UJI CEMARAN AFLATOKSIN
PADA RIMPANG
TEMIILAWAI( (Curcuma xnnthonhiza
Roxb.)YAI\IG DIKERINGKAI\ DAI\ SIMPLISIA
RIMPAI\IG
TEMULAWAK YAI\G
DIPERDAGAITGKAN
DI
PASARBERINGHARIO
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Ignasius Eka Wibowo
NIM:068114079
FAI(.I]LTAS FARMASI
I.]NTVERSIITAS
SANATA
DHARMA
YOGYAKARTA
UJI CEMARAN AFLATOKSIN
PADA RIMPAI\IG
TEMULAWAK
(Curcuma xnnthonhiza Roxb.)YAI\IG
DIKERINGKA}I DAII SIMPLISIA
RIMPAIYG
TEMULAWAK
YAI\IGDIPERDAGAIIGKA}I DI
PASARBERINGHARJO
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Ignasius Eka Wibowo
NIM
: 068114079FAKT]LTAS
FARMASI
T.]NTVERSITASSANATA
DHARMA
UJI CEMARAN AFLATOKSIN
PADA RIMPAI\IG
TEMIILAWAK
(Curcumaxnnthorrhiza
Roxb.)YAI\G DIKERINGKAIT
DAI\ISIMPLISIA
RIMPAI\IG
TEMTILAWAI(
YAI\IG
DIPERDAGAI\IGKAI\I
DI
PASARBERINGHARJO
YOGYAKARTA
Yang diajukan oleh : Ignasius Eka
Mbowo
NIM:068114079
telatr disetujui oleh :
Dosen Pembimbing :
Erna
Tri
Wulandari, M.Si.,Apt.
Tanggal...J.9....f11$.S.€f..?.9,.\.9..Pengesahan Skripsi Berj udul
UJI CEMARAN AFLATOKSIN
PADA
RIMPANG TEMIILAWAK
(Curcumaxanthonhiza
Roxb.)YANG
DIKERINGKAN DA}I SIMPLISIA RIMPAIIG TEMULAWAK YAIIG
DIPERDAGA}IGKAIT
DI
PASARBERINGHARJO
YOGYAKARTA
Oleh:
Ignasius Eka Wibowo
NIM:068114079
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguj
i
Skripsi Fakultas FarmasiUniversitas Sanata Dharma pada tanggal : 3 Maret 2010
Mengetahui Fakultas Farmasi
Pembimbing:
Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. Panitia Penguji :
1. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt.
2.Dr.
C. J. Soegihardjo, Apt. 3. Jeffiy Julianus, M.Si.LorJ,,. in
the
p?st
I
have
JenieJ
You ?nJ
wafkeJ
away
Ffonn
nUmPfoUs
{irrrEs
Bul
I know
*ha*
*l€re
is
?n
inJefiLle
nrark
oF
*he
cross
You
leFl in
rnt hearl
FfOnn
nOUJ Ohr
I
wiff
bear Your
cross
For
You
I wifl
Jo i*
en life in fard.
jusi
lift
yourfcod
upo
little,becsure tfot is ru'fen t$e Lord
is
closiest to you"Er.rperserrrb
ahkan ran{,th'lt'.han
Xesuts Eris*usHarna
&Pa" ,
tlqrna
ls,
Plama"fi+ik,
lbu, PaLde
Alrrnama*erg I
LvJrorma*iPER}IYATAAII KEASLIAN
KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa
skripsi yang
sayatulis ini
tidak
memuatkarya
atau bagiankarya
oranglain,
kecuali yangtelah
disebutkan dalam kutipan dan daftarpustaka sebagaimana layalcrya karya ilmiah.LEMBAR PER}TYATAAI\
PER}TYATAAI\I PERSETUJUAI\I
PUBLIKASI KARYA
ILMIAH
I]NTUK KEPENTINGAI\
AKADEMI
Yang bertanda tangan di bawah
ini,
saya matrasiswaUSD :
Nama
: Ignasius EkaWibowo
Nomor
Mahasiswa
: 068116079Demi pengembangan ihnu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya
ilmiah
saya yang berjudul :UJI
CEMARAN
AFLATOKSIN
PADA RIMPANG
TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
YANG
DIKERINGKAN DAN
SIMPLISIA
RMPANG TEMULAWAK
YANG DIPERDAGANGKAN
DI
PASARBERINGHARIO
YOGYAKARTA
Dengan
demikian
saya memberikan
kepada perpustakaanUniversitas
SanataDharma
hak
untuk
menyimpan, mengalihkan
dalmr
bentuk
media
lain, mengelolanyadalan bentuk pangkalandata
mendistribusikan secara terbatas, danmempublikasikannya
di
intemet
atau media
lain untuk
kepentingan akademistanpa
perlu
meminta ljin
dari
saya maupunroyalti
kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.Demikian pernyataan
ini
saya buat dengan sebenarnya.Dibuat
di
YogyakartaPRAKATA
Puji
dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatyang diberikan
sehinggasaya dapat
menyelesaikanskripsi yang berjudul Uji
Cemaran Aflatoksin pada Rimpang Temulawak (CurcumaXanthorrhiza Roxb.) yang
dikeringkan
dan
Simplisia
Rimpang Temulawakyang
Diperdagangkandi
PasarBeringharjo Yogyakarta. Laporan skripsi
ini
dibuat sebagai salah satu syarat untukmendapatkan gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi.
Dalam menyelesaikan laporan
alfiir
ini,
penulis banyak mengalami kesulitandan hambatan, suka maupun duka. Namun dengan adanya doa" dukungan, semangat
dan bantuan
dari
berbagaipihak, penulis
dapat menyelesaikan laporanakhir ini
dengan
baik.
Oleh
karenaitu
dengan kerendalranhati
yang
tulus
penulis
inginberterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, antara lain :
l.
Rita Suhadi,
M.Si.
,
Apt.,
selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.2.
ErnaTri
Wulandari,M.Si.,
Apt., selaku Dosen
Pembimbing yang telahmemberikan araharU
dukungaq
bimbingan, perhatian
dan semangat
kepada penulis.
3.
Dr.
C. J.
Soegihardjo,Apt., selaku Dosen
Penguji yang telah memberi bimbingan dan dukungan.4.
Jeffiry Julianus,M.Si., selaku Dosen
Penguji atas kesediaanya menjadi dosen penguji.5.
Vincensia Maria Karina atas bantuan dan dukungannya.6.
Krismawulan atas bantuan saran dan dukungannya dalam mengumpulkan bahan penelitian7.
Mas Wagiran, Mas Bimo, Mas Sigit selaku laboran yang telah membantu selama penelitian.8. Semua
pihak yang tidak bisa disebutka satu-persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan akhir ini.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir
ini
banyak kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yangdimiliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran danhitik
yang membangun dari semuapihak
Alfiir
kata, semoga laporanini
dapat berguna bagi pembaca.Penulis
INTISARI
Simplisia rimpang temulawak
(Curcumaxanthorrhiza Roxb.)
merupakansalah satu bahan
obat
tradisional.
Agar
aman dikonsumsi sebagai bahan obat
tradisional, simplisia rimpang temulawak hanrs memenuhi standar kualitas dan harus memenuhi Persyaratan Obat Tradisional yang dikemukakan oleh Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia
No.
661/TvIENKES/SK/VIU1994 mengenai kadar maksimal aflatoksin yang diperbolehkan dalam obat tradisional yaitu kurang dari 30 bagran perjuta (bpj).
Aflatoksin adalah senyawa
racun yang dihasilkan oleh kapang Aspergrllus flavus darLA. parasiticus yang bersifat karsinogenik bagi tubuh.Penelitian
ini
bertujuanuntuk
mengetatrui kandungan cemaran aflatoksinpada simplisia rimpang
temulawakkering
sebagai bahanbaku obat tradisional.
Penelitianini
merupakanjenis
penelitian non-eksperimental dengan menggunakan sampel rimpang temulawak yang dikeringkan dan simplisia rimpang temulawak yang diperdagangkandi
Pasar Beringharjo Yogyakarta. Cemaranaflatoksin ditetapkan
secarakualitatif
sesuai Parameter StandarUmum
Ekstrak
TanamanObat
yangditetapkan
oleh
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesi4 menggunakan Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri dengan fase gerak kloroform-aseton (9:1) dan fase diam silika gel.Hasil
uji
menggunakan deteksi sinarLIV
254 dan
365 nm dan pengukurannilai
Rr, menunjukan bahwa rimpang temulawak yang dikeringkan
dan simplisia
rimpang temulawakyang
diperdagangkandi
Pasar Beringharjo Yogyakarta tidak mengandung cemanrn aflatoksin dan sesuai dengan persyaratan obat tradisional yangada.
Kata
htnci
: aflatoksig simplisia rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), kromatografi lapis tipisdensitometriABSTRACT
Javanese
tumeric
(Curcumaxanthorrhiza Roxb.)
is
oneof
the traditional
medicine. To be safefor consumption
as traditional medicine, javanese tumeric mustmeet quality
standardsand must
meet
the
requirementsset
forth
Traditional Medicineby
the Decree
of
the Minister
of
Healthof
the Republic Indonesia No. 661A4ENKES/SK/VII/1994of Aflatoxin
maximum levels allowed in the traditional medicine that is less than 30 part permillion
Gpm).Aflatoxin is a toxic compound
produced by the mold Aspergillusflavus
and A. parasiticus which are carcinogenic to the body.This study aims to determine the content of
Aflatoxin
contanrinationin dried
javanese tumeric as raw materials of traditional medicine. This research is a typeof
non-experimental research using a sample drying of javanese tumeric and javanesetumeric
obtained
from
the
Yogyakarta's Beringharjo
market.
Aflatoxin
contamination
is
qualitatively
detennined according
to
the
General
Standard Pararneters Extracts Medicinal PlantsBoard
establishedby
the
Food and Drug
Administration
Republic
of
Indonesia"
using
Thin
Layer
Chromatography-Densitometer measurementswith
chloroform-acetone(9:1)
as mobile
phase and silica gel as stationer phase.Test results using LIV detection254 and 365 nm and Rs value measurements,
showed
that
drying of
javanesetumeric
and
javanesetumeric
traded
in
the Yogyakarta's Beringharjo market does not containAflatoxin
contamination andin
accordancewiththe
requirements of the existing traditional medicine.Key
words: aflatoxin, dried javanese tumeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb), thin
layer chromato graphy-densitometryDAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL....
HALAMAN PERSETUruAN PEMBIMBING...
HALAMAN PENGESAIIAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.
PRAKATA
INTISARI...
ABSTMCT,
DAFTAR ISI...
DAFTAR TABEL.
DAFTAR GAMBAR..
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUANA.
Latar Belakang...B.
Perumusan Masalah...C.
Keaslian Penelitian....D.
ManfaatPenelitian...E.
Tujuan Penelitian....BAB
II
PENELAJ{I{AN PUSTAKA.A.
TemulawakI
ii
iii
iv
v viviii
ix
x xiv xv xvi II
5 6 7 72.
Deslaipsi ...3.
PemerianB.
Simplisia1. Definisi
2.
Proses pembuatan simplisia... a. Sortasi basah... b. Pencucianc. Perajangan
d. Pengeringan e. Sortasi kering... f. Pengemasan...
C.
AflatoksinD.
Destilasi toluen...E.
Kromatografi KoIom...F.
Kromatografi Lapis Tipis.G.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)- DensitometriH.
Landasan Teori...I.
HipotesisBAB ru METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian....B.
Variabel dan Definisi Operasionall.
Klasifikasi variabel..,..C.
D.
E.
a. Variabel
bebas...b.
Variabel tergantung..c.
variabel pengacau terkendali...d. Variabel
pengacau tidak terkendali...2. Definisi
operasional.Alat.
Bahan.
Tata Cara Penelitian....
I
.
Pengambilan rimpang temulawak basah...2. Identifikasi
rimpang temulawak basah...3.
Pembuatan simplisia rimpang temulawak..4.
Pengambilan simplisia rimpang temulawak..5.
Identifikasi simplisia rimpang temulawak..6. Penyerbukan
simplisia7. Pengukuran
kadar air serbuk simplisia rimpang temulawak...8.
Pembuatan pelarut...9.
Pembuatan eluen untuk KLT..1
0.
Preparasi sampel simplisia rimpang temulawak1
l.
Preparasi kolom...I
2.
Identifikasi aflatoksin...13.
Penetapan kadar aflatoksin....Analisis Hasil...
BAB TV HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Pengumpulan Batran....
B. Identifi kasi Rimpang dan Simplisia Temulawak...-.
C. Pembuatan Simplisia Temulawak..
1. Sortasibasah
2.
Pencucian
433. Pemotongan atau
perajangan
444.
Pengeringan...
455. Sortasi
kering...
476. Pengemasan dan penyimpanan 47
D. Pengukrnan Kadar
Air...
47E. Preparasi Sampel
Simplisia...
51F.
KromatografiKolom
52G.Identifikasi
Aflatoksin
53BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN...
54A.
Kesimpulan...-
54B.
Saran
55DAFTAR
PUSTAKA.
56LAMPIRAN
57BIOGRAT'I
PENULIS...
7339
39
42
43
Tabel I.
DAFTAR TABEL
Hasil identifikasi rimpang temulawak basah dan simplisia rimpang
temulawak..
43Kadar air rimpang temulawak yang
dikeringkan
50Kadar
air
simplisia temulawakyang
diperdagangkandi
PasarBeringharjo
Yogyakarta
5l
Pengukuran nilai Rf pada kromatogram di bawah sinar UV 365
nm...
55 Tabel tr.Tabel ltr.
Tabel IV.
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
DAFTAR GAMBAR
Rimpang temulawak..
Struktrn kimia afl atoksin...
Biosintesis afl atoksin....
Skema destilasi toluene...
Cara menghitung nilai Rf...
Cara pengembangan menaik (ascending).
Skema kolom yang dibuat
Simplisia rajangan rimpang temulawak..
Kromatogram dibawah sinar
UV 254
&
365 nm dengan sampel rimpang temulawak yang dikeringkanStruktur aflatoksin Br, Bz, G1, dan G2...
Densitogram hasil scanning panjang gelombang (1,) malsimum
standar aflatoksin Gr...
Densitogram
hasil
scanning panjang gelombang (1,) maksimumpada sampel simplisia rimpang temulawak yang diperdagangkan di
Pasar Beringharjo Yoryakana
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
I
Data perhitungan kadarair...
68 Lampiran2
Foto sampel simplisia rimpang temulawak yang diperdagangkan diPasar Beringharjo
Yogyakarta-
69Lampiran
3
Foto sampel rimpang temulawak yangdikeringkan...
69 Lampiran4
Foto irisan melintang rimpang temulawak basah yang diarnatidengan mikroskop, perbesaran 40
x...
70 Lampiran
5
Foto fragmen penanda serbuk simplisia rimpang temulawakyang diperdagangkan di Pasar Beringharjo Yogyakarta yang
diamati dengan mikroskop, perbesaran 40
x...
70
Lampiran
6
Gambar penampang melintang temulawak dalam monografi (Materia MedikaIndonesia).
7l
Lampiran7
Fragmen
serbuk rimpang temulawak
dalam
monografi(Materia Medika
Indonesia).
72BAB
I
PENDAIIT]LUAI\i
A.
Latar
BelakangObat tadisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan
fumbuhan,
bahan hewan,
bahanmineral,
sediaansarian
atau galenik,
ataucampuran dari bahan tersebut, yang secara tunrn menunrn telatr digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman
(Anonim, 2005).
Rimpang
temulawak(Curcuma xanthorrhizaRoxb.) merupakan salah satu bahan obat tradisional yang
sering
digunakanoleh
masyarakat.Rimpang temulawak
digunakan sebagaipeningkat nafsu
makan, obatjerawat, anti
kolesterol,anti
inflamasi, anemi4antioksidan, pencegah kanker, dan
anti
mikroba. Biasanya rimpang temulawakdisimpan
dalam
bentukkering
atau sering disebut dengansimplisia rimpang
temulawak (Anonim, 2005).
Kebutuhan
simplisia rimpang temulawak
sebagaibatran
baku
obattradisional
di
Jawa Tengah dan JawaTimur
tahun 2003 menduduki peringkatpertarna dilihat dari jumlah serapan atau pennintaan dari industri obat tradisisnal.
Banyaknya
manfaat temulawak
ymg
digunakan sebagai
obat
tradisionaldikarenakan rimpangnya mengandung
protein,
pati,
ktukuminoid
dan minyakatsiri. Kandungan kimia minyak atsirinya antara lain, feladren, kamfer, twmerol,
tolilmetilkarbinol,
ar-kurkumen, zingiberen, kuzerenon, gerrrakron, p-tumeronAgar
aman dikonsumsi sebagai bahan obat tradisional, simplisia rimpangtemulawak harus memenuhi standar kualitas dan Persyaratan Obat Tradisional
seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.
661/IvIENKES/SMIV1994
mengenaikadar maksimal aflatoksin
yangdiperbolehkan dalam obat tradisional yaitu kurang dari 30
bpj
(Anonim,1994).Aflatoksin
adalah senyawa racun yang dihasilkan oleh metabolit sekunderkapang Aspergillus
flawn
danA.
parasiticus. Kapangini
biasanya ditemukanpada batran pangan yang mengalami proses pelapukan @iener dan
Davis,
1969)tidak terkecuali simplisia rimpang temulawak.
Aspergillus
flavus
dzr'A.
parasiticus
dapattumbuh dan
menghasilkanaflatoksin
bila
terdapat cukup zat-zat makanan, kelembaban dan suhu tertentu.Kapang tersebut dapat tumbuh pada setiap batran atau makanan
bila
kandunganair
sekital
13% -
14%, kelembabanrelatif
di
atas50
yo, dan
suhu optimalpertumbuhan adalah sekitar 210
C,
akan tetapi aflatoksin dapat dihasilkan padakisaran suhu antara 100
C
dan 3E0C .
Senyawa aflatoksinterdiri
atas beberapajenis, yaitu 81, Bz,
Gr, dan G2, namunsifat
racun yangtinggi
dan berbahayaadalatr aflatoksin
Br (Diener
dan Davis,
1969) karena
merniliki
sifatkarsinogenik, hepatotoksik dan mutagenik pada manusia. Gangguan
akut
yangterjadi akibat paparan aflatoksin pada manusia adalatr terjadinya kanker hati yang
Beberapa faktor yang menjadi pemicu pertumbuhan Aspergrllus
flavn
danA.
Parasiticns
sebagai penghasilaflatoksin
adalatrkondisi
lingkungan sepertisuhu"
pH,
kadarair
dari bahan dan kondisi penyimpanan yang lembab (Pratiwi,2008). Oleh
karena
itu berbagai tahapan
dalam
pembuatansimplisia
dapatmenjadi
faktor yang
mempengaruhi pertumbuhankapang
dan
kontaminasiaflatoksin pada simplisia tersebut. Beberapa tahapan dalam pembuatan simplisia
temulawak
antaralain
meliputi
proses sortasi basah, pencucian, perajangan,pengeringan, sortasi kering, dan penyimpanan.
Di
PasarBeringharjo
Yogyakarta",simplisia rimpang temulawak
yangdiperdagangkan
berasal
dari
berbagai daerah yang
berbeda-beda. Simplisiarimpang temulawak tersebut disimpan dengan cara penyimpanan
dan
kondisipenyimpanan yang berbeda oleh masing-masing penjual. Kondisi tersebut dapat
menjadi faktor pemicu
pertumbuhan kapang padasimplisia
dan memperbesar4
B.
Perumusan MasalehBerdasarkan
latar
belakang
di
atas, maka
permasalahanyang
dapatdisimpulkan adalah :
1. Adakah cemaran aflatoksin pada rimpang temulawak yang dikeringkan dan
simplisia
rimpang temulawak
yang
diperdagangkandi
Pasar BeringharjoYogyakarta ?
2.
Berapakah kadar aflatoksin pada rimpang temulawak yang dikeringkan dansimplisia rimpang temulawak
yang
diperdagangkandi
Pasar BeringharjoYogyakarta ?
3. Apakah rimpang temulawak
yang
dikeringkan
dan simplisia
rimpangtemulawak yang diperdagangkan
di
Pasar Beringharjo Yogyakarta mementrhipersyaratan
baku
cemaran
aflatoksin
yang
diperbolehkan
dalam
obattradisional ?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang
uji
aflatoksin sudah pemah dilakukan. Stubblefield dkk.(1969) pernah melakukan improvisasi resolusi aflatoksin pada kromatografi lapis
tipis. Gail
(1983)
pernahmeneliti
tentang ekstraksi
dan identifikasi
aflatoksinmenggunakan kromatografi lapis tipis pada biji-bijian. Penelitian tentang temulawak
juga
sudah pernah dilakukan.Kiswanto
(2005) pernah meneliti tentang perubahanpernah
meneliti
tentang minuman instan ekstrak temulawak
sebagai minumankesehatan. Namun demikian sejauh pengamatan dan penelusuran pustaka, penelitian
mengenai
uji
cemaran aflatoksin pada rimpang temulawak yang dikeringkan dansimplisia rimpang temulawak yang diperdagangkan di Pasar Beringharjo Yogyakarta
belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.
D.
Manfeat
Penelitian1. Manfaat teoritis
Penelitian
ini
diharapkan dapat memberikaninfonnasi
mengenai prosespengolahan rimpang temulawak menjadi simplisia rimpang temulawak yang baik
dalam upaya
untuk
mencegah atau meminimalisasi cemaranaflatoksin dalam
simplisia rimpang temulawak.
2.
Manfaat praktisPenelitian
ini
diharapkandapat
memberikanmanfaat
bagi
masyarakatterutama konsumen simplisia rimpang temulawak
kering agar
terjamin kualitasE.
Tujuan
PenelitianTujuan dari penelitian
ini
adalah :1.
Mengetahui ada atau tidaknya cemaran aflatoksin pada rimpang temulawak yangdikeringkan dan simplisia rimpang temulawak yang diperdagangkan
di
PasarB eringharj o Yo gyakarta.
2.
Untuk menentukan kadar aflatoksin pada rimpang temulawak yang dikeringkandan simplisia rimpang ternulawak yang drperdagangkan
di
Pasar BeringharjoYogyakarta.
3.
Untuk
menentukan kesesuaian cemaranaflatoksin
padarimpang
temulawakyang
dikeringkandan simplisia
rimpang temulawak yang diperdagangkan diPasar Beringharjo Yogyakarta dengan persyaratan baku cemaran aflatoksin yang
l. Keterangan
Botani
Klasifikasi
Divisi
Subdivisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
BAB
II
PEI\'ELAAHAN
PUSTAKA
A. Temulawak
Spermatophyta
Angiospermae
Monocotyledonae
Zingiberales
Zingiberaceae
Curcuma
Curcama xanthorrhiza Roxb.(Anonim, I 979)
Rimpang temulawak
adalahrimpang
Curcumaxanthorriza
Roxb.
Kadarminyak atsiri tidak kurang dari 6yo, kandungan kurkuminoid
tidak
kurang dari 14,2%. Memiliki
nama daerah antaralain
:
Sumatra:
Temu lawak (Melayu),
Jawa :Koneng
gede (Sunda),Temu
lawak
(Jawa):Temo labak (Madura).
Indonesia :Temulawak
(Anonim,
1979b).
Tumbuhbaik
padajenis
tanahlatosol,
andosol,podsolik dan regosol. Tanah bebas dari penyakit layu bakteri, ketinggian tempat
lOf
1500 m dpl, dengan curah hujan
150H000
mm/th @ahardjo dan Rostiana,20D5).2. Deskripsi
Tanaman berbatang semu dengan tinggi hingga lebih
dari
I
m tetapi kurangdari2 m, berwarna
hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempumadan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2
-
t
helai
dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun
hijau
ataucoklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun
3l
-
84 cm dan lebar 10-
18 cm,panjang
tangkai
daun termasuk helaian43
-
80
cm.
Perbungaan lateral, tangkairamping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9
-
23 cm dan lebar4
-
6 cm,
berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota
bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8
-
13 mm, mahkota bungaberbentuk tabung dengan panjang
keseluruhan
4.5
cm,
helaian bunga berbentukbundar memanjang benvarna
putih
dengan ujung yang berwarna merah dadu atau9
3. Pemerian
Organoleptik : bau aromatilq rasa tajam dan pahit.
Malaoskopik
:
kepingtipis,
bentuk
bundar ataujorong,
ringan,keras, rapuh,garis tengah sampai 6 cm, tebal2 mm sampai 5 mm, permukaan luar berkerut, warna
coklat
kuning
sampai
coklat, bidang irisan
berwarna
coklat kuning
buram,melengkung tidak beraturan, tidak rata" sering dengan tonjolan melingkar pada batas
antara
silinder
pusat dengan korteks, korteks sempit,tebal
3
mm
sampai4
mm.Warna kuning jungga sarnpai coklat jingga terang (Anonim, 1979b).
Mikroskopik
: epidermis
bergabus, terdapat sedikit rambut yang berbentukkerucut, bersel
l.
Hipedermis agak menggabus,di
bawahnya terdapat periderm yangkurang
berkembang.Korteks
dan silinder
pusat parenkimatik,
terdiri dari
selparenkim berdinding
tipis,
berisi
butir pati;
dalam parenkim tersebar banyak selminyak
berisi minyak
berwarnakuning
dan zat
benvarnajingga,
juga
terdapatidioblas
berisi hablur
kalsium oksalat berbentukjarum kecil. Butir
pati
berbentukpipih,
bulat panjang sampai bulattelur
memanjang, panjangbutir 20
pm-
70
pm,lebar
5 pm
sampai30
pm, tebal3 pm
sampai 10pm,
lamelajelas, hilus
di
tepi.Berkas pembuluh tipe kolateral, tersebar
tidak
beraturan pada parenkim korteks danpada silinder pusat; berkas pembuluh
di
sebelah dalam endodermis tersusun dalamlingkaran
dan
letaknya
lebih
berdekatansatu
denganyang
lainnya;
pembuluhdidampingi
oleh
sel sekresi, panjang sampai200 pm, berisi
zat berbutir berwarnal0
B.
Simplisia1.
Definisi
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai batran pembuatan obat yang belum mengalami pengolahan apapun atau kecuali dinyatakan lain berupa
bahan alamiah
yang telah
mengalami
pengeringan(Anonim, 1998).
Simplisia dibedakanmenjadi simplisia
nabati, hewani danpelikan.
Simplisianabati
adalatr simplisia yang dapat berupa tumbuhan utuh, bagian tanaman atau eksudat dari suatutumbuhan.
Untuk
menjamin
keseragamansenyawa
aktil
keamanan maupun kegunaannya,maka
simplisia harus
memenuhi persyaratan minimal.
Untuk memenuhi persyaratanminimal
tersebut, ada beberapafaktor
yang
berpengaruh, antara lain :a)
Bahan bakusimplisi4
b)
proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan batran bakusimplisi4
c)
cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.Agar
simplisia memenuhi persyaratanminimal
yang ditetapkan, maka ketiga fhktor11
Tanaman
yang
digunakan rimpangnya sebagai bahan pembuatan simplisiabiasanya dipanen pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas
tanaman.
Dalam keadaan
ini
rimpang dalam keadaan besar maksimum (Anonim,less).
2. Proses pembuatan
simplisia
Proses atau tahapan pembuatan simplisia merupakan kelanjutan
dari proses
panen terhadap suatu tanaman
budidaya
agurtidak
mudah rusak dan memiliki
kualitas yang
baik
serta mudah disimpanuntuk penggunaan
selanjutnya. Secaraumum proses pembuatan simplisia adalah sebagai berikut:
a. Sortasi basah
Sortasi basah
dilakukan
setelahpanen
selesai dengantujuan
untukmemisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang
muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih
kecil
(Sembiring, 2007).Misalnya pada simplisia yang
dibuat dari
rimpang suatu tanaman obat,bahan-bahan asing seperti tanah,
kerikil,
rumput, batang, daun, akar yang telah rusalqsertapengotor lainnya harus dibuang (Anonim, 1985).
b. Pencucian
Pencucian
bertujuan
menghilangkantanah
dan
mengurangimikroba-mikroba yang
melekat pada
bahan. Pencucian menggunakanair
bersih
dandilakukan
dalamwaktu yang
sesingkatmungkin untuk
menghindarilarut
dan12
bahan
ditiriskan
dan
diangin-anginkan.Cara
sortasi
dan
pencucian
sangatmempengaruhi jenis dan jumlatr mikroba awal (Anonim, 1985).
c. Perajangan
Perajangan
pada
batran dilakukan
untuk
mempermudah
prosesselanjutnya
seperti
pengeringan, pengemasan,dan
penyimpanan.
Perajanganbiasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak
seperti
akar, rimpang,
batnng buatr dan lainJain.
Perajanganbahan
dapatdilakukan
secara manual denganpisau yang tajam dan terbuat
dari
steinleesataupun dengan mesin pemotong
/
perajang.Untuk
mendapatkanminyak
atsiriyang
tinggi
bentuk irisannya membujur(split)
danjika
ingin
batranlebih
cepatkering bentuk irisannya melintang (slice) (Sembiring,2007). Semakin
tipis
bahanyang
akan dikeringkan,maka
semakin cepat penguapanair
dan
mempercepatwaktu
pngeringan.
Akan tetapi, irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkanberkurangnya atau
hilangnya
zat
berkhasiatyang
mudah
menguap, sehinggamempengaruhi komposisinya (Anonim, I 985).
d. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolatran pada bahan
dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat.
Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar,
tidak
mudatr rusak dantahan disimpan dalam
waktu yang
lama.
Pengeringan
bertujuan
untukmendapatkan simplisia yang
tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam13
dapat
menjadi media
pertumbuhan kapang danjasad
renik
lainnya
(Anonim, le85).Dalam proses pengeringan, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam
bahan akan
berkurang.Suhu
pengeringan tergantung padajenis
bahan
yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40-600C
dan hasilyang
baik
dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar airkurang
dar:'l0
%.
Demikianpula
denganwaktu
pengeringanjuga
benrariasi,tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun
bunga-
Hal
lain
yang
perlu diperhatikan
dalam
proses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar matahari), kelembabanudara, aliran udara dan tebal bahan. Pengeringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matatrari ataupun secara moderen dengan menggunakan alat pengering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan
fr"
th
dryer (Sembiring, 2007).Pengeringan
hasil
rajangandari
temu-temuan seperti temulawak dapatdilakukan dengan menggunakan sinar matahari, oven, blower
dmfresh
dryer padasuhu 300-500
C.
Pengeringan pada suhu terlalutinggi
dapat merusak komponenaktif,
sehingga
mutunya
dapat menurun. Untuk
irisan
temulawak
dapatdikeringkan
dengan menggunakan sinarmatahari
langsung.
Ciri-ciri
waktu pengeringan sudah berakhir apabila temu-temuan sudah dapat dipatahkan dengant4
8%o
-
l0o/o. Denganjumlah
kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baikdalam pengolahan maupun waktu penyimpanan (Sembirin g, 2007).
e. Sortasi
kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
Tujuan
sortasi
adalahunutuk
memisahkan benda-bendaasing
seperti bagiantanaman yang
tidak
diinginkan dan pengotor-pengotorlain
yang masih ada dantertinggal pada simplisia kering. Proses
ini
dilakukan sebelum simplisia dibungkusuntuk
kemudian disimpan. Seperti halnya dengan sortasi basah, sortasi keringdapat
dilakukan
dengan tangan atau mekanik. Padasimplisia
bentuk rimpang,sering jumlah akar yang melekat terlalu besar dan harus dibuang
(Anonim,l985)
f. Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan.
Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni
dan tidak bereaksi dengan isi (Sembiring,2007).
C.
Aflatoksin
Aflatoksin
merupakan racun yang dihasilkan oleh kapang Aspergrllusflaws
dan Aspergilus
parasitiars.
Nama aflatoksindiambil dari
singkatan atas penggalanlata"Aspergillusflavus
toksin". Jamur atau kapangini
secara alami terdapat di dalamtanah
dan
dapat
mengkontaminasibahan
panganseperti
kacang-kacangan danrimpang apabila
kondisi
lingkungannya mendukung@ratiwi,
2008). Kapang atau15
air
sekitar l3o/o-
l4%o dan kelembabanrelatif
di
atas50
%.
Suhuoptimal
adalahsekitar
2f
C, akan tetapi aflatoksin dapat dihasilkan pada kisaran suhu antara 100 Cdan 380 C (Diener dan Davis, 1969).
Kemampuan kapang untuk membentuk dan menimbun aflatoksin tergantung
pada beberapa
faktor, yaitu
potensial genetikdari
kapang, persyaratan lingkungan(substra! kelembaban, suhu, pH) dan lamanya kontak arfiara kapang dengan substrat.
Adapun komposisi kompleks aflatoksin benrariasi, tergantung strain kapang, substrat
dan persyaratan-persyaratan lingkungannya. Secara potensial genetik ada strain-train
yang hanya membentuk aflatoksin 81 saja (Makfoeld, 1993)
Penelitian yang dilakukan oleh Nesbitt
dkk.
(1962) dan Hartleydkk.
(1963)menunjukan bahwa aflatoksin dapat dipisahkan me4iadi
4
komponenbila
diekstraksecara kromatografi memakai pelat silikat dengan kloroform-metanol. Dua komponen
dalam pengamatan kemudian ditandai dengan Rr 0,40 dan 0,36 berpendar
biru bila
terkena
sinar
UV
yang
kemudian disebut
sebagaiaflatoksin
Br
dan Bz.
Duakomponen
lainnya
denganRr
0,34 dan 0,31 yang
berpendarbiru-hijau,
disebutdengan aflatoksin Gr dan Gz (Makfoeld, 1993).
Aflatoksin
terdiri
aflatoksin 91 (blue), Bz, Gr (green), dan Gz.Aflatoksin
Brdianggap paling berbahaya karena kemampuannya merusak jaringan, terutama hati
dan sering dikaitkan dengan kerusakan sel hati yang terjadi pada penderita hepatitis.
Racun ini juga dianggap karsinogenik dan menimbulkan kanker hati (Pratiwi, 2008).
l6
Gambar 2. Struktur kimia aflatoksin
Aflatoksin
Br (AFBr)
dapat ditunjukkan dengan warna birudari
pendaransinar UV.
Mempunyai
berat molekul 312,0 dengan
rumus molekul
CrzHrzOo.Aflatoksin 82 (AFB2) merupakan turunan dari
AFBr,
mempunyai sifat pendar sama tetapi nilaiRf
lebih
rendah. AFBz merupakandihidro
AFBr
dengan berat molekul314,0 dan rumus molekul CrzHrzOo. Aflatoksin Gr
(AFGr)
dapat ditunjukkan dengan warnabiru-hijau dari
pendaran sinarUV.
Mempunyai beratmolekul328,0
dengan rurnusmolekul
CrzHrzOzAflatoksin G2 (AFG2)
merupakanturunan
dari AFGr,
sebagaimanaAFGr
denganAFB2.
Nilai
Rf AFBz lebih
rendah daripada AFGr Mempunyai berat molekul 330,0 dengan rumus molekul CrzHr+Oz (Makfoeld, 1993).Biosintesis aflatoksin kemungkinan melalui
jalur
asetat-malonat, meskipunt7
aromatik yang
terdiridari
fenilalanin, asam sinamat dan asamsikimat
sebagai zatantara. Berikut
ini
adalah kemungkinanjalur
biosintesis dari aflatoksin:Gambar 3. Biosintesis Aflatoksin
Konsumsi makanan berkadar aflatoksin
tinggi
dalamjangka
pendek dapatmenyebabkan keracunan
akut
dan mengakibatkan terjadinya kerusakanhati,
sertapada kasus serius dapat menimbulkan kematian, sedangkan pada konsumsi aflatoksin
oo
,)
\,
- tll
lo
I
d{ .1"
u;
18
dosis menengah hingga rendah dalam
jangka waktu
panjang dapat menyebabkankanker hati
(karsinogenik), menurunkan kekebalan
tubuh
terhadap
penyakit,mengganggu metabolisme
protein
dan
mengganggu ketersediaan gizi-mikro.Aflatoksin
juga
dapat menghambat pertumbuhan anak dan mengganggujanin
jika
dikonsumsi oleh wanita hamil @ratiwi, 2008).Beberapa faktor yang
menjadi
penyebabpemicu kontaminasi
aflatoksinadalah serangan hama
penyakit,
luka fisik,
penundaan usia panen, penyimpanan dalam keadaan basatr (kadarair >10 %)
dankondisi
penyimpananyang
lembab (Pratiwi,2008).Menurut
PersyaratanObat
Tradisional yang
tercantumdalam
KeputusanMenteri
Kesehatan Republik IndonesiaNo. 661/IvIENKES/SK/VIL1L994
kadarmaksimal aflatoksin yang diperbolehkan dalam obat tradisional, yaitu kurang dari 30
bpj
(Anonim, 1994).D.
Destilasi ToluenAir
merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang mempengaruhirupa"
tekstur
maupun
cita
rasa
batran.Kadar air
dalam
batran makananikut
menenfukan
"acceptabiliry"
suafu bahan makanan kesegaran dan daya tahan suatu bahan (Winarno, 1980). Destilasi toluen atau metode azeotropi merupakan salah satumetode yang digunakan untuk menetapkan kadar
air
dari
suatu bahan. Metodeini
didasarkan atas perbedaan
polaritas dan
berat jenis antaraair
dan toluen.
Cara19
setara dengan
24
ml
air yang dihasilkan.Bila
zat menimbulkan gejolak, tarnbahkandalam
jumlatr
cukup pasir yang telahdicuci
dan kering untuk menutup dasar labu.Setelah
itu
masukan 200ml
toluenake
dalam labu. Panaskan labu perlahanJahanselama 15 menit dan suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes per detik sampai
sebagian besar
air
tersuling. Kemudian naikan kecepatan penyulingan hingga lebihkurang 4 tetes per detik. Apabila air dan toluen memisah sempurn4 baca volume air
dan hitung persentase kadarnya dalam bahan tersebut.(Anonim,1995).
Gambar 4. Skema destilasi toluen
Keterangan :
A:
Labu alas bulat 500 ml B = PerangkapC = Pendingln refluls
D =Tabungpenghubung
E
20
E. Kromatografi
Kolom
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan dimana analit-analit dalam
sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat
berupa bahan padat atau porus dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung
padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa cairan atau gas
@ohman,2009)
Kromatografi
kolom
sering
disebutjuga kromatografi
penyerapan. Bahan penyerap yang sering digunakan antara lain aluminium oksida dansilika
gel. Bahantersebut
dalam keadan
kering atau setelah
dicampur dengan sejumlah
cairan, dimasukan dalam tabung kaca atau kwarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyailubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu
(Anonim,l979
b).Sejumlah
sampelyang
akan diperiksa dilarutkan
dalam sedikit
pelarut, dimasukan pada puncakkolom
dan dibiarkan mengalirke
dalam zat penyenp. Zattertentu akan diserap
dari
larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pitasempit pada puncak
kolom.
Selanjutnya dengan mengalirkan pelarut, dengan atau tanpa tekananudarq
masing-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan yangkhas atau spesifik, sehingga
terjadi
pemisahan dalamkolom
yang disebut dengankromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya
serap
dari
bahan penyerap,
sifat
pelarut
dan
suhu dari
sistem
kromatografi (Anonim,1979 a)Pemisahan
yang
lebih banyak dilakukan adalah
pemisatran
dengan2l
keluar dalam eluat. Cara
ini
disebut dengan kromatogram mengalir. Jika dikehendaki,pemisahan beberapa senyawa atau zat tertentu dapat dilakukan dengan mengalirkan
pelarut yang sama atau pelarut yang berbeda yang memiliki daya elusi yang lebih
kuat (Anonim,1979 a).
Kecepatan
migrasi
zat
terlarut melalui
fase diam ditentukan
olehperbandingan distribusinya
@),
dan besarnya D ditentukan oleh afinitasrclatif
zat pada kedua fase (fase diam dan fase gerak). Dalam konteks kromatografi,nilai
D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi zat dalam fase diam (Cr) dan dalamfase gerak (C.).
Cs
O:G,
Semakin besar
nilai D,
maka migrasi zat semakin lambat dan semakinkecil nilai
D,maka migrasi zat akan semakin cepat (Rohman, 2009)
F.
Kromatografi Lepis Tipis
Kromatografi lapis
tipis (KLT)
merupakan salah satu kromatografi planar.Pada kromatografi lapis
tipis,
fase diamnya berupa lapisan yang seragarn (uniform)pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh
lempengkaca, pelat aluminiumatau
pelat
plastik.
Meskipun demikian,
kromatografiplanar
ini dapat
dikatakansebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom @ohman, 2009).
22
perbedaan
koefisien
senyawamaka
akanterjadi
pemisahan bercaktotolan
pada adsorben. Karakteristik bercak dilihat dari nilai Rryang dihasilkan (Christian, 2004).Jarak ydnS
ditmpuh zd
Gambar 5. Cara menghitung nilai R;
Fase gerak pada
KLT
dapatdipilih
menggunakan acuan pustaka. Sistem yangpaling
sederhanadari
fase gerakialah
dengan menggunakan campuran2
pelarutorganik karena daya elusi campuran kedua pelarut
ini
dapat mudatr diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.Berikut
ini
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:o
Fase gerak harus mempunyai kemurnianyang
tinggi karena KLT
merupakan tehnik yang sensitif
o
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga R1solut
terletak antara 0,2-0,8
untuk
memaksimalkan pemisahan (Rohman,2009')Ja,ak y.ng ditempuh f"s EeEk
A
l{t=
-B
Samp€l yilg dimo kan
23
Pemisahan pada kromatografi lapis
tipis
yang optimal akan diperoleh hanyajika
penotolan sampel dilakukan
denganukuran
bercak
sekecil dan
sesempitmungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain,jika
sampel yangdigunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang
tidak
tepat akan menyebabkan bercak melebar dan puncak ganda. Diameter bercakyang direkomendasikan untuk tujuan densitometri adalah 2 mm untuk volume sampel
0,5 trrl (Gandjar dan Rohman,2007).
Untuk
memperoleh reprodusibilitas,volume
sampel yang ditotolkan palingsedikit 0,5 pl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 pl maka
penotolan harus
dilakukan
secara bertahap dengandilakukan
pengeringan antartotolan. Tahap selanjutrya adalah pengembangan sampel dalam bejana kromatografi.
Tepi
bagian bawah lempenglapis
tipis
yangtelah
ditotoli
sampel dicelupkan ke dalam fase gerakkurang
lebih
0,5-l
cm. Tinggi
fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel (Gandjar dan Rohman,2007).Sebelum penotolan sampel, bejana kromatografi harus dijenuhkan dengan uap
fase gerak yang digunakan. Untuk melakukan penjenuhan fase geralg biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar dan Rohman,2007).
Cara
kerja penjenuhan yaitu dengan
menempatkanpada
dua sisi
bejana24
Pada dasar bejana, kertas saring harus tercelup
ke
dalam pelarut. Totolkan larutansampel dan standar,
menurut caru yang tertera pada
masing-masing monografibiarkan kering. Tutup rapat dan biarkan hingga pelarut merambat 10-15 cm di atas
titik
penotolan, keluarkan dan keringkan.Amati
bercak dengan sinar ultraviolet pada panjang gelombang254
nm
dan 366 nm.
Ukur dan
catatjarak bercak
dari titik
penotolan dan catat panjang gelombang untuktiap
bercak yang tampak. Jika perlu,semprot bercak dengan peraksi yang tertera pada monografi, amati dan bandingkan
kromatogram sampel dengan kromatogram standar
(Anonim,l979
a).Setelah proses penjenuhan
maka
dilakukan
proses pengernbangan. Ada beberapatehnik untuk
melakukan pengembangan dalamkromatografi lapis
tipis,yaitu
pengembanganrnenaik
(ascending), pengembangan menurun (descending),melingkar dan mendatar. Dari beberapa teknik tersebut teknik pengembangan menaik
merupakan cara yang paling populer dibandingkan dengan cara lain (Gandjar dan Rohman,2007).
garis depan pelarut arah peng,t'mbangan
25
Bercak
pemisahanpada
KLT
umurnnya
merupakanbercak
yang
tidakberwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara fisika. Cara fisika yang dapat
digunakan
untuk
menampakan bercak adalah dengan pencacahanradioaktif
danflouresensi sinar
ultraviolet.
Fluoresensi sinarultraviolet
terutamauntuk
senyawayang dapat berfluoresensio membuat bercak akan terlihat jelas (Gan-djar dan Rohman,
2007).
G.
Kromatografi Lapis Tipis
(KlT)-Densitometri
KlT-Densitometri
merupakan salatrsatu metode analisis
kualitataif
dankuantitatif untuk mengukur densitas atau kerapatan bercak senyawa yang telah dielusi
pada
pelat
KLT.
Metode
ini
merupakan metodeyang
relatif
mudah
dan
cepatdibandingkan dengan metode lain. Pengukuran kadar atau densitas bercak didasarkan
pada penyerapan sinar monokromatik (absorbsi) atau flouresensi oleh bercak senyawa
pada pelat
KLT
yang digambarkan dengan bentuk kurva absorbansi sinar oleh bercak(kromatogram). Pengujian sampel
dan
senyawa standaryang akan
diuji
harusdilakukan dibawatr kondisi pengujian yang sam4 agar diperoleh hasil absobansi yang
baik (Dean, 1995).
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada
interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada
KLT.
Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar
26
Untuk
evaluasi bereakhasil
KLT
secara densitometri, bercak di-scanningdengan sumber sinar dalam bentuk celah
(s/ir)
yang dapatdipilih
baik panjangnyamaupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor).
Perbedaan arrtara sinyal daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang
mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva
kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran densitometri
dapat
dibuat dengan absorbansi
atau dengan fluoresensi.Untuk
scanning denganfluoresensi, intensitas
sinar yang
diukur
berbanding langsung dengan banyaknyaanalit (senyawa)
yang berfluoresensi dan menghasilkanArea
Under Curve(AUC)
pada kromatogramnya (Rohman, 2009).
H.
LandasanTeori
Dalam
pembuatansimplisia rimpang temulawak dapat dilakukan
denganmelalui
beberapa tahapan. Tahapan tersebutmeliputi
:
sortasi basah, penzucian,perajangan, pengeringan, sortasi
kering,
pengemasan, dan penyimpanan.Masing-masing
tahapantersebut dapat
mempengaruhikadar air dalam simplisia
yangdihasilkan dan dapat mempengaruhi pertumbuhan berbagai macam kapang, termasuk
kapang
yang
memiliki
potensi
menghasilkan senyawaaflatoksin pada simplisia
rimpang temulawak.
Kondisi
penyimpanansimplisia rimpang temulawak
di
pasarjuga
dapatmemicu pertumbuhan berbagai macam kapang termasuk kapang Aspergtllus
flavus
27
Pertumbuhan kapang
ini
sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban lingkungankarena
kondisi
tersebut dapat mempengaruhikadar
air
yang
terkandung dalamsimplisia
rimpang temulawak.Kondisi
penyimpanansimplisia
yangterlalu
lamadalam keadaan terbuka dapat meningkatkan kadar air dalam simplisia.
Hal
ini
dapatmeningkatkan potensi pertumbuhan kapang penghasil
aflatoksin dalam simplisia.
Kondisi penyimpanan
simplisia dalam waktu yang lama dantidak
terkontrol dapatditemukan pada penyimpanan simplisia di pasar-pasar tradisional.
Aspergillus
flavus
dan Aspergilusparasiticus
dapat menghasilkan senyawaaflatoksin.
Aflatoksin
dapat
menyebabkan keracunanakut dan
mengakibatkanterjadinya kerusakan
hati,
serta pada kasus serius dapat menimbulkan kematian.Aflatoksin juga dapat menyebabkan kanker hati (karsinogenik).
Untuk mendeteksi cemaran aflatoksin pada simplisia rimpang temulawak dapat
dilakukan dengan
menggunakan
metode Kromatografi
Lapis
Tipis
(KtT)
menggunakan deteksi sinar
UV
dan penetapan kadarnya menggunakan metode28
l.
L
HipotesisSimplisia rimpang temulawak
yang
dikeringkan
dan
simplisia
rimpangtemulawak yang diperdagangkan
di
Pasar Beringharjo Yogyakarta mengandungcemaran aflatoksin.
Kadar cemaran aflatoksin dalam rimpang temulawak yang diperdagangkan di
Pasar
Beringharjo Yogyakarta
lebih
tinggi
daripadakadar
dalam
rimpangtemulawak yang dikeringkan.
Kadar
cemaranaflatoksin dalam rimpang
temulawakyang dikeringkan
dansimplisia rimpang
temulawak
yang
diperdagangkandi
Pasar
BeringharjoYogyakarta
tidak
memenuhi
persyaratanbaku
cemaftm
aflatoksin
yangdiperbolehkan dalam obat tradisional.
a
BAB
III
METODE
PEI\ELITIAI\
A.
Jenis
dan Rancangan PenelitianPenelitian
ini
merupakanjenis
penelitian
non-eksperimental. Rancangan penelitianini
bersifatdeskriptif
komparatif, sebab hanya mendeskripsikan keadaan yang ada, kemudian hasil yang didapatkan dibandingkan dengan standar. Penelitianini
dilakukandi
Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium AnalisisInstrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B.
Klasilikasi Variabel
danDefinisi
Operasionall.
Klasifrkasi Variabel
a.
Variabel bebas:
rimpang temulawak basatr yang dikeringkan dan simplisiarimpang temulawak yang diperdagangkan di Pasar Beringharjo Yogyakarta
b.
Variabel tergantung : cemaran aflatoksin dan kadar aflatoksinc.
Variabel
oengacauterkendali
:
waktu
pengeringanrimpang,
pembuatanserbuk, proses preparasi dan bahan-bahan
uji
yang digunakan.d.
:
kondisi fisiologis
dankondisi
tempattumbuh tanaman, suhu dan kelembaban saat pengeringan rimpang.
30
2.
Delinisi
Operasionala.
adalah rimpang temulawak basatryang diperdagangkan
di
Pasar Beringharjo Yogyakartayang di
sortasibasah, dicuci, dirajang, dikeringkan, disortasi kering, diserbulg diayak,
dan disimpan dalam wadah tertutup tidaktembus cahaya
b. Simplisia rimoang temulawak adalah simplisia rajangan
rimpangtemulawak yang diperdagangkan
di
Pasar Beringharjo Yogyakarta yangdiserbuk, diayak,
dan
disimpan dalam wadah tertutup
tidak
tembuscahaya.
c.
Uii
cemaran aflatoksin adalahuji
kualitatif
untuk mengetahui kandungancemaran
aflatoksin pada rimpang temulawak
yang
dikeringkan
dansimplisia rimpang temulawak yang diperdagangkan di Pasar Beringharjo
Yogyakarta menggunakan preparasi kromatografi kolom, dan identifikasi
menggunakan krornatografi lapis
tipis di
bawah sinarUV
254 dan 365
nm.
d.
Kadar
aflatoksin
adalah
jumlah
aflatoksin
terukur pada
rimpangtemulawak
yang dikeringkan dan simplisia rimpang
temulawak yangdiperdagangkan
di
PasarBeringharjo
Yogyakarta, ditetapkan dengansatuan
bpj,
yang
diperoleh dengan
menggunakanmetode
31
C.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah alat-alat gelas (Pyrex), oven (Memmert),hot
pelate(Heidolph
MR 2002),
timbangananalitik
(Precition Balance Model AB-204,Mettler
Toledo), Densitometer (Camag), pinset, pipa kapiler, mikropipet, waterbath. bejana kromatografi, vortex, lempeng/pelat silika gel 60 F25a,lampu
UV
254 dan 365 nm.D.
BahanBahan yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah rimpang temulawak yang dikeringkan,simplisia
rimpang temulawak yang diperolehdari
Pasar Beringharjo Yogyakarta, etanolp.a
(Merck), toluene p.a (Merck), kloroform p.a (Merck), aseton teknis, metanolp.a (Merck),
standarkurkumin,
standaraflatoksin (Merck),
g/ass wool, silika gel 60 F25a, oQUodest, dan kertas saring.E.
Tata Cara Penelitian1. Pengambilan
rimpang temulawak
basahRimpang temulawak basah didapatkan dari pedagang
di
Pasar Beringharjo Yogyakarta. Pengambilan dilakukan padabulan
Agustus-September. Sampling dilakukan dengan menghambil sebanyak2,5k9
simplisia rimpang temulawak padatiap blok
penjual simplisia
sehinggatotal simplisia
rimpang temulawak yang32
dewasa"
masih terdapat tanah
pada rimpang dan belum
mengatami prosespencucian setelah pemanenan.
2. Identilikasi
rimpang temulawak basah
Identifikasi
rimpang
temulawak dilakukan secara
organoleptik,makroskopik, mikroskopik dengan cara sebagai berikut.
a)
Organoleptik:
pengamatan wama, bau, bentulq dan rasa rimpang temulawakbasah,
b)
malaoskopik : pengamatan morfologi rimpang temulawak basah,c) mikroskopik
:
rimpang temulawak basah dibuat irisan melintang dan diamatidalam larutan kloralhidrat menggunakan mikroskop.
3.
Pembuatan simplisiarimpang temulawak
a.
Sortasi basatrRimpang Temulawak basah disortasi
dan
dipisahkandari
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan tanaman (rimpang), seperti
tanah, kerikil, rumput, akar yang rusak, bagian tanaman
lain selain akar,
danlainJain.
b.
PencucianRimpang temulawak basatr
dicuci
dengan
air
bersih
untukmenghilangkan segala
kotoran yang
melekat, dengancara
disikat
(secaraperlahan dan teratur)
2 kali
menggunakan air mengalir. R.impang yang telatrJJ
c. Perajangan
Perajangan
dilakukan
untuk
mempercepatpengeringan
rimpang temulawak. Perajangan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau stainless.Arah
irisan
satu arah seragam.Tebal irisan
rimpang temulawak antara 3-5 mm.Pengeringan
Pengeringan
rimpang
temulawak menggunakan panasmatahari
di bawatr naungan atau ditutup kain hitam. Pengeringan dilakukan selama 6jam
mulai
daripukul
07.00 sampaipukul
13.00. Kemudian setelahpukul
13.00, simplisia rimpang temulawakkering diambil dan
ditempatkan pada lokasi yang cukupterlindungi
dmi
cuaca panas atau hujan. Padahari
berikutmya prosedur diulangi sampai hari kedua dan hari ketiga hingga rimpang menjadi kering atau mudah dipatahkan dengan tangan.Sortasi kering
Penyortiran
akhir
bertujuan memisahkan benda-bendaasing
sepertibagran tanaman yang
tidak
diinginkan dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia.Pengemasan dan penyimpanan
Simplisia rimpang temulawak disimpan dalam kantong
plastik
dan disimpann dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.34
Pengambilan simplisia
rimpang temulawak
Simplisia rimpang
temulawak diperoleh
dari
Pasar
BeringharjoYogyakarta.
Sampel simplisia
diambil
selama bulan November.
Sampling dilakukandengan
menghambil sebanyak2,5
kg
simplisia rimpang temulawak pada tiap blok penjual simplisia sehingga total simplisia rimpang temulawak yangdidapatkan sebanyak
l0
kg.Ciri+iri
simplisia yang diambil adalah berupa simplia rajangan rimpang temulawak, berbau khas aromatik, bentuk irisanya melintang (slice) dengan ketebalan 3-5 mm.Identifikasi
simplisiarimpang temulawak
Identifikasi simplisia dilakukan secara organoleptik,
makroskopik, mikroskopik dengan oara sebagai berikut.a)
organoleptik:
pengamatan warna, bau, bentuk, dan rasasimplisia
rimpangtemulawak.
b)
makroskopik : pengamatan morfologi simplisia rimpang temulawakc)
mikroskopik
:
simplisia rimpang
temulawak diserbukdan diamati
dalamlarutan kloralhidrat menggunakan mikroskop.
6.
Penyerbukansimplisia
35
7.
Pengukurankadar
air
serbuk simplisiarimpang
temutrwak
Serbuk rimpang temulawak
diukur kadar
airnya dengan metode destilasi.Sebanyak 20
g serbuk dimasukkan pada
alat destilasi, ditambahkan 20 ml toluen,didestilasi kemudian
diukur
dan dihitung
presentasekadar
ar
(% b/v)
yangterkandung dalam simplisia.
8.
Pembuatanpelarut
Pelarut metanol-aquadest
dibuat dengan perbandingan
(80:20) sebanyak
250
ml.
Sebanyak 200ml
metanol dicampurkan dengan 50ml
aquadest dalamlabu takar 250 ml.
9.
Pembuatan eluen untukKLT
Dibuat
100
ml eluen
klorofsrm-asetsn dengan
perbandingan (9:1).Sebanyak 225
ml
kloroform dicampurkan dengan
25ml
aseton dalam labu takar250
rnl.
Eluen kemudian dimasukan dalam bejana kromatografilalu
dijenuhkanselama
+
15 menit.10.
Preparasi sampel simplisia rimpang temulawakSebanyak 3,125
g
serbuk
simplisia rimpang
temulawak
ditimbangseksama"
kemudian
ditambahkan5
ml
pelarut
metanol.aquadest(80
:
20).Campuran
divortex
selama 15menit,
kemudian disaring dengan kertas saring.Sebanyak
5
ml filtrat
diambil, ditambahkan dengan
5 ml NaCl O,IYo dan
2,5ml
heksana. Lapisan bawah
diambit
(lapisan atas dibuang), diekstraksilagi
dengan2,5
ml
heksana,lapisan bawah
diambil.
Filtrat
(lapisan bawatr)
tersebut36
Lapisan bawah
diambil
(lapisan atas disisihkan), ditampung dalam cawan petri(A).
Lapisan atas ditambahkan 2,5ml
kloroform, kemudian diekstraksi + 4 menit,lapisan bawah
diambil.
Ditampung pada cawanpetri
A.
Filtrat
diuapkandi
ataswaterbath.
11.
Preparasi dengankromatografi
kolomKolom dibuat dengan cara memasukkan sedikit glass wool pada pipet tetes
kecil, kemudian ditambahkan dengan silika gel setinggi 5 cm dari pemukaan g/ass
wool.Lahtpada permukaan atas silika gel ditutup dengan sedikit gloss wool.
0$6 mm
Gambar 7. Skema kolom yang dibuat
Kolom dicuci
dengan3 ml
heksana. Setelahitu
kolom dicuci
dengan3
mlkloroform. Hasil sampel dilarutkan dengan 6 ml kloroform, kemudian dimasukkan
ke
dalamkolom.
Kolom
dicuci kembali
dengan3 ml
heksana.Kolom
di€ucidengan 3
ml
eter.Kolom dicuci
dengan 3ml
kloroform.Kolom
dicuci dengan 337
dan
diuapkandi
ataswaterbqth hingga kering. Saat
akanditotolkan,
sampeldilarutkan dengan metanol 0,5 ml.
12. Identifikasi aflatoksin
Pelat
KLT
(Silika
gel 60 GFzs+) diaktifkan dengan pemanasan pada ovendengan suhu 1050C selama 15 menit. Setelah
itu
pelat didinginkan beberapa saat,kemudian sampel ditotolkan sebanyak 5 bercak, kemudian standar aflatoksin dan
standar
kurkumin
juga
ditotolkan
sebanyak0,5
pl
menggunakan mikropipet.Sampel dikembangkan pada fase gerak (pelat dicelupkan dalam bejana) hingga
batas
akhir (arak
pengembanganl0
cm) dari
penotolan. PelatKLT
diambil,kemudian dikeringkan. Bercak yang terbentuk dideteksi menggunakan sinar
UV
254 dan 365 nm. Bercak berwarna biru atau hijau kebiruan menandakan aflatoksin
positif. Kemudian dihitung
nilai
Rf bercak aflatoksin yang teramati.Ef=
13.
Penetapankadar aflatoksin
a.
Penentuaan panjang gelombang maksimumPanjang gelornbang maksimum diperoleh dengan cara menelusuri bercak pada
panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm. Panjang gelombang maksimum
dicapai pada saat
tedadi
serapanmaksimum
yang ditunjukan
dengan38
b.
Pembuatan kurva bakuBaku aflatoksin sebanyak 5pg dilarutkan dalam benzena-asetonitril
(98
:
2).Larutan tersebut ditotolkan pada pelat
silika
sebanyak 2,Opl:
4,0
pl;
6,0
pl
dan 8,0
pl,
menggunakanmikropipet
kernudian dikembangkan dalam fasegerak kloroform- aseton (9 : 1). Kadar yang diperoleh ditetapkan seoara
KLT-Densitornetri.
c.
Analisis kuantitatif denganKlT-densitometri
Untuk
penetapankadar
secaraKlT-densitometri maka
harus
diperolehpemisahan
yang
baik
terlebih dahulu pada
kromatogram
sampelnya.Pemisahan
dilakukan
denganKLT
dengan fasediarn
silika gel,
dan
fasegeraknya
kloroform-aseton
(9:l). Larutan
sampel didapatkandari
filtrat
kering hasil kromatografi kolom yang dilarutkan dengan
5
ml
metanol. Darilarutan sampel tersebut ditotolkan pada pelat dengan mikropipet sebanyak
5pl
kemudian dielusi.
d.
Penetapan kadar aflatoksin denganKlT-densitometri
Konsentrasi senyawa baku aflatoksin dan sampel yang telah
dielusi
diukurkerapatan bercaknya dengan
KlT-densitometri
sehingga didapatkan data luasarea
di
bawatrkurva
dari
bercakyang
digambarkan dengan satu puncaksekaligus dengan luas area
di
bawah kurva(AUC).
Penelusuran berca! untuk39
F.
Analisis DataData yang dikumpulkan dalam penelitian
ini
adalah data kadarair
serbukrimpang temulawak yang dikeringkan dan serbuk simplisia rimpang temulawak yang
diperdagangkan
di
Pasar Beringharjo Yogyakarta" data perbandingannilai
Rr sampeldengan
Rr
standar aflatoksin, serta data penetapan kadar aflatoksin menggunakandensitometer.
Kadar
air
serbuk rimpang temulawak yang dikeringkan dan serbuksimplisia rimpang
temulawak ditetapkan dengan mengukur
volume
air
yLnEtertampung padatabung skala per20 gram serbuk.
Kadar
air
(Yov/b):
x
100 crUji
kualitatif
aflatoksin ditentukan
dengan membandingkanRr
sampeldengan R; standar aflatoksin.
Bila
bercak sampelmemiliki
warna dan Rr yang samadengan bercak standar aflatoksin, maka sampel mengandung aflatoksin. Namun bila
bercak sampel
tidak memiliki
warna dan
Rr yang
sama denganbercak
standaraflatoksin, maka sampel
tidak
mengandung aflatoksin. Perhitungan kadar aflatoksindilakukan dengan menggunakan persamaan kurva baku :
Y:bx*a
dimana
y
:AUC
b : tetapan regresi
x
: kadar aflatoksin yang ditotolkana : koefisien regresi
Kadar
rata-rata yang diperoleh kemudian dianalisis sCecaradeskriptif,
yaitumasing-40
masing sampel. Kadar aflatoksin dalam rimpang temulawak yang dikeringkan dan
serbuk
simplisia rimpang
temulawakyang
diperdagangkandi
Pasar BeringharjoYogyakarta kemudian dibandingkan dengan analisis seoara statistik menggunakan
BAB
IV
IIASIL
DAN PEMBAHASAI\I
A. Pengumpulan Bahan
Bahan berupa rimpang temulawak diperoleh
dari
pedagangdi
PasarBeringharjo Yogyakarta. Alasan
pemilihan
Pasar Beringhado Yogyakarta sebagaitempat pengambilan bahan penelitian karena Pasar Beringharjo merupakan pasar
yang besar di daerah Yogyakarta dan
memiliki
banyak konsumen baik yang berasaldari
dalam
maupunluar daerah
Yogyakarta.Di
Pasar Beringharjorimpang
dansimplisia temulawak yang diperdagangkan berasal dari petani berbagai daerah yang
berbeda-beda serta disimpan dalam kondisi dan tempat penyimpanan yang
berbeda-beda oleh masing-masing pedagang.
Pengambilan
rimpang
temulawak basahdilakukan pada bulan
Agustus-September, sedangkan pengambilan simplisia rimpang temulawak dilakukan pada
bulan
Nove