• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1ab812b491 BAB IIBab 2 Arahan Perencanaan Pemb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab 2 ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1ab812b491 BAB IIBab 2 Arahan Perencanaan Pemb"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat

perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan

permukiman, PemerintahPusat, Provinsi, dan Kota perlu memahami arahan kebijakan

tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan

Bidang Cipta Karya. Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta

Karya membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4

(empat) bagian, yaitu:

 amanatpenataan ruang/spasial,

 amanat pembangunan nasional dan direktifpresiden,

 amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta

 amanat internasional.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim,

kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan

gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan

potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada

penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

2.1. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan

nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,

mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab

itu, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU berperan penting dalam implementasi amanat

(2)

2.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,merupakan

dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas

pembangunan secara menyeluruh yang akandilakukan secara bertahap dalam jangka

waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada

tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam

penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam

pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan

penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya

kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya,

seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya

mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan

melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan

pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,

sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka

Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi

diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management)

dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal

air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan

air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan

sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi

bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan

berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk

mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih

difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana,

sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin

ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap

(3)

 RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui

percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan

kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan

perumahan dan permukiman.

 RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh

masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.

Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman

kumuh.

 RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa

permukiman kumuh.

2.1.2. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh

Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan

berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program

Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan

Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program

peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs,

Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan

sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.2. Amanat Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi

peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1

Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU

No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

2.2.1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah

(4)

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat

kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan

berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap

pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan,

permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan

dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan

dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada

tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan

dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya

yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman

(5)

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan

permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada

tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah

kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh

dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,

pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran

masyarakat.UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak

layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,

dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk

itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan

pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu

pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.2.2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan

bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan

teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan

pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan

administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan

gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi

persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan

tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,

arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang

ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Disamping itu,

(6)

a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan

lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan

gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan

lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan

pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip

penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan

dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta

pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat

dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang

dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia

merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.2.3. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air,

termasuk di dalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin

hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari

guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan

kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan

sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha

milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan

air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan

dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi. Selain itu, diamanatkan

pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan

pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

2.2.4. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan

untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan

sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah

sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan

(7)

timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.

Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai

dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari

sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan

sampah terpadu,

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah

terpadu menuju ke tempat pemrosesa akhir,

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah

sampah,

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau

residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka

di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup

tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka

dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.2.5. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta

dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011.

Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung

bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian

yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan

merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan,

perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan,

peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan

(8)

2.3. Amanat Internasional Bidang Cipta Karya

2.3.1. Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II

sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi

tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan

sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia

dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti

yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan

tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta

meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.3.2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT

Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi

tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional.

Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan

oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan

berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan

Johannesburg Plan of Implementation 2002. Dalam dokumen The Future We Want,

terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i)

Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan

kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan

tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development

Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara

inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi

Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana

pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(9)

2.3.3. Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi

Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran

pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu,

Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak

tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen

penganggarannya.

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam

pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga

tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi

dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat

ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang

perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru

mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu,

Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu

mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di

permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia

menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi

penduduk kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang

permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di

(10)

melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka

percepatan pencapaian target MDGs.

2.3.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk

memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini

diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Presiden Ellen Johnson Sirleaf (Liberia),

dan Perdana Menteri David Cameron (Inggris), dan beranggotakan 24 orang dari

berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada

Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and

Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi

arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan

tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi

MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global

pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender

c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup

d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan

pertumbuhan berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif

k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong

m. pembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya Kementerian PU

berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air

minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut

adalah:

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di

(11)

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke

sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di

rumah tangga ;

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air

minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian, industri dan

daerah-daerah perkotaan ;

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan

dari industri sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut

juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar

pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip

inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk

bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi ini adalah cara untuk memperoleh Gas Bakar Sintetis melalui proses Gasifikasi batubara termasuk yang berkalori rendah, diketahui bahwa Indonesia sangat

Hasil analisa data yang diperoleh menyatakan bahwa adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara iklim organisasi dengan psychological well-being.. Hasil

Hasil uji hipotesis mayor menunjukkan nilai Korelasi berganda yaitu sebesar R = 0,578 dengan nilai uji F dari model regresi berganda sebesar F = 16,277 dengan p < 0,01. Hal

Tange merasa tidak mungkin jika hanya mampu mengail satu ikan padahal sudah berusaha keras untuk belajar mengail ikan dari adiknya itu.... “Adikku, aku mengaku kalah

Fenomena yang berkembang di Indonesia, yaitu mendapatkan pasangan dari internet dan hasil wawancara dengan partisipan terkait self disclosure menarik perhatian peneliti

Rekomendasi kredit dibuat oleh pejabat perekomendasi kredit berdasarkan analisis/evaluasi yang dibuat oleh pemrakarsa/penganalisis kredit. Dalam memberikan rekomendasi

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik

Berdasarkan hasil dari wawancara dan data yang telah penulis kumpulkan, diketahui bahwa prosedur pemberian kredit konsumtif yang diterakan oleh Koperasi Pegawai