• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012 Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012 Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas

Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca

Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012

SKRIPSI

Disusun Oleh

YUDO SATRYO PRABOWO 070710177

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas

Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca

Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik

Universitas Airlangga

Disusun Oleh

YUDO SATRYO PRABOWO 070710177

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul:

“Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas

Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca

Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012”

Disusun Oleh

YUDO SATRYO PRABOWO 070710177

Disetujui Untuk Diajukan Pada Ujian Akhir Skripsi Semester Gasal Tahun Ajaran 2014/2015

Surabaya, 22 Desember 2014 Dosen Pembimbing

Dra. Baiq L.S. W. Wardhani, MA, Ph.D NIP. 19640331 198810 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional

(4)

HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Komisi Penguji Pada hari Selasa, 13 Januari 2015, pukul 15.00 WIB Di Ruang Sidang Cakra Buana Catur Matra, Gedung C

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Surabaya

Komisi Penguji Ketua,

Citra Hennida, S.IP., MA NIP. 19791025 200604 2 001

Anggota I, Anggota II,

(5)

HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Skripsi berjudul

Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas

Senkaku/Diaoyu Tahun 2012

Bagian atau keseluruhan skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan format kutipan dalam isi Skripsi.

Surabaya, 22 Desember 2014

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kepersembahkan kepada Papa dan Mama yang selalu

memeberikan semangat untuk menyelesaikan studi.

Kepada cintaku yang selama enam tahun lebih menemaniku dalam

suka dan duka.

Kepada semua teman-teman seperjuangan HI-07

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap

Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun

2012” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai

pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi

tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan kepada Ibu Dra. Baiq L.S. W. Wardhani, MA, Ph.D selaku

pembimbing sekaligus dosen wali yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan

ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi,

arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun

skripsi.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Fasich, Apt selaku Rektor Universitas Airlangga

Surabaya

2. Bapak Ignatius Basis Susilo, Drs., MA selaku Dekan FISIP Universitas

Airlangga Surabaya

3. Bapak M.Muttaqien, S.IP, MA, Ph.D selaku ketua Program Studi Ilmu

(8)

memberikan dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberi bekal ilmu

pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang saat ini masih bersama,

buat Fatah, Else, Ratih, Thea, Mitha, terima kasih untuk dukungan dari

kalian semua.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Hubungan Internasional yang telah banyak

memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam mengikuti

perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah

membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran

dan kritikyang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

I.4.2.2 Teori Power Transition...... 9

I.5 Hipotesis... 11

I.6 Metodologi Penelitian... .12

I.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional...12

I.6.1.1 Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme Cina... .12

I.6.1.2 Kapabilitas Power... .13

2.1 Potensi kekayaan alam wilayah Kepulauan Diaoyu ...19

2.2 Nilai Posisi Strategis Diaoyu Bagi Cina... .22

2.3 Nilai sejarah Kepulauan Diaoyu dan ikatan emosional Cina... .24

BAB III : PERKEMBANGAN DAN BENTUK NASIONALISME CINA.. .29

3.1 Bentuk Nasionalisme Cina... 31

3.1.1 Partai Komunis Cina dan Nasionalisme yang Dipimpin Negara... ... 31

3.1.2 Era reformasi dan keterbukaan Den Xiaoping... 33

3.1.3 Perkembangan Nasionalisme Populer di Cina Pasca 1990-an... 35

(10)

nasionalisme...38

3.3.1 Nasionalisasi Senkaku/Diaoyu oleh Jepang dan kemarahan nasionalis... 42

BAB IV: PERKEMBANGAN EKONOMI DAN MILITER CINA 4.1 Perkembangan ekonomi Cina... 46

4.2 Perkembangan militer Cina... 49

4.3 Dimensi Ekonomi dan Militer dari Great Power... 52

BAB V : ANALISIS PENGARUH NASIONALISME DAN KAPABILITAS POWER TERHADAP SIKAP CINA... 56

5.1 Pengaruh Nasionalisme Terhadap Sikap Cina... 56

5.2 Kapabilitas Power dan Pengaruhnya Terhadap Sikap Cina... 59

BAB VI: KESIMPULAN... .63

6.1 Penemuan Dalam Penelitian ... 63

6.2 Implikasi dan Saran ... ..65

(11)

ABSTRAK

Naionalisasi Jepang atas kepulauan Senkaku/Diaoyu yang terjadi pada 11 september 2012 telah menimbulkan ketegangan baru antara Cina-Jepang. Hal yang menarik terkait kasus ini adalah nasionalisasi jepang dari pemilik privat pada dasarnya hanya merupakan perpindahan kepemilikan dari privat kepada pemerintahan dan tidak mempengaruhi fakta bahwa status kepulauan berada dibawah kontrol Jepang. Mengingat sensitivitas yang diungkapkan oleh Beijing mengenai wilayah kepulauan ini, Jepang memutuskan langkah pembelian untuk mempertahankan status quo pulau-pulau tak berpenghuni tersebut. Namun, pemerintah dan masyarakat Cina ternyata menunjukan reaksi keras yang cenderung agresif terhadap langkah yang diambil jepang ini. Reaksi kuat yang cenderung agresif ditunjukan Cina dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya naiknya nasionalsime dan kapabilitas power yang dimiliki Cina. Dalam tulisan ini ingin mencari tahu dan menjelaskan bagaimana nasionalisme dan perubahan kapabilitas power Cina, berpengaruh terhadap perubahan sikap yang lebih keras terhadap Jepang pasaca nasionalisasi kepulauan . Dalam tulisan ini, teknik analisis menggunakan metode kualitatif, yaitu analisis dilakukan lebih mendalam dengan melihat data dan fakta, kemudian data dan fakta dikorelasikan dengan landasan teori dan konsep.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pasca nasionalisasi Jepang atas kepulauan sengketa Senkaku/Diaoyu1

tahun 2012, Cina beberapa kali menunjukan sikap yang lebih agresif. Sikap

agresif Cina ditunjukan dengan serangan verbal hingga pengiriman kapal dan

pesawat militer di seputaran kepulauan sengketa. Bagi Jepang, aksi yang

dilakukan Cina dianggap sangat provokatif. Sikap yang ditunjukan Cina menjadi

suatu pertanyaan bagi konsep pendekatan politik Luar Negeri Cina. Mengingat

konsep “Cina‟s Peaceful Rise " yang di utarakan oleh Perdana Menteri Cina Wen Jiabao dalam pidato tesisnya di Universitas Harvard pada Desember 2003.2 (Xia,

www.nytimes.com 2013).

Mengenai bagaimana status kepulauan, kepulauan Senkaku/Diaoyu yang

saat ini berada dibawah kontrol Jepang telah menjadi wilayah sengketa terkait

pengakuan kedaulatan teritorial antara Cina dan Jepang sejak satu abad terakhir.

Pada september 2012 pemerintah Jepang mengumumkan telah membeli

kepulauan senkaku dari keluarga Kirihara3(edition.cnn.com). Sebelumnya, posisi

1 Kepulauan Senkaku/Diaoyu merupakan deretan delapan pulau dengan lima pulau merupakan

pulau tidak berpenghuni dan tiga pulau merupakan karang besar. Jepang dan Cina memiliki nama masing-masing bagi kepulauan tersebut. Jepang menyebutnya „Senkaku Gunto‟ dan „Diaoyu Tai‟

oleh Cina.

2 Sebagai referensi mengenai “Cina‟s peaceful Rise” juga dapat dilihat pada Zheng Bijian. 2005a.

Cina's Peaceful Rise: Speeches of Zheng Bijian, 1997-2005. Washington, D.C.: Brookings Institution Press. ; ____. 2005b. "Cina's 'Peaceful Rise' to Great-Power Status." Foreign Affairs

84, no. 5 (September/October): 18-24.

3 Pada tahun 1932 pemerintah Jepang merubah status kepemilikan negara menjadi kepemilikan

(13)

Jepang atas kepulauan Senkaku/Diaoyu di jelaskan dalam pernyataan resmi oleh

Departemen Luar Negeri Jepang pada tanggal 8 Maret 1972 dengan judul The Basic View of the Ministry of Foreign Affairs on the Senkaku Island. Berdasarkan pernyataan tersebut, Jepang mengklaim bahwa kepulauan Senkaku merupakan

pulau terra nullius (atau tanah tanpa pemilik) pada saat kepulauan itu secara formal dimasukan dalam teritori Jepang pada 1895 (Shaw, 1999:22).

Setelah Perang Dunia II, Jepang menarik klaim atas beberapa teritorial

dan kepulauan termasuk Taiwan dibawah Perjanjian Perdamaian San

Fransisco tahun 1951. Namun dibawah perjanjian yang sama, pada tahun

1971 kepulauan Nansei Shoto yang berada dibawah perwalian militer AS

dikembalikan pada pemerintahan Jepang. Jepang mengatakan bahwa Cina

tidak berkeberatan atas kesepakatan San Fransisco dan baru sejak tahun

1970an pemerintah Cina dan Taiwan mulai menekan klaim mereka setelah

muncul isu sumber minyak (anonim www.bbc.co.uk). Dasar protes dari pihak

Cina mengklaim kepulauan Diaoyu sebagai miliknya adalah dengan bukti

Deklarasi Kairo dan Potsdam berisi penantatanganan menyerah bersyarat

Jepang 1945 (Lee dan Ming, 2012).

Cina kemudian lebih jauh menguatkan klaimnya menggunakan dasar

geografi sebagai justifikasi kedaulatan. Dibawah United Nation Convention on the Law of the Seas (UNCLOS), sebagaimana didefinisikan dalam Bagian VI, Pasal 76 UNCLOS III, " Landas kontinen suatu negara pantai meliputi

dasar laut dan tanah di bawahnya ... ke tepi luar dari margin benua , atau

(14)

Cina menggunakan aturan ini untuk menguatkan klaimnya, namun secara

geografi jarak antara Cina dan Jepang tidak sampai mencapai 400 mil laut

sehingga batas-batas mereka menjadi tumpang tindih4. Sebelum terjadi

pembelian kepulauan oleh pemerintah Jepang, sikap Cina hanyalah sebatas

klaim verbal tanpa aksi yang terlalu signifikan. Gesekan-gesekan yang terjadi

lebih sering disebabkan oleh gerakan aktivis dan nelayan Cina dan Jepang

yang memasuki wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu.

Pada April 2012, Gubernur Tokyo Ishihara menyatakan rencananya

untuk membeli kepulauan senkaku dan menimbulkan reaksi protes

anti-Jepang di Cina (http://edition.cnn.com). Juru bicara Kementrian Luar Negeri

Cina Liu Weimin menyatakan keinginan Ishihara untuk membeli kepulauan

Diaoyu "irresponsible,". Liu menyatakan "The Diaoyu Islands are Cina's territory since ancient times,.... The willful talk and action of some Japanese politicians is irresponsible and tarnish and smears Japan's reputation." (http://edition.cnn.com). Menghadapi kemungkinan kepulauan Senkaku jatuh

dibawah yurisdiksi Pemerintahan Metopolitan Tokyo, pemerintah Jepang

mengambil langkah ikut masuk dalam penawaran pembelian kepulauan

Senkaku. Pada tanggal 11 September, Sekretaris Kabinet Jepang Osamu

Fujimura menegaskan bahwa pemerintah telah menyetujui pembelian

beberapa pulau dari keluarga Kirihara. Dan dalam sebuah wawancara,

Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda menyatakan tidak ada sengketa

4 Kepulauan ini berlokasi di perairan Laut Cina Timur sekitar 120 mil laut Timur-Laut Taiwan,

(15)

kedaulatan teritorial dengan Cina dan pertanyaan atas kepemilikan kepulauan

Senkaku adalah milik Jepang (http://edition.cnn.com).

Pada saat Jepang mengumumkan pembelian kepulauan Senkaku/Diaoyu,

kantor berita Cina Xinhua melaporkan bahwa dua kapal pengintai Cina telah tiba

di kawasan itu untuk "menegaskan kedaulatan negara". Cina juga melancarkan

serangan verbal terhadap Jepang. Kementrian Luar Negeri Cina memperingatkan

Tokyo harus “menanggung semua konsekuensi serius”. Dikatakan bahwa

“pemerintah Cina tidak akan duduk diam menonton kedaulatan teritorialnya

dilanggar” (Philips, www.telegraph.co.uk 2012). Sejak itu, kapal pemerintah Cina

pada beberapa kesempatan telah berlayar masuk dan keluar dari wilayah sengketa.

Kemudian pada Desember 2012 Jepang juga menyatakan bahwa sebuah pesawat

pemerintah Cina telah melanggar wilayah udara kepulauan (Anonim,

http://www.bbc.co.uk 2013).

Nasionalisasi yang dilakukan Jepang juga menimbulkan gelombang

gerakan anti-Jepang di kota-kota Cina. Pada 15 september 2012, terjadi protes

anti-Jepang terbesar sejak normalisasi hubungan diplomatik Cina-Jepang pada

tahun 1972 yang terjadi di sejumlah kota di seluruh Cina. Kedutaan Jepang di

Beijing dikepung oleh ribuan pengunjuk rasa kemudian pada hari berikutnya

gerakan protes terjadi di berbagai kota utama dan berubah menjadi aksi

kekerasan ditandai bentrok massa yang menyebabkan beberapa perusahaan

besar Jepang seperti Toyota dan Honda menutup sementara pabrik-pabrik dan

(16)

menuding pemerintah Cina kurang tanggap dan cenderung membiarkan aksi

pengerusakan terjadi ( anonim, www.scmp.com 2013).

Setahun setelah pembelian kepulauan Senkaku oleh Jepang situasi

hubungan Cina dan Jepang, perkembangan terbaru tidak menunjukan pertanda

baik. Masalah yang semakin rumit dikarenakan rencana Jepang membangun

struktur dan personil permanen di kepulauan Senkaku, serta basis patroli

militer di daerah tersebut (thediplomat.com). Sementara sebelumnya, juru

bicara kementrian Cina Hua Chunying dalam suatu konfrensi pers pada April

2013 telah menyatakan bahwa Diaoyu adalah “core interest” Cina. " Kepulauan Diaoyu adalah mengenai kedaulatan dan integritas teritorial....

Tentu saja ini adalah core interest Cina”(www.bloomberg.com). Hingga saat ini, telah tejadi beberapa insiden antara pihak Jepang dan Cina dikarenakan

kapal maupun pesawat Cina yang memasuki wilayah sengketa. Bahkan, Cina

sempat melakukan latihan militer di seputaran wilayah sengketa. (Anonim,

http://japandailypress.com 2013)

Perkembangan yang terjadi baru-baru ini telah mempengaruhi hubungan

kerjasama antara Cina dan Jepang yang telah dibina selama bertahun-tahun. Hal

ini khususnya juga akan berdampak buruk terhadap hubungan ekonomi kedua

negara yang kuat. Investasi Jepang yang pada tahun 2011 mencapai total $6,3

miliar Dollar akan mungkin menurun pada waktu-waktu kedepan. Dengan Jepang

sebagai mitra dagang terbesar ketiga Cina, pengaruh turunnya hubungan bilateral

akan mungkin mempengaruhi perekonomian Cina dalam jangka panjang. (Baruah,

(17)

dunia, senilai $340 miliar Dollar. Bagi Jepang, Cina merupakan mitra dagang dan

pasar ekspor terbesar. Terlebih lagi Cina juga menjadi salah satu negara

pemegang finalsial terbesar terhadap hutang publik Jepang, memegang sekitar ¥18

miliar Yen atau $230 miliar Dollar, menyusul lonjakan besar 70% sejak 2010

(Chan, www.wsws.org 2012).

Reaksi Cina bisa dilihat dari beberapa aspek yang mendorong. Tren

terbaru melihat masalah maritim berkaitan dengan masalah keamanan

internasional sebagai area konflik yang di sebabkan persaingan yang ketat atas

sumber daya alam (Yee 2011: 166). Apa yang berbeda salah satunya adalah

pengaruh nasionalisme5 di Jepang dan Cina. Dari sikap Cina dan Jepang terkait

klaim teritorial ini, keduanya secara tidak langsung menunjukan rasa persaingan,

kekhawatiran strategis dan prospek masa depan. Perasaan dan sikap orang Jepang

terhadap Cina mulai berubah sejak seputaran 2010 ketika mereka menyadari

bahwa Cina telah melampaui Jepang sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia

(Kalha 2012). Status ekonomi dan perkembangan kekuatan militer atau

kapabilitas power6 juga memberi pengaruh. Contohnya ketika Jepang menangkap

sebuah kapal nelayan Cina di dekat kepulauan Senkaku/Diaoyu, namun terpaksa

mundur dan melepaskan mereka ketika Cina mengancam untuk memotong ekspor

bahan mineral penting dalam pembuatan barang hi-tech (Kalha 2012). Dari sisi

5 Nasionalisme dapat berupa suatu ideologi atau suatu bentuk dari prilaku atau bisa merupakan

keduanya. Sebagai ideologi, nasionalisme merepresentasikan sebuah sistem dari ide-ide yang biasanya berhubungan dengan hak self-determination. Sebagai prilaku, nasionalisme dapat berupa respon rasional terhadap suatu keadaan, dan berkembang menjadi reaksi nasionalis atau gerakan. Lebih jauh lihat Anthony D. Smith. (1991). National Identity. pp 72. ; Easman, Milton j. (1994).

Ethnic Politics, pp 28. ; Kellas, James G. (1998). The Politics of Nationalism and Ethnicity. Pp 31.

6 Charles W. Freeman, Jr. Menggambarkan kapabilitas power berbicara mengenai sumber daya

(18)

militer, dapat dilihat dari pertimbangann yang seperti Defence White Paper

sebutkan, modernisasi militer Cina akan semakin ditandai dengan pengembangan

kemampuan proyeksi kekuatan yang signifikan (Department of Defence,

Australian Government,).

I.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat kasus nasionalisasi Jepang atas kepulauan sengketea

Senkaku/Diaoyu yang telah meningkatkan ketegangan Cina-Jepang, apa arti

penting kepulauan Diaoyu bagi Cina dan bagaimana nasionalisme serta

kapabilitas power yang dimiliki Cina saat ini mempengaruhi sikap Cina hingga

cenderung kearah yang lebih agresif ?.

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan arti penting Kepulauan Diaoyu

bagi Cina dan menganalisa pengaruh nasionalisme serta kapabilitas power Cina

terhadap sikap cina yang cenderung agresif menyikapi nasionalisasi kepulauan

Senkaku/Diaoyu yang dilakukan oleh Jepang pada tahun 2012. Akan dilihat

bagaimana dinamika nasionalisme dan kapabilitas power Cina. Kemudian, lebih

mendalam, penulis berusaha menjelaskan bagaimana dinamika nasionalisme dan

kapabilitas power yang dimiliki Cina tersebut mempengaruhi sikap yang di

(19)

I.4 Kerangka Pemikiran I.4.1 Fokus Pemikiran

Fokus penelitian ini terdiri dari unit analisa dan unit eksplanasi. Unit

analisa adalah unit yang perilakunya akan dijelaskan dalam penelitian. Sedangkan

unit eksplanasi adalah unit yang mempengaruhi unit analisa. Dalam penelitian ini,

yang menjadi unit analisa adalah perubahan sikap Cina kearah yang lebih agresif

dihubungkan dengan nasionalisasi Jepang atas kepulauan sengketa, sedangkan

yang menjadi unit eksplanasinya adalah nasionalisme dan kapabilitas powerCina.

(Buzan dkk, 1995. dalam Perwita & Yani 2005).

I.4.2 Landasan Teoritik

I.4.2.1 Nasionalisme dan Agresifitas

Terkait Nasionalisme, Mill dalam tulisannya Representative Government

memberikan gambaran dalam memandang nasionalisme terutama dalam konsep

"rational nationalism" harus dipahami sebagai dialektika yang alami. ( Mill 1861) Berbeda dengan realis dan liberalis yang didasarkan pada keadaan rasional

kepentingan sendiri, konstruktivis menemukan bahwa faktor ideasional, sering

digambarkan sebagai non-materi dan mendikte aksi negara (Wendt 1995). Norma

dan identitas adalah apa yang dipresepsikan negara melalui penciptaan subjektif

dari politik identitas. Oleh karena itu, identitas menjadi lebih dominan

dibandingkan rasionalitas oleh aktor dalam mendefinisikan serta perilaku

konsekuen untuk melindungi kepentingannya (Wendt, 1999: 238-243). Norma

dan identitas adalah apa yang di presepsikan negara melalui penciptaan subjektif

(20)

didasari karena nasionalis Cina percaya bahwa mereka perlu melindungi

kepentingan nasional mereka, dan juga karena mereka merasa kepentingan

mereka telah terancam atau dilanggar. Mereka terinspirasi oleh identitas nasional

mereka untuk bertindak seperti "patriot".

Berbagai diskusi teoritis perilaku negara dapat diterapkan untuk

hubungan luar negeri Cina, namun perdebatan utama adalah apakah Cina

dimotivasi oleh logika politik-riil atau oleh kendala sosial seperti nasionalisme

dalam masyarakat maupun politik.Christensen berpendapat Cina adalah “the high church of realpolitik.”, dengan begitu Cina berfokus pada cara struktur internasional mengubah hubungan dengan tujuan memaksimalkan kekuatan

dan kepentingan relatif (Christensen 1996. Pg, 37). Namun, Johnston

menemukan bahwa perilaku internasional Cina mendapat pengaruh dari sisi

sosial. Dengan demikian, Cina tidak mungkin untuk mengabaikan realitas

material dari kebangkitan Cina dan faktor dalam hubungan luar negerinya,

menjadi penting untuk mengakui faktor ideasional atau konstruksi sosial yang

berdampak terhadap urusan internasional (Johnston 2007). Bahkan,

nasionalisme telah muncul sebagai kekuatan utama dalam politik. Contohnya

adalah saat Xi Jinping mengkritik AS terkait ekonomi internasional dan

kebijakan bantuan AS, sehingga mengangkat pendekatan Cina (Anonim,

http://news.asiaone.com 2009).

I.4.2.2 Teori Power Transition

Realis yang melihat negara sebagai aktor utama dan fokus pada pergeseran

(21)

menunjukkan bahwa ketika kekuatan negara meningkat, „a state will seek to change the international system through territorial, political and economic expansion until the marginal costs of further change are equal to or greater than the marginal benefits‟ (Gilpin 1981: 106). Berdasarkan premis Glipin, realis mengklaim bahwa Cina tidak puas dengan struktur internasional yang ada dan

hubungan kekuasaan yang dihasilkannya, dan dengan demikian berusaha untuk

menantang status quo (Buzan & Segal 1994, Pg: 6, Gernstein & Munro 1997).

Untuk beberapa realis lain, seperti Friedberg (1993), dan Organski Kugler

(1980), great power yang tidak puas akan cenderung untuk menantang negara dominan dan mungkin bisa menyebabkan konflik dan perang. Cina, sesuai dengan

kriteria dan termasuk dalam kategori great power ini. Prinsip prediksi akan

power dari teori ini adalah dalam kemungkinan perang dan stabilitas aliansi. Gelombang pengaruh yang besar terjadi ketika pesaing kekuatan dominan masuk

dan tidak puas dengan sistem yang ada. Demikian pula, aliansi yang paling stabil

ketika pihak aliansi puas dengan struktur suatu sistem. Ada hal lain lebih lanjut

untuk teori ini : misalnya, faktor penyebab Power Transition bervariasi dalam pola perubahan mereka, perubahan populasi menjadi pola dengan pengaruh

terendah dan kapasitas politik (didefinisikan sebagai kemampuan pemerintah

untuk mengontrol sumber daya internal untuk negara) sebagai pola perubagan

dengan pengaruh terbesar (Ronald L. Tamen et al, 2000).

(22)

tahun-tahun kedepan7. Merujuk pada tulisan Kugler dan Tamen, untuk melihat

bagaimana interaksi antara Cina dan Jepang serta bagaimana negara mengambil

sikap berdasarkan kapabilitas poweryang dimiliki maka dapat dilihat berdasarkan

faktor status quo, konflik dan kooperasi, hirarki. (Kugler, Tamen 2004).

Berkaitan dengan prilaku negara, negara tidak pernah bisa yakin tentang

tujuan masing-masing. Mereka tidak bisa tahu dengan tingkat kepastian yang

tinggi apakah mereka berhadapan dengan negara revisionis atau status quo.

Bahkan jika ada yang bisa memastikan tujuan suatu negara saat ini, tidak ada yang

mengetahui apa yang terjadi di masa mendatang. Hal itu karena mustahil

mengidentifikasi siapa yang menjalankan kebijakan luar negeri suatu negara 5

atau 10 tahun kedepan dan apakah mereka akan bersikap agresif (Copeland, 2000;

Leviathan, 1985; Mearsheimer, 2001). Negara yang hampir tidak memiliki

kemampuan ofensif tidak bisa menjadi negara revisionis, karena tidak memiliki

sarana untuk bertindak agresif. Satu masalah dengan pendekatan ini adalah bahwa

sulit untuk membedakan antara kemampuan militer ofensif dan defensif. Masalah

mendasar adalah bahwa kemampuan yang dikembangkan negara untuk membela

diri sering memiliki potensi ofensif yang signifikan (Mearsheimer, 2010).

I.5 Hipotesis

Bagi Cina, kepulauan Diaoyu merupakan aset yang penting dikarenakan

kekayaan alam maupun posisi kepualan terhadap eksplorasi ZEE yang mana

berkaitan dengan ekonomi Cina kedepannya. Namun sikap Cina tidak hanya

dipengaruhi keinginan menguasai sumber daya alam dan wilayah semata, namun

7 Lihat Kugler, J. Ronald Tamen. (2004) Regional Challenge: Cina‟s Rise to Power, in: The

(23)

juga karena pengaruh nasionalisme yang berkembang di Cina dan Peningkatan

kapabilitas power. Kebijakan pemerintah Cina sudah sangat mendapat perhatian

dan tekanan dari pihak nasionalis baik itu melalui internet maupun aksi protes

terhadap sikap Cina dalam beberapa kasus. Lebih jauh, elit politik Cina juga

masih tidak lepas dari jinggoisme dan ini sejalan dengan bagaimana Cina akan

merespon tekanan nasionalis. Sementara kapabilitas power membuat Cina

semakin lebih memiliki posisi wilayah regional Asia maupun Dunia dan itu

mampu meningkatkan kepercayaan diri Cina.

I.6 Metodologi Penelitian

I.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional

I.6.1.1 Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme Cina

Meskipun istilah "nasionalisme" memiliki berbagai makna, nasionalisme

secara umum digunakan untuk menggambarkan dua fenomena : (1) sikap anggota

suatu bangsa saat mereka peduli tentang identitas mereka sebagai anggota bangsa

itu dan (2) tindakan yang diambil para anggota suatu bangsa dalam berusaha

untuk mencapai (atau mempertahankan) beberapa bentuk kedaulatan politik

(Nielsen 1998-9, 9). Masing-masing aspek memerlukan elaborasi. (1)

menimbulkan pertanyaan tentang konsep bangsa atau identitas nasional, tentang

apa itu milik bangsa, dan tentang seberapa seseorang harus peduli pada suatu

bangsa, sementara dalam hal keanggotaan seorang individu dapat secara sukarela

atau tidak. (Smith, 1991). (2) menimbulkan pertanyaan tentang apakah kedaulatan

(24)

domestik dan internasional, atau apakah sesuatu yang kurang dari kenegaraan

akan cukup. Meskipun kedaulatan sering diartikan kenegaraan penuh (Gellner

1983, ch. 1).

Secara umum terdapat kesepakatan tentang apa yang secara historis paling

khas terkait paradigmatik nasionalisme. Kedaulatan teritorial secara tradisional

dilihat sebagai elemen penentu kekuasaan negara, dan penting untuk kebangsaan.

Teritorial negara sebagai unit politik dipandang oleh kaum nasionalis sebagai

'milik' utama satu kelompok etnis-budaya, dan secara aktif bertugas melindungi

dan menyebarkan tradisi-tradisinya (Miscevic, 2010).

Variasi nasionalisme Cina yang paling relevan telah muncul sebagai

kekuatan yang kuat di Cina setelah 1979, Cina mencakup empat generasi yang

berbeda: pertama yaitu generasi revolusioner di 1930s/40s, generasi kedua selama

masa komunis dengan fokus pada membersihkan sayap kanan selama tahun 1950,

generasi ketiga pada tahun 1970 dengan revolusi budaya, dan yang paling baru

saat ini pasca generasi 1970an. Generasi keempat unik karena muncul pada masa

relative material prosperity” yang juga memiliki “a strong desire to make their mark”( Gries 2005, pg 4-5). Gries menyatakan, telah terjadi kenaikan di Cina berhubungan dengan nasionalisme terkait kebutuhan untuk tampil atau

ditampilkan sebelum orang lain (Gries 2005, pg 20).

I.6.1.2 Kapabilitas Power

Para akademisi seringkali mendefinisikan power sebagai sebuah cara, artinya kekuatan dan kapasitas yang membentuk kemampuan untuk

(25)

mempengaruhi tersebut (Griifiths&O‟Callaghan, 2002: 253). Menurut

Morgenthau, power merupakan sebuah hubungan antara dua aktor politik dimana aktor A memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap perilaku dan

pikiran aktor B.

Dalam teori Power Transition menggambarkan politik internasional sebagai hirarki dengan (1) negara "dominant", suatu negara dengan proporsi terbesar dilihat dari sumber daya power (populasi , produktivitas, kapasitas politik dalam artian koherensi dan stabilitas, dll), (2) "great powers", negara-negara potensial dalam menyaingi negara dominan dan yang juga berperan dalam

tugas-tugas pemeliharaan sistem dan kontrol alokasi sumber daya power , (3) " middle powers", dalam ruang lingkup regionali yang memiliki potensi mirip dengan negara dominan namun tidak dapat menantang negara dominan atau struktur

sebuah sistem. Dan (4) " Small powers " negara-negara sisa lainnya.

Komponen suatu power bangsa dalam menghasilkan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku bangsa lain dapat dilihat dari sisi populasi, produktivitas

dan kapasitas politik8. Kapabilitas merupakan agregasi dari populasi dunia,

penduduk perkotaan, pengeluaran militer, personil militer, produksi besi dan baja,

dan batu bara dan konsumsi minyak. Teori Transisi Power menggunakan output

total ekonomi suatu bangsa ditimbang dengan kapasitas politiknya. Parameter

COW dan GDP sangat berkorelasi9 (Kugler, Arbetman 1989). Ketiga elemen

8 Merujuk Composite Capabilities Index of the Correlates of War (COW), lihat J. David Singer,

and Melvin Small, (1966) „The Composition and Status Ordering of the International System: 1815-1940‟, World Politics, 18, pp.236-82.

9 Perbandingan dari dua ukuran tersebut dapat ditemukan di Jacek Kugler, and Marina Arbetman,

(26)

berubah seiring waktu pada tingkat yang berbeda. Ukuran populasi sulit untuk

memodifikasi dalam jangka pendek, sementara produktivitas ekonomi bisa diubah

lebih cepat. Sementara itu kapasitas politik yang stabil dan perubahannya tidak

dapat diprediksi secara akurat. Untuk alasan ini Kugler dan Tamen lebih

berkonsentrasi pada jumlah populasi dan tingkat produktivitas ekonomi Cina

(Kugler, Tamen 2004)

I.6.2 Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatif yang bermaksud

untuk menjelaskan variabel-variabel yang diteliti beserta dengan hubungan antar

variabel (Suyanto dan Sutinah, 2004). Dalam hal ini, peneliti berusaha

menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis.

Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh perubahan kapabilitas power Cina

serta nasionalisme yang seperti apa dan bagai mana itu mempengaruhi perubahan

sikap yang lebih keras terhadap Jepang pasca pembelian kepulauan sengketa

antara Cina-Jepang pada tahun 2012.

I.6.3 Jangkauan Penelitian

Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh nasionalisme dan kapabilitas

power Cina pada perubahan sikap Cina terhadap jepang hingga cenderung kearah yang lebih agresif, dengan fokus reaksi Cina pasca pembelian kepulauan

Senkaku/Diaoyu oleh Jepang tahun 2012 dengan melihat faktor yang

(27)

melihat momentum pembelian kepulauan sengketa oleh Jepang pada September

2012. Pada momentum 2012, sikap Cina yang cenderung lebih agresif disinyalir

akibat respon terhadap naiknya nasionalisme di Cina serta tekanan pihak

nasionalis. Sikap Cina yang cenderung lebih agresif juga disinyalir akibat semakin

menguatnya power Cina di Asia Timur terutama kekuatan ekonomi terhadap Jepang.

I.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah

dengan kajian dokumen. Dokumen diartikan sebagai suatu catatan tertulis /

gambar yang tersimpan tentang sesuatu yang sudah terjadi. Dokumen merupakan

fakta dan data tersimpan dalam berbagai bahan yang berbentuk dokumentasi

(Moleong, 2005). Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu

otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping,

dokumen pemerintah atau swasta, data tersimpan di website, dan lain-lain.

Dokumen tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada

peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi untuk penguat data dalam

membuat interprestasi dan penarikan kesimpulan.

I.6.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan

(28)

melakuakan sintesa dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Bogdan dan Bilken 1982). Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

kualitatif. Analisis data kualitatif adalah suatu analisis mendalam berdasarkan

intepretasi dan teori terhadap data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola

hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan

berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang

sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau

ditolak berdasarkan data yang terkumpul (Silalahi, 2006). Analisis dilakukan

dengan melihat data dan fakta, kemudian data dan fakta dikorelasikan dengan

landasan teori dan konsep.

1.6.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini akan disusun sebagai berikut:

1. BAB I. Merupakan metodologi penulisan penelitian yang tersusun atas latar

belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka

pemikiran yang terdiri dari peringkat analisis dan landasan teoritik,

hipotesis, metodologi penelitian yang terdiri dari definisi konseptual dan

definisi operasional, tipe penelitian, jangkauan penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data serta sistematika penulisan.

2. BAB II. Berisi tentang arti penting dari kepulauan Diaoyu bagi Cina, arti

(29)

3. BAB III. Berisi penjelasan bentuk nasionalisme Cina dan pengaruhnya

terhadap perubahan sikap yang lebih agresif pada Jepang pasca pembelian

kepulauan sengketa oleh Jepang

4. BAB IV. Berisi penjelasan menguatnya power Cina di Asia Timur terutama kekuatan ekonomi terhadap Jepang dan pengaruhnya terhadap perubahan

sikap yang lebih agresif pada Jepang pasca pembelian kepulauan sengketa

oleh Jepang.

5. BAB V. Berisi analisis terhadap pembahasan yang telah dilakukan pada

bab-bab sebelumnya

6. BAB VI. Berisi kesimpulan, implikasi penelitian serta saran berdasarkan

analisis yang telah disampaikan. Pada bab terakhir ini, penulis akan

memberikan kesimpulan apakah hipotesis yang diajukan pada bab pertama

(30)

BAB II

NILAI DAN ARTI PENTING YANG DIMILIKI KEPULAUAN

DIAOYU BAGI CINA

Seperti yang telah di sebutkan sebelumnya mengenai pernyataan juru

bicara kementrian Cina Hua Chunying dalam suatu konfrensi pers pada April

2013. Diaoyu adalah “core interest” Cina. " Kepulauan Diaoyu adalah mengenai kedaulatan dan integritas teritorial.... Tentu saja ini adalah core interest Cina”. Apakah memang permasalahan hanya terletak pada kedaulatan dan integritas

teritorial dikarenakan Cina merasa kepulauan Diaoyu adalah wilayahnya?.

“Apa arti penting Diaoyu bagi Cina?”, merupakan sebuah pertanyaan

yang muncul ketika berusaha memahami mengapa Cina bersikeras mengklaim

kepemilikan atas kepulauan Diaoyu. Sebelum membahas lebih jauh mengenai

pengaruh nasionalisme dan kapabilitas Power terhadap sikap Cina maka pada bab

ini terlebih dahulu membahas arti penting kepulauan Diayou bagi Cina. Arti

penting yang di bahas disini adalah dengan memandang kepulauan

Senkaku/Diaoyu sebagai objek dan nilai apa yang dimiliki.

2.1 Potensi kekayaan alam wilayah Kepulauan Diaoyu

Meskipun perselisihan sudah ada sejak akhir Perang Dunia II (PD II),

Suganuma berpendapat bahwa sampai tahun 1970-an, kepulauan ini masih

dianggap bernilai kecil oleh Cina maupun Jepang. Setelah penemuan potensi

(31)

kemudian mulai "menyalakan sumbu konfrontasi teritorial antara Jepang dan

Cina", dan kepemilikan kepulauan senkaku/Diaoyu telah menjadi "salah satu

sengketa teritorial yang paling rumit di dunia "(Suganuma, 2000: 11).

Kepemilikan atas kepulauan Diaoyu dapat mempengaruhi 40.000 km2

sekitar landas kontinen atau daerah zona ekonomi ekslusif (ZEE) dan kontrol

pulau akan memberi kepemilikan sumber daya alam di sekitarnya. Hal ini tentu

tidak hanya tentang industri perikanan, tetapi juga tentang potensi cadangan

minyak dan gas di wilayah ini. Pada tahun 1968 Komisi Ekonomi PBB untuk Asia

timur memprediksi kemungkinan kekayaan sumber daya minyak bumi dan gas

yang melimpah di Laut Cina Timur10. Pemerintah Jepang kemudian menegaskan

survei Komisi ekonomi PBB atas prediksi kekayaan minyak bumi dengan

perhatian khusus pada kepulauan Senkaku (MOFA 2013).

Secara ekonomi, kepulauan Diaoyu sangat menguntungkan untuk Cina.

Mengapa demikian adalah karena Cina merupaan konsumen minyak terbesar

kedua di dunia setelah Amerika Serikat dan menjadi konsumen energi global

terbesar pada tahun 2010. Berdasarkan laporan US Energy Information

Administration (EIA), Cina adalah eksportir minyak bersih sampai awal 1990-an

dan menjadi net importer terbesar kedua di dunia di 2009. EIA memperkirakan

Cina akan melampaui Amerika Serikat sebagai importir minyak pada tahun 2014.

Pertumbuhan konsumsi minyak Cina menyumbang sepertiga dari pertumbuhan

konsumsi minyak dunia pada tahun 2013, dan EIA memproyeksikan pangsa yang

10 Survei geologi pertama menyatakan kemungkinan cadangan petroleum yang besar yang di

cetak ulang dalam K. O. Emery, et al, “Geological Structure and Some Water Characteristics of the East

(32)

sama pada tahun 2014. Penggunaan gas alam di Cina juga meningkat pesat dalam

beberapa tahun terakhir, dan Cina telah berupaya untuk meningkatkan impor gas

alam melalui pipa dan gas alam cair (LNG)

Berapa banyak potensi cadangan minyak dan gas alam yang diperkirakan

masih belum jelas diakibatkan perselisihan teritorial yang mencegah survei akurat.

Cina memperkirakan potensi cadangan minyak di perairan laut Cina Timur

sebanyak 70-160 miliar barel, angka yang jauh lebih tinggi dari perkiraan US

Geological Survey dari pertengahan 1990-an. Cina juga memperkirakan laut Cina

Timur berisi sekitar 250 triliun kaki-kubik gas alam, berbeda dengan analis energi

AS yang hanya memperkirakan cadangan gas alam sebanyak 1 sampai 2 triliun

kaki-kubik (www.eia.gov 2014). Terlepas berapa banyak sebenarnya cadangan

sumberdaya alam yang akurat, jelaslah bahwa Kepulauan Diaoyu memiliki nilai

strategis dan ekonomi dengan perkiraan cadangan minyak dan gas di Laut Cina

Timur yang mampu memenuhi kebutuhan Cina untuk setidaknya beberapa decade

kedepan (Huang 2012).

Di sisi lain, sebuah kompleksitas timbul oleh presepsi zona ekonomi

eksklusif (ZEE) yang memiliki implikasi tentang siapa yang bisa memanfaatkan

cadangan minyak dan gas di wilayah tengah Cina Timur Laut (Yee 2011: 173).

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya pada BAB I, bahwa Cina

menggunakan dasar geografi sebagai justifikasi kedaulatan. sebagaimana

didefinisikan dalam Bagian VI, Pasal 76 UNCLOS III, " Landas kontinen suatu

Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya ... ke tepi luar dari

(33)

dalam Moura, 2013). Sedangkan secara geografi jarak antara Cina dan Jepang

tidak sampai mencapai 400 mil laut sehingga batas-batas mereka menjadi

tumpang tindih.

2.2 Nilai Posisi Strategis Diaoyu Bagi Cina

Karena letak posisi geografis penting sebagai pos garis depan untuk Cina

dan pos terakhir dari barisan belakang untuk Jepang, nilai strategis dari Kepulauan

Diaoyu di militer dan geopolitik tidak bisa diremehkan. Kepulauan

Senkaku/Diaoyu terletak sekitar tengah-tengah antara pulau Taiwan dan

Kepulauan Ryukyu Jepang, yaitu 120 mil laut sebelah timur laut dari Taiwan, 200

mil laut sebelah barat daya dari Okinawa, dan 230 nautical km sebelah timur dari

Cina daratan (Pan, 2007).

Bagi Cina, Kepulauan Diaoyu terletak tepat di pusat strategi geografis

Cina yang di sebut sebagai "rantai pulau pertama", yang didefinisikan oleh garis

pantai Cina yang membentang dari Kepulauan Kurile, Jepang, Kepulauan

Ryukyu, melalui Taiwan, ke Filipina dan Kepulauan Spratly. Rantai pulau

memisahkan perairan pesisir Cina dan Samudera Pasifik, posisi ini dipandang

sebagai penghalang alami terhadap proyeksi kekuatan Cina diluar garis pantainya.

Dari perspektif saingan Cina ', beberapa melihat bahwa "rantai pulau pertama"

adalah semacam "Great Wall secara terbalik: ... garis yang terorganisasi dengan

baik dari sekutu AS yang berfungsi sebagai semacam menara penjaga untuk

memantau dan mungkin memblokir akses Cina ke Samudera Pasifik "(Kaplan,

(34)

Pengembangan militer Cina terutama angkatan laut telah melakukan

serangkaian program modernisasi baik peralatan maupun doktrin strategisnya,

pengembangan ini dalam rangka untuk mengikuti langkah peningkatan pesat

status ekonomi dan politiknya Ada persepsi yang berkembang di Barat

memandang bahwa dengan peningkatan kemampuan ekonomi dan militer, Cina

lebih berkeinginan untuk mengembangkan ototnya lebih jauh dari perairan

pesisirnya dengan mengembangkan angkatan laut "blue water" (The Economist, 2007; 2009; dan 2010b). Keputusan Beijing untuk mengirim angkatan laut gugus

tugas anti-pembajakan ke pantai Somalia menunjukkan peningkatan kemampuan

daya-proyeksi People‟s Liberation Army (PLA) Cina. Strategis vital yang penting

dari Kepulauan Diaoyu adalah bahwa dengan mengendalikan kelompok pulau,

maka akan "memecah" perimeter " rantai pulau pertama " dan memberikan jalur

aman ke dalam dan ke luar Samudera Pasifik, sehingga memperluas perimeter

pertahanan laut Beijing ke Barat Pacific (Guo, 2012)..

Akses ke Kepulauan Diaoyu akan sangat berguna untuk kekuatan kapal

selam Cina, karena akan memungkinkan kapal selam untuk terjun lebih dalam di

perairan timur 11, maka menjadi lebih sulit bagi Amerika Serikat (AS) dan Jepang untuk melacak rute kapal selam Cina sebelum menyelinap masuk ke Samudera

Pasifik. Laksamana AS mengungkapkan pada tahun 2006 sebuah kapal selam

Cina mengejutkat Angkatan Laut AS dan mempertaruhkan konfrontasi militer

11 Survei geografis dasar laut menunjukkan perbedaan besar secara mendalam antara barat air

(35)

dengan membayangi kapal induk AS yang berlayar di dekat laut Cina

Timur(Scarborough, 2006)

2.3 Nilai sejarah Kepulauan Diaoyu dan ikatan emosional Cina

Cina dan Jepang memiliki dasar masing-masing atas klaim mereka

terhadap Kepulauan Diaoyu dengan sejumlah bukti sejarah yang mendukung

argumen mereka. Bagian ini membahas dasar sejarah klaim Cina atas Kepulauan

Diaoyu. Lebih jauh, bagian ini juga menjelaskan ikatan emosional yang kuat

antara masyarakat Cina terhadap klaim kepulauan. Penelitian ini tidak

memperdebatkan kepemilikan kepulauan Diaoyu, karena itu akan berkonsentrasi

pada sikap Cina dan posisi pada masalah Kepulauan Diaoyu. Meskipun demikian,

hal ini tidak harus dilihat sebagai mengabaikan kredibilitas klaim Jepang, atau

dianggap sebagai mempromosikan perspektif Cina.

Dasar klaim Cina atas Kepulauan Diaoyu adalah Cina memiliki dokumen

sejarah yang mana saat pertama kali kepulauan ini ditemukan, menyatakan

kelompok pulau Diaoyu sejak Dinasti Ming (1368-1644) dipetakan sebagai pos

navigasi. Meskipun Arsip Cina menunjukkan bahwa pulau-pulau berada di bawah

kekuasaan administrasi Cina sejak awal Dinasti Song Selatan (1127-1279),

pulau-pulau tidak pernah dihuni secara permanen, dan hanya digunakan sebagai jalur

pengiriman barang (Suganuma, 2000: 42-44). Namun demikian, menggunakan

bukti di atas sebagai dasar, Beijing berulang kali menyatakan bahwa kelompok

Kepulauan Diaoyu adalah "wilayah suci sejak zaman kuno" Cina (Harian Rakyat

(36)

Alasan emosional utama adalah terkait sengketa kepulauan Diaoyu,

sengketa yang terjadi menyajikan ilustrasi dari "kebanggaan / penghinaan".

Menurut narasi Beijing, kelompok Kepulauan Diaoyu (sebagai bagian dari

Taiwan) diambil dari Cina setelah kekalahan Cina dalam perang Pertama

Sino-Jepang yang diprakarsai oleh Sino-Jepang pada tahun (1894-1895). Perang pecah

ketika Dinasti Qing berada dalam kemunduran, sementara Jepang meningkatkan

kekuatannya setelah Restorasi Meiji.

Delam perselisihan dengan Jepang, Taiwan merupakan bagian penting

bagi klaim Cina atas Diaoyu. Cina berpendapat bahwa Kepulauan Diaoyu

bersama-sama dengan Taiwan seharusnya dikembalikan ke Cina pada akhir

Perang Dunia II, di bawah Deklarasi Kairo 1943. Deklarasi Kairo menyatakan

bahwa Jepang harus mengembalikan semua wilayah "yang dicuri dari Cina,

seperti Manchuria, Formosa [Taiwan], dan Pescadores, akan dikembalikan ke

Republik Cina (ROC) "(Deklarasi Kairo, 1943). Secara tegas kepulauan Diaoyu

tidak disebutkan dalam Deklarasi Kairo karena Cina dan Taiwan berpendapat

bahwa itu tidak perlu. Ini adalah karena Diaoyu tidak terdaftar dalam Perjanjian

Shimonoseki, ketika Jepang mengambil mereka sebagai bagian kepulauan

Taiwan. Sebaliknya, Kepulauan Diaoyu tidak kembali ke ROC dengan Taiwan

setelah Jepang menyerah, tapi diambil alih oleh pasukan pendudukan AS di

Jepang sebagai bagian dari Kepulauan Okinawa, dan digunakan oleh militer AS

untuk sasaran latihan mili ter. Pulau-pulau itu akhirnya dikembalikan sebagai

bagian kelompok kepulauan Okinawa ke Jepang pada tahun 1972 ketika AS

(37)

Awalnya, antara tahun 1945 dan awal 1970-an, pemerintah Cina

menyuarakan keberatan yang kuat terhadap kontrol AS atau penyerahan

kepulauan ke Jepang. Apa yang telah membuat sengketa ini jauh lebih rumit

adalah status kedaulatan Taiwan atas Diaoyu dan keterlibatan Amerika, seperti

Cina berpendapat bahwa kepulauan Diaoyu adalah milik "Provinsi Taiwan", yang

menjadi bagian integral dari wilayah Cina. Fakta bahwa baik Cina maupun

Taiwan saat ini tidak mengelola Diaoyu, membuat banyak masyarakat Cina

memandang terjadi ketidakadilan karena Cina kehilangan kepemilikan sah dari

bagian penting wilayahnya (Taira, 2004). Disini menyiratkan seolah-olah wilayah

itu diambil paksa dari Cina, dan tidak berhak kembali seperti yang seharusnya

ketika Cina akhirnya mengalahkan Jepang.

Dalam perjalanannya Cina tidak pernah menyerah mengenai klaim

teritorial atas Kepulauan Diaoyu. Dengan tujuan berusaha untuk meningkatkan

hubungan diplomatik antara Cina dan Jepang, pada tahun 1978 Deng Xiaopin

selaku Wakil Perdana Menteri pada saat menyarankan kedua negara untuk setuju

mengesampingkan perselisihan bilateral dan mencari pengembangan bersama.

Berdasarkan rekomendasi Deng, Cina menyarankan kedua negara untuk

mematuhi kesepakatan ini dan bekerja untuk mengembangkan hubungan bilateral

(Cina Daily, 2010).

Sebaliknya, sikap Jepang atas kepulauan yang mereka sebut Senkaku,

menyatakan bahwa tidak terdapat masalah sengketa teritorial yang harus

diselesaikan. Awal pernyataan tersebut dapat ditelusuri dari pejabat Jepang pada

(38)

Jepang. Ketika ditanya tentang pembangunan mercusuar oleh kelompok sayap

kanan di salah satu pulau, sekertaris Kementrian Luar Negri Jepang menjelaskan

posisi dasar Jepang atas kepulauan, "Jelas, secara historis dan dalam terang

hukum internasional, bahwa Kepulauan Senkaku merupakan bagian dari wilayah

Jepang. Kepulauan berada di bawah kontrol yang efektif dari Jepang. Di sana

tidak ada masalah teritorial tentang Kepulauan Senkaku "(MOFA, 1996). Secara

emosional bagi orang Cina pernyataan Jepang yang menolak adanya sengketa

hanya menambahkan rasa sakit hati masyarakat Cina atas kompleksitas gambaran

"kebanggaan / penghinaan" yang telah ada

Dikarenakan adanya faktor sejarah panjang, isu Kepulauan Diaoyu mudah

menarik banyak sentimen nasionalisme di Cina. Sengketa ini berada di

tengah-tengah kompleksitas "kebanggaan / penghinaan" nasionalisme Cina. Di satu sisi,

kepulauan Diaoyu tampil sebagai simbol kuat dari bangsa Cina yang menjadi

korban di tangan agresi Jepang, dan penderitaan besar yang telah dialami bangsa

Cina. Oleh karena itu, penolakan terus menerus Jepang pada klaim Cina dan

pembatasan akses Cina ke Diaoyu membawa kemarahan anti-Jepang oleh gerakan

nasionalis (Guo, 2012). Di sisi lain, sebagai status internasional Cina mulai naik,

dan masyarakat Cina kini merasa bangga dan menganggap bangsa mereka cukup

kuat untuk menuntut untuk kembali wilayah yang dirasa sebagai miliknya yang

sah. Jadi, mendapatkan kembali beberapa wilayah yang menjadi perebutan

termasuk Taiwan dan Kepulauan Diaoyu menjadi langkah penting untuk

mencapai tujuan ini. Pada dasarnya, sengketa yang ada saling menghubungkan

(39)

dan mudah bertukar tempat sesuai situasi "(Callahan, 2010). Karena simbolisme

yang penting ini maka sengketa Kepulauan Diaoyu melambangkan nasionalisme

Cina, sejarah dan persepsi terhadap Jepang, sengketa tetap menjadi isu sensitif

yang diperdebatkan baik oleh pemerintah Cina dan Jepang maupun oleh

masyarakat umum sejak tahun 1990-an, bertepatan dengan munculnya

nasionalisme populer Cina (Guo, 2012).

Sebagai objek, kepulauan Diaoyu memiliki unsur-unsur yang kompleks

berkenaan dengan arti penting bagi Cina. Dari sisi ekonomi kepulauan ini

menjadi salah satu alternatif cadangan sumberdaya alam untuk mempertahankan

perkembangan Cina dalam meningkatkan powernya mengingat kebutuhan Cina

akan energi sangat tinggi. Dari sisi geografis kepulauan ini memberikan peluang

bagi Cina untuk menjadikan wilayah kepulauan sebagai saluran pertahanan

keamanan. Kemudian nilai sejarah yang dimiliki kepulauan Diaoyu juga

berkenaan dengan sentimen emosional Cina yang merasa sempat dipermalukan

(40)

BAB III

PERKEMBANGAN DAN BENTUK NASIONALISME CINA

Pembahasan sebelumnya pada BAB II mengenai nilai sejarah dan ikatan

emosional telah sedikit memberi gambaran sengketa yang terjadi telah menarik

banyak sentimen nasionalis di Cina berkaitan dengan kompleksitas

“kebanggaan/penghinaan”. Pada bagian ini memberi penjelasan mengenai

pengaruh nasionalisme sebagai faktor pendorong sikap agresif Cina terhadap

Jepang.

Sejalan dengan yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai salah satu

yang melatarbelakangi sikap Cina yaitu kekuatan nasionalisme, Rory Medcalf dari

Lowy Institute for International Policy Australia, mengatakan nasionalisme telah ada untuk waktu yang lama di Cina dan di pupuk oleh partai komunis hingga

semakin sulit untuk mengontrolnya saat ini12, sebagian karena media sosial.

Kepulauan sengketa ini telah menjadi fokus seperti kebanggaan nasional di Cina

dan Jepang, di sisi lain kedua pemerintah juga merasa terdorong untuk bereaksi

terhadap provokasi yang dirasakan oleh kaum nasionalis. Bonnie Glaser, seorang

pakar studi Cina di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Washington menegaskan bahwa banyak nasionalis Cina telah dibawa ke dunia

Internet untuk mengekspresikan kemarahan terhadap Jepang dan mengkritisi

pemerintah karena tidak berbuat lebih banyak untuk mempertahankan kedaulatan

Cina (Lipin, www.voa.news.com 2012).

12 Partai Komunis Cina meluncurkan kampanye pendidikan patriotik pada tahun 1991, yang

(41)

Jadi, apa pengaruh yang dimiliki nasionalisme terhadap kebijakan luar

negeri dan dalam negeri dari Cina?. Nasionalisme adalah materialisasi dari satu

sektor pendapat publik. Sejalan dengan berkembangnya ekonomi dan masyarakat

Cina, pemerintah Cina akan merasa semakin sulit untuk mengabaikan pendapat

publik. nasionalisme yang semakin berkembang dengan adanya internet lebih

mampu memobilisasi dan membangkitkan sentimen publik. Pemimpin Cina, salah

satunya termasuk Hu Jintao dan Wen Jiabao, telah menunjukkan kepedulian elit

politik Cina untuk ikut dalam diskusi internet pada banyak kesempatan. Mereka

bahkan secara pribadi berpartisipasi dalam diskusi internet dengan elemen

masyarakat Cina karena telah menjadi sangat sulit bagi mereka untuk

mengabaikan suara-suara di internet (Fook dan Yi, 2009). Dalam setiap

kesempatan, klaim nasionalisme sering digunakan untuk memperjuangkan

kepentingan nasional sehingga memberikan perjuangan nasionalisme beberapa

nilai moral. Dalam konteks politik Cina, jika pemerintah memberikan perhatian

dan membahas masalah ini dengan serius, nasionalisme mungkin menjadi

kekuatan yang berkontribusi terhadap stabilitas sosial. Namun, jika kepemimpinan

mengabaikan suara-suara yang ada, legitimasi mereka untuk memimpin akan

dipertanyakan. Hal yang penting untuk dicatat adalah nasionalisme memang

memiliki dampak yang kuat pada para pemimpin Cina, Ferguson berpendapat

bahwa, "markas dunia teknokrasi ini bisa dibilang berada di Beijing", namun para

pejabat kunci masa depan di Cina tidak kebal terhadap jingoisme13 (Ferguson,

http://mag.newsweek.com 2012).

(42)

Untuk penjelasan lebih dalam, selanjutnya akan di bagi menjadi beberapa

pembahasan mengenai bentuk nasionalisme Cina, perkembangan nasionalisme

populer di Cina , pengaruh media internet terhadap nasionalisme, dan dinamika

terkait “mempertahankan” kepulauan oleh pihak nasionalis.

3.1 Bentuk Nasionalisme Cina

Nasionalisme Cina belum menunjukan bentuknya yang jelas sampai akhir

abad kesembilan belas. Sebelum memasuki abad kedua puluh, Cina adalah sebuah

negara berbentuk kerajaan dinasti dan belum menjadi negara-bangsa seperta

sekarang ini. Konsep dominan yang di terapkan dalam politik dan identitas

nasional adalah menggunakan sistem budaya berdasarkan ajaran Konfusius.

Perkembangan pada masa sebelum abad kedua puluh menunjukan perkembangan

sejarah Cina secara universal dan bukan sebagai bangsa. Oleh karena itu, dalam

penerapannya, pemikiran tradisional Cina mempunyai kekurangan dalam konsep

bangsa (Duara, 1996: 31-55).

periode pendudukan Barat, perjanjian yang tidak seimbang, dan

ditegakkannya yurisdiksi ekstrateritorial asing di Cina menjadi panggilan bagi elit

Cina untuk melakukan perubahan. Mereka merasa sistem lama berdasarkan

Konfusianisme tidak lagi memadai untuk membela Cina dalam menghadapi invasi

asing. Intelektual seperti Kang Youwei dan Sun Yat-sen melihat dari konsep

bangsa Barat kemudian menggunakan gagasan membela bangsa sendiri terhadap

penyusup asing untuk membangun bentuk baru dari identitas nasional (Hughes,

(43)

2005). Oleh karena itu, masuk akal untuk menegaskan bahwa katalis bagi lahirnya

nasionalisme Cina adalah kekuatan asing. Masa kependudukan Barat Yang

disebut “century of shame and humiliation” menyediakan lingkungan yang sesuai untuk nasionalisme Cina berevolusi (Guo, 2012).

3.1.1 Partai Komunis Cina dan Nasionalisme yang Dipimpin Negara

Sejak tahun berdirinya Republik Rakyat Cina (RRC) pada tahun 1949,

nasionalisme telah mendominasi doktrin yang ada di Cina, dengan muncul dalam

pernyataan dan kebijakan pemerintah terutama kebijakan luar negerinya. Karena

periode perang yang panjang, pada tahun-tagun awal berdirinya RRC tampak

belum yakin akan posisinya di dunia internasional. Pada awalnya, pandangan

Marxisme-Leninisme dan ideologi sosialis merupakan acuan bagi para pemimpin

Cina dalam menjalankan pemerintahannya (Chen, 2005). Konstruksi identitas

nasional Cina sebelum reformasi Deng Xiaoping sangat dipengaruhi oleh

konfrontasi ideologi antara komunisme dan kapitalisme. Alasan yang mendukung

pernyataan ini dapat di lihat dari konfrontasi ideologi nyata dan intens antara

komunisme dan kapitalisme yang terjadi dalam Perang Dingin pasca berdirinya

Komunis Cina pada tahun 1949. Cina menjadi anggota penting dari kelompok

negara komunis, bersama Uni Soviet dan negara komunis lainnya 14. Lebih jauh,

kepemimpinan Partai Komunis Cina (PKC) mungkin dibangun dengan dasar

kemenangannya terhadap kekuatan kapitalis Barat yang sebelumnya telah lama

menduduki Cina. Oleh karena itu setelah mendirikan RRC kepemimpinan PKC

14 Mao Zedong memperjelas posisinya , Dia menulis bahwa Cina harus bersekutu "dengan Uni

(44)

mampu membangun paradigma yang menunjukan perbedaan berada dalam

kemerdekaan dan di bawah invasi asing (Guo, 2012). Ini menjadi salah satu cara

untuk meningkatkan legitimasi politik PKC dan mengkonsolidasikan kekuasaan

politik yang rapuh untuk menekankan upaya dalam mengalahkan kekuatan

imperialis seperti halnya oleh Jepang yang telah menduduki wilayah-wilayah Cina

sejak awal 1930-an hingga pertengahan 1940-an.

Dibandingkan dengan nasionalisme yang ada di negara lain, nasionalisme

Cina memang memiliki keterikatan yang erat dengan sejarah masa lalu. Ketika

Cina akhirnya mencapai kebebasa dari pendudukan asing, PKC mampu

menyampaikan keyakinan nasionalis pupuler yang kuat di kalangan masyarakat

Cina, dengan tujuan untuk mempertahankan kebebasannya dan menghindari

terjadi kembali kependudukan asing. Penekanan kata-kata dengan nada emosional

yang kuat juga sering digunakan dalam pernyataan diplomatik sejak awal

berdirinya RRC, mencerminkan konseptualisasi nasionalisme PKC. '... tindakan

oleh pemerintah... telah sangat melukai perasaan orang-orang Cina adalah slogan

yang sering digunakan oleh Departemen Luar Negeri dalam protes diplomatik,

terutama di tujukan kepada Jepang. Dengan menambahkan sentimen nasionalis,

penggunaan kata-kata seperti 'orang-orang Cina', 'perasaan' dan 'penghinaan'

memiliki makna lebih dalam pesan diplomatik resmi (Whiting, 1983: 195).

3.1.2 Era reformasi dan keterbukaan Den Xiaoping

Ketika Cina memasuki era baru "reformasi dan terbuka" pada tahun

1970-an, tampaknya ada perubahan nyata terhadap karakteristik nasionalisme (Whiting,

(45)

klasik Komunis Marxisme-Leninisme kearah yang berfokus pada kepentingan

nasional. Generasi baru pemimpin Cina mulai mengadopsi pendekatan yang lebih

pragmatis untuk kebijakan luar negeri. Deng Xiaoping tidak lagi fokus pada

retorika „century of shame and humiliation‟ untuk mengikat masyarakat Cina. Sebaliknya, Deng menekankan pada pembangunan ekonomi dan pengentasan

kemiskinan. Nasionalisme di era Deng, masih menempatkan 'kita, orang-orang

Cina, dalam hal positif, tapi memiliki konotasi negatifnya yang lebih kecil

terhadap pihak asing. Pendekatan pragmatis terhadap nasionalisme melihat

"eksploitasi asing, dan infiltrasi budaya sebagai sumber kelemahan Cina, namun

percaya bahwa kurangnya modernisasi adalah alasan mengapa Cina menjadi

sasaran empuk bagi imperialisme Barat" (Zhao, 2000). Deng Xiaoping yakin

bahwa untuk bertahan hidup dan berkembang di dunia modern, Cina tidak lagi

bisa menutup diri dari dunia luar seperti yang terjadi pada masa-masa

sebelumnnya.

Den Xiaoping percaya bahwa keinginan rakyat Cina untuk

mengembalikan kondisi Cina seperti pada masa jayanya hanya dapat dicapai

dengan aktif terlibat bersama negara lain. Untuk mencapai hal ini, Deng

mengadopsi pendekatan ekonomi yang bertujuan memperkuat Cina. Dengan

komitmen pengembangan perekonomian, Deng mulai meninggalkan ajaran

komunisme ortodoks yang telah bertahun-tahun menjadi prinsip bagi pihak PKC

dalam menjalankan pemerintahan. Salah satu kutipan Deng paling terkenal yang

melambangkan keyakinan ini: "tidak peduli apakah itu adalah kucing hitam atau

(46)

Deng reformasi ekonomi dan kebijakan pintu terbuka difokuskan pada

pembangunan ekonomi dan perdagangan internasional. Pada saat yang sama,

Deng telah dihadapkan dengan beberapa oposisi dan skeptisisme, terutama dari

tradisionalis konservatif dalam PKC. Yang mereka takutkan adalah peningkatan

kontak politik dan ekonomi dengan seluruh dunia akan pasti membuat Cina lebih

saling bergantung dengan dunia luar. Ini mungkin bisa menghilangkan serangan

militer eksternal, tetapi mempertaruhkan identitas budaya (Yahuda, 1997: 8).

Secara umum dalam menjalin hubungan dengan negara lain, Cina lebih pragmatis

setelah perubahan pada era keterbukaan. Cina mulai aktif dalam hubungan antar

negara dan dalam beberapa kesempatan menjadi aktor penting terkait isu

keamanan regional. Meski begitu bukan berarti sentimen nasionalis menjadi

lemah. Sentimen nasionalis di Cina tetap kuat diantara elit politik dan juga

masyarakat jika terkait dengan permasalahan yang menyangkut kepentingan

nasional seperti kedaulatan dan permasalahan teritorial (Guo, 2012).

3.1.3 Perkembangan Nasionalisme Populer di Cina Pasca 1990-an Nasionalisme populer dapat dipandang sebagai wacana politik dan budaya,

yang mana dijalankan oleh orang-orang atau warga pada umumnya. Bentuk

nasionalisme ini mendukung bangsa tetapi belum mendukung tentu negara. Zheng

menganggap nasionalisme populer sebagai suatu fenomena yang terorganisir dan

ditarik ke ranah praktis (Zheng 1999, hal 9). Memasuki era 1990-an, publik Cina

memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih dari dunia luar berkat

perkembangan teknologi internet di Cina. Hal ini memberi tantangan baru pada

(47)

nasionalisme di Cina. Beberapa penulis yang mencermati nasionalisme Cina

memandang naiknya nasionalisme merupakan hasil dari perubahan pemetaan

politik dunia setelah Perang Dingin dan pengararuh kampanye edukasi patriotik

oleh pemerintahan PKC pada awal 1990-an (Gries, 2004; Zhao; 2004a; and

Hughes, 2006). Para pengamat nasionalisme Cina percaya bahwa setelah

berakhirnya Perang Dingin terjadi penurunan yang melemahkan nilai ideologi

komunis tradisional dalam politik domestik Cina. Penurunan ini memberi

pengaruh terhadap posisi PKC dalam kepemimpinan politinya. Dengan begitu

PKC menemukan suatu fondasi baru dengan menggunakan nasionalisme untuk

memungkinkan mereka dalam meneruskan pemerintahan di Cina agar dapat

bertahan. Kepemimpinan negara terhadap mendoktrin nasionalisme denga

kampanye edukasi patriotik telah memperkuat status PKC sebagai kekuatan utama

negara. Zhao menggambarkan cara terbaik untuk mencintai dan mempertahankan

Cina adalah dengan mencintai dan mempertahankan negara dibawah

kepemimpinan partai komunis ( Zhao, 2004a:239).

3.1.4 Pengaruh Intenet Terhadap Perkembangan Nasionalisme

Perkembangan teknologi internet menjadi faktor penting yang membentuk

nasionalisme populer di Cina. Peningkatan akses internet yang luas memberikan

pengaruh terhadap kemampuan publik untuk mendapatkan informasi baik tentang

peristiwa dalam maupun luar Negeri. Sebagian besar pengguna internet di Cina

merupakan generasi muda yang secara umum memiliki latar belakang pendidikan

yang baik (CNNIC, 2011: 19-20). Pengguna internet yang tergolong terdidik ini

Referensi

Dokumen terkait

Kenakalan yang dilakukan siswa SMA Negeri 7 Surakarta sebagian besar merupakan kenakalan yang bersifat pelanggaran terhadap tata tertib atau peraturan sekolah. Kenakalan yang

Kegiatan proyek konstruksi memiliki Karakteristik antara lain : bersifat sangat kompleks, multi disiplin ilmu, melibatkan banyak unsur tenaga kerja kasar dan

Rajah 43 menunjukkan penumpang yang berada dalam sebuah kereta tersentak ke belakang apabila kereta memecut secara tiba-tiba.. Diagram 44 shows a

Sumatra melakukan unjuk rasa agar ada tanggapan dari pihak BRI. Perundingan bipatrit baru terjadi karna adanya unjuk rasa para Pensiunan yang di lakukan pada

Judul Skripsi : PELAYANAN ADMINISTRATIF KESEHATAN MELALUI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR PROVINSI SUMATERA SELATAN..

In Indonesian context, the gap of literacy develop- ment among children occurs due to the diversity of children literacy backgrounds. Two types of back- ground can be used

Segala sesuatu yang berkenaan sebagai akibat dari pada pembentukan Kecamatan Kusan Tengah dan Kecamatan Kusan Raya di Kabupaten Tanah Bumbu sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika materi bilangan bulat pada pembelajaran daring adalah