LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II- 1
B
B
a
a
b
b
I
I
I
I
2.1. Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan
dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan
pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar
perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta
Karya.
Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur
Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur
Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan
ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden,
amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat
internasional.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam,
perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk
perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu
umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing- masing
daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-2
Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Sumber: Direktorat Bina Program, 2014
2.2. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan
nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian
lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam
implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,
merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai
arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan
secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut,
ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN
mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-3
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka
pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan
sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan,
transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong
pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan
melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach)
dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan
lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang
berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas
pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan
sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar
bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi
yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber
pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata
dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh
masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran
pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam
penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama
untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap
tahapan RPJMN, yaitu:
RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian
ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan
lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-4
RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi
seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem
pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien,
dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota
tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga
terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun
2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas
pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial
yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka
pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak
sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi
penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta
memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar
permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur
permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun
2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan
akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga
akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap
sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total
penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota
sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala
komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan
kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-5
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah
tangga di daerah perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis
perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan
untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum
dan sanitasi yang memadai, melalui:
a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,
b. memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana
permukiman,
d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum,
penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,
e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan
sanitasi,
f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS),
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan
infrastruktur,
i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang
resapan.
2.2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-6
yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen
tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema
pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian
investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat
mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk
menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian
Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan
ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau
lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk
mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi
atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK
yang sama.
2.2.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu
diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan
berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-7
angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan
di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi
penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada
sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,
terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan
goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan
sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)
masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan
di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan
penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat (PNPM- Perkotaan/P2KP, PPIP,
Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
2.2.5. Kawasan Ekonomi Khusus
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus
adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan
melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan
geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor,
impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya
saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona
fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam
hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-8
2.2.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh
Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program
pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk
semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki
peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program
air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat
perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya
berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi
yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.
2.3. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi
peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain
UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008
tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Persampahan.
2.3.1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman
mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-9
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan
rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan
permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta
program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman
pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi
di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan
tugasnya yaitu:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-10
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi
MBR pada tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara
pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan
perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan
pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari
pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya
peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan
permukiman kembali.
2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan
bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-11
pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung
harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai
dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi
persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung,
dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi
persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas
bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan
pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai
berikut:
a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung
dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang
luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan
selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan,
pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam
bangunan gedung (amanat green building).
b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus
dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran,
perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan
lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai
dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.
2.3.3. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air,
termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-12
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan
dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha
milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya.
Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat
langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan
sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan
pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara
terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.
2.3.4. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan
dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya
pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah,
pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan
kegiatan penanganan sampah meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan
sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu,
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
akhir,
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah
sampah,
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-13
Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara
terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah
daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA
dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.
2.3.5. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut
serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No.
20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan
sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur
perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan,
dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian,
kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan
sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.
2.4. Amanat Internasional
Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan
perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa
amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat,
Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda
Pembangunan Pasca 2015.
2.4.1. Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat
II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976.
Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen
kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi
panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-14
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia,
termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi
seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum,
sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan
rendah dan kelompok rentan.
2.4.2. Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT
Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20.
Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang
menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat
global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan
terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan
penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan
dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg
Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam
konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii)
pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat
global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar
pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari
penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia,
dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana
pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).
2.4.3. Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-15
sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals).
Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan
MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen
penganggarannya.
Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam
pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah
tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan
fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum,
cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target
cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di
samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih
kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya
juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai
peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah
Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir
(2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.
Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian
khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan
optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka
percepatan pencapaian target MDGs.
2.4.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk
memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015.
Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana
Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-16
laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global
Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through
Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan
pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan
pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi
MDGs.
Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan
global pasca 2015, sebagai berikut:
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan
gender
c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran
seumur hidup
d. Menjamin kehidupan yang sehat
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi
g. Menjamin energi yang berkelanjutan
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan
pertumbuhan berkeadilan
i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan
j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif
k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai
l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong m.
pembiayaan jangka panjang
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam
pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan
sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut
adalah:
a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah,
LAPORAN AKHIR D
OK
U
M
EN
R
EN
C
AN
A
P
R
OG
R
AM I
N
VEST
ASI
I
N
F
R
AS
T
R
U
K
T
U
R
JAN
G
K
A
M
EN
EN
G
AH
(
R
PI
2
-JM
)
KA
BUPA
TE
N
MA
ROS T
A
H
UN
2015
-2019
II-17
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses
universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan
akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan
pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian
sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan
sebanyak z%,
d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah
perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.
Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan
tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global
maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang
dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh
pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja,
melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai