• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon tempe dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak : apikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi formula emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon tempe dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak : apikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Yashinta Widyaningtyas

NIM : 068114054

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Yashinta Widyaningtyas

NIM : 068114054

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

My beloved GOD and my Saviour Jesus Christ

Bunda Maria

Bapak, Mami, Dek Pipin, Dek Monic yang telah menjadi keluarga terbaik untukku, yang selalu menjadi semangatku untuk berhasil,

aku yakin bisa untuk kalian

Kristian Bayu Kuncoro atas perjuangan bersama kita di Farmasi Nee-LuLL yang sekarang telah menjadi bagian dalam hidupku, lucky

me having you say

Friends, Best Friends, True Friends atas dukungan, semangat, dan kebersamaannya, Love you aLL

Bu Rini, atas bimbingan dan keakrabannya, Thank’s for being my inspiration

Farmasi USD 2006 Almamaterku tercinta

”Jangan pernah menyerah pada apapun sebelum kita berusaha Yakin dan percayalah bahwa kita bisa”

 

(6)
(7)

Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan Carbopol 940 sebagai

Gelling agent dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi Desain Faktorial” sebagai

salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak

pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi,M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Rini Dwiastuti,M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan

pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Dewi Setyaningsih,M.Sc., Apt selaku penguji atas segala masukan, kritik,

dan sarannya.

4. Yustina Sri Hartini,M.Si.,Apt selaku penguji atas segala masukan, kritik,dan

sarannya.

5. Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mus, Pak Iswandi, Pak Otok, Mas Bimo atas

bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium.

6. Orangtua dan adek yang sangat mendukung penulis dalam segala hal guna

(8)
(9)
(10)

Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai fase minyak agar didapatkan formula emulgel yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik. Aktivitas Sun ProtectionFactor

(SPF) isoflavon di uji secara in vitro.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dua faktor, yaitu Carbopol-VCO dan dua level, yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula dilakukan dengan metode desain faktorial pada berbagai variasi kombinasi larutan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisis dan stabilitas emulgel yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas dan ukuran droplet selama penyimpanan 1 bulan. Parameter sifat fisis dan stabilitas emulgel dianalisis menggunakan persamaan desain faktorial dan teknik analisis statistik Yate’s treatment.

Hasil penelitian menunjukkan nilai SPF pada konsentrasi 500 mg% adalah 18,7524. Diperoleh area optimum komposisi gelling agent dan VCO yang meliputi sifat fisis dan stabilitas emulgel. Daya sebar optimal sebesar 3-5 cm. Viskositas optimal yang dipilih 190 d.Pa.s-250 d.Pa.s. Pergeseran viskositas yang dikehendaki ≤10%. Dengan menggabungkan ketiga respon tersebut diperoleh area

countour plot superimposed sebagai respon kombinasi formula pada level yang diteliti. Hasil menunjukkan bahwa Larutan carbopol 940 3% b/v dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas. Interaksi antara larutan Carbopol 3% b/v dan VCO dominan dalam menentukan pergeseran viskositas.

(11)

to analyze the effect of isoflavon sun protection towards the skin and to analyze the formula of carbopol 940 as the gelling agent and VCO as the oil phase in order to get emulgel formula which has qualified physical characteristic and stability. The activity of isoflavon sun protection will be tested in vitrousing Sun Protection Factor (SPF) test.

This research used pure experimental design with double factor experimental variable: Carbopol-VCO and two levels: high level and low level. The optimization of formula composition was conducted by using factorial designed method towards some combinations of carbopol solution 3% b/v as the

gelling agent dan VCO as the oil phase. Optimasi was done toward physical characteristic parameter and emulgel stability which covered spreadability, viscosity, viscosity and droplet’s size shift over one month storage. Physical characteristic parameter and emulgel stability were analyzed using factorial design and Yate’s treatment statistic analysis technique.

The result show that SPF level at concentration 500 mg% was 18,7524. From this research, gain an optimum area compotition of gelling agent and oil phase, which include physical characteristic and emulgel stability. The optimal spreadability was 3-5 cm. The optimal viscosity that was selected 190 d.Pa.s up to 250 d.Pa.s. Viscosity shift that was required ≤ 10 %. By mixing the three respon gained the countour plot superimposed area as the combination respon formula at the level that was researched. The result showed that the effect of carbopol 3% w/v solution was the dominant factor in the spreadability and viscosity. While the effect of interaction between carbopol 3% w/v solution was dominant factor in alteration of gel viscosity.

(12)

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi

PRAKATA... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. LATAR BELAKANG ………...1

1. Perumusan masalah...5

2. Keaslian Penelitian...5

3. Manfaat Penelitian ...6

B. TUJUAN PENELITIAN……….6

(13)

C. Kromatografi Lapis Tipis……….. 10

D. Sun Protection Factor ……….. 12

E. Emulgel……….. 13

F. Carbopol 940……….. 13

G. Virgin Coconut Oil ………... 14

H. Desain Faktorial………. 15

I. Landasan Teori………... 17

J. Hipotesis………. 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 20

A. Jenis dan rancangan penelitian……….. 20

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 20

C. Bahan Penelitian……… 22

D. Alat Penelitian………... 22

E. Tata Cara Penelitian……….. 23

1. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe ...23

2. Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis...24

3. Penentuan Nilai SPF secara in vitro...24

4. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe..25

5. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel...27

6. Analisis Hasil ...28

(14)

C. Penentuan Nilai SPF secara in vitro……….. 32

D. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe… 33 E. Pembuatan Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon……….. 35

F. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel………... 36

G. Efek Carbopol 940, VCO, dan Interaksi Keduanya dalam Menentukan Sifat Fisis dan Stabilitas Emulgel………... 42

H. Optimasi Formula………... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 53

A. KESIMPULAN………. ..………..53

B. SARAN………..…53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN... 58

(15)

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan Dua Faktor dan Dua

Level...16

Tabel II. Formula Desain Faktorial... 25

Tabel III.Formula Standar dan Formula Hasil Modifikasi... 26

Tabel IV.Data Sifat Fisis Uji Daya Sebar ... 36

Tabel V. Data Sifat Fisis Uji Viskositas ... 37

Tabel VI.Data Sifat Fisis Uji Pergeseran Viskositas...38

Tabel VII. Hasil Analisis Statistik Distribusi Ukuran Droplet………...41

Tabel VIII. Hasil Analisis Statistik Paired Samples T-Test... 41

Tabel IX. Efek Faktor dalam Menentukan Sifat Fisis dan Stabilitas Emulgel ... 42

Tabel X. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Daya Sebar... 43

Tabel X. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Viskositas... 44

Tabel X. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Pergeseran Viskositas ... 46

(16)

Gambar 1. Biosintesa Faktor-2 ... 8

Gambar 2. Struktur Genistein, Daidzein, dan Faktor-2 ... 9

Gambar 3. Hasil Kromatogram Ekstrak Etil Asetat Isoflavon... 32

Gambar 4. Hasil Survey Scan Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ... 33

Gambar 5. Hasil Pengujian Mikroskopik Tipe Emulgel (perbesaran 40x)... 39

Gambar 6. Karakteristik Ukuran Droplet Formula 1 hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40

Gambar 7. Karakteristik Ukuran Droplet Formula a Hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40

Gambar 8. Karakteristik Ukuran Droplet Formula b Hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40

Gambar 9. Karakteristik Ukuran Droplet Formula ab Hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40

Gambar 10. Grafik Pengaruh Carbopol 940 terhadap Respon Daya Sebar ... 43

Gambar 11. Grafik Pengaruh VCO terhadap Respon Daya Sebar... 44

Gambar 12. Grafik Pengaruh Carbopol 940 terhadap Respon Viskositas ... 45

Gambar 13. Grafik Pengaruh VCO terhadap Respon Viskositas ... 45

Gambar 14. Grafik Pengaruh Carbopol terhadap Respon PergeseranViskositas . 47 Gambar 15. Grafik Pengaruh VCO terhadap Respon Pergeseran Viskositas... 47

Gambar 16. Countour Plot Daya Sebar Emulgel Sunscreen ... 49

(17)
(18)

A. LAMPIRAN DATA... 58

I. Perhitungan SPF. ... 58

II. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial... 60

III. Data sifat fisis dan stabilitas emulgel sunscreen... 61

IV. Perhitungan Efek Sifat Fisis dan Stabilitas... 63

V. Persamaan Regresi. ... 65

VI. Perhitungan Yate’s Treatment.... 74

VII.Analisis Statistik Karakteristik Ukuran Droplet.... 83

B. LAMPIRAN GAMBAR... 95

 

 

(19)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tingkat kebutuhan manusia akan Ultra Violet (UV) protection

akhir-akhir ini sangat besar, sehingga banyak muncul produk sunscreen di pasaran.

Sunscreen yang ideal bisa melindungi terhadap UV A dan UV B. Radiasi sinar

UV C awalnya tidak terlalu dikhawatirkan karena sebelum mencapai kulit radiasi

sinar UV C diabsorbsi di lapisan ozon. Namun pada kenyataannya, lapisan ozon

saat ini semakin menipis sehingga radiasi sinar UV A, UV B maupun UV C patut

diwaspadai (Marmur,2006). Senyawa yang diduga bertanggungjawab pada

penyerapan sinar UV adalah isoflavon aglikon. Adanya ikatan rangkap

terkonjugasi (kromofor) serta gugus auksokrom menyebabkan isoflavon aglikon

mampu mengabsorbsi radiasi sinar UV.

Molekul yang terpapar sinar UV bisa rusak atau bahkan mempengaruhi

molekul lain (Svobodova et al.,2003). Produksi Reactive Oxygen Species (ROS)

setelah kulit mengabsorbsi sinar UV dapat menyebabkan kerusakan

makromolekul selular termasuk kerusakan DNA serta berperan pada

karsinogenesis pada kulit (Katiyar et al.,2001; Reeve et al., 2005).

Sunscreen merupakan salah satu produk untuk meminimalkan terjadinya

penyakit kulit atau kerusakan kulit akibat radiasi sinar UV. Sunscreen memiliki

(20)

kulit, sehingga penetrasi radiasi UV yang masuk ke dalam kulit dapat

diminimalkan (Anonim, 2006a).

Isoflavon aglikon memiliki kromofor dan auksokrom yang diperkirakan

memiliki daya proteksi terhadap radiasi sinar UV pada kulit. Dengan adanya

gugus kromofor dan auksokrom inilah maka diperkirakan isoflavon memiliki

mekanisme chemical sunscreen yaitu mampu mengabsorbsi radiasi sinar UV.

Studi klinis telah mengindikasikan bahwa genistein yang merupakan isoflavon

aglikon pada kedelai mampu memblok sinar UV B dan secara signifikan

mengurangi terjadinya eritema atau sunburn setelah mengaplikasikannya pada

kulit (Marmur,2006).

Pada penelitian ini digunakan tempe yang merupakan produk olahan dari

kedelai sebagai sumber isoflavon. Tempe telah digunakan secara luas oleh

masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan dengan citarasa yang enak,

teknologi pembuatannya sederhana, dan memiliki nilai pemenuhan gizi yang baik.

Dengan digunakannya tempe sebagai bahan untuk membuat produk sunscreen

diharapkan akan lebih meningkatkan nilai guna tempe di tengah masyarakat.

Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan

kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema. Paparan UVA

berlebihan mempunyai efek awal yaitu pigmen semakin gelap (Pigment

darkening) diikuti oleh eritema jika paparan terus berlanjut (Zeman, 2007). UV B

merupakan bentuk radiasi UV yang paling merusak karena memiliki energi yang

cukup untuk menyebabkan kerusakan fotokimia DNA seluler. Efek berbahaya

(21)

2006a). Pengujian aktivitas sun protection isoflavon dilakukan dengan uji Sun

Protection Factor (SPF) dengan menggunakan metode spektrofotometri.

Sediaan sunscreen dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk emulgel

karena emulgel terdiri dari dua sistem yang saling melengkapi yaitu sistem emulsi

dan gel. Sistem emulsi akan berfungsi sebagai emolien (Magdy,2004). Emulsi

mengandung fase minyak sehingga diharapkan membuat sediaan sunscreen yang

dihasilkan tidak mudah dibilas dengan air dan dapat digunakan dalam waktu

relatif lama menjamin perlindungan sepanjang hari. Namun, tetap nyaman

digunakan karena adanya sistem gel yang memberikan sensasi dingin

menyejukkan dan menutupi rasa oily dari emulsi.

Optimasi dilakukan dengan desain faktorial untuk mendapatkan

komposisi formula yang memberikan sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel

yang optimum serta mengetahui efek carbopol 940, VCO atau interaksinya yang

dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel. Carbopol 940 dan

VCO dioptimasi karena kedua bahan ini berperan dalam stabilitas sediaan

emulgel. Carbopol 940 akan meningkatkan viskositas emulgel, sehingga sesuai

dengan hukum stokes akan meminimalkan terjadinya creaming dan coalescence

dari droplet emulsi yang ada di dalam sistem emulgel. Carbopol 940 akan

menyediakan matriks untuk menjebak droplet minyak sehingga akan

meningkatkan stabilitas emulgel karena dengan adanya matriks dalam sistem

emulgel maka akan meminimalkan pergerakan antar droplet dalam sistem tersebut

(22)

Oleh karena itu perlu diketahui komposisi optimum dari kedua bahan tersebut

agar didapatkan sediaan emulgel yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik.

Carbopol yang digunakan adalah carbopol 940 yang dapat memberikan

kekentalan dan kejernihan gel yang baik. Carbopol akan memiliki kekentalan

yang tinggi pada saat netralisasi. Sediaan asam poliakrilat viskositasnya stabil

pada pH 6-10. Pada harga pH >10-11 akan terjadi penurunan viskositas yang lebih

cepat (Voigt, 1994). Carbopol 940 yang tersusun dari monomer asam akrilat

merupakan gelling agent sintetik yang memiliki stabilitas yang baik dibandingkan

dengan carbomer lain karena menghasilkan dispersi yang homogen

(Anonim,2002) dan tidak menimbulkan iritasi (Voigt, 1994).

Virgin Coconut Oil (VCO) digunakan sebagai fase minyak. VCO

merupakan asam lemak alami yang aman dan efektif digunakan sebagai

moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit (Agero and

Verallo-Rowell, 2004). Peningkatan hidratasi kulit akan meningkatkan

permeabilitas kulit terhadap obat serta menurunkan tahanan difusinya (Polderman,

1977). Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO

(23)

1. Perumusan masalah

Dari latar belakang di atas, masalah yang muncul dapat dirumuskan

sebagai berikut :

a. Berapa konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan silai Sun

Protection Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen

berdasarkan uji in vitro?

b. Dalam formulasi emulgel, faktor mana diantara carbopol 940 sebagai

gelling agent dan VCO sebagai fase minyak yang paling dominan dalam

menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel yang dihasilkan?

c. Bagaimana stabilitas emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon

ditinjau dari karakteristik droplet selama penyimpanan?

d. Apakah dapat ditemukan area kerja komposisi optimal Carbopol 940

sebagai Gelling agent dan VCO sebagai Fase minyak dari countour plot

superimposed yang diprediksi sebagai formula optimum emulgel?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan

Carbopol 940 sebagai Gelling agent dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi

(24)

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan mengenai bentuk sediaan sunscreen isoflavon dari

tempe dan cara mengisolasi isoflavon dari tempe.

b. Manfaat metodologis

Menambah informasi ilmu pengetahuan kefarmasian mengenai upaya

pengembangan dan aplikasi metode Desain Faktorial dalam menemukan

komposisi optimum carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai

Fase minyak dalam formula emulgel sunscreen isoflavon dari tempe.

c. Manfaat praktis

Dengan adanya sediaan emulgel sunscreen ini masyarakat dapat

menggunakan sunscreen dari bahan alam yaitu tempe yang mudah

didapatkan.

B. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Membuat formula Sunscreen dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam

yaitu tempe dalam bentuk sediaan emulgel.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan

nilai Sun Protection Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen

(25)

2. Mengetahui carbopol 940 sebagai gelling agent dan Virgin Coconut Oil

(VCO) sebagai Fase minyak atau interaksinya yang lebih dominan dalam

menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel.

3. Mengetahui stabilitas emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon

tempe ditinjau dari karakteristik droplet selama penyimpanan.

4. Mengetahui ada tidaknya area kerja optimal komposisi carbopol 940

sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak dari countour plot

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Isoflavon dan Tempe

Isolasi isoflavon menggunakan tempe hasil fermentasi kedelai sebagai

bahan dasar ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein, dan faktor-2.

Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan baku tempe,

tetapi faktor-2 hanya dijumpai pada tempe. Faktor-2 dapat terbentuk karena

selama proses perendaman fermentasi kedelai β-glukosidase akan aktif dan

mengubah glisitin, genistin, dan daidzin yang telah ada pada kedelai menjadi

daidzein, genistein, dan glisitein. Selanjutnya selama proses fermentasi kedelai

rendam terjadi biokonversi lebih lanjut daidzein dan glisitein menjadi faktor-2

(Ariani, 2003).

Menurut penelitian (Barz,1993) biosintesa Faktor-2 dihasilkan melalui

demetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus

atau melalui reaksi hidroksilasi daidzein.

(27)

Tempe hasil fermentasi kedelai rendam dengan Rhizopus oligosporus

ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein dan faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi

isoflavon). Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan

baku tempe, tetapi faktor–2 hanya dijumpai pada tempe (Gyorgy et al,1964). 

Genistein Daidzein 6,7,4’-trihidroksi isoflavon (Faktor-2)

Gambar2.Struktur Genistein, Daidzein, dan Faktor 2

Isoflavon aglikon dapat dibuat dalam bentuk sediaan gel, lotion, dan

cream. Menurut hasil penelitian Tensiska, 2007 jenis pelarut yang berbeda akan

menghasilkan rendemen ekstrak kasar isoflavon yang berbeda pula, etanol

menghasilkan 4,31 % rendemen, etil asetat 19,03 % rendemen, dan heksan 3,27 %

rendemen.

B. Sunscreen

Sunscreen merupakan sediaan yang mengandung senyawa yang mampu

menyerap atau memantulkan radiasi sinar UV sehingga melemahkan energi UV

sebelum berpenetrasi ke kulit. Spektrum UV berkisar antara 200 nm-400 nm, UV

C 200-290 nm, UV B 290-320 nm, UV A 320-400 nm (Marmur, 2006).

Sunscreen dapat dibagi menjadi dua yaitu chemical sunscreen dan

physical sunscreen. Chemical sunscreen bekerja dengan cara mengabsorpsi

(28)

chemical sunscreen adalah avobenzone, cinnamates, octocrylene, oxybenzone

(benzophenones), para-aminobenzoic acid (PABA), padimate-O, dan salicylates

(Stanfield, 2003).

Physical sunscreen bekerja dengan cara memantulkan atau

menghamburkan radiasi sinar ultra violet dengan membentuk lapisan buram di

permukaan kulit. Selain pembentukan lapisan buram, physical sunscreen juga

menyebabkan rasa berminyak di permukaan kulit sehingga physical sunscreen

kurang dapat diterima oleh konsumen. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan

dalam physical sunscreen adalah titanium dioxide dan zinc oxide (Bondi et al,

1991).

Sebagian besar sunscreen terdaftar sebagai golongan jenis obat menurut

Therapeutic Goods Act 1989. Beberapa produk sunscreen yang mengandung

bahan yang memiliki sifat sebagai sun protector tidak digolongkan sebagai jenis

obat namun digolongkan sebagai jenis kosmetik, karena tujuan utama dari sediaan

tersebut bukan sebagai sunscreen. Produk kosmetik tersebut diluar golongan

sunscreen dan tidak terdaftar dalam Therapeutic goods legislation

(Anonim,2003).

C. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fisikokimia.

Dalam berbagai jenis teknik kromatografi, KLT adalah yang paling cocok untuk

analisis obat di laboratorium farmasi karena metodenya sederhana, cepat dalam

(29)

kembali senyawa–senyawa yang dipisahkan dan memerlukan jumlah cuplikan

yang sangat sedikit. KLT adalah suatu cara pemisahan yang berdasarkan atas

pembagian campuran senyawa ke dalam dua fase yaitu fase diam (padat/cair) dan

fase bergerak (cair/gas). Adsorben yang umum digunakan antara lain silica gel,

alumina, dan selulosa (Harborne,1987).

 

Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua

desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (Stahl, 1985).

Fase gerak terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pelarut bergerak di

dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut

yang digunakan hanyalah bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem

pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin

yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).

Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering

digunakan trial and error dengan pertimbangan efisiensi waktu. Sistem yang

paling sederhana adalah campuran pelarut organik yang dipakai untuk

memisahkan molekul yang mempunyai satu dan atau dua gugus fungsi. Pelarut

diatur terutama dengan mengubah-ubahnya dan mencampurnya agar diperoleh

kepolaran yang tepat untuk pemisahan tertentu, biasanya dengan menggunakan

deret eluotropi sebagai pedoman (Gritter, 1991).

KLT merupakan metode fisikokimia, artinya pada saat pendeteksian

lokasi bercak dari komponen yang terpisah yang tidak berwarna umumnya

(30)

senyawa berfluoresensi di bawah lampu UV atau melihat senyawa tidak

berfluoresensi dengan latar belakang berfluoresensi. Adapun cara kimia yaitu

dilakukan penyemprotan dengan substansi kimia yang akan memberikan noda

atau bercak baik yang terlihat pada cahaya tampak ataupun sebagai noda yang

tampak pada lampu ultraviolet (Hardjono, 1983).

Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan

didaerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika

senyawa ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau

gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini senyawa tidak dapat

dideteksi maka harus dicoba dengan reaksi kimia. Pertama tanpa pemanasan lalu

bila perlu dengan pemanasan (Stahl, 1985).

D. Sun Protection Factor

Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan

kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema.

Peningkatan nilai SPF dari 15 ke 30 memang sebanding dengan semakin

baiknya daya perlindungan terhadap radiasi sinar matahari. Namun meningkatnya

nilai SPF dari 30 ke 40 atau 50, daya proteksi yang relevan secara klinis belum

diketahui. Dengan alasan tersebut Australia membatasi sunscreen pada SPF 30.

(Marmur,2006).

Sunscreen dengan SPF minimal 15 merupakan sunscreen yang

(31)

dari sunscreen SPF 15. SPF 15 melindungi kulit 93 % dari radiasi UVB, dan

sunscreen SPF 30 memberikan 97% daya proteksi. (Anonim, 2006a)

Berdasarkan Food and Drug Administration (Anonim, 1999), kategori

produk sunscreen berdasarkan nilai SPF-nya dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Sunscreen dengan nilai SPF 2-<12, memberikan perlindungan minimal.

2. Sunscreen dengan nilai SPF 12-<30, memberikan perlindungan sedang.

3. Sunscreen dengan nilai SPF 30 atau lebih, memberikan perlindungan tinggi.

E. Emulgel

Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik

berupa tipe minyak dalam air maupun berupa tipe air dalam minyak dan gelling

agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu. Emulgel juga telah

digunakan sebagai penghantar obat ke dalam jaringan kulit (Magdy, 2004).

Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi

sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan memberikan

rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai kemampuan penetrasi

yang tinggi pada kulit dan berfungsi sebagai emolien (Magdy, 2004). Atas dasar

kelebihan gel dan emulsi tersebut maka sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon

dibuat dalam sediaan emulgel.

F. Carbopol 940

Carbopol 940 berupa serbuk putih, bau sedikit asam, 1% carbopol dalam

(32)

merupakan iritan primer pada kulit. Bersifat higroskopis, mengabsorbsi lembab

atau air dari udara. Incompatible dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat,

ammonia, ammonium hydroxide, potassium hydroxide, sodium hydroxide. Stabil

secara kimia (Anonim,2008).

Carbopol dapat menstabilkan emulsi dengan mengentalkan fase kontinyu

sehingga mengurangi creaming dan coalescence. Carbopol tidak toksik, tidak

mensensitisasi, dan tidak mempengaruhi aktivitas biologi obat tertentu (Barry,

1983). Carbopol memiliki sifat alir pseudoplastic, yaitu viskositas menurun

seiring dengan kecepatan pencampuran yang meningkat (Zatz dan Kushla,

1996).Carbopol 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi

serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan

sediaan topical (Anonim,2006b).

G.Virgin Coconut Oil

Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil atau VCO) merupakan produk

olahan asli Indonesia yang mulai banyak digunakan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat. VCO mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari

48%-53% asam laurat (C12), 1,5-2,5% asam oleat dan asam lemak lainnya seperti

8% asam kaprilat (C8) dan 7% asam kaprat (C10) (Lucida,2008). Kandungan

asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO bersifat melembutkan

kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi

untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan obat. Disamping itu, VCO

(33)

meningkatkan hidratasi kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero

and Verallo-Rowell,2004).

pH VCO berkisar 5-8, dan bersifat tidak larut dalam air, tidak mengiritasi

kulit, tidak berbahaya apabila ditelan atau dihirup, namun dapat mengiritasi

apabila kontak dengan mata.

H. Desain Faktorial

Metode desain faktorial adalah sistem desain eksperimental dimana

faktor-faktor yang terlibat dalam suatu reaksi atau proses dapat dievaluasi secara

simultan dan mengukur efek dari faktor-faktor tersebut. Teknik ini bisa diterapkan

dalam masalah farmasi, dan menjadi dasar bagi berbagai macam percobaan atau

penelitian untuk mencari pemecahan yang optimum (Armstrong and James,1996).

Desain faktorial menggambarkan suatu metode rasional untuk penilaian

objektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas suatu produk

(Voigt,1994). Pada desain faktorial dua faktor dan dua level dihasilkan empat

percobaan, yaitu (1) faktor A dan faktor B pada level rendah, (a) faktor A pada

level tinggi dan faktor B pada level rendah, (b) faktor A pada level rendah dan

faktor B pada level tinggi, (ab) faktor A dan B pada level tinggi (Bolton,1997).

Desain Faktorial sederhana salah satunya adalah dengan dua faktor pada

dua level (rendah dan tinggi). Hal ini berarti ada dua faktor yang masing-masing

faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu pada level rendah dan tinggi

(34)

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain

faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan:

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2

Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A, level bagian B

bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan

bo = rata-rata hasil semua percobaan

b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat

percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).

Penamaan formula untuk 4 percobaan adalah formula (1) untuk percobaan I,

formula a untuk percobaan 2, formula b untuk percobaan III, dan formula ab

untuk percobaan IV (Bolton, 1990).

Rancangan percobaan desain faktorial sebagai berikut:

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

Keterangan:

(-) = level rendah (+) = level tinggi

Percobaan(1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi

Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi (Bolton, 1997). Efek masing-masing faktor dan interaksinya dapat dihitung sebagai

rata-rata selisih antara respon pada level rendah dengan respon pada level tinggi. Efek

dan interaksi faktor yang diteliti dapat dirumuskan menjadi persamaan berikut:

(35)

Interaksi = ((ab-b)) + ((1)-a) / 2 (Bolton, 1997).

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki

efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam

menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini

memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek

interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian

jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).

I. Landasan Teori

Tempe hasil fermentasi kedelai rendam dengan Rhizopus oligosporus

ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein dan faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi

isoflavon). Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan

baku tempe, tetapi faktor-2 hanya dijumpai pada tempe (Gyorgy et al,1964).

Dilihat dari strukturnya, genistein, daidzein, maupun faktor-2 memiliki gugus

kromofor dan auksokrom, sehingga bisa dikatakan senyawa tersebut mampu

menyerap sinar UV, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sediaan

sunscreen. Untuk itulah pada penelitian ini digunakan tempe sebagai bahan baku.

Selain karena jumlahnya melimpah penggunaan tempe untuk bahan sunscreen

juga dapat meningkatkan nilai guna dari tempe. Faktor-2 yang hanya ditemukan

pada tempe memiliki gugus auksokrom yang lebih banyak dibanding genistein

dan daidzein, sehingga kemampuan faktor-2 dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV

juga lebih baik dibandingkan genistein dan daidzein. Hal ini disebabkan karena

(36)

kemampuan senyawa dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV. Oleh karena itu

dalam penelitian ini digunakan bahan baku tempe dan bukan kedelai.

Menurut Marmur,2006 genistein yang merupakan isoflavon aglikon pada

kedelai secara klinis telah diindikasikan mampu memblok sinar UV B dan secara

signifikan dapat mengurangi terjadinya eritema atau sunburn setelah

mengaplikasikannya pada kulit.

Dalam penelitian ini isoflavon dari tempe akan di formulasikan menjadi

bentuk sediaan emulgel. Alasan pemilihan ini adalah karena emulgel terdiri dari

gel dan emulsi, dimana gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang

cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan

memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai

kemampuan sebagai emolien pada kulit (Magdy, 2004).

Carbopol 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi

serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan

sediaan topikal (Anonim, 2006a). Menurut Technical Data Sheet-243 konsentrasi

minimal Carbopol yang memberikan dispersi homogen tanpa pemisahan fase

adalah sebesar 2% b/v (Anonim,2002). Carbopol bersifat higroskopis dan tidak

ditemukan adanya iritasi pada penggunaan carbomer (Anonim,1983).

Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO,

sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di

Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa

(37)

moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit, dan

mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero and Verallo-Rowell,2004).

Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mendapatkan formula

yang optimum dilihat dari sifat fisis dan stabilitas emulgel. Dengan metode ini

efek tiap-tiap faktor maupun interaksi keduanya dapat teridentifikasi dan dapat

ditentukan faktor mana yang paling mempengaruhi sifat fisis, dan stabilitas

emulgel. Selain itu, dengan menggunakan desain faktorial juga dapat diketahui

area komposisi optimum berdasarkan countour plot superimposed.

J. Hipotesis

1. Ekstrak etil asetat isoflavon dari tempe memberikan nilai SPF sehingga dapat

digunakan sebagai sediaan sunscreen.

2. Ada pengaruh yang bermakna dari komposisi Carbopol 940 sebagai gelling

agent, komposisi VCO sebagai fase minyak atau interaksi keduanya dalam

formula emulgel Sunscreen yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan

stabilitas emulgel.

3. Komposisi optimum Carbopol 940 dan VCO dalam emulgel sunscreen

ekstrak etil asetat isoflavon tempe dapat ditemukan dalam countour plot

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel

eksperimen ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu mencari

formula optimum emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon yang

memberikan sifat fisis dan stabilitas yang baik dan memenuhi syarat.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi Variabel

a. Variabel Bebas

Komposisi carbopol940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai Fase

minyak.

b. Variabel Tergantung

Sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen (daya sebar,

viskositas, pergeseran viskositas, ukuran droplet)

c. Variabel Terkendali

Wadah yang digunakan, intensitas cahaya selama penyimpanan.

d. Variabel Tak Terkendali

(39)

2. Definisi Operasional

a. Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik berupa

tipe M/A maupun berupa tipe A/M dan gelling agent sebagai pembentuk gel

dengan konsentrasi tertentu. Gel memberikan kelembapan yang bersifat

mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi

mempunyai kelebihan berupa kemampuan penetrasi yang tinggi pada kulit dan

berfungsi sebagai emolien (Magdy, 2004).

b. Gelling agent adalah komponen yang akan membentuk sediaan gel dimana

merupakan faktor yang akan dioptimasi yang sangat berpengaruh terhadap

bentuk sediaan dan stabilitas gel, dalam hal ini adalah Carbopol 940.

c. Countour plot superimposed adalah penggabungan garis–garis pada daerah

optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan ukuran droplet.

d. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk

mengetahui efek yang lebih dominan dalam menentukan masing–masing sifat

fisis gel dan mencari area komposisi optimum gelling agent dan fase minyak

berdasarkan countour plot superimposed sifat fisis emulgel sebagai formula

optimum sunscreen emulgel ekstrak etil asetat isoflavon tempe pada level yang

diteliti.

e. Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir;

makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin,1993).

f. Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan kemampuan

(40)

g. Sunscreen merupakan sediaan yang mengandung senyawa kimia yang mampu

menyerap atau memantulkan radiasi sinar UV sehingga melemahkan energi

UV sebelum berpenetrasi ke kulit.

C. Bahan Penelitian

Tempe bungkus daun pisang (diperoleh dari pasar STAN, Paingan,

Sleman), Metanol teknis (Bratachem), Petroleum eter teknis (Bratachem), Ethyl

asetat teknis (Bratachem), MgSO4 teknis, plat silica GF254, Carbopol 940, VCO,

tween 80, span 80, Propilenglikol, Triethanolamin (Bratachem), Methyl paraben,

propyl paraben, BHT, aquadest.

D. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares

(PYREX-GERMANY), Vaccum rotary evaporator (Janke-Kulken), seperangkat

spectrophotometer UV/Vis (optima), neraca elektrik , mixer ( Philips type HR

1500/1973 ), viskosimeter seri VT 03 (RION-JAPAN), alat pengukur daya sebar

(modifikasi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat, USD,

Yogyakarta), mikroskop BM-180 Boeco Germany dan kamera moticam 1000

(41)

E.Tata Cara Penelitian

Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe

Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

Penentuan nilai SPF secara in vitro

Formulasi Sediaan Emulgel Sunscreen Isoflavon dari Tempe

Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel

1. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe

Tempe dihaluskan dan ditimbang sebanyak 600 gram kemudian

ditambah 400 mL aquadest. Kemudian diblender selama 3x5 menit lalu

ditambah 1.200 mL metanol teknis, dimaserasi selama 12 jam pada

kecepatan 120 rpm. Setelah dimaserasi 12 jam kemudian disaring. Ekstrak

yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu

600C sampai diperoleh ekstrak kental ±100 mL (Ariani, 2003).

Ekstrak kental diekstraksi dengan penggojogan selama satu menit,

menggunakan pelarut 5x150 mL petroleum eter kemudian diekstraksi lagi

dengan 5x150 mL etil asetat. Fase etil asetat di bagian atas diambil dan

dibebaskan dari air dengan MgSO4 anhidrat sebanyak ±15 gram lalu

(42)

asetat dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 400C sampai diperoleh

isolat isoflavon (Ariani, 2003).

2. Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

Isolat yang telah didapatkan diidentifikasi menggunakan KLT

dengan fase gerak kloroform : metanol (3:1) dan fase diam silica gel 254.

Sebelum ditotolkan, isolat ditambahkan dengan sedikit metanol. Setelah

dielusi, bercak diuapkan dengan uap amonia selama 10 menit kemudian

diamati di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya bercak yang dihasilkan

diidentifikasi berdasarkan nilai Rf (Ariani, 2003).

3. Penentuan nilai SPF secara in vitro

a. Pembuatan larutan isoflavon 500 mg%

Ekstrak etil asetat isoflavon ditimbang sebanyak 500 mg kemudian

dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 100 ml kemudian

diencerkan hingga tanda. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali.

b. Scanning serapan pada range panjang gelombang UV (200 nm–400 nm)

Ekstrak etil asetat isoflavon diukur serapannya pada range λ

200-400 nm. Dari range tersebut diamati λ yang memberikan serapan.

c. Penentuan nilai SPF

Absorbansi (A) masing–masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada

(43)

scanning serapan). AUC (luas daerah di bawah kurva) antara dua

panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus :

Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan.

A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan.

Λp = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang berurutan.

Λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang berurutan.

Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung

dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor

(SPF) dapat dihitung dengan rumus :

Λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050.

Λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm).

(Petro,1981)

4. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe Pemilihan eksipien dan optimasi formula

Tabel II. Formula desain faktorial

formula Larutan carbopol 3%b/v (g) VCO (g)

(44)

F(1) = carbopol 940 level rendah, VCO level rendah F(a) = carbopol 940 level tinggi, VCO level rendah F(b) = carbopol 940 level rendah, VCO level tinggi F(ab) = carbopol 940 level tinggi, VCO level tinggi

Digunakan formula standar berdasarkan penelitian oleh Magdy (2004).

Tabel III. Formula standar dan Formula hasil modifikasi Formula standar Formula baru setelah dimodifikasi Chlorphenesin Carbopol 934 Liquid paraffin Tween 20 Span 20 Propylene glycol Ethanol Metyl paraben Propyl paraben Purified water to

0,5g 1g 5g 1g 1,5g 5g 2,5g 0,03g 0,01g 100g

Ekstrak etil asetat isoflavon Larutan carbopol 3% b/v VCO Tween 80 Span 80 Propilen Glikol Metyl Paraben Propyl Paraben TEA BHT Aquadest ad 500mg % 50-68g 10-20g 2g 3g 10g 0,06g 0,02g 2,8g 0,2g 200g

Pembuatan emulgel meliputi 3 tahap yaitu :

4. Pembuatan emulsi

Fase minyak dibuat dengan mencampur span 80 dan VCO pada

suhu 70-800C, lalu diaduk sampai homogen. Fase air dibuat dengan

mencampur tween 80, ekstrak isoflavon dan air pada suhu 70-800C, lalu

diaduk sampai homogen. Tujuan pemanasan disini adalah untuk

memudahkan proses emulsifikasi serta memudahkan pencampuran emulsi

dengan gelling agent. Selanjutnya metil paraben dan propil paraben yang

telah dilarutkan dalam propilenglikol dicampurkan dengan fase air. Fase

(45)

2. Pembuatan Larutan carbopol 3%b/v

Carbopol 940 sebanyak 9 gram didispersikan sedikit demi sedikit

dalam 300 ml aquadest dan didiamkan selama 24 jam hingga terbasahi.

(Dispersi carbopol untuk 4 formula).

3. Pembuatan emulgel

Emulsi dicampurkan dengan Carbopol 940 yang sudah

didispersikan sampai terbentuk emulgel. Dihomogenkan dengan mixer

dengan kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm dengan waktu 20 menit.

5. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan emulgel a. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan 2 hari dan 30 hari setelah pembuatan

dengan cara : emulgel ditimbang seberat 1 gram dan diletakkan ditengah kaca

bulat berskala. Di atas emulgel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat

dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit, dicatat diameter

penyebarannya (Garg et al.,2002).

b. Uji Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri VT

04 dengan cara : emulgel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada

(46)

jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu 2 hari setelah

pembuatan dan setelah emulgel disimpan selama 1 bulan ( Melani dkk.,2005)

c. Pengamatan mikromeritik

Oleskan sejumlah emulgel pada gelas objek kemudian letakkan meja

benda pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada emulgel.

Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan objek yang akan diamati

kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap

droplet sejumlah 500 droplet (Martin et al., 1993). Dalam penelitian ini

pengamatan mikromeritik dilakukan dengan mengambil beberapa foto

preparat emulgel dan tampak adanya droplet–droplet yang akan ditentukan

diameternya. Selanjutnya pengukuran diameter droplet dilakukan dengan

menggunakan software motic image plus 2.0 dengan kalibrasi menggunakan

objective micromeritic skala 0,01 mm perbesaran 40 kali hingga didapatkan

µm diameter dari 500 droplet yang akan diukur.

6. Analisis Hasil

Data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang didapat

dianalisis dengan perhitungan efek menurut desain faktorial untuk

mengetahui efek yang paling dominan dalam menentukan sifat fisis dan

stabilitas emulgel (Bolton,1990).

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode desain

(47)

dan VCO terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen

isoflavon dari tempe. Dari persamaan desain faktorial dibuat countour plot

setiap sifat fisis sediaan dan kemudian digabungkan dalam countour plot

superimposed. Dilakukan berdasarkan rumus :Y=b0+b1X1+b2X2+b12X1X2.

Dengan Y adalah respon hasil atau sifat yang diamati ; X1, X2 adalah level

bagian A , level bagian B ; b0, b1, b2, b1 adalah koefisien, dapat dihitung dari

hasil percobaan ; b0 adalah rata-rata hasil semua percobaan (Bolton,1990).

Untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam

mempengaruhi respon maka dilakukan analisis dengan Yate’s Treatment.

Berdasarkan analisis tersebut maka dapat ditentukan ada atau tidaknya

hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon yang dilihat dari

harga F hitung dan F tabel (Bolton,1990).

Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif

(H1) menyatakan adanya hubungan antara faktor dengan respon, sedangkan

H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara

faktor dengan respon. H1 diterima dan H0 ditolak apabila harga F hitung lebih

besar daripada harga F tabel, yang berarti bahwa faktor berpengaruh

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN  

A. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe

Tempe yang digunakan dalam penelitian ini, adalah tempe berbentuk

balok yang dibungkus dengan daun pisang, diperoleh dari satu produsen yang

sama pada bulan September, di pasar STAN saat pagi hari. Tempe sebanyak 600 g

dihaluskan menggunakan mortir dan stamper, kemudian dihaluskan lagi dengan

menggunakan blender dan ditambah aquadest. Proses penghalusan bertujuan

untuk memperkecil ukuran partikel sehingga akan memperluas area kontak

dengan cairan penyari sehingga proses penyarian lebih maksimal.

Isoflavon diisolasi dengan menggunakan metanol teknis dan diekstraksi

dengan cara maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan dalam

cairan penyari dan menggojognya secara kontinyu dalam waktu 12 jam dan

dengan kecepatan 120 rpm sehingga cairan penyari akan dapat menembus dinding

sel tempe dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif di dalamnya

sehingga zat aktif dapat keluar dan terbawa oleh cairan penyari yang digunakan.

Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk membuang ampas tempe yang tidak

dibutuhkan.

Hasil penyaringan dari tahap maserasi dipekatan dengan rotary

evaporator. Untuk setiap 300 ml larutan dievaporasi selama kurang lebih 45-60

menit pada suhu 600C. Hal ini bertujuan untuk menguapkan metanol dan air

sehingga didapatkan ekstrak kental yang mengandung isoflavon. Setelah

(49)

dengan ekstraksi menggunakan pelarut petroleum eter. Petroleum eter berfungsi

untuk menyingkirkan komponen-komponen non-flavonoid, misalnya lemak, yang

pada ekstraksi ini berada di lapisan atas yang selanjutnya dibuang. Tahapan

ekstraksi petroleum eter ini juga merupakan tahapan yang penting untuk

mengoptimalkan kelarutan ekstrak flavonoid di dalam metanol (Mabry, 1970).

Ekstrak isoflavon yang telah dipisahkan dari senyawa lain kemudian

diekstraksi dengan pelarut etil asetat. Menurut Tensiska, 2007 hasil dari ekstraksi

isoflavon menggunakan etil asetat memiliki jumlah rendemen isoflavon paling

banyak yaitu sebesar 19,03% dibandingkan etanol yang menghasilkan 4,31%

rendemen dan heksan yang menghasilkan rendemen sebesar 3,27%.

Sisa air yang mungkin masih ada dihilangkan dengan MgSO4 anhidrat yang

ditambahkan ke dalam ekstrak etil asetat. Etil asetat kemudian diuapkan

menggunakan rotary evaporator selama kurang lebih 45-60 menit pada suhu 400C

sehingga didapatkan ekstrak akhir berupa ekstrak kental isoflavon yang berwarna

kuning jernih, dengan volume akhir kurang lebih 10% dari volume awal.

B.Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

Setelah diperoleh isolat, maka perlu dilakukan uji untuk memastikan

isolat yang diperoleh benar-benar merupakan isoflavon atau bukan. Metode

pengujian yang dipilih adalah metode kromatografi lapis tipis (KLT). Isolat dari

hasil isolasi ditotolkan pada fase diam silica gel GF 254. Setelah dielusikan dalam

fase gerak kloroform : metanol = 3 : 1 lalu direaksikan dengan uap amonia selama

(50)

(Ariani, 2002). Uap amonia merupakan reagen standar untuk identifikasi bercak

pada senyawa flavonoid.

Metode pengekstraksian yang dilakukan oleh Ariani,2002 telah terbukti

dapat mengisolasi isoflavon. Dan pada penelitian ini metode yang digunakan

untuk mengisolasi isoflavon didasarkan pada penelitian tersebut, dengan hasil

kromatogram sebagai berikut :

Sistem KLT :

Fase gerak = kloroform : metanol (3:1) Fase diam = silika GF254

Detektor = UV 254nm

Gambar 3. Hasil Kromatogram ekstrak etil asetat isoflavon

C. Penentuan nilai SPF secara in vitro

Dilakukan Scanning serapan pada range panjang gelombang UV

(200nm–400nm), tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat

isoflavon memberikan serapan pada panjang gelombang tersebut, dimana panjang

(51)

Gambar 4. Hasil survey scan ekstrak etil asetat isoflavon tempe

Hasil scanning menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat isoflavon

memberikan serapan pada panjang gelombang yang ditentukan. Dan memiliki

puncak spektra pada panjang gelombang UV C, seperti pada umumnya zat aktif

dari alam yang biasa digunakan sebagai sunscreen. Sehingga dari data ini dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat isoflavon berpotensi untuk digunakan

sebagai bahan aktif sediaan sunscreen yang memiliki nilai SPF pada daerah UV

A, UV B, dan UV C.

Selanjutnya dilakukan penentuan nilai SPF untuk mengetahui seberapa

besar aktivitas SPF dari ekstrak etil asetat isoflavon dengan menggunakan metode

spektrofotometri. Rata-rata nilai SPF yang didapat adalah 18,7524, tergolong

sunscreen perlindungan sedang (FDA, 1999).

D. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe

Zat aktif yang digunakan untuk sediaan emulgel sunscreen ini ini berasal

(52)

Digunakan tempe bukan kedelai karena tempe merupakan kedelai yang telah

terfermentasi sehingga terbentuk faktor-2 yang dari strukturnya memiliki

auksokrom lebih banyak dibandingkan dengan genistein dan daidzein. Jumlah

auksokrom yang lebih banyak akan meningkatkan kemampuan senyawa tersebut

dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV.

Sementara untuk eksipiennya antara lain Carbopol 940 yang berfungsi

sebagai gelling agent. Dipilih Carbopol 940 sebagai gelling agent karena

Carbopol 940 memberikan viskositas dan kejernihan yang baik. Carbopol 940

memberikan viskositas yang tinggi dibanding jenis carbopol yang lain (Anonim,

2002). TEA digunakan untuk meningkatkan pH pada dispersi carbopol, karena

carbopol akan berfungsi maksimal sebagai gelling agent dan viskositasnya stabil

pada pH 6-10 (Voigt, 2004). VCO digunakan sebagai fase minyak sekaligus

sebagai emolien (Magdy, 2004). Dua faktor inilah yang dioptimasi untuk melihat

pengaruhnya pada sifat fisis sediaan emulgel dan untuk mengetahui komposisi

optimum dari keduanya sehingga didapatkan formula optimum yang memiliki

sifat fisis dan stabilitas yang baik.

Tween 80 dan Span 80 berfungsi sebagai emulgator yang akan

menentukan sistem emulgel yang dibuat. Bahan tambahan lainnya yang cukup

penting adalah metil paraben dan propil paraben, yang digunakan sebagai

pengawet sehingga sediaan emulgel akan tahan selama penyimpanan. Untuk

meminimalkan resiko ketengikan dari VCO maka digunakan BHT yang berfungsi

sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi VCO. Propilen glikol digunakan

(53)

Air dipilih sebagai pelarut karena air merupakan pelarut universal, yang

aman, tidak mengiritasi, serta sesuai untuk pembasahan carbopol.

E. Pembuatan emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon

Setelah bahan-bahan disiapkan, maka dibuat fase minyak dan fase air

terlebih dahulu. Fase minyak dibuat dengan mencampur span 80 dan VCO pada

suhu 70-800C, lalu diaduk sampai homogen. Fase air dibuat dengan mencampur

tween 80, ekstrak isoflavone dan air pada suhu 70-800C, lalu diaduk sampai

homogen. Selanjutnya menambahkan metil paraben dan propil paraben yang

telah dilarutkan dalam propilenglikol ke dalam fase air. Penyamaan suhu ini agar

memudahkan proses emulsifikasi dan pencampuran emulsi dengan gelling agent.

Untuk membuat emulsi yang baik, salah satunya adalah dengan memberikan

energi, energi disini berupa suhu yang tinggi (70-800C). Suhu yang tinggi ini juga

akan memudahkan dalam pencampuran emulsi dengan dispersi Carbopol. Emulsi

dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air sambil terus diaduk

dengan menggunakan pengaduk sampai terbentuk emulsi yang homogen.

Semua bahan yang digunakan dalam formulasi ini tahan terhadap panas

sehingga dalam pembuatan emulsi tahap pemanasan tidak menjadi masalah.

Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients, edisi ke-5 Carbomer

terdekomposisi pada pemanasan suhu 2600C selama 30 menit. Menurut MSDS

Virgin Coconut Oil, VCO akan rusak pada pemanasan di atas suhu 1800C.

Sehingga pemanasan yang dilakukan pada suhu yang digunakan pada penelitian

(54)

Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dengan Carbopol 940

yang sudah didispersikan selama 24 jam kemudian dihomogenkan dengan mixer

dengan kecepatan 600 rpm dengan waktu 20 menit.

F. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan emulgel a. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar

daya sebar sediaan yang dibuat untuk dapat diaplikasikan di kulit. Daya sebar

merupakan karakteristik penting dalam formulasi yang menjamin kemudahan saat

sediaan diaplikasikan di kulit, pengeluaran dari wadah, serta yang paling penting

mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al.,2002). Nilai daya sebar yang

dihasilkan bergantung pada nilai viskositasnya. Semakin rendah nilai viskositas

suatu formula, maka daya sebar formula semakin tinggi.

Tabel IV. Data Sifat Fisis Uji Daya Sebar

Formula Replikasi

1 a b ab

1 4,2 3,8 4 3,9

2 3,9 4 4,4 3,75

3 4,4 3,8 4,4 4,1

Rata-rata 4.13 3,87 4,27 3,92

SD 0,1699 0,0943 0,2309 0,1699

Hasil pengukuran daya sebar emulgel pada tabel menunjukan bahwa

emulgel sunscreen formula a mengandung komposisi Carbopol level tinggi dan

VCO level rendah mempunyai daya sebar paling rendah,dan emulgel formula b

dengan komposisi Carbopol level rendah dan VCO level tinggi mempunyai daya

sebar paling tinggi. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa VCO

(55)

Dari data pada tabel IV di atas juga menunjukkan simpangan deviasi (SD) di

bawah 10% dari nilai respon sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga replikasi

memberikan reprodusibilitas yang baik.

b. Uji Viskositas

Respon viskositas dapat menggambarkan stabilitas suatu sediaan emulsi,

termasuk sediaan emulgel. Viskositas yang tinggi akan memberikan stabilitas

sistem emulgel karena akan meminimalkan pergerakan droplet sehingga

mencegah terjadinya coalescence dan perubahan ukuran droplet ke ukuran yang

lebih besar dapat diatasi. Suatu sediaan yang memiliki viskositas yang baik maka

akan memiliki stabilitas secara fisis maupun zat aktif yang terkandung di

dalamnya. Pengujian viskositas dilakukan pada hari ke-2 atau 48 jam

penyimpanan, karena menurut Garg et al.,2002 pada hari ke-2 komponen

penyusun dalam sistem emulsi telah tersusun dengan baik serta agar pengukuran

viskositas tidak dipengaruhi oleh proses pembuatan emulgel karena sifat

pseudoplastic gel sehingga konsistensi emulgel lebih stabil dibandingkan dengan

pengukuran viskositas langsung setelah pembuatan.

Tabel V. Data Sifat Fisis Uji Viskositas

Formula Replikasi

1 a b ab

1 205 235 190 225

2 200 235 195 225

3 200 235 190 220

Rata-rata 201,67 235 191,67 216,67

(56)

Hasil pengukuran viskositas emulgel pada tabel Vmenunjukkan emulgel

sunscreen formula a memiliki viskositas paling tinggi dengan komposisi Carbopol

level tinggi dan VCO level rendah, dan emulgel formula b mempunyai viskositas

paling rendah dengan komposisi Carbopol level rendah dan VCO level tinggi.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Carbopol memberikan efek peningkatan

viskositas dan VCO menurunkan viskositas. Dari data pada tabel V di atas juga

menunjukkan simpangan deviasi (SD) di bawah 10% dari nilai respon sehingga

dapat disimpulkan bahwa ketiga replikasi memberikan reprodusibilitas yang baik.

c. Pergeseran Viskositas

Pengukuran stabilitas emulgel dilakukan setelah penyimpanan selama

satu bulan, untuk mengetahui perubahan viskositas selama satu bulan

penyimpanan. Sediaan emulgel dikatakan stabil bila pergeseran viskositas awal

setelah pembuatan dan setelah penyimpanan selama 1 bulan tidak signifikan.

Tidak ada acuan pustaka mengenai ketentuan maksimal pergeseran viskositas

yang diterima, maka dalam penelitian ini dipilih nilai di bawah 10% dari nilai

respon karena perubahan pergeseran pada nilai tersebut tidak menjadi masalah

mengingat viskositas sediaan berada pada range 190-250 d.Pa.s sehingga masih

rasional dan memiliki sifat fisis yang baik

Tabel VI. Data Sifat Fisis Uji Pergeseran Viskositas

Formula Replikasi

1 a b ab

1 6,61% 6,38% 4,35% 10,77%

2 9,09% 4,25% 6,95% 13,07%

3 9,09% 6,38% 4,35% 13,07%

Rata-rata 8,26% 5,67% 5,22% 12,30%

(57)

d. Pengujian Tipe Emulsi dalam Sediaan Emulgel Sunscreen

Tipe emulsi diuji dengan menggunakan metode warna menggunakan biru

metilen. Dari hasil pengamatan baik hari ke-2 maupun hari ke-30 menunjukkan

bahwa tipe emulsi tidak berubah dari 2 hari setelah dibuat dibuat sampai 30 hari

penyimpanan, yakni merupakan tipe M/A, hal ini ditunjukkan dengan fase kontiyu

yang berwarna biru yang menunjukkan sistem gel dan fase dispersi tidak berwarna

yang menunjukkan fase lipofilik dari emulsi. Biru metilen merupakan pewarna

yang larut air. Penambahan biru metilen pada preparat emulgel sunscreen tipe

M/A menyebabkan fase air (medium dispersi) berwarna biru dan fase minyak

(fase terdispersi) tidak berwarna.

Preparat+biru metilen

Gambar 5. Hasil pengujian mikroskopik tipe emulgel (perbesaran 40x)

e. Karakteristik Ukuran Tetesan Droplet dengan Metode Mikroskopik

Karakteristik secara kualitatif gambaran droplet masing-masing formula

selama 2 hari penyimpanan dan 1 bulan penyimpanan adalah sebagai berikut:

F1 Fa

Fb Fab

(58)

Formula 1 (perbesaran 4x10)

Gambar 6. Karakteristik ukuran droplet formula 1 hari ke-2 hingga hari ke-30 Formula a (perbesaran 4x10)

Gambar 7. Karakteristik ukuran droplet formula a hari ke-2 hingga hari ke-30 Formula b (perbesaran 4x10)

Gambar 8. Karakteristik ukuran droplet formula b hari ke-2 hingga hari ke-30 Formula ab(perbesaran 4x10)

Gambar 9. Karakteristik ukuran droplet formula ab hari ke-2 hingga hari ke-30

 

   

   

Droplet emulsi

(59)

Karakteristik ukuran droplet dilihat menggunakan software Motic image

plus 2.0 dengan perbesaran 4x10. Digunakan skala objektif mikrometer 0,01

mm untuk kalibrasinya.

Selanjutnya dilakukan penghitungan statistik distribusi ukuran droplet

untuk melihat parameter nilai percentile 90. Percentile 90 merupakan suatu

parameter nilai yang menunjukkan sejumlah 90% partikel mempunyai ukuran

droplet kurang dari nilai yang tertera. Dari penghitungan ini selanjutnya di uji

secara statistik untuk melihat kestabilan sediaan ditinjau dari karakteristik ukuran

droplet, dilihat apakah terjadi perubahan signifikan ukuran droplet ke arah yang

lebih besar atau tidak. Idealnya sediaan emulgel dikatakan stabil apabila tidak

terjadi perubahan ukuran droplet secara signifikan ke arah yang lebih besar.

Tabel VII. Hasil Analisis Statistik Distribusi Ukuran Droplet

F1 Hari2 Fa Hari2 Fb Hari2 Fab Hari2 Rep 1 = 5,576

Rep 2 = 5,175 Rep 3 = 5,393

Rep 1 = 5,100 Rep 2 = 5,500 Rep 3 = 5,500

Rep 1 = 5,488 Rep 2 = 5,654 Rep 3 = 5,308

Rep 1 = 6,083 Rep 2 = 5,500 Rep 3 = 5,723 F1 Hari 30 Fa Hari 30 Fb Hari 30 Fab Hari 30 Percentile 90

Rep 1 = 5,555 Rep 2 = 5,487 Rep 3 = 5,408

Rep 1 = 5,100 Rep 2 = 5,460 Rep 3 = 5,950

Rep 1 = 5,682 Rep 2 = 5,442 Rep 3 = 5,562

Rep 1 = 5,957 Rep 2 = 6,393 Rep 3 = 6,125

Tabel VIII. Hasil analisis statistik paired sample T test

Formula 1 Formula a Formula b Formula ab

Sig. 0,436 0, 476 0,645 0,316

Hasil uji statistik yang ditunjukkan dalam tabel VII dan VIII di atas

menunjukkan nilai percentile 90 setiap formula untuk hari ke-2 dan hari ke-30

tidak berbeda signifikan, hal ini dilihat dari nilai signifikansi untuk tiap formula

>0.05, sehingga dari hasil tersebut menunjukkan 90% droplet dari tiap formula

(60)

hari penyimpanan. Dari data tersebut, semua sediaan emulgel dapat dikatakan

stabil ditinjau dari karakteristik ukuran droplet.

G.Efek Carbopol 940, VCO, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas Emulgel

Tabel IX. Efek faktor dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas Emulgel Efek Daya Sebar Viskositas Pergeseran Viskositas Carbopol 940 ׀-0,305׀ 29,165 2,245

VCO 0,095 ׀-14,165׀ 3,59

Interaksi ׀-0,045׀ ׀-4,165׀ 9,67

Dari hasil pada tabel IX di atas menunjukkan bahwa Carbopol 940

memiliki efek menurunkan daya sebar, meningkatkan viskositas, dan

meningkatkan pergeseran viskositas. VCO memiliki efek menaikkan daya sebar,

menurunkan viskositas, serta menaikkan pergeseran viskositas. Interaksi antara

Carbopol 940 dengan VCO memiliki efek menurunkan daya sebar, menurunkan

viskositas, serta menaikkan pergeseran viskositas. Dari ketiga efek tersebut, yang

diperkirakan dominan menentukan respon daya sebar adalah Carbopol 940, yang

diperkirakan dominan menentukan respon viskositas adalah Carbopol 940 dan

yang diperkirakan dominan menentukan respon pergeseran viskositas adalah

interaksi antara Carbopol 940 dengan VCO.

Selanjutnya dilakukan penghitungan secara statistik menggunakan

analisis yate’s treatment untuk melihat signifikansi efek yang diberikan faktor

yang diteliti terhadap respon yang diinginkan. Hasil dari penghitungan yate’s

(61)

1. Daya sebar

Tabel X. Hasil Analisis statistik yate’s treatment Daya Sebar Source of variation Degrees of

freedom Sum of Squares

Mean

Squares F

Replicates 2 0,0904 0,0452

Treatment 3 0,3356 0,1119

A 1 0,3169 0,3169 10,9654

B 1 0,0169 0,0169 0,59

Ab 1 0,0018 0,0018 0,0623

Experimental error 8 0,2313 0,0289

Total 11 0,6573

Nilai F tabel (1,8) dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 5,32

Dari hasil pada tabel X di atas hanya efek Carbopol yang nilai F

hitungnya lebih besar dari F tabel. Sehingga dapat disimpulkan perkiraan efek

Carbopol 940 yang paling dominan menentukan respon daya sebar dibandingkan

dengan VCO dan interaksi antara carbopol 940 dan VCO terbukti karena F hitung

Carbopol 940 signifikan secara statistik.

(62)

Grafik pada gambar 10 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah

carbopol 940 yang digunakan baik pada level rendah dan level tinggi VCO akan

berpengaruh dalam menurunkan respon daya sebar.

Gambar 11. Grafik pengaruh VCO terhadap respon Daya sebar

Grafik pada gambar 11 di atas menunjukkan bahwa semakin banyak

jumlah VCO yang digunakan baik pada level rendah dan level tinggi carbopol 940

akan berpengaruh dalam meningkatkan respon daya sebar.

2. Viskositas

Tabel XI. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Viskositas Source of variation Degrees of

freedom Sum of Squares

Mean

Squares F

Replicates 2 16,67 8,335

Treatment 3 3522,92 1174,31

a 1 3168,75 3168,75 759,89

b 1 352,09 352,09 84,43

ab 1 2,08 2,08 0,50

Experimental error 8 33,33 4,17

Total 11 3572,92

(63)

Dari hasil pada tabel XI di atas hanya efek Carbopol 940 dan VCO saja

yang nilai F hitungnya lebih dari F tabel. Sehingga dapat disimpulkan perkiraan

efek Carbopol 940 yang paling dominan dalam menentukan respon viskositas

dibandingkan VCO maupun interaksi antara

Gambar

Gambar 1. Biosintesa Faktor-2
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Tabel II. Formula desain faktorial
Tabel III. Formula standar dan Formula hasil modifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu Antara Laos – Vietnam juga memiliki persamaan dari tingkat partisipasi politik antar kedua Negara dimana tidak adanya partisipasi politik masyarakat

Penelitian yang akan dilakukan adalah optimasi keuntungan dalam produksi menggunakan linear programming metode simpleks, dengan studi kasus UKM Fahmi Mandiri8.

aFtuasr PoLlTlK PXsIERHADAP l{lt.. DAll

Judul : Penerapan Generalized Partial Credit Model dalam Teori Respon Butir untuk Menduga Kemampuan Hasil Tes Uraian (Studi Kasus: Soal Ujian Tengah Semester Mata Kuliah

Pengelolaan air di tingkat usaha tani adalah segala usaha pendayagunaan air pada petak-petak tersier dan jaringan irigasi pedesaan, melalui pemanfaatan jaringan irigasi

Pejabat yang membidangi kepegawaian paling rendah eselon III Sekretariat Direktorat Jenderal yang membidangi pengendalian ekosistem hutan kepada Sekretaris Direktorat

Proses penghitungan timer dilakukan pada bagian layanan interupsi dengan proses perhitungan mundur dari nilai awal yang sebelumnya telah dimasukkan melalui keypad. Selama

Kemudian web server digunakan untuk menyimpan data sementara dari proses order yang dilakukan customer yang kemudian akan di teruskan ke pc-server.Cloud_PT digunakan agar web