• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar - ANALISIS KEMAMPUAN DAN KESULITAN SISWA DALAM MENCERITAKAN KEMBALI ISI CERITA PENDEK ANAK PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDN 1 RAWAHENG - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar - ANALISIS KEMAMPUAN DAN KESULITAN SISWA DALAM MENCERITAKAN KEMBALI ISI CERITA PENDEK ANAK PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDN 1 RAWAHENG - repository perpustakaan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia

Kehidupan kita sehari-hari tidak lepas dengan bahasa, kita khususnya orang Indonesia akan menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Bahasa adalah suatu alat untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam menyampaikan suatu gagasan, pikiran, atau perasaan yang digunakan oleh manusia.

Menurut Iskandarwassid ( 2009 ) Bahasa menjadikan kita mempunyai peluang dalam berbagai keperluan. Bahasa membuat kita dapat mengenal dunia. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi baik terhadap sesama warga masyarakat. Dengan bahasa kita dapat mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat lebih tinggi dari apa yang dicapai oleh masyarakat umum.

Sedangkan menurut Novi Resmini ( 2010 ) Pembelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis serta pembelajaran yang dimaksudkan yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra.

(2)

keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar dan dapat juga untuk memperluas wawasan.

Jadi dapat disimpulkan pada hakikatnya bahasa adalah salah satu alat komunikasi manusia. Bahasa juga terdiri atas kumpulan kata atau kalimat yang masing-masing mempunyai makna untuk mengungkapkan pikiran atau perasaan seseorang. Oleh karena itu kita harus memilih kata yang tepat dan menyusun kata tersebut sesuai dengan aturan tata bahasa yang ada agar makna yang terkandung setiap kalimat dapat tersampaikan dengan baik dan jelas. Dan melalui bahasa manusia dapat saling berkomunikasi, berhubungan, bernalar, berbagi pengalaman, saling belajar dam saling meningkatkan kemampuan intelektual.

2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran bahasa adalah kegiatan yang dilakukan antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan. Adapun tujuan dan fungsi pengajaran bahasa Indonesia menurut Novi Resmini ( 2008 ) yaitu untuk sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia daam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, sarana peningkatan pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan tekonologi dan seni, sarana penyebarluasan pemakaian bahasa dan sarana pengembangan kemampuan intelektual.

(3)

mengenal dirinya sendiri, budayanya, belajar untuk menyampaikan gagasan, serta mampu menggunakan kemampuan imajinasi dan analitif yang terdapat pada masing-masing siswa.

Dengan pemerolehan dan pembelajaran kita akan bisa mencapai tujuan berbahasa dengan baik. Mewujudkan serta mengindonesiakan anak-anak Indonesia melalui berbahasa Indonesia. Untuk para siswa ditujukan agar para siswa mampu menghayati bahasa dan juga sastra Indonesia serta mempunyai kemampuan yang baik dan benar dalam berbahasa. Adapula untuk guru itu sendiri yaitu untuk mengembangkan potensi para siswa dalam berbahasa Indonesia, serta agar lebih mandiri dalam menyiapkan dan menentukan bahan ajar sesuai dengan kemampuan siswa dan kondisi lingkungan.

B. Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar

1. Hakikat Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar

Di sekolah dasar, pembelajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasikan karya sastra. Pembelajaran sastra mewujudkan dirinya dengan bahasa, dan bahasa dalam perkembangannya juga ditentukan oleh sastra.

(4)

dominan dan bahasa menjadi ciri khas dari media penyampaiannya, yang membuat karya sastra berbeda dengan karya-karya yang lainnya.

Menurut Depdiknas ( dalam Novi Resmini, 2008 ) Kegiatan mengapresiasikan sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya lingkungan hidup. Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dengan berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran sastra di sekolah dasar harus memberi pengalaman pada siswa yaitu, pencarian kesenangan pada buku, menginterpretasi bacaan sastra, mengembangkan kesadaran bersastra, dan mengembangkan apresiasi.

Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) Pembelajaran sastra itu dapat memberikan kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan, apalagi adanya sastra anak. Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Jadi pengungkapan bahasa selain sastra,yaitu cara-cara pengungkapan yang telah menjadi biasa, lazim, atau yang itu-itu aja karena bahasa sastra lebih bernuansa keindahan daripada kepraktisan.

(5)

memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya.

Dengan demikian untuk mencapai hal tersebut di atas, siswa di sekolah dasar harus dituntut untuk wajib membaca buku-buku sastra seperti puisi anak, buku cerita anak, drama anak, dan cerita rakyat. Pada saat pembelajaran siswa diberi kesempatan memahami, menikmati, dan mengerti apa yang telah mereka baca.

2. Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SD

Sastra diperlukan untuk menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum.

Menurut Novi Resmini ( 2008:93 ) adapaun tujuan pembelajaran bahasa dan sastra antara lain :

a. Menumbuhkan ketenangan terhadap buku

Tujuan utama pembelajaran sastra di SD adalah memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam suatu buku. Pembelajaran sastra ini harus dapat membuat anak merasa senang membaca, gemar mencari bacaan dan membolak-balik buku.

(6)

waktu untuk membaca secara teratur, membicarakan buku-buku, menceritakan buku dan berbagai macam kegiatan lainnya.

Jadi langkah awal membuat anak senang terhadap buku yang pertama adalah menemukan kesenangan pada buku. Kita harus suka terlebih dahulu agar nantinya kita nyaman dan merasa butuh kepada buku tersebut.

b. Menginterpretasikan Literatur

Untuk menciptakan ketertarikan kepada buku, siswa perlu membaca banyak buku. Siswa pun perlu memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan buku-buku. Menurut Novi Resmini ( 2008 ) membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu dengan cara mengidentifikasi pelaku yang ada pada cerita. Hal ini dilakukan dengan mendramatisasikan adegan pelaku yang ada apada cerita.

Jadi selain siswa membaca, siswa dalam hal ini juga perlu menghayati sepenuhnya agar apa yang mereka baca dapat dimengerti tidak hanya sekedar membaca-baca saja.

c. Mengembangkan kesadaran bersastra

(7)

tentang buku-buku, puisi, atau dongeng-dongeng yang sering mereka baca. Hal ini menjadi langkah yang baik dalam mengembangkan pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra. Demikian juga pengetahuan siswa mengenai runtutnya cerita seperi alur, karakter, tema, dan sudut pandang.

Jadi yang terpenting dalam hal ini yaitu bagaimana siswa mampu memberikan tanggapan atau mencerna isi yang terkandung dalam sebuah cerita.

d. Mengembangkan apresiasi

Mengembangkan kesukaan membaca menjadi sasaran pengajaran sastra di sekolah dasar. James Britton ( dalam Novi Resmini, 2008 ) menyatakan bahwa dalam pengajaran bahasa dan sastra, “ siswa hendaknya membaca lebih banyak buku dengan rasa

puas dan dia hendaknya membaca buku-buku dengan kepuasan yang samakin tinggi”. Diawali dari menyenangi karya sastra yang dibacanya itu, siswa akan meningkat ke tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan bacaan baru kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan makna cerita atau puisi.

(8)

membaca , mereka akan lebih menghayati cerita yang mereka baca sehingga memudahkan mereka menginterpretasikan makna cerita.

C.Sastra Anak

1. Hakikat sastra anak

Sastra anak kini semakin menarik perhatian orang dan telah masuk ke dalam kehidupan anak-anak. Sastra anak menjadi hal yang memang diketahui oleh anak-anak dan memang pada hakikatnya semua orang senang dan butuh cerita.

Lewat cerita anak, bahkan kita yang dewasa, dapat memperoleh, mempelajari, dan menyikapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan, manusia dan kemanusiaan ( Burhan Nurgiyantoro:2005 ).

Stewig ( dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005 ) menyatakan salah satu alasan mengapa anak diberi buku bacaan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan. Sastra mampu memberikan kesenangan dan kenikmatan. Selain itu bacaan sastra juga mampu menstimulasi imajinasi anak, mampu membawa pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain.

(9)

2. Pengertian Sastra Anak

Sastra anak menjadi suatu hal yang penting terhadap perkembangan anak.

Menurut Heru Kurniawan ( 2009 ) Sastra anak mencakup beberapa aspek yaitu bahasa yang digunakan itu adalah bahasa yang mudah dipahami oleh anak, bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan pemahaman anak, kemudian adanya pesan yang disampaikan berupa nilai-nilai, moral dan pendidikan yang disesuaikan pada tingkat perkembangan dan pemahaman anak. jadi sastra anak merupakan sastra yang dari segi isi dan bahasanya sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak.

(10)

terhadap anak semakin baik. Jadi sastra dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk mendidik dan mencerdaskan anak karena anak dan cerita seperti menjadi dunia yang tidak terpisahkan dan sastra juga selalu menyampaikan nilai atau makna kepada pembaca.

Dalam perkembangannya anak selalu menyukai cerita ( karya sastra )karena dengan cerita anak bisa mengembangkan kemampuan imajinasi, intelektual, emosional, dan belajar mengidentifikasi dirinya.

Menurut Sugihastuti ( 2002 ) Cerita anak atau sastra anak, dalam hal ini wujud sastra pertamanya dilihat dari bahannya, yaitu bahasa. Adanya pemakaian bahasa pada kegiatan bersastra memperlihatkan sifat yang spesial. Adanya karya seni yaitu karya dalam proses produksi dan konsumsinya menuntut adanya keindahan.

Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) Sastra anak adalah buku yang disediakan untuk dibaca anak dan dapat berkisah apa saja, tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran orang dewasa tidak masuk akal. Misalnya tentang binatang yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir dan berperasaan layaknya manusia. Isi sastra anak juga tidak harus yang baik-baik saja.

(11)

misalnya saja kucing pemalas, suka mencontek. Cerita anak dalam hal ini dapat berkisah tentang apa saja yang menyangkut masalah kehidupan ini sehingga mampu memberikan informasi dan pemahaman yang menarik dan lebih baik tentang kehidupan itu sendiri. Bahkan ceita anak tidak selalu berakhir menyenangkan, tetapi dapat juga berakhir dengan menyedihkan atau pun yang lain.

3. Manfaat Sastra Anak

Sastra anak diyakini mempunyai manfaat atau kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju ke kedewasaan. Menurut Sugihastuti ( 2002 ) sastra anak bermanfaat sebagai alat komunikasi dalam ranah komunitasnya. Adanya pertalian antara dua individu yaitu pengarangnya, penerima dan pembacanya.

Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) menyatakan bahwa sastra diyakini mampu dipergunakan sebagai salah satu sarana untuk menanam, memupuk, mengembangkan, dan bahkan melestarikan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) juga mengemukakan sejumlah manfaat sastra anak bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang dikelompokkan ke dalam niai personal dan nilai pendidikan.

(12)

a. Perkembangan Emosional

Ketika anak diberi bacaan atau karya sastra lainnya anak tampak menikmati dan larut dalam kegembiraan. Hal ini dapat dipahami dapat merangsang kegembiraan anak, merangsang emosi anak untuk bergembira, bahkan ketika anak masih berstatus bayi. Setelah anak dapat memahami cerita, baik lewat pendengaran, misalnya doceritai atau dibacakan, maupun lewat kegiatan membaca sendiri, anak akn memperoleh demonstrasi kehidupan sebagaimana diperagakan oleh para tokoh cerita ( Burhan Nurgiyantoro, 2005:37 ).

Dengan demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan membaca buku-buku cerita itu anak akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar. Lewat bacaan cerita itu anak akan belajar bagaimana mengelola emosinya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

b. Perkembangan Intelektual

Burhan Nurgiyantoro ( 2005 : 38 ) menyatakan lewat cerita anak tidak hanya memperoleh “kehebatan” kisah yang menyenangkan

(13)

pengkritisan cerita yang bersangkutan. Dengan kata lain, dalam kegiatan membaca cerita itu, aspek intelektual anak juga ikut terkembangkan.

Jadi dalam membaca cerita, baik itu secara langsung maupun tidak langsung anak akan mempelajari setiap apa yang ada dalam cerita baik itu tindakan tokoh, alur cerita dan lainnya.

c. Perkembangan Imajinasi

Sastra lebih berurusan dengan imajinasi, sesuatu yang abstrak

yang berada dalam jiwa. Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005:39 ) dengan membaca bacaan cerita sastra imajinasi anak

dibawa berpetualang ke berbagai penjuru dunia melewati batas waktu dan tempat, tetapi tetap berada di tempat, dibawa untuk mengikuti kisah cerita yang dapat menarik seluruh kedirian anak. Lewat cerita anak itu anak akan memperoleh pengalaman yang luar biasa yang setengahnya mustahil diperoleh dengan cara-cara selain membaca sastra.

(14)

d. Pertumbuhan rasa sosial

Bacaan pasti menghadirkan suatu cerita atau alur dalam cerita tersebut, bagaimana tokoh-tokoh itu saling berinteraksi dengan tokoh yang lain untuk saling bekerja sama, saling membantu, bermain bersama, dan lain-lain yang berkisah dalam kehidupan individu maupun masyarakat.

Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005) dalam kehidupan, anak akan menyadari bahwa ada orang lain di luar dirinya, dan bahwa orang akan saling membutuhkan. Kesadaran bahwa orang hidup mesti dalam kebersamaan, rasa tertarik masuk dalam kelompok sudah mulai terbentuk. Kesadaran inilah yang kemudian dapat ditumbuhkembangkan dalam diri anak lewat bacaan sastra lewat perilaku tokoh yang ada dalam cerita.

Jadi dengan anak memahami perilaku tokoh dalam cerita yang mereka baca akan menumbuhkan sikap sosial pada mereka, dengan begitu mereka akan meniru sikap dari tokoh yang telah mereka baca.

e. Pertumbuhan rasa etis dan religius

(15)

nilai-nilai pembentukan kepribadian tersebut terlihat langsung dalam tingkah laku tokoh.

Jadi penanaman nilai sosial, moral, etika dan religius dapat diperoleh lewat sikap dan perilaku hidup keseharian anak, serta lewat bacaan cerita sastra yang juga menampilkan sikap dan perilaku tokoh. Dengan demikian anak akan mengidentifikasi diri dengan tokoh-tokoh yang baik agar nantinya tumbuh sikap dan tokoh dari perilaku yang baik itu.

2. Nilai Pendidikan

a. Eksplorasi dan penemuan

Lewat kekuata imajinatif anak dibawa masuk ke sebuah pengalaman yang jug imajinatif, pengalaman batin yang tidak harus dialami secara faktual, yang sekaligus juga berfungsi meningkatkan daya imajinatif. Dalam hal ini anak akan dibawa untuk mampu melakukan penemuan-penemuan yang ada dalam cerita atau membuat anak seperti detektif menebak-nebak, menemukan jalan keluar dari suatu cerita. Berpikir secara logis dan kritis yang demikian dapat dibiasakan lewat eksplorasi dan penemuan-penemuan dalam bacaan cerita sastra ( Burhan Nurgiyantoro : 2005 ).

(16)

penemuan baru, dengan pengalaman yang menyenangkan, menegangkan, memuaskan lewat berbagai kisah dalam cerita dan peristiwa.

b. Perkembangan bahasa

Sastra merupakan suatu karya seni yang menggunakan bahasa, karena itu bahasa mempunyai peran penting di dalamnya.

Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) berhadapan dengan sastra hampir selalu dapat diartikan sebagai berhadapan dengan kata-kata, dengan bahasa. Lewat cerita yang diperolehnya kemudian ketika kosakata anak sudah banyak, anak tidak saja belajar memahami dunia melainkan juga kata-katanya itu sendiri. Anak akan belajar cepat karena bahasa yang diperolehnya langsung berada dalam konteks pemakaian yang sesungguhnya.

Jadi dalam bacaan sastra khususnya buat anak yang baik itu yang tingkat bahasanya tidak sulit dijangkau anak, tetapi menggunakan bahasa yang sederhana agar anak mudah dalam belajar bahasa. c. Pengembangan nilai keindahan

(17)

sebuah cerita, terlihat wajah yang ceria dan bahkan mereka dapat tertawa-tawa.

Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) sebagai salah satu bentuk karya seni, sastra memiliki aspek keindahan. Keindahan dalam genre fiksi seperti cerita pendek antara lain dapat dicapai lewat penyajian cerita yang menarik, berbahasa yang tepat, artinya aspek bahasa itu mampu mendukung hidupnya cerita, mendukung ekspresi sikap dan perilaku tokoh, mendukung gagasan tentang dunia yang disampaikan. Cerita menjadi indah karena isi kisahnya mengharukan dan dikemas dalam bahasa yang menyenangkan. Jadi dengan membaca sastra akan mendapat suatu rasa puas karena terpenuhinya keindahan, adanya rasa puas ini menjadi nilai positif sendiri bagi penikmat sastra itu yang nantinya dapat diperoleh, diajarkan, dan dibiasakan lewat bacaan sastra. Dengan demikian apabila anak merasa puas mereka akan senang membaca sastra karena dengan sastra hidup semakin indah.

(18)

cerita, baik sebagai pengantar tidur, atau pengantar pelajaran di sekolah.

d. Penanaman wawasan multikultural

Adanya bacaan sastra, anak dapat bertemu dengan berbagai pengalaman, wawasan yang mendunia yang terbagi menjadi bermacam-macam kelompok sosial maupun budayanya.

Burhan Nurgiyantoro ( 2005 ) berpendapat bahwa lewat sastra dapat dijumpai berbagai sikap dan perilaku hidup yang mencerminkan budaya suatu masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lain. Adanya cerita tradisional, modern, dan lain-lain itu masing-masing mempunyai wawasan tersendiri. Dengan membaca dari berbagai kelompok tidak hanya akan diperoleh kenikmatan membaca cerita,tetapi juga pengetahuan dan pemahaman. Adanya bacaan yang tertanam akan menimbulkan suatu kesadaran dalam diri anak bahwa ada budaya lain selain budaya sendiri dan menjadikan munculnya kesadaran untuk menghargainya.

(19)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam hidup bermasyarakat harus sadar ada budaya lain selain budaya sendiri, ada orang lain selain diri sendiri. Hal ini harus ditanamkan sejak dini pada anak-anak. Selain itu kita juga harus pintar dalam memilih buku bacaan cerita yang di dalam cerita tersebut mengajarkan adanya perbedaan budaya yang terlihat melalui sikap dan perilaku tokoh.

e. Penanaman kebiasaan membaca

Kemajuan iptek dan ekonomi harus diusahakan dengan penuh kesadaran. Untuk itu haruslah ditanamkan kepada anak bangsa adalah kemauan membaca. Budaya membaca ini harus ditumbuhkan sejak dini dan sangat efektif dimulai dengan bacaan sastra. Peran bacaan sastra selain ikut membentuk kepribadian anak, juga menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin dan mau membaca, yang akhirnya membaca tidak terbatas hanya pada bacaan sastra. Sastra dapat memotiasi anak untuk mau membaca ( Burhan Nurgiyantoro, 2005 ).

Pentingnya budaya membaca juga telah ditegaskan oleh Taufik Ismail ( dalam Burhan Nurgiyantoro 2005 ) dalam tulisannya yang berjudul “Agar Anak Bangsa Tak Rabun Membaca Tak Pincang Mengarang” bahwa sastra diyakini mampu memotivasi anak untuk

(20)

Misalnya, dengan penyediaan buku bacaan yang baik dan menarik di sekolah.

Jadi dapat disimpulkan untuk mampu membuat anak senang membaca harus adanya usaha serta fasilitas agar anak tertarik pada buku-buku bacaan sastra. Mengusahakan untuk membuang rasa malas membaca sedikit demi sedikit.

D.Pembelajaran Berbicara

1. Hakikat Berbicara

(21)

ide, perasaan, dan kemauan. Kedua, berbicara dapat juga dimanfaatkan untuk lebih menambah pengetahuan dan cakrawala pengalaman. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna. Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dalam proses komunikasi terjadi

pemindahan dari komunikator ( pembicara ) kepada komunikan ( pendengar ).

2. Pengertian Berbicara

Berbicara sebagai suatu keterampilan dan suatu kebutuhan yang diperlukan untuk berbaga keperluan. Menurut Iskandarwassid ( 2009 ) Keterampilan Bahasa ini sebagai alat komunikasi verbal. Keterampilan berbahasa berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari pembicara dalam membentuk sebuah kalimat sehingga mampu menyajikan sebuah makna. Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2010 ) Keterampilan berbahasa atau kemampuan berbahasa merupakan kemampuannya untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain, adanya pemahaman terhadap bahasa yang dituturkan oleh pihak lain tersebut dapat melalui sarana bunyi atau sarana tulisan .

(22)

menyampaikan informasi kepada orang lain dengan tutur kata baik itu lisan atau tertulis.

Keterampilan berbahasa itu sendiri meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap ketrampilan itu erat sekali berhubungan dengan tiga ketrampilan lainnya.

3. Kemampuan Berbicara

Kegiatan berbicara pada umumnya merupakan aktivitas memberi dan menerima bahasa, menyampaikan gagasan dan pesan kepada lawan bicara dan pada waktu yang bersamaan menerima gagasan kepada awan pembicara tersebut dan untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata yang bersangkutan. Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2010 ) Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Di samping itu diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara. Kemampuan berbicara seharusnya mendapat perhatian yang cukup dalam pembelajaran bahasa dan tes kemampuan berbahasa.

(23)

gagasan-ggasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak ( Slamet : 2007 ). Sedangkan menurut Iskandarwassid ( 2009:241 ) Keterampilan berbicara merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikuasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada oranglain.

Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi arti untuk mengungkapkan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan, sedangkan tujuan dari berbicara adalah untuk berkomunikasi . Siswa dikatakan sudah mampu bercerita dalam menceritakan kembali isi bacaan atau dongeng apabila pendengar paham dan mengerti apa yang telah disampaikan dan pendengar pun dapat menangkap isi pembicaraan yang disampaikan dengan bahasa sendiri tidak harus sama persis dengan isi bacaan atau dongeng. Pembicara selain harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu juga harus jelas dan tepat. ( Maidar, 1987:17 ).

(24)

4. Tujuan Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan kemauan secara efektif, seyogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan ( Slamet : 2007 ).

Tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat :

a. Melafalkan bunyi-bunyi bahasa

Mampu untuk melafalkan secara baik, tepat dan benar. b. Menyampaikan informasi

Seorang pembicara harus bisa menyampaikan informasi yang telah dibaca atau didengar kepada pendengar .

c. Menyatakan setuju atau tidak setuju

Pembicara harus bisa bersikap atas dasar apa yang dibicarakan. d. Menjelaskan identitas diri

Dengan mampu berbicara kita sebagai pembicara dapat memperkenalkan siapa diri kita, mengungkapkan identitas diri kita dengan baik.

e. Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan

(25)

f. Menyatakan ungkapan rasa hormat

Berbicara menjadikan sarana berekspresi diri dan mengungkapkan atau menyampaikan perasaan atau ungkapan kepada orang lain.

g. Bermain peran

Dengan berbicara kita dapat menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi maupun dalam pembelajaran, misanya saja dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Kita dapat menggunakannya dengan cara bermain peran bersama teman sehingga kemampuan berbicara kita semakin terlatih ( Iskandarwassid, 2009:286 ).

Adapun tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian pada siswa yaitu :

b. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan dan peserta didik mengembangkan kepercayaan yang tumbuh melalui latihan.

c. Kejelasan

Peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya.

d. Bertanggung Jawab

(26)

dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan, tujuan pemicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggung jawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran

e. Membentuk pendengaran yang kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan. Peserta didik perlu belajar untuk dapat mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicara.

f. Membentuk kebiasaan

Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.

5. Jenis-jenis Berbicara

Berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat, yang menjadi perhatiannya antara lain :

(27)

c) Debat

Berbicara sebagai ilmu menelaah hal-hal antara lain : a) Mekanisme berbicara dan mendengar

b) Latihan dasar tentang ujaran dan suara c) Bunyi-bunyi bahasa

d) Patologi ujaran.

Berbicara dapat berlangsung dalam situasi, suasana, dan lingkungan tertentu, dan lingkungan formal, pembicara dituntut secara formal pula. Misalnya, berpidato, berdiskusi, ceramah, wawancara, dan bercerita. Sebaliknya, dalam suasana atau situasi informal pembicara santai atau tidak formal ( Slamet, 2007:37 ).

6. Faktor Penunjang Berbicara a. Ketepatan Ucapan ( Lafal )

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar ( Maidar Arsjad, 1987).

(28)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau kurang lengkap akan menimbulkan hal yang rancu, kebosanan, kurang menyenangkan dan kurang menarik dan dapat juga membuat pendengar mengalihkan perhatiannya serta mengganggu komunikasi.

b. Penempatan tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang sesuai ( Intonasi )

Intonasi akan mempunyai daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan menjadi faktor penentu.

Menurut Erien Komaruddin ( 2007:5 ) Intonasi adalah lagu kalimat atau ucapan yang ditekankan pada suku kata atau kata sehingga bagian itu lebih keras ( tinggi ) ucapannya dari bagian yang lain, karena tidak semua kata mendapat tekanan yang sama, biasaya hanya ata yang penting saja yang diberi tekanan.

Menurut Maidar Arsjad ( 1987 ) apabila penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai akan menarik perhatian dari pendengar tapi jika kurang sesuai maka pokok pembicaraan atau pesan yang disampaikan kurang diperhatikan.

(29)

c. Pilihan Kata ( Diksi )

Dalam melakukan menulis maupun berbicara diperlukan kosakata yang cukup banyak. Penguasaan sejumlah besar kata memungkinkan seseorang mampu menguasai beberapa keterampilan berbahasa.

Menurut Gorys Keraf dalam Slamet ( 2007 ) bahwa kemampuan memilih kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa kata sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh beberapa kelompok. Pilihan kata ini ada dua hal yaitu ketepatan dan kesesuaian menggunakan kata-kata. Selanjutnya menurt Slamet ( 2007:118 ) dalam ketepatan pilihan kata mempersoalkan tepat tidaknya kata yang dipakai sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan. Kemudian tentang kesesuaian pilihan kata mempersoalkan sesuai tidaknya kata yang digunakan sehingga tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan pembaca atau pendengar.

(30)

pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya ( Maidar Arsjad, 1987 ).

Jadi dapat disimpulkan dalam melakukan komunikasi dengan bahasa penguasaan kosakata yang lebih banyak lebih memungkinkan pembicara untuk menyampaikan pikiran atau perasaan yang lebih luas.

d. Ketepatan Sasaran Pembicaraan

Pembicara yang menggunakan kaimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengena pada sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, menginggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.Apa yang diampaikan dan apa yang diterima itu mungkin berupa ide, gagasan, pesan, pengertian, dan informasi ( Maidar Arsjad, 1987 ).

Jadi dalam komunikasi kalimat yang efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan dapat tergambar lengkap oleh pendengar seperti apa yang dimaksud pembicara.

Adapun faktor-faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara menurur Maidar Arsjad ( 1987 ) antara lain :

a. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak baku

(31)

yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik, setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Sikap ini memerlukan latihan agar rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar ( Maidar Arsjad, 1987 ).

Jadi dalam berbicara, agar dapat berbicara secara tenang, harus perlu latihan, karena ini merupakan modal untuk kesuksesan berbicara.

b. Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara

Agar terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu . Maidar Arsjad ( 1987 ) menyatakan pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak pembicara kita saksikan berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping, atau menunduk. Akibatnya perhatian pendengar berkurang ( Maidar Arsjad, 1987 ).

(32)

c. Kesediaan menghargai pendapat orang lain

Ketika menyampaikan isi pembicaraan, seseorang pembicara hendaknya memilih sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau memang keliru ( Maidar Arsjad, 1987 ). Jadi ketika pembicara menyampaikan isi pembicaraan, tidak berarti si pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya, tetapi pembicar juga peru mempertahankan pendapatnya dan dapat meyakinkan orang lain dengan dikuatkan dengan berbagai argumen yang kuat.

d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat

Berbicara selain mengeluarkan bunyi-bunyi melalui mulut, juga harus dilihat bagaimana gerak-gerik mimik saat berbicara. Apabila gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat menunjang keefektifan berbicara. Menurut Maidar Arsjad ( 1987 ) ada hal-hal yang penting selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal seperti ini menjadikan suasana atau komunikasi menjadi hidup, artinya tidak kaku. Selain itu adanya gerakan yang berlebihan juga dapat mengganggu keefektifan berbicara.

(33)

gerak-gerik serta mimik saat berbicara tidak boleh terlalu berlebihan agar tidak mengganggu, karena dapat menjadikan pesan yang disampaikan pembicara kurang dipahami.

e. Kenyaringan suara juga sangat menentukan

Suara yang nyaring mempengaruhi keefektifan pula saat berbicara namun dalam berbicara harus melihat kondisi sekitar dan perlu diperhatikan jangan berteriak. Menurut Maidar Arsjad ( 1987 ) tingkat kenyaringan ditetukan dan disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik.

Jadi saat berbicara kita perlu mengatur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, karena biasanya ada gangguan dari luar yang dapat mengganggu pendengar untuk mendengarkan pembicara.

f. Kelancaran

Dalam berbicara diperlukan kelancaran, agar pendengar dapat mendengar jelas apa yang dimaksud oleh pembicara. Menurut Maidar Arsjad ( 1987 : 21 ) Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya dan pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya.

(34)

agar berbicara itu sesuai dengan apa yang kita inginkan, kata demi kata, kalimat demi kalimat kita ucapkan secara jelas dan lancar, serta mengurangi kecepatan dalam berbicara, karena apabila terlalu cepat menyulitkan pendengar menangkap pembicaraannya.

g. Relevansi/Penalaran

Suatu bacaan terdapat pokok pembicaraan atau inti yang biasa disebut gagasan. Setiap gagasan yang terdapat dalam bacaan haruslah logis. Menurut Maidar Arsjad ( 1987 ) setiap kata atau kalimat yang disampaikan oleh pembicara harus saling berhubungan, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan memang berhubungan dengan pokok pembicaraan.

Jadi apabila dalam suatu bacaan ketika pembicara itu berbicara tetapi dalam setiap kalimat atau satu kalimat dengan kalimat lain itu tidak saling berhubungan atau bermakna rancu dapat menjadikannya tidak logis, sehingga apa yang dibicarakan itu tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pokok pembicaraan.

h. Penguasaan Topik

(35)

kelancaran. Penguasaan topik menjadi suatu hal yang penting dan bahkan menjadi faktor utama dalam berbicara.

E. Pembelajaran Membaca

1. Hakikat Membaca

Membaca pada hakikatnya perlu dimiliki oleh setiap orang. Tarigan ( dalam Slamet, 2007 ) menyatakan bahwa membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.

Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2010 ) kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan. Pada hakikatnya huruf atau tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali bahwa lambang tulis tertentu itu mewakili bunyi tertentu yang mengandung makna tertentu pula.

Sedangkan menurut Slamet ( 2007 ) membaca merupakan penangkapan dan pemahaman ide, aktivitas pembaca yang diiring curahan jiwa dalam mengahayati naskah.

(36)

2. Pengertian Membaca

Membaca merupakan suatu proses membunyikan huruf yang telah dibaca. Menurut Novi Resimini ( 2008:233 ) Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa , selain menyimak, berbicara, dan menulis, dalam membaca seseorang harus berinteraksi melalui teks ( tulisan ) . Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2010 ) membaca merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif kedua setelah menyimak, adanya hubungan yang tidak langsung antara penutur dan penerima tetapi menggunakan lambang tulisan.

Jadi membaca dapat diartikan sebagai pengucapan lambang-lambang yang tertulis yang mendapatkan sebuah makna yang dapat dimengerti oleh pembaca.

3. Kemampuan membaca

(37)

Kemampuan membaca mempunyai banyak tujuan, menurut Burhan Nurgiyantoro( 2010 ) dengan kita mampu membaca kita dapat memperoleh dan menanggapi informasi, memerluas pengetahuan, memeroleh hiburan dan menyenangkan hati, dan lain-lain.

Dari pendapat diatas bahwa membaca merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan individu memahami tulisan dengan seksama sehingga menghasilkan bunyi-bunyi dari huruf tersebut dengan bahasa yang baik dan benar serta diperlukan pemahaman dalam kegiatan membaca tersebut. Untuk memperoleh pemahaman bacaan, seorang pembaca memerlukan pengetahuan kebahasaan dan nonkebahasaan. Bahkan adanya keluasan latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca yang menjadikan bekal untuk mencapai keberhasilan membaca. Keterampilan membaca itu penting. Membaca memiliki dua aktivitas yang dilakukan oleh pembaca yakni, membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca adalah berinteraksi dengan teks. Teks merupakan area pembelajaran menulis. Artinya, peningkatan kemampuan siswa untuk terampil membaca hanya bisa dilaksanakan apabila siswa belajar berinteraksi melalui teks ( Novi Resmini, 2008:235 ).

(38)

4. Keterampilan Membaca Dengan Maksud Menceritakan Kembali Isi Cerita Pendek

Menurut Slamet ( 2009:66 ) Membaca bukanlah sekedar menyuarakan lambang-lambang tertulis tanpa mempersoalkan apakah rangkaian kata/kalimat yang dilafalkan tersebut dipahami atau tidak, melainkan lebih daripada itu.

Menceritakan kembali suatu cerita merupakan salah satu membaca pemahaman yang dilakukan oleh siswa, dilakukan untuk mengungkap, bercerita kembali tentang isi dari apa yang telah dibaca.

Mengungkapkan kembali merupakan suatu tes untuk mengetahui apakah pembaca atau siswa itu telah menemukan suatu yang telah dicari dalam cerita tersebut. Pembaca atau siswa tidak dapat menceritakan kembali isi cerita tanpa mencerna cerita dengan baik.

Kegiatan membaca merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif kedua setelah menyimak. Penyampaian informasi melalui sarana tulis untuk berbagai keperluan. Aktivitas membaca tentang berbagai sumber informasi tersebut akan membuka dan memperluas dunia seseorang.

F. Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita Pendek

1. Pengertian Kemampuan

(39)

melakukan sesuatu dengan demikian kemampuan berarti kesanggupan melakukan sesuatu.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga ( 2007:707 ) kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa ( bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).

Dengan demikian, kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu dan kesangguan melakukan sesuatu berdasarkan potensi yang dimiliki. Jadi seseorang dikatakan mampu apabila seseorang itu bisa melakukan sesuatu yang harus dia lakukan.

2. Pembelajaran Menceritakan Kembali Isi Cerita Pendek

(40)

yang baik, mampu menyusun kata menjadi kalimat runut dan mengkomunikasikan menjadi sebuah cerita.

Menceritakan kembali suatu cerita merupakan aspek membaca nyaring yang melibatkan berbagai aspek, seperti pelafalan, intonasi, jeda, sesuai dengan isi dan situasi, kelancaran. Itu semua ditetapkan dalam kegiatan membaca bersuara dalam hal bercerita. Dengan demikian nantinya akan diperoleh hasil membaca secara utuh. Bercerita ini dilakukan secara lugas, datar, wajar, realistik, dan eskak ( Slamet, 2009:80 ).

Menceritakan suatu cerita pendek ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik ( bagaimana cara bercerita ) dan unsur “apa” yang diceritakan yaitu ketepatan, kelancaran, dan kejelasan

cerita. ( Burhan Nurgiyantoro, 2010 ).

(41)

 Menceritakan kembali isi cerpen

Kompetensi Dasar Menceritakan kembali isi cerpen

secara lisan

Indikator

1. menentukan bagian bagian cerita dengan tahap dalam alur cerita 2. menceritakan kembali secara lisan isi cerpen sesuai dengan isi dan alur

 Kisi kisi dalam unjuk kerja kemampuan menceritakan kembali isi

cerpen No Aspek kemampuan menceritakan kembali isi cerpen kegiatan

a. Kata/kalimatnya dilafalkn secara tepat dan jelas

b. Bercerita secara lancar, tidak tersendat-sendat

a. Isi cerita sesuai dengn isi cerpen

b. Cerita dikisahkan secara runtut

a. Intonasi bervariasi sesuai dengan suasana yang diceritakan

b. Intonasi diucapkan secara jelas

a. Menggunakan pilihan kata yang tepat

b. Menggunakan kalimat yang sederhana dan komunikatif 4. Diksi atau pilihan kata

Lafal 1.

2. Keruntutan cerita

(42)

G. Cerita Pendek

1. Pengertian Cerita Pendek

Pada pelajaran Bahasa Indonesia pasti berkaitan dengan pembelajaran kesastraan, adapun pelajaran sastra dalam hal ini mengenai cerita pendek atau cerpen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2007 ) Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen menurut kamus adalah suatu bentuk prosanaratiffiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.

Sedangkan menurut Allan Poe dalam Nurgiyantoro. Cerita pendek diartikan sebagai bacaan singkat, yang dapat dibaca sekali duduk, dalam waktu setengah sampai dua jam, genrenya mempunyai efek tunggal, karakter, plot dan setting yang terbatas, tidak beragam dan tidak kompleks (Pengarang) cerpen tidak melukiskan seluk beluk kehidupan tokohnya secara menyeluruh, melainkan hanya menampilkan bagian – bagian penting kehidupan tokoh yang berfungsi untuk mendukung cerita tersebut yang juga bertujuan untuk menghemat penulisan cerita karena terbatasnya ruang yang ada.

(43)

pesoalan manusia dengan lika liku kehidupannya. Oleh sebab itu, dengan mengakrabi cerita pendek, kita dapat memetik manfaat dari pesan-pesan yang dikandungnya.

Jadi cerita pendek merupakan suatu bacaan yang dibaca sekali duduk yang langsung bisa dicerna isi yang ada didalam cerita dan didalamnya terdapat pesan yang dapat diambil.

2. Cerita Pendek Anak

Menurut Nurgiyantoro ( 2005:218 ) Sastra adalah cerita kehidupan, gambaran kehidupan. Cerita pendek anak adalah cerita yang menceritakan tentang gambar-gambar dan binatang-binatang maupun manusia dengan lingkungan.

Cerita anak tergambar adanya peristiwa kehidupan karakter tokoh dalam menjalani kehidupan yang terdapat pada alur cerita. Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 2005:35 ) Cerita anak adalah cerita yang di mana anak merupakan subjek yang menjadi fokos perhatian. Tokoh cerita anak boleh siapa saja, namun mesti ada anak-anaknya, dan tokoh anak itu tidak hanya menjadi pusat perhatian, tetapi juga pusat pengisahan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cerita anak adalah cerita yang berisikan tentang kehidupan anak yang diangkat dari anak-anak itu sendiri.

3. Kemampuan Membaca Kembali Cerpen Anak

(44)

membaca kembali cerpen anak berarti pembaca itu melakukan kegiatan yaitu membaca cerpen dimana cerpen yang telah dibaca itu dipahami dan dimengerti dengan baik. Kemampuan membaca dalam hal ini berarti kesanggupannya dalam menceritakan kembali atau membaca kembali cerita yang telah dibaca. Makna yang diambil dalam cerita tidak hanya terdapat pada yang tertulis saja tapi terletak juga pada pikiran pembaca itu sendiri. Ketepatan makna yang terdapat dalam cerita hanya pembaca itu sendiri yang dapat mengartikan tergantung dari cara pembaca itu memahami dan mengerti, apabila pembaca itu dapat atau mampu membaca sekaligus mengerti apa yang telah dibacanya pasti makna atau isi cerita dapat disampaikan dengan baik.

H. Penelitian Yang Relevan

Penelitian oleh Hermawan Adi Nugroho jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra IKIP PGRI Semarang yang berjudul Hubungan kemampuan menganalisis kasual dengan kemampuan menceritakan kembali

isi cerpen pada siswa kelas V MI Manbaul Ulum Bermi Kecamatan Gombong

Kabupaten Pati tahun 2008/2009. Dalam penelitian Hermawan

(45)

kembali isi cerpen dengan baik. Untuk selanjutnya, penelitian tentang hubungan kemampuan kasual dengan kemampuan menceritakan kembali isi cerpen tersebut menjadi relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan karena penelitian yang akan dilakukan, peneliti membahas analisis kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerpen.

Dari penelitian tersebut terlihat bahwa suatu pembelajaran harus diperhatikan, baik itu proses pembelajarannya, maupun tingkat kemampuan siswa terhadap suatu aspek pembelajaran khususnya Bahasa Indonesia karena peneliti melihat ada kekurangan siswa dalam kemampuan berbicara maka dari itu peneliti lebih menggali bagaimana kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerpen yang nantinya dapat memberikan motivasi bagi guru agar dapat memaksimalkan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada pengajaran berbicara.

I. Kerangka Pikir

(46)

dapat memaksimalkan keterampilan berbicaranya, guru masih mengedepankan aspek menulis, evaluasi pun menggunakan tes tertulis, siswa belum dilihat kemampuannya dalam berbicara, sehingga kita tidak tahu apakah siswa sudah mampu melakukan keterampilan berbicara secara baik atau belum, dan apakah siswa mengalami kesulitan atau tidak dalam melakukan keterampilan berbicara khususnya dalam menceritakan kembali isi bacaan atau cerita pendek.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun secara konseptual dan dan struktur bangsa Indonesia telah memiliki nilai, akan tetapi problematika yang dihadapi selalu ada pada proses dan Implementasi

terdiri dari 3 (tiga) konsep model dengan asumsi dan batasan sebagai berikut:  Model pondasi adalah model pondasi kelompok tiang pancang (pile group)  Tiang diperlakukan

Variabel-variabel yang diukur pada pengujian pompa adalah temperatur sisi atas evaporator (T1), temperatur sisi dibawah pemanas spirtus (T2), temperatur sisi uap (T3),

Temperatur udara dengan variasi ketinggian 100 cm memiliki temperatur udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan temperatur udara pada ketinggian 50 cm. Temperatur udara

Untuk variabel independen sebagian besar pengetahuan responden masuk kategori baik yaitu sebanyak 38 responden (59,4%), sikap responden sebagian besar masuk

Gerakan pemurnian Islam di Indonesia tersebut diimplemen- tasikan dengan didirikannya lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren dan sekolah formal, pelembagaan tersebut

Metode Fuzzy Inference System Tsukamoto mampu diterapkan dalam menyeleksi pemasok pada perusahaan manufaktur.Pengujian yang dilakukan terhadap nilai dari pakar

Turut hadir dalam acara tersebut Auditor Utama Keuangan Negara V Bambang Pamungkas, Kepala Perwakilan Yusnadewi beserta para pejabat struktural dan tim pemeriksa