• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Wayan Sumiarsa, I Nyoman Kariasa, I Gde Indra Sadguna Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah E-mail : Nicksbegejulyahoo.co.id Abstrak - NGINANG - ISI Denpasar | Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "I Wayan Sumiarsa, I Nyoman Kariasa, I Gde Indra Sadguna Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah E-mail : Nicksbegejulyahoo.co.id Abstrak - NGINANG - ISI Denpasar | Institutional Repository"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

NGINANG

I Wayan Sumiarsa, I Nyoman Kariasa, I Gde Indra Sadguna

Institut Seni Indonesia Denpasar

Jalan Nusa Indah

E-mail : Nicksbegejul@yahoo.co.id

Abstrak

Nginang secara harfiah berarti mengunyah. Jadi Nginang merupakan kegiatan yang artinya mengunyah daun sirih beserta kelengkapannya, yaitu kapur/pamor dan gambir/buah pinang. Nginang dalam tradisi nusantara, sering disebut dengan ramuan berkapur sirih, yang biasanya dilengkapi dengan sirih, pinang, gambir, tembakau dan kapur. Ide ini muncul ketika penata melihat adanya kegiatan orang tua yang sedang mengunyah daun sirih/Nginang, dari proses menata daun sirih, membubuhkan kapur/pamor dan gambir, kemudian menggulungnya dan dimasukkan dalam mulut serta dikunyahnya pelan-pelan. Dikatakan setelah dikunyah berulang-ulang, akan terasa lembut jika sudah tercampur rata tanpa ada penonjolan rasa dari masing-masing bahan Nginang, sehingga orang tersebut dapat menikmati kenikmatan dalam Nginang. Hal ini penata tuangkan dalam suatu garapan dengan tiga bagian dalam satu kesatuan garapan. Pemilihan media ungkap pada garapan ini termasuk hal yang paling penting. Tentunya sebagai seorang pengerawit Bali, penata tidaklah lepas dari gamelan sebagai media ungkap. Pemilihan instrumen gamelan ini untuk menganalogikan bahan-bahan Nginang. Dalam mengaplikasikannya untuk daun sirih diwakili oleh gamelan Geguntangan dengan maksud bahwa dalam sehelai daun sirih itu terdapat beberapa urat yang diwakili dari beberapa instrumen yang ada dalam gamelan Geguntangan. Untuk kapur/pamor diwakili oleh sepasang instrumen Gender Rambat, dan untuk gambir/buah pinang diwakili oleh sepasang instrumen Gender Wayang. Dalam hal ini penata juga ingin mengingatkan kembali bahwa masih banyak gamelan yang bisa digarap menjadi sebuah komposisi karawitan yang bentuknya baru. Sekalipun gamelan yang digunakan tergolong barungan menengah (terdiri dari 12 instrumen/penabuh). Dalam garapan ini saya menggunakan beberapa sumber yaitu: Sumber Tertulis: Nilai Agama Sumber Inspirasi Penelitian Dan Karya Cipta Seni Pertunjukan, Kreativitas Musik Bali Garapan Baru, Perspektif Cultural Studies, Pengetahuan Karawitan Bali, Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali, dan Corat – coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Sumber Diskografi: Lemayung, Anda Bhuana, Kuda Mandara Giri, Tulang Lindung.

(2)

Abstract

Nginang literally means chewing. So Nginang is an activity which means chewing betel leaves along with the completeness, namely lime / pamor and gambir / betel nut. Nginang in the traditions of the archipelago, often referred to as the merapi chalky concoction, usually equipped with betel, areca nut, gambier, tobacco and lime. This idea arises when the stylists notice the activity of parents chewing betel leaf / Nginang, from the process of laying the betel leaves, applying lime / pamor and gambir, then rolled and put in the mouth and chewed slowly. It is said after chewed repeatedly, it will feel soft if it is well blended without any protrusion of each Nginang ingredients, so that person can enjoy the pleasure in Nginang. This stylist pours in a cultivation with three parts in a unified entity. The selection of media revealed in this claim is the most important thing. Certainly as a Balinese pengerawit, stylist is not separated from the gamelan as the media revealed. Selection of this gamelan instrument to analyze Nginang ingredients. In applying it to betel leaf is represented by gamelan Geguntangan with the intention that in a piece of betel leaf there are some vein which is represented from some instrument that exist in gamelan Geguntangan. For chalk / pamor is represented by a pair of Gender Rambat instruments, and for gambir / betel nut represented by a pair of Wayang Gender instruments. In this case the stylists also want to remind again that there are many gamelan that can be cultivated into a new musical composition karawitan. Although the gamelan used is classified barungan medium (consisting of 12 instruments / penabuh). In this work I use several sources: Written Source: Religious Value Source Inspiration Research And Performance Creative Works, Balinese Music Creativity, Cultural Studies Perspective, Karawitan Balinese Knowledge, Ubit-Nubble A Balinese Gamelan Game Technique, and Doodles Contemporary Music Past and Present. Discography Sources: Lemayung, Anda Bhuana, Mandara Giri Horse, Protective Bones.

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Karya di dalam berkesenian merupakan suatu hasil dari luapan emosional dari sang pencipta. Karya tersebut bisa diwujudkan menjadi suatu suguhan karya seni yang bisa dinikmati oleh penikmatnya. Apalagi berbicara tentang karya seorang seniman berlatar belakang pendidikan yang sering pula disebut dengan seniman akademis, pastinya seniman-seniman akademis tersebut harus menciptakan sebuah karya yang berbobot dan bernilai. Tidak cukup hanya ditinjau dari segi musikalitas belaka, akan tetapi juga harus memiliki dasar konsep yang mengimbangi karya yang diciptakan. Daya kreativitas yang tinggi sangat dibutuhkan oleh seorang seniman untuk mengolah sesuatu yang semula hanya sebuah pikiran atau rasa emosional, menjadi sesuatu yang berwujud nyata. Baik nyata dari fisik maupun nyata dari sebuah formulasi suara atau bunyi yang lazim disebut dengan karya musik.

Di masa sekarang, banyak produk-produk karya seni yang berkembang pesat dan tidak bisa dihitung jumlahnya. Kreativitas tiada henti selalu memunculkan hal-hal yang baru, seperti dalam bidang seni pertunjukan khususnya di bidang seni karawitan. Seperti yang disampaikan oleh (Sugiartha, 2012: 1)

Seni karawitan di Bali sudah mengalami banyak perkembangan dan kemajuan dalam berkreativitas untuk menciptakan sesuatu hal yang baru. Begitu banyak karya-karya seni karawitan yang dapat dinikmati dan didengar jaman sekarang. Semakin tumbuhnya kebebasan berkreativitas dikalangan para seniman menyebabkan dunia penciptaan musik Bali berkembang pesat dan cepat.

Pesatnya perkembangan seni karawitan karena didukung adanya even-even seni yang marak belakangan ini. Baik yang digagas oleh kelompok masyarakat maupun oleh pemerintah. Peristiwa seni budaya tersebut memberikan peluang bagi seniman untuk berkreativitas dan menunjukan eksistensinya.

Pesatnya penciptaan dan perkembangan karya musik, harus juga disertai dengan pemahaman tentang kualitas. Karya yang berkualitas tidak hanya terpaku dari sebuah ide yang brilian, teknik permainan/virtusitas, harmonisasi dan kreativitas belaka, akan tetapi perlu dipandang dari sudut isi atau makna. Untuk mengerti pemaknaan sebuah karya seni yang terpenting dilakukan adalah perumusan konsep. Seperti yang disampaikan oleh (Yuda Triguna, 2014: 6) dalam makalah yang berjudul Nilai Agama: Sumber Inspirasi Penelitian dan Karya Cipta Seni Pertunjukan. “Jika penata kurang trampil merumuskan konseptualisasi maka dia akan gagal mengungkap substansi dan karya ciptaanya hambar dari rasa estetik”. Di sini berarti perumusan konsep yang matang, pemikiran kreatif dan inovatif disertai dengan keterampilan musikalitas setidaknya akan menghasilkan karya seni yang mampu menyentuh rasa yang paling dalam.

Dalam kehidupan masyarakat Bali dikenal dengan konsep-konsep kesimbangan. Di antaranya konsep keseimbangan dimensi dua (dualisme). Yaitu percaya dengan dua kekuatan maha dahsyat seperti, kaja-kelod, luh-muani, lemah-peteng, sekala-niskala dan lain sebagainya (Bandem dalam Sugiartha, 2014: 79). Selain konsep keseimbangan berdimensi dua, juga terdapat konsep keseimbangan berdimensi tiga, seperti: lahir-hidup-mati, bhur-bhuah-swah, kepala-badan-kaki, dan lain sebagainya. Konsep keseimbangan ini juga tercermin dalam seni karawitan baik fisik maupun non fisik. Seperti, bilah dengan resonator, lanang-dengan wadon (gangsa, gong, dan kendang). Dalam teknik permainan diaplikasian dengan istilah polos-sangsih, ngumbang-ngisep, keras-lirih dan lain-lain. Konsep kesimbangan berdimensi tiga pada tiga bagian tubuh manusia yakni kepala-badan-kaki, diaplikasikan dengan tiga pokok struktur gending, yaitu, kawitan-pengawak-pengecet.

Berangkat dari hal tersebut, penata mengangkat sebuah konsep keseimbangan ini ke dalam sebuah garapan komposisi baru, yang tentunya tetap berlandaskan aspek musikalitas dan konsep yang selaras. Sebagai seorang penata ingin menuangkan isi pemikiran tersebut ke dalam suatu garapan komposisi karawitan baru. Konsep keseimbangan tersebut diharapkan bisa tersampaikan lewat media ungkap, aspek musikal, teknik-teknik komposisi dan penyajinya (pemain). Sehingga keseimbangan diinterprestasikan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam bentuk komposisi karawitan baru.

(4)

disajikan bisa menjadi suatu hal yang monoton jika hanya didengar dengan telinga. Sebaliknya jika musik didengar dan dirasakan, maka komposisi karawitan tersebut akan menjadi apa yang dirasakan oleh para pendengarnya, tergantung apa dan bagaimana perasaan dari pendengarnya sendiri. Oleh karena itu, penata perlu mengalami proses evolusi musikalitas dan memperbaharui komposisi yang ingin penata wujudkan. Selain konsep kesimbangan yang telah disampaikan di atas, penata terinspirasi pula mengangkat konsep evolusi karawitan Bali baik secara kompositoris maupun pembentukan barungannya yang terjadi terdahulu higga sekarang.

Konsep keseimbangan itu adalah keseimbangan rasa, salah satu budaya Bali yang memerlukan keseimbangan rasa adalah proses memakan daun sirih, kapur/pamor dan gambir/buah pinang yaitu dalam bahasa Bali dikenal dengan istilah Nginang. Pada aktivitas tersebut umumnya dilakukan oleh masyarakat yang berusia lanjut, kegiatan ini dilakukan untuk penyedap mulut, menguatkan gigi dan lain sebagainya. Dalam proses Nginang diperlukan sebuah keseimbangan rasa dari unsur-unsur pembentuknya yaitu daun sirih, kapur/pamor, dan gambir/buah pinang sehingga menciptakan rasa yang enak bagi yang memakannya. Dalam meramu kelengkapannya memerlukan keseimbangan campuran, kalau daun sirihnya terlalu banyak akan menimbulkan rasa pedas kecut/pedas kesat, kalau kapur/pamor terlalu banyak akan menimbulkan rasa hambar tetapi terasa seperti pasir membuat lidah terasa tebal dan begitu juga dengan gambir/buah pinang terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit. Dari salah satu budaya Bali dan evolusi karawitan tersebut menjadi titik tolak penata untuk mewujudkan sebuah karya komposisi karawitan baru yang berjudul Nginang.

Ide Garapan

Sumber pemikiran yang integral dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah karya seni. Dibutuhkan kontemplasi yang mendalam dalam pencarian ide-ide dan mematangkan konsep, sebelum dilanjutkan dengan proses berikutnya. Dalam penggarapan komposisi yang berjudul Nginang ini, ide artistiknya didapat ketika mengamati orang-orang lanjut usia mengunyah daun sirih beserta kelengkapannya. Di samping memiliki nilai artistik, Nginang juga memiliki nilai filosifis yang tinggi. Nginang secara harfiah berarti mengunyah. Jadi Nginang merupakan kegiatan yang artinya mengunyah daun sirih beserta kelengkapannya, yaitu kapur/pamor dan gambir/buah pinang.

Nginang dalam tradisi nusantara, sering disebut dengan ramuan berkapur sirih, yang biasanya dilengkapi dengan sirih, pinang, gambir, tembakau dan kapur. Semua ramuan atau bahan yang digunakan dalam berkapur sirih memiliki makna dan falsafah tersendiri, yang mana sirih memiliki lambang sifat rendah hati, memberi, serta selalu memuliakan orang. Makna ini ditafsirkan dari cara tumbuh sirih yang memanjat pada para-para,batang pohon sakat, atau batang pohon api-api yang digemarinya, tanpa merusakkan batang atau apapun tempat ia hidup. Kapur yang memberi lambang hati yang putih bersih dan serta tulus, tetapi jika keadaan memaksa, ia akan berubah menjadi lebih agresif dan marah. Gambir memiliki rasa pahit melambangkan kecekalan atau keteguhan hati. Makna diperoleh dari warna daun gambir kekuning kuningan. Dimaknai bahwa sebelum mencapai sesuatu, kita harus sabar melakukan proses untuk mencapainya. Pinang melambangkan keturunan orang yang baik budi pekerti, jujur, serta memiliki derajat tinggi. Bersedia melakukan suatu pekerjaan dengan hati terbuka dan bersungguh sungguh. Makna ini ditarik dari sifat pohon pinang yang tinggi lurus keatas serta mempunyai buah yang lebat dalam setandan. Tembakau melambangkan hati yang tabah dan bersedia berkorban dalam segala hal. Karena daun tembakau memiliki rasa yang pahit dan memabukkan bila diiris halus sebagai tembakau, dan tahan lama disimpan (diunduh dari http://juliianto.blogspot.co.id/2013/06/berkapur-sirih-tradisi-melayu.html).

Nginang, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Bali dan unsur pokoknya adalah ketiga hal tersebut. Setelah dikunyah berulang-ulang, terasa sudah lembut disitu sudah tercampur rata tanpa ada penonjolan rasa dari masing-masing bahan Nginang, sehingga oleh pelaku Nginang sudah dapat menikmati dengan satu rasa. Hal ini penata tuangkan dalam suatu garapan dengan tiga bagian dalam satu kesatuan garapan.

(5)

berulang-ulang, akan terasa lembut jika sudah tercampur rata tanpa ada penonjolan rasa dari masing-masing bahan Nginang, sehingga orang tersebut dapat menikmati kenikmatan dalam Nginang.

Hal ini penata tuangkan dalam suatu garapan dengan tiga bagian dalam satu kesatuan garapan. Pemilihan media ungkap pada garapan ini termasuk hal yang paling penting. Tentunya sebagai seorang pengerawit Bali, penata tidaklah lepas dari gamelan sebagai media ungkap. Pemilihan instrumen gamelan ini untuk menganalogikan bahan-bahan Nginang. Dalam mengaplikasikannya untuk daun sirih diwakili oleh gamelan Geguntangan dengan maksud bahwa dalam sehelai daun sirih itu terdapat beberapa urat yang diwakili dari beberapa instrumen yang ada dalam gamelan Geguntangan. Untuk kapur/pamor diwakili oleh sepasang instrumen Gender Rambat, dan untuk gambir/buah pinang diwakili oleh sepasang instrumen Gender Wayang.

Penata ingin bereksperimen pada nada gamelan laras pelog dan laras slendro yang bertujuan untuk mencari warna baru dari perpaduan laras tersebut. Dalam hal ini penata juga ingin mengingatkan kembali bahwa masih banyak gamelan yang bisa digarap menjadi sebuah komposisi karawitan yang bentuknya baru. Sekalipun gamelan yang digunakan tergolong barungan menengah (terdiri dari 12 instrumen/penabuh), gamelan tersebut masih bisa digarap untuk menghasilkan komposisi baru dengan kompleksitas tinggi. Tentunya bukan hanya memandang kebaharuan dari konteks musikalitas, tetapi masih berpijak pada sudut pandang karakeristik dari instrumen-instrumen tersebut, yang masih berlandaskan teknik permainan, bentuk dan struktur komposisi yang sudah ada.

Tujuan Garapan

Pada dasarnya, dalam penyelesaian dan proses suatu tugas sudah jelas mempunyai tujuan atau sasaran. Tujuan atau sasaran yang hendak dicapai menjadi sebuah motivasi dalam terwujudnya suatu garapan. Adapun tujuan dari garapan ini adalah sebagai berikut.

Tujuan Umum

1. Untuk menyelesaikan Tugas akhir pada jenjang sarjana Strata 1 jurusan Karawitan, fakultas seni pertunjukan ISI Denpasar.

2. Untuk mengingatkan kepada semua pihak, bahwa apapun itu kejadian dapat dijadikan sumber inspirasi dalam berkarya.

3. Untuk menuangkan daya kreativitas, serta potensi dalam berkesenian melalui penggarapan komposisi karawitan guna penciptaan karya yang bermutu dan berkualitas.

4. Untuk memverbalisasi pikiran atau konsep ke dalam kreativitas untuk pengembangan teknik, permainan melodi, tempo, ritme, dan dinamika, dalam mendukung garapan komposisi sehingga menjadi kesatuan yang utuh.

Tujuan Khusus

1. Untuk mewujudkan garapan komposisi karawitan komposisi baru yang berjudul Nginang, dengan menggunakan media ungkap sebagian gamelan Geguntangan diantaranya: sepasang kendang kerumpungan, Gong Pulu, Kajar Trenteng, Ceng-ceng Ricik, tiga buah Suling, sepasang instrumen Gender Rambat dan sepasang instrumen Gender Wayang.

2. Untuk mengembangkan kreativitas dalam mengolah teknik permainan melodi, tempo, ritme, dan dinamika dalam mendukung garapan komposisi karawitan.

3. Penata menyusun sebuah garapan komposisi karawitan Nginang yang kreatif melalui eksplorasi teknik, pengolahan unsur-unsur musikal dan pengembangan motif-motif yang telah ada.

Manfaat Garapan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan komposisi karawitan ini adalah:

1. Meningkatkan kreativitas, pengalaman, serta menambah wawasan dalam berkarya seni yang sangat berguna, baik bagi penata maupun masyarakat.

(6)

3. Dapat acuan, serta bahan perbandingan dalam meningkatkan kreativitas karya seni, khususnya di kalangan karawitan.

Ruang Lingkup

Untuk membatasi ruang tafsir dan apresiasi terhadap garapan komposisi karawitan yang berjudul Nginang ini, penata memberikan pemaparan dan batasan karya sebagai berikut:

1. Garapan komposisi ini secara khusus disajikan menggunakan sebagian gamelan Geguntangan diantaranya: sepasang kendang kerumpungan, Gong Pulu, Kajar Trenteng, Ceng-ceng Ricik, tiga buah Suling, sepasang instrumen Gender Rambat, dan sepasang instrumen Gender Wayang.

2. Garapan komposisi karawitan berjudul Nginang berbentuk komposisi musik baru, dalam komposisi ini terdapat pengembangan pada pola-pola permainan, dan pengolahan unsur-unsur musikal seperti nada, melodi, irama (ritme), tempo, harmoni, dan dinamika. Sifat estetik seperti unity (kesatuan), intensity (kekuatan, keyakinan), dan complexity (kerumitan) tetap dijadikan pijakan serta acuan dalam mewujudkan karya yang bekualitas.

3. Garapan komposisi Nginang secara struktural terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu bagian I, bagian II, dan bagian III.

4. Garapan komposisi Nginang disajikan secara konsert instrumental dalam durasi waktu kurang lebih 13 menit.

5. Penyajian karya ini didukung oleh 12 orang penabuh dari komunitas Kamus.

PROSES KREATIVITAS

Untuk mewujudkan suatu garapan, tentu harus dilandasi oleh sebuah proses sebagai dasar untuk mewujudkan suatu karya. Tentunya proses tersebut diawali dengan adanya rangsangan untuk berkarya dan mewujudkan imajinasi penata ke dalam bentuk sebuah garapan. Tanpa sebuah proses, ide-ide kreatif dari penggarap tidak akan bisa terwujud dan garapan tidak akan sesuai dengan keinginan penata untuk mendapat hasil yang maksimal. Djelantik dalam buku Estetika Sebuah Pengantar (1999 :63) penciptaan adalah

pengadaan karya seni dari tidak ada menjadi wujud nyata sehingga dapat dinikmati oleh orang.

Menurut Alma M. Hawkins dalam bukunya yang berjudul Creating Through Dance (Mencipta Lewat Tari di terjemahkan oleh Y. Sumandiyo Hadi), proses penggarapan karya seni terdapat tiga tahap penting yang harus di lalui. Ketiga tahapan yang di pakai dalam proses penggarapan untuk mewujudkan garapan Nginang adalah: tahap penjajagan (Exploration), tahap percobaan (Improvisation), dan tahap pembentukan (Forming), (Hawkins, 1990: 23). Selain hal tersebut, dalam mewujudkan suatu garapan juga perlu mental dan pengetahuan yang cukup agar dalam bentuk garapan yang ingin penata wujudkan tidak terkesan monoton dan bisa mempunyai bobot kompleksitas yang tinggi agar penata bisa menyampaikan maksud dan tujuan dari penata ketika terjadinya proses penuangan materi dari penata terhadap pemain dan diharapkan pemain bisa menyampaikan maksud dari penata kepada audience.

Tahap Penjajagan (Exploration)

Tahap eksplorasi merupakan proses awal dalam mewujudkan suatu penggarapan karya seni. Pada tahap ini dilakukan penjajagan secara terus-menerus di mulai dari merumuskan ide dan media apa yang akan diwujudkan dalam tatanan penggarapan. Perumusan ide adalah hal utama karena memerlukan proses yang lama, berasal dari konsep keseimbangan dan mentransformasikan ke dalam bentuk sajian komposisi karawitan. Sehingga dalam sebuah proses kreativitas, sebagai langkah awal seorang seniman melalui proses dasar yaitu penjajagan, untuk kebebasan menentukan untuk menafsirkan hal apa saja yang bisa berpengaruh dari dalam maupun luar dirinya, sehingga mampu menghadirkan sebuah ide, dan mentransfer ke dalam garapan yang ingin diwujudkan oleh penata, serta yang paling integral adalah garapan yang dituangkan sesuai dengan keinginan, gagasan, dan konsep penata sendiri untuk memotivasi pembentukan sebuah jati diri sehingga perlu dibuat garapan dengan rasa orisinalitasnya.

(7)

sudah terwujud, literatur beserta buku yang ada kaitanya dengan filosofi dari garapan maupun berupa rekaman musik (mp3), dan video garapan Ujian Tugas Akhir yang telah dipertunjukkan sebelumnya.

Tahap Percobaan ( Improvisation )

Tahap percobaan merupakan proses penciptaan suatu karya seni. Pada tahap ini penata melakukan percobaan mencari melodi-melodi untuk pembuatan awal dalam pembentukan komposisi karawitan agar awalan yang dibuat dapat menggambarkan konsep yang sudah dirancang oleh penata, yaitu bagimana caranya supaya tahap percobaan ini bisa menunjukan karakter asli dari instrumen Gender Wayang, Gender Rambat, dan sebagian dari gamelan Geguntangan. Kemudian penata mencoba untuk membuat gending dan mencari nada-nada yang bisa terjalin supaya cocok dengan konsep yang sudah disiapkan kemudian bisa dituangkan kepada pendukung yang lebih banyak pada saat latihan dimulai. Kemudian mencari pola yang cocok untuk dimasukkan ke dalam bahan yang sudah di tuangkan kepada pendukung. Adapun maksud dan tujuan proses ini adalah untuk mencoba mencari kemungkinan lebih banyak dari segi melodi, teknik permainan maupun harmonisasi dari materi yang telah dikumpulkan. Melalui proses ini penata akan lebih mudah menuangkan kepada para pendukung nantinya.

Tahap Pembentukan (Forming)

Tahap ini merupakan tahap akhir dari keseluruhan tahap yang dilakukan dalam proses kreativitas untuk mewujudkan sebuah garapan karya komposisi karawitan. Pada tahap ini mengarah pada bagian ketiga ketika mulai menerapkan atau melaksanakan ide dan konsep yang telah disiapkan yang diikuti dengan mengaplikasikan segala bentuk cobaan atau eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya untuk dapat diwujudkan menjadi karya seni. Pada tahap ini mulai dibentuk garapan berdasarkan konsep dan aturan-aturan yang telah disiapkan, aturan-aturan atau ketentuan itu harus dilakukan oleh setiap pemain sebagai bentuk pernyataan musik yang diinginkan berdasarkan perasaan musikal penata.

WUJUD GARAPAN

Wujud merupakan salah satu aspek mendasar yang terkandung pada sebuah benda atau peristiwa kesenian. Wujud dimaksudkan kenyataan yang nampak secara konkrit didepan kita (berarti dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) dan juga kenyataan yang tidak nampak secara konkrit dimuka kita, tetapi secara abstrak dan wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatu diceritakan atau yang kita membacanya dalam buku. Semua jenis kesenian, baik visual maupun yang auditif, dan yang abstrak mengandung dua unsur yang mendasar, yakni : bentuk (form) dan susunan (structure). (Djelantik, 1990: 17-18). Hal ini di harapkan agar karya yang penata garap mempunyai bobot yang cukup untuk di nikmati oleh masyarakat maupun kalangan akademis.

Deskripsi Garapan

Nginang merupakan garapan komposisi karawitan yang menggunakan media ungkap gamelan Geguntangan untuk mengaplikasikan daun sirih dengan maksud bahwa dalam sehelai daun sirih itu terdapat beberapa urat yang diwakili dari beberapa instrumen yang ada dalam gamelan Geguntangan. Untuk kapur/pamor diwakili oleh sepasang instrumen Gender Rambat, dan untuk gambir/buah pinang diwakili oleh sepasang instrumen Gender Wayang. Penata ingin bereksperimen pada nada gamelan laras pelog dan laras slendro yang bertujuan untuk mencari warna baru dari perpaduan laras tersebut. Dalam hal ini penata juga ingin mengingatkan kembali bahwa masih banyak gamelan yang bisa digarap menjadi sebuah komposisi karawitan yang bentuknya baru. Dalam penggarapan komposisi yang berjudul Nginang ini, konsep yang di angkat adalah keseimbangan yang berjudul Nginang. Ide ini didapat ketika mengamati orang-orang lanjut usia mengunyah daun sirih beserta kelengkapannya.

(8)

memandang kebaharuan dari konteks musikalitas, tetapi masih berpijak pada sudut pandang karakteristik dari instrumen-instrumen tersebut, yang masih berlandaskan teknik permainan, bentuk, dan struktur komposisi yang sudah ada. Berdurasi kurang lebih selama 13 menit. Karya ini dipentaskan di gedung Natya Mandala, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Adapun pesan yang ingin disampaikan melalui garapan Nginang adalah untuk mengingatkan bahwa dalam kehidupan ini manusia hendaknya lebih bertoleransi antar sesama.

Instrumentasi

Adapun instrumen yang digunakan dalam garapan Nginang ini adalah:  Dua tungguh Gender Rambat

 Dua tungguh Gender Wayang  Sepasang Kendang Kerumpungan  Satu buah Gong Pulu

 Satu buah Kajar Trenteng  Satu buah Ceng-ceng Ricik  Tiga buah Suling

 Instrumen Gender Rambat

Instrumen Gender Rambat merupakan penuntun melodi yang ada dalam gamelan Pelegongan atau Semara Pagulingan saih 5. Biasanya menggunakan petet selisir terdiri dari 14 bilah nada dalam satu tungguhnya. Susunan nada dari Gender Rambat adalah 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3,4, 5, 7,1 ,3

Gambar 4. 1 Instrumen Gender Rambat (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

 Instrumen Gender Wayang

Instrumen Gender Wayang berfungsi sebagai pengiring pertunjukan wayang di Bali. Biasanya menggunakan patet selendro terdiri dari 10 bilah nada didalam satu tungguhnya. Susunan nada Gender Wayang adalah: 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3

Gambar 4. 2 Instrumen Gender Wayang (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

 Instrumen Kendang Kerumpungan

(9)

ke dalam gamelan yang lain untuk menambah warna dan kesan pada gamelan lain. Adapun susunan dari suara pada instrumen Kendang Kerumpungan yaitu sisi kanan 0, dan ^ ( deng/de, dan tut/tung). Pada sisi kiri bersuara <, -, p, t, (ka, plak, pung, tong/ teng).

Gambar 4. 3 Instrumen Kendang Kerumpungan (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

 Instrumen Gong Pulu

Instrumen Gong Pulu merupakan satu instrumen yang memiliki bentuk berbeda pada umumnya, yaitu berbentuk bilah dan menggunakan resonator seperti pemade/gangsa, akan tetapi dalam fungsinya masih sama yaitu sebagai pemurba lagu atau akhiran dari sebuah lagu. Instrumen ini sering digunakan pada gamelan Geguntangan.

Gambar 4. 4 Instrumen Gong Pulu (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

 Instrumen Kajar Trenteng

Instrumen Kajar Trenteng merupakan satu instrumen yang memiliki bentuk yang berbeda dengan kajar pada umumnya, karena pencon dari kajar ini masuk ke dalam. Fungsinya pun berbeda, Kajar Trenteng lebih cenderung mengikuti irama dari Kendang Krumpungan. Instrumen ini sering pula digunakan dalam gamelan Geguntangan, Samara Pagulingan, Pelegongan dan kini juga hampir digunakan di semua gamelan yang ada di Bali untuk menunjang pola garap dan warna.

Gambar 4. 5 Instrumen Kajar Trenteng (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

 Instrumen Ceng-ceng Ricik

(10)

Gambar 4. 6 Instrumen Ceng-ceng Ricik (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

 Suling

Suling merupakan instrument yang terbuat dari bambu yang memiliki lubang nada sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh pemain. Di Bali umumnya mempunyai enam lubang nada dan dimainkan dengan cara ditiup. Suling merupakan pengiring melodi, akan tetapi kini sudah mulai berkembang kadang menjadi melodi pokok dalam suatu lagu. Nada yang timbul pada alat ini hampir menyerupai kromatik, tergantung pengolahan pada teknik penjarian dari pemain. Akan tetapi di Bali yang sering digunakan adalah nada pokok, yaitu 5, 6, 7, 1, 2, 3, 4.

Gambar 4. 7 Suling

(Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)

Analisa Simbol

Simbol merupakan tanda yang telah disepakati sebagai penghubung atau jalinan suatu komunikasi dalam suatu karya seni (Suzanne K. Langer, 2006, Problematika Seni, Bandung: Sunan Ambu Press, p. 142). Simbol dapat dipergunakan untuk menyampaikan maksud tertentu kepada penikmatnya dan menjadi tanda yang mampu mengungkapkan ide atau gagasan dalam garapan karawitan. Dalam garapan Nginang pengaplikasian simbol-simbol digunakan dalam penulisan notasi karawitan Bali, dan kostum penabuh.

Notasi karawitan atau titi laras, adalah cara penulisan gending-gending dengan menggunakan lambang nada yang berupa angka, huruf maupun gambar untuk memberikan kode atau isyarat secara visual mengenai garapan dari gending yang dinotasi agar dapat dibaca dan dimengerti. Adapun sistem notasi yang dipergunakan dalam garapan karawitan Nginang adalah sistem notasi ding dong berupa ulu, tedong, taleng, suku ilut, suku, cecek, dan pepet yang simbolnya berasal dari penganggening aksara Bali. Penganggening aksara Bali jika dibaca dalam karawitan Bali akan berbunyi ding, dong, deng, ndeung, dung, dang, dan ndaing.

Tabel III

Sistem Notasi Ding Dong

Nama Aksara Ulu Tedong Taleng Suku Ilut Suku Carik Pepet

Simbol 3 4 5 6 7 1 2

(11)

Selain digunakan dalam sistem penulisan notasi, simbol juga digunakan sebagai tanda atau kode yang lazim digunakan dalam seni karawitan yaitu :

A. Garis nilai . . . : Menunjukkan nilai tersebut dalam satu ketukan.

B. Garis coret miring: --3--menunjukan apabila ada nada yang berisi tanda ini artinya nada tersebut tertutup pada waktu memukulnya.

C. Tanda ulang || …. …. || : Menunjukan pengulangan lagu.

D. Tanda miring ½ : menunjukan pukulan dua nada secara bersamaan dalam satu ketukan. E. Tanda garis nilai...: tanda garis di atas nada atau ketukan menunjukan tentang penghubung

antara dua atau lebih nada dalam satu ketuk. Tabel IV

Lambang dan Peniruan Bunyi Instrumen

Struktur Garapan

Struktur dari suatu karya seni menyangkut keseluruhan, meliputi peranan masing-masing bagian untuk dapat dicapainya sebuah bentuk garapan ( Djelantik, A. A. M, 1999 op.cit. p. 39). Penggarapan karya seni ini mengolah unsur-unsur musikal seperti ritme, melodi, dinamika dan warna suara (timbre). Garapan ini diharapkan menampilkan kesan pembaharuan dengan mengembangkan pola-pola tradisi tersebut ke dalam bentuk garapan komposisi yang baru. Garapan ini juga berpedoman pada tiga unsur dasar estetik dalam struktur karya seni, meliputi: keutuhan (Unity), penonjolan (Dominance), keseimbangan (Balance) (Djelantik, 1990: 32-45). Beranjak dari ketiga unsur tersebut, penata menjadikan unsur-unsur tersebut

No Instrumentasi Lambang Keterangan Bunyi

1 Kendang wadon (o) Dipukul dengan tangan penuh pada bagian kanan dari kendang bersuara (Deng)

(<) Dipukul dengan tangan penuh pada bagian kiri dan di tutup pada tangan kanan kendang bersuara (Ka)

(t) Dipukul pada bagian pinggir kiri kendang bersuara (Tong)

Kendang lanang (^) Dipukul dengan tangan penuh pada bagian kanan kendang bersuara (Tut)

(te) Dipukul pada bagian pinggir kiri dari kendang bersuara (Teng)

(-) Dipukul dengan tangan penuh pada bagian kiri dan di tutup pada tangan kanan kendang bersuara (Plak)

(12)

sebagai penataan dan untuk mencari sebuah kebaharuan dalam berkarya di dalam komposisi karawitan Nginang ini tanpa menghilangkan karakter atupun roh dari gamelan tersebut.

1. Keutuhan atau Keselarasan (Unity)

Keutuhan yang dimaksud dalam garapan ini adalah bahwa dari awal sampai akhir garapan Nginang ini ada hubungannya antara bagian satu dengan bagian lainnya. Keutuhan disini juga bermaksud untuk penyajiannya dari awal sampai akhir tanpa ada suatu halangan atau hambatan.

2. Penojolan atau Penekanan ( Dominance )

Penonjolan dalam garapan ini lebih banyak pada ritme dan melodi memainkan instrumen secara satu persatu dengan cara bergantian. Di dalam suatu karya seni, penonjolan pada masing-masing instrumen dilakukan agar garapan ini memiliki kekuatan dan identitas. Dalam garapan Nginang ini, penonjolan ditunjukan secara bergantian dengan pola dan dinamika yang terlihat tak beraturan karena di olah secara sistematis dan dengan penuh perhitungan. Hampir semua bagian berisi penonjolan pola dan dinamika yang serupa seperti yang disebutkan tadi. Akan tetapi secara keseluruhan akan terlihat saling mendominasi. Karena di sini masing-masing instrumen mempunyai alur-alur melodi dan dinamika tersendiri hingga bisa menjadi satu-kesatuan agar tidak terkesan adanya diskriminasi untuk semua instrumen yang digunakan. 3. Keseimbangan (Balance)

Apa yang dirasakan seimbang biasanya sama kuat yang dimaksud adalah adanya penekanan yang sama dari masing-masing instrumen. Adanya durasi waktu dari masing-masing bagian dalam garapan ini juga termasuk dalam unsur keseimbangan. Keseimbangan dalam garapan ini dilakukan dengan memberikan proporsi yang sama dilakukan oleh masing-masing instrumen baik berupa melodi, ritme, tempo, dinamika, dan harmoni dari perpaduan patet sehingga tidak ada kesan mengubur dari masing-masing unsur. Maka dari itu hampir semua bagian dari garapan Nginang ini berisi keseimbangan seperti yang disebutkan di atas.

Musikalitas garapan Nginang ini tersusun berdasarkan komposisi atau struktur garapan yang terdiri dari tiga bagian pokok yang disebut sebagai bagian pertama, kedua, dan ke tiga masing-masing mempunyai karakteristik berbeda dari unsur-unsur musik yang ada.

Struktur garapan Nginang ini adalah sebagai berikut:

Bagian I

Bagian pertama dalam garapan Nginang ini merupakan filosofi perkenalan dari bahan atau sarana untuk Nginang. Pada bagian pertama ini terbagi menjadi dua motif dan pola hingga membentuk satu kesatuan menjadi satu bagian. Hal ini di transformasikan dalam pengenalan media yang berawal dari digunakanya sebagian gamelan Geguntangan untuk sebagai intro dari garapan ini. Kemudian di lanjutkan oleh Gender Wayang dan Gender Rambat secara berulang akan tetapi dengan motif yang berbeda. Sesekali dengan motif yang sama karena adanya pertemuan antara motif-motif yang ada dan di satukan dengan spasi dalam setiap motif di atur sedemikian rupa agar di satu titik bisa bertemu secara bersamaan hingga masuknya transisi yang di mainkan oleh semua instrumen secara bergantian dimuli dari Geguntangan, kemudian Gender Rambat dan di akhiri oleh Gender Wayang. Setelah transisi tersebut masuk ke motif kedua bermain secara bersamaan dengan melodi yang berbeda akan tetapi dengan tempo yang sama. Kemudian transisi kembali sebagai tanda berakhirnya bagian pertama dan mulai masuk ke bagian kedua dari garapan ini. Trasisi tersebut di mainkan oleh Gender Rambat, kemudian masuk Suling, dan Gender Wayang.

Bagian II

(13)

Setelah motif pertama berakhir, masuk motif kedua yang menyerupai pola kotekan yang diolah secara sedemikian rupa sehingga membentuk warna nada yang berbeda dalam ketiga instrumen ini sehingga menimbulkan kesan nada yang miring seperti tujuh nada. Disertai pengolahan ritme dari kendang dan kajar trengteng yang membuat kesan benturan-bentruran nada dan dinamika yang unik disetiap pola.

Kemudian mulai masuk pengolahan ritme yang ukuranya sama akan tetapi pembagian dari masing-masing berbeda hingga masuk transisi perubahan tempo sedikit demi sedikit turun untuk menandai telah berakhirnya proses benturan rasa dari ketiga bahan tersebut yang didefinisikan oleh bagian kedua dari garapan ini.

Bagian III

Bagian ketiga dari garapan Nginang ini merupakan bagian akhir dari proses Nginang. Setelah tercampur rata hinga tersisa dari ampasnya saja. Akan tetapi masih terjadi sedikit penojolan-penojolan kecil dari rasa yang telah diolah tadi. Hal ini penata transformasikan ke dalam bagian ketiga dari garapan Nginang sekaligus menjadi akhir

dari garapan. Dimulai dari masuknya satu persatu dari instrumen mulai dari Suling membawa kesan kenikmatan, Gender Wayang, Gender Rambat dan Geguntangan dengan tempo pelan dan melodi yang berbeda akan tetapi ukuran yang berbeda. Diulang dua kali sebagai pendefinisian rasa yang tercampur dalam kenikmatan dari Nginang. Masuknya transisi kembali sebagai perubahan fase dari motif yang ada di dalam bagian tiga ini. Dan selanjutnya masuk pola melodi-melodi yang terjalin dari ketiga bagian tersebut dengan porsi yang sama akan tetapi mempunyai arah yang berbeda secara berulang-ulang hingga penonjolan-penonjolan yang sebelumnya terkesan mulai berkurang akan tetapi dengan motif yang sama hingga selesai atau berakhir secara bersamaan dari semua instrumen.

Analisa Estetis

Estetika merupakan salah satu bagian penting dalam penggarapan sebuah karya seni. Keindahan membuat seseorang menjadi senang, enak dipandang, dan menimbulkan rasa bahagia. Penilaian terhadap keindahan tergantung bagaimana persepsi dan pandangan masing-masing orang dalam menikmati karya yang disajikan. Dalam garapan Nginang ini, keindahan tersebut bisa terlihat jika penikmatnya bisa merasakan dan mencerna apa isi dari dalam garapan ini. Selain itu ada tiga unsur estetis yang terkandung di dalam garapan Nginang ini, tiga unsur yang dimaksud adalah bobot, wujud, dan penampilan.

- Bobot

Bobot yang dimaksud dalam garapan Nginang ini bisa dilihat dari system permainan pengaplikasian dari konsep ke dalam garapan dan dari pola-pola yang ada di dalam bagian-bagian yang membentuk garapan Nginang ini.

- Wujud

Wujud yang dimaksud adalah bentuk dari keseluruhan garapan yang memang ditata oleh penata sedemikian rupa agar mudah untuk dicerna baik dari awal maupun akhir dari garapan ini.

- Penampilan

penampilan yang dimaksud di dalam garapan ini adalah cara penyajian atau kemasan yang disajikan dalam bentuk audio maupun visualnya.

(14)

bagian yang diharapkan mampu menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga dapat terwujud karya seni berkualitas dan berbobot.

Analisa Materi

Dalam garapan Nginang, elemen penting sebagai materi yang patut dianalisa ditentukan berdasarkan motif-motif lagu, teknik pukulan, dan cara-cara mengeksplorasi bunyi untuk membentuk karakter masing-masing bagian. Tujuan analisa materi ini adalah agar garapan mudah dicerna oleh penikmatnya. Motif-motif yang digunakan dalam garapan Nginang adalah sebagai berikut:

a. Motif Pengulangan

Dalam garapan Nginang terdapat pengulangan untuk memberikan kesan dan menegaskan pesan yang ingin disampaikan. Pada pengulangan, beberapa motif diulang beberapa kali, tetapi dalam pengulangan juga dilakukan pengolahan motif. Hal ini dapat dilihat pada pengolahan ritme yang diolah pada melodi yang sama.

b. Ritme

Ritme adalah rangkaian beberapa suara yang berbeda panjang-pendeknya: jika memakai nada-nada maka ia menjadi lagu dengan sifat-sifat nada: tinggi dan rendah (I Wm. Aryasa, 1984, Pengetahuan Karawitan Bali, Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali, p. 27).

c. Tempo

Tempo adalah waktu, kecepatan dalam langkah tertentu ( I Wm. Aryasa, 1984, Pengetahuan Karawitan Bali, Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali, p. 27). Dalam pola permainan yang dimainkan/dilakukan dalam garapan memegang peran yang sangat penting. Adapun tempo yang digunakan dalam garapan Nginang meliputi, lambat, sedang, dan tempo cepat.

d. Dinamika

Dinamika berarti keras-lirihnya dalam cara memainkan musik. Dinamika merupakan salah satu bagian terpenting dalam garapan. Dinamika sebagai ekspresi dalam penggarapan, menyangkut aksen pada teknik permainan setiap instrumen, keras-lirihnya suara, serta panjang-pendeknya motif maupun teknik permainan instrumen yang dilakukan untuk menghasilkan kesan dinamis dalam sebuah garapan.

e. Melodi

Melodi merupakan rangkaian nada secara berurutan yang berbeda panjang-pendeknya dan berbeda pula tinggi-rendahnya, teratur susunannya dan memiliki irama. Melodi sangat berperan penting dalam terwujudnya sebuah komposisi khususnya komposisi karawitan Nginang. Hal ini terletak pada permainan semua instrumen.

f. Motif Counterpoint

Counterpoint adalah teknik komposisi yang memiliki pola antara satu, dua atau lebih, dan hubungan suara yang harmonis dan saling tergantung (polyponic). Akan tetapi memiliki irama dan conturnya sendiri. Dalam garapan Nginang teknik counterpoint diaplikasikan pada bagian pertama dan bagian ketiga.

Analisa Penyajian

Slah satu hal terpenting di dalam hal pertunjukan adalah cara penyajian suatu garapan kepada si penikmat. Penampilan sangat menentukan bagaimana persepsi atau pandangan penikmat terhadap hasil karya pelaku pertunjukan. Penampilan dipengaruhi oleh tiga unsur yang berperan. yaitu bakat, keterampilan, dan sarana (media).

Kostum/Tata Busana

(15)

berkaitan dengan keseimbangan, aspek ide, tema disamping disesuaikan juga dengan efek tata lampu (lighting).

Adapun kostum atau tata busana yang digunakan dalam penyajian garapan Nginang adalah sebagai berikut : Penata :

- Udeng batik dengan prada/ikat kepala batik - Bunga pucuk bang/bunga kembang sepatu merah - Rumbing

- Baju putih yang berisi hiasan - Selendang endek dengan prada - Saput batik dengan prada/kain batik - Kamen hitam/kain hitam

Gambar 1 Foto Busana Penata

Tampak Depan Tampak Samping

Pendukung karawitan

- Udeng batik dengan prada/ikat kepala batik - Bunga pucuk bang/bunga kembang sepatu merah - Rumbing

(16)

Gambar 1

Foto Pendukung karawitan

Tampak Depan Tampak Samping

Tata Rias

Tata rias penata dan pendukung disesuaikan dengan ide dan tema garapan Nginang. Tata rias bertujuan untuk mempertegas ekspresi wajah dari para penabuh yang didukung dengan lighting. Tata rias yang digunakan dalam penyajian garapan Nginang adalah tata rias dengan konsep minimalize.

Tata panggung

Di dalam penyajian garapan Nginang ini tata panggung yang digunakan dalam pementasan.

PENUTUP Kesimpulan

Nginang dalam tradisi nusantara sering disebut dengan ramuan berkapur sirih, yang biasanya dilengkapi dengan sirih, pinang, gambir, tembakau dan kapur. Semua ramuan atau bahan yang digunakan dalam berkapur sirih memiliki makna dan falsafah tersendiri, yang mana sirih memiliki lambang sifat rendah hati, memberi, serta selalu memuliakan orang. Oleh karena itu, filosofi yang diangkat di dalam garapan ini secara garis besar mempunyai pesan moral yang terkandung di dalamnya, yaitu kita sebagai manusia hendaknya saling mengerti, bertoleransi dan saling mengisi satu sama lain dalam kehidupan di dunia ini.

(17)

tembakau dan kapur. Konsep tersebut ditranformasikan ke dalam sebuah garapan komposisi yang menggunakan 12 instrumen/penabuh. Dengan menggunakan media yang terbilang sedikit penata berharap media atau gamelan yang umumnya bersifat klasik tersebut masih bisa digali dan digarap untuk menghasilkan komposisi baru dalam III bagian dengan kompleksitas tinggi yang berdurasi kurang lebih 13 menit. Garapan komposisi karawitan Nginang ini tidaklah mengalami proses yang sebentar. Disertai banyak bimbingan-bimbingan dari pihak terkait hingga membentuk suatu karya yang cukup berbobot dari segi konsep, maupun cara penggarapanya.

DAFTAR PUSTAKA

Aryasa, I Wm, dkk. 1984. “Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali.

Arya Sugiartha, I Gede. 2012. Kreativitas Musik Bali Garapan Baru, Perspektif Cultural Studies. Denpasar: UPT Penerbit ISI Denpasar.

Bandem, I Made. 1986. “Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali”. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

, 1991. “Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali”. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

Djelantik, A. A. M. 1990. “Pengantar Ilmu Estetika Jilid I”. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

, 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Pande Made Sukerta. 1998. Ensiklopedi Karawitan Bali. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Suka Hardjana. 2003. Corat – coret Kontemporer. Jakarta. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Sumandiyo Hadi, Y. 1990. Mencipta Lewat Tari (terjemahan buku Creating Through Dance oleh Alma M.Hawkins). Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Yuda Triguna, Ida Bagus Gde. 2014. “Nilai Agama Sumber Inspirasi Penelitian Dan Karya Cipta Seni Pertunjukan”. Makalah Dalam Seminar Nasional Seni Pertunjukan ISI Denpasar. Seni Tradisi Sebagai Sumber Penciptaan Dan Pengkajian Seni.

(18)

Gambar

Gambar 4. 2 Instrumen  Gender Wayang (Dokumentasi: I Wayan Sumiarsa, 2017)
Gambar 4. 4 Instrumen  Gong Pulu
Tabel III
Tabel IV Lambang dan Peniruan Bunyi Instrumen
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Mayoritas responden memiliki hubungan tertutup dengan orang tua. Semua responden memiliki interaksi baik di lingkungan sekolah, namun di lingkungan masyarakat

Beam shutter terdiri dari tiga bagian yaitu transmisi penggerak, lengan ayun dan penyetop berkas, yang berfungsi sebagai penyetop dan pengukur berkas elektron sebelum

Untuk mengindari keluhan pelanggan, keakuratan data yang dihasilkan meter sangat diperlukan untuk menentukan besar energi yang dipakai dengan kWh meter mekanik saat

Dampak perilaku seks bebas pada usia remaja sangat besar, namun di suatu sisi masih rendahnya tingkat pengetahuan tentang resiko seks bebas yang dilakukan oleh remaja

BATAN sebagai pengelola iptek nuklir di Indonesia dituntut untuk ikut berkontribusi dalam menanggulangi krisis energi dengan diusulkannya membangun PLTN, untuk itu BATAN

Pada studi ini, penulis menginvestigasi penerapan pemodelan ESPC pada bangunan gedung kantor di Jakarta yang berencana melakukan retrofit perangkat sistem tata

Adapun tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah aplikasi E-Book Reader yang lebih efisien, ekonomis dan memberikan kenyamanan tanpa gangguan

EVALUASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAGING BUAH DAN KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia Mangostana, Linn.) PADA BERAGAM.. SUHU DAN