Bab 2
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
BIDANG CIPTA KARYA
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat
perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan
permukiman, PemerintahPusat, Provinsi, dan Kota perlu memahami arahan kebijakan
tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan
Bidang Cipta Karya. Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4
(empat) bagian, yaitu:
amanatpenataan ruang/spasial,
amanat pembangunan nasional dan direktifpresiden,
amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta
amanat internasional.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim,
kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan
gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan
potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada
penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.
2.1. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan
nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,
mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab
itu, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU berperan penting dalam implementasi amanat
2.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,merupakan
dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas
pembangunan secara menyeluruh yang akandilakukan secara bertahap dalam jangka
waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada
tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam
penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam
pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan
penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya
kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya,
seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan
melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan
pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,
sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi
diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management)
dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal
air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan
air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan
sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi
bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih
difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana,
sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin
ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap
RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui
percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan
kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan
perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.
Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh.
RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa
permukiman kumuh.
2.1.2. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh
Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan
berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program
Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan
Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program
peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs,
Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan
sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.
2.2. Amanat Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi
peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU
No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.
2.2.1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan,
permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan
dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya
yaitu:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh
dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran
masyarakat.UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,
dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk
itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan
pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu
pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.
2.2.2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan
bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan
teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan
pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan
administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan
gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi
persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan
tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang
ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Disamping itu,
a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan
gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan
lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan
pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).
b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan
dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta
pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat
dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang
dikandungnya.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.
2.2.3. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air,
termasuk di dalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin
hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan
kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan
sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha
milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan
air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan
dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi. Selain itu, diamanatkan
pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan
pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.
2.2.4. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu,
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesa akhir,
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah
sampah,
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka
di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup
tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka
dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.
2.2.5. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta
dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011.
Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian
yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan,
perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan,
peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan
2.3. Amanat Internasional Bidang Cipta Karya
2.3.1. Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II
sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi
tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan
sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia
dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti
yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan
tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta
meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.
2.3.2. Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT
Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi
tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional.
Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan
oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan
berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan
Johannesburg Plan of Implementation 2002. Dalam dokumen The Future We Want,
terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i)
Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan
kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan
tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development
Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara
inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi
Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana
pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2.3.3. Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi
Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran
pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu,
Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak
tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen
penganggarannya.
Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam
pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga
tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi
dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat
ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang
perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru
mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu,
Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu
mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia
menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi
penduduk kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang
permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di
melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka
percepatan pencapaian target MDGs.
2.3.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk
memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini
diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Presiden Ellen Johnson Sirleaf (Liberia),
dan Perdana Menteri David Cameron (Inggris), dan beranggotakan 24 orang dari
berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada
Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and
Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi
arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan
tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi
MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global
pasca 2015, sebagai berikut:
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender
c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup
d. Menjamin kehidupan yang sehat
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi
g. Menjamin energi yang berkelanjutan
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan
pertumbuhan berkeadilan
i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan
j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif
k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai
l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong
m. pembiayaan jangka panjang
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya Kementerian PU
berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air
minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut
adalah:
a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke
sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di
rumah tangga ;
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air
minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian, industri dan
daerah-daerah perkotaan ;
d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan
dari industri sebelum dilepaskan.
Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut
juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar
pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip
inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk
bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka