• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian - PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SANITASI RUMAH TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ) PADA ANAK BALITA DIWILAYAH PUSKESMAS 1 MANDIRAJA KA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian - PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SANITASI RUMAH TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ) PADA ANAK BALITA DIWILAYAH PUSKESMAS 1 MANDIRAJA KA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesepakatan belajar atau aplikasi pendidikan didalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2013). Sedangkan menurut Suliha (2006) Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.

Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar ada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. Sehingga pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan agar tercapai hidup sehat secara optimal ( Nasution, 2004).

2. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Kesehatan

(2)

kesehatan. Selain hal tersebut, tujuan dan manfaat pendidikan kesehatan ialah:

a. Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat. b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

d. Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya).

e. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah dan mencegah penyakit menular.

f. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat bagi pribadi, keluarga dan masyarakat umum sehingga dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap derajat kesehatan masyarakat. g. Meningkatkan pengertian terhadap pencegahan dan pengobatan

terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan perilaku sehat sehingga angka kesakitan terhadap pnyakit tersebut berkurang (Notoatmodjo, 2007, Suliha, 2005)

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan yaitu: a. Dimensi Sasaran

(3)

2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok. 3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat. b. Dimensi Tempat Pelaksanaannya

1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dengan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).

2) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.

c. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan 1. Promosi kesehatan (Health Promotion). 2. Perlindungan khusus (Specific Protection).

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment).

4. Pembatasan cacat (Disability Limitation). 5. Rehabilitasi (Rehabilitation). (Mubarak, 2006).

4. Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan

(4)

b. Metode diskusi kelompok

Diskusi kelompok ialah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin, untuk memecahkan suatu permasalahan serta membuat suatu keputusan.

c. Metode panel

Panel adalah pembicara yang sudah direncanakan di depan pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan sebagai peninjau para panelis yang sedang berdiskusi.

d. Metode forum panel

Forum panel adalah panel yang didalamnya pengunjung berpartisipasi dalam diskusi, misalnya audiens disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

e. Metode permainan peran

Bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.

f. Metode simposium

(5)

keahlian. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan.

g. Metode demonstrasi

Metode Demonstrasi adalah metode penyajian pembelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan (Sanjaya, 2008).

5. Media atau Alat Bantu Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan

Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan biasanya dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga pada dasarnya dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan panca inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam menerima pelajaran semakin baik penerimaan pelajaran (Suliha, 2005).

Macam-macam media atau alat bantu tersebut adalah sebagai berikut:

a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

(6)

lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis.

c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik. d. Media atau alat bantu berdasarkan pembuatannya

a. Alat bantu elektronik yang rumit, contohnya: film, film slide, transparansi. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector, slide projector, operhead projector (OHP).

b. Alat bantu sederhana, contohnya: leaflet, model buku bergambar, benda-benda nyata (sayuran, buah-buahan), papan tulis, film chart, poster, boneka, phanthom, spanduk. Ciri-ciri alat bantu sederhana adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahan, ditulis atau digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajar, mudah dimengerti serta tidak menimbulkan salah persepsi (Sanjaya, 2008, Suliha, 2005).

6. Hubungan Pendidikan Kesehatan Sanitasi Rumah Dengan

Perilaku Pencegahan ISPA

(7)

pendidikan kesehatan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat berkaitan dengan kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat yang

dapat mempengaruhi pencegahan penyebaran penyakit menular. Dengan pendidikan kesehatan sanitasi rumah sangat erat dengan

perubahan perilaku dalam pencegahan penyakit ISPA. Bahwa penyuluhan kesehatan ini dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dibandingkan dengan yang tidak diberi penyuluhan.

B. Sanitasi rumah

1. Pengertian

Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (WHO dalam Keman, 2005).

Menurut WHO sehat adalah keadaan fisik, mental dan sosial yang baik sempurna serta tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan, sehingga yang dimaksud rumah sehat adalah rumah yang mendukung penghuninya untuk dapat hidup sehat.

(8)

lingkungan rumah yang baik atau bersih untuk kesehatan (Depkes RI, 2008).

2. Tujuan dan Manfaat Rumah Sehat

Tujuan dan manfaat menjadi rumah yang sehat ( Slamet, J, S, 1996)

yaitu :

a) Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular

b) Untuk menciptakan lingkungan rumah yang aman dan tentram bagi keluarga

c) Untuk mewujudkan lingkungan rumah sehat yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari

d) Untuk menurunkan ketegangan jiwa dan sosial e) Untuk tempat istirahat

f) Tempat tinggal dan kegiatan hidup harian g) Melindungi manusia dari cuaca baik/buruk

h) Melindungi penghuninya dari bahaya-bahaya dari luar i) Meningkatkan hubungan sosial diantara penghuninya.

1. Syarat-Syarat Rumah Sehat

Syarat rumah sehat dan alasan dibuatnya rumah sehat yaitu :

a) Setiap hari membersihkan lingkungan di sekitar rumah bila terlihat kotor.

(9)

c) Rutin membersihkan kandang ternak di rumah bila terlihat kotor dan bau.

d) Melakukan kebersihan rumah seperti menyapu lantai, mengepel lantai atau membersihkan meja dan perabotan lain dari debu debu dengan kain lap.

e) Menjaga dinding dan lantai rumah dengan kering dan tidak lembab. f) Menghindari dari pencemaran udara di rumah seperti debu, asap

rokok, asap dapur, obat nyamuk , dan asap kendaraan motor.

g) Setiap pagi membuka jendela rumah di kamar tidur dan ruang keluarga agar cahaya dapat masuk terutama cahaya matahari langsung

h) Membuang sampah dan membakar sampah yang sudah disediakan tempatnya.

i) Rutin mengganti sprei dan sarung bantal secara teratur bila sudah kotor.

j) Membuang tinja bayi dan balita ke jamban.

B. Perilaku

1) Pengertian

(10)

kegiatan fisik yang dapat diamati oleh orang lain. Perilaku dipengaruhi oleh faktor hereditas dan lingkungan. Faktor hereditas merupakan konsepsi dasar untuk perkembangan perilaku tersebut.

2) Macam-Macam Perilaku

Menurut Skiner (1980) dalam notoatmodjo (2010) ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (Covert Behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata-nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

(11)

stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda disebut determinan perilaku, antara lain : Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan Misalnya tingkatpengetahuan/kecerdasan,sikap, emosional, dan sebagainya. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi ,politik, dan sebagainya.

3) Domain Perilaku

Benyamin Boon (1968) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 area wilayah ranah atau domain. Perilaku ini yaitu kognitif (cognitive), affektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia ke tiga domain tersebut diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektive), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, peri tindakan. Pengukuran dan indikator perilaku mecangkup 3 domain yakni : Pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau praktik (practice). Oleh sebab itu mengubah perilaku dan perubahannya khususnya perilaku kesehatan juga mengacu kepada 3 domain tersebut. Secara rinci dapat dijelaskan sebagi berikut.

1. Pengetahuan kesehatan ( health knowledge)

(12)

a) Pengetahuan tentang penyakit menular dan penyakit tidak menular (jenis penyakit tanda tandanya atau gejala gejalanya penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasinya atau cara menangani sementara).

b) Pengetahuan tentan faktor-faktor yang terkait atau mempengaruhi kesehatan antara lain : gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara dan sebagainya.

c) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun yang tradisional

d) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat umum. Indikator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan atau besarnya prosentase kelompok responden kesehatan.

2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)

Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal berkaitan dengan peeliharaan kesehatan, yang mencangkup sekurang-kurangnya 4 variabel, yaitu :

(13)

penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menanganinya sementara).

b) Sikap terhadap faktor-faktor terkait atau mempengaruhi kesehatan, antara lain : gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara dan sebagainya.

c) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehtan yang professional maupun tradisional.

d) Sikap untuk menghindari kecelakaaan, baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan tempat umum.

Pengukuran sikap dapat dilakukan sacara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau obyek-obyek yang bersangkutan. Sikap juga dapat di ukur pertanyaan-pertanyaan secara tidak langsung.

3. Praktik Kesehatan (health practice)

(14)

a) Tindakan atau praktik sehubungan dengan penyakit menular maupun penyakit tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahanny, cara mengatasinya atau menangani sementara). b) Tindakan atau praktik sehubungan dengan faktor-faktor yang

terkait atau mempengaruhi kesehatan, antara lain : gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia.

c) Pembuangan sampah,perumahan sehat,polusi udara, dan sebagainya.

d) Tindakan atau prakti sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan.

4) Tingkatan Perilaku

(15)

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (ketertarikan), yakni orang tersebut mulai tertarik dengan stimulus.

3. Evaluation (Penilaian) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut pada dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial (mencoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption (mengadopsi) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya tehadap stimulus.

Uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku sangat dipengaruhi pengetahuan seseorang terhadap suatu objek. Selain pengetahuan, perilaku oleh adanya interest rasa tertarik yang kemudian di timbang-timbang, yang dapat membentuk sikap seseorang terhadap objek tersebut.

5) Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia sebagian besar ialah perilaku yang dibentuk dan dapat dipelajari,berkaitan dengan itu (Walgito, 2006) menerangkan cara terbentuknya perilaku seseorang sebagai berikut :

(16)

b. Pengertian (insight), terbentuk perilaku ditempuh dengan pengertian, misalnya bila naik motor harus memakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri.

c. Penggunaan model, pembentukan perilaku melalui contoh atau model ,model yang dimaksud pemimpin, orang tua, dan tokoh panutan lainnya. Perilaku dapat dibentuk dimana pengetahuan selalu menjadi andalan untuk membentuk perilaku seseorang , padahal perlu juga, diperhatikan faktor faktor lain yang membuat stabil perilaku seseorang (Bar Smet, 2005).

6) Pengukuran Perilaku

Salah satu aspek yang paling penting guna memahami perilaku adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measuresment) perilaku. Beberapa metode pengungkapan perilaku yang secara historik telah dilakukan:

a. Observasi perilaku

(17)

b. Penanyaan Langsung

Perilaku seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung (direct questioning) pada yang bersangkutan. Asumsi yang mendasari

metode penanyaan langsung guna pengungkapan perilaku pertama adalah asumsi bahwa individu orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan yang kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dia rasakan.

Cara pengukuran ini mempunyai keterbatasan dan kelemahan yang mendasar. Metode ini akan menghasilkan ukuran yang valid hanya apabila situasi dan kondisinya memungkinkan kebebasan berpendapat tanpa tekanan psikologis maupun fisik.

c. Pengungkapan Langsung

Suatu versi pengungkapan langsung (direct assessement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal dan menggunakan aitem ganda. Prosedur pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana. Responden diminta menjawab langsung pertanyaan perilaku tertulis dengan memberi tanda benar atau salah.

(18)

Problem utama dalam aitem tunggal adalah masalah reliabilitas hasilnya. Aitem tunggal terlalu terbuka terhadap sumber error pengukuran. Error yang terjadi dapat berkaitan dengan masalah kalimat atau redaksional pertanyaannya yang mungkin kurang jelas, mungkin dipahami secara salah, mungkin menggunakan istilah teknis yang mempunyai arti khusus dan mungkin pula mengandung istilah yang sensitive sehingga jawaban yang diinginkan oleh individu tidak menggambarkan jawaban yang seharusnya.

Salah satu pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik deferensi semantik. Teknik defernsi semantik dirancang untuk mengungkapkan efek atau perasaan yang berkaitan dengan suatu obyek tertentu.

d. Skala perilaku

Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh individu yang disebut dengan skala perilaku.

(19)

tujuan ukurannya tetapi dapat pula berupa pertanyaan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan ukurannya bagi responden.

Proses pengungkapan perilaku merupakan proses yang rentan terhadap berbagai kemungkinan error dikarenakan perilaku itu sendiri merupakan suatu kontrak hipotetik atau konsep psikologis yang tidak mudah dirumuskan secara operasional. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemungkinan error pengukuran, skala perilaku harus dirancang secara hati-hati dengan sungguh-sungguh dan ditulis dengan mengikuti kaidah-kaidah penyusunan skala yang berlaku.

e. Pengukuran terselubung

Metode pengukuran terselabung sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang sudah dikemukakan diatas, akan tetapi sebagai obyek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reakasi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang yang bersangkutan (Azwar, 2005).

7) Faktor faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Notoadmodjo, 2007 perilaku hidup sehat dipengaruhi oleh :

a) Pengetahuan

(20)

Notoatmodjo (2005) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman adalah hal yang pernah dialami oleh seseorang ataupun orang lain oleh sebab itu pengalaman dapat bersumber dari disendiri dan orang lain.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah sesuatu yang dapat membawa seseorang untuk memiliki ataupun meraih pengetahuan dan wawasan yang seluas-luasnya.

c. Keyakinan

Keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan biasanya tidak memiliki pembuktian yang kuat terlebih dahulu. Keyakinan yang dimiliki seseorang akan sangat mempengaruhi pengetahuan.

d. Fasilitas

Fasilktas dapat diartikan sebagai sumber informasi yang dapat digunakan seseorang untuk mendapatkan informasi untuk memperluas pengetahuan.

e. Latar belakang finansial

(21)

f. Sosial budaya

Kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan yang dianut seseorang ataupun masyarakat yang ada disekitarnya akan sangat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan perilaku seseorang terhadap suatu hal.

b) Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu , yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang- tidak senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2005) antara lain:

a. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

(22)

c. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu masyarakat asuhannya.

d. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yan seharusnya faktual disampaikan seara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh

terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan agama sangat menentukan system kepercayaan, tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor emosional

Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

c) Kepercayaan

(23)

Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

d) Tradisi

Tradisi adalah segala sesuatu yang dianggap merupakan kebiasaan dan adat istiadat turun menurun (Alwi, 2005).

e) Norma Sosial

Norma sosial mencangkup jenis sanksi atau imbalan yang akan diberikan kepada mereka yang melanggar atau mematuhi peraturan yang telah disetujui oleh anggota masyarakat di daerah tersebut. Norma sosial ini digunakan sebagai mekanisme control perilaku individu dalam masyarakat (Sarwono, 2006), dan norma-norma yang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota masyarakat yang mendukung norma tersebut (Notoatmodjo, 2005).

5. Perilaku Kesehatan

Menurut skinner perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit . sistem pelayanan kesehatan makanan dan minuman serta lingkungan.Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoadmodjo, 2005). Yaitu:

a. Perilaku pemelihara kesehatan

Usaha usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan

(24)

1. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh sakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang keadaan sehat. Kesehatan itu sangat dinamis dan relatif. Maka dari itu orang sehat pun perlu di upayakan supaya mencapai kesehatan yang seoptimal mungkin.

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman) , makanan dan minuman dapat memelihara dan meningatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini tergantung perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoadmodjo, 2007).

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem dan fasilitas kesehatan

Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negri (Notoadmodjo, 2007).

c. Perilaku kesehatan lingkungan

(25)

kesehatan.Seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatan sendiri keluarga atau masyarakat. Misalnya bagaimana cara mengelola pembuangan sampah, tinja, air bersih, limbah, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2007).

6. Perilaku Orang Tua

Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Peran faktor perilaku terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku orang tua dalam mengasuh anak ikut berperan dalam terjadinya kasus ISPA diantaranya perilaku merokok, membakar sampah, membuang sampah sembarangan, memelihara hewan dekat rumah.

Perilaku merupakan faktor yang sangat penting didalam turut mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan rumah. Pada kasus penyakit ISPA biasanya faktor perilaku selalu dihubungkan aspek “ personal hygiene” karena penyakit ISPA

(26)

akan membuat para penghuninya sehat dan tidak mudah terkena penyakit, terutama penyakit ISPA.

Hal tersebut di mungkinkan karena rumah bersih tidak ada polusi, rumah tidak lembab sehingga tidak menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit dan adanya pertukaran udara yang membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri termasuk bakteri yang menyebabkan ISPA. Khasanah (2013). Kondisi rumah dikatakan sehat bila komponen rumah, sarana sanitasi, perilaku penghuni dan kriteria lain memenuhi syarat kesehatan (Depkes RI, 2007).

7. Perilaku Orang Tua dalam Pencegahan Penyakit ISPA

Adapun perilaku penghuni dalam kriteria rumah sehat yaitu :

a) Setiap hari membersihkan lingkungan di sekitar rumah bila terlihat kotor.

b) Menjaga anak tetap dalam keadaan bersih di rumah seperti mengganti pakaian bila kotor dan bau, jauhkan dari benda kotor.

c) Rutin membersihkan kandang ternak di rumah bila terlihat kotor dan bau.

d) Melakukan kebersihan rumah seperti menyapu lantai, mengepel lantai atau membersihkan meja dan perabotan lain dari debu debu dengan kain lap.

(27)

f) Menghindari dari pencemaran udara di rumah seperti debu, asap rokok, asap dapur, obat nyamuk , dan asap kendaraan motor.

g) Setiap pagi membuka jendela rumah di kamar tidur dan ruang keluarga agar cahaya dapat masuk terutama cahaya matahari langsung

h) Membuang sampah dan membakar sampah yang sudah disediakan tempatnya.

i) Rutin mengganti sprei dan sarung bantal secara teratur bila sudah kotor.

j) Membuang tinja bayi dan balita ke jamban

E. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Defenisi ISPA ( Saluran Pernafasan Akut)

(28)

Berdasarkan pengertian diatas maka ISPA adalah proses infeksi akut yang berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah). Termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga dan pleura (Justin, 2007 dalam juniva, 2010).

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri , virus , riketsia bakteri penyebab ISPA antara lain genus steptococus, Staphylococcus, Pneumococus, hemofilus bordetella dan corynebacterium.virus penyebabnya antara lain Mexovirus, Adenovirus, coronavirus , Psikonavirus, Mikopasma, herpesvirus, dan lainnya (DinKes, 2007)

3. Klasifikasi ISPA

Menurut DepKes RI tahun 2008 klasifikasi dari ISPA adalah

a) Ringan ( bukan pneumonia )

Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/ menit hidung tersumbat atau berair, tenggorokan merah , telinga berair.

b) Sedang ( pneumonia sedang )

(29)

dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adentis vertical).

c) Berat ( pneumonia berat )

Batuk dan nafas dengan berat,cepat, dan stidor .membran keabuan di taring kejang apnea dehidrasi berat/ tidur terus sianosis, dan nada penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam.

4. Penyebab ISPA

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas. Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah. Pencemaran udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah asap pembakaran yang digunakan untuk memasak. Dalam hal ini misalnya bahan bakar kayu. Selain itu, asap rokok yang ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI, 2002).

(30)

merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.Ventilasi rumah yang kurang akan lebih memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita karena mereka lebih lama berada di rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

5. Faktor Resiko ISPA

Menurut Depkes (2004) faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas dua

kelompok yaitu:

a. Faktor internal merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI, dan status imunisasi.

(31)

Sedangkan Menurut Depkes RI (2002), faktor resiko terjadinya ISPA secara umum yaitu:

1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain.

b. Ventilasi rumah

(32)

c. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan jumlah kamar yang penghuninya lebih dari dua orang, karena bisa menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga menjadi penyebab terjadinya ISPA.

2. Faktor individu a. Umur

Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan.

b. Berat badan lahir

Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.

c. Status gizi

(33)

karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA

berat “ bahkan serangannya lebih lama.

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita merupakan hal penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga.

(34)

meliputi faktor predisposisi ,faktor pemungkin dan faktor penguat (Notoatmodjo, 2007).

6. Pencegahan ISPA

Pengobatan pasien ISPAmenurut buku pedoman penatalaksanaan. penderita ISPA untuk Departemen Kesehatan RI (2010) menyatakan bahwa penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat terutama kader, dengan dukungan pelayanan kesehatan dan rujukan secara terpadu di sarana kesehatan yang terkait.

a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk disini ialah :

1) Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA.

2) Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A.

(35)

4) Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :

1) Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :

a) Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada yang hebat), terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau kanamisin.

b) Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering, dan bersihkan c) sumbatan pada hidung jika sumbatan itu menggangu saat

memberi makan.

2) Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi :

(36)

Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b) Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotic dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.

c) Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, d) nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah,

obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari. e) Bukan Pneumonia (batuk atau pilek) : obati di rumah,

terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah. f) Pneumonia Persisten : rawat (tetap opname), terapi

(37)

tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.

c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian.

1) Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus. 2) Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah

pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya 3) memburuk setelah pemberian benzipenisilin kemudian

(38)

penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

12. Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dan

didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status (Friedman, 1998).

Kozier (1995) mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah perilaku yang diharapkan oleh orang lain terhadap orang tua sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga.

(39)

1. Peran sebagai provider (penyedia) yaitu peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasikan untuk memenuhi kehidupan.

2. Peran perawatan anak yaitu peran untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Orang tua diharapkan dapat melindungi dan mencegah terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.

3. Peran sosialisasi anak yaitu peran mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

4. Peran pendidikan yaitu orang tua berperam dan bertanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kebutuhan dewasanya.

5. Peran afektif yaitu peran memenuhi kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.

(40)

kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani.

Menurut Dinkes (2003) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencahan ISPA.

ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, menciptakan lingkungan rumah yang sehat, dan menghindari faktor pencetus.

(41)

G. Kerangka Teori

Keterangan :

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka teori.

Sumber : Lubis (2007), Depkes RI (2010), Notoadmodjo (2007),Suliha (2005), Azwar (2008)

Pengetahuan Sikap Perilaku

(42)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka konsep

F. Hipotesis

Ada pengaruh pendidikan kesehatan sanitasi rumah terhadap peningkatan perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak balita di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

Pendidikan kesehatan sanitasi rumah

Perilaku orang tua dalam pencegahan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori.
Gambar 2.2. Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan augerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menuangkan apa yang dirancang didalam laporan

Pada perancangan bangunan ini akan menggunakan 2 jenis plafond yaitu plafon gypsum untuk seluruh ruang, kecuali ruang pertemuan dan ruang kapel menggunakan plafond

Penelitian tentang pemberantasan tindak pidana penebangan liar (illegal logging) adalah Yuridis Empiris yaitu adalah menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara

BPR Bank Karanganyar kepada pelaku UMKM untuk mendukung upaya pengembangan UMKM di Kabupaten Karanganyar, dan (3) untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel

Bertolak dari hasil penelitian tersebut, peneliti bertujuan untuk mengemas kembali bahan ajar pada materi ikatan kimia dengan harapan konsep-konsep kimia tersebut dapat

Pada kegiatan awal, untuk membangun dan mengembangkan MCT dalam jaringan koperasi perempuan di Indonesia, telah dilakukan Survei Informasi Dasar ( Baseline Survey )

(3) Dalam hal permohonan wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui atau ditolak, Kepala BPMPTSP menerbitkan surat keputusan sebagaimana

Tentu saja ketika seorang da’i ingin menyampaikan suatu pesan ke- islaman yang menjadi materi dakwah harus lebih dahulu menguasai materi tersebut yang berasalkan dari Al-Quran