• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Value Clarification Technique dan Pembelajaran Value Clarification - TITI INDRAWATI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Value Clarification Technique dan Pembelajaran Value Clarification - TITI INDRAWATI BAB II"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Value Clarification Technique dan Pembelajaran Value Clarification Technique

1. Pengertian VCT (Value Clarification Technique)

Mata pelajaran lebih menitikberatkan pada ranah afektif seperti Pendidikan Kewarganegaraan sengan tepat menggunakan pendekatan pembelajaran VCT. Pendidikan Kewarganegraaan dan mata pelajaran atau mata kuliah sejenenis berada pada ranah sikap yaitu wahana penenaman nilai, moral dan norma-norma baku seperti rasa sosial, nasionalisme, bahkan sistem keyakinan. Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya mampu mengeksplorasi internal side seseorang atau wilayah dalam diri sesorang. Sikap merupakan posisi

seseorang atau keputusan seseorang atau keputusan seseorang sebelum berbuat atau berperilaku tertentu. Untuk mengubah sikap inilah maka bias menggunakan pendekatan pembelajaran, salah satunya VCT (Taniredja, dkk. 2011 : 87).

Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) menurut Sanjaya (Taniredja, dkk. 2001 : 81-88) merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui suatu proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

(2)

Penanaman nilai pada diri anah dilakukan oleh guru dan anak menentukan nilai-nilai yang dipilihnya itu sendiri dengan demikian siswa akan mempunyai kepribadian yang kuat, tidak apatis, tidak bersikap tidak konsisten dan tidak mengalami kekacauan nilai (Suharyono, 1991 : 71).

Beberapa definisi mengenai pengertian nilai yang dikemukakan oleh para ahli:

Menurut Milton Roceach (dalam Bank, J.A dan Clegg Jr. A.A., 1977 : 407), nilai (value) adalah “suatu jenis atau tipe kepercayaan yang terletak pada pusat keseluruhan system kepercayaan seseorang, tentang bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak berbuat sesuatu, atau tentang tujuan akhir dari kehidupan/keberadaban seseorang yang berguna atau tidak berguna untuk dicapai. Nilai berlainan dengan sikap, adalah lebih bersifat umum yang mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu objek atau orang lain.

Menurut Fraenkel (1980 : 215-216), nilai adalah konsep-konsep, yang seperti semua konsep, nilai tidak berada dalam pengalaman, tetapi dalam pikiran orang-orang. Nilai mewakili sikap atau hakekat dari kegunaan atau harga (worth atau merit) yang diletakan orang pada berbagai aspek dari pengalaman

(3)

dalam bagian estetika (aesthetics) dan bagian ethika (ethish). Estetika menunjuk kepada pembenaran tentang apa yang mereka senangi. Etika menunjuk kepada pembenaran perilaku, ialah bagaimana seorang harus berbuat, tentang apa yang benar atau salah, atau tentang nilai moral dari suatu perbuatan. Akan tetapi, nilai juga mempunyai dimensi lain, ialah dimensi (aspek) emosional (perasaan). Nilai tidak hanya berupa ide-ide atau konsep-konsep tetapi nilai juga merupakan ikatan emosional yang kuat, suatu perasaan kesukaan yang kuat terhadap sesuatu. (Suharyono, 1991 : 71)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai bukan hanya sebuah konsep namun lebih berat mengarah pada emosioanal yang kuat dan mengajarkan nilai adalah dengan mengungkapkan nilai dengan bantuan guru kepeda siswa dengan pendekatan VCT.

2. Karakter dan Tujuan Value Clarification Technique

Karakteristik VCT sebagai suatu pendekatan dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa dalam menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. Tujuan menggunakan VCT dalam Pendidikan Kewarganegaraan antara lain menurut Taniredja, dkk. (2001 :88) yaitu sebagai berikut:

(4)

2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjunya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian target nilai.

3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi nilai siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.

4) Melatih siswa dalam menerima – melilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan yang berhubungandengan pergaulanya.

(5)

Dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan sebagai hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut, atau penyimpanganya. Sama halnya dengan metode belajar yang lain, pendekatan VCT juga mempunyai keunggulan dan kelemahan seperti yang dikemukakan Djahiri (Taniredja, dkk. 2011 : 91).

3. Prinsip-prinsip Value Clarification Technique

Menurut Taniredja, dkk (2011 : 89) Prinsip-prinsip pembelajaran VCT antara lain:

a. Penanaman nilai dan pengubahan sikap dipengaruhi beberapa faktor antara lain faktor potensi diri; kepekaan emosi, intelektual, dan factor lingkungan; norma nilai masyarakat, system pendidikan dan lingkungan keluarga dan lingkungan bermain.

a. Sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh stimulus yang diterima siswa dan kekuatan nilai yang telah tertanam atau dimiliki oleh para siswa.

b. Nilai, moral dan norma dipengaruhi oleh faktor perkembangan, sehingga guru dapat mempertimbangkan tingkat perkembangan moral (moral development) dari setiap siswa. Tingkat perkembangan moral untuk siswa dipengaruhi oleh usia dan pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial.

(6)

d. Pengubah nilai memerlukan keterbukaan, karena itu pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui VCT menuntut keterbukaan antara guru dengan siswa.

4. Kebaikan-kebaikan Value Clarification Technique

Menurut Djahiri (1985 : 91) VCT memiliki keunggulan untuk pembelajaran afektif, karena:

a. Mampu membina dan menanamkan nilai moral pada ranah internal side; b. Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang

disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral.

c. Mampu mengklarifikasi nilai dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memeahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata;

d. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap;

e. Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan. f. Mampu menangkal, meniadakan dan mengintervensi serta memadukan

berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang

(7)

5. Kelemahan-kelemahan Value Clarification Technique

Menurut Taniredja dkk (2011 : 92) kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap, antara lain:

1. Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan, saling pengertian dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. Siswa akan bersikap menjadi siswa yang sangat baik ideal patuh dan penurut namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.

2. Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam pada guru/dosen, peserta didik dan masyarakat yang kurang atau tidak bakudapat mengganggu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik.

3. Sangat dipengaruhi untuk kemampuan guru/dosen dalam mengajar terutama memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi dan mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam peserta didik.

4. Memerlukan kreatif guru/dosen dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik (Taniredja, dkk. 2011 : 92)

Untuk mengatasi kelemahan VCT tersebut, berikut adalah cara untuk mengatasi kelemahan VCT (Taniredja, dkk. 2001 : 92), yaitu:

(8)

model-model VCT yang merupakan modifikasi sesuai kemampan dan kreatifitas guru.

2. Dalam setiap pembelajaran menggunakan tematik atau pendekatan konstektual, antara lain dengan mengambil topik yang sedang terjadi dan ada disekitar peserta didik, menyesuaikan dengan hari besar nasional, atau mengaitkan dengan program yang sedang dilaksanakan pemerintah.

6. Bentuk-Bentuk Value Clarification Technique

Menurut Taniredja (2011: 90-91) ada beberapa bentuk VCT, yaitu: a. VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversional, suatu cerita yang

dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian dianalisa bersama.

b. VCT dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ini meliputi; Daftar baik-buruk, Daftar Tingkat Urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala Kontinum, Daftar Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri Kita, dan Perisai.

c. VCT dengan menggunakan Kartu Keyakinan, Kartu sederhana ini berisikan; pokok masalah, dasar pemikiran positif negative dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut.

(9)

e. VCT dengan Teknik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random, dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis dan analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merimuskan berbagai hipotesa/ asumsi, yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.

7. Langkah-langkah Pembelajaran Value Clarification Technique

Menurut Jarolimek (dalam Taniredja, 2011: 89-90) ada 7 tahap yang dibagi dalam 3 tingkat, yaitu:

Tingkat 1. Kebebasan memilih Pada tahap ini terdapat tiga tahap:

1. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh.

2. Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.

Tingkat 2. Menghargai

Pada tahap ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran:

1. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihanya, sehingga nilai tersebut akan menjadi integral pada dirinya.

2. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum, yaitu menganggap bahwa nilai itu sebagai pilihanya sehingga harus berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukanya di depan orang lain. Tingkat 3. Berbuat

(10)

1. Adanya kemampuan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakanya.

2. Mau mengulangi sesuatu yang sesuai dengan nilai pilihanya, yaitu nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

8. Strategi Mengajar Value Clarification Technique

a. Teknik pengambilan keputusan dengan mengacu kepada nilai dasar yang lebih tinggi (dalam Suharyono, 1991 : 73)

Teknik ini bertolak dari anggapan bahwa terdapat dua jenis macam/jenis nilai, adalah nilai dasar (root value) dan nilai instrumental atau sarana instrumental (instrumental value). Nilai dasar adalah nilai yang lebih tinggi yang merupakan tujuan terakhir/tertinggi, sedangkan nilai instrumental adalah nilai yang lebih rendah yang merupakan alat/sarana untuk mencapai nilai dasar tersebut. Model ini menekankan pada suatu dilemma nilai dapat dipecahkan/diatas apabila dapat ditentukan untuk nilai dasar yang lebih tinggi yang mengatasi issu nilai yang sedang diperdebatkan (lebih rendah tingkatanya dari nilai dasar tersebut dapat dipertingkatkan apakah sesuai atau tidak dengan nilai dasar yang dimaksud, atau apakah merupakan nilai instrument yang sesuai untuk mencapai nilai-nilai dasar tersebut.

Misalnya, suatu kelas sedang memperdebatkan masalah apakah hukum mati dapat diterima atau tidak (harus dihapuskan) dalam keputusan pengadilan. Menurut pendekatan ini, dapat mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat tentang masalah tersebut, maka dapat dicari atau ditentukan suatu nilai dasar yang lebih tinggi dari nilai pelaksanaan hukuman mati tersebut, misalnya nilai “keadilan” ini

(11)

dengan nilai dasar “keadilan”, termasuk pertimbangan apakah nilai paelaksanaan

hukuman mati sesuai dengan nilai dasar “keadilan” atau kemungkinan nilai

pelaksanaan hukuman seumur hidup lebih sesuai. b. Teknik Penilaian diri (Penjernihan Nilai Diri)

Teknik ini digunakan untuk melatih siswa menilai dirinya sendiri atau menjernihkan nilai-nilai yang telah dimilikinya dan kemudian memilih suatu nilai yang lebih tepat/baik untuk dirinya, sehingga siswa kan dapat mengenal pribadinya sendiri dengan lebih baik. Teknik ini dapat dilaksanakan secara dialog (percakapan) lisan antara guru dengan siswa atau dengan menghadapkan siswa dengan suatu pertanyaan atau karangan tertulis (value sheet) yang berupa karangan, cerita, pernyataan atau pertanyaan-pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir atau mempertimbangkan secara mendalam implikasi-implikasi nilai dari pertanyaan atau karangan tersebut (Suharyono, 1991 : 74).

Dalam percakapan antara guru dengan siswa, guru sebaiknya berusaha untuk memberikan jawaban-jawaban yang menyebabkan siswa untuk mempertimbangkan kembali keputusanya, kerena menyadari adanya alternatif-alternatif lain yang dikatakan/ditawarkan oleh guru kepadanya. Contoh dari suatu pertanyaan/karangan tertulis (value sheet) misalnya guru memberikan pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh masing-masing siswa tentang pokok masalah “persahabatan”:

1) Apakah arti persahabatan bagi dirimi?

(12)

3) Dengan cara-cara apa kamu menunjukan persahabatan?

4) Menurut pendapatmu, apakah pentingnya mengembangkan dan memelihara persahabatan)

5) Apakah kamu merencenakan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam hal cara-caramu melakukan persahabatan? Katakan perubahan-perubahan yang kamu rencanakan itu. Jika tidak, tulislah “tak ada perubahan”.

c. Teknik membandingkan dan menilai nilai-nilai dari orang lain (Suharyono, 1991 : 75-76).

(13)

d. Teknik Pemungutan suara dan Menentukan Urutan Prioritas.

Pada teknik pemungutan suara, siswa menentukan dan menyatakan pilihanya atau nilai yang dipilihnya dengan diketahui oleh orang lain. Dengan cara demikian, siswa akan mengetahui sikap orang lain. Dengan cara demikian, siswa akan mengetahui sikap orang lain (sama atau tidak sama), yang kemudian dapat dilanjutkan dengan diskusi kelas. Manfaat yang akan didapat siswa dengan cara ini antara lain: siswa dapat mengetahui bahwa nilai pilihanya cukup meyakinkan, belajar menghargai sikap/nilai/pendirian orang lain dan nilai yang baik mungkin tidak hanya satu. Pada teknik urutan prioritas, siswa diminta untuk menentukan pilihanya berdasarkan beberapa kemungkinan atau prioritas yang dihadapinya. Siswa menentukan pilihanya tentang urutan prioritas yang, setelah melakukan pemikiran yang lebih dahulu dan harus dapat menjelaskan alasanya kepada orang lain.

9. Daftar Atau Matrik

Dinamakan demikian karena instrumen utamanya ialah matrik atau daftar. Menurut Djahiri (dalam Taniredja dkk, 2011: 90) jenis VCT menggunakan daftar/ matrik ini meliputi; daftar baik-buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala prioritas, daftar gejala kontinum, daftar penilaian diri, daftar membaca pemikiran orang lain tentang kita, dan perisai. Dengan penjelasan seperti di bawah ini: a. Daftar baik-buruk

Daftar baik-buruk merupakan penilaian yang bersifat menilai diri sendiri (self-evalution) dan sangat baik apabila secara berkala dijadikan instrument atau

(14)

lebih mampu menilai orang laian dan sangat jarang menilai dirinya sendiri. Proses B-M atau KMB dari VCT jenis ini secara umum seperti berikut. Pada fase Persiapan, dalam penilaian baik-buruk ini yang digunakan berupa butir-butir soal yang akan di VCT-kan (minimal butir contoh apabila butir-butir inipun akan digali bersama siswa-sebaliknya). Butir-butir soal ini berupa hal, keadaan, perbuatan sehari-hari yang merupakan gubahan atau penerapan butir materi pelajaran atau target nilai yang akan diajarkan.Pada saat kegiatan belajar mengajar, daftar/stimulus disampaikan baik secara individual (stensil) maupun klasikal dengan ditulis di papan tulis. Pengisian butir-butir yang tertautan dengan tema atau topik yang diajarkan, pengisian jawaban ini dilakukan oleh siswa secara individual dan disusul oleh pengisisan jawaban kelompok (dimana siswa belajar menilai pendapat orang lain dengan pendapatnya sendiri). Hasil dari jawaban yang diberikan oleh siswa kemudian ditulis di papan tulis.

b. Tingkat urutan (rank order)

(15)

c. Gejala Kontinum dan Penilaian Diri Sendiri

Gejala kontinum merupakan gejala yang bersifat kesinambungan, misalnya: tidak, belum pernah, kadang kala, sering, selalu, tidak tahu, kurang tahu,tahu sedikit, yakin, dst. VCT gejala kontinum ini mirip dengan skala sikap/nilai yang hanya angka digantikan kata-kata tadi. Gejala kontinum ini biasanya diterapkan dalam pendekatan VCT menilai diri sendiri dengan tema yang sama dengan VCT rank order. Dalam VCT jenis gejala kontinum ini setiap jenis soal bisa dibaurkan hal positif dengan hal negatif. Proses gejala kontinum ini sama seperti skala sikap, karena pada setiap kolom keterangan hendaknya termuat per item dan bila tidak benar siswa mengungkapkanya pada saat klarifikasi. Agar dapat membina kejujuran yang lebih baik, sebaiknya dalam gejala kontinum initidak diminta menuliskan nama. VCT ini mengajak siswa untuk introspeksi diri. Penggunaan pendekatan VCT dengan gejala kontinum ini tidak perlu ditanyakan kepada siswa pada saat mengklarifikasi karena VCT model ini hanya untuk mengukur diri sendiri.

(16)

tidak mau mengisinya, dengan kata lain tidak pernah atau bahkan tidak bisa. Proses pembelajatan VCT dengan membaca pemikiran orang lain tentang diri kita sendiri proses penerapan metodenya sama dalam kegiatan belajar mengajar seperti VCT sebelumnya. Dalam pendekatan ini “kata orang lain” bisa diganti “Ayah,

Bunda, Teman, Guru”, dll. Dari proses klarifikasi umum di kelas maka nilai baik

dan buruk akan terungkap oleh siswa atau oleh guru.

e. Pendekatan VCT Menggunakan Perisai Diri/ Kepribadian.

Pendekatan pembelajaran VCT menggunakan perisai diri/ kepribadian ini cenderung bersifat permainan atau game dan sangat ampuh sebagai alat pekerjaan rumah atau tindak lanjut yang mengajak anak bermawas diri. Kalau akan diperiksa guru atau dibahas di kelas maka sebaiknya anak mengisi alat ini tanpa nama. Item yang diminta harus satu katagori; positif saja atau negatif saja serta dalam klarifikasi yang sama (satu sila). Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa bingung. Agar siswa tidak sukar mengisi secara jujur, siswa dibolehkan untuk tidak mengisi nama pada perisai yang telah disediakan. Pada saat mengisi perisai hal-hal yang akan dirasakan kelak perlu dipertanyakan kepada para siswa, misalnya:

1. Apakah anda/ kalian jujur dalam mengisi perisai itu?

2. Bukankah kalian merasakan bahwa yang sukar itu bukan mengisinya melainkan memilih satu dari sekian banyak?

(memilih dari sekian itu sudah proses belajar!!)

(17)

10. Langkah-Langkah Pembelajaran VCT

Pendekatan VCT menggunakan perisai diri/ kepribadian ini, guru berperan penting untuk memonitor seluruh kegiatan siswa dari membagi beberapa jenis kartu sederhana yang bersifat individual dan yang lengkap melalui kelompok kecil.Selain memonitor, guru juga menjadi fasilitator memberikan kemudahan/ bantuan/ kelancaran kegiatan mereka bila diperlukan. Jangan memberikan kesalahan siswa berkomunikasi sampai akhir kerja.Setelah tahap klarifikasi masalah dan pengjuan alasan, kemudian dilakukan penyimpulan dan pengarahan dan dselanjutnya dilakukan tindak lanjut pengajaran (Djahiri, 1985: 72-73).

Semua pertanyataan itu dilontarkan dengan tempo waktu berfikir dan tidak perlu dijawab siswa (open ended). Biarkan mereka berproses dan berdialog sendiri dengan teman-temannya. Berikut ini adalah langkah-langkah kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan VCT (Djahiri, 1985: 73-74):

a. Pada fase persiapan, tentukan masalah-masalah yang ingin dipecahkan sesuai target dan tema/topik dan materi pelajaran, dan siapkan contoh format yang akan digunakan serta contoh isianya yang tidak lengkap.

b. Pada saat proses belajar mengajar, penjelasan tujuan pengajaran dan kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan (biasakanlah melakukan hal ini setiap awal jam pelajaran).

c. Kemudian berikan pengantar pokok materi/ permasalahan secara singkat. d. Berikan peragaan alat dan cara kegiatan belajar mengajar.

(18)

f. Tahap klarifikasi masalah dan pengajuan alasan (sesuaikan dengan langkah/ nomor dalam items kartu).

g. Tahap penyimpulan dan pengarahan. h. Tindak lanjut pengajaran.

B. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skill)

Menurut Cholisin (2013) kecakapan kewarganegaraan (Civic skill) merupakan kecakapan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, yang dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.Kecakapan kewarganegaraan meliputi kecakapan-kecakapan intelektual (intellectual skills) dan kecakapan partisipasi (participation skills).

2. Kecakapan Intelektual (Intelektual skill)

Menurut Cholisin (2013) Kecakapan intelektual (intelelectual skill) merupakan kemampuan membaca dan memahami informasi dan isu yang ditemukan di media, serta kemampuan mengaktualisasikanya dalam kehidupan sehari-hari.

(19)

adalah “identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating,

taking, and defending positions on publik issues”. Selain mengisyaratkan

pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan warga negara dan masyarakat demokratis juga harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan partisipasi yang bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah dalam proses politik civil society. Kecakapan-kecakapan tersebut dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Interaksi (interacting) berkaitan dengan

kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Berinterkasi adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain. Interkasi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi, dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara.

Contoh keterampilan intelektual yaitu keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.

(20)

The Civic Framework for 1998 National Assessment of Educational Progress (NAEPP) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini adalah “identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking, and defending positions on publik issues” (Branson, 1998:8).

Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh Civic Education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem checks and balances atau judicial review menunjukan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama.

3. Kecakapan Partisipatoris (participatory skills)

(21)

Komponen yang hendak dikembangkan dalam mencapai tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yaitu warga negara yang cerdas (memiliki pengetahuan kewarganegaraan), terampil (berfikir kritis dam berpartisipasi), dan berkatakter (kepada bangsa dan negara, memiliki kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan merupakan basis bagi terbentuknya karakter kewarganegaraan. Karakter kewarganegaraan berisikan sifat-sifat yang melekat pada diri setiap warga negara dalam melakukan perannya sebagai warga negara, hal ini akan terbentuk ketika pada dirinya telah terbentuk pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan (Cholisin, 2003: 2).

Kecakapan-kecakapan kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Civic Education yang bermutu memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang berarti pada sesuatu yang berwujud seperti bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, monument nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan.Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk memberi makna atau arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud seperti nilai-nilai ideal bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas, civil society, dan konstitusionalisme.Kemampuan untuk mengidentifikasi bahasa

(22)

Pengembangan dimensi civic skills dilandasi oleh civic knowledge. Dimensi civic skills ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan “…the knowledge and skills required to participate effectively, practical experience in participation design to foster among students a sense of competence and efficay”,

dan mengembangkan “…an understanding fo the importance of citizen

participation” (Quigley, dkk, 1991:39), yakni pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berperanserta secara efektif dalam masyarakat, pengalaman berperanserta yang dirancang untuk memperkuat kesadaran berkemampuan dan berprestasi unggul dari siswa, dan mengembangkan pengertian tentang pentingnya peran serta aktif warga negara. Untuk dapat berperan serta secara aktif tersebut

diperlukan “a knowledge of the fundamental concepts, history, contemporary

events, issues, and facts related to the matter and capacity to apply this

knowledge to the situation; a disposition to act in accord with the traits of civic characters; and a commitment to the realization of the fundamental values and

principles” (Quigley, dkk: 1991:39). Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang konsep fundamental, sejarah, isu dan peristiwa aktual, dan fakta yang berkaitan dengan substansi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu secara kontekstual, dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan watak dari warga negara.

2. Komponen Ketrampilan Intelektual

(23)

1. Mengidentifikasi (menandai, menunjukan) dibedakan menjadi ketrampilan: membedakan, mengelompokan/ mengklarifikasikan, menentukan bahwa sesuatu itu asli.

2. Menggambarkan (memberikan uraian/ilustrasi), misalnya tentang: proses, lembaga, fungsi, alat, tujuan, kualitas.

3. Menjelaskan (mengklarifikasi/ menafsirkan), misalnya tentang: sebab-sebab terjadinya peristiwa, makna dan pentingnya peristiwa atau ide, alas an bertindak.

4. Menganalisis, misalnya tentang kemampuan menguraikan, misalnya: unsur-unsur atau komponen-komponen gagasan (ide), proses politik, institusi-institusi, konsekuensi dari ide, proses politik, memilah mana cara dengan tujuan, mana yang merupakan fakta dan pendapat, mana yang merupakan tanggung jawab pribadi dan mana yang merupakan tanggungjawab publik. 5. Menjelaskan (mengklarifikasi/menafsirkan), misalnya tentang: sebab-sebab

terjadinya peristiwa, makna pentingnya peristiwa atau ide, alasan bertindak. 6. Mengevaluasi pendapat/ posisi: menggunakan kriteria atau standar untuk

membuat keputusan tentang: kekuatan dan kelemahan isu/ pendapat, menciptakan pendapat baru.

7. Mengambil pendapat/ oposisi: dari hasil seleksi dari berbagai posisi, membuat pilihan baru.

(24)

3. Komponen ketrampilan Partisipasi

Menurut Cholisisn (2013), Unsur Ketrampilan Partisipasi warga negara meliputi:

a. Unsur Ketrampilan Partisipasi Warga Negara

1. Berinteraksi terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah-masalah publik, yang termasuk dalam ketrampilan ini, antara lain: bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun, menjelaskan artikulasi kepentingan, membangun koalisi, negosiasi, kompromi, mengelola konflik secara damai, mencari konsensus.

2. Memantau/ memonitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam persoalan-persoalan publik, yang termasuk ketrampilan ini antara lain: menggunakan segala sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar. Internet, TV, dan lain-lain untuk mengetahui persoalan publik, upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompok-kelompok kepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah. Misalnya, dengan menghadiri berbagai pertemuan publik, seperti: organisasi pertemuan siswa, komite sekolah, pertemuan desa (BPD), pertemuan wali kota, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainya.

(25)

dihadapan lembaga publik; bergabung/ bekerja dalam lembaga advokasi untuk memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain; meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.

4. Kecakapan kewarganegaraan bagi siswa:

Menurut Cholisisn (2013), Unsur Kecakapan kewarganegaraan bagi siswa, meliputi:

1. Religius

Pemikiran, perkataan dan perbuatan, seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan / atau ajaran agamanya. Indikatornya: memberi salam, berdoa sertiap mengawali kegiatan/ melaksanakan tugas; menghormati setiap sikap, tindakan dan kebijaksaan untuk melaksanakan nilai-nilai ketuhanan atau nilai-nilai agamanya; menolak sikap, tindakan atau kebijakan yang menyimpang atau menodai agama; tawakal.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipetrcaya dalam perkataan, tidakan dan pekerjaan, baik terdapat diri dan pihak lain. Indikatornya: berkata secara benar atau suatu dengan fakta; bertindak berdasarkan prinsip yang diyakininya/hati nurani atau norma-norma social yang berlaku; bekerja berdasarkan mandate atau kewenangan yang dimiliki. 4. Cerdas

(26)

5. Tangguh

Sikap dan perilaku pantang menyerah/ tidak mudah putus asa dalam menghadapiberbagai kesulitan yang melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi dan berhasil meraih tujuan yang menjadi tugasnya atau yang diinginkanya, juga kuat terhadap pendirinya, ketika kata hati menuntunya.Indikatornya sikap dan perilaku menyerah atau tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai kesulitan dan melaksanakan kegiatan atau tugas; mampu mengatasi dan berhasil mengatasi dan berhasil meraih tujuan yang menjasi tugasnya atau yang diinginkanya; berpendirian kuat berdasarkan hati nurani.

6. Peduli

Sikap dan perilaku yang berupa perhatian (simpati, empati) dan memberikan kesediaan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan kepada orang lain atau kelompok agar kehidupannya lebih baik, khususnya bagi mereka yang tidak beruntung atau menghadapi masalah-masalah publik (kelaparan, kekuarangan air minum, korban pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan,dsb.) Indikatornya: Sikap simpati dan empati bagi orang lain atau kelompok yang kurang beruntung dalam kehidupannya; Memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan baik secara fisik, mental dan finasial terhadap orang lain atau kelompok yang kurang beruntung dalam kehidupannya.

7. Demokratis

(27)

sosial.Indikatornya: mengemukakan pendapat sendiri; memaparkan suatu informasi yang penting kepada khalayak umum; menilai kritis pendapat orang lain; bersedia melakukan koalisi, negoisasi, kompromi, dan konsensus (musyawarah untuk

mufakat); bersikap hangat dan mau kerjasama terhadap orang atau kelompok lain; berpikir terbuka (mau menerima ide baru atau pendapat orang lain walaupun berbeda); emosinya terkendali(misalnya: menghindari argumentasi yang bermusuhan,

sewenang-wenang dan tidak masuk akal); toleran terhadap ketidak pastian ( ketidak cukupan informasi atau ketegangan nilai); berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah-masalah publik (termasuk aktif dalam kegiatan sekolah); menyerasikan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum.

8. Nasionalis

(28)

kawan terhadap sesama anak bangsa ; Kemandirian dalam mengolah SDA (membuat biopori, menanam pohon, membuat kerajinan tangan berdasarkan bahan dari lingkungan sekitar, dsb); Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dan keseniaan di daerah masing-masing maupun nasional (misalnya: memakai pakaian tradisional, menyanyikan lagu-lagu daerah, dsb.); Kemandirian dalam berekonomi (menabung, lebih mengutamakan memakai produk lokal baik dalam hal pakaian, makanan dan alat-alat kebutuhan belajar yang lain, dsb); Memelihara dan mengembangkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika (misalnya: melakukan upacara bendera, hari-hari besar nasional, menyanyikanlagu-lagu kebangsaan, dsb.).

9. Patuh pada aturan sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.Indikatornya: menghormati hukum dan norma yang lain (mematuhi hukum dan norma yang lain bahkan ketika ia tidak menyepakatinya); berpartisipasi aktif melakukan tindakan dengan cara-cara damai dan legal untuk mengubah hukum yang tidak arif dan adil( hukum yang diskriminatif pincang/tidak seimbang dan merampas hak/dzalim).

10. Sadar akan hak dan kewajiban orang lain

(29)

dan posisi diperintah) dan sama di mata hukum (equality before the law), dan dalam kemerdekaan mengeluarkan pendapat.

11. Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social dan budaya), negara dan Tuhan YME. Indikatornya: Bertanggungjawab secara moral, misalnya merasa malu (shame culture) dan merasa bersalah (guilt culture) yang diikuti dengan selalu bersedia meminta maaf, melakukankebaikan dan tidak mengulangi lagi perbuatannya;

Bertanggungjawab atas dasar pertimbangan kepercayaan publik/masyarakat (politis),misalnya bersedia memberikan informasi secara terbuka tentang tugas yang dilakukan dan bersedia mengundurkan diri jika hal itu merupakan jalan keluar yang terbaik bagi kepentingan umum; Bertanggungjawab secara hukum, misalnya bersedia dikenai sanksi hukum yang berlaku apabila telah terbukti melanggar peraturan; Bertanggungjawab dalam konteks lingkungan, misalnya yang dilakukan tidak berakibat merusak lingkungan alam sekitarnya, misalnya: polusi, pencemaran lingkungan dsb.

12. Berfikir kreatif, logis dan inivatif.

(30)

dari penyimpangan terhadap norma-norma sosial untuk mewujudkan ketertiban dan keharmonisan sosial); Memaparkan cara atau hasil baru dan mutakhir dari apa yang telah dimiliki.

5. Kecakapan Kewarganegaraan bagi Masyarakat:

Menurut Cholisisn (2013), Kecakapan Kewarganegaraan bagi masyarakat, meliputi:

a. Menjadi anggota masyarakat yang independen (mandiri)

Karakter ini merupakan kepatuhan secara suka rela terhadap peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab atas konsekuensi yang timbul dari perbuatnya serta menerima kewajiban moral dan legal dalam masyarakat demokratis. b. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu, misalnya

mendengarkan pendapat orang lain, perilaku santun (bersikap sopan), menghormati hak dan kepentingan sesama warga negara, mematuhi prinsip atau mayoritas, namun tetap menghargai hak minoritas untuk berbeda pendapat.

(31)

Sifat-sifat warga negara yang dapat menunjang karakter berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan (publik) diantaranya:

1. Keberadaan (civility), yang termasuk sifat ini antara lain: menghormati orang lain, menghormati pendapat orang lain mesti tidak sependapat, mendengarkan pandangan orang lain, menghindari argumentasi yang bermusuhan, sewenang-wenang, emosional, dan tidak masuk akal.

2. Menghormati orang lain, misalnya: menghormati orang lain bahwa mereka memiliki suara yang sama dalam pemerintahan dan sama di mata hukum, menghormati hak orang lain untuk memegang dan menganjurkan gagasan yang bgermacam dan bekerja sama dalam suatu asosiasi untuk memajukan pendapat mereka.

3. Jujur, berkemauan untuk memelihara dan mengekspresikan kebenaran. 4. Berfikiran terbuka yaitu, mempertimbangkan pendapat orang lain.

5. Berfikir kritis, yaitu kehendak hati untuk menanyakan keabsahan/kebenaran berbagai macam posisi juga posisi dirinya.

6. Bersedia melakukan negosiasi dan berkompromi, yaitu kesediaan untuk membuat kesepakatan untuk orang lain meskipun terdapat perbedaan yang sangat tajam/mendalam, sejauh hal itu dinilai rasional dan adanya pembenaran secara moral untuk melakukanya.

7. Ulet/ tidak mudah putus asa, yaitu kemauan untuk berulang-ulang untuk meraih suatu tujuan.

(32)

9. Keharuan/ memiliki perasaan kasihan, yaitu mempunyai kepedulian agar orang lain hidupnya lebih baik, khususnya untuk mereka yang kurang beruntung.

10. Patriotisme, yaitu memiliki memiliki loyalitas terhadap nilai-nilai demokrasi konstitusi.

11. Keteguhan hati, kekuatan untuk tetap pendirianya ketika kata hati menunutunya.

C. Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Menurut Kranenburg, demokrasi terbentuk dari dua kata Yunani, yaitu demos (rakyat) dan Kratein (memerintah) yang maknaya (cara memerintah oleh rakyat). Prof. Mr. Koenjoro Poerbabpranoto menyatakan demokrasi adalah suatu negara yang memerintahnya dipegang oleh rakyat, maksudnya: suatu sistem diman rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan negara. Sedangkan menurut Abrahan Lincoln. Demokrasi adalah pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat mendapatkan kedudukan penting karena membutuhkan memegang kedaulatan. 2. Macam-macam Demokrasi

Dilihat atas dasar carapenyampaian pendapat demokrasi menurut Maftuh (2007: 2) terbagi dalam:

a. Demokrasi langsung

(33)

banyak. Contoh demokrasi langsung adalah demokrasi yang diterapkan di negara-negara kota (police atau city state) di jaman Yunani Kuno ketika semua rakyat yang merdeka mengemukakan pendapatnya secara langsung dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah.

b. Demokrasi tidak langsung (demokrasi perwakilan)

Demokrasi ini rakyat memiliki wakil-wakilnya dalam suatu pemilihan umum untuk duduk dalam sebuah lembaga perwakilan rakyat. Wakil-wakil rakyat inilah yang akan menyampaikan aspirasi atau pendapat rakyat dalam suatu proses pengambilan keputusan pemerintah. Pada saat ini hamper semua negara di dunia menjalankan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan, karena jumlah rakyat pada kebanyakan negara saat ini sangat banyak, sehingga tidak mungkin semuanya berkumpul bersama untuk menentuka keputusan atau kebijakan pemerintah.

c. Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat. Demokrasi seperti ini merupakan campuran dari demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam lembaga perwakilan rakyat. Dalam menjakankan tugasnya para wakil rakyat diawasi oleh seluruh rakyat melalui referendum (pemungutan suara untuk mengetahui pendapat rakyat secara langsung). Dengan demikian tugas wakil rakyat atau legislatif tersebut berada di bawah penguasaan seluruh rakyat.

(34)

Budiardjo ini terutama dilihat dari perbedaan idiologi yang dianut oleh suatu negara.

a. Demokrasi Konstitusional

Demokrasi konstitusional berawal dari gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak bertindak sewenag-wenang terhadap warga negaranya.Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tersebut tercantum dalam konstitusi.Oleh karena itu, demokrasi konstitusi sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi.

Demokrasi konstitusional banyak diterapkan di berbagai negara dengan dengan berbagai variasi, misalnya dengan nama demokrasi liberal yang banyak diterapkan di negara-negara barat. Demokrasi liberal memberikan kebebasan yang luas pada individu.Campur tangan pemerintah diminimalkan, bahkan ditolak.Tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap rakyat dihindari.

b. Demokrasi Rakyat

(35)

kekuasaan negara.Oleh karena itulah maka para pendukung Demokrasi Konstitusional memandang bahwa tipe Demokrasi Rakyat ini di anggap tidak demokratis.

Menurut Kant dan Sahl (dalam Budiardjo, 1989), ada empat unsur Rechstaats atau negara hukum, yaitu:

a. Hak-hak Asasi Manusia.

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu. c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan. 3. Pilar-Pilar Demokrasi

Ada berbagai pendapat dari para ahli tentang pilar-pilar demokrasi dengan berbagai istilah yang digunakanya. Pendapat para ahli tersebut banyak yang memiliki hakikatnya saling melengkapi. Misalnya, Zamroni (dalam Maftuh dkk, 2007: 7) menyatakan bahwa demokrasi akan tumbuh dan kokoh bila dikalangan masyarakat tumbuh kultur-kultur dan nilai-nilai demokrasi sebagai berikut:

a. Toleransi

b. Bebas mengemukakan pendapat dan menghormati perbedaan pendapat c. Memahami keanekaragaan dalam masyarakat

d. Terbuka dalam berkomunikasi

e. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan f. Percaya diri atau tidak tergantung pada orang lain g. Saling menghargai

(36)

i. Kebersamaan yang seimbang

Selanjutnya Alamudi (dalam Maftuh dkk, 2007: 3) mengemukakan adanya 11 (sebelas) soko guru demokrasi, yaitu sebagai berikut:

1) Kedaulatan rakyat

2) Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang di pemerintah 3) Kekuasaan mayoritas

4) Hak-hak minoritas

5) Jaminan Hak Asasi Manusia 6) Pemilihan yang bebas dan jujur 7) Persamaan di depan hukum 8) Proses hukum yang wajar

9) Pembatasan pemerintah secara konstitusi 10) Pluralisme sosial, ekonomi dan politik

11) Nilai-nilai toleransi, pragmatism, kerjasama dan mufakat.

Sementara itu,Asshiddieqie (dalam Maftuh dkk, 2007: 3) mengemukakan adanya 12 (dua belas) prinsip negara hukum yang menyangga kehidupan sebuah negara demokratis, yaitu sebagai berikut:

1. Supermasi hukum (supremacy of law).

2. Persamaan dalam hukum (equality before the law). 3. Asas legalitas (due process of law).

4. Pembatasan kekuasaan.

(37)

7. Peradilan tata usaha negara.

8. Peradilan tata negara (constutional court). 9. Perlindungan hak asasi manusia.

10. Bersifat demokratis (demokratishe rechtsstaat).

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtsstaat).

D. Hipotesis

Penelitian ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Value Clarification Technique dengan daftar/matrik dapat meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa pada materi demokrasi.Yang didalamya juga meningkatkan kecakapan intelektual dan kecakapan partisipatoris siswa.

Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti merumuskan hipotesis bahwa Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Value Clarification Technique dengan daftar/matrikdapat meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa pada materi demokrasi.

Dengan pembatasan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kecakapan intelektual siswa (intellectual skill) pada materi demokrasi antara kelas yang menggunakan pendekatan pembelajaran VCT menggunakan bagan/matrik dengan kelas yang menggunakan metode konvensional antara kelas kontrol dan kelas eksperimen?

(38)

pembelajaran VCT menggunakan bagan/matrik dengan kelas yang menggunakan metode konvensional antara kelas kontrol dan kelas eksperimen?

Referensi

Dokumen terkait

Menyetujui pemberian wewenang dan kuasa kepada salah satu anggota Dewan Komisaris atau Direksi Perseroan untuk membuat Pernyataan Keputusan Rapat dihadapan Notaris

Dari dua hasil penelitian proses dokumentasi yang terjadi di Indonesia, nampaknya banyak yang harus dikerjakan untuk pembenahan pelayanan keperawatan khususnya pada

Pada penelitian ini dianalisis ketebalan lem tiap 3 sisi pengukuran, kiri tengah dan kanan, serta selisih dari tiap sisi pengukuran pada produk labelstock untuk jenis kertas

kontribusi sains dalam memenuhi kebu- tuhan manusia yang biasanya bersifat terintegrasi antar bidang, tidak bersifat parsial sehingga terwujud penelitian un-

o Fungsi Thaharah dalam Kehidupan Allah telah menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari keimanan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk

hubungan rekan kerja nilai r hitung > r tabel sehingga pertanyaan-. pertanyaan tersebut

Berdasarkan hasil praktikum yang telah diakukan, dapat diperoleh hasil bahwa pada perusakan yang dilakukan pada bagian otak dan ½ medula spinalis, ternyata katak masih

laba maksimal. Melalui pendapatan laba maksimal, maka harapan-harapan lain yang ingin dicapai dalam jangka pendek ataupun jangka panjang akan terpenuhi. 2)