DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yashinta Widyaningtyas
NIM : 068114054
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yashinta Widyaningtyas
NIM : 068114054
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
My beloved GOD and my Saviour Jesus Christ
Bunda Maria
Bapak, Mami, Dek Pipin, Dek Monic yang telah menjadi keluarga terbaik untukku, yang selalu menjadi semangatku untuk berhasil,
aku yakin bisa untuk kalian
Kristian Bayu Kuncoro atas perjuangan bersama kita di Farmasi Nee-LuLL yang sekarang telah menjadi bagian dalam hidupku, lucky
me having you say
Friends, Best Friends, True Friends atas dukungan, semangat, dan kebersamaannya, Love you aLL
Bu Rini, atas bimbingan dan keakrabannya, Thank’s for being my inspiration
Farmasi USD 2006 Almamaterku tercinta
”Jangan pernah menyerah pada apapun sebelum kita berusaha Yakin dan percayalah bahwa kita bisa”
Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan Carbopol 940 sebagai
Gelling agent dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi Desain Faktorial” sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi,M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Rini Dwiastuti,M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan
pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
3. Dewi Setyaningsih,M.Sc., Apt selaku penguji atas segala masukan, kritik,
dan sarannya.
4. Yustina Sri Hartini,M.Si.,Apt selaku penguji atas segala masukan, kritik,dan
sarannya.
5. Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mus, Pak Iswandi, Pak Otok, Mas Bimo atas
bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium.
6. Orangtua dan adek yang sangat mendukung penulis dalam segala hal guna
Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai fase minyak agar didapatkan formula emulgel yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik. Aktivitas Sun ProtectionFactor
(SPF) isoflavon di uji secara in vitro.
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dua faktor, yaitu Carbopol-VCO dan dua level, yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula dilakukan dengan metode desain faktorial pada berbagai variasi kombinasi larutan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisis dan stabilitas emulgel yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas dan ukuran droplet selama penyimpanan 1 bulan. Parameter sifat fisis dan stabilitas emulgel dianalisis menggunakan persamaan desain faktorial dan teknik analisis statistik Yate’s treatment.
Hasil penelitian menunjukkan nilai SPF pada konsentrasi 500 mg% adalah 18,7524. Diperoleh area optimum komposisi gelling agent dan VCO yang meliputi sifat fisis dan stabilitas emulgel. Daya sebar optimal sebesar 3-5 cm. Viskositas optimal yang dipilih 190 d.Pa.s-250 d.Pa.s. Pergeseran viskositas yang dikehendaki ≤10%. Dengan menggabungkan ketiga respon tersebut diperoleh area
countour plot superimposed sebagai respon kombinasi formula pada level yang diteliti. Hasil menunjukkan bahwa Larutan carbopol 940 3% b/v dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas. Interaksi antara larutan Carbopol 3% b/v dan VCO dominan dalam menentukan pergeseran viskositas.
to analyze the effect of isoflavon sun protection towards the skin and to analyze the formula of carbopol 940 as the gelling agent and VCO as the oil phase in order to get emulgel formula which has qualified physical characteristic and stability. The activity of isoflavon sun protection will be tested in vitrousing Sun Protection Factor (SPF) test.
This research used pure experimental design with double factor experimental variable: Carbopol-VCO and two levels: high level and low level. The optimization of formula composition was conducted by using factorial designed method towards some combinations of carbopol solution 3% b/v as the
gelling agent dan VCO as the oil phase. Optimasi was done toward physical characteristic parameter and emulgel stability which covered spreadability, viscosity, viscosity and droplet’s size shift over one month storage. Physical characteristic parameter and emulgel stability were analyzed using factorial design and Yate’s treatment statistic analysis technique.
The result show that SPF level at concentration 500 mg% was 18,7524. From this research, gain an optimum area compotition of gelling agent and oil phase, which include physical characteristic and emulgel stability. The optimal spreadability was 3-5 cm. The optimal viscosity that was selected 190 d.Pa.s up to 250 d.Pa.s. Viscosity shift that was required ≤ 10 %. By mixing the three respon gained the countour plot superimposed area as the combination respon formula at the level that was researched. The result showed that the effect of carbopol 3% w/v solution was the dominant factor in the spreadability and viscosity. While the effect of interaction between carbopol 3% w/v solution was dominant factor in alteration of gel viscosity.
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
PRAKATA... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENGANTAR ... 1
A. LATAR BELAKANG ………...1
1. Perumusan masalah...5
2. Keaslian Penelitian...5
3. Manfaat Penelitian ...6
B. TUJUAN PENELITIAN……….6
C. Kromatografi Lapis Tipis……….. 10
D. Sun Protection Factor ……….. 12
E. Emulgel……….. 13
F. Carbopol 940……….. 13
G. Virgin Coconut Oil ………... 14
H. Desain Faktorial………. 15
I. Landasan Teori………... 17
J. Hipotesis………. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 20
A. Jenis dan rancangan penelitian……….. 20
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 20
C. Bahan Penelitian……… 22
D. Alat Penelitian………... 22
E. Tata Cara Penelitian……….. 23
1. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe ...23
2. Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis...24
3. Penentuan Nilai SPF secara in vitro...24
4. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe..25
5. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel...27
6. Analisis Hasil ...28
C. Penentuan Nilai SPF secara in vitro……….. 32
D. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe… 33 E. Pembuatan Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon……….. 35
F. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel………... 36
G. Efek Carbopol 940, VCO, dan Interaksi Keduanya dalam Menentukan Sifat Fisis dan Stabilitas Emulgel………... 42
H. Optimasi Formula………... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 53
A. KESIMPULAN………. ..………..53
B. SARAN………..…53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN... 58
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan Dua Faktor dan Dua
Level...16
Tabel II. Formula Desain Faktorial... 25
Tabel III.Formula Standar dan Formula Hasil Modifikasi... 26
Tabel IV.Data Sifat Fisis Uji Daya Sebar ... 36
Tabel V. Data Sifat Fisis Uji Viskositas ... 37
Tabel VI.Data Sifat Fisis Uji Pergeseran Viskositas...38
Tabel VII. Hasil Analisis Statistik Distribusi Ukuran Droplet………...41
Tabel VIII. Hasil Analisis Statistik Paired Samples T-Test... 41
Tabel IX. Efek Faktor dalam Menentukan Sifat Fisis dan Stabilitas Emulgel ... 42
Tabel X. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Daya Sebar... 43
Tabel X. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Viskositas... 44
Tabel X. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Pergeseran Viskositas ... 46
Gambar 1. Biosintesa Faktor-2 ... 8
Gambar 2. Struktur Genistein, Daidzein, dan Faktor-2 ... 9
Gambar 3. Hasil Kromatogram Ekstrak Etil Asetat Isoflavon... 32
Gambar 4. Hasil Survey Scan Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ... 33
Gambar 5. Hasil Pengujian Mikroskopik Tipe Emulgel (perbesaran 40x)... 39
Gambar 6. Karakteristik Ukuran Droplet Formula 1 hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40
Gambar 7. Karakteristik Ukuran Droplet Formula a Hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40
Gambar 8. Karakteristik Ukuran Droplet Formula b Hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40
Gambar 9. Karakteristik Ukuran Droplet Formula ab Hari ke-2 hingga Hari ke-30 ... 40
Gambar 10. Grafik Pengaruh Carbopol 940 terhadap Respon Daya Sebar ... 43
Gambar 11. Grafik Pengaruh VCO terhadap Respon Daya Sebar... 44
Gambar 12. Grafik Pengaruh Carbopol 940 terhadap Respon Viskositas ... 45
Gambar 13. Grafik Pengaruh VCO terhadap Respon Viskositas ... 45
Gambar 14. Grafik Pengaruh Carbopol terhadap Respon PergeseranViskositas . 47 Gambar 15. Grafik Pengaruh VCO terhadap Respon Pergeseran Viskositas... 47
Gambar 16. Countour Plot Daya Sebar Emulgel Sunscreen ... 49
A. LAMPIRAN DATA... 58
I. Perhitungan SPF. ... 58
II. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial... 60
III. Data sifat fisis dan stabilitas emulgel sunscreen... 61
IV. Perhitungan Efek Sifat Fisis dan Stabilitas... 63
V. Persamaan Regresi. ... 65
VI. Perhitungan Yate’s Treatment.... 74
VII.Analisis Statistik Karakteristik Ukuran Droplet.... 83
B. LAMPIRAN GAMBAR... 95
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Tingkat kebutuhan manusia akan Ultra Violet (UV) protection
akhir-akhir ini sangat besar, sehingga banyak muncul produk sunscreen di pasaran.
Sunscreen yang ideal bisa melindungi terhadap UV A dan UV B. Radiasi sinar
UV C awalnya tidak terlalu dikhawatirkan karena sebelum mencapai kulit radiasi
sinar UV C diabsorbsi di lapisan ozon. Namun pada kenyataannya, lapisan ozon
saat ini semakin menipis sehingga radiasi sinar UV A, UV B maupun UV C patut
diwaspadai (Marmur,2006). Senyawa yang diduga bertanggungjawab pada
penyerapan sinar UV adalah isoflavon aglikon. Adanya ikatan rangkap
terkonjugasi (kromofor) serta gugus auksokrom menyebabkan isoflavon aglikon
mampu mengabsorbsi radiasi sinar UV.
Molekul yang terpapar sinar UV bisa rusak atau bahkan mempengaruhi
molekul lain (Svobodova et al.,2003). Produksi Reactive Oxygen Species (ROS)
setelah kulit mengabsorbsi sinar UV dapat menyebabkan kerusakan
makromolekul selular termasuk kerusakan DNA serta berperan pada
karsinogenesis pada kulit (Katiyar et al.,2001; Reeve et al., 2005).
Sunscreen merupakan salah satu produk untuk meminimalkan terjadinya
penyakit kulit atau kerusakan kulit akibat radiasi sinar UV. Sunscreen memiliki
kulit, sehingga penetrasi radiasi UV yang masuk ke dalam kulit dapat
diminimalkan (Anonim, 2006a).
Isoflavon aglikon memiliki kromofor dan auksokrom yang diperkirakan
memiliki daya proteksi terhadap radiasi sinar UV pada kulit. Dengan adanya
gugus kromofor dan auksokrom inilah maka diperkirakan isoflavon memiliki
mekanisme chemical sunscreen yaitu mampu mengabsorbsi radiasi sinar UV.
Studi klinis telah mengindikasikan bahwa genistein yang merupakan isoflavon
aglikon pada kedelai mampu memblok sinar UV B dan secara signifikan
mengurangi terjadinya eritema atau sunburn setelah mengaplikasikannya pada
kulit (Marmur,2006).
Pada penelitian ini digunakan tempe yang merupakan produk olahan dari
kedelai sebagai sumber isoflavon. Tempe telah digunakan secara luas oleh
masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan dengan citarasa yang enak,
teknologi pembuatannya sederhana, dan memiliki nilai pemenuhan gizi yang baik.
Dengan digunakannya tempe sebagai bahan untuk membuat produk sunscreen
diharapkan akan lebih meningkatkan nilai guna tempe di tengah masyarakat.
Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan
kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema. Paparan UVA
berlebihan mempunyai efek awal yaitu pigmen semakin gelap (Pigment
darkening) diikuti oleh eritema jika paparan terus berlanjut (Zeman, 2007). UV B
merupakan bentuk radiasi UV yang paling merusak karena memiliki energi yang
cukup untuk menyebabkan kerusakan fotokimia DNA seluler. Efek berbahaya
2006a). Pengujian aktivitas sun protection isoflavon dilakukan dengan uji Sun
Protection Factor (SPF) dengan menggunakan metode spektrofotometri.
Sediaan sunscreen dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk emulgel
karena emulgel terdiri dari dua sistem yang saling melengkapi yaitu sistem emulsi
dan gel. Sistem emulsi akan berfungsi sebagai emolien (Magdy,2004). Emulsi
mengandung fase minyak sehingga diharapkan membuat sediaan sunscreen yang
dihasilkan tidak mudah dibilas dengan air dan dapat digunakan dalam waktu
relatif lama menjamin perlindungan sepanjang hari. Namun, tetap nyaman
digunakan karena adanya sistem gel yang memberikan sensasi dingin
menyejukkan dan menutupi rasa oily dari emulsi.
Optimasi dilakukan dengan desain faktorial untuk mendapatkan
komposisi formula yang memberikan sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel
yang optimum serta mengetahui efek carbopol 940, VCO atau interaksinya yang
dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel. Carbopol 940 dan
VCO dioptimasi karena kedua bahan ini berperan dalam stabilitas sediaan
emulgel. Carbopol 940 akan meningkatkan viskositas emulgel, sehingga sesuai
dengan hukum stokes akan meminimalkan terjadinya creaming dan coalescence
dari droplet emulsi yang ada di dalam sistem emulgel. Carbopol 940 akan
menyediakan matriks untuk menjebak droplet minyak sehingga akan
meningkatkan stabilitas emulgel karena dengan adanya matriks dalam sistem
emulgel maka akan meminimalkan pergerakan antar droplet dalam sistem tersebut
Oleh karena itu perlu diketahui komposisi optimum dari kedua bahan tersebut
agar didapatkan sediaan emulgel yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik.
Carbopol yang digunakan adalah carbopol 940 yang dapat memberikan
kekentalan dan kejernihan gel yang baik. Carbopol akan memiliki kekentalan
yang tinggi pada saat netralisasi. Sediaan asam poliakrilat viskositasnya stabil
pada pH 6-10. Pada harga pH >10-11 akan terjadi penurunan viskositas yang lebih
cepat (Voigt, 1994). Carbopol 940 yang tersusun dari monomer asam akrilat
merupakan gelling agent sintetik yang memiliki stabilitas yang baik dibandingkan
dengan carbomer lain karena menghasilkan dispersi yang homogen
(Anonim,2002) dan tidak menimbulkan iritasi (Voigt, 1994).
Virgin Coconut Oil (VCO) digunakan sebagai fase minyak. VCO
merupakan asam lemak alami yang aman dan efektif digunakan sebagai
moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit (Agero and
Verallo-Rowell, 2004). Peningkatan hidratasi kulit akan meningkatkan
permeabilitas kulit terhadap obat serta menurunkan tahanan difusinya (Polderman,
1977). Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO
1. Perumusan masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang muncul dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Berapa konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan silai Sun
Protection Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen
berdasarkan uji in vitro?
b. Dalam formulasi emulgel, faktor mana diantara carbopol 940 sebagai
gelling agent dan VCO sebagai fase minyak yang paling dominan dalam
menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel yang dihasilkan?
c. Bagaimana stabilitas emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon
ditinjau dari karakteristik droplet selama penyimpanan?
d. Apakah dapat ditemukan area kerja komposisi optimal Carbopol 940
sebagai Gelling agent dan VCO sebagai Fase minyak dari countour plot
superimposed yang diprediksi sebagai formula optimum emulgel?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan
Carbopol 940 sebagai Gelling agent dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan mengenai bentuk sediaan sunscreen isoflavon dari
tempe dan cara mengisolasi isoflavon dari tempe.
b. Manfaat metodologis
Menambah informasi ilmu pengetahuan kefarmasian mengenai upaya
pengembangan dan aplikasi metode Desain Faktorial dalam menemukan
komposisi optimum carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai
Fase minyak dalam formula emulgel sunscreen isoflavon dari tempe.
c. Manfaat praktis
Dengan adanya sediaan emulgel sunscreen ini masyarakat dapat
menggunakan sunscreen dari bahan alam yaitu tempe yang mudah
didapatkan.
B. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum
Membuat formula Sunscreen dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam
yaitu tempe dalam bentuk sediaan emulgel.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan
nilai Sun Protection Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen
2. Mengetahui carbopol 940 sebagai gelling agent dan Virgin Coconut Oil
(VCO) sebagai Fase minyak atau interaksinya yang lebih dominan dalam
menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel.
3. Mengetahui stabilitas emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon
tempe ditinjau dari karakteristik droplet selama penyimpanan.
4. Mengetahui ada tidaknya area kerja optimal komposisi carbopol 940
sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak dari countour plot
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Isoflavon dan Tempe
Isolasi isoflavon menggunakan tempe hasil fermentasi kedelai sebagai
bahan dasar ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein, dan faktor-2.
Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan baku tempe,
tetapi faktor-2 hanya dijumpai pada tempe. Faktor-2 dapat terbentuk karena
selama proses perendaman fermentasi kedelai β-glukosidase akan aktif dan
mengubah glisitin, genistin, dan daidzin yang telah ada pada kedelai menjadi
daidzein, genistein, dan glisitein. Selanjutnya selama proses fermentasi kedelai
rendam terjadi biokonversi lebih lanjut daidzein dan glisitein menjadi faktor-2
(Ariani, 2003).
Menurut penelitian (Barz,1993) biosintesa Faktor-2 dihasilkan melalui
demetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus
atau melalui reaksi hidroksilasi daidzein.
Tempe hasil fermentasi kedelai rendam dengan Rhizopus oligosporus
ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein dan faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi
isoflavon). Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan
baku tempe, tetapi faktor–2 hanya dijumpai pada tempe (Gyorgy et al,1964).
Genistein Daidzein 6,7,4’-trihidroksi isoflavon (Faktor-2)
Gambar2.Struktur Genistein, Daidzein, dan Faktor 2
Isoflavon aglikon dapat dibuat dalam bentuk sediaan gel, lotion, dan
cream. Menurut hasil penelitian Tensiska, 2007 jenis pelarut yang berbeda akan
menghasilkan rendemen ekstrak kasar isoflavon yang berbeda pula, etanol
menghasilkan 4,31 % rendemen, etil asetat 19,03 % rendemen, dan heksan 3,27 %
rendemen.
B. Sunscreen
Sunscreen merupakan sediaan yang mengandung senyawa yang mampu
menyerap atau memantulkan radiasi sinar UV sehingga melemahkan energi UV
sebelum berpenetrasi ke kulit. Spektrum UV berkisar antara 200 nm-400 nm, UV
C 200-290 nm, UV B 290-320 nm, UV A 320-400 nm (Marmur, 2006).
Sunscreen dapat dibagi menjadi dua yaitu chemical sunscreen dan
physical sunscreen. Chemical sunscreen bekerja dengan cara mengabsorpsi
chemical sunscreen adalah avobenzone, cinnamates, octocrylene, oxybenzone
(benzophenones), para-aminobenzoic acid (PABA), padimate-O, dan salicylates
(Stanfield, 2003).
Physical sunscreen bekerja dengan cara memantulkan atau
menghamburkan radiasi sinar ultra violet dengan membentuk lapisan buram di
permukaan kulit. Selain pembentukan lapisan buram, physical sunscreen juga
menyebabkan rasa berminyak di permukaan kulit sehingga physical sunscreen
kurang dapat diterima oleh konsumen. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan
dalam physical sunscreen adalah titanium dioxide dan zinc oxide (Bondi et al,
1991).
Sebagian besar sunscreen terdaftar sebagai golongan jenis obat menurut
Therapeutic Goods Act 1989. Beberapa produk sunscreen yang mengandung
bahan yang memiliki sifat sebagai sun protector tidak digolongkan sebagai jenis
obat namun digolongkan sebagai jenis kosmetik, karena tujuan utama dari sediaan
tersebut bukan sebagai sunscreen. Produk kosmetik tersebut diluar golongan
sunscreen dan tidak terdaftar dalam Therapeutic goods legislation
(Anonim,2003).
C. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fisikokimia.
Dalam berbagai jenis teknik kromatografi, KLT adalah yang paling cocok untuk
analisis obat di laboratorium farmasi karena metodenya sederhana, cepat dalam
kembali senyawa–senyawa yang dipisahkan dan memerlukan jumlah cuplikan
yang sangat sedikit. KLT adalah suatu cara pemisahan yang berdasarkan atas
pembagian campuran senyawa ke dalam dua fase yaitu fase diam (padat/cair) dan
fase bergerak (cair/gas). Adsorben yang umum digunakan antara lain silica gel,
alumina, dan selulosa (Harborne,1987).
Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua
desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (Stahl, 1985).
Fase gerak terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pelarut bergerak di
dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut
yang digunakan hanyalah bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem
pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin
yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).
Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering
digunakan trial and error dengan pertimbangan efisiensi waktu. Sistem yang
paling sederhana adalah campuran pelarut organik yang dipakai untuk
memisahkan molekul yang mempunyai satu dan atau dua gugus fungsi. Pelarut
diatur terutama dengan mengubah-ubahnya dan mencampurnya agar diperoleh
kepolaran yang tepat untuk pemisahan tertentu, biasanya dengan menggunakan
deret eluotropi sebagai pedoman (Gritter, 1991).
KLT merupakan metode fisikokimia, artinya pada saat pendeteksian
lokasi bercak dari komponen yang terpisah yang tidak berwarna umumnya
senyawa berfluoresensi di bawah lampu UV atau melihat senyawa tidak
berfluoresensi dengan latar belakang berfluoresensi. Adapun cara kimia yaitu
dilakukan penyemprotan dengan substansi kimia yang akan memberikan noda
atau bercak baik yang terlihat pada cahaya tampak ataupun sebagai noda yang
tampak pada lampu ultraviolet (Hardjono, 1983).
Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan
didaerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika
senyawa ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau
gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini senyawa tidak dapat
dideteksi maka harus dicoba dengan reaksi kimia. Pertama tanpa pemanasan lalu
bila perlu dengan pemanasan (Stahl, 1985).
D. Sun Protection Factor
Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan
kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema.
Peningkatan nilai SPF dari 15 ke 30 memang sebanding dengan semakin
baiknya daya perlindungan terhadap radiasi sinar matahari. Namun meningkatnya
nilai SPF dari 30 ke 40 atau 50, daya proteksi yang relevan secara klinis belum
diketahui. Dengan alasan tersebut Australia membatasi sunscreen pada SPF 30.
(Marmur,2006).
Sunscreen dengan SPF minimal 15 merupakan sunscreen yang
dari sunscreen SPF 15. SPF 15 melindungi kulit 93 % dari radiasi UVB, dan
sunscreen SPF 30 memberikan 97% daya proteksi. (Anonim, 2006a)
Berdasarkan Food and Drug Administration (Anonim, 1999), kategori
produk sunscreen berdasarkan nilai SPF-nya dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sunscreen dengan nilai SPF 2-<12, memberikan perlindungan minimal.
2. Sunscreen dengan nilai SPF 12-<30, memberikan perlindungan sedang.
3. Sunscreen dengan nilai SPF 30 atau lebih, memberikan perlindungan tinggi.
E. Emulgel
Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik
berupa tipe minyak dalam air maupun berupa tipe air dalam minyak dan gelling
agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu. Emulgel juga telah
digunakan sebagai penghantar obat ke dalam jaringan kulit (Magdy, 2004).
Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi
sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan memberikan
rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai kemampuan penetrasi
yang tinggi pada kulit dan berfungsi sebagai emolien (Magdy, 2004). Atas dasar
kelebihan gel dan emulsi tersebut maka sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon
dibuat dalam sediaan emulgel.
F. Carbopol 940
Carbopol 940 berupa serbuk putih, bau sedikit asam, 1% carbopol dalam
merupakan iritan primer pada kulit. Bersifat higroskopis, mengabsorbsi lembab
atau air dari udara. Incompatible dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat,
ammonia, ammonium hydroxide, potassium hydroxide, sodium hydroxide. Stabil
secara kimia (Anonim,2008).
Carbopol dapat menstabilkan emulsi dengan mengentalkan fase kontinyu
sehingga mengurangi creaming dan coalescence. Carbopol tidak toksik, tidak
mensensitisasi, dan tidak mempengaruhi aktivitas biologi obat tertentu (Barry,
1983). Carbopol memiliki sifat alir pseudoplastic, yaitu viskositas menurun
seiring dengan kecepatan pencampuran yang meningkat (Zatz dan Kushla,
1996).Carbopol 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi
serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan
sediaan topical (Anonim,2006b).
G.Virgin Coconut Oil
Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil atau VCO) merupakan produk
olahan asli Indonesia yang mulai banyak digunakan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. VCO mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari
48%-53% asam laurat (C12), 1,5-2,5% asam oleat dan asam lemak lainnya seperti
8% asam kaprilat (C8) dan 7% asam kaprat (C10) (Lucida,2008). Kandungan
asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO bersifat melembutkan
kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi
untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan obat. Disamping itu, VCO
meningkatkan hidratasi kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero
and Verallo-Rowell,2004).
pH VCO berkisar 5-8, dan bersifat tidak larut dalam air, tidak mengiritasi
kulit, tidak berbahaya apabila ditelan atau dihirup, namun dapat mengiritasi
apabila kontak dengan mata.
H. Desain Faktorial
Metode desain faktorial adalah sistem desain eksperimental dimana
faktor-faktor yang terlibat dalam suatu reaksi atau proses dapat dievaluasi secara
simultan dan mengukur efek dari faktor-faktor tersebut. Teknik ini bisa diterapkan
dalam masalah farmasi, dan menjadi dasar bagi berbagai macam percobaan atau
penelitian untuk mencari pemecahan yang optimum (Armstrong and James,1996).
Desain faktorial menggambarkan suatu metode rasional untuk penilaian
objektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas suatu produk
(Voigt,1994). Pada desain faktorial dua faktor dan dua level dihasilkan empat
percobaan, yaitu (1) faktor A dan faktor B pada level rendah, (a) faktor A pada
level tinggi dan faktor B pada level rendah, (b) faktor A pada level rendah dan
faktor B pada level tinggi, (ab) faktor A dan B pada level tinggi (Bolton,1997).
Desain Faktorial sederhana salah satunya adalah dengan dua faktor pada
dua level (rendah dan tinggi). Hal ini berarti ada dua faktor yang masing-masing
faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu pada level rendah dan tinggi
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain
faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan:
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A, level bagian B
bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan
bo = rata-rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).
Penamaan formula untuk 4 percobaan adalah formula (1) untuk percobaan I,
formula a untuk percobaan 2, formula b untuk percobaan III, dan formula ab
untuk percobaan IV (Bolton, 1990).
Rancangan percobaan desain faktorial sebagai berikut:
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan:
(-) = level rendah (+) = level tinggi
Percobaan(1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi
Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi (Bolton, 1997). Efek masing-masing faktor dan interaksinya dapat dihitung sebagai
rata-rata selisih antara respon pada level rendah dengan respon pada level tinggi. Efek
dan interaksi faktor yang diteliti dapat dirumuskan menjadi persamaan berikut:
Interaksi = ((ab-b)) + ((1)-a) / 2 (Bolton, 1997).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).
I. Landasan Teori
Tempe hasil fermentasi kedelai rendam dengan Rhizopus oligosporus
ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein dan faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi
isoflavon). Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan
baku tempe, tetapi faktor-2 hanya dijumpai pada tempe (Gyorgy et al,1964).
Dilihat dari strukturnya, genistein, daidzein, maupun faktor-2 memiliki gugus
kromofor dan auksokrom, sehingga bisa dikatakan senyawa tersebut mampu
menyerap sinar UV, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sediaan
sunscreen. Untuk itulah pada penelitian ini digunakan tempe sebagai bahan baku.
Selain karena jumlahnya melimpah penggunaan tempe untuk bahan sunscreen
juga dapat meningkatkan nilai guna dari tempe. Faktor-2 yang hanya ditemukan
pada tempe memiliki gugus auksokrom yang lebih banyak dibanding genistein
dan daidzein, sehingga kemampuan faktor-2 dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV
juga lebih baik dibandingkan genistein dan daidzein. Hal ini disebabkan karena
kemampuan senyawa dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV. Oleh karena itu
dalam penelitian ini digunakan bahan baku tempe dan bukan kedelai.
Menurut Marmur,2006 genistein yang merupakan isoflavon aglikon pada
kedelai secara klinis telah diindikasikan mampu memblok sinar UV B dan secara
signifikan dapat mengurangi terjadinya eritema atau sunburn setelah
mengaplikasikannya pada kulit.
Dalam penelitian ini isoflavon dari tempe akan di formulasikan menjadi
bentuk sediaan emulgel. Alasan pemilihan ini adalah karena emulgel terdiri dari
gel dan emulsi, dimana gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang
cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan
memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai
kemampuan sebagai emolien pada kulit (Magdy, 2004).
Carbopol 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi
serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan
sediaan topikal (Anonim, 2006a). Menurut Technical Data Sheet-243 konsentrasi
minimal Carbopol yang memberikan dispersi homogen tanpa pemisahan fase
adalah sebesar 2% b/v (Anonim,2002). Carbopol bersifat higroskopis dan tidak
ditemukan adanya iritasi pada penggunaan carbomer (Anonim,1983).
Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO,
sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di
Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa
moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit, dan
mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero and Verallo-Rowell,2004).
Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mendapatkan formula
yang optimum dilihat dari sifat fisis dan stabilitas emulgel. Dengan metode ini
efek tiap-tiap faktor maupun interaksi keduanya dapat teridentifikasi dan dapat
ditentukan faktor mana yang paling mempengaruhi sifat fisis, dan stabilitas
emulgel. Selain itu, dengan menggunakan desain faktorial juga dapat diketahui
area komposisi optimum berdasarkan countour plot superimposed.
J. Hipotesis
1. Ekstrak etil asetat isoflavon dari tempe memberikan nilai SPF sehingga dapat
digunakan sebagai sediaan sunscreen.
2. Ada pengaruh yang bermakna dari komposisi Carbopol 940 sebagai gelling
agent, komposisi VCO sebagai fase minyak atau interaksi keduanya dalam
formula emulgel Sunscreen yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan
stabilitas emulgel.
3. Komposisi optimum Carbopol 940 dan VCO dalam emulgel sunscreen
ekstrak etil asetat isoflavon tempe dapat ditemukan dalam countour plot
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel
eksperimen ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu mencari
formula optimum emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon yang
memberikan sifat fisis dan stabilitas yang baik dan memenuhi syarat.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel Bebas
Komposisi carbopol940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai Fase
minyak.
b. Variabel Tergantung
Sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen (daya sebar,
viskositas, pergeseran viskositas, ukuran droplet)
c. Variabel Terkendali
Wadah yang digunakan, intensitas cahaya selama penyimpanan.
d. Variabel Tak Terkendali
2. Definisi Operasional
a. Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik berupa
tipe M/A maupun berupa tipe A/M dan gelling agent sebagai pembentuk gel
dengan konsentrasi tertentu. Gel memberikan kelembapan yang bersifat
mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi
mempunyai kelebihan berupa kemampuan penetrasi yang tinggi pada kulit dan
berfungsi sebagai emolien (Magdy, 2004).
b. Gelling agent adalah komponen yang akan membentuk sediaan gel dimana
merupakan faktor yang akan dioptimasi yang sangat berpengaruh terhadap
bentuk sediaan dan stabilitas gel, dalam hal ini adalah Carbopol 940.
c. Countour plot superimposed adalah penggabungan garis–garis pada daerah
optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan ukuran droplet.
d. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk
mengetahui efek yang lebih dominan dalam menentukan masing–masing sifat
fisis gel dan mencari area komposisi optimum gelling agent dan fase minyak
berdasarkan countour plot superimposed sifat fisis emulgel sebagai formula
optimum sunscreen emulgel ekstrak etil asetat isoflavon tempe pada level yang
diteliti.
e. Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir;
makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin,1993).
f. Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan kemampuan
g. Sunscreen merupakan sediaan yang mengandung senyawa kimia yang mampu
menyerap atau memantulkan radiasi sinar UV sehingga melemahkan energi
UV sebelum berpenetrasi ke kulit.
C. Bahan Penelitian
Tempe bungkus daun pisang (diperoleh dari pasar STAN, Paingan,
Sleman), Metanol teknis (Bratachem), Petroleum eter teknis (Bratachem), Ethyl
asetat teknis (Bratachem), MgSO4 teknis, plat silica GF254, Carbopol 940, VCO,
tween 80, span 80, Propilenglikol, Triethanolamin (Bratachem), Methyl paraben,
propyl paraben, BHT, aquadest.
D. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares
(PYREX-GERMANY), Vaccum rotary evaporator (Janke-Kulken), seperangkat
spectrophotometer UV/Vis (optima), neraca elektrik , mixer ( Philips type HR
1500/1973 ), viskosimeter seri VT 03 (RION-JAPAN), alat pengukur daya sebar
(modifikasi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat, USD,
Yogyakarta), mikroskop BM-180 Boeco Germany dan kamera moticam 1000
E.Tata Cara Penelitian
Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe
Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
Penentuan nilai SPF secara in vitro
Formulasi Sediaan Emulgel Sunscreen Isoflavon dari Tempe
Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel
1. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe
Tempe dihaluskan dan ditimbang sebanyak 600 gram kemudian
ditambah 400 mL aquadest. Kemudian diblender selama 3x5 menit lalu
ditambah 1.200 mL metanol teknis, dimaserasi selama 12 jam pada
kecepatan 120 rpm. Setelah dimaserasi 12 jam kemudian disaring. Ekstrak
yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu
600C sampai diperoleh ekstrak kental ±100 mL (Ariani, 2003).
Ekstrak kental diekstraksi dengan penggojogan selama satu menit,
menggunakan pelarut 5x150 mL petroleum eter kemudian diekstraksi lagi
dengan 5x150 mL etil asetat. Fase etil asetat di bagian atas diambil dan
dibebaskan dari air dengan MgSO4 anhidrat sebanyak ±15 gram lalu
asetat dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 400C sampai diperoleh
isolat isoflavon (Ariani, 2003).
2. Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
Isolat yang telah didapatkan diidentifikasi menggunakan KLT
dengan fase gerak kloroform : metanol (3:1) dan fase diam silica gel 254.
Sebelum ditotolkan, isolat ditambahkan dengan sedikit metanol. Setelah
dielusi, bercak diuapkan dengan uap amonia selama 10 menit kemudian
diamati di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya bercak yang dihasilkan
diidentifikasi berdasarkan nilai Rf (Ariani, 2003).
3. Penentuan nilai SPF secara in vitro
a. Pembuatan larutan isoflavon 500 mg%
Ekstrak etil asetat isoflavon ditimbang sebanyak 500 mg kemudian
dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 100 ml kemudian
diencerkan hingga tanda. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali.
b. Scanning serapan pada range panjang gelombang UV (200 nm–400 nm)
Ekstrak etil asetat isoflavon diukur serapannya pada range λ
200-400 nm. Dari range tersebut diamati λ yang memberikan serapan.
c. Penentuan nilai SPF
Absorbansi (A) masing–masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada
scanning serapan). AUC (luas daerah di bawah kurva) antara dua
panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus :
Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan.
A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan.
Λp = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang berurutan.
Λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang berurutan.
Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung
dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor
(SPF) dapat dihitung dengan rumus :
Λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050.
Λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm).
(Petro,1981)
4. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe Pemilihan eksipien dan optimasi formula
Tabel II. Formula desain faktorial
formula Larutan carbopol 3%b/v (g) VCO (g)
F(1) = carbopol 940 level rendah, VCO level rendah F(a) = carbopol 940 level tinggi, VCO level rendah F(b) = carbopol 940 level rendah, VCO level tinggi F(ab) = carbopol 940 level tinggi, VCO level tinggi
Digunakan formula standar berdasarkan penelitian oleh Magdy (2004).
Tabel III. Formula standar dan Formula hasil modifikasi Formula standar Formula baru setelah dimodifikasi Chlorphenesin Carbopol 934 Liquid paraffin Tween 20 Span 20 Propylene glycol Ethanol Metyl paraben Propyl paraben Purified water to
0,5g 1g 5g 1g 1,5g 5g 2,5g 0,03g 0,01g 100g
Ekstrak etil asetat isoflavon Larutan carbopol 3% b/v VCO Tween 80 Span 80 Propilen Glikol Metyl Paraben Propyl Paraben TEA BHT Aquadest ad 500mg % 50-68g 10-20g 2g 3g 10g 0,06g 0,02g 2,8g 0,2g 200g
Pembuatan emulgel meliputi 3 tahap yaitu :
4. Pembuatan emulsi
Fase minyak dibuat dengan mencampur span 80 dan VCO pada
suhu 70-800C, lalu diaduk sampai homogen. Fase air dibuat dengan
mencampur tween 80, ekstrak isoflavon dan air pada suhu 70-800C, lalu
diaduk sampai homogen. Tujuan pemanasan disini adalah untuk
memudahkan proses emulsifikasi serta memudahkan pencampuran emulsi
dengan gelling agent. Selanjutnya metil paraben dan propil paraben yang
telah dilarutkan dalam propilenglikol dicampurkan dengan fase air. Fase
2. Pembuatan Larutan carbopol 3%b/v
Carbopol 940 sebanyak 9 gram didispersikan sedikit demi sedikit
dalam 300 ml aquadest dan didiamkan selama 24 jam hingga terbasahi.
(Dispersi carbopol untuk 4 formula).
3. Pembuatan emulgel
Emulsi dicampurkan dengan Carbopol 940 yang sudah
didispersikan sampai terbentuk emulgel. Dihomogenkan dengan mixer
dengan kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm dengan waktu 20 menit.
5. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan emulgel a. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan 2 hari dan 30 hari setelah pembuatan
dengan cara : emulgel ditimbang seberat 1 gram dan diletakkan ditengah kaca
bulat berskala. Di atas emulgel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat
dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit, dicatat diameter
penyebarannya (Garg et al.,2002).
b. Uji Viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri VT
04 dengan cara : emulgel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada
jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu 2 hari setelah
pembuatan dan setelah emulgel disimpan selama 1 bulan ( Melani dkk.,2005)
c. Pengamatan mikromeritik
Oleskan sejumlah emulgel pada gelas objek kemudian letakkan meja
benda pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada emulgel.
Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan objek yang akan diamati
kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap
droplet sejumlah 500 droplet (Martin et al., 1993). Dalam penelitian ini
pengamatan mikromeritik dilakukan dengan mengambil beberapa foto
preparat emulgel dan tampak adanya droplet–droplet yang akan ditentukan
diameternya. Selanjutnya pengukuran diameter droplet dilakukan dengan
menggunakan software motic image plus 2.0 dengan kalibrasi menggunakan
objective micromeritic skala 0,01 mm perbesaran 40 kali hingga didapatkan
µm diameter dari 500 droplet yang akan diukur.
6. Analisis Hasil
Data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang didapat
dianalisis dengan perhitungan efek menurut desain faktorial untuk
mengetahui efek yang paling dominan dalam menentukan sifat fisis dan
stabilitas emulgel (Bolton,1990).
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode desain
dan VCO terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen
isoflavon dari tempe. Dari persamaan desain faktorial dibuat countour plot
setiap sifat fisis sediaan dan kemudian digabungkan dalam countour plot
superimposed. Dilakukan berdasarkan rumus :Y=b0+b1X1+b2X2+b12X1X2.
Dengan Y adalah respon hasil atau sifat yang diamati ; X1, X2 adalah level
bagian A , level bagian B ; b0, b1, b2, b1 adalah koefisien, dapat dihitung dari
hasil percobaan ; b0 adalah rata-rata hasil semua percobaan (Bolton,1990).
Untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam
mempengaruhi respon maka dilakukan analisis dengan Yate’s Treatment.
Berdasarkan analisis tersebut maka dapat ditentukan ada atau tidaknya
hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon yang dilihat dari
harga F hitung dan F tabel (Bolton,1990).
Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif
(H1) menyatakan adanya hubungan antara faktor dengan respon, sedangkan
H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara
faktor dengan respon. H1 diterima dan H0 ditolak apabila harga F hitung lebih
besar daripada harga F tabel, yang berarti bahwa faktor berpengaruh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe
Tempe yang digunakan dalam penelitian ini, adalah tempe berbentuk
balok yang dibungkus dengan daun pisang, diperoleh dari satu produsen yang
sama pada bulan September, di pasar STAN saat pagi hari. Tempe sebanyak 600 g
dihaluskan menggunakan mortir dan stamper, kemudian dihaluskan lagi dengan
menggunakan blender dan ditambah aquadest. Proses penghalusan bertujuan
untuk memperkecil ukuran partikel sehingga akan memperluas area kontak
dengan cairan penyari sehingga proses penyarian lebih maksimal.
Isoflavon diisolasi dengan menggunakan metanol teknis dan diekstraksi
dengan cara maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan dalam
cairan penyari dan menggojognya secara kontinyu dalam waktu 12 jam dan
dengan kecepatan 120 rpm sehingga cairan penyari akan dapat menembus dinding
sel tempe dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif di dalamnya
sehingga zat aktif dapat keluar dan terbawa oleh cairan penyari yang digunakan.
Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk membuang ampas tempe yang tidak
dibutuhkan.
Hasil penyaringan dari tahap maserasi dipekatan dengan rotary
evaporator. Untuk setiap 300 ml larutan dievaporasi selama kurang lebih 45-60
menit pada suhu 600C. Hal ini bertujuan untuk menguapkan metanol dan air
sehingga didapatkan ekstrak kental yang mengandung isoflavon. Setelah
dengan ekstraksi menggunakan pelarut petroleum eter. Petroleum eter berfungsi
untuk menyingkirkan komponen-komponen non-flavonoid, misalnya lemak, yang
pada ekstraksi ini berada di lapisan atas yang selanjutnya dibuang. Tahapan
ekstraksi petroleum eter ini juga merupakan tahapan yang penting untuk
mengoptimalkan kelarutan ekstrak flavonoid di dalam metanol (Mabry, 1970).
Ekstrak isoflavon yang telah dipisahkan dari senyawa lain kemudian
diekstraksi dengan pelarut etil asetat. Menurut Tensiska, 2007 hasil dari ekstraksi
isoflavon menggunakan etil asetat memiliki jumlah rendemen isoflavon paling
banyak yaitu sebesar 19,03% dibandingkan etanol yang menghasilkan 4,31%
rendemen dan heksan yang menghasilkan rendemen sebesar 3,27%.
Sisa air yang mungkin masih ada dihilangkan dengan MgSO4 anhidrat yang
ditambahkan ke dalam ekstrak etil asetat. Etil asetat kemudian diuapkan
menggunakan rotary evaporator selama kurang lebih 45-60 menit pada suhu 400C
sehingga didapatkan ekstrak akhir berupa ekstrak kental isoflavon yang berwarna
kuning jernih, dengan volume akhir kurang lebih 10% dari volume awal.
B.Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
Setelah diperoleh isolat, maka perlu dilakukan uji untuk memastikan
isolat yang diperoleh benar-benar merupakan isoflavon atau bukan. Metode
pengujian yang dipilih adalah metode kromatografi lapis tipis (KLT). Isolat dari
hasil isolasi ditotolkan pada fase diam silica gel GF 254. Setelah dielusikan dalam
fase gerak kloroform : metanol = 3 : 1 lalu direaksikan dengan uap amonia selama
(Ariani, 2002). Uap amonia merupakan reagen standar untuk identifikasi bercak
pada senyawa flavonoid.
Metode pengekstraksian yang dilakukan oleh Ariani,2002 telah terbukti
dapat mengisolasi isoflavon. Dan pada penelitian ini metode yang digunakan
untuk mengisolasi isoflavon didasarkan pada penelitian tersebut, dengan hasil
kromatogram sebagai berikut :
Sistem KLT :
Fase gerak = kloroform : metanol (3:1) Fase diam = silika GF254
Detektor = UV 254nm
Gambar 3. Hasil Kromatogram ekstrak etil asetat isoflavon
C. Penentuan nilai SPF secara in vitro
Dilakukan Scanning serapan pada range panjang gelombang UV
(200nm–400nm), tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat
isoflavon memberikan serapan pada panjang gelombang tersebut, dimana panjang
Gambar 4. Hasil survey scan ekstrak etil asetat isoflavon tempe
Hasil scanning menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat isoflavon
memberikan serapan pada panjang gelombang yang ditentukan. Dan memiliki
puncak spektra pada panjang gelombang UV C, seperti pada umumnya zat aktif
dari alam yang biasa digunakan sebagai sunscreen. Sehingga dari data ini dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat isoflavon berpotensi untuk digunakan
sebagai bahan aktif sediaan sunscreen yang memiliki nilai SPF pada daerah UV
A, UV B, dan UV C.
Selanjutnya dilakukan penentuan nilai SPF untuk mengetahui seberapa
besar aktivitas SPF dari ekstrak etil asetat isoflavon dengan menggunakan metode
spektrofotometri. Rata-rata nilai SPF yang didapat adalah 18,7524, tergolong
sunscreen perlindungan sedang (FDA, 1999).
D. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe
Zat aktif yang digunakan untuk sediaan emulgel sunscreen ini ini berasal
Digunakan tempe bukan kedelai karena tempe merupakan kedelai yang telah
terfermentasi sehingga terbentuk faktor-2 yang dari strukturnya memiliki
auksokrom lebih banyak dibandingkan dengan genistein dan daidzein. Jumlah
auksokrom yang lebih banyak akan meningkatkan kemampuan senyawa tersebut
dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV.
Sementara untuk eksipiennya antara lain Carbopol 940 yang berfungsi
sebagai gelling agent. Dipilih Carbopol 940 sebagai gelling agent karena
Carbopol 940 memberikan viskositas dan kejernihan yang baik. Carbopol 940
memberikan viskositas yang tinggi dibanding jenis carbopol yang lain (Anonim,
2002). TEA digunakan untuk meningkatkan pH pada dispersi carbopol, karena
carbopol akan berfungsi maksimal sebagai gelling agent dan viskositasnya stabil
pada pH 6-10 (Voigt, 2004). VCO digunakan sebagai fase minyak sekaligus
sebagai emolien (Magdy, 2004). Dua faktor inilah yang dioptimasi untuk melihat
pengaruhnya pada sifat fisis sediaan emulgel dan untuk mengetahui komposisi
optimum dari keduanya sehingga didapatkan formula optimum yang memiliki
sifat fisis dan stabilitas yang baik.
Tween 80 dan Span 80 berfungsi sebagai emulgator yang akan
menentukan sistem emulgel yang dibuat. Bahan tambahan lainnya yang cukup
penting adalah metil paraben dan propil paraben, yang digunakan sebagai
pengawet sehingga sediaan emulgel akan tahan selama penyimpanan. Untuk
meminimalkan resiko ketengikan dari VCO maka digunakan BHT yang berfungsi
sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi VCO. Propilen glikol digunakan
Air dipilih sebagai pelarut karena air merupakan pelarut universal, yang
aman, tidak mengiritasi, serta sesuai untuk pembasahan carbopol.
E. Pembuatan emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon
Setelah bahan-bahan disiapkan, maka dibuat fase minyak dan fase air
terlebih dahulu. Fase minyak dibuat dengan mencampur span 80 dan VCO pada
suhu 70-800C, lalu diaduk sampai homogen. Fase air dibuat dengan mencampur
tween 80, ekstrak isoflavone dan air pada suhu 70-800C, lalu diaduk sampai
homogen. Selanjutnya menambahkan metil paraben dan propil paraben yang
telah dilarutkan dalam propilenglikol ke dalam fase air. Penyamaan suhu ini agar
memudahkan proses emulsifikasi dan pencampuran emulsi dengan gelling agent.
Untuk membuat emulsi yang baik, salah satunya adalah dengan memberikan
energi, energi disini berupa suhu yang tinggi (70-800C). Suhu yang tinggi ini juga
akan memudahkan dalam pencampuran emulsi dengan dispersi Carbopol. Emulsi
dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air sambil terus diaduk
dengan menggunakan pengaduk sampai terbentuk emulsi yang homogen.
Semua bahan yang digunakan dalam formulasi ini tahan terhadap panas
sehingga dalam pembuatan emulsi tahap pemanasan tidak menjadi masalah.
Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients, edisi ke-5 Carbomer
terdekomposisi pada pemanasan suhu 2600C selama 30 menit. Menurut MSDS
Virgin Coconut Oil, VCO akan rusak pada pemanasan di atas suhu 1800C.
Sehingga pemanasan yang dilakukan pada suhu yang digunakan pada penelitian
Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dengan Carbopol 940
yang sudah didispersikan selama 24 jam kemudian dihomogenkan dengan mixer
dengan kecepatan 600 rpm dengan waktu 20 menit.
F. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan emulgel a. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar
daya sebar sediaan yang dibuat untuk dapat diaplikasikan di kulit. Daya sebar
merupakan karakteristik penting dalam formulasi yang menjamin kemudahan saat
sediaan diaplikasikan di kulit, pengeluaran dari wadah, serta yang paling penting
mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al.,2002). Nilai daya sebar yang
dihasilkan bergantung pada nilai viskositasnya. Semakin rendah nilai viskositas
suatu formula, maka daya sebar formula semakin tinggi.
Tabel IV. Data Sifat Fisis Uji Daya Sebar
Formula Replikasi
1 a b ab
1 4,2 3,8 4 3,9
2 3,9 4 4,4 3,75
3 4,4 3,8 4,4 4,1
Rata-rata 4.13 3,87 4,27 3,92
SD 0,1699 0,0943 0,2309 0,1699
Hasil pengukuran daya sebar emulgel pada tabel menunjukan bahwa
emulgel sunscreen formula a mengandung komposisi Carbopol level tinggi dan
VCO level rendah mempunyai daya sebar paling rendah,dan emulgel formula b
dengan komposisi Carbopol level rendah dan VCO level tinggi mempunyai daya
sebar paling tinggi. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa VCO
Dari data pada tabel IV di atas juga menunjukkan simpangan deviasi (SD) di
bawah 10% dari nilai respon sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga replikasi
memberikan reprodusibilitas yang baik.
b. Uji Viskositas
Respon viskositas dapat menggambarkan stabilitas suatu sediaan emulsi,
termasuk sediaan emulgel. Viskositas yang tinggi akan memberikan stabilitas
sistem emulgel karena akan meminimalkan pergerakan droplet sehingga
mencegah terjadinya coalescence dan perubahan ukuran droplet ke ukuran yang
lebih besar dapat diatasi. Suatu sediaan yang memiliki viskositas yang baik maka
akan memiliki stabilitas secara fisis maupun zat aktif yang terkandung di
dalamnya. Pengujian viskositas dilakukan pada hari ke-2 atau 48 jam
penyimpanan, karena menurut Garg et al.,2002 pada hari ke-2 komponen
penyusun dalam sistem emulsi telah tersusun dengan baik serta agar pengukuran
viskositas tidak dipengaruhi oleh proses pembuatan emulgel karena sifat
pseudoplastic gel sehingga konsistensi emulgel lebih stabil dibandingkan dengan
pengukuran viskositas langsung setelah pembuatan.
Tabel V. Data Sifat Fisis Uji Viskositas
Formula Replikasi
1 a b ab
1 205 235 190 225
2 200 235 195 225
3 200 235 190 220
Rata-rata 201,67 235 191,67 216,67
Hasil pengukuran viskositas emulgel pada tabel Vmenunjukkan emulgel
sunscreen formula a memiliki viskositas paling tinggi dengan komposisi Carbopol
level tinggi dan VCO level rendah, dan emulgel formula b mempunyai viskositas
paling rendah dengan komposisi Carbopol level rendah dan VCO level tinggi.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Carbopol memberikan efek peningkatan
viskositas dan VCO menurunkan viskositas. Dari data pada tabel V di atas juga
menunjukkan simpangan deviasi (SD) di bawah 10% dari nilai respon sehingga
dapat disimpulkan bahwa ketiga replikasi memberikan reprodusibilitas yang baik.
c. Pergeseran Viskositas
Pengukuran stabilitas emulgel dilakukan setelah penyimpanan selama
satu bulan, untuk mengetahui perubahan viskositas selama satu bulan
penyimpanan. Sediaan emulgel dikatakan stabil bila pergeseran viskositas awal
setelah pembuatan dan setelah penyimpanan selama 1 bulan tidak signifikan.
Tidak ada acuan pustaka mengenai ketentuan maksimal pergeseran viskositas
yang diterima, maka dalam penelitian ini dipilih nilai di bawah 10% dari nilai
respon karena perubahan pergeseran pada nilai tersebut tidak menjadi masalah
mengingat viskositas sediaan berada pada range 190-250 d.Pa.s sehingga masih
rasional dan memiliki sifat fisis yang baik
Tabel VI. Data Sifat Fisis Uji Pergeseran Viskositas
Formula Replikasi
1 a b ab
1 6,61% 6,38% 4,35% 10,77%
2 9,09% 4,25% 6,95% 13,07%
3 9,09% 6,38% 4,35% 13,07%
Rata-rata 8,26% 5,67% 5,22% 12,30%
d. Pengujian Tipe Emulsi dalam Sediaan Emulgel Sunscreen
Tipe emulsi diuji dengan menggunakan metode warna menggunakan biru
metilen. Dari hasil pengamatan baik hari ke-2 maupun hari ke-30 menunjukkan
bahwa tipe emulsi tidak berubah dari 2 hari setelah dibuat dibuat sampai 30 hari
penyimpanan, yakni merupakan tipe M/A, hal ini ditunjukkan dengan fase kontiyu
yang berwarna biru yang menunjukkan sistem gel dan fase dispersi tidak berwarna
yang menunjukkan fase lipofilik dari emulsi. Biru metilen merupakan pewarna
yang larut air. Penambahan biru metilen pada preparat emulgel sunscreen tipe
M/A menyebabkan fase air (medium dispersi) berwarna biru dan fase minyak
(fase terdispersi) tidak berwarna.
Preparat+biru metilen
Gambar 5. Hasil pengujian mikroskopik tipe emulgel (perbesaran 40x)
e. Karakteristik Ukuran Tetesan Droplet dengan Metode Mikroskopik
Karakteristik secara kualitatif gambaran droplet masing-masing formula
selama 2 hari penyimpanan dan 1 bulan penyimpanan adalah sebagai berikut:
F1 Fa
Fb Fab
Formula 1 (perbesaran 4x10)
Gambar 6. Karakteristik ukuran droplet formula 1 hari ke-2 hingga hari ke-30 Formula a (perbesaran 4x10)
Gambar 7. Karakteristik ukuran droplet formula a hari ke-2 hingga hari ke-30 Formula b (perbesaran 4x10)
Gambar 8. Karakteristik ukuran droplet formula b hari ke-2 hingga hari ke-30 Formula ab(perbesaran 4x10)
Gambar 9. Karakteristik ukuran droplet formula ab hari ke-2 hingga hari ke-30
Droplet emulsi
Karakteristik ukuran droplet dilihat menggunakan software Motic image
plus 2.0 dengan perbesaran 4x10. Digunakan skala objektif mikrometer 0,01
mm untuk kalibrasinya.
Selanjutnya dilakukan penghitungan statistik distribusi ukuran droplet
untuk melihat parameter nilai percentile 90. Percentile 90 merupakan suatu
parameter nilai yang menunjukkan sejumlah 90% partikel mempunyai ukuran
droplet kurang dari nilai yang tertera. Dari penghitungan ini selanjutnya di uji
secara statistik untuk melihat kestabilan sediaan ditinjau dari karakteristik ukuran
droplet, dilihat apakah terjadi perubahan signifikan ukuran droplet ke arah yang
lebih besar atau tidak. Idealnya sediaan emulgel dikatakan stabil apabila tidak
terjadi perubahan ukuran droplet secara signifikan ke arah yang lebih besar.
Tabel VII. Hasil Analisis Statistik Distribusi Ukuran Droplet
F1 Hari2 Fa Hari2 Fb Hari2 Fab Hari2 Rep 1 = 5,576
Rep 2 = 5,175 Rep 3 = 5,393
Rep 1 = 5,100 Rep 2 = 5,500 Rep 3 = 5,500
Rep 1 = 5,488 Rep 2 = 5,654 Rep 3 = 5,308
Rep 1 = 6,083 Rep 2 = 5,500 Rep 3 = 5,723 F1 Hari 30 Fa Hari 30 Fb Hari 30 Fab Hari 30 Percentile 90
Rep 1 = 5,555 Rep 2 = 5,487 Rep 3 = 5,408
Rep 1 = 5,100 Rep 2 = 5,460 Rep 3 = 5,950
Rep 1 = 5,682 Rep 2 = 5,442 Rep 3 = 5,562
Rep 1 = 5,957 Rep 2 = 6,393 Rep 3 = 6,125
Tabel VIII. Hasil analisis statistik paired sample T test
Formula 1 Formula a Formula b Formula ab
Sig. 0,436 0, 476 0,645 0,316
Hasil uji statistik yang ditunjukkan dalam tabel VII dan VIII di atas
menunjukkan nilai percentile 90 setiap formula untuk hari ke-2 dan hari ke-30
tidak berbeda signifikan, hal ini dilihat dari nilai signifikansi untuk tiap formula
>0.05, sehingga dari hasil tersebut menunjukkan 90% droplet dari tiap formula
hari penyimpanan. Dari data tersebut, semua sediaan emulgel dapat dikatakan
stabil ditinjau dari karakteristik ukuran droplet.
G.Efek Carbopol 940, VCO, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas Emulgel
Tabel IX. Efek faktor dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas Emulgel Efek Daya Sebar Viskositas Pergeseran Viskositas Carbopol 940 ׀-0,305׀ 29,165 2,245
VCO 0,095 ׀-14,165׀ 3,59
Interaksi ׀-0,045׀ ׀-4,165׀ 9,67
Dari hasil pada tabel IX di atas menunjukkan bahwa Carbopol 940
memiliki efek menurunkan daya sebar, meningkatkan viskositas, dan
meningkatkan pergeseran viskositas. VCO memiliki efek menaikkan daya sebar,
menurunkan viskositas, serta menaikkan pergeseran viskositas. Interaksi antara
Carbopol 940 dengan VCO memiliki efek menurunkan daya sebar, menurunkan
viskositas, serta menaikkan pergeseran viskositas. Dari ketiga efek tersebut, yang
diperkirakan dominan menentukan respon daya sebar adalah Carbopol 940, yang
diperkirakan dominan menentukan respon viskositas adalah Carbopol 940 dan
yang diperkirakan dominan menentukan respon pergeseran viskositas adalah
interaksi antara Carbopol 940 dengan VCO.
Selanjutnya dilakukan penghitungan secara statistik menggunakan
analisis yate’s treatment untuk melihat signifikansi efek yang diberikan faktor
yang diteliti terhadap respon yang diinginkan. Hasil dari penghitungan yate’s
1. Daya sebar
Tabel X. Hasil Analisis statistik yate’s treatment Daya Sebar Source of variation Degrees of
freedom Sum of Squares
Mean
Squares F
Replicates 2 0,0904 0,0452
Treatment 3 0,3356 0,1119
A 1 0,3169 0,3169 10,9654
B 1 0,0169 0,0169 0,59
Ab 1 0,0018 0,0018 0,0623
Experimental error 8 0,2313 0,0289
Total 11 0,6573
Nilai F tabel (1,8) dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 5,32
Dari hasil pada tabel X di atas hanya efek Carbopol yang nilai F
hitungnya lebih besar dari F tabel. Sehingga dapat disimpulkan perkiraan efek
Carbopol 940 yang paling dominan menentukan respon daya sebar dibandingkan
dengan VCO dan interaksi antara carbopol 940 dan VCO terbukti karena F hitung
Carbopol 940 signifikan secara statistik.
Grafik pada gambar 10 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah
carbopol 940 yang digunakan baik pada level rendah dan level tinggi VCO akan
berpengaruh dalam menurunkan respon daya sebar.
Gambar 11. Grafik pengaruh VCO terhadap respon Daya sebar
Grafik pada gambar 11 di atas menunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah VCO yang digunakan baik pada level rendah dan level tinggi carbopol 940
akan berpengaruh dalam meningkatkan respon daya sebar.
2. Viskositas
Tabel XI. Hasil Analisis Statistik yate’s treatment Viskositas Source of variation Degrees of
freedom Sum of Squares
Mean
Squares F
Replicates 2 16,67 8,335
Treatment 3 3522,92 1174,31
a 1 3168,75 3168,75 759,89
b 1 352,09 352,09 84,43
ab 1 2,08 2,08 0,50
Experimental error 8 33,33 4,17
Total 11 3572,92
Dari hasil pada tabel XI di atas hanya efek Carbopol 940 dan VCO saja
yang nilai F hitungnya lebih dari F tabel. Sehingga dapat disimpulkan perkiraan
efek Carbopol 940 yang paling dominan dalam menentukan respon viskositas
dibandingkan VCO maupun interaksi antara