Dl YONIF 4 1 1 KOSTRAD KOTA SALATIGA TAHUN 2008
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun Oleh :
R O K H I Y U L K H I H M A W A T I N IM : 111 9 9 0 3 9
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
D E P A R T E M E N A G A M A Rl
S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I ( S T A IN ) S A L A T IG A JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudari : R O K H IY U L K dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 04 039
yang berjudul : "PO LA PEM BINA AN K E H ID U PA N BER A G A M A DI Y O N IF 411 K O STR A D K O TA SA L A TIG A TA H U N 2008” , Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: K am is 20 A gustus 2009 M yang bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1430 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@.stainsalalig;i.;ic.id
DEKLARASI
liisinilahirrahmanirrahiin
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikiran juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqasah
skripsi.
Demikian deklarasi ini aibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, April 2009
Penulis
Uokliiyul K NI M. I l l 9 9 0 .1 9
M OTTO
• i J I l 'f )
o >( r ) p n ,
I
>
I
I
j
U
p
J
i
£ C
©mi m&ftz.
Sesunggudnya manusia itu Senar-Senar derada dafam
Perugian, decuaR orcmg-orang yang 6eriman dan mengerjadan
amaCsaCed dan nasedat menasefati supaya mentaati de6enaran
dan nasedat menasedati supaya menetapi desadaran.
Spripsi ini penuds persemSaPpan untup:
1. J4yaP dan iSunda tercinta yang teCafi mengasun dan
mengasiPipu
2. Suamipu tercinta
3. (Putripu %auf(PutriJQvesyafi Sina
"tersayang
4. JZdipjadipu yg say a cintai
5. SeCuruP saPaPat yang seCaCu memSeri dupungan
I
DEPARTEMEN A G A M A Rl
SEICOLAH T IN G G I A G A M A IS LA M NE G ER I (S T A IN ) S A L A T IG A Jl. Station 03 Telp. (0298) 323706, 323933 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiaa.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiaa.ac.id
Drs. Abdul Sukur, M.Si
DOSEN STAIN SALATIGA
NOT A PEM LIMBING
Solelah kanti mcncliti dan mengadakan perbaikan scperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari .
Naina : Rokhiyul K
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu'aluikum, wr, wb
Salatiga, 5 Agustus 2009
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelcsaikan pcnulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan
junjungan nabi agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan
kcbcnaran dan kcadilan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini
adalah “MODEL PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA DI YONIF 411
KOSTRAD KOTA SALAT1GA TAHUN 2008".
Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang
telah memberikan dukungan moril maupun matcriil. Dengan penuh kcrendahan
hati, penulis mengucapkan tcrima kasih kepada:
1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag sclaku ketua STAIN
2. Fatchurrahman, M.Pd ,selaku Kaprogdi Pendidikan Agama Islam STAIN
Salatiga.
3. Drs. Abdul Syukur, M.Ag, selaku pembimbing yang telah dengan ikhlas dan
sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam
membimbing penyelesaian penilisan skripsi ini.
4. Segenap Bapak dan lbu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah
memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
5. Komandan Batalyon (Danyon) Yonif 411 Kostrad Salatiga
DAFTAR 1SI
HALAM ANJUDUL... i
DEKLARASI... ii
NOTA PEM BIM BING... iii
PENGESAHAN... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR I S I ... ix
DAFTAR TABEL... xi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah... 1
B. Penegasan Istilah... 6
C. Rumusan M asalah... 8
D. Tujuan Penelitian... 8
E. Manfaat Penelitian... 8
F. Metodologi Penelitian... 9
G. Sistematika Penulisan... 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Pembinaan Agama Islam dalam Kehidupan Beragama... 14
3. Konsep Kehidupan Keagamaan Menurut Islam... 19
4. Model Pembinaan Agama Islam dalam Kehidupan. 20 5. Tujuan Meningkatkan Kehidupan Beragama... 25
B. Perspektif Organisasi Militer... 31
1. Pengertian... 31
2. Fungsi Militer... 34
BAB III LAPORAN BASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Yonif 411 Kostrad Salatiga... 40
1. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga... 40
2. Letak Geografis... 55
3. Kondisi Keagamaan Masyarakat Yonif 411 Kostrad Salatiga... 56
B. Deskripsi Pembinaan Keagamaan Yonif 411 Kostrad Salatiga... 56
1. Model Kehidupan Beragama di Yonif 411 Kostrad Salatiga... 56
2. Model Pembinaan Kehidupan Beragama di Yonif 411 Kostrad Salatiga... 62
B A B IV A N A LISIS D A TA
A. Gambaran Kehidupan Beragama di Yonif 411
Kostrad Salatiga... 78
B. Gambaran Pembinaan Kehidupan Beragama di Yonif
411 Kostrad Salatiga... 83
C. Alasan Diadakan Pembinaan Kehidupan Beragama di
Yonif 411 Kostrad Salatiga... 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 88
B. Saran-Saran... 90
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
L AMPIRAN-LAMPI RAN
A. Latar Bclakang M asalah
Pengamalan Pancasila yang menjadi tanggung jawab semua warga
negara, khususnya pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tercermin
dalam kehidupan beragama. Tanggung jawab akan kehidupan terletak
pertama-tama pada agama bersangkutan. Dalam hubungan hal itu maka salah
satu masalah yang dihadapi ialah bagaimana menyerasikan bimbingan
kehidupan beragama dengan pembangunan kebudayaan yaitu meliputi agama,
hukum, ekonomi dan sebagainya.
Kehidupan beragama di laksanakan dan dikembangkan sesuai dengan
keyakinan dan ajaran agama masing-masing. Hal ini sesuai dengan pasal 29
ayat (2) UUD 1945. Pelaksanaan dan peningkatan kehidupan beragama
pertama-tama adalah tanggung jawab penganut masing-masing agama. Isi dan
letak kehidupan beragama ditentukan oleh masing-masing agama atas dasar
ajara agama yang bersangkutan. Negara membantu terpeliharanya kerukunan
beragama.1
Di dalam kehidupan sehari-hari, agama tampil dalam beberapa wajah.
Wajah pertama ialah wajah ajaran atau doktrin. Tiap agama memiliki paham-
paham yang diimani. Tiap agama mempunyai perangkat pedoman perilaku,
perangkat kaidah sosial. Wajah kedua ialah kesatuan para penganut. Para 1
1 Suatu Pemikiran tentang, Kehidupan Beragama Sekaligus Beradat, Agama dan Adat,
Proyek Peneragan, Bimbingan dan Da'wah/Khotbah Agama Protestan Dep. Agama RI., t.t., th, him. 31
2
penganut bersama-sama merupakan umat yang tersusun menurut tata
masyarakatnya sendiri dan berperilaku sesuai identitasnya masing-masing.
Wajah kctiga ialah kepcmimpinan. Di dalam umat yang beragama selalu
tcrdapat orang-orang yang dianggap berwewenang atau berwibawa sebagai
pemimpin.
Sehubungan dengan sumbangan agama untuk pembangunan, tidak
dapat diabaikan peranan para pemimpin agama. Para pemimpin agama di
Indonesia memiliki wibawa yang besar di mata para penganut. Mereka
dianggap pengganti atau penyambung lidah kekuasaan di duniawi di bumi ini.
Mereka dianggap berhak memberikan tafsir kitab suci, memberikan pedoman
perilaku berdasarkan wahyu yang dianuti para pemimpin agama menjadi obor
penyuluhan dan sumber ilham dalam menghadapi bermacam-macam masalah
pribadi dan masyarakal/
Dalam meniliki kehidupan beragama di negeri kita dewasan ini,
sebuah "benang merah" tak terelakkan lagi selalu muncul kepermukaan. Ia
merupakan penggambaran dari kondisi objektif kehidupan beragama kita
sebagai bangsa. Wujudnya adalah masih besarnya rasa saling mencurigai
antara sesama kita, baik dalam arti masyarakat beragama maupun
pemerintah.'5
Di antara sesama pemeluk agama masih belum terjalin rasa saling
mempercayai, bukan hanya antara para pemeluk agama yang berbeda, 2 *
2 T. B. Simatupang, dkk., Peranan Agama-Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Vang Maha Esa dalam Negara Pancasila yang Memangun, PT. BPK Gunung Mulia, JaKarta, 1987, him. 50
melainkan juga antara pemeluk agama yang sama. Demikian juga antara
pemerintah dengan masyarakat pemeluk agama masih terdapat salah
pengertian akan sikap dasar yang dianut masing-masing terhadap agama,
sesuatu yang memang tak terhindarkan lagi akan saling berbeda.
Antara para pemeluk berbagai agama belum tercapai kesepakatan akan
hakikat pemahaman yang harus dilakukan. Yang dimaksudkan di sini adalah
pemahaman atas keyakinan agama orang lain. Kaum muslimin masih
menganggap konsep tauhid Islam adalah satu-satunya penasfiran, yang dapat
diterima atas sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep tauhid ini menekankan
ketunggalan Tuhan dalam esensi maupun manifestasinya.
Pandangan seperti ini jelas sekali merupakan penerapan konsep Islam
atas pemahaman para penganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha.
Mereka semua memisahkan antarahakikat Tuhan dengan manifestasi-Nya.
Dalam pandangan ini, keyakinan akan ketunggalan zat Tuhan sudah
memahami untuk menasfirkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, walaupun
dalam manifestasinya Tuhan akan mengambil penggambaran simbolis
berbilang lebih dari satu.
Keyakinan akan Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Suci di kalangan
kaum Katolik dan keyakinan umat Hindu akan dewa-dewa, merupakan bentuk
konkret dari penafsiran ini. Sudah tentu terasa tidak masuk akal bagi kaum
muslimin. Sebaliknya, kaum muslimin mendambakan pelaksanaan ajar an
agama secara tertulis. Ini dirasakan sebagai penggunaan negara untuk
4
Kesalah pahaman antara umat beragama dengan pemerintah juga
mewarnai kehidupan beragama. Keinginan pemerintah untuk mengatur
hubungan antara para pemeluk agama yang saling berbeda, sering dirasakan
sebagai pengekangan oleh umat beragama. Dengan demikian, sikap itu
melanggar prinsip kebebasan menjalankan ibadah dan ajaran agama, yang
dijamin oleh UUD 1945.
Kerangka yang baik untuk dikembangkan saat ini adalah
mendudukkan agama dan Pancasila pada sebuah pola hubungan yang jelas
dan fungsional. Selama ini Pancasila hanya dilihat sebagai pengatur lalu lintas
hubungan antaragama belaka, agar tidak timbul pertentangan hebat antara
pemeluk berbagai agama.
Agama dan Pancasila, tidak boleh diidentifikasikan secara meyeluruh,
karena fungsi masing-masing saling berbeda. Pancasila berfungsi sebagai
landasan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, menjadi kerangka
kemasyarakatan sebagai bangsa. Dalam keadaan demikian, Pancasila haruslah
mewadahi aspirasi agama dan menopang kedudukannya secara fungsional.
Agama merupakan landasan keimanan warga masyarakat dan menjadi
unsur motivasi, yang memberikan warna spiritual kepada kegiatam mereka.
Agama menempatkan seluruh kegiatan masyarakat pada tingkat yang tidak
sekadar bersifat insidental belaka. Agama adalah faktor utama yang
memberikan perspektif dinamis bagi kehidupan dalam pengertian yang paling
Dalam acuan paling dasar, Pancasila berfiingsi mengatur hiup kita
sebagai kolektivitas yang disebut bangsa, sedangkan agama memberikan
kepada kolektivitas tersebut tujuan kemasyarakatan (social purpose). Tanpa
tujuan kemasyarakatan yang jelas dengan nyata, hidup bangsa hanya akan
berputar-putar pada siklus pertentangan antara cita pemikiran dan
kecenderungan naluri alamiah belaka.
Agama justru menyatukan kedua unsur mutlak kehidupan itu dalam
sebuah kerangka etis yang paripurna. Kerangka etis sepeti itulah yang
harusnya melandasi moral Pacasila sebagai aturan permainan paling dasar
bagi bangsa dengan negara. Jelaslah dengan demikian, antara agama dan
Pancasila terdapat hubungan simbiotik, yang satu tak dapat hidup di Indonesia
tanpa yang lain. Hubungan simbiotik itulah yang memunculkan Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa, bukannya sekadar hanya ideologi negara
belaka.4
Dari segi lain dapat dilihat pula, betapa pentingnya peran agama dalam
memberikan bimbingan dalam hidup manusia. Ada mengakui adanya
dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang perlu dipenuhi oleh tiap-
tiap individu. Orang ingin punya harta, punya pangkat untuk menjamin rasa
aman dan rasa harga dirinya, bahkan yang terpenting menjamin kebutuhan
akan makan dan minum. Namun dalam memenuhi semua kebutuhan itu ada
ketentuan-ketentuan agama yang akan memelihara orang agar jangan sampai
jatuh kepada kesusahan dan kegelisahan yang mengganggu ketentraman batin.
6
Pendek kata agama memberikan bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya
sampai kepada yang sebesar-besarnya. Mulai dari hidup pribadi, keluarga,
masyarakat dan hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam semesta dan
makhluk hidup yang lain. Jika bimbingan tersebut dijalankan betul-betul akan
terjaminlah kebahagiaan dan ketentraman batin dalam hidup ini.5
Kontek Yonif 411 Kostrad Salatiga sebetulnya sudah termasuk daerah
yang beragam agama dan budaya, serta keragaman etnis juga terdapat di
dalamnya. Berdasarkan pola keberagamaan di Yonif 411 Kostrad Salatiga
maka penulis tertarik apabila model beragama ini di kaji. Penulis menganalisis
pola pembinaan kehidupan beragama mengkhususkan pada pembinaan agama
Islam. Karena di Indonesia mayoritas beragama Islam, begitu pula
dilingkungkan militer Yonif 411 Kostrad Salatiga yang menempati adalah
mayoritas beragama Islam.
Ketertarikan penulis untuk meneliti di Yonif 411 Kostrad Salatiga
adalah adanya sisi inklusif dalam mengakomodasi keragaman agama dan
dalam keragaman cara berkehidupan pada lingkungan tersebut.
B. Penegasan Istilah
Untuk mendapat pengertian dalam permudah pemakaian serta untuk
menentukan arah yang jelas dalam menyusun skripsi ini, maka penulis
memandang perlu memberikan penegasan dalam maksud penulisan judul
tersebut:
1. Pola pembinaan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola mempuntai arti bentuk
(struktur) yang tetap.0 Sedangkan pembinaan berasal dari kata dasar "bina"
dan mendapatkan imbuhan pem-an yang mempunyai arti tindakan atau
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil
yang baik.6 7
Jadi pola pembinaan adalah bentuk struktur yang tetapi dalam
suatu tindakan dalam membina anak yang dilakukan secara efisien dan
efektif untuk memperoleh hasil yang baik.
2. Kehidupan beragama
Kehidupan berasal dari kata dasar "hidup" mendapatkan imbuhan
ke-an yang mempunyai arti perihal, keadaan dan sifat hidup.8 Beragama
berasal dari kata dasar "agama" mendapat kata imbuhan "ber" dan
mempunyai arti memeluk (menjalankan) agama.9 Jadi kehidupan
beragama adalah keadaan hidup manusia dalam memeluk agama.
3. Yonif 411 Kostrad Salatiga
Yonif 411 batalyon infantri dibawah pimpinan dari Brigif (Brigade
Infantri). Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat). Jadi kesatuan
Batalyon Komando Strategis Angkatan Darat menempati urutan ke 411 di
Salatiga
6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, him. 885.
7 Ibid, him. 152.
8 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2006, him. 418
8
C. Rum usan M asalah
Dalam rumusan masalah dalam penelitian ini penulis rinci dalam
beberapa sub pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kehidupan beragama Islam di Yonif 411 Kostrad Kota
Salatiga?
2. Bagaimanakah pola pembinaan kehidupan beragama Islam di Yonif 411
Kostrad Kota Salatiga?
D. Tujuan Penulisan Skripsi
Berangkat dari rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan
masalah, yaitu :
1. Mengetahui kehidupan beragama Islam di Yonif 411 Kostrad Kota
Salatiga.
2. Mengetahui pola pembinaan kehidupan beragama Islam di Yonif 411
Kostrad Kota Salatiga.
E. M anfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas
tentang pola pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411 Kota Salatiga. Dari
informasi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
maupun secara teoritik, yaitu :
1. Secara praktis, apabila ternyata ada pengaruh positif pembinaan kehidupan
beragama yang dapat di contoh, khususnya agama Islam dapat mempeoleh
Islam yang ternyata dapat mengarahkan komunitas beragama Islam dalam
berkehidupan di Yonif 411 Kostrad Kota Salatiga. Selanjutnya dari
pemahaman tersebut para pembina keagamaan dapat senantiasa
memberikan bimbingan dalam mcmbangkitkan sikap positif para
komunitas di Yonif 411 Kostrad Salatiga.
2. Secara teoritik diharapkan memperoleh temuan baru di bidang
pelaksanaan pola pembinaan kehidupan beragama Islam, khususnya dapat
memperkaya khasanah dunia pembinaan kehidupan beragama Islam di
Yonif 411 Kostrad Salatiga yang diperoleh dari penelitian.
F. M etodologi Penelitian
Jika ditinjau dari segi tempat penelitian maka penelitian ini termasuk
penelitian lapangan (field veasearch). Sebab data-data yang dikumpulkan dari
lapangan terhadap obyek yang bersangkutan yakni Yonif 411 Kostrad
Salatiga. Namun jika dilihat dari pendekatan penelitian maka penelitian ini
termasuk penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan di
lapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa
angka-angka.
Subjek penelitian adalah sumber data yang diperoleh selama
penelitian. Bila penelitian menggunakan wawancara maka sumber data
disebut responden yaitu orang-orang yang merespon pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Adapun dalam penelitian ini yang dijadikan subyek penelitian
10
1. Paroh (Pembina rokhani)
Pembina rokhani yang dimaksud adalah kepala bagian yang
mengurusi keagamaan di Yonif 411 Kostrad Kota Salatiga.
2. Pembina keagamaan
Pembina keagamaan yang dimaksud adalah pembina yang diambil
sebagai sampel yaitu diambil dari bintara-bintara yang banyak mengetahui
tentang pengetahuan keagamaan karena langsung berkaitan dengan
pelaksanaan internalisasi pendidikan agama, bagi anggota maupun seluruh
komunitas Yonif 411 Kostrad Salatiga.
3. Anggota dan komunitas Yonif 411 Kostrad Salatiga
Anggota prajurit dan komunitas Yonif 411 Kostrad Salatiga yang
diambil sampel adalah anggota yunior dan senior serta ibu-ibu Persit.
Metode pengumpulan data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Interview
Interview yaitu mengorek jawaban responden dengan bertatap
muka.10 Metode ini digunakan untuk memperoleh data dari pembina
agama tentang model pembinaan kehidupan beragama sebagai metode
internalisasi pembinaan keagamaan.
Bab II Landasan Teori
Meliputi deskripsi pembinaan agama Islam dalam kehidupan
beragama; pengertian, fungsi agama dalam kehidupan, konsep
kehidupan keagamaan mcnurul Islam, model pembinaan agama
Islam dalam kehidupan dan tujuan meningkatkan kehidupan
beragama. Perspektif organisasi militer meliputi; pengertian dan
fungsi militer.
Bab III Laporan Hasil Penelitian
A. Gambaran umum Yonif 411 Kostrad Salatiga
Meliputi sejarah berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga, letak
geografis, kondisi keagamaan masyarakat Yonif 411 Kostrad
Salatiga
B. Deskripsi pembinaan keagamaan Yonif 411 Kostrad Salatiga
Meliputi model kehidupan beragama di Yonif 411 Kostrad
Salatiga, model pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411
Kostrad Salatiga.
BAB IV Analisis Data
Meliputi gambaran umum Yonif 411 Kostrad Salatiga, gambaran
pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411 Kostrad Salatiga,
alasan diadakan pembinaan kehidupan beragama di Yonif 411
Kostrad Salatiga.
BAB V Penutup
B A B II
LANDASAN TEO RI
A. Deskripsi Pem binaan Agam a Islam dalam K chidupan Bcragama
1. Pengertian
Pendidikan merupakan tanggung jawab sosial semua pihak baik
keluarga, lembaga pendidikan, ataupun masyarakat. Adalah suatu yang
tidak wajar bila pendidikan agama tanggung jawabnya dibebankan kepada
para guru agama dan ustadz saja. Penyelenggaraan pendidikan agama
secara struktural dapat dibutuhkan melalui kerangka inovasi dari segala
bidang keagamaan baik internal maupun ekstemal. Pertama, hendaknya
tercipta lingkungan khusus keagamaan, ini bisa dilakukan di dalam
lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga di usahakan secara optimal
daripada menanamkan konsep-konsep dasar pengetahuan Islam, akhlak
dan kebiasaan beribadah. Kedua, sekolah lingkungan permanen untuk
memupuk dan mengembangkan pengetahuan tersebut. Menjadi daya
penggerak yang menyatu dalam diri anak. Ini dibutuhkan pembinaan dan
keteladaan maksimal dari segenap guru (khususnya yang beragama Islam).
Ketiga, masyarakat sebagai penjelmaan dari hasil doktrin pemahaman
dasar berupa karya nyata, amaliah ilmiah (bikauni al-hal). Karena pada
prinsipnya siswa akan bergumul dengan gejolak sosial yang penuh retorika
dari berbagai sektor.
Secara eksternal melalui bidikan dan tempaan pelajaran, inovasi
dimulai dari pengenalan dasar ditingkat prasekolah atau dalam sekolah
dasar. Pada tingkat ini hendaknya ada penjelmaan doktrin mengenai ulum
syar'iyyah, sains yang bersumber dari Nabi, bukan dari penggunaan akal,
misalnya pada tingkat berikutnya (SLTP), anak mulai dibawa pada
praktik-praktik keagamaan yang bersifat ibadah, seperti salat, puasa,
sodaqoh dan sebagainya. Sedang pada terhadap lanjutan atas (SLTA),
anak mulai diajak berpikir kritis melalui proses nasional terhadap masalah-
masalah sosial budaya, ekonomi dan politik dengan tidak meninggalkan
tarikh tentang keislaman itu sendiri (ulum ghairu syar'iyyah).1
Berdasarkan konsep pengertian bimbingan dan konseling islami,
baik yang umum maupun yang khas di bidang-bidang tertentu, maka
bimbingan keagamaan Islami dapat dirumuskan sebagai berikut:
"Bimbingan keagamaan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar dalam kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat".
Seperti telah diketahui, bimbingan dan konseling tekanannya pada
upaya pencegahan munculnya masalah pada diri seseorang. Dengan
demikian bimbingan keagamaan Islami merupakan proses untuk
membantu seseorang agar: 1) Memahami bagaimana ketentuan dan
petunjuk Allah tentang (kehidupan) beragama, 2) Menghayati ketentuan
1 A. Busyairi Harits, Dakwah Kontektual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, him.
16
dan petunjuk tersebut, 3) Mau dan mampu menjalankan ketentuan dan
petunjuk Allah untuk beragama dengan benar (keberagamaan Islam), itu,
yang bersangkutan akan bisa hidup bahagia dunia dan di akhirat, karena
terhindar dari resiko menghadapi problem-problem yang berkenaan
dengan keagamaan (kafir, syirik, munafik, tidak menjalankan perintah
Allah sebagaimana mestinya dan sebagainya).2
2. Fungsi Agama dalam kehidupan
Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepas dari
tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan analitis, dapat disimpulkan
bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia di kembalikan pada
tiga hal : ketidak pastian, ketidak mampuan, dan kelangkaan. Untuk
mengatasi itu semua manusia lari kepada agama, karena percaya dengan
keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif
dalam menolong manusia.3
Fungsi agama:
a. Agama memberikan bimbingan dalam hidup
Pengendalian utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya
yang mencakup segala unsur-unsur pengalaman, pendidikan dan
keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan
seseorang terbentuk suatu keperibadian yang harmonis, dimana segala
unsur-unsur pokoknya terdiri dari pengalaman-pengalaman yang
2 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Press, Yogyakarta, 2001, him. 62-63
menentramkan bantin, maka dalam menghadapi dorongan-dorongan,
baik yang bersifat fisik (biologis), maupun yang bersifat rohani dan
sosial, ia akan sealu wajar, tenang dan tidak menyusahkan atau
melanggar hukum dan peraturan masyarakat di mana ia hidup. Akan
tetapi orang yang dalam pertumbuhannya dulu mengalami banyak
kekurangan dan ketegangan batin, maka keperibadiannya akan
mengalami kegoncangan. Dalam menghadapi kebutuhannya, baik
yang bersifat jasmani, maupun rohani, ia akan dikendalikan oleh
keperibadian yang kurang baik itu, dan banyak di antara sikap dan
tingkah lakunya akan merusak atau mengganggu orang lain.
Agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak
sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan
cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala
keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Karena
keyakinan terhadap agam yang menjadi bagian dari kepribadian itu,
akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari
dalam. Ia tidak mau mengambil hak orang atau menyelewengkan
sesuatu, bukan karena ia takut akan kemungkinan ketahuan dan
hukuman pemerintah atau masyarakat, akan tetapi ia akan takut akan
kemarahan dan kehilangan ridho Allah yang dipercayainya itu. Ia akan
bekerja giat untuk kepentingan sosial, negara dan bangsa, bukan
karena ingin dipuji, diberi pengharga atau dinaikkan pangkatnya, akan
18
menjadi seorang ibu atau bapak di rumah tangga, ia merasa terdorong
untuk membesarkan anak-anaknya dengan pendidikan dan asuhan
yang diridhoi oleh Allah. I a tidak akan membiarkan anak-anaknya
melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan susila.
Pendek kata agama memberikan bimbingan hidup dari yang
sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya; mulai dair
hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan hubungan dengan Allah,
bahkan dengan alam semesta dan makhluk hidup yang lain. Jika
bimbingan-bimbingan tersebut dijalankan betul-betul, akan
terjaminlah kebahagiaan dan ketentraman batin dalam hidup ini. Tiada
silang-sengketa, tiada adudomba, tiada kecurangan dan kebencian
dalam pergaulan. Hidup aman, damai dan sayang-menyayangi antara
satu sama lain.4
b. Agama adalah penolong dalam kesukaran
Kesukaran yang paling sering dihadapi orang adalah
kekecewaan. Apabila kekecewaan terlalu sering dihadapi dalam hidup
ini, akan membawa orang kepada perasaan rendah diri, pesimis dan
apatis dalam hidupnya; kekecewaan-kekecewaan yang dialaminya itu
akan sangat menggelisahkan batinnya. Mungkin ia akan menimpakan
kesalahannya kepada orang lain, tidak mau bertanggung jawab atas
kesalahan yang dibuatnya, dan mungkin pula akan menimbulkan
perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain. Lain halnya dengan
orang yang benar-benar menjalankan agamanya. Setiap kekecewaan
yang menimpanya tidak akan memukul jiwanya. Ia tidak akan putus
asa, tapi ia akan menghadapinya dengan tenang.^
3. Konsep kehidupan keagamaan menurut Islam
Setiap orang, menurut Islam pada dasarnya telah dikaruniai
kecenderungan untuk bertauhid, mengesakan Tuhan, dalam hal ini Allah
SWT. Tegasnya, dalam diri setiap manusia ada kecenderungan untuk
meyakini adanya Allah SWT dan beribadah kepadaNya. Dalam istilah Al-
Qur'an kecenderungan dimaksud disebt dengan "fitrah". Ini tercermin
dalam ayat dan hadis sebagai berikut:
* s Q
J
ju
— +>^
j ^6
j pjii
v X ' X j & & J j i x j
Artinya :"Muka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Q.S. Ar-Rum: 30 y
Jika apa yang secara naluriah saja bisa berubah karena pengaruh
lingkungan, lebih-lebih lagi yang merupakan hasil pengaruh lingkungan.
Jelasnya, seseorang yang dalam kehidupannya sudah beragama Islam, bisa
saja beralih menjadi kafir. Seseorang yang sudah bertauhid, bisa saja
berubah menjadi musyrik. Sebaliknya seseorang yang semula kafir atau
musyrik dan sebagainya, bisa juga berubah menjadi seorang mukmin dan 5 6
20
muslim. Namun demikian, pengaruh lingkungan (pendidikan dan
sebagainya) pun tidaklah mutlak, sebagian tergantung pula pada diri orang
yang bersangkutan.7
Menurut Sugarda Poerbakawatja mengatakan; lingkungan dapat
memberi bahan-bahan kongkrit mengenai kehidupan sehari-hari untuk
dijadikan bahan pelajaran. Dengan kata lain, apa yang terjadi di sekitar
kehidupan seorang anak melalui panca indra atau hati, maka sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku yang ia perankan sepanjang hidupnya.
Dalam pembahasan singkat mi lingkungan pendidikan dibatasi
pada; (1) lingkungan rumah tangga, (2) lingkungan sekolah, dan (3)
lingkungan masyarakat. Pada lingkungan rumah tangga terdapat kedua
orang tua yang melahirkan dan membesarkannya. Sedangkan di
lingkungan sekolah ada pelaksanaan pendidikan. Yang terakhir dalam
masyarakat terdapat individu-individu atau kelompok sebagai teman
bergaul yang bersifat heterogen. Di lingkungan ini anak terkadang lepas
kendali karena pengaruh karakter yang beragam dan komplek.
4. Model Pembinaan agama Islam dalam kehidupan
Model pembinaan keagamaan Islam yang diterapkan dalam
kehidupan dapat diambil dari ajaran-ajaran sufisme yaitu etika sufi.
Karena sufi adalah dawamul ubudiyah, orang yang selalu membiasakan
ibadah baik secara zahir maupun batin bersamaan dengan menghadirkan
Allah dalam hatinya. Etika sufi dapat ditentukan dalam penampilan hidup
yang membawa nilai religius dan akhlakul karimah. Etika sufi sebagai
peragai hidup secara rinci sangat banyak. Namun pada skala prioritas yang
umum dibuat laku perbuatannya sehari-hari antara lain :
a. Hidup zuhud
Hidup zuhud artinya sikap hidup yang tidak terlalu mementingkan
dunia. Etika ini selalu menjadi pegangan pelaku tasawuf, dunia hanya
sebatas angan. Ia meletakkannya sebagai alat kehidupan bukan tujuan.
"Dunia dianggap kecil dan tidak ada pengaruhnya dalam hati".
b. Hidup takwa
Takwa secara umum dapat diartikan "menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala larangannya", menurut Afif Abdul Fattah takwa
adalah seseorang yang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang
mengundang kemurkaan Tuhannya dan dari segala sesuatu yang
mendatangkan mudarat, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Dalam etika Sufi tampilan takwa tidak terbatas ketika sebuah
peribadatan berlangsung di suatu tempat, tetapi pada semua lapangan
hidup seseorang. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Takwa
tidak memiliki tempat dan waktu.
c. Hidup qana'ah
Hidup qana'ah adalah hidup yang menerima dan rela terhadap
ketetapan Allah, baik pada dirinya, menyangkut fisik maupun
22
mengatakan: "Qana'ah adalah kerelaan jiwa terhadap ketetapan Allah
yang berhubungan dengan rizki".
d. Hidup istiqamah
Artinya sikap teguh dalam mmepertahankan keimanan dan keislaman
sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan. Menurut al-
Daqqaq, istiqoinah terdapat tiga tingkata: 1) Taqwin, 2) iqamah dan 3)
istiqamah. Maksudnya, pembentukan sopan santun, dilanjutkan
dengan mewujudkannya setiap hari, dan yang terakhir mendekatkan
diri kepada Allah.
e. Hidup mahabbah
Mahabbah artinya cinta. Pelaku sufisme meletakkan hidup mahabbah
ini pada lingkaran komprehensif, mulai dari cinta kepada dirinya
sendiri, Allah dan Rasul-Nya, dan cinta kepada semua makhluk di luar
dirinya. Cinta kepada diri sendiri artinya menyikapi hidup dengan
nuansa amanah yang diberikan Allah kepadanya, khususnya yang
berhubungan dengan anggota tubuh.
f. Hidup ikhlas
Seorang sufi dalam kehidupan sehari-hari dituntut memiliki sifat
ikhlas. Artinya dalam menjalani hidup murni karena Allah. Sikap
"inna salati wanusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamiri'
menjadi dasar setiap ia bergerak, berkata, dan bertingkah laku. Ia
menghajatkan kebutuhannya kepada Allah, dan selalu "lillah" (karena
menjadi 3 (tiga), ikhlas dalam beribadah, ikhlas dalam beramal, dan
ikhlas dalam berjuang menegakkan kebenaran di muka bumi. Menurut
Sayid sabiq, ikhlas adalah seseorang berkata, beramal dan bejihad
mencari ridla Allah SWT, tanpa mempertimbangkan harta, pangkat,
status, popularitas, kemajuan atau kemunduran, supaya dia dapat
memperbaiki kelemahan-kelemahan amal dan kerendahan akhlaknya
serta dapat berhubungan langsung dengan Allah SWT.
g. Hidup tawakal
Sebagai bagian dari kehidupan, seorang sufi dituntut dalam dirinya
selalu tawakal dan senantiasa berkait dengan iman. Allah menyatakan:
"Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu
orang-orang beriman" (Q.S. Al-Ma'idah: 23). Salah seorang iman sufi,
Sahal bin Abdullah telah mengakui: "Tawakal itu adalah keadaan Nabi
SAW, sedang usaha adalah sunnahnya. 'Dan barangsiapa yang tetap
dalam keadaannya maka janganlah meninggalkan sunnahnya'.
Tawakal adalah sikap pasrah kepada Allah setelah ada upaya untuk
mencapainya, seperti usaha dan doa.
h. Zikir kepada Allah
Zikir atau ingkat kepada Allah juga merupakan kebiasaan yang
dilakukan oleh seorang sufi. Ia selalu membiasakan diri dengan lisan
dan hatinya berhubungan dengan Allah. Karena rindu, tidak jarang
terlihat komat-kamit mulutnya setiap saat, bahkan alat hitung berupa
24
itu dapat dengan hati, lisan, dan perbuatan (bil-walbi, bil-lisan wa bil
a'mali al-jawarih).
i. Hidup wara'
Biasanya sikap wara' ini diartikan menjauhkan diri dari perbuatan yang
subhat (sesuatu yang tidak ditemukan secara jelas haram dan
halalnya). Menurut Imam al-Ghazali; wara' sama dengan keluhuran
budi mencakup perkataan, hati dan perbuatan. Dari perkataan, ia dapat
menahan diri dari ucapan yang sia-sia, tidak ada manfaatnya. Wara'
dalam hati mencegah manusia agar tidak lengah dalam hal-hal
(bisikan-bisikan) yang remeh. Sedangkan wara' dalam perbuatan
adalah meliputi kewaspadaan yang berkaitan dengan makan, minum
dan pakaian, semua itu harus dari hasil yang halal.
j. Membiasakan taubat
Dalam etika sufi untuk menjaga diri tetap bersih dari dosa dan maksiat,
pelaku tasawuf diwajibkan untuk melakukan taubat. Baik secara
terang-terangan melakukan larangan-larangan Allah atau
melakukannya secara samar. Bahkan di kalangan orang khawas (orang
yang memiliki tingkatan sufi yang tinggi) berlaku bahwa taubat tidak
semata dilakukan oleh orang yang mempunyai dosa, tetapi juga
dilakukan bagi orang yang lalai dan lengah untuk ingat kepada Allah.
Inilah yang disebut Al-Qur'an sebagai "taubatan nasuha" atau taubat
yang sebenamya. Dzinnun al-Misri mengatakan, taubatnya orang
mempunyai kekhususan adalah karena kelalaian. Jadi mereka segera
taubat jika berpikir selain Allah.8
5. Tujuan Meningkatkan Kehidupan Beragama
Peningkatan kehidupan beragama pertama-tama adalah tuntunan
agama itu sendiri. Agama mengajarkan bagaimana penganutnya hidup
dalam hubungan dengan Tuhannya dan dengan sesamanya.
Bangsa kita sedang berada dalam era pembangunan, termasuk
pembangunan di bidang agama. Agama dan nilai universilnya seperti ajara
tentang kesamaderajatan manusia, keadilan, persaudaraan dan sebagainya
dan sudah sewajarnya menjadi pendorong dan penggerak pembangunan.
Manusia yang utuh lahir batin itulah tujuan pembangunan nasional
Indonesia dan itu pulalah tujuan kehidupan beragama.9
Kehidupan beragama Islam atau muslim adalah kehidupan yang
mengidentifikasikan diri kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT. Dengan dimanifestasikan di dalam keyakinan yang
terdapat di dalam rukun iman dan dilaksanakan di dalam perkataan
berserta perbuatan yang terdapat pada rukun Islam. Kehidupan ini
bertujuan untuk sampai ke tingkat muttaqin dan muhsinin dengan
karakteristik.
a. Bertaqwa kepada Allah SWT
8 Busyairi Harits, op.cit, him. 158-165.
9 Suatu pemikiran tentang kehidupan beragama sekaligus beradat, Agama dan Adat,
33-26
b. Beribadah, yaitu menjalankan segala ketentuan perbuatan yang harus
dilakukan oleh manusia di dalam rangka berhubungan dengan Allah
SWT. (syahadat, shalat, shiam, zakat dan naik haji) dan perbuatan
yang harus dilakukan oleh manusia di dalam rangka berhubungan
dengan manusia yang lain dan alam semesta yang tujuan akhirnya
dilakukan dalam rangka ibadah dengan niat yang ikhlas.
c. Menjaga silaturahmi di antara sesama manusia di dalam keluarga dan
masyarakat dengan cara saling nasihat-menasehati, tolong-menolong
di jalan yang baik, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah
perbuatan yang mungkar. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an
surat Al-Ashr (103): 1-3.
Artinya : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
d. Menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar baik perbuatan yang
betul-betul dilarang dengan ketetapan Allah. Dalam Al-Qur'an dalam
As-Sunnah dan juga perbuatan yang bertentangan dengan tata cara
nilai atau sistem norma yang terdapat pada masyarakat.
10 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang, 1989,
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S. Al-Ashr : 1-3)10
Kehidupan manusia selalu berkembang akibat banyaknya
rangsangan pembedaan kebutuhan dan masalah yang ditimbulkan oleh
adanya kelompok-kelompok manusia. Oleh karena itu melahirkan
pemikiran-pemikiran sehingga terbentuknya konsep-konsep mengenai
norma-norma atau pola perilaku yang dialami Islam disebut ijtihad adalah
mutlak diperlukan. Dapat dilihat bahwa ra'yu atau ijtihad yang di
dalamnya Islam dipandang sebagai sumber hukum, pada hakekatnya
merupakan sumber tambahan yang tidak terlepas dari sumber dasar yaitu
Al-Qur'an dan sunnah, beserta Allah yang terdapat dalam alam semesta
telah mendasari bahkan bersatu secara integral di dalam pola pikir dan
pola perilaku manusia dan hasilnya yang sekarang disebut budaya dan
sejarah {culture). Dengan perkataan lain hidup beragama Islam melahirkan
suatu kehidupan yang berbudaya, yang tidak hanya mengakui potensi
manusia yang tak bervariasi, akan tetapi mengakui adanya differensiasi
pola perilakunya dan oleh karena itu mengakui adanya kelompok profesi
di dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa kehidupan beragama dalam
masyarakat, tinggi rendahnya luas cakupannya sangat tergantung kepada
kematangan culture masyarakat.
Jadi hubungan pelaksanaan hidup beragama dan peningkatan
pengembangan masyarakat dengan pengembangan budayannya, terletak
bahwa agama itu tidak hanya sebagai perantara dan pedoman, akan tetapi
2 8
sesuatu masyarakat atas pengembangan budaya bahkan peradaban
Pada dasarnya tujuan meningkatkan kehidupan beragama
merupakan pcrubahan dan perkembangan pada diri manusia yang ingin
diusahakan oleh proses dalam hubungan dengan manusia sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, maupun makhluk Allah SWT. Berarti tujuannya
harus menjamin terpelihara dan berkembangnya potensi-potensi yang
terpendam pada masing-masing manusia secara sempurna sebagai
makhluk sosial berarti tujuan berkehidupan beragama harus mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan individu kearah peraturan kehidupan
sosial.
Tujuan akhir kehidupan beragama adalah berkaitan dengan
penciptaan manusia di muka bumi ini, yaitu membutuhkan manusia sejati.
Manusia 'abid yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, meletakkan
sifat-sifat Allah dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadinya serta
merealisasikan sifat-sifat Allah dalam setiap menjalankan fungsi-fungsi
kehidupannya, yaitu sebagai "kholifahtullah f i l ardhi".
Allah SWT melalui firman-Nya telah memerintahkan manusia
sebagai makhluk yang beribadah kepada-Nya, sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56 :
11 Zakiah Daradjat, dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Bulan Bintang, Jakarta, manusia.11
Artinya : "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku". (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)12
Membentuk manusia sejati, berarti tidak membiarkan manusia
dalam kebimbangan dan kesesatan, dimana masing-masing individu
membentuk dirinya sendiri alas kemauannya sendiri, melainkan
pembentukan yang mempunyai ciri-ciri yang jelas dan melalui strategi
yang benar-benar mantap. Ciri khas manusia sejati adalah manusia yang
selalu beribadah kepada Allah, berada dalam petunjuk dan lindungan-Nya.
Muhammad Fadhil Al-Jamaly sebagaimana dikutp oleh Isa
Anshori dalam bukunya "Cendekiawan Muslim dalam perspektif
Pendidikan Islam", mengemukakan empat (4) tujuan khusus dalam
pendidikan Islam, yaitu :
a. Mengenalkan manusia akan perannya di antara sesama titah (makhluk)
dan tanggung jawab pribadinya di dalam hidup ini.
b. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya
dalam tata hidup bermasyarakat.
c. Mengenalkan manusia akan dicipt^kannya, serta memberkan
kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam
tersebut.
d. Mengenalkan manusia akan penciptaan alam oleh Allah dan
memerintahkan beribadah kepada-Nya.13
12 Departemen Agama RI, op.cit, him. 862
13 Imam Bawani, Isa Anshori, Cendekiawan Muslim dalam Perspektif Pendidikan Islam,
30
Ikhwan As-Safa, cenderung berpendapat bahwa tujuan pendidikan
adalah mengembangkan paham filsafat dan akidah politik yang merupakan
anut. Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan itu adalah melatih
para pelajar untuk mencapai makrifat kepada Allah melalui jalan tasawuf
yaitu mujahadah dan riyadhah.
Dari berbagai macam tujuan pendidikan di kemukakan di atas
dapat mengambil kesimpulan kepada dua macam tujuan yang prinsipial,
yaitu :
a. Tujuan keagamaan
Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah bahwa
setiap pribadi orang muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk dan
ilhami keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan di
ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci. Tujuan keagamaan
mempertemukan diri pribadi tentang hak dan kewajiban, sunnat dan
yang fardhu bagi seorang mukallaf. Dengan demikian agama
sebenarnya memberikan berbagai topik-topik pembahasan, di
antaranya yang paling esensial ialah pembahasan dari sudut falsafah,
misalnya agama berusaha memberikan analisis yang benar terhadap
permasalahannya wujud alam semesta dan tujuannya dan agama
menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita jalan-jalan
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Tentang kehidupan
di dunia dan akhirat, filsafat yang berusaha menganalisis problem-
b. Tujun keduniaan
Tujuan keduniaan yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan
modern saat ini yang diarahkan kepada pekerjaan yang berguna
(pragmatis) atau untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan
masa depan. Tujuan ini diperkuat oleh aliran paham pragmatisme yang
dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William Kilpatrick.
Adapun saat ini dan zaman teknologi, tujuan ini mengambil
kebijakan baru, yang lebih menonjolkan kecekatan bekerja yang cepat
di dalam setiap peristiwa kehidupan dan juga memakai strategi
pendidikan seumur hidup (life-long-education).
Sedangkan pendidikan Islam melihat tujuan pendidikan ini di
aspek dan pandangan baru yaitu berdasarkan Al-Qur'anul Karim yang
sangat memusatkan perhatian kepada pengalaman di mana seluruh
kegiatan hidup umat manusia harus bertumpu kepadaNya.14
B. Perspektif Organisasi M iliter
1. Pengertian
Militer adalah kalangan profesi yang ada di masyarakat dan
struktur kenegaraan melalui pemerintah. Karena itu, militer yang di
Indonesia dinamakan sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak
dapat dilepaskan dari lingkungannya secara umum. Tentu saja, lingkungan
32
yang paling berpengaruh adalah politik, karena keputusan politik secara
langsung mempengaruhi profesi militer, dan sebaliknya.
Suatu profesi yang dibangun dengan struktur komando yang ketat
seperti militer seringkali dilandaskan pada apa yang disebut sebagai
doktrin. Doktrin militer Indonesia (TNI), serta penerapan dan pelaksanaan
doktrin tersebut, diyakini sebagai bersifat khas, jika dibandingkan dengan
militer negara-negara lain.
Salah satu doktrin tersebut menyangkut hubungan militer dengan
sipil. Dalam hubungan militer dengan sipil ini, mayoritas negara mengenal
dan menerapkan prinsip pemisahan fiingsi yang jelas, yaitu antara fimgsi
pertahanan (eksternal) untuk militer dan sipil untuk kalangan sipil. Di
bawah prinsip ini, polisi memiliki fungsi keamanan (sipil) dan tidak
berada di bawah militer. Hingga pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid yang dimulai pada tahun 1999, militer Indonesia 9TNI) tidak, atau
belum mengenal prinsip pemisahan seperti itu.
Landasan filosofis bagi muncul dan mapannya doktrin yang
menyangkut hubungan sipil-militer di Indonesia sesungguhnya berasal
dari dibangunnya mitos-mitos sejarah yang salah (historical fallacies).
Mitos pertama adalah bahwa TNI, terutama TNI-AD, lahir sebagai tentara
rakyat dan merupakan anak kandung revolusi kemerdekaan Indonesia.15
Moris J. Janowitz menyatakan organisasi militer merupakan
reflekasi tehnologi perang. Hasanan tampak sejalan dengan konsep
tersebut, ia menyatakan organisasi militer sebagai raison d'etre untuk
menghadapi dan mengatasi keadaan darurat (emergency organization).
Yang dimaksud dengan emergency organization adalah sebagai alat atau
kekuatan pertahanan keamanan untuk menghadapi, mengendalikan dan
mengatasi keadaan gawat yang ditimbulkan oleh tindakan kekerasan
bersenjata dari pihak-pihak lain yang mengancam negara, kedaulatan,
integrasi wilayah dan nilai-nilai hidup bangsa, yang bercirikan organisasi
keras, ketat, hierarkhis sentralistis, berdisiplin keras, dan bergerak atas
komando. Ciri ini sebagai habit form ation (untuk menanamkan kebiasaan-
kebiasaan yang mutlak perlu agar tugas dapat terlaksana dalam keadaan
bagaimanapun. Sedangkan Uhlin menggambarkan ciri khas organisasi
militer adalah sangat hierarkhis dan otoriter.
Sebagai emergency organization stabilitas politik merupakan
perhatian utama bagi militer. Karena itu militer sangat sensitif tentang hal
ini bahkan cenderung membesar-besarkan ancaman terhadap stabilitas
politik.16 Tetapi, karena sejarah resmi mencatat kelahiran TNI pada
tanggal 5 Oktober 1945, maka doktrin sospol yang diadopsi memastikan
disandangnya peran-peran non-pertahanan, terutama dalam bidang sosial
dan politik. Hari kelahiran TNI pada 5 Oktober 1945 tidak menetapkan
subordinasi posisi militer terhadap kekuasaan sipil, sebagaimana
diterapkan pada "embrio" TNI yang disebut BKP. Jadi, sejak kelahirannya
34
resminya, TNI tidak berada di bawah supermasi sipil. Inilah titik awal
berkembangnya "ideologi profesi" yang ditafsirkan sebagai klias TNI itu.'7
2. Fungsi Militer
Organisasi militer merupakan organisasi yang terpadu dimana
militer harus tampil sebagai satu keluarga dan pernyataan kepentingan
pribadi dalam militer tidak dibenarkan. Oleh karena itu dalam politik perlu
mengurangi artikulasi kepentingan kelompok dan individu dalam
masyarakat.
Konsepsi dan ciri organisasi militer di atas merupakan paradigma
profesionalisme lama. Fungsi militer difokuskan pada keamanan ekstemal,
militer secara politik netral, dan mengakui supremasi sipil. Bagi negara
berkembang seperti Indonesia yang menganut profesionalisme baru.
Organisasi militer lebih merupakan reflekasi kondisi sosial, politik dan
kultur masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan organisasi militer memiliki
ciri khas antara lain fungsi militer difokuskan pada keamanan internal,
ruang lingkup tindakan militer tak terbatas (multi fungsi), dan
menciptakan manajerialisme militer-politik dan perluasan peranan. Fungsi
militer bentuk manajemen militer-politik untuk memperlancar jalannya
pembanunan.
Fungsi militer yang ditetapkan sebagai dinamisator pembangunan
(termasuk dalam membangun kehidupan politik yang demokratis)
merupakan upaya memperkokoh legitimasi peran militer dalam politik. 17
Tindakan-tindakan militer selalu menuntut struktur komando yang tegas
dan kepatuhan kepada perintah pemimpin. Kondisi ini sangat berbeda
dengan kondisi yang dibutuhkan dalam sistem politik demokratis.
Sayidiman Suryohadiprojo (Jenderal Purn. Dan Mantan Gubernur
Lemhanas) mengakui TNI sebagai tentara profesional sangat
memperhatikan aspek teknik militer secara lugas, sehingga tidak
sendirinya dekat dengan pikiran dan perasaan masyarakat. Apalagi kalau
tentara itu memegang kekuasaan yang besar dalam negara seperti yang
terjadi pada TNI selama Orba. Daniel Lev menyatakan dalam partisipasi
politiknya, militer akan selalu menggunakan keahliannya dalam ilmu
perang.
Dari perspektif organisasi, militer tidak dimaksudkan untuk ikut
mengembangkan demokratisasi. Bahkan ciri-ciri organisasi militer bersifat
kontradiktif dengan demokrasi. Oleh karena itu secara institusional, militer
akan menjadi pengambat bagi pengembangan kehidupan yang
demokratis.18
Posisi dan peran ABRI di masa lalu tidak lepas dari pengaruh
format politik yang ada saat itu sehingga dalam kiprahnya bersama
institusi lain tidak lepas dari pola paradigma lama. Peran ABRI bukan
bukan merupakan bagian dari konsep politik untuk mempertahankan
legitimasi sebuah rezim.
36
Menyikapi kompleksitas masalah bangsa dan luasnya
permasalahan yang dihadapi maka sebagai rasa kepedulian dan tanggung
jawab ABRI akan diwujudkan dengan melakukan redefmisi, reposisi dan
reaktualisasi peran ABRI dalam kehidupan berbangsa. Dengan demikian
diperiukan paradigma baru untuk menyongsong masa depan. Langkah ini
sejalan dengan tuntutan dinamika kehidupan masyarakat. Dalam kerangka
itulah ABRI telah mengambil kebijakan dan langkah strategis dan langkah
operasional untuk mendukung pencapaian tugas dengan berdasarkan pada
visi ABRI masa depan yang akan tetap merupakan kekuatan pertahanan
keamanan yang profesional, efektif, efisien dan modern dengan
menyumbangkan berbagai darma baktinya untuk mengawal
keseinambungan pembangunan demi tercapainya tujuan nasional.
Langkah yang ditempuh ABRI dalam semangat reformasi pada
hakekatnya merupakan sinergi seluruh komponen bangsa untuk keluar dari
masalah yang dihadapi. ABRI meletakkan komitmen penyelamatan bangsa
dalam mengatasi krisis ekonomi seiring dengan upaya melaksanakan dan
mengendalikan reformasi serta menjamin kesinambungan pembangunan di
masa yang akan datang. Di samping itu, ABRI ikut mendorong
terbangunnya kondisi politik nasional yang demokratis dalam konfigurasi
politik nasional, pemahaman dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
yang lebih memadai melalui supermasi hukum sebagai refleksi rasa
Redefinisi, reposisi dan reaktualisasi peran ABRI pada hakekatnya
merupakan upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja ABRI. ABRI
merasa perlu untuk meninjau dan menata kembali hal-hal yang
menyangkut piranti lunak, struktur, pendidikan, pembinaan, pranata etika
keprajurutan dan kepemimpinan yang bertumpu pada paradigma yang
telah dikembangkan, meliputi:
Pertama, merubah posisi dan metode tidak selalu harus di depan.
Hal ini mengandung arti bahwa kepeloporan dan keteladanan ABRI dalam
kehidupan masyarakat yang dulu amat mengemuka dan secara kondisi
obyektif memang diperlukan pada masa itu, kini dapat berubah untuk
memberikan jalan guna dilaksanakan oleh institusi fiingsional. Posisi dan
metode tidak selalu di depan dirasakan mampu menyikapi politik yang
ada, namun sebagai pilar dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa ABRI
tetap menjunjung tinggi ketertiban politik dan kepastian hukum.
Kedua, merubah dari konsep menduduki menjadi mempengaruhi,
jika dulu penugasan di luar struktur ABRI mencakup lingkup amat luas
pada masa mendatang lingkup tersebut makin diperkecil dan dibatasi pada
posisi yang memiliki nilai strategis serta mengurangi keterlibatannya
dalam politik praktis. Mempengaruhi tidak berkonotasi interpretasi, tetapi
lebih bermakna kontribusi pemikiran secara konstruktif.
Ketiga, dari cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi
tidak langsung. hal ini dilakukan untuk menghindari perlibatan ABRI yang
Keempat, kesediaan untuk melakukan political and role sharing
(kebersamaan dalam pengambilan keputusan penting kenegaraan dan
pemerintahan) dengan komponen bangsa lainnya. Jalinan dan pembagian
peran dengan mitra sipil akan menempatkan peran masing-masing institusi
secara fungsional.
Dari implementasi paradigma baru ini kiranya dapat ditarik 3
elemen kunci yang mengalir kuat, yaitu pemberdayaan kelembagaan
fungsional, ABRI memainkan perannya sebagai bagian dari sistem
nasional dan dilaksanakannya berdasarkan kesepakatan bangsa, dipandang
sebagai ukuran tentang peran ABRI. Peran AbrI dilakukan bukan hanya
sebagai peran pertahanan dan keamanan. Tetapi juga telah melebar kepada
non-militer baik di masyarakat maupun di lembaga-lembaga pemerintah
dan negara.
Doktrin ABRI yang menyatakan bahwa peran ABRI sebagai
kekuatan sosial politik adalah peran serta ABRI dalam perjuangan bangsa
mengisi kemerdekaan dan kedaulatannya dan dipandang merupakan
konsep politik yang bersifat tetap dan merupakan tata nilai yang berlanjut.
Maka sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi, oleh ABRI dipandang
perlu untuk disesuaikan kembali dengan paradigma baru.19
Secara fungsional, sesuai UU NO. 16 tahun 1969 tentang Susunan
dan Keduduakan MPR, DPR dan DPRD serta dicantumkannya fungsi
ABRI sebagai "alat negara dan kekuatan sosial" keberadaan ABRI
memenag tidak dapat dilepaskan dari keberadaan negara-bangsa
Indonesia. Secara lebih tegas lagi, fimgsi sosial politik tersebut dijabarkan
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Perlahanan Keamanan Negara.20
I
A. Gam baran Umum Y onif 411 Kostrad Salatiga
1. Sejarah berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga
a. Latar belakang pembentukan Yonif 411 /Pandawa
1) Masa sebelum pembentukan Batalyon K
Antara tahun 1945-1950 merupakan masa pergolakan
revolusi Indonesia merdeka, dimana negara yang baru dilahirkan
ini mencari bentuk pemerintahan yang sesuai dengan alam
masyarakat Indonesia. Tahun-tahun ini merupakan masa penuh
tantangan bagi rakyat Indonesia dan kekacauan sistem
pemerintahan merupakan hal yang wajar bagi sebuah bangsa yang
baru merdeka. Hal ini dapat kita lihat dari kurangnya perhatian
pemerintah terhadap pemerintah terhadap pertumbuhan
Militer/Tentara Nasional Indonesia. Pemerintah masih
mengendalikan kekuatan diplomasi, karena hal ini merupakan satu-
satunya pilihan untuk menghadapi pemerintah Belanda yang masih
ingin menguasai Indonesia.
Dalam situasi yang tidak tertentu, tahun 1950 di Jawa
Tengah tepatnya di daerah Solo berdiri Brigade 5 yang kemudian
berubah menjadi Brigade Penembahan Senopati (Brigade Petugas)
dan mempunyai 3 Batalyon masing-masing Batalyon 351
41
berkedudukan di Klaten dengan Komandannya Mayor Soenitiyoso,
Batalyon 352 serta Batalyon 353 dengan Komandannya Mayor
Sudigdo. Batalyon 351 kemudian mendapat tugas operasi APRA
dan penumpasan DI/TII Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat. Pada
tahun 1951 ketiga Batalyon tersebut dilebur menjadi 4 Batalyon
masing-masing dengan nama Batalyon 415, Batalyon 416,
Batalyon 417 dan Batalyon 418 keseluruhan dibawah Resimen
Infanteri 15 Batalyon 415 yang dipimpin oleh Mayor Sudigdo dan
berkedudukan di Kleco (Solo) hanya berusia 1 tahun sebab pada
tahun 1952 telah diubah menjadi namanya menjadi Batalyon 444.
Begitupun Batalyon 416, Batalyon 417 dan Batalyon 418
direorganisai menjadi Batalyon 445 dan Batalyon 446. Karena
Mayor Sudigdo dipindah-tugaskan, maka pimpinan Batalyon
diserahkan kepada Mayor Sudiro untuk kemudian pimpinan
Batalyon diserah-terimakan kepada Mayor Ranaoewidjojo.
Batalyon 444 berkedudukan di Kleco (Solo) dan selama itu
Batalyon 444 menjalankan tugas antara lain penumpasan DI/TII
Jawa Tengah (eks Kapten Djami), penumpasan pemberontakan
Batalyon 426 Kudus, pemadaman pemberontakan PRRI/Permesta
tahun 1958 dan tugas operasi pembersihan sisa-sisa DI/TII tahun
1959 sebanyak 3 kali. Komandan Batalyon diserah-terimakan dari
Mayor Ranoe Widjojo kepada Mayor Moecalis. Pada tahun 1952
berbunyi "KANTI PANDAWA TRUS MANUNGGAL". Surya
Sangkala ini mengandung angka 2591 yang diartikan sebagai tahun
terbentuknya Batalyon yakni pada tahun 1952.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masih
kurang teratumya organisasi militer terutama kalangan Angkatan
Darat. Reorganisasi satuan dalam waktu relatif singkat maupun
pergantian pimpinan dalam masa waktu yang tidak teratur
mencerminkan bahwa organisasi militer di Indonesia masih belum
menemukan bentuknya yang difinitif, pemerintah berpendapat
bahwa di Indonesia belum cukup memadai untuk menghadapi dari
luar. Akibatnya organisasi militer di Indonesia mengalami
hambatan untuk berkembang.
2) Penggabungan Batalyon 444 dan Batalyon 446 menjadi
Batalyon K
Tahun 1961 Resimen Infantri 15 berubah namanya menjadi
Brigade Infantri 6 dan Batalyon dilingkungan Brigade Infantri 6
pun direorganisasi masing-masing menjadi Batalyon 444, Batalyon
445 dan Batalyon 446 dan Batalyon 451. Batalyon 444 dipimpin
berturut-turut oleh Mayor Marwotosoeko, Mayor Soeryo Soesilo,
(Eks) Mayor Kaderi. Sedangkan Bataryon 446 dipimpin berturut-
turut oleh Mayor Samsoeharto, Mayor Soerono dan Mayor
43
Pada tahun 1961 Batalyon-batalyon dalam jajaran Brigade
Infantri 6 secara bergantian ditugaskan di daerah CBN I dan Jawa
Barat dalam operasi pemulihan keamanan dalam negeri.
Sedangkan dari bulan April 1654 sampai dengan bulan Mei 1965
seluruh Batalyon yang tergabung dalam jajaran Brigade Infantri 6
melaksanakan tugas operasi dalam rangka penumpasan DI/TII
Kahar Muzakar di daerah Sulawesi.
Pada tanggal 1 Agustus 1965 Batalyon-Batalyon dalam
jajaran Brigade Infantri 6 direorganisasi menjadi Batalyon I
Batalyon L dan Batalyon M. Batalyon K inilah yang nantinya akan
menjadi Batalyon 411, Batalyon L berkedudukan di Kleco Solo
dan dipimpin oleh (Eks) Mayor Kaderi.
b. Masa peralihan
1) Peristiwa tahun 1965 dan pengaruhnya terhadap Batalyon K
Tahun 1965 merupakan lembaran hitam bagi bangsa
Indonesia dimana pada tanggal 30 September 1965 terjadi
pemberontakan PKI, Partai Komunis Indonesia berusaha untuk
meggulingkan pemerintah yang sah dan menggantikan idiologi
Pancasila dengan idiologi komunis. Dalam peristiwa ini telah
gugur 6 orang Jenderal sebagai akibat dai kekejaman PKI.
Sebelum meletusnya gerakan PKI, sebenarnya sudah timbul
beberapa gerakan yang menunjukkan bahwa di Indonesia akan