• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA Dl YONIF 4 1 1 KOSTRAD KOTA SALATIGA TAHUN 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA Dl YONIF 4 1 1 KOSTRAD KOTA SALATIGA TAHUN 2008"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Dl YONIF 4 1 1 KOSTRAD KOTA SALATIGA TAHUN 2008

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I

Dalam Ilmu Tarbiyah

Disusun Oleh :

R O K H I Y U L K H I H M A W A T I N IM : 111 9 9 0 3 9

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

(2)

D E P A R T E M E N A G A M A Rl

S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I ( S T A IN ) S A L A T IG A JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721

Website : www.stainsalatiga.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudari : R O K H IY U L K dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 04 039

yang berjudul : "PO LA PEM BINA AN K E H ID U PA N BER A G A M A DI Y O N IF 411 K O STR A D K O TA SA L A TIG A TA H U N 2008” , Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi

Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: K am is 20 A gustus 2009 M yang bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1430 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.

(3)

Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@.stainsalalig;i.;ic.id

DEKLARASI

liisinilahirrahmanirrahiin

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah

diterbitkan. Demikiran juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran

orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup

mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqasah

skripsi.

Demikian deklarasi ini aibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, April 2009

Penulis

Uokliiyul K NI M. I l l 9 9 0 .1 9

(4)

M OTTO

• i J I l 'f )

o >

( r ) p n ,

I

>

I

I

j

U

p

J

i

£ C

©mi m&ftz.

Sesunggudnya manusia itu Senar-Senar derada dafam

Perugian, decuaR orcmg-orang yang 6eriman dan mengerjadan

amaCsaCed dan nasedat menasefati supaya mentaati de6enaran

dan nasedat menasedati supaya menetapi desadaran.

(5)

Spripsi ini penuds persemSaPpan untup:

1. J4yaP dan iSunda tercinta yang teCafi mengasun dan

mengasiPipu

2. Suamipu tercinta

3. (Putripu %auf(PutriJQvesyafi Sina

"

tersayang

4. JZdipjadipu yg say a cintai

5. SeCuruP saPaPat yang seCaCu memSeri dupungan

I

(6)

DEPARTEMEN A G A M A Rl

SEICOLAH T IN G G I A G A M A IS LA M NE G ER I (S T A IN ) S A L A T IG A Jl. Station 03 Telp. (0298) 323706, 323933 Salatiga 50721

Website : www.stainsalatiaa.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiaa.ac.id

Drs. Abdul Sukur, M.Si

DOSEN STAIN SALATIGA

NOT A PEM LIMBING

Solelah kanti mcncliti dan mengadakan perbaikan scperlunya, maka

bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari .

Naina : Rokhiyul K

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu'aluikum, wr, wb

Salatiga, 5 Agustus 2009

(7)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelcsaikan pcnulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan

junjungan nabi agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan

kcbcnaran dan kcadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini

adalah “MODEL PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA DI YONIF 411

KOSTRAD KOTA SALAT1GA TAHUN 2008".

Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang

telah memberikan dukungan moril maupun matcriil. Dengan penuh kcrendahan

hati, penulis mengucapkan tcrima kasih kepada:

1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag sclaku ketua STAIN

2. Fatchurrahman, M.Pd ,selaku Kaprogdi Pendidikan Agama Islam STAIN

Salatiga.

3. Drs. Abdul Syukur, M.Ag, selaku pembimbing yang telah dengan ikhlas dan

sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam

membimbing penyelesaian penilisan skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan lbu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah

memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.

5. Komandan Batalyon (Danyon) Yonif 411 Kostrad Salatiga

(8)

DAFTAR 1SI

HALAM ANJUDUL... i

DEKLARASI... ii

NOTA PEM BIM BING... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR I S I ... ix

DAFTAR TABEL... xi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah... 1

B. Penegasan Istilah... 6

C. Rumusan M asalah... 8

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Manfaat Penelitian... 8

F. Metodologi Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Pembinaan Agama Islam dalam Kehidupan Beragama... 14

(9)

3. Konsep Kehidupan Keagamaan Menurut Islam... 19

4. Model Pembinaan Agama Islam dalam Kehidupan. 20 5. Tujuan Meningkatkan Kehidupan Beragama... 25

B. Perspektif Organisasi Militer... 31

1. Pengertian... 31

2. Fungsi Militer... 34

BAB III LAPORAN BASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Yonif 411 Kostrad Salatiga... 40

1. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga... 40

2. Letak Geografis... 55

3. Kondisi Keagamaan Masyarakat Yonif 411 Kostrad Salatiga... 56

B. Deskripsi Pembinaan Keagamaan Yonif 411 Kostrad Salatiga... 56

1. Model Kehidupan Beragama di Yonif 411 Kostrad Salatiga... 56

2. Model Pembinaan Kehidupan Beragama di Yonif 411 Kostrad Salatiga... 62

(10)

B A B IV A N A LISIS D A TA

A. Gambaran Kehidupan Beragama di Yonif 411

Kostrad Salatiga... 78

B. Gambaran Pembinaan Kehidupan Beragama di Yonif

411 Kostrad Salatiga... 83

C. Alasan Diadakan Pembinaan Kehidupan Beragama di

Yonif 411 Kostrad Salatiga... 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 88

B. Saran-Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

L AMPIRAN-LAMPI RAN

(11)

A. Latar Bclakang M asalah

Pengamalan Pancasila yang menjadi tanggung jawab semua warga

negara, khususnya pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tercermin

dalam kehidupan beragama. Tanggung jawab akan kehidupan terletak

pertama-tama pada agama bersangkutan. Dalam hubungan hal itu maka salah

satu masalah yang dihadapi ialah bagaimana menyerasikan bimbingan

kehidupan beragama dengan pembangunan kebudayaan yaitu meliputi agama,

hukum, ekonomi dan sebagainya.

Kehidupan beragama di laksanakan dan dikembangkan sesuai dengan

keyakinan dan ajaran agama masing-masing. Hal ini sesuai dengan pasal 29

ayat (2) UUD 1945. Pelaksanaan dan peningkatan kehidupan beragama

pertama-tama adalah tanggung jawab penganut masing-masing agama. Isi dan

letak kehidupan beragama ditentukan oleh masing-masing agama atas dasar

ajara agama yang bersangkutan. Negara membantu terpeliharanya kerukunan

beragama.1

Di dalam kehidupan sehari-hari, agama tampil dalam beberapa wajah.

Wajah pertama ialah wajah ajaran atau doktrin. Tiap agama memiliki paham-

paham yang diimani. Tiap agama mempunyai perangkat pedoman perilaku,

perangkat kaidah sosial. Wajah kedua ialah kesatuan para penganut. Para 1

1 Suatu Pemikiran tentang, Kehidupan Beragama Sekaligus Beradat, Agama dan Adat,

Proyek Peneragan, Bimbingan dan Da'wah/Khotbah Agama Protestan Dep. Agama RI., t.t., th, him. 31

(12)

2

penganut bersama-sama merupakan umat yang tersusun menurut tata

masyarakatnya sendiri dan berperilaku sesuai identitasnya masing-masing.

Wajah kctiga ialah kepcmimpinan. Di dalam umat yang beragama selalu

tcrdapat orang-orang yang dianggap berwewenang atau berwibawa sebagai

pemimpin.

Sehubungan dengan sumbangan agama untuk pembangunan, tidak

dapat diabaikan peranan para pemimpin agama. Para pemimpin agama di

Indonesia memiliki wibawa yang besar di mata para penganut. Mereka

dianggap pengganti atau penyambung lidah kekuasaan di duniawi di bumi ini.

Mereka dianggap berhak memberikan tafsir kitab suci, memberikan pedoman

perilaku berdasarkan wahyu yang dianuti para pemimpin agama menjadi obor

penyuluhan dan sumber ilham dalam menghadapi bermacam-macam masalah

pribadi dan masyarakal/

Dalam meniliki kehidupan beragama di negeri kita dewasan ini,

sebuah "benang merah" tak terelakkan lagi selalu muncul kepermukaan. Ia

merupakan penggambaran dari kondisi objektif kehidupan beragama kita

sebagai bangsa. Wujudnya adalah masih besarnya rasa saling mencurigai

antara sesama kita, baik dalam arti masyarakat beragama maupun

pemerintah.'5

Di antara sesama pemeluk agama masih belum terjalin rasa saling

mempercayai, bukan hanya antara para pemeluk agama yang berbeda, 2 *

2 T. B. Simatupang, dkk., Peranan Agama-Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Vang Maha Esa dalam Negara Pancasila yang Memangun, PT. BPK Gunung Mulia, JaKarta, 1987, him. 50

(13)

melainkan juga antara pemeluk agama yang sama. Demikian juga antara

pemerintah dengan masyarakat pemeluk agama masih terdapat salah

pengertian akan sikap dasar yang dianut masing-masing terhadap agama,

sesuatu yang memang tak terhindarkan lagi akan saling berbeda.

Antara para pemeluk berbagai agama belum tercapai kesepakatan akan

hakikat pemahaman yang harus dilakukan. Yang dimaksudkan di sini adalah

pemahaman atas keyakinan agama orang lain. Kaum muslimin masih

menganggap konsep tauhid Islam adalah satu-satunya penasfiran, yang dapat

diterima atas sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep tauhid ini menekankan

ketunggalan Tuhan dalam esensi maupun manifestasinya.

Pandangan seperti ini jelas sekali merupakan penerapan konsep Islam

atas pemahaman para penganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha.

Mereka semua memisahkan antarahakikat Tuhan dengan manifestasi-Nya.

Dalam pandangan ini, keyakinan akan ketunggalan zat Tuhan sudah

memahami untuk menasfirkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, walaupun

dalam manifestasinya Tuhan akan mengambil penggambaran simbolis

berbilang lebih dari satu.

Keyakinan akan Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Suci di kalangan

kaum Katolik dan keyakinan umat Hindu akan dewa-dewa, merupakan bentuk

konkret dari penafsiran ini. Sudah tentu terasa tidak masuk akal bagi kaum

muslimin. Sebaliknya, kaum muslimin mendambakan pelaksanaan ajar an

agama secara tertulis. Ini dirasakan sebagai penggunaan negara untuk

(14)

4

Kesalah pahaman antara umat beragama dengan pemerintah juga

mewarnai kehidupan beragama. Keinginan pemerintah untuk mengatur

hubungan antara para pemeluk agama yang saling berbeda, sering dirasakan

sebagai pengekangan oleh umat beragama. Dengan demikian, sikap itu

melanggar prinsip kebebasan menjalankan ibadah dan ajaran agama, yang

dijamin oleh UUD 1945.

Kerangka yang baik untuk dikembangkan saat ini adalah

mendudukkan agama dan Pancasila pada sebuah pola hubungan yang jelas

dan fungsional. Selama ini Pancasila hanya dilihat sebagai pengatur lalu lintas

hubungan antaragama belaka, agar tidak timbul pertentangan hebat antara

pemeluk berbagai agama.

Agama dan Pancasila, tidak boleh diidentifikasikan secara meyeluruh,

karena fungsi masing-masing saling berbeda. Pancasila berfungsi sebagai

landasan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, menjadi kerangka

kemasyarakatan sebagai bangsa. Dalam keadaan demikian, Pancasila haruslah

mewadahi aspirasi agama dan menopang kedudukannya secara fungsional.

Agama merupakan landasan keimanan warga masyarakat dan menjadi

unsur motivasi, yang memberikan warna spiritual kepada kegiatam mereka.

Agama menempatkan seluruh kegiatan masyarakat pada tingkat yang tidak

sekadar bersifat insidental belaka. Agama adalah faktor utama yang

memberikan perspektif dinamis bagi kehidupan dalam pengertian yang paling

(15)

Dalam acuan paling dasar, Pancasila berfiingsi mengatur hiup kita

sebagai kolektivitas yang disebut bangsa, sedangkan agama memberikan

kepada kolektivitas tersebut tujuan kemasyarakatan (social purpose). Tanpa

tujuan kemasyarakatan yang jelas dengan nyata, hidup bangsa hanya akan

berputar-putar pada siklus pertentangan antara cita pemikiran dan

kecenderungan naluri alamiah belaka.

Agama justru menyatukan kedua unsur mutlak kehidupan itu dalam

sebuah kerangka etis yang paripurna. Kerangka etis sepeti itulah yang

harusnya melandasi moral Pacasila sebagai aturan permainan paling dasar

bagi bangsa dengan negara. Jelaslah dengan demikian, antara agama dan

Pancasila terdapat hubungan simbiotik, yang satu tak dapat hidup di Indonesia

tanpa yang lain. Hubungan simbiotik itulah yang memunculkan Pancasila

sebagai pandangan hidup bangsa, bukannya sekadar hanya ideologi negara

belaka.4

Dari segi lain dapat dilihat pula, betapa pentingnya peran agama dalam

memberikan bimbingan dalam hidup manusia. Ada mengakui adanya

dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang perlu dipenuhi oleh tiap-

tiap individu. Orang ingin punya harta, punya pangkat untuk menjamin rasa

aman dan rasa harga dirinya, bahkan yang terpenting menjamin kebutuhan

akan makan dan minum. Namun dalam memenuhi semua kebutuhan itu ada

ketentuan-ketentuan agama yang akan memelihara orang agar jangan sampai

jatuh kepada kesusahan dan kegelisahan yang mengganggu ketentraman batin.

(16)

6

Pendek kata agama memberikan bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya

sampai kepada yang sebesar-besarnya. Mulai dari hidup pribadi, keluarga,

masyarakat dan hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam semesta dan

makhluk hidup yang lain. Jika bimbingan tersebut dijalankan betul-betul akan

terjaminlah kebahagiaan dan ketentraman batin dalam hidup ini.5

Kontek Yonif 411 Kostrad Salatiga sebetulnya sudah termasuk daerah

yang beragam agama dan budaya, serta keragaman etnis juga terdapat di

dalamnya. Berdasarkan pola keberagamaan di Yonif 411 Kostrad Salatiga

maka penulis tertarik apabila model beragama ini di kaji. Penulis menganalisis

pola pembinaan kehidupan beragama mengkhususkan pada pembinaan agama

Islam. Karena di Indonesia mayoritas beragama Islam, begitu pula

dilingkungkan militer Yonif 411 Kostrad Salatiga yang menempati adalah

mayoritas beragama Islam.

Ketertarikan penulis untuk meneliti di Yonif 411 Kostrad Salatiga

adalah adanya sisi inklusif dalam mengakomodasi keragaman agama dan

dalam keragaman cara berkehidupan pada lingkungan tersebut.

B. Penegasan Istilah

Untuk mendapat pengertian dalam permudah pemakaian serta untuk

menentukan arah yang jelas dalam menyusun skripsi ini, maka penulis

memandang perlu memberikan penegasan dalam maksud penulisan judul

tersebut:

(17)

1. Pola pembinaan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola mempuntai arti bentuk

(struktur) yang tetap.0 Sedangkan pembinaan berasal dari kata dasar "bina"

dan mendapatkan imbuhan pem-an yang mempunyai arti tindakan atau

kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil

yang baik.6 7

Jadi pola pembinaan adalah bentuk struktur yang tetapi dalam

suatu tindakan dalam membina anak yang dilakukan secara efisien dan

efektif untuk memperoleh hasil yang baik.

2. Kehidupan beragama

Kehidupan berasal dari kata dasar "hidup" mendapatkan imbuhan

ke-an yang mempunyai arti perihal, keadaan dan sifat hidup.8 Beragama

berasal dari kata dasar "agama" mendapat kata imbuhan "ber" dan

mempunyai arti memeluk (menjalankan) agama.9 Jadi kehidupan

beragama adalah keadaan hidup manusia dalam memeluk agama.

3. Yonif 411 Kostrad Salatiga

Yonif 411 batalyon infantri dibawah pimpinan dari Brigif (Brigade

Infantri). Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat). Jadi kesatuan

Batalyon Komando Strategis Angkatan Darat menempati urutan ke 411 di

Salatiga

6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, him. 885.

7 Ibid, him. 152.

8 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2006, him. 418

(18)

8

C. Rum usan M asalah

Dalam rumusan masalah dalam penelitian ini penulis rinci dalam

beberapa sub pokok masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kehidupan beragama Islam di Yonif 411 Kostrad Kota

Salatiga?

2. Bagaimanakah pola pembinaan kehidupan beragama Islam di Yonif 411

Kostrad Kota Salatiga?

D. Tujuan Penulisan Skripsi

Berangkat dari rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan

masalah, yaitu :

1. Mengetahui kehidupan beragama Islam di Yonif 411 Kostrad Kota

Salatiga.

2. Mengetahui pola pembinaan kehidupan beragama Islam di Yonif 411

Kostrad Kota Salatiga.

E. M anfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas

tentang pola pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411 Kota Salatiga. Dari

informasi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis

maupun secara teoritik, yaitu :

1. Secara praktis, apabila ternyata ada pengaruh positif pembinaan kehidupan

beragama yang dapat di contoh, khususnya agama Islam dapat mempeoleh

(19)

Islam yang ternyata dapat mengarahkan komunitas beragama Islam dalam

berkehidupan di Yonif 411 Kostrad Kota Salatiga. Selanjutnya dari

pemahaman tersebut para pembina keagamaan dapat senantiasa

memberikan bimbingan dalam mcmbangkitkan sikap positif para

komunitas di Yonif 411 Kostrad Salatiga.

2. Secara teoritik diharapkan memperoleh temuan baru di bidang

pelaksanaan pola pembinaan kehidupan beragama Islam, khususnya dapat

memperkaya khasanah dunia pembinaan kehidupan beragama Islam di

Yonif 411 Kostrad Salatiga yang diperoleh dari penelitian.

F. M etodologi Penelitian

Jika ditinjau dari segi tempat penelitian maka penelitian ini termasuk

penelitian lapangan (field veasearch). Sebab data-data yang dikumpulkan dari

lapangan terhadap obyek yang bersangkutan yakni Yonif 411 Kostrad

Salatiga. Namun jika dilihat dari pendekatan penelitian maka penelitian ini

termasuk penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan

menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan di

lapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa

angka-angka.

Subjek penelitian adalah sumber data yang diperoleh selama

penelitian. Bila penelitian menggunakan wawancara maka sumber data

disebut responden yaitu orang-orang yang merespon pertanyaan-pertanyaan

penelitian. Adapun dalam penelitian ini yang dijadikan subyek penelitian

(20)

10

1. Paroh (Pembina rokhani)

Pembina rokhani yang dimaksud adalah kepala bagian yang

mengurusi keagamaan di Yonif 411 Kostrad Kota Salatiga.

2. Pembina keagamaan

Pembina keagamaan yang dimaksud adalah pembina yang diambil

sebagai sampel yaitu diambil dari bintara-bintara yang banyak mengetahui

tentang pengetahuan keagamaan karena langsung berkaitan dengan

pelaksanaan internalisasi pendidikan agama, bagi anggota maupun seluruh

komunitas Yonif 411 Kostrad Salatiga.

3. Anggota dan komunitas Yonif 411 Kostrad Salatiga

Anggota prajurit dan komunitas Yonif 411 Kostrad Salatiga yang

diambil sampel adalah anggota yunior dan senior serta ibu-ibu Persit.

Metode pengumpulan data

Ada beberapa metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini yaitu :

1. Interview

Interview yaitu mengorek jawaban responden dengan bertatap

muka.10 Metode ini digunakan untuk memperoleh data dari pembina

agama tentang model pembinaan kehidupan beragama sebagai metode

internalisasi pembinaan keagamaan.

(21)

Bab II Landasan Teori

Meliputi deskripsi pembinaan agama Islam dalam kehidupan

beragama; pengertian, fungsi agama dalam kehidupan, konsep

kehidupan keagamaan mcnurul Islam, model pembinaan agama

Islam dalam kehidupan dan tujuan meningkatkan kehidupan

beragama. Perspektif organisasi militer meliputi; pengertian dan

fungsi militer.

Bab III Laporan Hasil Penelitian

A. Gambaran umum Yonif 411 Kostrad Salatiga

Meliputi sejarah berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga, letak

geografis, kondisi keagamaan masyarakat Yonif 411 Kostrad

Salatiga

B. Deskripsi pembinaan keagamaan Yonif 411 Kostrad Salatiga

Meliputi model kehidupan beragama di Yonif 411 Kostrad

Salatiga, model pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411

Kostrad Salatiga.

BAB IV Analisis Data

Meliputi gambaran umum Yonif 411 Kostrad Salatiga, gambaran

pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411 Kostrad Salatiga,

alasan diadakan pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411

Kostrad Salatiga.

BAB V Penutup

(22)

B A B II

LANDASAN TEO RI

A. Deskripsi Pem binaan Agam a Islam dalam K chidupan Bcragama

1. Pengertian

Pendidikan merupakan tanggung jawab sosial semua pihak baik

keluarga, lembaga pendidikan, ataupun masyarakat. Adalah suatu yang

tidak wajar bila pendidikan agama tanggung jawabnya dibebankan kepada

para guru agama dan ustadz saja. Penyelenggaraan pendidikan agama

secara struktural dapat dibutuhkan melalui kerangka inovasi dari segala

bidang keagamaan baik internal maupun ekstemal. Pertama, hendaknya

tercipta lingkungan khusus keagamaan, ini bisa dilakukan di dalam

lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga di usahakan secara optimal

daripada menanamkan konsep-konsep dasar pengetahuan Islam, akhlak

dan kebiasaan beribadah. Kedua, sekolah lingkungan permanen untuk

memupuk dan mengembangkan pengetahuan tersebut. Menjadi daya

penggerak yang menyatu dalam diri anak. Ini dibutuhkan pembinaan dan

keteladaan maksimal dari segenap guru (khususnya yang beragama Islam).

Ketiga, masyarakat sebagai penjelmaan dari hasil doktrin pemahaman

dasar berupa karya nyata, amaliah ilmiah (bikauni al-hal). Karena pada

prinsipnya siswa akan bergumul dengan gejolak sosial yang penuh retorika

dari berbagai sektor.

(23)

Secara eksternal melalui bidikan dan tempaan pelajaran, inovasi

dimulai dari pengenalan dasar ditingkat prasekolah atau dalam sekolah

dasar. Pada tingkat ini hendaknya ada penjelmaan doktrin mengenai ulum

syar'iyyah, sains yang bersumber dari Nabi, bukan dari penggunaan akal,

misalnya pada tingkat berikutnya (SLTP), anak mulai dibawa pada

praktik-praktik keagamaan yang bersifat ibadah, seperti salat, puasa,

sodaqoh dan sebagainya. Sedang pada terhadap lanjutan atas (SLTA),

anak mulai diajak berpikir kritis melalui proses nasional terhadap masalah-

masalah sosial budaya, ekonomi dan politik dengan tidak meninggalkan

tarikh tentang keislaman itu sendiri (ulum ghairu syar'iyyah).1

Berdasarkan konsep pengertian bimbingan dan konseling islami,

baik yang umum maupun yang khas di bidang-bidang tertentu, maka

bimbingan keagamaan Islami dapat dirumuskan sebagai berikut:

"Bimbingan keagamaan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap

individu agar dalam kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan

ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan

hidup di dunia dan akhirat".

Seperti telah diketahui, bimbingan dan konseling tekanannya pada

upaya pencegahan munculnya masalah pada diri seseorang. Dengan

demikian bimbingan keagamaan Islami merupakan proses untuk

membantu seseorang agar: 1) Memahami bagaimana ketentuan dan

petunjuk Allah tentang (kehidupan) beragama, 2) Menghayati ketentuan

1 A. Busyairi Harits, Dakwah Kontektual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, him.

(24)

16

dan petunjuk tersebut, 3) Mau dan mampu menjalankan ketentuan dan

petunjuk Allah untuk beragama dengan benar (keberagamaan Islam), itu,

yang bersangkutan akan bisa hidup bahagia dunia dan di akhirat, karena

terhindar dari resiko menghadapi problem-problem yang berkenaan

dengan keagamaan (kafir, syirik, munafik, tidak menjalankan perintah

Allah sebagaimana mestinya dan sebagainya).2

2. Fungsi Agama dalam kehidupan

Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepas dari

tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan analitis, dapat disimpulkan

bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia di kembalikan pada

tiga hal : ketidak pastian, ketidak mampuan, dan kelangkaan. Untuk

mengatasi itu semua manusia lari kepada agama, karena percaya dengan

keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif

dalam menolong manusia.3

Fungsi agama:

a. Agama memberikan bimbingan dalam hidup

Pengendalian utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya

yang mencakup segala unsur-unsur pengalaman, pendidikan dan

keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan

seseorang terbentuk suatu keperibadian yang harmonis, dimana segala

unsur-unsur pokoknya terdiri dari pengalaman-pengalaman yang

2 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Press, Yogyakarta, 2001, him. 62-63

(25)

menentramkan bantin, maka dalam menghadapi dorongan-dorongan,

baik yang bersifat fisik (biologis), maupun yang bersifat rohani dan

sosial, ia akan sealu wajar, tenang dan tidak menyusahkan atau

melanggar hukum dan peraturan masyarakat di mana ia hidup. Akan

tetapi orang yang dalam pertumbuhannya dulu mengalami banyak

kekurangan dan ketegangan batin, maka keperibadiannya akan

mengalami kegoncangan. Dalam menghadapi kebutuhannya, baik

yang bersifat jasmani, maupun rohani, ia akan dikendalikan oleh

keperibadian yang kurang baik itu, dan banyak di antara sikap dan

tingkah lakunya akan merusak atau mengganggu orang lain.

Agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak

sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan

cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala

keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Karena

keyakinan terhadap agam yang menjadi bagian dari kepribadian itu,

akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari

dalam. Ia tidak mau mengambil hak orang atau menyelewengkan

sesuatu, bukan karena ia takut akan kemungkinan ketahuan dan

hukuman pemerintah atau masyarakat, akan tetapi ia akan takut akan

kemarahan dan kehilangan ridho Allah yang dipercayainya itu. Ia akan

bekerja giat untuk kepentingan sosial, negara dan bangsa, bukan

karena ingin dipuji, diberi pengharga atau dinaikkan pangkatnya, akan

(26)

18

menjadi seorang ibu atau bapak di rumah tangga, ia merasa terdorong

untuk membesarkan anak-anaknya dengan pendidikan dan asuhan

yang diridhoi oleh Allah. I a tidak akan membiarkan anak-anaknya

melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan susila.

Pendek kata agama memberikan bimbingan hidup dari yang

sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya; mulai dair

hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan hubungan dengan Allah,

bahkan dengan alam semesta dan makhluk hidup yang lain. Jika

bimbingan-bimbingan tersebut dijalankan betul-betul, akan

terjaminlah kebahagiaan dan ketentraman batin dalam hidup ini. Tiada

silang-sengketa, tiada adudomba, tiada kecurangan dan kebencian

dalam pergaulan. Hidup aman, damai dan sayang-menyayangi antara

satu sama lain.4

b. Agama adalah penolong dalam kesukaran

Kesukaran yang paling sering dihadapi orang adalah

kekecewaan. Apabila kekecewaan terlalu sering dihadapi dalam hidup

ini, akan membawa orang kepada perasaan rendah diri, pesimis dan

apatis dalam hidupnya; kekecewaan-kekecewaan yang dialaminya itu

akan sangat menggelisahkan batinnya. Mungkin ia akan menimpakan

kesalahannya kepada orang lain, tidak mau bertanggung jawab atas

kesalahan yang dibuatnya, dan mungkin pula akan menimbulkan

perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain. Lain halnya dengan

(27)

orang yang benar-benar menjalankan agamanya. Setiap kekecewaan

yang menimpanya tidak akan memukul jiwanya. Ia tidak akan putus

asa, tapi ia akan menghadapinya dengan tenang.^

3. Konsep kehidupan keagamaan menurut Islam

Setiap orang, menurut Islam pada dasarnya telah dikaruniai

kecenderungan untuk bertauhid, mengesakan Tuhan, dalam hal ini Allah

SWT. Tegasnya, dalam diri setiap manusia ada kecenderungan untuk

meyakini adanya Allah SWT dan beribadah kepadaNya. Dalam istilah Al-

Qur'an kecenderungan dimaksud disebt dengan "fitrah". Ini tercermin

dalam ayat dan hadis sebagai berikut:

* s Q

J

ju

+>

^

j ^

6

j pjii

v X ' X j & & J j i x j

Artinya :"Muka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Q.S. Ar-Rum: 30 y

Jika apa yang secara naluriah saja bisa berubah karena pengaruh

lingkungan, lebih-lebih lagi yang merupakan hasil pengaruh lingkungan.

Jelasnya, seseorang yang dalam kehidupannya sudah beragama Islam, bisa

saja beralih menjadi kafir. Seseorang yang sudah bertauhid, bisa saja

berubah menjadi musyrik. Sebaliknya seseorang yang semula kafir atau

musyrik dan sebagainya, bisa juga berubah menjadi seorang mukmin dan 5 6

(28)

20

muslim. Namun demikian, pengaruh lingkungan (pendidikan dan

sebagainya) pun tidaklah mutlak, sebagian tergantung pula pada diri orang

yang bersangkutan.7

Menurut Sugarda Poerbakawatja mengatakan; lingkungan dapat

memberi bahan-bahan kongkrit mengenai kehidupan sehari-hari untuk

dijadikan bahan pelajaran. Dengan kata lain, apa yang terjadi di sekitar

kehidupan seorang anak melalui panca indra atau hati, maka sangat

berpengaruh terhadap tingkah laku yang ia perankan sepanjang hidupnya.

Dalam pembahasan singkat mi lingkungan pendidikan dibatasi

pada; (1) lingkungan rumah tangga, (2) lingkungan sekolah, dan (3)

lingkungan masyarakat. Pada lingkungan rumah tangga terdapat kedua

orang tua yang melahirkan dan membesarkannya. Sedangkan di

lingkungan sekolah ada pelaksanaan pendidikan. Yang terakhir dalam

masyarakat terdapat individu-individu atau kelompok sebagai teman

bergaul yang bersifat heterogen. Di lingkungan ini anak terkadang lepas

kendali karena pengaruh karakter yang beragam dan komplek.

4. Model Pembinaan agama Islam dalam kehidupan

Model pembinaan keagamaan Islam yang diterapkan dalam

kehidupan dapat diambil dari ajaran-ajaran sufisme yaitu etika sufi.

Karena sufi adalah dawamul ubudiyah, orang yang selalu membiasakan

ibadah baik secara zahir maupun batin bersamaan dengan menghadirkan

Allah dalam hatinya. Etika sufi dapat ditentukan dalam penampilan hidup

(29)

yang membawa nilai religius dan akhlakul karimah. Etika sufi sebagai

peragai hidup secara rinci sangat banyak. Namun pada skala prioritas yang

umum dibuat laku perbuatannya sehari-hari antara lain :

a. Hidup zuhud

Hidup zuhud artinya sikap hidup yang tidak terlalu mementingkan

dunia. Etika ini selalu menjadi pegangan pelaku tasawuf, dunia hanya

sebatas angan. Ia meletakkannya sebagai alat kehidupan bukan tujuan.

"Dunia dianggap kecil dan tidak ada pengaruhnya dalam hati".

b. Hidup takwa

Takwa secara umum dapat diartikan "menjalankan perintah Allah dan

menjauhi segala larangannya", menurut Afif Abdul Fattah takwa

adalah seseorang yang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang

mengundang kemurkaan Tuhannya dan dari segala sesuatu yang

mendatangkan mudarat, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Dalam etika Sufi tampilan takwa tidak terbatas ketika sebuah

peribadatan berlangsung di suatu tempat, tetapi pada semua lapangan

hidup seseorang. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Takwa

tidak memiliki tempat dan waktu.

c. Hidup qana'ah

Hidup qana'ah adalah hidup yang menerima dan rela terhadap

ketetapan Allah, baik pada dirinya, menyangkut fisik maupun

(30)

22

mengatakan: "Qana'ah adalah kerelaan jiwa terhadap ketetapan Allah

yang berhubungan dengan rizki".

d. Hidup istiqamah

Artinya sikap teguh dalam mmepertahankan keimanan dan keislaman

sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan. Menurut al-

Daqqaq, istiqoinah terdapat tiga tingkata: 1) Taqwin, 2) iqamah dan 3)

istiqamah. Maksudnya, pembentukan sopan santun, dilanjutkan

dengan mewujudkannya setiap hari, dan yang terakhir mendekatkan

diri kepada Allah.

e. Hidup mahabbah

Mahabbah artinya cinta. Pelaku sufisme meletakkan hidup mahabbah

ini pada lingkaran komprehensif, mulai dari cinta kepada dirinya

sendiri, Allah dan Rasul-Nya, dan cinta kepada semua makhluk di luar

dirinya. Cinta kepada diri sendiri artinya menyikapi hidup dengan

nuansa amanah yang diberikan Allah kepadanya, khususnya yang

berhubungan dengan anggota tubuh.

f. Hidup ikhlas

Seorang sufi dalam kehidupan sehari-hari dituntut memiliki sifat

ikhlas. Artinya dalam menjalani hidup murni karena Allah. Sikap

"inna salati wanusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamiri'

menjadi dasar setiap ia bergerak, berkata, dan bertingkah laku. Ia

menghajatkan kebutuhannya kepada Allah, dan selalu "lillah" (karena

(31)

menjadi 3 (tiga), ikhlas dalam beribadah, ikhlas dalam beramal, dan

ikhlas dalam berjuang menegakkan kebenaran di muka bumi. Menurut

Sayid sabiq, ikhlas adalah seseorang berkata, beramal dan bejihad

mencari ridla Allah SWT, tanpa mempertimbangkan harta, pangkat,

status, popularitas, kemajuan atau kemunduran, supaya dia dapat

memperbaiki kelemahan-kelemahan amal dan kerendahan akhlaknya

serta dapat berhubungan langsung dengan Allah SWT.

g. Hidup tawakal

Sebagai bagian dari kehidupan, seorang sufi dituntut dalam dirinya

selalu tawakal dan senantiasa berkait dengan iman. Allah menyatakan:

"Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu

orang-orang beriman" (Q.S. Al-Ma'idah: 23). Salah seorang iman sufi,

Sahal bin Abdullah telah mengakui: "Tawakal itu adalah keadaan Nabi

SAW, sedang usaha adalah sunnahnya. 'Dan barangsiapa yang tetap

dalam keadaannya maka janganlah meninggalkan sunnahnya'.

Tawakal adalah sikap pasrah kepada Allah setelah ada upaya untuk

mencapainya, seperti usaha dan doa.

h. Zikir kepada Allah

Zikir atau ingkat kepada Allah juga merupakan kebiasaan yang

dilakukan oleh seorang sufi. Ia selalu membiasakan diri dengan lisan

dan hatinya berhubungan dengan Allah. Karena rindu, tidak jarang

terlihat komat-kamit mulutnya setiap saat, bahkan alat hitung berupa

(32)

24

itu dapat dengan hati, lisan, dan perbuatan (bil-walbi, bil-lisan wa bil

a'mali al-jawarih).

i. Hidup wara'

Biasanya sikap wara' ini diartikan menjauhkan diri dari perbuatan yang

subhat (sesuatu yang tidak ditemukan secara jelas haram dan

halalnya). Menurut Imam al-Ghazali; wara' sama dengan keluhuran

budi mencakup perkataan, hati dan perbuatan. Dari perkataan, ia dapat

menahan diri dari ucapan yang sia-sia, tidak ada manfaatnya. Wara'

dalam hati mencegah manusia agar tidak lengah dalam hal-hal

(bisikan-bisikan) yang remeh. Sedangkan wara' dalam perbuatan

adalah meliputi kewaspadaan yang berkaitan dengan makan, minum

dan pakaian, semua itu harus dari hasil yang halal.

j. Membiasakan taubat

Dalam etika sufi untuk menjaga diri tetap bersih dari dosa dan maksiat,

pelaku tasawuf diwajibkan untuk melakukan taubat. Baik secara

terang-terangan melakukan larangan-larangan Allah atau

melakukannya secara samar. Bahkan di kalangan orang khawas (orang

yang memiliki tingkatan sufi yang tinggi) berlaku bahwa taubat tidak

semata dilakukan oleh orang yang mempunyai dosa, tetapi juga

dilakukan bagi orang yang lalai dan lengah untuk ingat kepada Allah.

Inilah yang disebut Al-Qur'an sebagai "taubatan nasuha" atau taubat

yang sebenamya. Dzinnun al-Misri mengatakan, taubatnya orang

(33)

mempunyai kekhususan adalah karena kelalaian. Jadi mereka segera

taubat jika berpikir selain Allah.8

5. Tujuan Meningkatkan Kehidupan Beragama

Peningkatan kehidupan beragama pertama-tama adalah tuntunan

agama itu sendiri. Agama mengajarkan bagaimana penganutnya hidup

dalam hubungan dengan Tuhannya dan dengan sesamanya.

Bangsa kita sedang berada dalam era pembangunan, termasuk

pembangunan di bidang agama. Agama dan nilai universilnya seperti ajara

tentang kesamaderajatan manusia, keadilan, persaudaraan dan sebagainya

dan sudah sewajarnya menjadi pendorong dan penggerak pembangunan.

Manusia yang utuh lahir batin itulah tujuan pembangunan nasional

Indonesia dan itu pulalah tujuan kehidupan beragama.9

Kehidupan beragama Islam atau muslim adalah kehidupan yang

mengidentifikasikan diri kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan

oleh Allah SWT. Dengan dimanifestasikan di dalam keyakinan yang

terdapat di dalam rukun iman dan dilaksanakan di dalam perkataan

berserta perbuatan yang terdapat pada rukun Islam. Kehidupan ini

bertujuan untuk sampai ke tingkat muttaqin dan muhsinin dengan

karakteristik.

a. Bertaqwa kepada Allah SWT

8 Busyairi Harits, op.cit, him. 158-165.

9 Suatu pemikiran tentang kehidupan beragama sekaligus beradat, Agama dan Adat,

(34)

33-26

b. Beribadah, yaitu menjalankan segala ketentuan perbuatan yang harus

dilakukan oleh manusia di dalam rangka berhubungan dengan Allah

SWT. (syahadat, shalat, shiam, zakat dan naik haji) dan perbuatan

yang harus dilakukan oleh manusia di dalam rangka berhubungan

dengan manusia yang lain dan alam semesta yang tujuan akhirnya

dilakukan dalam rangka ibadah dengan niat yang ikhlas.

c. Menjaga silaturahmi di antara sesama manusia di dalam keluarga dan

masyarakat dengan cara saling nasihat-menasehati, tolong-menolong

di jalan yang baik, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah

perbuatan yang mungkar. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an

surat Al-Ashr (103): 1-3.

Artinya : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam

d. Menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar baik perbuatan yang

betul-betul dilarang dengan ketetapan Allah. Dalam Al-Qur'an dalam

As-Sunnah dan juga perbuatan yang bertentangan dengan tata cara

nilai atau sistem norma yang terdapat pada masyarakat.

10 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang, 1989,

kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S. Al-Ashr : 1-3)10

(35)

Kehidupan manusia selalu berkembang akibat banyaknya

rangsangan pembedaan kebutuhan dan masalah yang ditimbulkan oleh

adanya kelompok-kelompok manusia. Oleh karena itu melahirkan

pemikiran-pemikiran sehingga terbentuknya konsep-konsep mengenai

norma-norma atau pola perilaku yang dialami Islam disebut ijtihad adalah

mutlak diperlukan. Dapat dilihat bahwa ra'yu atau ijtihad yang di

dalamnya Islam dipandang sebagai sumber hukum, pada hakekatnya

merupakan sumber tambahan yang tidak terlepas dari sumber dasar yaitu

Al-Qur'an dan sunnah, beserta Allah yang terdapat dalam alam semesta

telah mendasari bahkan bersatu secara integral di dalam pola pikir dan

pola perilaku manusia dan hasilnya yang sekarang disebut budaya dan

sejarah {culture). Dengan perkataan lain hidup beragama Islam melahirkan

suatu kehidupan yang berbudaya, yang tidak hanya mengakui potensi

manusia yang tak bervariasi, akan tetapi mengakui adanya differensiasi

pola perilakunya dan oleh karena itu mengakui adanya kelompok profesi

di dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa kehidupan beragama dalam

masyarakat, tinggi rendahnya luas cakupannya sangat tergantung kepada

kematangan culture masyarakat.

Jadi hubungan pelaksanaan hidup beragama dan peningkatan

pengembangan masyarakat dengan pengembangan budayannya, terletak

bahwa agama itu tidak hanya sebagai perantara dan pedoman, akan tetapi

(36)

2 8

sesuatu masyarakat atas pengembangan budaya bahkan peradaban

Pada dasarnya tujuan meningkatkan kehidupan beragama

merupakan pcrubahan dan perkembangan pada diri manusia yang ingin

diusahakan oleh proses dalam hubungan dengan manusia sebagai makhluk

individu, makhluk sosial, maupun makhluk Allah SWT. Berarti tujuannya

harus menjamin terpelihara dan berkembangnya potensi-potensi yang

terpendam pada masing-masing manusia secara sempurna sebagai

makhluk sosial berarti tujuan berkehidupan beragama harus mengarahkan

pertumbuhan dan perkembangan individu kearah peraturan kehidupan

sosial.

Tujuan akhir kehidupan beragama adalah berkaitan dengan

penciptaan manusia di muka bumi ini, yaitu membutuhkan manusia sejati.

Manusia 'abid yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, meletakkan

sifat-sifat Allah dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadinya serta

merealisasikan sifat-sifat Allah dalam setiap menjalankan fungsi-fungsi

kehidupannya, yaitu sebagai "kholifahtullah f i l ardhi".

Allah SWT melalui firman-Nya telah memerintahkan manusia

sebagai makhluk yang beribadah kepada-Nya, sebagaimana disebutkan

dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56 :

11 Zakiah Daradjat, dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Bulan Bintang, Jakarta, manusia.11

(37)

Artinya : "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku". (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)12

Membentuk manusia sejati, berarti tidak membiarkan manusia

dalam kebimbangan dan kesesatan, dimana masing-masing individu

membentuk dirinya sendiri alas kemauannya sendiri, melainkan

pembentukan yang mempunyai ciri-ciri yang jelas dan melalui strategi

yang benar-benar mantap. Ciri khas manusia sejati adalah manusia yang

selalu beribadah kepada Allah, berada dalam petunjuk dan lindungan-Nya.

Muhammad Fadhil Al-Jamaly sebagaimana dikutp oleh Isa

Anshori dalam bukunya "Cendekiawan Muslim dalam perspektif

Pendidikan Islam", mengemukakan empat (4) tujuan khusus dalam

pendidikan Islam, yaitu :

a. Mengenalkan manusia akan perannya di antara sesama titah (makhluk)

dan tanggung jawab pribadinya di dalam hidup ini.

b. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya

dalam tata hidup bermasyarakat.

c. Mengenalkan manusia akan dicipt^kannya, serta memberkan

kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam

tersebut.

d. Mengenalkan manusia akan penciptaan alam oleh Allah dan

memerintahkan beribadah kepada-Nya.13

12 Departemen Agama RI, op.cit, him. 862

13 Imam Bawani, Isa Anshori, Cendekiawan Muslim dalam Perspektif Pendidikan Islam,

(38)

30

Ikhwan As-Safa, cenderung berpendapat bahwa tujuan pendidikan

adalah mengembangkan paham filsafat dan akidah politik yang merupakan

anut. Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan itu adalah melatih

para pelajar untuk mencapai makrifat kepada Allah melalui jalan tasawuf

yaitu mujahadah dan riyadhah.

Dari berbagai macam tujuan pendidikan di kemukakan di atas

dapat mengambil kesimpulan kepada dua macam tujuan yang prinsipial,

yaitu :

a. Tujuan keagamaan

Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah bahwa

setiap pribadi orang muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk dan

ilhami keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan di

ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci. Tujuan keagamaan

mempertemukan diri pribadi tentang hak dan kewajiban, sunnat dan

yang fardhu bagi seorang mukallaf. Dengan demikian agama

sebenarnya memberikan berbagai topik-topik pembahasan, di

antaranya yang paling esensial ialah pembahasan dari sudut falsafah,

misalnya agama berusaha memberikan analisis yang benar terhadap

permasalahannya wujud alam semesta dan tujuannya dan agama

menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita jalan-jalan

kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Tentang kehidupan

di dunia dan akhirat, filsafat yang berusaha menganalisis problem-

(39)

b. Tujun keduniaan

Tujuan keduniaan yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan

modern saat ini yang diarahkan kepada pekerjaan yang berguna

(pragmatis) atau untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan

masa depan. Tujuan ini diperkuat oleh aliran paham pragmatisme yang

dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William Kilpatrick.

Adapun saat ini dan zaman teknologi, tujuan ini mengambil

kebijakan baru, yang lebih menonjolkan kecekatan bekerja yang cepat

di dalam setiap peristiwa kehidupan dan juga memakai strategi

pendidikan seumur hidup (life-long-education).

Sedangkan pendidikan Islam melihat tujuan pendidikan ini di

aspek dan pandangan baru yaitu berdasarkan Al-Qur'anul Karim yang

sangat memusatkan perhatian kepada pengalaman di mana seluruh

kegiatan hidup umat manusia harus bertumpu kepadaNya.14

B. Perspektif Organisasi M iliter

1. Pengertian

Militer adalah kalangan profesi yang ada di masyarakat dan

struktur kenegaraan melalui pemerintah. Karena itu, militer yang di

Indonesia dinamakan sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak

dapat dilepaskan dari lingkungannya secara umum. Tentu saja, lingkungan

(40)

32

yang paling berpengaruh adalah politik, karena keputusan politik secara

langsung mempengaruhi profesi militer, dan sebaliknya.

Suatu profesi yang dibangun dengan struktur komando yang ketat

seperti militer seringkali dilandaskan pada apa yang disebut sebagai

doktrin. Doktrin militer Indonesia (TNI), serta penerapan dan pelaksanaan

doktrin tersebut, diyakini sebagai bersifat khas, jika dibandingkan dengan

militer negara-negara lain.

Salah satu doktrin tersebut menyangkut hubungan militer dengan

sipil. Dalam hubungan militer dengan sipil ini, mayoritas negara mengenal

dan menerapkan prinsip pemisahan fiingsi yang jelas, yaitu antara fimgsi

pertahanan (eksternal) untuk militer dan sipil untuk kalangan sipil. Di

bawah prinsip ini, polisi memiliki fungsi keamanan (sipil) dan tidak

berada di bawah militer. Hingga pemerintahan Presiden Abdurrahman

Wahid yang dimulai pada tahun 1999, militer Indonesia 9TNI) tidak, atau

belum mengenal prinsip pemisahan seperti itu.

Landasan filosofis bagi muncul dan mapannya doktrin yang

menyangkut hubungan sipil-militer di Indonesia sesungguhnya berasal

dari dibangunnya mitos-mitos sejarah yang salah (historical fallacies).

Mitos pertama adalah bahwa TNI, terutama TNI-AD, lahir sebagai tentara

rakyat dan merupakan anak kandung revolusi kemerdekaan Indonesia.15

Moris J. Janowitz menyatakan organisasi militer merupakan

reflekasi tehnologi perang. Hasanan tampak sejalan dengan konsep

(41)

tersebut, ia menyatakan organisasi militer sebagai raison d'etre untuk

menghadapi dan mengatasi keadaan darurat (emergency organization).

Yang dimaksud dengan emergency organization adalah sebagai alat atau

kekuatan pertahanan keamanan untuk menghadapi, mengendalikan dan

mengatasi keadaan gawat yang ditimbulkan oleh tindakan kekerasan

bersenjata dari pihak-pihak lain yang mengancam negara, kedaulatan,

integrasi wilayah dan nilai-nilai hidup bangsa, yang bercirikan organisasi

keras, ketat, hierarkhis sentralistis, berdisiplin keras, dan bergerak atas

komando. Ciri ini sebagai habit form ation (untuk menanamkan kebiasaan-

kebiasaan yang mutlak perlu agar tugas dapat terlaksana dalam keadaan

bagaimanapun. Sedangkan Uhlin menggambarkan ciri khas organisasi

militer adalah sangat hierarkhis dan otoriter.

Sebagai emergency organization stabilitas politik merupakan

perhatian utama bagi militer. Karena itu militer sangat sensitif tentang hal

ini bahkan cenderung membesar-besarkan ancaman terhadap stabilitas

politik.16 Tetapi, karena sejarah resmi mencatat kelahiran TNI pada

tanggal 5 Oktober 1945, maka doktrin sospol yang diadopsi memastikan

disandangnya peran-peran non-pertahanan, terutama dalam bidang sosial

dan politik. Hari kelahiran TNI pada 5 Oktober 1945 tidak menetapkan

subordinasi posisi militer terhadap kekuasaan sipil, sebagaimana

diterapkan pada "embrio" TNI yang disebut BKP. Jadi, sejak kelahirannya

(42)

34

resminya, TNI tidak berada di bawah supermasi sipil. Inilah titik awal

berkembangnya "ideologi profesi" yang ditafsirkan sebagai klias TNI itu.'7

2. Fungsi Militer

Organisasi militer merupakan organisasi yang terpadu dimana

militer harus tampil sebagai satu keluarga dan pernyataan kepentingan

pribadi dalam militer tidak dibenarkan. Oleh karena itu dalam politik perlu

mengurangi artikulasi kepentingan kelompok dan individu dalam

masyarakat.

Konsepsi dan ciri organisasi militer di atas merupakan paradigma

profesionalisme lama. Fungsi militer difokuskan pada keamanan ekstemal,

militer secara politik netral, dan mengakui supremasi sipil. Bagi negara

berkembang seperti Indonesia yang menganut profesionalisme baru.

Organisasi militer lebih merupakan reflekasi kondisi sosial, politik dan

kultur masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan organisasi militer memiliki

ciri khas antara lain fungsi militer difokuskan pada keamanan internal,

ruang lingkup tindakan militer tak terbatas (multi fungsi), dan

menciptakan manajerialisme militer-politik dan perluasan peranan. Fungsi

militer bentuk manajemen militer-politik untuk memperlancar jalannya

pembanunan.

Fungsi militer yang ditetapkan sebagai dinamisator pembangunan

(termasuk dalam membangun kehidupan politik yang demokratis)

merupakan upaya memperkokoh legitimasi peran militer dalam politik. 17

(43)

Tindakan-tindakan militer selalu menuntut struktur komando yang tegas

dan kepatuhan kepada perintah pemimpin. Kondisi ini sangat berbeda

dengan kondisi yang dibutuhkan dalam sistem politik demokratis.

Sayidiman Suryohadiprojo (Jenderal Purn. Dan Mantan Gubernur

Lemhanas) mengakui TNI sebagai tentara profesional sangat

memperhatikan aspek teknik militer secara lugas, sehingga tidak

sendirinya dekat dengan pikiran dan perasaan masyarakat. Apalagi kalau

tentara itu memegang kekuasaan yang besar dalam negara seperti yang

terjadi pada TNI selama Orba. Daniel Lev menyatakan dalam partisipasi

politiknya, militer akan selalu menggunakan keahliannya dalam ilmu

perang.

Dari perspektif organisasi, militer tidak dimaksudkan untuk ikut

mengembangkan demokratisasi. Bahkan ciri-ciri organisasi militer bersifat

kontradiktif dengan demokrasi. Oleh karena itu secara institusional, militer

akan menjadi pengambat bagi pengembangan kehidupan yang

demokratis.18

Posisi dan peran ABRI di masa lalu tidak lepas dari pengaruh

format politik yang ada saat itu sehingga dalam kiprahnya bersama

institusi lain tidak lepas dari pola paradigma lama. Peran ABRI bukan

bukan merupakan bagian dari konsep politik untuk mempertahankan

legitimasi sebuah rezim.

(44)

36

Menyikapi kompleksitas masalah bangsa dan luasnya

permasalahan yang dihadapi maka sebagai rasa kepedulian dan tanggung

jawab ABRI akan diwujudkan dengan melakukan redefmisi, reposisi dan

reaktualisasi peran ABRI dalam kehidupan berbangsa. Dengan demikian

diperiukan paradigma baru untuk menyongsong masa depan. Langkah ini

sejalan dengan tuntutan dinamika kehidupan masyarakat. Dalam kerangka

itulah ABRI telah mengambil kebijakan dan langkah strategis dan langkah

operasional untuk mendukung pencapaian tugas dengan berdasarkan pada

visi ABRI masa depan yang akan tetap merupakan kekuatan pertahanan

keamanan yang profesional, efektif, efisien dan modern dengan

menyumbangkan berbagai darma baktinya untuk mengawal

keseinambungan pembangunan demi tercapainya tujuan nasional.

Langkah yang ditempuh ABRI dalam semangat reformasi pada

hakekatnya merupakan sinergi seluruh komponen bangsa untuk keluar dari

masalah yang dihadapi. ABRI meletakkan komitmen penyelamatan bangsa

dalam mengatasi krisis ekonomi seiring dengan upaya melaksanakan dan

mengendalikan reformasi serta menjamin kesinambungan pembangunan di

masa yang akan datang. Di samping itu, ABRI ikut mendorong

terbangunnya kondisi politik nasional yang demokratis dalam konfigurasi

politik nasional, pemahaman dan perlindungan terhadap hak asasi manusia

yang lebih memadai melalui supermasi hukum sebagai refleksi rasa

(45)

Redefinisi, reposisi dan reaktualisasi peran ABRI pada hakekatnya

merupakan upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja ABRI. ABRI

merasa perlu untuk meninjau dan menata kembali hal-hal yang

menyangkut piranti lunak, struktur, pendidikan, pembinaan, pranata etika

keprajurutan dan kepemimpinan yang bertumpu pada paradigma yang

telah dikembangkan, meliputi:

Pertama, merubah posisi dan metode tidak selalu harus di depan.

Hal ini mengandung arti bahwa kepeloporan dan keteladanan ABRI dalam

kehidupan masyarakat yang dulu amat mengemuka dan secara kondisi

obyektif memang diperlukan pada masa itu, kini dapat berubah untuk

memberikan jalan guna dilaksanakan oleh institusi fiingsional. Posisi dan

metode tidak selalu di depan dirasakan mampu menyikapi politik yang

ada, namun sebagai pilar dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa ABRI

tetap menjunjung tinggi ketertiban politik dan kepastian hukum.

Kedua, merubah dari konsep menduduki menjadi mempengaruhi,

jika dulu penugasan di luar struktur ABRI mencakup lingkup amat luas

pada masa mendatang lingkup tersebut makin diperkecil dan dibatasi pada

posisi yang memiliki nilai strategis serta mengurangi keterlibatannya

dalam politik praktis. Mempengaruhi tidak berkonotasi interpretasi, tetapi

lebih bermakna kontribusi pemikiran secara konstruktif.

Ketiga, dari cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi

tidak langsung. hal ini dilakukan untuk menghindari perlibatan ABRI yang

(46)

Keempat, kesediaan untuk melakukan political and role sharing

(kebersamaan dalam pengambilan keputusan penting kenegaraan dan

pemerintahan) dengan komponen bangsa lainnya. Jalinan dan pembagian

peran dengan mitra sipil akan menempatkan peran masing-masing institusi

secara fungsional.

Dari implementasi paradigma baru ini kiranya dapat ditarik 3

elemen kunci yang mengalir kuat, yaitu pemberdayaan kelembagaan

fungsional, ABRI memainkan perannya sebagai bagian dari sistem

nasional dan dilaksanakannya berdasarkan kesepakatan bangsa, dipandang

sebagai ukuran tentang peran ABRI. Peran AbrI dilakukan bukan hanya

sebagai peran pertahanan dan keamanan. Tetapi juga telah melebar kepada

non-militer baik di masyarakat maupun di lembaga-lembaga pemerintah

dan negara.

Doktrin ABRI yang menyatakan bahwa peran ABRI sebagai

kekuatan sosial politik adalah peran serta ABRI dalam perjuangan bangsa

mengisi kemerdekaan dan kedaulatannya dan dipandang merupakan

konsep politik yang bersifat tetap dan merupakan tata nilai yang berlanjut.

Maka sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi, oleh ABRI dipandang

perlu untuk disesuaikan kembali dengan paradigma baru.19

Secara fungsional, sesuai UU NO. 16 tahun 1969 tentang Susunan

dan Keduduakan MPR, DPR dan DPRD serta dicantumkannya fungsi

ABRI sebagai "alat negara dan kekuatan sosial" keberadaan ABRI

(47)

memenag tidak dapat dilepaskan dari keberadaan negara-bangsa

Indonesia. Secara lebih tegas lagi, fimgsi sosial politik tersebut dijabarkan

dalam Undang-Undang No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Perlahanan Keamanan Negara.20

I

(48)
(49)

A. Gam baran Umum Y onif 411 Kostrad Salatiga

1. Sejarah berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga

a. Latar belakang pembentukan Yonif 411 /Pandawa

1) Masa sebelum pembentukan Batalyon K

Antara tahun 1945-1950 merupakan masa pergolakan

revolusi Indonesia merdeka, dimana negara yang baru dilahirkan

ini mencari bentuk pemerintahan yang sesuai dengan alam

masyarakat Indonesia. Tahun-tahun ini merupakan masa penuh

tantangan bagi rakyat Indonesia dan kekacauan sistem

pemerintahan merupakan hal yang wajar bagi sebuah bangsa yang

baru merdeka. Hal ini dapat kita lihat dari kurangnya perhatian

pemerintah terhadap pemerintah terhadap pertumbuhan

Militer/Tentara Nasional Indonesia. Pemerintah masih

mengendalikan kekuatan diplomasi, karena hal ini merupakan satu-

satunya pilihan untuk menghadapi pemerintah Belanda yang masih

ingin menguasai Indonesia.

Dalam situasi yang tidak tertentu, tahun 1950 di Jawa

Tengah tepatnya di daerah Solo berdiri Brigade 5 yang kemudian

berubah menjadi Brigade Penembahan Senopati (Brigade Petugas)

dan mempunyai 3 Batalyon masing-masing Batalyon 351

(50)

41

berkedudukan di Klaten dengan Komandannya Mayor Soenitiyoso,

Batalyon 352 serta Batalyon 353 dengan Komandannya Mayor

Sudigdo. Batalyon 351 kemudian mendapat tugas operasi APRA

dan penumpasan DI/TII Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat. Pada

tahun 1951 ketiga Batalyon tersebut dilebur menjadi 4 Batalyon

masing-masing dengan nama Batalyon 415, Batalyon 416,

Batalyon 417 dan Batalyon 418 keseluruhan dibawah Resimen

Infanteri 15 Batalyon 415 yang dipimpin oleh Mayor Sudigdo dan

berkedudukan di Kleco (Solo) hanya berusia 1 tahun sebab pada

tahun 1952 telah diubah menjadi namanya menjadi Batalyon 444.

Begitupun Batalyon 416, Batalyon 417 dan Batalyon 418

direorganisai menjadi Batalyon 445 dan Batalyon 446. Karena

Mayor Sudigdo dipindah-tugaskan, maka pimpinan Batalyon

diserahkan kepada Mayor Sudiro untuk kemudian pimpinan

Batalyon diserah-terimakan kepada Mayor Ranaoewidjojo.

Batalyon 444 berkedudukan di Kleco (Solo) dan selama itu

Batalyon 444 menjalankan tugas antara lain penumpasan DI/TII

Jawa Tengah (eks Kapten Djami), penumpasan pemberontakan

Batalyon 426 Kudus, pemadaman pemberontakan PRRI/Permesta

tahun 1958 dan tugas operasi pembersihan sisa-sisa DI/TII tahun

1959 sebanyak 3 kali. Komandan Batalyon diserah-terimakan dari

Mayor Ranoe Widjojo kepada Mayor Moecalis. Pada tahun 1952

(51)

berbunyi "KANTI PANDAWA TRUS MANUNGGAL". Surya

Sangkala ini mengandung angka 2591 yang diartikan sebagai tahun

terbentuknya Batalyon yakni pada tahun 1952.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masih

kurang teratumya organisasi militer terutama kalangan Angkatan

Darat. Reorganisasi satuan dalam waktu relatif singkat maupun

pergantian pimpinan dalam masa waktu yang tidak teratur

mencerminkan bahwa organisasi militer di Indonesia masih belum

menemukan bentuknya yang difinitif, pemerintah berpendapat

bahwa di Indonesia belum cukup memadai untuk menghadapi dari

luar. Akibatnya organisasi militer di Indonesia mengalami

hambatan untuk berkembang.

2) Penggabungan Batalyon 444 dan Batalyon 446 menjadi

Batalyon K

Tahun 1961 Resimen Infantri 15 berubah namanya menjadi

Brigade Infantri 6 dan Batalyon dilingkungan Brigade Infantri 6

pun direorganisasi masing-masing menjadi Batalyon 444, Batalyon

445 dan Batalyon 446 dan Batalyon 451. Batalyon 444 dipimpin

berturut-turut oleh Mayor Marwotosoeko, Mayor Soeryo Soesilo,

(Eks) Mayor Kaderi. Sedangkan Bataryon 446 dipimpin berturut-

turut oleh Mayor Samsoeharto, Mayor Soerono dan Mayor

(52)

43

Pada tahun 1961 Batalyon-batalyon dalam jajaran Brigade

Infantri 6 secara bergantian ditugaskan di daerah CBN I dan Jawa

Barat dalam operasi pemulihan keamanan dalam negeri.

Sedangkan dari bulan April 1654 sampai dengan bulan Mei 1965

seluruh Batalyon yang tergabung dalam jajaran Brigade Infantri 6

melaksanakan tugas operasi dalam rangka penumpasan DI/TII

Kahar Muzakar di daerah Sulawesi.

Pada tanggal 1 Agustus 1965 Batalyon-Batalyon dalam

jajaran Brigade Infantri 6 direorganisasi menjadi Batalyon I

Batalyon L dan Batalyon M. Batalyon K inilah yang nantinya akan

menjadi Batalyon 411, Batalyon L berkedudukan di Kleco Solo

dan dipimpin oleh (Eks) Mayor Kaderi.

b. Masa peralihan

1) Peristiwa tahun 1965 dan pengaruhnya terhadap Batalyon K

Tahun 1965 merupakan lembaran hitam bagi bangsa

Indonesia dimana pada tanggal 30 September 1965 terjadi

pemberontakan PKI, Partai Komunis Indonesia berusaha untuk

meggulingkan pemerintah yang sah dan menggantikan idiologi

Pancasila dengan idiologi komunis. Dalam peristiwa ini telah

gugur 6 orang Jenderal sebagai akibat dai kekejaman PKI.

Sebelum meletusnya gerakan PKI, sebenarnya sudah timbul

beberapa gerakan yang menunjukkan bahwa di Indonesia akan

Gambar

TABEL IIIINVENTARIS YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA
Gambar 1 Pertemuan Gabungan Persit Yonif 411 Kostrad

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan luar negeri sudah tentu dengan mudah didapat AS sebagai negara yang menghegomoni bahkan negara-negara Eropa khususnya yang sebagian besar bergabung bersama AS

(3) Faktor-faktor yang memengaruhi S/C sapi perah pada tingkat ternak di BBPTU-HPT Baturraden adalah periode laktasi yang berasosiasi positif dengan besar faktor

Yang dimaksud dengan cleansing adalah proses pembersihan reksa dana syariah dari pendapatan yang sifatnya tidak sesuai dengan prinsip syariah dimana pendapatan tersebut

The Service Center Management System is composed of thee subsystems: Integrated Data Management System, Integrated Cashflow and Reporting System, and Integrated Customer

berpendidikan maka akan mendatangkan manfaat yang baik dan positif, dan akan membantu serta memotivasi dalam belajar menuntut ilmu. Sebaliknya, jika lingkungan pergaulan

Peneitian ini dapat berguna bagi DISPAREKPORA Pesisir Selatan dalam meningkatkan bidang pariwisata yang bertujuan menarik minat para wisatawan serta memberikan respon

Hasil identifikasi terhadap faktor internal dan faktor eksternal agroindustri marning tersebut mendukung penelitian Laisa (2013) yang menyatakan bahwa suatu usaha

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka pengertian prokrastinasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja menunda untuk