki mental yang kuat untuk menghadapi kehidupan yang akan

dilalui oleh mereka.

Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam

memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Kita sulit membayangkan

dalam benak, jika ada suatu kegiatan tanpa memiliki kejelasan tujuan.

Hal itu bisa dimengerti karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan

yang amat penting. Ahmad D. Marimba (1989:45), misalnya

menyebutkan ada empat fungsi tujuan pendidikan yaitu:

a. Tujuan berfungsi mengakhiri usaha,

b. Tujuan berfungsi mengarahkan usaha,

c. Tujuan berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai

tujuan-tujuan yang lain, dan

(52)

Dari uraian di atas maka tampak jelas pentingnya merumuskan

tujuan pendidikan sebelum pendidikan itu dilaksanakan. Dengan begitu

para pelaku pendidikan dapat mengambil langkah-langkah dan

merencanakan proses pendidikan yang mengacu pada tujuan tersebut.

Menurut Natsir (1954:54), suatu pendidikan harus memiliki

setidaknya dua hal, yaitu

a. Satu tujuan yang mengarahkan pendidikan itu sendiri, dan

b. Satu asas yang menjadi dasar dari pendidikan tersebut.

Pendidikan tersebut tidak akan berjalan sebagaimana yang direncanakan

jika tidak ada salah satu dari kedua hal tersebut. Tujuan pendidikan kita

tidak dapat dipisahkan dari tujuan hidup kita sendiri karena keduanya

adalah sama. Tujuan dari pendidikan adalah tujuan hidup, M. Natsir

menjelaskan dengan mengutip ayat dalam Al-Qur‟an surah Adz Dzariat

ayat 56:

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku.”

Tujuan hidup setiap muslim telah ada dalam al-Qur‟an yaitu

hanya untuk menyembah kepada Allah Tuhan semesta alam. Dalam

pengertian sederhana, menyembah adalah mengamalkan segala

(53)

Ramadhan. Selain itu, tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh

agama.

Pengertian “menyembah Allah” dalam konteks tujuan hidup

disini memiliki makna yang sangat luas, yang mencakup ibadah khusus

(hablum min Allah) dan ibadah umum (hablum min al-khalqiah) melalui

aktivitas yang memposisikan manusia sebagai khalifah Tuhan di dunia

ini. Pengertian penyembahan secara spesifik dalam pendidikan adalah :

“melengkapi ketaatan dan ketundukan manusia kepada semua perintah

Ilahi yang membawa kepada kejayaan duniawi dan kemenangan ukhrawi,

serta menjauhkan diri dari segala laraangan yang dapat menghalangi

tercapainya kemenangan dunia dan akhirat itu”. Dengan demikian

urgensi penyembahan bukanlah untuk kepentingan Allah karena Allah

tidak membutuhkan sesuatu apapun dari makhluk-Nya, tapi merupakan

“kebutuhan dasar” bagi manusia dalam upaya pembebasan dari penghambaan diri dan rasa ketergantungan terhadap sesama makhluk

Tuhan yang terkadang lebih rendah martabatnya dari manusia

(Ramayulis dan Nizar, 2005: 307).

Sebagai makhluk, sudah seharusnya manusia menyembah

penciptanya, hal tersebut merupakan kebutuhan bagi manusia sendiri dan

bukan karena Allah membutuhkan. Allah adalah Sang Pencipta, Dia tidak

membutuhkan apapun karena Dia memiliki segalanya. Manusia

seharusnya menyadari hal tersebut sehingga hanya Allah-lah tempatnya

(54)

Hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa menjadi hamba Allah

merupakan tujuan dari pendidikan, Natsir mengemukakan bahwa yang

disebut hamba Allah ialah orang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah,

sebagai pemimpin untuk manusia. mereka mematuhi segala perintah

Allah, dan berbuat baik kepada sesama makhluk, serta menunaikan

ibadah terhadap Tuhannya, seperti yang terdapat dalam Q.S. al-Baqarah:

177 yang artinya:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan

pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan

(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar

(imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa” (Natsir,

1954:57).

Disisi lain Natsir menambahkan bahwa untuk dapat meraih

kemenangan hidup dunia dan akhirat, setiap individu harus didukung

dengan penguasaan ilmu pengetahuan, karena penguasaan ilmu

pengetahuanlah yang dapat membuat posisi seseorang menjadi terhormat,

baik di sisi Allah maupun di sisi sesama makhluk. Untuk melengkapi

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa dengan adanya tindakan melanggar Undang-Undang yang telah dijelaskan diatas oleh pihak tergugat dan melakukan penarikan tanpa adanya pemberitahuan kepada penggugat

The blue color used as the base in that billboard implies safety, trust and clarity as the psychological response towards ((Kusrianto, 2007: 47). The company also give a

Telah dilakukan penelitian tentang skrining fitokimia pada biji kalangkala (Litsea angulata). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia biji

Dengan banyaknya tawaran yang diberikan oleh berbagai macam jasa bimbingan belajar maka mengharuskan orang tua untuk lebih teliti dalam memutuskan jasa bimbingan belajara yang akan

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Pengontrolan Ac Mobil Berdasarkan Kemiringan Jalan (Tanjakan) Chresnawan Teddy

Jumlah genera yang teridentifikasi dari kelas Zygnematophyceae yaitu 7 genera dengan nilai persentase variasi sebesar 41,18%.. Kelas dengan variasi paling sedikit adalah