• Tidak ada hasil yang ditemukan

33e Model Pengemb 02

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "33e Model Pengemb 02"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM SENI RUPA

Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa model pengembangan kurikulum inovasi pada pendidikan Seni Rupa. Yang dimaksud dalam pengembangan kurikulum inovasi pada pendidikan Seni Rupa adalah dilihat dari berbagai sudut, dimana pembelajaran tidak konvensional atau seperti yang biasa dilakukan yaitu di dalam kelas dan fokus pada guru sebagai sutradara. Mengapa ini masih dianggap perlu, karena pelaksanaan pendidikan Seni Budaya khususnya Seni Rupa di lapangan tidak terjadi sesuai apa yang diharapkan. Setiap satuan pendidikan dapat memilih salah satu atau beberapa model pengembangan kurikulum inovasi yang dapat diterapkan dengan tepat sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah masing-masing.

Adapun prinsip pengembangan dalam pendidikan Seni Rupa adalah : a. Berakar budaya Nusantara, b. Berpusat pada kebutuhan peserta didik, c. Memperhatikan kondisi sekolah dan lingkungan, d. Dinamis, e. Bebas jender, f. Memperhatikan karakteristik siswa, g. Mengembangkan konsep pikir.

Tujuan umum untuk peserta didik dalam pengembangan model ini adalah : 1. Mengembangkan sikap kreatif, terampil dan bertanggung jawab dalam

kegiatan berkarya Seni Rupa.

2. Mengembangkan teknologi sederhana dan tepat guna.

3. Mampu menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan lingkungannya.

4. Menyalurkan dan memupuk minat serta bakat.

5. Menggali sikap kemandirian melalui kreativitas, keterampilan dan Estetika.

6. Mengembangkan dan mengasah sikap apresiatif terhadap media dan karya Seni Rupa dalam berbagai bentuk dan kritik seni.

Model Pengembangan Pembelajaran 1). Definisi

Model pengembangan dalam bidang pembelajaran merupakan strategi pengajaran dengan menerapkan pengembangaan pada seluruh perangkat pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran yang dimaksud dapat meliputi : - Bentuk karya

Kebanyakan pengajaran seni rupa selalu berorientasi pada gambar atau bentuk 2 dimensi, maka perlu dikembangkan menjadi 3 dimensi dengan kreasi karya yang beraneka ragam.

- Media dan sumber inspirasi

Media yang biasa digunakan adalah kertas, maka pada pengembangannya perlu dikreasikan menjadi aneka media seperti kayu, daun, plastik, dll dengan berbagai bentuk tidak hanya persegi empat. Media Audio Visual juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran.

(2)

- Pengelolaan kelas

Meja dan kursi dapat diatur sedemikian rupa agar siswa tidak bosan, sekali waktu dapat dibuat lesehan dan berkelompok. Penataan dapat disesuaikan dengan tugas yang akan dilakukan peserta didik. Perlu juga tempat yang lapang untuk menjelaskan materi kepada siswa dimana siswa duduk posisi di bawah agar memudahkan pembelajaran.

Sangat perlu dibuatkan pojok baca dimana peserta didik akan bereksplorasi mencari sumber ide dalam berkarya.

Alat-alat dan bahan belajar yang diperlukan peserta didik perlu dipersiapkan dan ditempatkan pada rak-rak yang terbuka sehingga peserta didik dapat bekerja mandiri dengan alat dan bahan yang tersedia tanpa harus meminta bantuan.

- Tempat display

Persiapkan tembok dan meja untuk mendisplay karya peserta didik untuk apresiasi.

- Wadah cuci tangan dan peralatan

Perlu juga dipersipkan wadah cuci tangan dengan kran atau ember yang mudah dijangkau peserta didik untuk membersihkan tangan dan alat belajar.

- Pengembangan instruksi tugas

Sekali waktu perlu membuat game dalam pembelajaran Seni Rupa untuk mencegah kebosanan, seperti ;

a. gambar estafet; peserta didik diminta untuk bekerja dalam sebuah kelompok dan diberikan media untuk melukis/menggambar, setiap peserta mendapatkan sebuah media gambar. Lalu guru meminta peserta didik menggoreskan apa saja dalam media gambar tersebut dengan alat gambar misal krayon. Biarkan hingga 5 menit, setelah waktu 5 menit selesai media gambar dioper kepada temannya dengan hitungan operan 3 kali dengan menyebutkan 3 warna contohnya merah kuning biru sebagai warna pokok. Peserta didik berikutnya melanjutkan gambar tersebut. Begitu terus menerus hingga selesai. Gambar harus betul-betul jadi dan bisa dipamerkan sehingga mereka akan sungguh-sungguh bekerja. Gambar boleh saja diganti dengan membentuk plastisin estafet dan sebagainya.

b. instruksi mencongak, Guru mengajarkan komposisi dengan cara mendikte soal-soal yang perlu dibuat oleh peserta didik dalam beberapa menit. Peserta didik diberi media 3 dimensi yang akan diselesaikan dengan cara kolase. Misalnya; buatkan 3 jenis garis yang berbeda ukuran dan posisi pada bidang/media 3 dimensi tersebut dengan tempelan aneka bahan kolase. Lalu peserta didik melakukan. Dalam hitungan 10 menit misalnya guru menyebutkan lagi soal kedua; Buatlah bentuk lingkaran besar dan kecil sebanyak 5 buah yang tersebar pada media 3 dimensi tersebut. Begitu seterusnya hingga selesai. c. tebak bentuk atau gambar, kegiatan ini seperti permainan win lose or draw di

(3)

2). Tujuan

Adapun tujuan pengembangan model pembelajaran ini adalah guna meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelas, mencegah kebosanan, dan mewadahi potensi peserta didik dengan variasi pembelajaran.

Model Pengembangan Kelas Khusus 1). Definisi

Model pengembangan kelas khusus ini merupakan strategi penangan potensi peserta didik sesuai minat atau pilihan peserta didik sendiri. Dimana sistem pemilihan diatur oleh pengajar, dan kelas khusus yang dibuka merupakan kelas-kelas proyek materi seni rupa yang disesuaikan dengan besaran materi yang harus dikuasai siswa di dalam kurikulum. Misal ; kelas lukis, kelas keramik, kelas patung, kelas batik , kelas desain grafis, dll. Adapun waktu dibukanya kelas khusus ini dapat pertiga bulan atau persemester. Sehingga nantinya lulusan dapat merasakan pembelajaran dalam setiap materi dengan lebih mahir.

2). Tujuan

Peserta didik dapat mengasah potensi dalam jangka waktu yang cukup panjang sehingga peserta didik dapat belajar lebih mendalam pada satu materi tertentu. Tentunya kelas khusus ini dapat diterapkan pada siswa kelas tinggi di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.

Model Pengembangan Kelas Integrasi 1). Definisi

Model pengembangan kelas integrasi merupakan strategi pengajaran yang memadukan beberapa bidang seni ke dalam satu pembelajaran. Untuk dapat membuat kelas integrasi/terpadu maka pengajar perlu menentukan sebuah tema khusus yang tepat untuk diterapkan dalam berbagai bidang seni. Misal ; Tubuh manusia, Perayaan, dll. Tema yang sudah dibuat itu lalu dibuatkan dalam silabus, disitu akan terlihat kompetensi apa yang dapat dimunculkan dalam seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater dalam tiap kelasnya.

Tentunya dalam menerapkan kelas integrasi tidak mudah, seorang pengajar harus mengetahui dan menguasai semua bidang seni terlebih dahulu sebelum diajarkan pada peserta didik. Dalam pelaksanaannya pun kelas integrasi hanya tentatif, sewaktu-waktu saja mengingat seorang pengajar harus menjadi meneger dalam kelas dan juga tidak semua bidang seni dapat diintegrasi pada setiap tema yang ditentukan.

Dalam kelas integrasi guru dituntut harus kreatif, agar peserta didik dapat menerima pelajaran dengan baik dan hati senang.

2). Tujuan

Memadukan setiap unsur seni dalam satu waktu pembelajaran, yang dapat membuat pembelajaran menjadi efektif, efisien dan menarik.

(4)

Model pengembangan luar kelas merupakan strategi pengajaran yang memanfaatkan lingkungan luar kelas menjadi tempat belajar atau ruang kelas. Pengajar diharapkan dapat merubah suasana belajar yang sudah tidak kondusif ke dalam suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.

Tentunya dalam menjadikan luar kelas sebagai tempat belajar dilihat cuaca terlebih dahulu, apakah memungkinkan atau tidak. Kesiapan peralatan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap keberhasilkan pembelajaran.

Materi yang diberikan kepada peserta didik hendaknya disesuaikan dengan kondisi penggunaan luar kelas tersebut. Alat dan bahan pun dapat memanfaatkan kondisi alam di lingkungan tersebut.

Peserta didik sangat senang jika dibawa ke luar kelas, karena tercipta suasana yang baru. Hal ini dapat berdampak positf terhadap kesiapan dan kualitas hasil belajar peserta didik.

2). Tujuan

Dapat merangsang banyak gagasan jika berada di luar kelas. Peserta didik dapat belajar dari alam terbuka. Dapat menemukan banyak kejutan dalam hal kreativitas.

Model Pengembangan Kelas Magang 1). Definisi

Model pengembangan kelas magang merupakan strategi pengajaran dimana peserta didik belajar di tempat pengrajin atau seniman tertentu. Di sini peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan pengrajin. Peserta didik dapat bertanya pada sumber belajar yang tepat dan terlihat. Misal ; pada pengrajin anyaman bambu, atau seniman keramik.

Dalam kelas magang tentunya perlu waktu khusus, yang mungkin dapat diagendakan sebagai karyawisata atau workshop. Peserta didik langsung belajar berkarya ditempat tersebut, sehingga pengalaman yang didapat lebih berkualitas.

Pertemuan dapat diatur dalam 1 atau 2 kali berjalan, sehingga tidak terlalu mengganggu jam sekolah. Dan waktu kunjungan ini pun harus disesuaikan dengan kondisi, sehingga hanya materi tertentu saja yang dapat dilakukan mengingat pengrajin yang tersedia juga terbatas.

2). Tujuan

Memberi pengalaman langsung kepada peserta didik kepada sumber belajar dan peran profesi pada pengrajin atau seniman tertentu.

MUSIK

MODEL PEMBELAJARAN TENTANG KEPEKAAN PERSEPTUAL DAN ELEMEN MUSIKDI KELAS I, II DAN III SD

A. PENGALAMAN RUANG

(5)

ruangan yang baru/asing dan mereka secara aktiv menyesuaikan diri dengan ruangan tersebut, tempat dimana mereka nanti akan belajar.

Dalam penguasaan seluruh ruangan dan tidak hanya bergerak pada bagian tengah ruangan ataupun tepi tembok saja namun perlu memiperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Peserta didik duduk di tengah ruangan dan melihat/mengamati seluruh ruangan secara teliti:

a. Memenjamkan mata sambil membayangkan ruangan.

b. Jika ada pertanyaan: Dimana letak (almari, gambar...?) peserta didik dalam keadaan mata tertutup menunjukkan dengan tangannya ke arah letak „sesuatu yang ditunjuk“.

c. Benda tertentu dipindahkan letaknya, dan peserta didik mencoba mencari benda apakah yang dipindahkan itu dan kemana benda tadi dipindahkan.

d. Peserta didik dalam keadaan mata tertutup memutarkan arah posisi duduknya. Mereka membuka matanya pada arah bunyi tertentu (yang dibuat oleh guru) dan menutup mata kembali setelah mendengar bunyi yang lain. Berakhir dengan menceritakan segala hal yang dilihat.

2. Peserta didik diberi seutas tali. Mereka meletakkan tali-tali tersebut dengan membentuk seperti „jalan“ ada yang berputar, membelok, seperti kurva atau jalan buntu di seluruh ruangan. Jika semua tali sudah diletakkan, peserta didik berjalan di atas jalan yang dibentuk peserta didik tadi, tanpa saling mengganggu satu sama lain.

3. Peserta didik diberi ban karet. Setiap anak memilih sendiri tempat di dalam ruangan, dengan memberi kemungkinan agar jarak antara ban yang satu dengan yang lainya masih tersedia cukup tempat. Jika terdengar bunyi tertentu peserta didik meninggalkan bannya dan berjalan ke seluruh ruangan, tanpa saling mengganggu satu sama lain dan juga tidak menginjak ban-ban yang ada. Jika terdengar bunyi tertentu (bunyi yang lain) peserta didik menuju pada ban masing-masing.

4. Setiap anak mengenali betul-betul bannya masing-masing dan mencoba berjalan pada ban yang terjauh (terdekat), dengan tanpa mengganggu teman yang lain. Selanjutnya kembali pada bannya sendiri.

5. Peserta didik diperdengarkan lagu yang dikenal. Ketika lagu di perdengarkan, peserta didik bergerak menuju ke seluruh ruangan dan pada nada terakhir peserta didik berdiri pada bannya masing-masing. Langkah yang sama hanya saja tanpa diperdengarkan lagu, melainkan peserta didik sambil bernyanyi sendiri, bertepuk tangan dan atau bergerak bebas.

6. Latihan bagian 3 s/d 6 tanpa ban, melainkan peserta didik mengenali struktur lantai ataupun tanda lain.

7. Seorang anak bergerak dengan langkah kecil ke seluruh ruangan. Peserta didik yang lain mencoba mengikuti di belakangnya, atau mengikuti jejak seorang anak dengan cara meletakkan tali dibelakangnya.

(6)

9. Setelah peserta didik cukup waktu untuk mengenali ruangan yang ada, seorang anak ditutup matanya. Anak tadi dibawa ke sudut tertentu dan diminta meraba sesuatu, dan menyebutkan dimana kira-kira dia berada.

10. Tali yang cukup panjang diletakkan didalam ruangan. Pada bagian ujung tali terdapat misalnya alat bunyi-bunyian atau ban. Peserta didik meraba seluruh tali yang disediakan dalam keadaan tertutup matanya, sampai mereka menemukan alat bunyian/ban. Selanjutnya permainan bebas dengan alat bunyi-bunyian/ban.

11. Di 4 sudut ruangan dibunyikan 4 alat bunyi-bunyian yang berbeda satu dengan yang lainnya (dibunyikan secara bergantian atau acak). Peserta didik berjalan dengan mata tertutup menuju sumber bunyi.

12. Peserta didik berdiri masing-masing dengan jarak 2-3 meter membentuk dua barisan yang saling berhadapan. Ketika tanda bunyi di perdengarkan peserta didik menutup matanya dan berjalan pelan-pelan ke arah yang bebas.

13. Seluruh kelompok mencoba

a. Sedapat mungkin menutupi/memenuhi seluruh besarnya ruang (Tangan dan kaki membentang kekanan dan ke kiri).

b. Selanjutnya menutupi ruangan sekecil mungkin (duduk bersila saling berhimpitan dan tangan saling merangkul).

B. Durasi (panjang Pendek) Nada

Peserta didik sebaiknya tidak hanya mengalami adanya bunyi panjang dan bunyi pendek, melainkan juga bisa menentukan kira-kira seberapa panjang dan seberapa pendek bunyi itu. Untuk bisa menentukan durasi nada secara lebih obyektiv, alangkah baiknya jika dibuat jam pasir dari dua buah botol besar. Satu botol diisi dengan pasir (bisa juga Gula, Garam dll, yang tidak pekat ataupun lengket). Selanjutnya dua botol tersebut dirapatkan dibagian ujung- ujungnya. Durasi mengalirnya pasir sebaiknya tidak terlalu lama, sekitar 20 detik saja. Peserta didik sebaiknya mengalami bahwa durasi nada bergantung pada:

1. Material, dari bahan apa dia dibuat.

2. Kekerasan, bagaimana nada itu diproduksi

3. Kondisi gelombang yang berarti apakah sumber bunyi bebas bergelombang atau tertahan.

Dalam hal ini sangat penting untuk mengupayakan agar peserta didik bermain dengan teknik memainkan instrument secara benar. Peserta didik harus mencoba sendiri bagaimana seharusnya memainkan instrument, agar menghasilkan bunyi yang „indah“.

Suatu pembicaraan tentang ciri-ciri durasi nada yang difahami melalui latihan-latihan akan dimengerti secara sendirinya, oleh sebab itu dalam contoh-contoh latihan tidak perlu dibicarakan lagi secara ekstra.

(7)

2. Sebagaimana pada kegiatan pertama peserta didik duduk selama bunyi berlangsung, jika sudah tidak mendengar lagi mereka berdiri dan berjalan pelan-pelan mengitari ruangan sampai terdengar bunyi yang berikutnya.

3. Selama mendengarkan bunyi peserta didik mengangkat atau menurunkan lengan secara pelan-pelan.

4. Selama bunyi berlangsung peserta didik memejamkan mata. Jika tidak terdengar lagi, mereka mengangkat lenganya tinggi-tinggi, secara perlahan.

5. Selama bunyi berlangsung lama mata peserta didik mencoba untuk menemukan suatu titik tertentu didalam ruangan, dengan tanpa memejamkan/mengejapkan mata (setelah bunyi berhenti baru boleh mengejapkan mata).

6. Selama bunyi berlangsung peserta didik berjalan seperti langkah unggas ke seluruh ruangan. Pijakan kaki paling awal dan paling akhir diberi tanda (dengan kapur). Selanjutnya jauhnya langkah masing-masing anak dibandingkan.

7. Peserta didik membuat corat-coret durasi berbagai nada yang diperdengarkan diatas sebuah kertas dengan perbedaan coretan/garis (setiap durasi nada disimbulkan dengan sebuah garis).

8. Peserta didik mengamati, seberapa banyak pasir yang masuk didalam jam pasir selama bunyi berlangsung. Perbedaan banyaknya pasir (tingginya pasir) ditandai dengan lackband ataupun tanda yang lain.

9. Seorang anak memukul simbal yang digantung. Secara serentak peserta didik yang lain melemparkan balon ke udara. Balon baru boleh dipegang lagi jika bunyi tidak terdengar lagi.

10. Semua anak diberi benda (instrument) apa saja yang bisa menghasilkan bunyi yang penting bisa memproduksi bunyi secara cukup panjang. Peserta didik duduk melingkar.

a. Seorang anak memperdengarkan Instrumentnya. Jika bunyinya tidak terdengar lagi, maka anak yang disebelahnya membunyikan instrumentnya, demikian berturut-turut hingga semua anak memainkan instrumentnya.

b. Sama dengan langkah (a) tetapi dengan mata tertutup.

11. Peserta didik menyentuh senar yang digetarkan secara hati-hati (Gitar; Piano, Kecapi dll) Peserta didik menceritakan apa yang terjadi jika menekan terlalu keras. Sebagai perbandingan peserta didik menyentuh bilahan Xylophon, Saron, Gender dan sejenisnya, yang dibunyikan.

12. Beberapa uang logam diletakkan diatas permukaan kulit genderang/tambur atau kendang. Setelah dipukul maka uang-uang logam tersebut akan bergetar. Peserta didik baru boleh memukulnya lagi jika uang logam tidak bergerak lagi.

13. Setiap anak diberi ban karet. Semua anak memutarkan ban yang didirikan secara serentak. Semua anak menunggu sampai tidak ada satu banpun yang bergerak, kemudian diulangi lagi.

14. Sebagaimana langkah 13 tetapi dengan mata tertutup.

15. Peserta didik memutarkan bannya masing-masing (ban didirikan). Selama ban bergerak, peserta didik bergerak mengitari ruangan. Mereka baru boleh kembali pada ban masing-masing jika ban tidak bergerak lagi. Jika mungkin merebahkan diri bersamaan dengan gerakan ban.

(8)

lain mengamati apakah seluruh durasi nada diikuti dengan gerakan jari secara tepat, terlalu cepat ataukah terlalu lambat menghentikan gerakan jarinya (saling bergantian).

17. Selama bunyi tertentu berlangsung (terdengar), peserta didik kembali berjalan pada jalan yang telah ditentukan sebelumnya. Ketika bunyi berhenti peserta didik harus sudah sampai pada tujuan secara tepat.

18. Peserta didik dibagi menjadi 2 kelompok. Satu kelompok mendapatkan instrument yang berbunyi pendek, dan kelompok yang lain mendapat instrumen yang berbunyi panjang. Seorang anak mendireksi. Kelompok bisa saling diganti, tetapi sekaligus diminta untuk bermain (nonverbal).

19. Berbagai durasi nada disusun dengan tanda ataupun gerakan misalnya Bunyi pendek= sebuah titik, bunyi yang panjang = garis atau lingkaran.

20. Tanda yang ditemukan ditulis diatas kertas. Kertas-kertas dijejerkan secara berturutan dan berdekatan satu sama lain. Selanjutnya berbagai macam durasi bunyi yang disusun tadi, dimainkan.

21. Rangkaian bunyi panjang dan pendek diperdengarkan (secara singkat saja). Peserta didik meletakkan kertas-kertas tadi sesuai dengan bunyi yang diperdengarkan.

C. Timbre (Warna Nada)

Peserta didik dengan bantuan tanda-tanda akustis diharapkan dapat menentukan berbagai macam sumber bunyi. Peserta didik tidak hanya dapat mempergunakan alat-alat musik yang umum, tetapi juga alat-alat-alat-alat sederhana yang dibuat sendiri.

Pada setiap kegiatan sebaiknya tidak diperkenalkan lebih dari 3 jenis alat yang berbeda, yang harus dialami dengan berbagai macam aspek.

1. Sumber bunyi dilukiskan oleh peserta didik. Guru mempersiapkan kertas yang disusun menjadi 4 kategori. Yaitu Instrument Mettal, Kayu, Kulit Binatang dan yang lain. Peserta didik mengelompokkan instrumen yang diperkenalkan kedalam kategori secara benar. Peserta didik juga bisa menggambar instrumen pada kategori atau menggunting gambar-gambar instrument dari majalah, koran Prospekt dll lalu menempelkan pada kertas yang telah diberi kategori-kategori tadi. Peserta didik harus dibuat sedemikian rupa bisa menghayati/mengenali instrument mana yang mereka kenal secara lebih baik, sekaligus peserta didik bisa mengenali berbagai instrument secara lebih cepat. Bunyi-bunyi insterument diperdengarkan dan digambarkan oleh peserta didik. Setelah latihan dengan cukup lama harus dimungkinkan bahwa peserta didik , berdasarkan dari pengalaman mereka, yang telah mereka perbuat pada instrument lain, mengatakan, bunyi yang mana yang mereka harapkan. Harapan bunyi ini kemudian dibandingkan dengan bunyi yang sebenarnya.

(9)

3. Peserta didik merasakan, seberapa keras berbagai instrument itu bergetar pada saat dibunyikan. Dalam hal ini setelah beberapa lama juga bisa ditempuh cara yang lain artinya peserta didik mengamati dan menyebutkan instrument, seberapa keras instrument ini bergetar.

4. 3 buah isntrument di bagi-bagi didalam ruangan. Peserta didik duduk sedemikian rupa sehingga tidak melihat instrumentnya. Seorang anak berjalan mengelilingi ruangan dan memukul instrument sekehendaknya dengan urutan tertentu. Selanujutnya anak yang lain mencoba menirukan secara persis urutan nada yang telah dibunyikan anak sebelumnya.

5. Peserta didik mendapat 2 instrument. Peserta didik harus saling memiliki instrument yang sama. Oleh karena dalam perbedaan perlengkapan hanya jarang dijumpai instrument yang cukup banyak, maka disarankan untuk mengambil instrument buatan sendiri atau berbagai jenis kertas. Guru atau seorang peserta didik membunyikan bunyi tertentu tetapi tidak terlihat oleh peserta didik yang lain. Peserta didik yang lain menirukan bunyi tadi artinya mempergunakan instrument dengan cara yang sama. Latihan ini bisa juga dijadikan semacam „perlombaan“. Dalam hal ini semua anak mengambil instrument yang tidak dimainkan sebelumnya.

6. Bunyi-bunyi ataupun nada yang diperkenalkan disusun berdasarkan gerakan-gerakan a. Peserta didik menyajikan gerakan-gerakan tertentu (sesuai dengan perjanjian) pada saat bunyi/nada diperdengarkan. B. Peserta didik dibagi dalam 3 kelompok.. Setiap kelompok disusun berdasarkan satu bunyi dan gerakan yang sesuai (perlu diperhatikan bahwa tidak selalu semua instrument dimainkan secara bersama-sama. Kombinasi bunyi yang serentak harus diganti-ganti, atara kombinasi bunyi atau juga bunyi tunggal, harus diberi jeda (Pause). Untuk meningkatkan daya konsentrasi sangat bermanfaat jika setiap setelah Pause terkadang bunyi dengan kombinasi yang sama dibunyikan lagi).

7. Peserta didik membuat perjanjian dengan bunyi tertantu, ketika bunyi diperdengarkan semua peserta didik berdiri. Selama peserta didik bergerak secara bebas didalam ruangan, beberapa nada diperdengarkan. Dan jika bunyi teertentu berdasarkan kesepakatan di perdengarkan peserta didik boleh berdiri. (setelah latihan dengan waktu yang memadahi, dibuat perjanjian lagi dengan bunyi yang lain yang mirip). Sebagai contoh bunyi yang disepakati: Simbal besar yang digantungkan, dua bunyi: Simbal kecil yang digantung dan simbal besar dll). 8. Peserta didik mencoba mengembangkan berbagai jenis teknik permainan diatas

instrument (explorasi bunyi) untuk memproduksi berbagaimacam bunyi. Selanjutnya peserta didik memperkenalkan bunyi-buyni yang mereka temukan. 9. Dari berbagai macam bunyi yang peserta didik temukan, mereka memberikan

sebagian untuk diberi simbol, misalnya gosokan, gemerincing, bunyi luncuran diatas bilah-bilah nada (lebih lengkap silahkan lihat B III „Notasi Grafis“). Simbol-simbol notasi dilukis diatas kertas/kartu.

(10)

11. Seorang anak memainkan berbagai macam bunyi secara pelan-pelan dalam urutan yang tertentu. Seorang anak lagi (atau semua anak) meletakkan kartu-kartu sesuai dengan urutan sebelum dimainkan.

12. Peserta didik membuat „kaleng kocok“ yang bisa diisi dengan berbagai macam material. Masing-masing 2 kaleng diisi dengan material yang sama dan bagian bawahnya diberi tanda warna. Peserta didik mengelompokkan secara berpasangan nada-nada yang sesuai (kontrol melalui tanda warna).

D. Keras-Lunaknya Bunyi

Peserta didik biasanya mengenali dinamik sebagai bentuk bunyi yang mandiri yang pemunculannya tidak terikat dengan kecepatan. Karakter bunyi yang keras menuju pada gerakan yang lebih cepat atau lebih keras tidak dilarang, tetapi harus jelas dikenali bahwa bunyi yang keras juga dapat diungkapkan dengan gerakan yang lambat dan tenang. Hal sedemikian juga untuk bunyi yang lembut. Peserta didik juga harus mengenali secara lebih jauh, bahwa terdapat juga penghubung yang mengalir didalam keras lunaknya suara (crescendo = semakin keras, decrescendo= semakin lirih). Penghubung bunyi-bunyi ini harus dimainkan oleh peserta didik di dalam instrument. Bisa juga diberikan contoh melalui suara mulut.

1. Peserta didik duduk di dalam ruang dengan mata tertutup. Jendela ruangan di buka. Peserta didik mendengarkan secara cepat berbagai bunyi di lingkungan dan selanjutnya menceritakan bunyi mana yang mereka dengarkan dan seberapa keras/lunak bunyi tersebut.

2. Keras dan Lunak disusun dengan gerakan. A. Keras = langkah besar, lembut =langkah kecil b. Keras =langkah kecil, lembut =langkah besar.

3. Setiap anak mendapat satu instrumen. Guru atau seorang peserta didik memainkan bunyi keras dan lunak didalam rangkaian yang berbeda. A. Peserta didik menirukan b. peserta didik berpendapat (komentar). Melalui bunyi tidak analog dengan gerakan (misalnya melencangkan lengan jauh-jauh, tetapi pukulan yang lirih) peserta didik tidak di tanamkan pada aspekt visualnya melainkan aspekt akustisnya.

4. Pembicaraan kereta yang datang di Station kereta bunyinya keras sekali tetapi gerakannya lambat dan juga kereta yang cukup jauh melaju dengan sangat cepat (lirih tetapi cepat). Peserta didik mencoba mempresentasikan ke dua buah kereta api dengan membunyikan instrument.

(11)

6. Berbagai jenis crescendo dan decrescendo (a). Semakin keras dan semakin cepat (b). Semakin keras dan semakin lambat (c). Semakin lirih dan semakin lambat d. Semakin lirih dan semakin cepat.

7. Dibuat kesepakatan sebuah tanda gerakan yang masing-masing diberi tanda dinamik yang harus dimainkan Misalnya: Tangan diatas kepala = dimainkan secara keras sekali, Tangan kebawah pelan-pelan = semakin lirih, Tangan benar-benar dibawah =bermain lirih sekali. Peserta didik bermain sesuai dengan gerakan tangan peserta didik yang lain atau guru.

8. Berbagai jenis instrument (max 4) dimainkan dengan dinamik yang berbeda-beda. Peserta didik menyusun isntrument-instrument menurut dinamik yang dimainkan. 9. Balon dilemparkan ke udara. Peserta didik bermain keras sekali, dan jika balon di

udara semakin lirih, jika balon semakin turun ke bawah.

10. Peserta didik membuat tanda untuk keras, lunak, semakin keras dan semakin lirih. Tanda-tanda dilukis didalam kartu atau kertas saling berdampingan secara berurutan. Selanjutnya susunan kartu tersebut dimainkan dengan isntrument atau dengan mulut.

11. Dimainkan berbagai jenis dinamik dan juga tahap-tahap penghubug bunyi. Ameletakkan kartu sesuai dengan urutan yang sama.

E. Arah Nada

Untuk dapat melaksanakan latihan-latihan arah nada, diperlukan ruang Hall. Efekt echo yang kuat mempersulit penemuan sumber bunyi. Guru harus meneliti problema tersebut dan mencari instrumen yang cocok untuk latihan-latihan yang berikut.

Latihan-latihan arah nada dimaksudkan, untuk memperkenalkan „lingkungan bunyi“ pada peserta didik . Anak-nak harus mengalami, bahwa bunyi-bunyi dalam hubungan dengan arahnya memiliki fungsi tanda dan menghendaki reaksi-reaksi yang sesuai. Latihan-latihan arah bunyi atas dasar tersebut khususnya sangat bermanfaat untuk pendidikan ke lalu lintasan. Sekaligus menopang kemampuan resepsi bunyi sebagaimana latihan-latihan yang lainnya.

1. Peserta didik berdiri didekat jendela ruang yang terbuka dan mencoba menjelaskan a. Apa yang mereka dengar b. dari mana arah datangnya bunyi c. apakah bunyi semakin mendekat atau menjauh d. apakah bunyi-bunyi cepat atau lambat datang mendekat/menjauh.

2. Peserta didik duduk di atas lantai dalam keadaan mata tertutup. Guru berjalan pelan-pelan dan lirih pada posisi ruang yang berbeda-beda dan disana membunyikan instrument. Peserta didik menunjukkan arah dari mana datangnya bunyi.

3. Sebagaimana kegiatan ke dua hanya saja peserta didik menunjuk kearah yang berlawanan.

4. 4 anak berdiri di 4 sudut ruangan. Setiap anak memegang instrument. Peserta didik yang lain bergerak ke seluruh ruangan. Seorang anak membuat bunyi. Peserta didik yang lain berjalan menuju sumber bunyi. Bunyi yang baru, reaksi yang baru oleh peserta didik.

5. Sebagaimana langkah 4 tetapi peserta didik justru menjauhi bunyi.

(12)

bergerak dengan mata tertutup ke seluruh ruangan harus menemukan pada sudut mana tidak ada bunyi dan peserta didik menuju ke tempat itu atau menunjukkan dengan jari arah „ketiadaan bunyi“ tadi.

7. 2 bunyi diperdengarkan secara serentak dari berbagai arah. Peserta didik berjalan menuju pada bunyi yang telah disepakati seblumnya atau menunjukkan arahnya. 8. Seorang anak dengan bantuan bunyi menuntun anak yang lain yang matanya

tertutup mencari menemukan sesuatu keseluruh ruangan.

9. Peserta didik duduk ditengah ruangan dengan mata tertutup. Mereka dari sudut ruang yang berlainan memperdengarkan bunyi-bunyi bergiliran satu sama lain. Peserta didik mendengarkan sesaat dan memperdengarkan lagi urutan bunyi yang terdengar berdasarkan ingatannya. (Setelah berlatih dengan cukup lama jumlah bunyi semakin dinaikkan, yang awalnya 2 bunyi ditingkatkan menjadi max. 5 bunyi).

10. Balon karet ditiup tetapi tidak diikat. Jika semua anak telah menutup matanya, guru melepaskan balon ke udara. Udara yang keluar dari balon mengakibatkan balon karet bergerak dengan sangat cepat dan selalu menuju ke arah yang baru. Peserta didik harus mendengarkan sebaik-baiknya dimana balon tadi mendarat. 11. Setiap anak mendapatkan ban karet. Setelah mendengarkan tanda bunyi tertentu

semua anak memutarnya dan melepaskannya. A. Peserta didik mengamati ban karet yang mana yang paling lambat berputar. B. Peserta didik menutup matanya dan mencoba mendengarkan ban yang mana yang paling lama berputar. Peserta didik menunjukkan dengan jari ke arah ban tersebut.

12. Didalam ruang kelas disembunyikan sebuah alat sumber bunyi, yang mempruduksi bunyi secara terus menerus (misalnya jam Wecker, Radio dll). Peserta didik mencoba menemukan sumber bunyi.

13. Untuk latihan berikut diperlukan ember cuci yang berbeda-beda warna (bisa ditempel kertas atau dicat). Peserta didik mendapatkan 3 kartu warna yang sesuai dengan warna ember. Ember cuci diletakkan dengan jarak sekitar 1 meter saling berdekatan di atas lantai. Di salah satu ember diletakkan Radio (disesuaikan dengan kondisi ruang dan kemampuan peserta didik menangkap kekerasasn bunyi), tanpa bahwa peserta didik melihatnya.Peserta didik mencoba mendengarkan dan menemukan dari ember mana bunyi tersebut berasal. Mereka mengangkat kartu berwarna ke atas.

F. Tinggi Rendah Nada.

Adalah bukan pekerjaan pendidikan taman kanak-kanak, untuk menjembatani agar peserta didik mempu membedakan secara detail tinggi rendah nada dan menentukan tinggi rendah nada. Pada awalnya sangat penting agar istilah tinggi dan rendah dapat dialami oleh peserta didik. Umumnya nada yang tinggi ditandai sebagai bunyi yang terang dan bunyi yang rendah ditandai dengan bunyi yang gelap. Terang dan gelap adalah warna nada dan bukannya tanda-tanda tinggi rendah nada (bandingkan misalnya antara bunyi Xylophon dengan Glockenspiel). Sangat penting bahwa semua latihan pada awalnya keluar dari suasana yang extrim dan jarak nada lama kelamaan diperkecil.

(13)

dan yang kecil. Jika tersedia piano, bisa dibandingkan dan diperjelas dengan panjangnya senar piano.

2. Bilah-bilah nada diambil dari instrumen dan diletakkan secara tidak beraturan. Peserta didik mencoba menyusun kembali bilah-bilah nada secara benar.

3. Peserta didik mendengarkan bunyi-bunyi dari bilah nada yang besar dan yang kecil dan selanjutnya ditegaskan bahwa ada bunyi yang gelap dan yang lainnya terang.

4. Peserta didik menutup matanya. Sebuah bilah nada dipukul. Peserta didik diminta menyebutkan apakah yang dibunyikan tadi bilah yang besar ataukah yang kecil. 5. Peserta didik meraba bilah-bilah nada dengan keadaan mata tertutup. Berdasarkan

ukuran bilah-bilah nada, peserta didik menentukan apakah yang mereka raba bilah yang gelap ataukah yang terang. Sebagai kontrol maka bilah tadi dibunyikan. 6. Pengetahuan bahwa interument yang besar berbunyi berbeda dibandingkan

dengan instrumen yang kecil lainnya perlu diperjelas, misalnya juga untuk triangel, Zimbal dll.

7. (Persiapan: Bilah-bilah nada Metalophone atau Xylophon diikat dengan tapi karet). Metallophone diletakkan secara vertikal diatas lantai, dengan demikian bilah-bilah nada yang rendah terletak dibawah. Sekarang dibuat sebagai perbandingan bahwa instrument terlihat seperti menara yang memiliki kemiripan semakin tinggi semakin kecil. Dalam kesempatan ini tanda-tanda nada yang benar seperti tinggi dan rendah diperkenalkan artuinya bilah-bilah nada yang terdapat dibagian atas instrument adalah menghasilkan nada-nada tinggti dan bilah-bilah yang terdapat di bawah adalah nada-nada rendah. Latihan-latihan sebelumnya yang pada awalnya dilaksanakan dengan tanda gelap dan terang, saat ini diulangi lagi dengan tanda-tanda yang benar.

8. Peserta didik menggambar menara di papan tulis ataupun kertas sesuai dengan tanda-tanda nada yang berbunyi. Artinya pada saat nada tinggi berbunyi peserta didik menggambar tanda pada puncak menara, dan pada saat nada rendah berbunyi peserta didik menggambar tanda pada dasar menara. Untuk latihan ini sebaiknya peserta didik sebelumnya memiliki kemungkinan untuk melihat instrumen yang memproduksi nada-nada. Pada akhirnya peserta didik dengan tanpa bantuan gambar mampu menentukan nada secara benar.

9. Nada-nada disusun dengan warna-warna. Setiap anak mendapatkan setiap warna satu kartu berwarna. Ketika nada dibunyikan peserta didik mengangkat kartu yang sesuai tinggi-tinggi. (sebaiknya memakai 2 nada yang berbeda, yang mana didalam latihan jaraknya lama kelamaan semakin dipersempit.

10. Kartu-kartu warna diletakkan pada lantai yang sebelumnya diletakkan ban karet. Ketika nada dibunyikan peserta didik berjalan ke ban karet yang sesuai dengan letak kartu.

(14)

deretan yang berjalan. Kebanyakan anak meletakan kartu yang baru terkadang disebelah kiri terkadang disebelah kanan, sehingga kesan keseluruhan salah, meskipun masing-masing telah memilih kartu dengan benar. Disini dapat dipergunakan pembatas ruang (tali, bilah-hilah dll), agar peserta didik bisa bertahan secara lancar.

12. Satu deretan warna diletakkan. Peserta didik mencoba, memainkan instrument tertentu (dengan menunjuk).

13. Tinggi nada disusun berdasarkan gerakan-gerakan. Peserta didik bergerak sesuai dengan nada yang diperdengarkan. (Dalam hal ini sangat penting, jika peserta didik menemukan sendiri gerakan-gerakannya).

14. Peserta didik dibagi menjadi 2 kelompok. Satu kelompok mereaksi dengan gerakan hanya untuk nada-nada tinggi, sedangkan anak yang lain hanya untuk nada yang rendah.

15. Papan tulis ataupun kertas disusun secara horisontal. Peserta didik menulis sesuai dengan nada-nada yang dibunyikan dibagian atas ataupun bawah, namun sekaligus memperhatikan cara menulis „kiri kanan“.

16. Sebuah karya musik yang tertulis, hanya terdiri dari nada tinggi dan nada-nada rendah, dimainkan oleh peserta didik (dengan menunjukkan jari). Setelah kegiatan yang agak lama peserta didik akan mampu, menulis karya musik yang kecil secara mandiri, dimana mereka juga dapat merangkum hal-hal yang sudah mengenal keras lunaknya nada dan durasi nada.

(15)

MODEL KELAS VII SMP & MTs

PROSES BELAJAR MENGAJAR KARAWITAN SUNDA

Langkah-langkah (metode?) didalam pengajaran Karawitan Sunda (Pola Macan ucul) secara umum bisa dilihat sebagai berikut:

1. Informasi tentang nama-nama waditra.

2. Informasi dan praktek tentang cara duduk, cara meletakkan tabuh, cara memegang tabuh, cara menabuh masing-masing waditra.

3. Penjelasan tentang fungsi tangan kanan untuk menabuh dan tangan kiri untuk „nengkep“ (menahan bunyi), kecuali bagi peserta didik yang kidal.

4. Latihan menabuh dengan tanpa tabuh (hanya gerakan tangan saja) a. Tangan kanan dan kiri bergerak bersama-sama dari atas ke bawah secara vertikal (tangan kanan seolah-olah menabuh sedangkan tangan kiri seolah-olah „menengkep“) (lihat gambar 1a 1b). b. Tangan kanan dan kiri bergerak bersama-sama tetapi dalam posisi silang. Posisi silang terkadang dibuat jauh terkadang dibuat dekat secara bergantian (lihat gambar 1c dan 1d).

5. Latihan menabuh waditra dengan pola „tangga nada“ (ke atas dan ke bawah).

6. Pola permainan yang paling awal dipelajari/diajarkan adalah pola permainan Gendu (Macan Ucul) yaitu pola 1 (Kenong/K) dan 4 (Goong/G), dengan sistem penabuhan tersebut pancer jatuh pada angka 5 (paling kecil). Dalam Arkuh

N G

I . 3 . 5 I . 3 . 1 I . 3 . 5 I . 3 . 4 I akan dimainkan dengan urutan mulai point ke 4 dan seterusnya (dibawah ini). Berbagai teknik permainan ini secara umum diajarkan dengan

a. Memakai „sedikit“ notasi, yaitu notasi hanya dituliskan di bilah-bilah waditra sebagai alat ingat letak nada-nada.

b. Memakai „banyak“ notasi, yaitu notasi dituliskan di bilah-bilah waditra dan di papan tulis, sebagai alat ingat letak-nada-nada dan nada-nada mana saja yang akan dibunyikan.

(16)

Langkah pengajaran a,b dan c sebenarnya memerlukan penjelasan khusus yang detail, namun karena keterbatasan waktu, maka hanya diuraikan secara singkat. 7. Teknik permainan Selenthem: Pada irama satu wilet, Selenthem sebagai pembawa

Balunganing Gending dimainkan pada ketukan bilangan genap yaitu ketukan 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 dengan rumus

I 0 III 0 V I 0 III 0 N I 0 III 0 V I 0 III 0 NG I Dengan demikian jika pola tersebut dimainkan dalam patet nem, maka akan dimainkan sbb:

I . 3 . 5 I . 3 . N I. 3 . 5I . 3 . NG I Ctt. Tanda x akan diisi nada-nada sesuai dengan posisi yang dipergunakan, artinya selenthem akan memainkan nada-nada sbb: I . 3 . 5 I . 3 . 1 I . 3 . 5 I . 3 . 4 I Ctt: N adalah Kenong dan G adalah Goong, NG adalah Kenong dan Goong sama-sama ditabuh.

8. Teknik permainan Saron I (Saron Indung) : Saron I sebagai pembawa lagu dimainkan

dengan cara melompati satu bilah nada untuk jatuh pada nada-nada yang dituju. Nada ketukan ke 1, 2 dan 4 memainkan nada ke 4 pada arkuh. Saron I mengisi seluruh ketukan, dan setiap ketukan ke 4, 8, 12 dan 16 mendapat aksen khusus. Contoh pada nada T (1) dimainkan I 1 1 3 1 I dan pada nada L (2) dimainkan I 2 2 4 2 I Dengan demikian arkuh diatas akan dimainkan dalam Saron I sbb:

I 5 5 3 5 I 1 1 3 1 I 5 5 3 5 I 4 4 2 4 I

9. Teknik permainan Saron II (Saron anak): Saron II sebagai pembuat sahutan (melingkari) dari Saron I, dimainkan dengan cara bersahutan (interlocking) dengan Saron I namun pada ketukan ke 4, 8, 12 dan 16 memainkan nada-nada arkuh. Contoh jika nada jatuh pada T (1) dimainkan I -.-t -.-2 -.-t 1 I dan L (2) dimainkan I -.-1 -.-3 -.-1 2 I Dengan demikian arkuh diatas akan dimainkan dalam Saron II sbb:

I -.-4 -.-2 -.-4 5 I -.-2 -.-4 -.-2 1 I -.-4 -.-2 -.-4 5 I -.-3 -.-1 -.-3 4 I

10. Teknik permainan Peking: Teknik permainan peking adalah gabungan teknik permainan antara saron I dan saron II. Dengan demikian arkuh diatas dimainkan sbb: I -5-4 --5--2 -3-4 5 I -1-2 -1-4 -3-2 1 I -5-4 --5--2 -3-4 5 I -4-3 -4-1 -2-3 4 I

11. Teknik permainan Demung: Demung sebagai lilitan balunganing gending, dimainkan dengan teknik undur-undur (menurut Nano S. dan Engkos Warnika)1 yaitu menabuh

dengan bergerak naik atau turun, turun menuju arah dua nada, kemudian naik lagi menuruti nada-nada yang pernah dilaluinya. Jika nada jatuh pada T (1) maka akan dimainkan -.--1I -2-3 -.-3 -2-1 -.-1 I jika jatuh pada nada P (3) maka dimainkan -.-3I -2-1 -.-1 -2-3 -.-3 I Dengan demikian arkuh diatas akan dimainkan dalam demung sbb: I -3-2 -.-2 -3-4 -.-1 I-2-3 -.-3 -2-1 -.-1 I-2-3 -.-3 -2-1 -.-4 I-3-2 -.-2 -3-4 -.-4 I

12. Teknik permainan kenong: kenong sebagai anggeran wiletan yang berfungsi untuk memperkuat tabuhan selenthem dan wiletan-wiletan lagu memainkan nada-nada ke 4,8, 12 dan 16. Dengan demikian arkuh diatas dimainkan pada waditra kenong sbb: I . . . 5 I . . . 1 I . . . 5 I . . . 4 I

13. Teknik permainan Bonang: Bonang berfungsi sebagai lilitan balungning gending, Bonang dimainkan secara kemprangan (nada atas dan bawah dibunyikan serentak)

(17)

pada ketukan ganjil (1,3,5,7,13 dan 15) biasanya memainkan nada-nada kenong (ketukan ke 8) dan goong (ketukan ke 16). Pada ketukan ke 4, 8 dan 12 bonang memainkan nada pancer. Dengan demikian arkuh diatas dimainkan sbb:

I 4/ r . 4/ r 5/ t I 1/ q . 1/ q . I 1/ q . 1/ q 5/ t I 4/ r . 4/ r .I

Catatan: Nada ... dimainkan tangan kanan dan nada-nada ... dimainkan dengan tangan kiri.

14. Teknik permainan ricik: Ricik berfungsi sebagai lilitan balunganing gending, yang dimainkan secara kemprangan (nada atas dan bawah dibunyikan serentak) pada semua bagian setelah ketukan (dimainkan setelah jatuhnya ketukan) rincik hanya memainkan nada-nada kenong (ketukan ke 8) dan goong (ketukan ke 16). Dengan demikian arkuh diatas dimainkan sbb:

I -.- -4-/- -r -.- -4-/- -r -.- -4-/- -r -.- -q I -.- -q -.- -q -.- -q -.- -1-/--q I

I -.- -1-/- -q -.- -1-/- -q -.- -1-/- -q -.- -4-/- -r I -.- -4-/- -r -.- -4-/- -r -.- -4-/- -r -.- -4/- -r I

15. Teknik permainan Kempul dan Goong: Kempul (gong kecil, yang nadanya lebih tinggi dari goong) dan goong (instrumen yang memiliki nada paling rendah diantara seluruh waditra) sebagaimana kenong berfungsi sebagai anggeran wiletan. Kempul dimainkan pada ketukan ke 2,6, 10, 12 dan 14, dan goong hanya dimainkan pada ketukan ke 16. Dengan demikian susunan permainan kempul dan gong adalah sbb: I . P. . I . P . . I . P . P I . P . G I

16. Teknik permainan kendhang: Kendhang berfungsi sebagai pengatur irama/tempo, memiliki pola tabuhan yang khusus sbb:

I. -.-t --t- t . I. -.-t --t- t -.-=.t I---t -=t t ---. -=t t -t- t -p- t Id ---p=.=p ---t -=t t . I

Keterangan : t = Tung, p = Pak, d = dom. Umumnya kendhang tidak diajarkan dan kebanyakan dimainkan oleh guru atau pelatih dan kalau di perguruan tinggi dimainkan oleh seorang mahasiswa yang telah mampu memainkan kendang.

17. Pangkat/intro: Setelah semua diajarkan, selanjutnya diajarkan untuk memulai komposisi yang biasa disebut pangkat yaitu : 3 1 2 4 5 3 4

18. Peserta didik biasanya diajarkan menguasai 1 waditra dan setelah benar-benar menguasai baru mempelajari waditra yang lainnya, hingga „kurang lebih“ menguasai seluruh waditra.

(18)

KEUNGGULAN PBM KARAWITAN SUNDA

Sisi positif langkah-langkah pengajaran gamelan sebagaimana diatas tersebut antara lain: 1. Peserta didik sangat cepat menguasai materi, dalam arti menguasai satu jenis waditra. 2. Sekali menguasai teknik permainan, arkuh apapun yang akan disodorkan pada peserta

didik akan langsung bisa dimainkan.

Keunggulan yang tertulis diatas itupun bisa juga dianggap sebagai kekurangan, sebagaimana akan diperjelas dalam pembahasan berikut ini.

KEKURANGAN DALAM PEMBELAJARAN KARAWITAN SUNDA

Sisi negatif langkah-langkah pengajaran gamelan sebagaimana diatas tersebut antara lain: Kata kunci yang perlu ditegaskan dalam PBM Musik Sunda ini adalah „peserta didik kurang dibuat sadar“ terhadap berbagai hal berikut:

1. Berbagai latihan Auditif kurang terlatih „secara sadar“, misalnya:

a. Kemampuan konsentrasi: Para peserta didik akan mengalami kesulitan jika tidak diberikan notasi, peserta didik tidak mampu mengingat meskipun hanya pokok gendhingnya saja.

b. Kurang mampu membedakan sifat-sifat bunyi (Parameter musikal) seperti, tinggi, rendah, panjang, pendek, warna nada (timbre) dari berbagai jenis waditra, berbagai jenis produksi bunyi, prinsip-prinsip bentuk dasar musikal (kontras, naik, turun, pembalikan dll), interval (kecuali gembyang dan kempyung, meskipun hal ini secara umum diakibatkan oleh para ahli karawitan sunda sendiri, yang tidak memperkenalkan berbagai jenis interval).

c. Ingatan musikal (kemampuan mengingat kembali, kemampuan mendengarkan hubungan antara bunyi nada-nada waditra yang satu dengan yang lainnya, mengenali bagian per bagian komposisi musiknya dll) kurang dikuasai. Ctt: Survey ke beberapa mahasiswa Sendratasik UPI (jalur PMDK) almuni SMKI menunjukkan bahwa mereka amat sangat kesulitan jika diminta menyanyikan/menyenandungkan nada-nada masing-masing waditra-waditra (selain kempul, goong dan kendang) dalam teknik permainan tertentu (misalnya degung).

(19)

e. Berbagai kesan/fantasi bunyi lainnya (dengan berbagai cara memainkan, diluar kebiasaan), kurang dibiasakan dll

f. Perpindahan tiknik permainan dari waditra satu ke waditra lainnya umumnya luar biasa sulit.

2. Bidang Kognitif yaitu hubungan antara berbagai pengetahuan yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik terhadap pembahasan dan pemahaman musik secara rasional kurang tergarap, misalnya mengenai materi musik, prinsip-prinsip bentuk, struktur, notasi, pelaksanaan teknis, keterikatan dan hubungan-hubungan musik dengan masyarakat, fungsi musik, efek-efek musik dll.

3. Kekurangan dibidang Afektif dan motivasional yaitu

a. Perkembangan dari: kemampuan menangkap/memahami dan mempergunakan, tindakan ingin tahu, keterbukaan, toleransi secara kritis terhadap berbagaimacam peristiwa musikal.

b. Perkembangan terhadap kebahagiaan/kepuasan/kesenangan terhadap bermain musik, sikap untuk tidak memihak antara nyanyian dengan permainan instrument.

c. Perkembangan dibidang pengalaman dan kemampuan menikmati musik.

4. Kekurangan dibidang Expresi yaitu, kemampuan siswa dibidang vokal dan instrumental demikian pula mimik, gestik dan bentuk ungkapan dengan gerakan. Khususnya para peserta didik hendaknya belajar sebuah komposisi musik (permainan vokal, permainan instrumental, dan juga permainan yang ditemukan sendiri) yang diungkapkan secara mandiri, secara musikal.

5. Kelemahan dibidang Psychomotorik misalnya kemampuan peserta didik untuk mengendalikan Motorik pada saat permainan musik, khususnya perkembangan dari: a. Kemampuan bersuara (penguasaan nafas, suara dan pengucapan, dalam nyanyian

tradisional anak-anak dapat memproduksi secara sadar dan terkontrol tetapi juga berbagai jenis suara mulut yang beraneka jenis)

b. Kemampuan instrumental (kemampuan penguasaan instrumen sederhana dan berbagai jenis sumber bunyi lainnya).

c. Kemampuan penguasaan tubuh dalam gerakan-gerakan mengikuti gerakan musik.

6. Kekurangan secara Transformatif misalnya, perkembangan kemampuan mengalihkan dari musik dan peristiwa akustik lainnya kedalam bidang expresi dan penampilan demikian pula sebaliknya:

a. Memindahkan peristiwa jalannya musik ke dalam gerakan tubuh dan notasi (grafis, atau yang lainnya seperti sistem barat „not balok“, daminatila, kepatihan dll) menceritakan secara verbal dengan tepat., Ctt. Survey ke beberapa mahasiswa Sendratasik UPI (jalur PMDK) almuni SMKI menunjukkan bahwa mereka amat sangat kesulitan jika diminta menuliskan nada-nada dan ritmik masing-masing waditra-waditra dalam teknik permainan tertentu (misalnya degung), dalam sistem daminatila yang sudah amat sangat dikenalinya sekalipun.

b. Notasi/simbul grafis dan rangkaian simbol dipindahkan/dimainkan didalam bunyi dan gerakan badan.

c. Berbagai gerakan diberi ilustrasi bunyi.

(20)

e. Ungkapan rasa expresi pada saat mendengarkan musik.

7. Kekurangan dibidang Kreatif misalnya perkembangan kemampuan untuk membentuk dan menyusun materi bunyi secara mandiri:

a. Penggunaan prinsip-prinsip penciptaan musikal secara improvisasi b. Merencanakan dan merealisasikan bentuk-bentuk musikal sederhana

c. Mengkombinasikan berbagai bunyi berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, termasuk prinsip yang dibuat sendiri atau kesepakatan di kelas.

d. Membuat ilustrasi musik yang sesuai dengan cerita tertentu

8. Kelemahan dibidang Eksploratif diantaranya peserta didik harus belajar secara mandiri:

a. Menemukan dan mencoba berbagai kemungkinan penggunaan berbagai instrumen dan sumber bunyi lainnya.

b. Menemukan dan mencoba berbagai kemungkinan mencipta musik.

9. Kelemahan dibidang Sosial diantaranya memberikan kemungkinan pada siswa untuk mampu:

a. Memahami hubungan dengan sesama (mendengarkan permainan teman lain, tenggang rasa, memperhatikan teman lain; menata diri, bersikap kooperativ dan tolerant),

b. Mempertahankan diri,

c. Menyusun aturan main, memperhatikan aturan main tersebut dan merubahnya secara logis,

d. Menunjukkan gerakan-gerakan musikal. (Bandingkan: Nolte, Eckhard.: Musikpädagodik (Forschung und Lehre Band 16), Die neuen Curricula, Lehrpläne und Richtlinien für den Musikunterricht an den allgemeinbildenden Schulen in der Bundesrepublik Deutschland und West-Berlin, Teil I: Primarstufe (Mainz, London, New York, Tokyo: Schott’s Söhne, 1982), hal. 21-23.

ALTERNATIF SOLUSI

Untuk mengatasi berbagai kekurangan tersebut diatas, maka diusulkan langkah-langkah yang antara lain:

(21)

Aspek yang dipelajari

Aktivitas

1. Mengen al prinsip-prinsip dasar permainan berbagai waditra, secara praktek dan auditiv.

1. Menirukan tepuk irama (arkuh) pada gendhing macan ucul dengan tanpa notasi.

2. Menyanyikan (melantunkan) nada-nada

3. Menyanyikan (melantunkan) nada-nada dengan gerakan

badan/kepala kekanan dan ke kiri, demikian pula gestik, mimik dll secara relaks

4. Menepuk ritme saron I (tanpa melihat/memperlihatkan notasi), sambil memberitahukan bahwa yang sedang dimainkan adalah teknik permainan saron I

5. Menepuk ritme saron I sambil menyanyikan nada-nadanya.

6. Menepuk ritme saron I sambil menyanyikan nada-nadanya dengan gerakan badan/kepala

7. Menepuk ritme saron I sambil mengucapkan bunyi dengan nada-nadanya dengan gerakan badan/kepala

8. Membagi kelas ke dalam 2, 3 atau beberapa kelompok waditra (misalnya saron I dengan saron II, lalu saron I dengan saron II ditambah Bonang dst hingga semua waditra dimainkan secara lengkap.

9. Mengganti kelompok, yang tadinya memainkan saron I, pindah ke saron II dst sehingga setiap peserta didik menguasai betul-betul seluruh teknik permainan masing-masing waditra.

(22)

Aspek yang dipelajari

Aktivitas Guru

2. Mengenal prinsip-prinsip dasar

permainan berbagai waditra, secara praktek dan auditiv-visual

1. Mengulangi langkah 1 s/d 9 diatas, namun disertai notasi. Pertama kali membaca ritmiknya (sistem Cheve), dan selanjutnya simbol-simbol nadanya (dari guru, maupun berdasarkan kesepakatan di kelas, menciptakan simbol nada sendiri, lihat gambar2). Ctt. Notasi daminatila sebenarnya sangat problematis, lihat Bambang Jasnanto „Perkembangan notasi sebagai alat bantu mengajar karawitan dan berbagai permasalahanya“ (segera terbit) (cuplikan lihat lampiran 2) 2. Test bisa dilakukan dengan a. Dikte ritmik, memakai ritmik musik barat, berbagai ritmik yang dipakai dalam karawitan sunda b. Membaca notasi c. dikte interval (interval selain gembyung dan kempyung bisa dibuat kesepakatan sendiri, misalnya interval nada da ke mi memakai simbul warna kuning, da ke na memakai simbul warna merah dll). d. Dikte melodi dll

3. Orientasi dan explorasi waditra

1. Menebak bunyi sebuah nada tertentu, misalnya pada saron. Jika sebuah nada sudah dikuasai, dilanjutkan 2 nada dst (setelah sebelumnya diberikan pelajaran tentang sikap duduk, cara memegang tabuh, dan cara menabuh yang benar).

(23)

4. Prakte k bermain gamelan

1. Memainkan saron I (tanpa melihat/ memperlihatkan notasi), sambil mengingatkan kembali bahwa yang sedang dimainkan adalah teknik permainan saron I

2. Memainkan nada-nada saron I sambil menyanyikan nada-nadanya. 3. Sebagaimana langkah 2 ditambah dengan gerakan badan/kepala,

gestik dan mimik

4. Sebagaimana langkah 1,2,3 untuk semua jenis waditra (kecuali kempul, kenong, goong dan kendang hanya mengucapkan bunyi secara onomatopoetis.)

5. Membagi kelas ke dalam 2, 3 atau beberapa kelompok waditra (misalnya saron I dengan saron II, lalu saron I dengan saron II ditambah Bonang dst hingga semua waditra dimainkan secara lengkap.

6. Mengganti kelompok, yang tadinya memainkan saron I, pindah ke saron II dstt sehingga setiap peserta didik menguasai betul-betul seluruh teknik permainan masing-masing waditra.

7. Menawarkan pada siswa, siapa saja yang paling senang dengan waditra Saron I, Saron II dst.

(24)

SENI TARI

MODEL PEMBELAJARN TARI SD & MI KELAS VI

PROSES GERAK KREATIF

 Proses kreatif dalam mengembangkan gerak dan pola lantai

 Pada dasarnya kamu memiliki potensi kreatif

 Kreativitasmu memungkinkan kita akan memperileh temuan baru, ide baru, yang dapat dijadikan tema.

 Tema yang akan kita peroleh dapat diambil dari kejadian-kejadian dalam kegiatan sehari-hari, seperti bermain, bekerja, cerita rakyat, cerita pahlawan, binatang, atau lingkungan, agama maupun dari gerak tari daerahmu.

Pembelajaran Kreasi Tari Mari kita coba !

Mulailah dari penjelajahanmu dan spontanitasmu  Berfantasi:

Mengingat kembali ide sebagai alat penemuan  Merasakan:

Belajarlah melihat dengan teliti, mendengar, merasakan, ide, tema dengan ide gerak dan musik.

 Menghayati:

Menghayati perasaan yang berkaitan dengan temanmu  Memahami:

Curahkan hasil yang kamu lakukan dirinci dan menjadi keindahan gerak  Memberi bentuk:

Ide / tema dengan gerak, musik, melahirkan bentuk gerak yang indah setelah itu kamu membuat bentuk, pola lantai.

Mari kita berlatih (Lihat Klip 01 SD dan Klip 02 SD)

Pilihlah ide / temamu dan cobalah dengan gerak yang kamu sesuaikan dengan musik atau rasa iramamu.

POLA LANTAI

Gerak yang dihasilkan kamu harus dibentuk atau dirangkai menjadi indah. Hasil yang ditemukan untuk memberi bentuk kesatuan gerak kedalam garis pola lantai atau komposisi kelompok.

Dalam hubungannya dengan garis yang dilakukan ketika kamu bergerak tari, membuat pola lantai patut diperhatikan : garis yang dilalui, besar atau kecil gerak (volume gerak) tinggi, rendah, gerak, garis yang dilalui lengkung, lurus, dilihat dari gerakan buat huruf atau lingkaran, gerakanmu pasti menarik.

Contoh :

(25)

Garis lurus garis lengkung garis lurus dan lengkung

 Gerak tari keseimbangan pola lantai

Pola lantai dapat menunjukkan posisi para penari di panggung. Ada beraneka ragam pola lantai dalam tarian, seperti lurus, lengkung ataupun yang gabungan,

IRINGAN TARI

Musik sebagai iringan tari dapat memberikan mutu tari yang lebih menarik, dan dapat menciptakan suasana rasa yang lebih sesuai dengan ide yang dibutuhkan.

Iringan paling sederhana adalah dengan bunyi yang diciptakan atau dilakukan oleh penari sendiri, seperti Tari Saman dari Aceh, sambil bernyanyi. Untuk musik iringan yang menggunakan alat dari daerah-daerah adalah berbeda-beda seperti gamelan, gendang dan lainnya. Setiap daerah yang ada mempunyai ciri dan khas masing-masing, selain musik iringan dari daerah, baik musik hidup atau melalui kasetmu, kita juga dapat memilih musik yang tidak sebagi musik untuk iringan tari. Dapat dipergunakan alat-alat musik tradisi atau alat musik hasil ciptaanmu dapat dijadikan sebagai iringan gerak tari kelasmu.

Fungsi musik sebagai iringan dapat dipergunakan sebagai pendukung suasana (musik sedih, gembira, atau bingung), bentuk sebagai iringan, kamu melakukan tempo gerak sesuai dengan ketukan dan tempo yang ada dalam musik.

Sebagai ilustrasi, sekedar kebutuhan gerakmu yang akan dilakukan harus sesuai dengan musik, untuk setiap hentakan gerak atau pembentukan gerak musik memberikan tanda dan tekanan.

Semua mausik sebagai iringan gerak tari mempunyai kebuutuhan dalam perubahan yang menarik dan menjadi hidup, disebut dinamika.

Latihan Gerak Tari dengan Iringan Musik Langkah-langah :

1. Peserta didik menyaksikan beberapa contoh tari nusantara melalui media audio visual

2. Peserta didik memperagakan salah satu gerak yang diapresiasi 3. Peserta didik mengekplorasi gerak berdasarkan hasil apresiasi 4. Peserta didik mengimprovisasi gerak berdasarkan hasil eksplorasi 5. Menentukan tema tari

6. Mengembangkan tema tari ke dalam bentuk sinopsis

7. Peserta didik merangkai gerak hasil eksplorasi dan improvisasi yang sesuai dengan sinopsis.

8. Peserta didik menyelaraskan dengan iringan tari

Gambar

gambar 1c dan 1d).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ALI ROFIQ, PENGARUH PENGELOLAAN KOPERASI PONDOK PESANTREN (KOPONTREN) TERHADAP PEMBENTUKAN JIWA WIRAUSAHA PARA SANTRI, Jurusan Ekonomi Islam Iain Walisongo Semarang,

Walaupun mola hidatidosa merupakan kasus yang jarang, namun jika tidak dideteksi dan ditangani segera maka akan berkembang menjadi keganasan sel trofoblas yaitu pada 15 - 20 %

Selanjutnya, peserta didik diminta untuk mengamati Gambar 1.1 pada buku teks di bagian awal Bab 1. Peserta didik diberi motivasi untuk menceritakan gambar

Berikut ini merupakan aspek penelitian yang akan digunakan: (a) ekspresi matematika, meliputi membuat model matematika, grafik, tabel, dan gambar ; (b) menulis teks, meliputi

► Peserta didik mampu menentukan contoh dari jenis usaha 8 3.1 Memahami gambar cerita ► Peserta didik mampu mengetahui media menggambar dengann cat

Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, Rehabilitasi Lahan, Perencanaan DAS, Pengelolaan Hutan Lindung serta Pengendalian Kerusakan Perairan Darat.. Menurunnya gangguan

PJB UBJ O&M PLTU Paiton dimulai oleh pihak pemeliharaan (internal/eksternal) yang meminta dokumen safety permit pada pihak K3, pihak K3 (safety officer) melakukan

pemahaman hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi ciri-ciri makhluk. hidup dengan menggunakan metode Problem