• Tidak ada hasil yang ditemukan

NIKAH SIRRI DENGAN WALI KAKAK TIRI MENURUT PERSPEKTIF TOKOH AGAMA DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Grogol, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NIKAH SIRRI DENGAN WALI KAKAK TIRI MENURUT PERSPEKTIF TOKOH AGAMA DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Grogol, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga) - Test Repository"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

NIKAH SIRRI DENGAN WALI KAKAK TIRI MENURUT

PERSPEKTIF TOKOH AGAMA DAN TINJAUAN

HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Desa Grogol, Kelurahan Dukuh, Kecamatan

Sidomukti, Kota Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh:

YUNI SETIYANINGSIH

211.12.027

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI‟AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

ABSTRAK

Setiyaningsih, Yuni. 2017. Nikah Sirri Dengan Wali Kakak Tiri Menurut

Perspektif Tokoh Agama dan Tinjauan Hukum Islam (Studi Kasus Desa Grogol, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga) Tahun 2017. Skripsi. Fakultas

Syari‟ah. Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah. Institut

Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra.Siti Zumrotun, M.Ag.

Kata Kunci : Pernikahan sirri, wali, Hukum Islam.

Pernikahan adalah sunatullah yang merupakan salah satu perintah Allah kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya, sebab dengan adanya pernikahan akan menghindarkan dari perbuatan zina. Dalam pernikahan menurut agama Islam ada beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi, diantara rukun pernikahan itu diantaranya adalah wali nikah. Pernikahan tanpa adanya wali nikah maka nikahnya tidak sah. Hal ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam yang

mebahas mengenai wali dalam pasal 19 yang berbunyi: “ wali nikah dalam

perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita

yang bertindak untuk minikahkannya”. Kasus yang terjadi di Desa Grogol ada

beberapa warg yang melakukan praktek nikah sirri dengan wali kakak tiri, dimana dalam hal tersebut diatas wali kakak tiri bukan termasuk kedalam wali nasab. Dari kasus tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengapa praktek nikah sirri bisa terjadi di Desa Grogol, bagaimana persepsi masyarakat dan tokoh agama mengenai nikah sirri dengan wali kakak tiri, bagaimana tinjauan hukum Islam tentang wali nikah kakak tiri.

Jenis penelitian yang di gunakan peneliti adalah penelitian kualitatif, prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau pelaku yang di amati. Peneliti juga menggunakan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan segala aspek yang berhubungan dengan kasus yang akan di teliti, dalam penelitian ini kasusnya adalah nikah sirri dengan wali kakak tiri.

(12)

DAFTAR ISI

(13)

C. DASAR HUKUM

1. Al Qur‟an ... 22

2. Hadits ... 24

D. KEDUDUKAN WALI DALAM PERNIKAHAN ... 26

E. SYARAT-SYARAT WALI NIKAH ... 31

F. MACAM-MACAM WALI ... 32

G. ORANG YANG BRHAK MENJADI WALI NIKAH ... 35

H. URUTAN HAK PERWALIAN ... 37

I. KONSEKUENSI HUKUM DI INDONESIA TERHADAP TIDAK TERPENUHINYA WALI DALAM PERNIKAHAN ... 39

BAB III PRAKTEK NIKAH SIRRI DENGAN WALI KAKAK TIRI DAN PERSEPSI TOKOH AGAMA DI DESA GROGOL A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DI DESA GROGOL KELURAHAN DUKUH 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

2. Hasil Wawancara Pelaku Pernikahan Sirri di Desa Grogol ... 49

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nikah Sirri ... 54

4. Alasan Wali Nikah Kakak Tiri ... 56

5. Alasan Ustadz... 58

6. Persepsi Masyarakat dan Tokoh Agama tentang Pernikahan Sirri ... 60

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERSPKTIF TOKOH AGAMA DESA GROGOL TERHADAP KASUS NIKAH SIRRI TERHADAP WALI NIKAH KAKAK TIRI A. WALI NIKAH KAKAK TIRI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ... 66

B. ANALISIS PENDAPAT TOKOH AGAMA TERHADAP PRAKTEK NIKAH SIRRI DENGAN KAKAK TIRI ... 71

(14)

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DATAR PUSTAKA... 78

(15)

DAFTAR TABEL

1. Tabel I fasilitas pendidikan di Desa Grogol

2. Tabel II daftar mata pencaharian masyarakat Desa Grogol

3. Tabel III jumlah penduduk berdasarkan agama

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar riwayat hidup

2. Surat penunjukan pembimbing skripsi

3. Surat ijin penelitian

4. Surat rekomendasi penelitian dari KESBANGPOL

5. Daftar nilai SKK

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah sunatullah yang merupakan salah satu perintah

Allah kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya, sebab dengan

adanya perkawinan akan menghindarkan dari perbuatan zina. (Ali,2006:7).

Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya interaksi satu

dengan yang lainnya yang terkumpul dalam suatu hubungan sosial atau

masyarakat yang dimaksud disini adalah keluarga. Keberadaan keluarga

sebagai inti dari masyarakat terbentuk dan diawali dengan adanya sebuah

perkawinan atau pernikahan. Perkawinan merupakan muara atas rasa

saling kasih dan mencintai antara lelaki dan perempuan yang diciptakan

oleh Tuhannya. Sudah menjadi qadrat dan iradah Allah manusia

diciptakan saling berjodoh-jodoh dan diciptakan oleh Allah mempunyai

keinginan untuk berhubungan antara lelaki dan perempuan.

(Ghazaly,2003:27).

Tidak hanya itu, perkawinan merupakan salah satu perintah dalam

agama, dimana sebagai umat Islam yang memiliki Al-qur‟an dan Al-

hadist sebagai pedoman yang harus diikuti aturannya. Selain itu,

perkawinan bertujuan untuk mendapatkan ketenangan dan ketentraman,

memenuhi kebutuhan biologis, dan berlatih bertanggung jawab. Hal ini

(18)

mendapatkan kehidupan rumah tangga yang tenang dan tentram, berikut

firman Allah dalam Surat Ar-ruum ayat 21 yang berbunyi:



“ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-NYA ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-NYA diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda kaum yang berfikir” .( Q S.

Al-Ruum:21 ).

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan telah menyebutkan bahwa” Perkawinan ialah ikatan lahir batin

antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain itu juga dalam referensi yang berbeda,

dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan tujuan pernikahan

bahwa „perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga

yang sakinah, mawadah, dan rahmah‟. Sehingga Allah Swt memberikan

aturan berupa hak dan kewajiban dalam rumah tangga.

Tujuan pernikahan dapat tercapai dengan baik apabila suami dan

istri mau menjalankan kewajibannya, dan memperhatikan tanggung

(19)

Sehingga dapat tercapai atau sempurnanya kebahagiaan dalam rumah

tangga. Kewajiban suami merupakan hak istri dan sebaliknya, kewajiban

istri merupakan hak suami. (Amir, 2006:159)

Untuk mencapai tujuan perkawinan syarat sah perkawinan harus

diperhatikan baik menurut agama maupun hukum yang berlaku di daerah

atau negara tersebut. Syarat perkawinan merupakan dasar dari sah nya

perkawinan. Dalam fiqh sunnahnya, Sayyid Sabiq menyebutkan ada dua

syarat sahnya perkawinan, pertama perempuannya halal dikawini oleh

laki-laki yang ingin menjadikannya istri. Kedua, akad nikahnya dihadiri

para saksi. (Sabiq, 1990:12).

Dalam pernikahan menurut agama islam ada beberapa syarat dan

rukun yang harus dipenuhi, diantara rukun perkawinan itu salah satunya

adalah wali nikah. Wali nikah yaitu orang yang menikahkan seorang

wanita dengan seorang pria. Wali nikah dalam perkawinan merupakan

rukun yang yang harus dipenuhi oleh calon mempelai wanita yang

bertindak untuk menikahkannya. Pernikahan tanpa adanya wali nikah

maka pernikahaanya tidak sah. (Zainudin, 2012:54).

Hal ini sesuai dengan KHI pasal 19 yang membahas tentang wali

nikah yang berbunyi:

“wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus

dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk

(20)

Wali yang menjadi rukun nikah adalah wali nasab, yaitu wali yang

mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita. Dalam

keadaan tertentu wali nasab boleh digantikan oleh wali hakim, yaitu

petugas pencatat nikah jika wali nasab tersebut tidak mau ditemukan.

Demikian pula, jika wali nasab tidak mau atau tidak bersedia menikahkan

calon mempelai wanita, maka wali hakimlah yang bertindak untuk

menikahkannya.(Saleh,2008:300)

Status wali nikah dalam hukum perkawinan merupakan rukun yang

menentukan sahnya akad nikah. Seseorang yang menjadi wali nikah harus

memenuhi syarat wali nikah, yaitu laki-laki, dewasa (baligh), mempunyai

hak perwalian dan tidak terdapat halangan perwalian. Seperti yang ada

dalam KHI pasal 20 ayat 1 “yang bertindak sebagai wali nikah ialah

seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni muslim, akil

dan baligh.

Adapun yang berhak menjadi wali nikah menurut pandangan islam

adalah ayah dari mempelai perempuan, dan apabila dalam keadaan tertentu

wali mempelai perempuan tidak bisa menjadi wali nikah karena meninggal

atau berada ditempat yang jauh atau bahkan ghaib maka yang berhak

menjadi wali adalah kakek. Apabila kakeknya tidak ada juga maka

berpindah kepada derajat yang lebih jauh yakni saudara laki-laki kandung

dari calon mempelai perempuan dengan syarat beragama islam, adil,

baligh dan jika saudaranya yang laki-laki tidak ada maka bisa beralih pada

(21)

yang akan menjadi wali itu tidak ada juga maka saudara laki-laki dari ibu

calon mempelai wanita dengan syarat mengerti tentang hukum munakahat

atau yang disebut juga dengan hakam atau orang lain yang terpandang dan

disegani, ilmu luas tentang munakahat, adil, islam, dan laki-laki yang

disebut dengan wali muhakam. (Ramulyo,1996:216).

Rukun dan syarat pernikahan yang tidak terpenuhi maka

pernikahan tersebut tidak sah atau batal. Dalam pembahasan ini yang

menjadi pembahasan adalah wali nikah yang tidak terpenuhi. Dalam

pernikahan keberadaan wali nikah sangat penting karena menentukan sah

atau tidaknya suatu pernikahan.

Yang menjadi dasar hukum dalam masalah ini adalah hadist Nabi

Muhammad SAW yaitu :

يِلَوِب َّلاِإ َحاَكِن َلا : ِللها ُلْوُسَر َلاَق : َلاَق ِّيِرَعْشَلأا ىَسْوُم ِْبَِأ ْنَع

Dari Abu Musa al-Asy‟ari berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak

sah pernikahan kecuali dengan wali”. (Hadist Abu Musa al Asy‟ari)

(Ramulyo, 2000:3)

Desa Grogol merupakan salah satu desa yang terdapat di Kota

Salatiga yang tepatnya berada di kecamatan Sidomukti. Penduduk desa

Grogol masyarakatnya mayoritas beragama islam. Fenomena yang terjadi

akhir-akhir ini adalah maraknnya pernikahan yang dilakukan dengan sirri

(22)

dengan pernikahan siri yang lainnya yaitu pernikahan siri yang dilakukan

dengan wali nikah kakak tiri. Dalam agama sudah diatur jelas tentang

syarat dan rukun pernikahan, diantaranya dalam Kompilasi Hukum Islam

sudah dijelaskan dalam pasal 22 tentang wali, disitu sudah dijelaskan siapa

saja yang berhak menjadi seorang wali dalam pernikahan. Dalam hal itu

wali yang bukan wali nasab tidak diperbolehkan menjadi wali dalam

pernikahan tersebut sekalipun itu dengan menikah sirri, walaupun begitu

menikah siri adalah sah menurut agama walaupun tidak dicatatkan dalam

negara. Tetapi dalam kenyataannya di desa Grogol tersebut terjadi

pernikahan siri yang dilakukan dengan wali nikah kakak tiri. Dan uniknya

lagi kenapa naib tersebut mau menikahkan dengan wali yang bukan wali

kandung. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana praktek

pernikahan tersebut dan bagaimana tinjauan hukum islam terhadap wali

nikah kakak tiri. Skripsi ini sangat menarik karena pada faktanya menikah

dengan wali yang bukan nasabnya tidak diperbolehkan akan tetapi itu

dilakukan oleh keluarga tersebut, kemudian berangkat dari latar belakang

masalah tersebut penulis tertarik untuk ,meneliti masalah tersebut ke dalam

sebuah skripsi yang berjudul:

(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan

permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengapa praktek nikah sirri dengan wali kakak tiri bisa terjadi di desa

Grogol?

2. Bagaimana persepsi masyarakat atau tokoh agama (ustaz) dengan

pernikahan sirri dengan kakak tiri tersebut?

3. Bagaimana tinjauan hukum islam tentang wali nikah kakak tiri?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai

adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana praktek nikah itu dilakukan.

2. Untuk mengetahui alasan apa yang digunakan ustaz saat menikahkan

pengantin tersebut.

3. Untuk mengetahui pandangan tokoh agama Desa Grogol mengenai

praktek nikah sirri dengan wali nikah kakak tiri.

(24)

D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini diantaranya

sebagai berikut:

1. Penelitian ini sangat bermanfaat untuk memperkaya keilmuan

khususnya dalam Hukum Islam.

2. Sebagai wawasan kepada masyarakat yang lebih luas tentang

kedudukan seorang wali dalam pernikahan.

3. Sebagai wawasan kepada masyarakat untuk lebih mematuhi peraturan

dalam agama maupun negara.

E. Penegasan Istilah

1. Wali

Wali ialah suatu ketentuan hukum yanng dapat dipaksakan

kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya (Sabiq,1981:07)

Wali adalah orang yang menurut hukum (agama, adat) pengasuh

pengantin perempuan pada waktu menikah yaitu yang melakukan janji

nikah dengan pengantin laki-laki (Ghazaly,2006:15).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:1007), wali

diartikan sebagai pengasuh pengantin perempuan ketika menikah

yaitu orang yang melakukan janji nikah dengan lelaki.

Dapat disimpulkan bahwa wali dalam pernikahan adalah

(25)

2. Nikah sirri

Nikah sirri merupakan suatu istilah yang terbentuk dari dua kata,

yaitu nikah dan sirri. Kata nikah merupakan kata serapan dari bahasa

Arab, yaitu nakaha, yankihu, nikahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia nikah atau perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan

perempuan untuk bersuami istri. Dan kata sirri berasal dari bahasa

Arab yaitu sirran dan sirriyyun. Secara etimologi kata sirran berarti

secara diam-diam atau tertutup, secara batin, atau di dalam hati.

Sedangkan kata sirriyyun berarti secara rahasia,secara

sembuny-sembunyi, atau misterius. Kata nikah sirri sebagai kesatuan dari dua

kata (nikah dan sirri) yang dalam kalangan umat islam di Indonesia

sudah populer (Nurhaedi,2003:5-6).

3. Kakak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kakak berarti saudara

tua atau panggilan kepada orang (laki-laki atau perempuan) yanng

dianggap lebih tua.

F. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki tema besar

yang sama dengan penulis, namun yang menjadikan penelitian ini berbeda

adalah fokus penelitian. Dalam penelitian sebelumnya seperti skripsi dari

salah satu mahasiswaa IAIN Chusaeni Rafsanjani Assadami yang

(26)

tersebut beliau memfokuskan penetapan wali nikah hasil nikah sirri dan

alasan PPN kecamatan Bandungan mencatatkan wali hakim.

Penelitian yang lain adalah hasil skripsi mahasiswa IAIN juga yang

bernama Alim Rois dengan judul “Perkara Perpindahan Perwalian Dari

Wali Nasab Kepada Wali Hakim Karena Wali Adhol”. Beliau

memfokuskan dasar yang digunakan majelis hakim untuk menetapkan

adholnya wali adalah bukti-bukti serta fakta-fakta hukum yanng berkaitan

dengan perkara tersebut. Dan analisis putusan Penngadilan Agama

ditinjau dari hukum fiqh.

Dan penelitian yang ke tiga juga dari mahasiswa IAIN juga yang

bernama Muhammad Sulhi Mahbub dengan judul “Upaya Pembatalan

Pernikahan Atas Kesalahan Penetapan Wali Hakim Oleh Wali Nasab”

(Studi kasus pernikahan dengan akta 04/04/I/2012 di KUA Kecamatan

Pabelan). Beliau memfokuskan penelitian pembatalan pernikahan karena

penetapan wali hakim oleh wali nasab di KUA Kecamatan Pabelan. Dan

upaya yang dilakukan wali nasab mengenai kesalahan kesalahan

penetapan wali hakim.

Sedangkan penulis mengambil judul “Nikah Sirri Dengan Wali

Kakak Tiri Menurut Persektif Hukum Islam (Studi kasus Desa Grogol

Kota Salatiga)”. Fokus penelitian adalah bagaimana menurut hukum

islam tentang wali nikah kakak tiri. Sehingga walaupun memiliki tema

besar yang sama yaitu menngenai wali tetapi memiliki fokus penelitian

(27)

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field

research) yaitu penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif guna

memperoleh gambaran yang jelas dan dapat memberikan data yang

detail tentang obyek yang diteliti.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang

utama dan penting karena seorang peneliti secara langsung

mengumpulkan data yang ada dilapangan.

3. Lokasi Penelitian

Dalam hal ini lokasi penelitian di lakukuan di desa Grogol

kelurahan dukuh kota Salatiga.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber data primer

yaitu sumber yang langsung memeberikan data kepada peneliti,

sumber data ini meliputi para pihak yang terlibat dalam melakukan

pernikahan ini yang terdiri dari mempelai pria,wanita,wali,dan juga

naib yang menikahkan.

b. Sumber data sekunder

(28)

5. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar

untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data tidak lain

dari suatu proses penngadaan data primer untuk keperluan penelitian

(Nazir, 1988:21).

Dalam pengumpulan data disini, peneliti menggunakan beberapa

metode, yaitu:

a. Interview (wawancara)

yaitu proses tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan diantara 2 orang atau lebih betatap muka,

mendengarkan secara langsung informasi atau keterangan.

Adapun wawancara ini dilakukan terkait dengan penelitian

adalah pihak-pihak yang melakukan pernikahan pernikahan

tersebut yaitu naib pengantin laki-laki dan perempuan serta wali.

b. Dokumentasi

yaitu mengumpulkan data-data dari para pihak yang

bersangkutan.

6. Analisis Data

Seluruh data penelitian yang telah dikumpulkan ataupun

diperoleh, dianalisa secara kualitatif dengan cara mengambarkan

masalah secara jelas dan mendalam. Jenis analisis yang akan peneliti

(29)

penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,

kejadian yang terjadi sekarang. Metode diskripsi kualitatif dalam

penelitian ini yaitu dengan mengambarkan keadaan yang sebenarnya

terjadi dilapangan untuk mengemukakan fakta-fakta atau kennyataan

dari hasil penelitian di desa grogol kota Salatiga, kemudian diteliti

sehingga ditemukan pemahaman yang terkait dengan adanya

pernikahan yang dilakukan dengan wali yang bukan wali yang

seharusnya menikahkan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penalitian ini penulis mencoba menguraikan secara

sistematis yang terdiri dari lima bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub

bab yang terperinci sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, tinjaun pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian pustaka dalam bab ini akan menguraikan tentang

pengertian nikah pernikahan, pengertian nikah sirri, pengertian wali, dasar

hukum, kedudukan wali dalam perkawinan,syarat-syarat wali,

macam-macam wali, orang yang berhak menjadi wali, urutan hak Perwalian,

konsekuensi hukum di Indonesia terhadap tidak terpenuhinya wali dalam

(30)

BAB III: Berisi tentang gambaran umum Desa Grogol dan hasil

penelitian yang mengambarkan tentang praktik pernikahan yang

dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan yang mencakup

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya nikah sirri, kenapa

menggunakan wali kakak tiri, alasan ustaz menikahkan pasangan tersebut,

alasan wali kakak tiri, dan persepsi masyarakat mengenai pernikahan sirri.

BAB IV: Pertama berisi tentang analisis terhadap faktor pendorong

pernikahan sirri di Desa Grogol, kedua analisis mengenai pendapat

masyarakat dan tokoh agama di desa grogol, tinjauan hukum Islam

tentang nikah sirri dengan wali kakak tiri.

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pernikahan

1. Pengertian Penikahan

a. Pengertian Pernikahan

Dalam Islam perknikahan atau perkawinan dalam bahasa Arab

disebut dengan al-nikah yang bermakna al-wathi‟ dan dammu wa

al-jam’u yang bermakna bersetubuh, berkumpul, dan akad. Akad yang

ditetapkan oleh syar‟i agar seseorang laki-laki dapat mengambil

manfaat untuk melakukan istimta’ dengan seorang wanita atau

seballiknya.

Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 yang

termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan sebagai ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 2 dikatakan

pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau miitsaqon ghalidhan

untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

(nurrudin, 2004:42)

Menurut mahzab Hanafiah nikah adalah akad yang memberikan

(32)

sadar bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna

mendapatkan kenikmatan biologis. Sedangkan menurut mahzab Maliki,

nikah adalah sebuah ungkapan (sebutan) atau titel bagi suatu akad yang

dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual)

semata-mata. Mahzab Syafi‟iyah berpendapat bahwa nikah dirumuskan

dengan akad yang menjamin kepemilikan untuk bersetubuh dengan

menggunakan lafal “inkah atau tazwij” atau makna dari keduanya.

Sedangkan ulama Hanabilah mendefinisikan nikah dengan akad yang

dilakukan dengan menggunakan kata inkah dan tajwiz guna

mendapatkan kesenangan(bersenang-senang). (Summa, 2004:45)

b. Tujuan pernikahan

Menurut Islam tujuan pernikahan atau perkawinan di jelaskan

dalam surat ar-ruum ayat 21 yang berbunyi:



menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

(33)

Jika dilihat dari Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974

tujuan pernikahan dijelaskan pada pasal 1 yang berbunyi membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Sedangkan tujuan pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam

dalam pasal 3 adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah, dan rahmah. (Hussein, 2007:101)

c. Rukun dan Syarat Pernikahan

Dalam Islam menjelaskan bahwa dalam pernikahan harus ada:

 Calon suami

 Calon istri

 Wali nikah

 Saksi nikah

 Ijab qabul

Sedangkan dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974 menjelaskan

tentang syarat perkawinan adalah sebagai berikut:

 Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak

(pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan).

 Harus mendapat izin dari kedua orang tua, bilamana

masing-masing calon belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2 UU

Perkawinan).

 Bagi pria harus sudah mencapai usia 19 tahun dan wanita 16 tahu,

(34)

lain yang ditunjuk oleh orang tua kedua belah pihak (pasal 7 ayat 1

dan 2 UU Perkawinan).

 Bahwa kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin, kecuali bagi

mereka yang agamanya mengizinkan untuk berpoligami (pasal 9

Jo. Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 UU Perkawinan).

 Bagi seorang wanita yang akan melakukan perkawinan untuk

kedua kali dan seterusnya, undang-undang mensyaratkan setelah

lewatnya masa tunggu, yaitu sekurang-kurangnya 90 hari bagi yang

putus perkawinannya karena perceraian, 130 hari bagi mereka yang

putus perkawinannya karena kematian suaminya (pasal 10 dan 11

UU Perkawinan).

d. Pencatatan Pernikahan

Keabsahan suatu pernikahan merupakan suatu hal yang sangat

prinsipil, karena berkaitan erat dengan akibat-akibat pernikahan, baik

yang menyangkut dengan anak (keturunan) maupun yang berkaitan

dengan harta. Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang pernikahan

telah merumuskan kriteria keabsahan suatu pernikahan yang dijelaskan

dalam pasal 2 ayat 2 yang berbunyi “bahwa suatu pernikahan harus

dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam

Kompilasi Hukum Islam pencatatan pernikahan diatur dalam pasal 5

(35)

2. Nikah sirri

Nikah sirri adalah nikah rahasia, lazim juga disebut dengan nikah

nikah di bawah tangan atau nikah liar. (Anshory, 2010:25)

Istilah pernikahan di bawah tangan atau yang sering disebut nikah

sirri muncul setelah diberlakukannya Undang-Undang No.1 tahun 1974

tentang perkawinan. Pernikahan sirri pada prinsipnya adalah pernikahan

yang menyalahi hukum, yakni pernikahan yang dilakukan diluar

ketentuan hukum pernikahan yang berlaku secara positif di Indonesia.

Pernikahan yang dilakukan secara sirri tidak selalu merupakan

perkawinan yang tidak sah baik dilihat dari aspek hukum islam maupun

hukum positif. Hal itu karena pasal 2 ayat 1 UU No.1 tahun 1974 tetang

Perkawinan menyatakan bahwa keabsahan suatu pernikahan apabila

dilakukan sesuai dengan ajaran agama orang yang melakukan pernikahan

tersebut. Karena itu, pernikahan sirri tersebut apabila telah memenuhi

syarat dan rukun nikah menurut hukum islam adalah sah secara hukum

islam maupun hukum positif. Hanya saja pernikahan tersebut tidak

dicatatkan, sehingga bisa dikatakan pernikahan tersebut adalah nikah di

(36)

B. Pengertian Wali dalam Pernikahan

Secara bahasa wali bisa berarti bisa rasa cinta (mahabah) dan

pertolongan (nushrah), bisa juga berarti kekuasaan (sulthah) dan

kekuatan (qudrah). Ini berarti seorang wali adalah orang yang menolong

atau orang yang memiliki kekuasaan. Sedangkan secara istilah, kata

“wali” mengandung pengertian orang yang menurut hukum (agama, adat)

diserahi untuk mengurus kewajiban anak yatim, sebelum anak itu dewasa

dan sebagai pihak yang mewakilkan pengantin perempuan pada waktu

menikah (yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin pria.

Sayyid sabiq(1998:11) mendefinisikan wali adalah suatu ketentuan

hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan

hukumnya. Maksudnya wali dalam pernikahan termasuk rukun yang

harus dipenuhi sebagai sahnya suatu pernikahan.

Perwalian dalam istilah fiqh disebut wilayah yang berarti

penguasaan atau perlindungan. Yang dimaksud perwalian ialah

penguasaan penuh yang diberikan oleh oleh agama kepada seseorang

untuk menguasai orang atau barang. Orang yang diberi kekuasaan

perwalian disebut wali. Adanya penguasaan dan perlindungan

dikarenakan adanya beberapa hal seperti berikut:

1. Pemilikan atas orang atau barang, seperti perwalian atas budak yang

dimiliki atau barang yang dimiliki.

2. Hubungan kekerabatan atau keturunan, seperti perwalian seseorang

(37)

3. Karena memerdekakan seorang budak, seperti perwalian seseorang

atas budak-budak yang telah memerdekakannya.

4. Karena pengangkatan, seperti perwalian seseorang kepala negara atas

rakyatnya atau perwalian seseorang pemimpin atas orang-orang yang

dipimpinnya. (Mukhtar, 1974:9)

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan perwalian dapat ditinjau

sebagai berikut:

1. Perwalian terhadap orang.

2. Perwalian terhadap barang.

3. Perwalian atas orang dalam perkawinan.

Wali secara umum adalah seseorang yang karena kedudukannya

berwenang untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Dapatnya

dia bertindak dan atas nama orang lain itu memiliki suatu kekurangan

pada dirinya yang tidak memungkinkan ia bertindak sendiri dalam

hukum, baik dalam urusan bertindak atas harta atau atas dirinya. Oleh

karena itu, yang dimaksud wali dalam pernikahan adalah seseorang yang

bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad

nikah dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak laki-laki itu sendiri

dan pihak peremuan yang dilakukan oleh walinya. (Syarifudin, 2006: 69)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wali diartikan sebagai

pengasuh pengantin perempuan ketika nikah, yaitu orang yang

(38)

Adapun KHI dengan tegas memasukan wali nikah sebagai salah satu

rukun nikah yang dijelaskan dalam pasal 14.

Untuk mencapai perkawinan harus ada :

 Calon suami

 Calon istri

 Wali nikah

 Dua orang saksi

 Ijab dan qabul

Selanjutnya dalam pasal 19 disebutkan “wali nikah dalam

perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai

wanita yang bertindak untuk menikahkannya”. (DEPAG RI,2000:69)

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa

wali dalam pernikahan adalah orang yang melakukan akad nikah

mewakili pihak mempelai wanita. Karena wali merupakan syarat sah

suatu pernikahan.

C. Dasar Hukum

Memang dalam Al-quran dan hadist yang secara ibarat al-nash yang

menghendaki keberadaan wali dalam akad perkawinan tidak ada, namun

dalam Al-Quran terdapat petunjuk nash yang ibaratnya tidak menunjuk

kepada keharusan adanya wali, tetapi dari ayat tersebut secara

(39)

Diantara ayat Al-Quran yang mengisyaratkan adanya wali adalah sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Al

-Baqarah:221)

Ayat ini mengandung pengertian bahwa para wali dilarang

mengawinkan wanita-wanita muslimah dengan orang muyrik. Paling

tidak ada dua hal yang bisa digaris bawahi:

Pertama, penggalan ayat tersebut ditunjukan kepada para wali,

(40)

atau wanita yang ada dalam perwaliaannya. Pernikahan yang yang

dikehendaki Islam adalah pernikahan yang harmonis antara suami istri

serta kedua orang tuanya. Oleh karena itu peranan seorang wali sangatlah

penting.

Kedua, larangan menikahkan wanita-wanita dengan orang-orang

musyrik. Larangan tersebut menurut ayat diatas para wali dilarang

menikahkan wanita-wanita muslimah dengan orang-orang yang musyrik

dan juga para ahli kitab.

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu

tidak mengetahui”. (Al-Baqarah: 232)

ayat disini mengandung arti bahwa para wali dilarang menghalangi

para wanita yang sehabis cerai untuk menikah lagi dengan calon

(41)

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu,

dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba

sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang

perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan

mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas

(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”. (An-Nuur: 32)

Ayat ini mengandung arti bahwa hendaklah laki-laki yang belum

kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu (wali) agar

mereka dapat kawin.

2. Hadist-hadist yang menunjukkan perwalian

نن ا يِلَوننِب َّلاِا َحاننَكِن َلا :َلاننَق : َِِّننَّ ِّا ِنننَع َر ىننَسْوُم ِىَا ْننَع

Maksud dari hadist tersebut pada kata “la nikaaha illa bi waliyyin”

adalah diarahkan atau dimaksudkan kepada sah,sehingga nikah tanpa

(42)

ْرُع ْنَع ِيِرْهُّزِّا ِنَع ىَسْوُم ِنْب َناَ ْيَلُس ْنَع

ََِّنَّ ِّا َّنَا َ نََِئاَع ْننَع َةَو

ننننِ اَب اننننَطُ اَكِ َ اننننَطِّنيَِِّو ِنْكِا ِْاننننَِِب ِْننننَ َكَن ِةَأَرننننْما اننننَُّ َا :َلاننننَق :

اننَِ ُرننْطَ ْا اننَطَلَن اننََِ َ ننَ َا ْنِاننَ ننِ اَب اننَطُ اَكِ َ ننِ اَب اننَطُ اَكِ َ

ُرَ َحننْشا ِنِاننَ اننَطِاْرَن ْنننِم َّ َ َحننْسا

ُ ننَِّ َِّلَو َلا ْنننَم ُِّلَو ُناَاْلننُّ ِّاَ اْو

ىئا ِّا لاا ا

Dari Sulaiman bin Musa dari Zuhri dari Urwah dari

„Aisyah, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Siapa saja

wanita yang menikah tanpa idzin walinya maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal. Kemudian jika (suaminya) telah mencampurinya, maka bagi wanita itu berhak memperoleh mahar sebab apa yang telah ia anggap halal dari mencampurinya. Kemudian jika mereka (wali-walinya) berselisih, maka penguasa (hakimlah) yang

menjadi walinya”. [HR. Khamsah kecuali Nasai].

(Ramulyo, 2000:3)

Menurut hadist diatas sudah jelas bahwasanya wali dalam

pernikahan itu harus terpenuhi karena hadist tersebut menyatakan bahwa

menikah tanpa izin dari wali maka nikahnya batal. Dan dapat diambil

kesimpulan dari kedua hadist diatas bahwa wali sangat berperan penting

dalam sebuah pernikahan, dan nikah tanpa adanya seorang wali maka

(43)

D. Kedudukan Wali Dalam Pernikahan

Seorang wali bisa dikatakan kunci dalam sebuah pernikahan. Jika

pernikahan tidak terdapat wali yang memenuhi syarat maka bisa jadi

pernikahan itu bisa jadi tidak sah atau bahkan bisa batal. Keberadaan

seorang wali dalam suatu akad pernikahan adalah suatu hal yang sangat

penting. Sudah dijelaskan dalam Kompilasi Hukum islam bahwa wali itu

ditempatkan sebagai rukun dalam pernikahan. Dalam akad pernikahan

wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama

mempelai perempuan dan dapat juga sebagai sebagai orang yang diminta

persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut. (Syarifudin,

2006: 69-70)

Hal-hal yang berkenaan dengan pernikahan Allah SWT

mengalamtkan titahnya kepada wali, karena dalam kehidupannya

bermasyarakat terutama masyarakat Arab waktu turun ayat-ayat tentang

pernikahan itu berada ditangan wali.

(44)

tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-nisa: 25)

Maksudnya: orang merdeka dan budak yang dikawininya itu adalah

sama-sama keturunan Adam dan hawa dan sama-sama beriman. Dan jika

kamu mengawininya maka hendaklah izin kepada tuan nya (wali).

Sedangkan ayat Al-quan yang mengindikasikan bahwa pernikahan

itu tidak harus menggunakan wali atau perempuan itu kawin sendiri

(45)

“apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu

tidak mengetahui.” (Al-baqarah: 232)

Ayat diatas menunjukan bahwa pada saat masa idah mantan istrinya

sudah habis , mantan suami tidak berhak mencegah mantan istrinya

menikah dengan pria lain. Oleh karena itu, ayat ini tidak berhubungan

dengan wali , sebab yan dilarang mempersulit adalah suami-suami.

(Nasution,2002:169)

Jadi dapat diambil kesimpulan dari ayat-ayat diatas bahwasanya

kedudukan wali dalam pernikahan wajib ada jika mempelai

perempuannya masih kecil dan belum pernah menikah, sedangkan

seorang janda boleh menikahkan dirinya sendiri tanpa harus dengan

seijin wali yang sudah di jelaskan dalam surat Al-baqarah ayat 232

(46)

E. Syarat-syarat Wali Nikah

Pernikahan adalah suatu prosesi akad yang sakral, sehingga dalam

suatu pernikahan dibutuhkan orang yang melakukan akad nikah adalah

orang yang cakap atau mempunyai kekuasaan untuk melakukannya.

Disini yang dimaksud adalah seorang wali dalalam pernikahan. Jika

dalam suatu pernikahan syarat-syarat wali tidak terpenuhi salah satunya

maka pernikahan tersebut tidak sah atau bisa dibilang batal. Oleh sebab

itu, maka wali nikah harus mempunyai beberapa syarat, di antaranya:

1. Beragama islam

Agama adalah salah satu syarat wali yang sangat penting, oleh

karena itu kesamaan agama antara wali dan yang diwalikan haruslah

sama-sama beragama islam. Oleh sebab itu tidak layak perwalian non

muslim atas orang muslimah.

Hal ini sesuai dengan Al-Quran surat Ali-Imron ayat 28:

“ janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang

kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya

(47)

2. Seorang Laki-laki

Seorang laki adalah syarat perwalian yang kedua, karena

laki-laki dianggap lebih sempurna dibandingkan dengan wanita, karena

wanita tidak sanggup mewakili dirinya sendiri apalagi untuk mewakilkan

orang lain. Karena itu sesuai dengan hadist yang berbunyi:

َيِه َ َيِناَّزِّا َّنِإَ اَطَ ْفَنن ُةَأْرَ ِّْا ُجِّوَزُنت َلاَو َةَأْرَ ِّْا ُةَأْرَ ِّْا ُجِّوَزُنت َلا

اَطَ ْفَنن ُجِّوَزُنت ِْتَِِّّا

“Wanita tidak boleh menikahkan wanita, dan tidak boleh

pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Sebab, hanya

pezinalah yang menikahkan dirinya sendiri.”(H.R. Ibnu

Majah,hadist No 1882)

3. Dewasa dan berakal

Dewasa dan berakal dalam artian disini adalah anak kecil dan orang

gila tidak diperbolehkan atau tidak berhak menjadi wali ini adalah syarat

umum bagi seseorang yang akan menjadi wali nikah.

4. Adil

Telah dikemukakan wali itu diisyaratkan adil, maksudnya adalah

tidak bermaksiat, tidak fasik, orang baik-baik, orang shaleh, orang yang

tidak membiasakan diri berbuat munkar. (Daradjat,1995:82)

Ada pendapat yang mengatakan bahwa adil diartikan dengan cerdas.

Adapun yang dimaksud dengan cerdas disini adalah dapat atau mampu

(48)

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW

:

لْدَع ْيَدِهاَشَو ،ٍّيِلَوِب َّلاِإ َحاَكِن َلا

“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua

orang saksi yang adil”(HR.Ahmad Ibn Hanbal).

5. Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.

Dari beberapa syarat sebagai wali yang sudah dijelakan diatas sesuai

ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia yang diatur dalam KHI pasal

20 ayat (1) yang berbunyi bahwa “yang bertindak sebagai wali nikah

ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni

muslim, akil, dan baligh.

F. Macam-macam Wali Nikah

Berbicara mengenai macam-macam wali menurut agama islam

dalam sebuah pernikahan wali nikah hanya pihak perempuan saja yang

membutuhkan, adapun macam-macam wali tersebut sudah diatur dalam

pasal 20 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam. Yang bunyinya sebagai

berikut:

Di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 20 ayat 1 dan 2

menyebutkan:

Ayat (1) yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki

(49)

1. Wali Nasab

Wali nasab dibagi menjadi dua yaitu wali nasab aqrab dan wali

nasab ab‟ad penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Wali nasab aqrab

Wali aqrab adalah anggota keluarga laki-laki dari calon

mempelai perempuan yang mempunyai hubungan darah

patrilinial dengan calon mempelai perempuan.

b. Wali ab‟ad

Perpindahan wali aqrab kepada wali ab‟ad adalah sebagai

berikut:

 Apabila wali aqrabnya non muslim

 Apabila wali aqrabnya fasik

 Apabila wali aqrabnya belum dewasa

 Apabila wali aqrabnya gila

 Apabila wali aqrabnya bisu atau tuli

2. Wali Hakim

Wali hakim adalah wali nikah dari hakim atau qadhi. Orang-orang

yang berhak menjadi wali hakim adalah kepala pemerintahan, khalifah

(pemimpin). Penguasa atau qadhi nikah yang diberi wewenang dari

kepala negara untuk menikahkan wanita yang berwali hakim. Apabila

tidak ada orang-orang tersebut, maka wali hakim dapat diangkat oleh

orang-orang terkemuka dari daerah tersebut atau orang-orang alim. Di

(50)

walihkim melalui Pengadilan Agama tau tergantung pada prosedur yang

dapat ditempuh.

Perwalian nasab dapat berpindah kepada perwalian hakim

dikarenakan :

 Tidak terdapat wali nasab

 Wali nasab berpergian jauh atau tidak ada ditempat tetapi tidak

memberi kuasa kepada wali yang lebih dekat yang ada.

 Wali nasab kehilangan hak perwaliannya.

 Wali nasab sedang haji atau umrah (ihram).

 Wali nasab menolak bertindak sebagai wali (adhal).

 Wali nasab menjadi mempelai laki-laki dan dari perempuan yang ada

dibawah perwaliannya. Hal ini terjadi apabila yang menikah adalah

seorang perempuan dengan saudara laki-laki sepupunya, baik kandung

atau seayah.

G. Orang Yang Berhak Menjadi Wali Nikah

Yang berhak menjadi wali nikah itu terdapat dua kelompok yaitu

pertama wali nasab, yaitu wali yang berhubungan tali kekeluargaan

dengan perempuan yang akan nikah. Kedua Wali hakim, yaitu orang

yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau penguasa.

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa yang berhak menjadi

(51)

Pertama: wali dekat atau wali aqrab yaitu, ayah dan kalau tidak ada

ayah pindah kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan yang

mutlak terhadap anak perempuan yang akan dikawinkannya. Wali dapat

mengawinkan anaknya yang masih muda tanpa harus ada persetujun dari

anaknya dan wali dalam kedudukan tersebut disebut wali aqrab.

Kedua: wali jauh atau wai ab‟ad yaitu, wali dalam garis kerabat

selain dari ayah dan kakek, juga selain dari anak dan cucu, karena anak

menurut ulama tidak boleh menjadi wali terhadap ibunya. Bila anak

berkedudukan sebagai wali hakim boleh dia mengawinkan ibunya

sebagai wali hakim. Adapun wali ab‟ad adalah sebagai berikut:

 Saudara laki-laki kandung.

 Saudara laki-laki seayah.

 Anak saudara laki-laki kandung.

 Anak saudara laki-laki seayah.

 Paman kandung.

 Anak paman kandung.

 Anak paman seayah

 Ahli waris kerabat lainnya kalu ada.

Ulama Hanafiyah menempatkan seluruh kerabat nasab, baik sebagai

ashabah dalam kewarisan atau tidak, sebagai wali nasa, termasuk zaul

(52)

dikawinkan itu adalah perempuan yang masih kecil atau tidak sehat

akalnya.

Ulama Malikiyah mnempatkan seluruh kerabat nasab yang ashabah

sebagai wali nasab dan membolehkan anak mengawinkan ibunya, bahkan

kedudukannya lebih utama dari ayah atau kakek. Berbeda dengan ulama

Hanafiyah golongan ini memberikan hak ijbar hanya kepada ayah saja

dan menempatkannya dalam kategori wali a‟rab. (Syarifudin, 2006: 75

-76)

H. Urutan Hak Perwalian

Dalam hal urutan hak perwalian para jumhur ulama

mempersyaratkan urutan yang berhak menjadi wali adalah wali nasab,

selama masih ada wali nasab wali hakim tidak dapat menjadi wali, dan

selama wali nasab yang lebih dekat masih ada wali yang lebih jauh tidak

dapat menjadi wali. Pada dasarnya yang menjadi wali itu adalah wali

nasab yang qarib. Bila wali aqrab tersebut tidak memenui syarat baligh,

berakal, islam, merdeka, berpikiran baik dan adil maka perwalian

berpindah kepada wali ab‟ad. Bila wali aqrab sedang melakukan haji atau

umrah, maka perwalian tidak pindah kepada wali ab‟ad tetapi pindah

kepada wali hakim secara perwalian umum. Demikian pula wali hakim

menjadi wali nikah apabila keseluruhan wali nasab sudah tidak ada, atau

wali aqrab dalam keadaan adhal atau enggan mengawinkan tanpa alasan

(53)

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) berkenaan dengan urutan hak

perwalian ini menjelaskan secarra lengkap dan keseluruhan urutan wali

diatur dalam pasal 21, 22, dn 23 dengan penjabaran sebagai berikut:

Pasal 21

a. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan,

kelompok yang satu diahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat

tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai. Pertama:

kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas, yakni ayah, kakek dari

pihak ayah, dan seterusnya. Kedua: kelompok kerabat saudara

laki-laki kandung atau saudara laki-laki-laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki-laki-laki

mereka. Ketiga: kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki

kandung ayah, saudara seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

Keempat: kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara

leki-laki seayah kakek, dan keturunan leki-laki-leki-laki mereka.

b. Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang

yang sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi

wali ialah yang paling dekat derajat kekerabtannya dengan calon

mempelai wanita.

c. Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya, maka

yang paling berhak menjadi wali ialah kerabat kandung dari kerabat

(54)

d. Apabila dalam satu kelompok sama yakni sama-sama berhak menjadi

wali nikah dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi

syarat-syarat wali.

Pasal 22

“ Apabila wali nikah yang paling berhak urutannya tidak memenuhi

syarat-syarat sebagai wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu

atau sudah uzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah

yang lain menurut derajat berikutnya.”

Pasal 23

a. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali

nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak

diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adhal atau enggan.

b. Dalam hal wali adhal atau enggan,maka wali hakim baru bertindak

sebagai wali nikah setelah adanya putusan Pengadilan Agama tentang

wali tersebut. (Syarifudin,2006 :78-81).

I. Konsekuensi Hukum di Indonesia Terhadap Tidak Terpenuhinya Wali dalam

Pernikahan.

Di Indonesia terdapat dua undang-undang yang mengatur tentang

pernikahan yaitu undang-undang No.1 tahun 1974 dan Kompilasi

Hukum Islam. Pernikahan ialah suatu akad untuk menghalalkan

hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka

(55)

ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridlai Allah SWT.

Pelaksanaan perkawinan itu merupakan pelaksanaan hokum agama,

maka perlulah diingat bahwa dalam melaksanakan perkawinan itu oleh

agama ditentukan unsure-unsurnya yang menurut istilah hukumnya

disebut rukun-rukun dan masing-masing rukun memerlukan syarat-syarat

sahnya. (DEPAG, 1983:49)

Jika melihat system kekerabatan di Indonesia, masyarakat di

Indonesia banyak yang menganut system kekerabatan patrilineal. Dimana

otoritas bapak (suami) menempati posisi yang dominan dan berperan

penting dalam keluarga. Untuk itu kaum laki-laki pada umumnya

mendapatkan beberapa hak istimewa sebagai konsekuensi dari tanggung

jawab mereka yang sedemikian besar disbanding pihak perempuan (istri)

secara umum. Dalam sistem patriari, silsilah keturunan ditentukan

melalui jalur ayah dan peran lebih besar diberikan kepada laki-laki, baik

dalam urusan rumah tangga maupun dalam urusan masyarakat luas.

Sebaliknya perempuan mendapatkan peran yang tidak menonjol didalam

masyarakat. (Umar, 1999:128)

Jika dikaitkan dengan penjabaran diatas peran wali ditujukan kepada

pihak ayah(laki-laki) maka dari itu seorang ayah atau kakek boleh

menikahkan anak gadisnya tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.

Meminta izin kepada calon mempelai tidklah sebuah keharusan yang

(56)

telah dewasa. Oleh karena itu sah-sah saja apabila ayah memaksa anak

gadisnya menikah dengan pilihannya tanpa persetujuan dari sang gadis.

Wali dalam perkawinan adalah salah satu rukun dalam perkawinan

yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk

menikahkannya (pasal 19 KHI), dan dasar hukumnya adalah firman

Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 232:

“ apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali)

menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-baqarah:232)

Dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 26 ayat 1

menyebutkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai

pencatat pernikahan yang tidak berwenang, wali nikah tidak sah atau

dilaksanakan tanpa dihadiri oleh 2 orang saksi dapat dimintakan

(57)

suami atau istri,jaksa dan suami atau istri. Dari situlah dikatakan,apabila

melakukan perbuatan yang syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, maka

perbuatan itu tidak sah. Begitu juga dalam melaksanakan akad nikah,

unsur-unsur dalam akad juga harus terpenuhi di antara unsur itu adalah

adanya wali yang sah dari mempelai wanita yang bertindak untuk

menikahkannya. Apabila dari sederetan orang-orang yang berhak

menjadi wali tidak ada atau enggan maka mempelai wanita harus

mengangkat wali hakim atau wali muhakam. Kasus yang terjadi di desa

Grogol menurut penulis adalah akibat ketidak pahaman calon mempelai

terhadap urut-urutan orang berhak menjadi wali dan karena terdesak oleh

perbuatan zina yang mengakibatkan pasangan tersebut malu pada

(58)

BAB III

PRAKTEK NIKAH SIRRI DENGAN WALI KAKAK TIRI DAN PERSPEKTIF

TOKOH AGAMA DI DESA GROGOL

A. Gambaran lokasi penelitian di Desa Grogol Kelurahan Dukuh

1. Gambaran umum lokasi penelitian

a. Kondisi geografis dan lingkungan alam.

Desa Grogol adalah salah satu desa dari enam desa yang

ada di kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

Letak Desa Grogol berada di bawah kaki gunung merbabu,dimana

desa tersebut memiliki luas 3,77 km, dan mempunyai udara yang

sejuk. Dusun yang ada di kelurahan dukuh ada enam yaitu Dusun

ngemplak,Grogol,Dukuh,Karangalit,Warak, dan Kembangarum.

Untuk menjangkau lokasi penelitian sangatlah mudah,

sarana transportasi pun banyak yang melewati seperti angkutan

umum no 9 dan bisa langsung menggunakan sepeda motor juga

bisa. Kondisi jalan di Grogol sangat lah baik, karena Grogol berada

dalam wilayah dekat pemerintahan Kota Salatiga.

Secara Geografis Grogol Kelurahan Dukuh memiliki batas

administrasi sebagai berikut:

1) Sebelah Utara : Kelurahan Mangunsari

2) Sebelah Selatan : Kelurahan Kumpulrejo

(59)

4) Sebelah Timur : Kelurahan Mangunsari

(Sumber: Monograf Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti

Kota Salatiga tahun 2016)

b. Keadaan Penduduk Desa Grogol Kelurahan Dukuh

Jumlah penduduk kelurahan Dukuh sebanyak 13.932 jiwa

yaitu ada sekitar 4.257 KK. Dengan rincian laki-laki berjumlah

6.901 jiwa dan yang perempuan ada 7.031 jiwa. Usia 0-15 tahun

itu sebanyak 3.396 jiwa, yang berusia 15-65 tahun sebanyak 9.734

jiwa, sedangkan usia 65 keatas sebanyak 802 jiwa. Dari penjabaran

diatas bahwasanya kebanyakan penduduk berusia 15-65 tahun.

Diamana jika dikaitkan dengan pengetahuan tentang pernikahan

sudahlah sangat matang. (Sumber: Monograf Kelurahan Dukuh

Kecamatan Sidomukti Salatiga)

c. Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Grogol Kelurahan

Dukuh sudah bisa dikatan maju karena banyaknya fasilitas

pendidikan yang ada di daerah Kelurahan Dukuh ini sudah bertaraf

nasional.

Tabel 1 fasilitas pendidikan di Desa Grogol Kelurahan Dukuh

NO. FASILITAS JUMLAH

(60)

(Sumber: data monograf Kelurahan Dukuh tahun 2016)

Dari tabel diatas fasilitas pendidikan yang ada di kelurahan

dukuh sudahlah sangat maju dan bahkan sudah memenuhi kriteria

fasilitas pendidikan yang baik. Oleh karena itu masyarakat tidak

perlu khawatir tentang fasilitas pendidikan yang ada.

d. Mata Pencaharian

Jika berbicara mengenai status, otomatis kita cenderung

merajuk kepada kondisi ekonomi dan social seseorang yang ada

kaitannya dengan jabatan atau kekuasaan (Sugihen, 1997 :139).

Adapun masyarakat Desa Grogol sebagian bermata

pencaharian sebagai karyawan swasta, hal ini di buktikan dengan

tabel II dimana yang bekerja sebagai karyawan swasta adalah

2.281 orang. Karena lingkup desa Grogol dekat denngan pabrik.

Bidang ekonomi merupakan salah satu bidang yang amat penting

dalam suatu proses pembangunan potensi ekonomi yang dimiliki

oleh masing-masing individu, yang mana cukup berpengaruh pada

2. TK 6

3. SD 6

4. SLTP 2

5. SMU 5

(61)

perekonomian itu sendiri. Hal ini sesuai dengan letak geografis

Desa Grogol tidak jauh dari perkotaan sedangkan masyarakatnya

berpendidikan cukup dan berpenghasilan menengah.

Tabel II daftar mata pencaharian masyarakat Desa Grogol Kelurahan Dukuh.

(

S

u

NO. PEKERJAAN JUMLAH

1. PNS 559

2. TNI 98

3. SWASTA 2.281

4. WIRASWASTA 1.154

5. TANI 78

6. PERTUKANGAN 87

7. BURUH TANI 51

8. PENSIUNAN 336

9. NELAYAN -

10. PEMULUNG -

11. JASA 488

(62)

mber: data monograf kelurahan Dukuh tahun 2016)

e. Kehidupan Sosial,Ekonomi, dan Keagamaan di Desa Grogol

Kehidupan sosial masyarakat di Desa Grogol cukup baik,

masyarakatnya hidup rukun, saling tolong menolong, dan memiliki

rasa sosial yang tinggi terhadap satu sama lain. Jika melihat pada

taraf ekonomi sebagian masyarakat Grogol ada yang bekerja

sebagai pegawai pabrik sebesar 2.281 orang, dan sebagian kecil

sebagai buruh tani yakni 51 orang (lihat tabel II).

Jika melihat dari sisi keagaman, mayoritas agama

masyarakat Desa Grogol yang sebagian besar adalah muslim.

Beberapa kegiatan keagamaan yang dilakukan di Desa Grogol

dilaksanakan secara mingguan, bulanan, dan setiap satu tahun

sekali. Kegiatan keagamaan yang ada di Desa Grogol adalah

sebagai berikut:

a. Kegiatan keagamaan yang dilakukan setiap minggu

1) Setiap hari senin malam, kegiatan ini dilakukan rutin

setiap hari senin malam atau malam selasa dilakukan

oleh bapak-bapak dan biasanya pengajian rutin ini

dilakukan dirumah anggota pengajian dan digilir setiap

minggunya.

2) Selasa malam atau malam rabu adalah kegiatan

(63)

tempatanya dirumah beliau. Anggotanya hanya

bapak-bapak dan ibu-ibu masyarakat Desa Grogol.

3) Kamis malam atau malam jumat yaitu berjanjen khusus

ibu-ibu Desa Grogol. Kegiatan ini rutin dilakukan dan

tempatnya digilir setiap minggunya.

4) Jumat atau malam sabtu adalah kegiatan rutin

mujahadahan yang dipimpin oleh KH. Roni beliau yang

memimin mujahadahan yang dilakukan rutin tiap jumat

malam, tempat nya dilakukan dirumah beliau.

Jamaahnya adalah bapak,ibu, dan remaja Desa Grogol.

b. Kegiatan keagamaan yang dilakukan bulanan

1) Pengajian setiap tanggal 4, dilakukan oleh ibu-ibu pengurus

nahdhatul ulama (NU) biasanya dilakukan berjanjen setiap

bulan pada tanggal 4 dan dilakukan di masjid Kalimosodo

Desa Grogol.

2) Pengajian rutin malam jumat Kliwon, kegiatan ini

dilakukan oleh bapak- bapak dan biasanya dilakukan per

RT dan digilir utuk tempatnya sesuai kesepakatan

anggotanya.

c. Kegiatan keagamaan yang dilakukan setiap satu tahun sekali

1) Pengajian isro‟mi‟roj Nabi Muhammad SAW.

2) Pengajian Maulid Nabi.

(64)

4) Pengajian nuzulul qur‟an.

5) Pengajian pada tahun baru hijriah (suronan).

Sedangkan pada agama lain tidak ada acara keagamaan

yang melibatkan tetangganya yang seiman kecuali saat perayaan

hari besar misalnya acara natal.

Tabel III Jumlah pemeluk agama masyrakat Desa Grogol Kelurahan Dukuh

(Sumber data monograf jumlah pemeluk agama Desa Grogol

Kelurahan Dukuh)

TabeTabel IV Fasilitas ibadah yang ada di Desa Grogol Kelurahan Dukuh

No. Nama Tempat Ibadah Jumlah

1. Masjid 2

2. Mushola 2

3. Gereja 1

NO. AGAMA JUMLAH

1. ISLAM 4.532

2. KRISTEN 437

3. KATOLIK 149

4. HINDU 23

(65)

4. Pura -

5. Vihara -

6. Klenteng -

(Sumber: Data monograf fasilitas prasarana ibadah Kelurahan Dukuh

tahun 2016).

B. Hasil Wawancara Pelaku Pernikahan Sirri di Desa Grogol

1. Pernikahan sirri ibu ST dengan Pak AF

Wawancara dengan bapak AF dan ibu ST dilakukan pada

tanggal 3 februari 2017 di rumah bapak AF di Desa Grogol Kelurahan

Dukuh Kecamatan Sidomukti. Bapak AF yang berumur 37 tahun

bekerja sebagai karyawan di sebuah toko bangunan yang ada di

Salatiga. Sedangkan ibu ST berumur 35 tahhun memiliki sebuah usaha

warung yang menjual siomay, batagor, mpek-mpek, dan aneka macam

jus buah di depan rumahnya. Sebelum menikah pak AF berstatus duda

dan ibu ST sedang dalam proses perceraian dengan suami pertamannya

yan bernama pak SW. Dulu sebelum menikah dan tinggal di Desa

Grogol, pak AF adalah warga suruh dan ibu ST ikut suami pertamanya

di Desa Beji Kabupaten Semarang. Ibu ST menikah dengan bapak SW

pada tahun 2008 dan di karuniai satu anak perempuan. Pada saat ibu

ST hidup denga pak SW, beliau mulai merasakan ketidak cocokan lagi

dengan suaminya tersebut. Pada tahun ke dua pernikahan ketidak

cocokan tersebut mulai di rasakan ibu ST di karenakan suaminya tidak

(66)

menganggap tidak ada rasa tanggung jawab dari suami pertamanya

terhadap keluarga. Menyikapi sikap suaminya tersebut ibu ST

memutuskan untuk bekerja di luar negeri pada tahu 2010.

Proses awal perkenalan pak AF dan ibu ST adalah saat

sama-sama bekerja sebagai TKI di Taiwan. Pada tahun 2010 pak AF pergi

ke Taiwan untuk bekerja disana selama kurang lebih empat tahun. Dan

pada tahun yang sama ibu ST juga pergi ke Taiwan sebagai tenaga

kerja wanita (TKW) disana selama kurang lebih empat tahun. Pak AF

bekerja sebagai karyawan pabrik alumunim di Kaohsiung Taiwan dan

bu ST bekerja sebagai PRT (pembantu rumah tangga) di Chungli

Taiwan. Pada saat wawancara ibu ST mengatakan bahwa awal

perkenalan beliau dengan pak AF adalah melalui jejaring sosial

facebook. Mereka berkenalan dan saling chating melalui facebook

tersebut. Mereka menjalin hubungan di Taiwan selama kurang lebih

dua tahun. Setelah masa kontak kerja mereka habis mereka kembali ke

Indonesia. Pak AF pulang ke Suruh dan ibu ST pulang ke Jakarta di

rumah kakak nya.

Setelah pulang dari Taiwan mereka masih menjalin hubungan

sehingga menyebabkan ibu ST hamil diluar nikah. Pada saat itu ibu ST

masih berstatus istri dari suaminya dan belom menggugat cerai

suaminya. Dan setelah keluarga ibu ST mengetahui tentang hal itu ibu

(67)

sidang cerai yang pertama pada tahun 2015 ibu ST dan pak AF

melangsungkan pernikahan sirri. Pada saat pernikahan sirri ibu ST

sudah dalam masa kehamilan enam bulan dan masih dalam proses

perceraian dengan suami pertamanya.

Pak AF dan ibu ST melangsungkan pernikahan sirri di Desa

Grogol pada tanggal 10 desember 2015. Pada pernikahan pak AF dan

ibu ST terdapat dua orang saksi, yaitu pak YT sebagai saksi pihak

laki-laki dan pak MJ sebagai saksi pihak perempuan. Wali serta orang yang

mengijabkan mempelai pada pernikahan sirri tersebbut adalah pak SN

yang merupakan kakak tiri dari pihak perempuan ( ibu ST), sedangkan

yang memberikan doa pada pernikahan sirri tersebut adalah seorang

ustaz bernama Pak SR dari Pagergedok. Pernikahan sirri tersebut

dilakukan sekitar jam 10.00 WIB di rumah bapak TR sebagai kakak

ipar dari pihak perempuan. Pernikahan tersebut tidak mengundang

tokoh masyarakat satu pun, hanya pihak tertentu saja yang hadir dalam

pernikahan sirri tersebut.

2. Pernikahan pak MJ dengan ibu TM

Wawancara dengan bapak MJ dan ibu TM dilakukan pada

tanggal 5 februari 2017 di kediaman bapak MJ di desa Grogol. Bapak

MJ berumur 41 tahun. Sebelum tinggal di Grogol beliau adalah warga

Lebak Bringin Kabupaten Semarang. Pak MJ bekerja di pabrik

minyak nila di daerah Bandungan Kabupaten Semarang. Sebelum

Gambar

Tabel 1 fasilitas pendidikan di Desa Grogol Kelurahan
tabel II dimana yang bekerja sebagai karyawan swasta adalah
Tabel II daftar mata pencaharian masyarakat Desa
Tabel III Jumlah pemeluk agama masyrakat Desa

Referensi

Dokumen terkait

Lapisan tipis bilayer ZnO/TiO 2 telah dideposisikan di atas substrat kaca dengan perbedaaan konsentrasi seng Asetat Dehidrat menggunakan metode sol-gel spin

Secara umum layanan irigasi untuk usahatani padi di Daerah Istimewa Yogyakarta masih dalam kategori baik (skor 15,820).. Indikator layanan yang masih perlu mendapat

Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nurgoho, 2006).. menemukan bahwa sikap

Untuk mengetahui apakah pelayanan prima, konsultasi Account Representative , dan kesadaran perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan formal, maka penulis akan membahas

Iaitu suatu latihan pertahanan diri tidak kira di atas apa juga susunan langkah yang diberi nama atau yang belum diberi nama yang disertakan dengan qosod dan tujuan

Pandangan yang keempat adalah pendapat para ulama kontemporer seperti Allamah Thabathaba’i, mereka mengatakan bahwa ‘ Arsy dan kursi itu mempunyai wujud luar yang hakiki, walaupun

Karakter granul dari tablet antasid dengan variasi pengikat gel cincau hijau meliputi sudut istirahat (17-19,5 o ), kompresibilitas (17-22,5%), dan laju alir

Syukur Alhamdulillah dan terima kasih penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KADAR