SKRIPSI
PENURUNAN LIBIDO PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DMPA
(DEPO MEDROXY PROGESTERON ASETAT) TERHADAP POLA ADAPTASI
SEKSUAL DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI CALLISTA ROY
(Studi di Dusun Dondong Desa Gedongarum Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro)
NURGIANTI 13.321.0041
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
PENURUNAN LIBIDO PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DMPA
(DEPO MEDROXY PROGESTERON ASETAT) TERHADAP POLA ADAPTASI
SEKSUAL DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI CALLISTA ROY
(Studi di Dusun Dondong Desa Dondong Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro)
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Menyelesaikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
NURGIANTI 13.321.0041
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
80
81
82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro 02 November 1995 dari Bapak Suyitno
dan Ibu Suranti. Penulis merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara.
Pada tahun 2001 penulis lulus dari TK RA Kartini Gedongarum, tahun
2007 penulis lulus dari SD Negeri Gedongarum, tahun 2010 penulis lulus dari
SMP Negeri 1 Kanor, tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sumberrejo
Bojonegoro dan tahun 2013 penulis lulus seleksi masuk STIKES “Insan Cendekia
Medika” Jombang melalui jalur PMDK. Penulis memilih Program Studi Keperawatan dari tiga pilihan program studi yang ada di STIKES “ICME”
Jombang.
Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.
Jombang, juni 2017
Nurgianti
83
PENURUNAN LIBIDO PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DMPA (DEPOMEDROXY PROGESTERON ASETAT) TERHADAP POLA ADAPTASI SEKSUAL
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI CALLISTA ROY (Studi di Dusun Dondong Desa Gedongarum Kecamatan Kanor kabupaten
Bojonegoro)
Muarrofah*Nurgianti**Dwi Prasetyaningati***
ABSTRAK
Penurunan libido sering terjadi pada akseptor KB suntik DMPA. Penurunan libido akan berdampak langsung terhadap hubungan seksual berupa ketidaknyamanan, perasaan tidak aman dan rasa khawatir tak mendapat perhatian dari pasangan yang membuat individu melakukan berbagai macam adaptasi seksual. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada pengaruh penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA terhadap pola adaptasi seksual dengan pendekatan model adaptasi Callista Roy di dusun Dondong desa Gedongarum Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi pada akseptor KB suntik DMPA yang mengalami penurunan libido di dusun Dondong sebanyak 42 responden dengan sampel adalah 38 responden dengan metode simple random sampling. Variabel independen yaitu penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA dan variabel dependen yaitu pola adaptasi seksual. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan editing, coding, scoring, tabulating serta uji statistiknya menggunakan uji regresi linier
α=0,05 dengan program aplikasi SPSS 24.Hasil penelitian menunjukkan penurunan libido
sedang 15 responden (39,5%), dan pola adaptasi seksual inefektif 23 responden (60,5%). Hampir setengah responden mengalami penurunan libido sedang dengan pola adaptasi seksual inefektif sejumlah 13 responden (34,2%), dengan uji regresi linier α=0,05 dan hasil p value = 0.001 ≤ 0,05 sehingga H1 diterima.Kesimpulannya adalah ada pengaruh antara
penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA terhadap pola adaptasi seksual dengan pendekatan model adaptasi Callista Roy.
Kata kunci : KB Suntik DMPA, Penurunan Libido, Pola Adaptasi Seksual.
84
DECREASED OF LIBIDO TO ACCEPTORS’ FAMILY PLANNING DMPA INJECTION (DEPO
MEDROXY PROGESTERON ASETAT) TOWARD THE PATTERN OF SEXUAL ADAPTATION BY APPROACHING OF CALLISTA ROY ADAPTATION MODEL
(The Study at Dondong hamlet, Gedongarum village, Kanor district and Bojonegoro regency)
ABSTRACT
Decreased of libido is common happens to acceptor’s family planning DMPA injection. Decreased of libido have direct impact to sexual intercourse such as inconvenience, feeling of insecurity and worry does not get attention from their couple which make individual
does various sexual adaptations. The purpose of this study is to knoe the influences of
decreased of libido to acceptor’s family planning DMPA injection toward the pattern of sexual adaptation by approachin of Callista Roy adaptation model in Dondong hamlet of Gedongarum village Kanor district, Bojonegoro regency.The study design was cross sectional. Population on DMPA injection acceptor who decreased libido in Dondong hamlet as much as 42 respondents with sample is 38 respondents with simple random sampling method. The independent variable is the decrease of libido in DMPA injection acceptor and the dependent variable is the pattern of sexual adaptation. Data collection using questionnaires. Data processing techniques using editing, coding, scoring, tabulating
and statistical tests using linear regression test α = 0.05 with SPSS 24 aplication
program.The results showed decreased libido was 15 respondents (39.5%), and the patters of sexual adaptation inefective 23 respondents (60.5%). Almost half of the respondents
experienced a decrease in moderate libido with ineffective sexual adaptation pattern of 13 respondents (34.2%), with linier regression test α = 0.05and p value = 0.001 ≤ 0.05 so that H1 was accepted.The conclusion is that there is an influence between decreasing libido in DMPA injection acceptor toward sexual adaptation pattern with approach of Callista Roy adaptation model.
Keywords: DMPA injection, Decreased libido, sexual adaptation pattern.
85
Motto
Serius, santai, bertanggung jawab dan optimis.
Serius maksudnya selalu berkomitmen dengan apa yang sudah diucapkan. Santai
maksudnya menyelesaikan masalah dengan suatu ketenangan tanpa emosi. Bertanggung jawab
maksudnya selalu menerima suatu konsekuensi setiap tindakan. Optimis maksudnya terarah tidak
mudah terpengaruh dengan sesuatu yang baru dan tenar. (penulis)
86
PERSEMBAHAN
Allhamdulilah, allhamdulilahirobil’alamin
Sujud syukur ku persembahkan kepadamu tuhanku yang maha agung,
maha adil, maha penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang
selalu berfikir, berilmu, beriman, bersyukur, dan besabar menjalani kehidupan
yang fana ini. Semoga keberhasilan kecil ini menjadi satu langkah awal untukku
meraih cita-cita besarku. Ku persembahkan karya tulis ini untukmu :
1. Ibuku Suranti dan ayahku Suyitno, terima kasih yang sebesar-besarnya
atas keringat yang engkau keluarkan untuk anak mu demi cita-citanya.
2. Kakakku Kadri dan keponakanku Arkanata, terima kasih atas support dan
dukungannya untukku meraih kesuksesan ini.
3. Calon imam ku kelak Eko Susanto, terima kasih atas semua dukungan dan
motivasi yang kau berikan untuk aku, terima kasih atas semua
pengorbananmu dan ketulusanmu dalam mendampingi perjalanan hidupku
4 tahun terakhir.
4. Terima kasih untuk sahabat sekaligus teman sekamarku Dwi Nurjannah,
yang sudah menemani perjalanan ku selama 3 tahun disini, kau lah
satu-satunya sahabat yang bisa mengerti dan memahami setiap lekuk
kehidupanku.
5. Kakak kelas seperjuangan yang ada dikos mbk Ihda dan Mbk Umi Terima
kasih untuk semua masukan-masukan yang kau berikan terhadapku, semoga
kita bisa dilancarkan semua keinginan-keinginan yang kita impikan.
6. Teman-teman STIKes ICME satu angkatan khususnya kelas A, terima kasih
sudah berjuang bersama, kesuksesan ini tak akan ada tanpa kalian semua.
87
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan rasa puji syukur kehadirat
ALLAH SWT, atas segala rahmad dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Penurunan Libido Pada Akseptor KB Suntik
DMPA (Depo Medroxy Progesteron asetat) Terhadap Pola Adaptasi Seksual dengan
Pendekatan Model Adaptasi Callista Roy (di Dusun Dondong Desa
Gedongarum Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro)” dengan baik.
Sehubungan dengan itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada H.Bambang Tutuko, S.H.,S.Kep.,Ns.,M.H. selaku Ketua
STIKes ICME Jombang, Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Muarrofah, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku
pembimbing pertama yang selalu memberikan bimbingan dalam penyusunan
skripsi, Dwi Prasetyaningati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku pembimbing kedua yang
selalu membantu memberikan bimbingan mengenai penulisan skripsi. Ucapan
terima kasih juga kepada Ayah, Ibu, dan teman-teman semuanya atas bantuan doa
dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga skripsi ini dapat disetujui, bermanfaat bagi semuanya dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan.
Jombang, Juni 2017
Penulis
88
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM ... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN...iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... v
RIWAYAT HIDUP ...vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
MOTTO ...ix
PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR ...xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN xvii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 4
1.3 Tujuan penelitian ... 4
1.4 Manfaat penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Konsep KB suntik... 6
2.2 Konsep KB suntik DMPA ... 9
2.3 Konsep libido ... 13
2.4 Konsep pola adaptasi seksual ... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 43
3.1 Kerangka Konseptual ... 43
3.2 Hipotesis ... 44
89
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 45
4.1 Desain Penelitian... 45
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 45
4.3 Populasi, sampel, sampling ... 45
4.4 Kerangka kerja... 48
4.5 Identifikasi variabel ... 49
4.6 Definisi operasional ... 50
4.7 Instrumen penelitian ... 50
4.8 Pengumpulan data ... 51
4.9 Analisa data ... 55
4.10 Etika penelitian ... 56
4.11 Keterbatasan penelitian ... 57
BAB 5 PEMBAHASAN... 58
5.1 Hasil penelitian ... 58
5.2 Pembahasan ... 65
BAB 6 PENUTUP ... 72
6.1 Kesimpulan ... 72
6.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN
90
DAFTAR TABEL
No. Daftar Tabel Halaman
4.1 Definisioperasional ... 50
5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur ... 59
5.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ... 59
5.3 Karakteristik responden berdasarkan waktu bekerja dalam sehari ... 60
5.4 Karakteristik responden berdasarkan peningkatan berat badan ... 60
5.5 Karakteristik responden berdasarkan siklus haid ... 60
5.6 Karakteristik responden berdasarkan penurunan libido ... 61
5.7 Karakteristik responden berdasarkan pola adaptasi seksual ... 61
5.8 Tabulasi silang penurunan libido terhadap pola adaptasi seksual ... 62
5.9 Uji normalitas one-sample kolmogrov-smirnov test ... 63
5.10 Uji linieritas ... 64
5.11Uji regresi linier ... 64
91
DAFTAR GAMBAR
No. Daftar Gambar Halaman
2.1 Gambar sistem adaptasi sister Callista Roy ... 32
2.2 Gambar rentang respon seksual ... 39
3.1 Kerangka konseptual... 43
4.1 Kerangka kerja ... 48
92
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Permohonan Calon Responden
2. Lembar Persetujuan sebagai Responden
3. Ksi-kisi kuesioner
4. Kuesioner data umum
5. Kuesioner penurunan libido
6. Kuesioner pola adaptasi seksual
7. Perhitungan skor kuesioner
8. Tabulasi data umum
9. Tabulasi penurunan libido
10.Tabulasi pola adaptasi seksual
11.Jadwal proposal penelitian
12.Hasil uji SPSS
13. Lembar pernyataan dari perpustakaan
14.Lembar surat studi pendahuluan
15.Lembar surat BAKESBANGPOL
16.Lembar surat DINKES
17.Lembar surat Kecamatan
18.Lembar surat balasan Kepala desa
19.Lembar persetujuan sidang proposal
20.Lembar pengesahan sidang proposal
21.Lembar konsultasi
22.Lembar pernyataan bebas plagiasi
93
DAFTAR LAMBANG
1. H1 : hipotesis alternatif
2. % : prosentase
3. : alfa (tingkat signifikansi)
4. ≤: lebih kecil sama dengan
5. =: sama dengan
6. n: jumlah sampel
7. p : p-value (nilai signifikasi)
8. > : lebih besar
9. < : lebih kecil
DAFTAR SINGKATAN
ACTH :Adrenocorticotropic Hormone
ASI :Air Susu Ibu
Badilag :Badan Peradilan Agama
BKKBN :Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Cit :Citato
CRF :Corticotropin-Releasing Factor
DMPA :Depo Medroxy Progesterone Acetat
DSM :Diagnostic and Stastitical Manual of Mental Disorder
FSFI :Female Sexual Function Index
HIV : Human Immunodeficienty Virus
ICD :International Stastical Classificatoin of Deseases and Related
Health Problems
94
ICMe : Insan Cendekia Medika
KB : Keluarga Berencana
KIE :Komunikasi, Informasi dan Edukasi
LSD :Lisergat Dietilamida
MA :Mahkamah Agung
Mg :Mili Gram
PH :Potensial Hidrogen
PMS :Pre Menstrual Syndrom
RCT :Randomized Controlled Tiral
STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
WHO :World Health Organization
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar belakangKB suntik menjadi daya tarik bagi pasangan yang mengikuti program
kehamilan karena kelebihannya hingga mencapai 99%. KB suntik memiliki
banyak efek samping yang salah satunya adalah penurunan libido terutama pada
KB suntik DMPA (KB suntik 3 bulan) (Ichwanul, 2015 cit. Aisyah, 2015).
Penurunan libido akan berdampak langsung terhadap hubungan seksual berupa
ketidaknyamanan, perasaan tidak aman dan rasa khawatir tak mendapat perhatian
dari pasangan yang membuat individu melakukan berbagai macam adaptasi
seksual (Hamid, 2008). Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak
keharmonisan dan kebahagiaan, oleh karena itu kedua pihak harus dapat
menikmatinya bersama. Ketidakpuasan seks dapat menimbulkan perbedaan
pendapat, perselisihan dan akhirnya perceraian (Manuaba, 2010).
Di Indonesia suntik KB merupakan jenis kontrasepsi yang paling banyak
diminati yaitu sekitar 17.104.340 (47,78%) dari seluruh peserta KB aktif sebanyak
35.795.560 (75,10%) pengguna (BKKBN, 2016). Berdasarkan data profil kesehatan
kabupaten Bojonegoro tahun 2015 menyatakan bahwa dari 83,36% penggunaan KB
hormonal terdapat 63,7% pengguna KB suntik. Hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Aisyah (2015) menunjukan bahwa penggunaan KB suntik dalam
jangka panjang > 2 tahun dapat mengakibatkan penurunan libido. Berdasarkan data
dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) bahwa dalam
rentang 2009-2014, dari 2 juta pasangan yang mencatatkan perkawinannya dalam
setiap tahunnya, ditemukan angka hampir 300.000 atau
2
sekitar 15% yang mengakhiri perkawinan mereka di meja sidang perceraian.
Bahkan di beberapa daerah seperti Indramayu dan Banyuwangi, angkanya
melebihi rerata nasional, terdapat lima faktor dan yang paling tertinggi disebabkan
karena tidak ada keharmonisan sebanyak 97.615 kasus termasuk adanya masalah
kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi.
Studi pendahuluan peneliti dengan cara wawancara yang didampingi oleh kader
kepada 55 akseptor KB Suntik yang telah menggunakan KB suntik DMPA (KB
suntik 3 bulan) selama 2 tahun di Dusun Dondong Desa Gedongarum Kecamatan
Kanor Kabupaten Bojonegoro. Penurunan libido diketahui dengan wawancara
menggunakan kuesioner FSFI per kategori dengan satu pertanyaan dalam setiap
parameter pada semua akseptor KB suntik. Hasil dari wawancara ditemukan 42
akseptor yang cenderung mengalami penurunan libido. Akseptor yang mengalami
penurunan libido diambil 4 orang kemudian peneliti melakukan wawancara kepada 4
orang tersebut untuk mengetahui bagaimana respon pola adaptasi seksual yang terjadi
dengan cara menggunakan kuesioner pola adaptasi seksual. Hasil dari wawancara
diketahui dari 4 akseptor KB tersebut ada 3 akseptor
yang mengalami respon pola adaptasi seksual inefektif dengan skor ≤ median dan
hanya 1 orang yang memiliki respon adaptif dengan skor > median. Peneliti
melakukan wawancara secara langsung bahwa memang mereka merasa malas
untuk berhubungan seksual dan hanya berdasarkan tanggung jawab sebagai
seorang istri, mereka merasa kesakitan/nyeri pada saat senggama, mereka sering
kali menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual.
Penurunan keinginan seksual (libido) pada akseptor KB suntik meskipun
3
panjang dapat timbul karena faktor perubahan hormonal terutama KB suntik
DMPA (KB suntik 3 bulan) yang memiliki efek progesteron yang tinggi, sehingga
terjadi pengeringan pada vagina yang menyebabkan nyeri saat bersenggama dan
pada akhirnya menurunkan keinginan gairah seksual (David, 2012). Pendekatan
teori adaptasi Callista Roy ini diterapkan dalam perubahan pola adaptasi seksual
pada perubahan tersebut maka terjadilah respon pasangan untuk menyesuaikan
diri dan timbullah stimulasi yang mencetuskan terjadinya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan pada diri ini merupakan sebuah input, yang terbagi menjadi
tiga tingkat yaitu stimulus fokal, kontekstual dan residual, dengan input tersebut
timbul respon manusia untuk mempertahankan diri dengan pertahanan internal
yang terdiri dari sistem regulator dan sistem kognator. Kedua sistem tersebut
diterapkan kedalam empat mode yaitu fisiologis, fungsi peran, konsep diri, dan
interdependensi, dari empat mode tersebut yang nantinya akan muncul proses
output yaitu respon adaptif dan respon inefektif (Roy, 2009 cit. Priyo, 2012).
Respon adaptif akan berdampak pada perilaku seksual yang memuaskan yang
menghargai hak orang lain, sedangkan respon inefektif akan berdampak pada
disfungsi performa seksual, perilaku seksual yang membahayakan dan memaksa
(Stuart & Laraia, 2005 cit. Priyo, 2012)
Solusi dari uraian diatas bahwa pentingnya peran tenaga kesehatan untuk
memberikan edukasi kepada calon akseptor KB dan pasangan tentang pendidikan
kesehatan mengenai penggunaan kontrasepsi beserta efek samping yang akan
ditimbulkan sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku individu dalam
memenuhi kebutuhan seksual secara adaptif (Sulistyawati, 2013). Petugas
4
mengatasi penurunan libido yang menyebabkan vagina kering seperti Lubrikasi
(vaselin), pelembab, Pilokarpin dimana terapi hormonal tersebut berfungsi
mengurangi vagina kering, sehingga mengurangi nyeri saat bersenggama.
1.2
Rumusan masalahApakah ada pengaruh penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA
(Depo Medroxy Progesteron Asetat) terhadap pola adaptasi seksual dengan
pendekatan model adaptasi Callista Roy di Dusun Dondong Desa Gedongarum
kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro
1.3
Tujuan penelitian1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis pengaruh penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA
(Depo Medroxy Progesteron Asetat) terhadap pola adaptasi seksual dengan
pendekatan model adaptasi Callista Roy di dusun Dondong desa Gedongarum
kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA (Depo
Medroxy Progesteron Asetat) di dusun Dondong desa Gedongarum
kecamatanKanor kabupaten Bojonegoro.
2. Mengidentifikasi pola adaptasi seksual dengan pendekatan model adaptasi
Callista Roy pada akseptor KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron
Asetat) di Dusun Dondong Desa Gedongarum kecamatan Kanor kabupaten
Bojonegoro.
3. Menganalisis pengaruh penurunan libido pada akseptor KB suntik DMPA
5
pendekatan model adaptasi Callista Roy di Dusun Dondong Desa
Gedongarum kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro.
1.4
Manfaat penelitian1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi secara teoritis bagi teori
keperawatan maternitas tentang diketahuinya mekanisme penurunan libido pada
akseptor KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat) terhadap
perubahan pola adaptasi seksual dengan menggunakan pendekatan model adaptasi
Callista Roy sebagai dasar dalam penelitian ilmu keperawatan.
1.4.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi petugas
kesehatan agar lebih efektif memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi) pada akseptor KB yang mengalami penurunan libido dan perpengaruh
pada pola adaptasi seksual untuk dianjurkan mengganti cara kontrasepsi non
hormonal. Bagi akseptor KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat)
diharapkan mampu memahami kondisi dan perubahan pada dirinya akibat
penggunaan kontrasepsi KB suntik sehingga dapat melakukan penyesuaian diri
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep KB suntik
2.1.1 Definisi KB suntik
KB suntik adalah jenis kontrasepsi injeksi untuk mencegah kehamilan
dengan melalui suntikan hormonal. KB suntik ini sangat efektif, aman, dapat
dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi, cocok untuk masa laktasi
karena tidak menekan produksi ASI, tetapi kembalinya kesuburan lebih lambat,
rata-rata empat bulan (Sulistyawati, 2013).
2.1.2 Jenis KB suntik
Menurut Sulistyawati (2013) menyatakan bahwa tersedia dua jenis
kontrasepsi yang hanya mengandung progestin, yaitu sebagai berikut:
1. Depo Mendroksi Progesteron Asetat (DMPA), mengandung 150 mg DMPA
yang diberikan setiap tiga bulan dengan cara disuntik intramuscular (didaerah
bokong).
2. Depo noreisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg noretindron
enantat, diberikan setiap dua bulan dengan cara disuntik intramuscular.
Selain 2 jenis KB suntik diatas ada juga jenis KB suntik kombinasi yaitu KB
suntik 1 bulan yang sering digunakan di Indonesia yaitu Suntikan / 1 bulan yaitu
cyclofem. Efektifitas dari beberapa jenis kontrasepsi suntik tersebut memiliki
efektivitas yang tinggi, dengan 30% kehamilan per 100 perempuan per tahun, asal
penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan
(Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2009).
7
2.1.3 Cara kerja KB suntik
Menurut Sulistyawati (2013) menyatakan bahwa cara kerja KB suntik adalah
sebagai berikut:
1. Mencegah ovulasi.
2. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma.
3. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
4. Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
2.1.3 Keuntungan KB suntik
Menurut Sulistyawati (2013) keuntungan dari KB suntik adalah sebagai
berikut :
1. Sangat efektif.
2. Pencegahan kehamilan jangka panjang.
3. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.
4. Tidak mengandung estrogen, sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.
5. Tidak memiliki pengaruh terhadap produksi ASI.
6. Efek samping sedikit.
7. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
8. Dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai
perimenopause.
9. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
10. Menurunkan kejadian tumor jinak payudara.
8
12. Menurunkan krisis anemia bulan sakit (sickle cell).
2.1.4 Keterbatasan dan efek samping KB suntik
Menurut Sulistyawati (2013) keterbatasan dan efek samping dari KB suntik
adalah sebagai berikut :
1. Sering ditemukan gangguan haid seperti siklus haid yang memendek atau
memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur
atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali.
2. Klien sangat bergantung pada sarana pelayanan kesehatan (harus kembali
untuk disuntik).
3. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya.
4. Sering menimbulkan efek samping masalah berat badan.
5. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual,
hepatitis B, atau infeksi virus HIV.
6. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian penggunaan.
7. Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena kerusakan/kelainan pada
organ genitalia, tetapi karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari
deponya (tempat suntikan).
8. Terjadi perubahan pada lipid serum dengan penggunaan jangka panjang.
9. Gangguan jangka panjangnya yaitu dapat sedikit menurunkan kepadatan
tulang (densitas).
10. Pada gangguan jangka panjang juga dapat menimbulkan kekeringan pada
vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, gugup,
9
2.2 Konsep KB suntik DMPA
2.2.1 Definisi KB suntik DMPA
Kontrasepsi suntik 3 bulan atau DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat)
termasuk jenis gestagen alamiah yang berasal dari turunan progesteron yang
memiliki ikatan reseptor yang relatif kuat terhadap reseptor glukokortikoid dan
aldosteron. Khasiat glukokortikoid baru akan terlihat pada pemberian dosis tinggi.
DMPA tidak memiliki khasiat anti androgen karena tidak melalui hati,
keberadaannya dalam serum mencapai 100% dan hampir 88% terikat pada
albumin ( Baziad, 2008). Depoprovera atau biasa disingkat DMPA adalah berisi
depo medroksi progesteron asetat dan diberikan dalam suntikan tunggal 150 mg
secara intramuscular setiap 12 minggu (Everett, 2008). DMPA adalah suatu
sintesa progestin yang mempunyai efek seperti progestin asli dari tubuh wanita
(Anggraini & Martini, 2012)
2.2.2 Mekanisme kerja kontrasepsi DMPA
Menurut Hartanto (2010) menyatakan mekanisme kerja kontrasepsi suntik
DMPA terbagi dua yaitu :
1. Primer : Mencegah Ovulasi Endometrium menjadi dangkal dan atrofis
dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif, sering stroma menjadi oedeomatus.
Pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya,
sehingga tidak didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila
dilakukan 7 biopsi. Tetapi, perubahan-perubahan tersebut akan kembali
10
2. Sekunder Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan
barier terhadap spermatozoa dan membuat endometrium menjadi kurang baik
atau kurang layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi.
2.2.3 Kerugian kontrasepsi DMPA
Menurut Anggraini & Martini (2012) kerugian kontrasepsi suntik DMPA.
Sering ditemukan gangguan haid, seperti :
1. Siklus haid yang memendek atau memanjang. Perdarahan yang banyak atau
sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid
sama sekali.
2. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan.
3. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya.
4. Permasalahan berat badan.
5. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual,
hepatitis B virus dan infeksi virus HIV.
6. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.
7. Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
8. Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang.
9. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan vagina,
menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala dan jerawat.
2.2.4 Keuntungan kontrasepsi suntik 3 bulan DMPA
Menurut Manuaba (2010) keuntungan kontrasepsi suntikan adalah:
1. Pemberiannya sederhana setiap 12 minggu.
2. Tingkat efektivitasnya tinggi.
11
4. Pengawasan medis yang ringan.
5. Dapat diberikan pasca persalinan, pasca keguguran, atau pasca menstruasi.
6. Tidak mengganggu proses laktasi dan tumbuh kembang bayi.
Menurut Everett (2008) menyatakan teknik penyuntikan DMPA harus
diberikan dalam lima hari pertama masa menstruasi, tidak dibutuhkan kontrasepsi
tambahan, setelah itu suntikan selanjutnya diberikan setiap 12 minggu. Suntikan
harus diberikan secara intramuscular pada kuadran luar atas bokong, spuit yang
sebelumnya telah diisi DMPA harus dikocok sebelum diberikan.
Menurut Anggraini & Martini (2012) farmakologi dari kontrasepsi suntikan
jenis DMPA :
1. Tersedia dalam larutan mikrokristalin.
2. Setelah satu minggu penyuntikan 150 mg, tercapai kadar puncak, lalu
kadarnya tetap tinggi untuk 2-3 bulan, selanjutnya menurun kembali.
3. Ovulasi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari penyuntikan, tetapi
umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih.
4. Pada pemakaian jangka lama, tidak terjadi efek akumulatik dari DMPA
dalam darah atau serum.
2.2.7 Efektivitas kontrasepsi suntik DMPA
DMPA sangat efektif sebagai metode kontrasepsi, kurang dari 1 per 100
wanita akan mengalami kehamilan dalam satu tahun pemakaian DMPA. Dosis
12
bulan adalah dosis tinggi. Setelah disuntik, ovulasi tidak akan terjadi untuk
minimal 14 minggu (Hartanto, 2010).
2.2.8 Kontraindikasi kontrasepsi suntik DMPA
Menurut WHO dalam Hartanto (2010) menganjurkan untuk tidak
menggunakan kontrasepsi suntikan pada :
1. Kehamilan
2. Karsinoma payudara
3. Karsinoma traktus genetalia
4. Perdarahan abnormal uterus
5. Pada wanita diabetes atau riwayat diabetes selama kehamilan, harus dilakukan
follow up dengan teliti, karena dari beberapa percobaan laboratorium ditemukan
bahwa DMPA mempengaruhi metabolisme karbohidrat.
2.2.9 Peringatan bagi pemakai kontrasepsi suntik Progestin
Peringatan yang harus diperhatikan saat pemakaian KB DMPA menurut
Anggraini & Martini (2012) yaitu:
1. Setiap terlambat haid harus dipikirkan adanya kemungkinan hamil.
2. Nyeri abdomen bawah yang berat kemungkinan gejala kehamilan ektopik
terganggu.
3. Sakit kepala migrain, sakit kepala berulang yang berat, atau kaburnya
penglihatan.
4. Perdarahan yang berat 2 kali lebih panjang dari masa haid atau 2 kali lebih
13
2.3 Konsep libido
2.3.1 Definisi seksualitas
Seksologi yaitu ilmu pengetahuan tentang reaksi dan tingkah laku seksual
manusia yang sifatnya universal dan multidisipliner. Disebut universal karena
ilmu ini berlaku diseluruh dunia, baik bagi penduduk-penduduk yang paling
primitif, maupun bagi orang-orang yang paling tinggi tingkat kebudaya nya.
Multidisipliner menunjukkan, bahwa ilmu ini bergerak di banyak bidang ilmu
pengetahuan lain (Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2009).
Seksualitas memiliki makna yang sangat luas karena meliputi semua aspek
yang berhubungan dengan seks seperti perilaku, sikap, orientasi dan nilai.
Terciptanya sebuah hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan
salah satu faktor yang paling berperan dalam suatu hubungan perkawinan bagi
setiap pasangan (Manan, 2013).
Richard von Krafft-Ebing dengan karya tulisnya yang berjudul Psychopathia
sexualis (terbitan pertama dalam tahun 1886), yang dipandang sebagai bapak dari
seksologi modern, sangat berjasa dengan memisahkan ilmu pengetahuan ini sebagai
satu disiplin yang berdiri sendiri, namun masih merupakan bagian dari ilmu
kedokteran. Ia menyadari, bahwa selain penderita-penderita penyakit jiwa yang
disertai kelainan-kelainan seksual masih ada lebih banyak lagi orang-orang sehat
yang menunjukkan penyimpangan-penyimpangan dari yang dianggap normal dalam
kehidupan seksual. Iwan bloch merupakan orang pertama yang mengikut-sertakan
ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam metodologi untuk mempelajari reaksi dan tingkah
laku seksual manusia (Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2009).
14
Libido seksualitas (nafsu birahi, nafsu syahwat) adalah dorongan atau
keinginan untuk bersetubuh (koitus). Ini dapat disamakan dengan keinginan untuk
makan (lapar) dan minum (haus). Apabila lapar dan haus mempunyai arti dalam
mempertahankan kelangsungan kehidupan individu, maka libido mempunyai
tujuan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan genus homo sapiens
(manusia) (Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2009).
Seksualitas, reaksi dan tingkah laku seksual didasari dan dikuasi oleh
nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih tinggi, tidak seperti pada hewan. Hewan
bersetubuh semata-mata atas dorongan naluri birahi. Jadi pada manusia
seksualitas dapat dipandang sebagai pencetusan dari hubungan antar individu,
dimana daya tarik rohaniah dan badaniah (psikofisik) menjadi dasar kehidupan
bersama antara dua insan manusia. Dengan demikian dalam hubungan seksual
tidak hanya alat kelamin dan daerah erogen yang pegang peranan, melainkan juga
psikis dan emosi (Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2009).
Sigmund Freud (bapak psikologi modern) mempopulerkan istilah libido dan
mendefinisikan sebagai energi atau daya insting, terkandung dalam apa yang
disebut freud sebagai identifikasi, yang berada dalam komponen ketidaksadaran
dari psikologi. Freud menunjukkan bahwa dorongan libidinal ini dapat
bertentangan dengan perilaku yang beradap. Kebutuhan untuk menyesuaikan diri
dengan masyarakat dan pengendalian libido menyebabkan ketegangan dan
gangguan dalam diri individu, mendorong untuk digunakannya pertahanan ego
untuk meyalurkan energi psikis dari kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
kebanyakan tidak disadari ini ke dalam bentuk lain (Putranto, 2010 cit. Aisyah,
15
Fregiditas merupakan tidak ada libido seksualitas pada wanita (true frigidity)
atau kegagalan wanita mencapai orgasme, karena psikhe merupakan pusat dari
libido maka hampir semua kasus frigidity disebabkan oleh gangguan psikologik
(Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2009).
Penurunan libido sama halnya dengan disfungsi seksual merupakan hasrat
seksual yang rendah pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun
wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara psikologis
maupun secara medis, serta memberikan efek yang kurang menyenangkan
terhadap keharmonisan suatu hubungan antara suami istri (Manan, 2013).
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan libido
Menurut Rendra (2009) dalam Aisyah (2015), menyatakan bahwa naik
turunnya libido berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Gangguan Psikologis
1) Kurang percaya diri Rasa percaya diri yang minim membuat seorang
perempuan kehilangan libido. Contoh : karena tidak puas tubuh
(kelebihan berat badan atau kekurangan berat badan), tidak nyaman
untuk menampilkan diri apa adanya di depan dan akibatnya tidak merasa
bergairah jika pasangan mengajak untuk bercinta dan tidak menikmati
aktivitas tersebut.
2) Stres masalah pekerjaan, keluarga, keuangan atau masalah pribadi yang
berlarut-larut, stres membuat tidak bisa menikmati aktivitas lain
termasuk seks.
16
Libido juga bisa turun jika merasa takut pada aktivitas seks, ketakutan
atau kecemasan berlebihan disebabkan karena beberapa hal seperti
trauma karena pelecehan seksual atau ketakutan lainnya. Langkah yang
harus dilakukan adalah mengungkapkan kecemasan ini pada pasangan,
minta waktu untuk menenangkan diri dan dapatkan dukungan pasangan.
Jika tidak bisa menghadapinya, wajib untuk mengonsultasikannya
kepada psikolog.
4) Cinta memudar
Pasangan yang mengalami gangguan komunikasi dan berkonflik terus
menerus hingga akhirnya sudah tidak cinta lagi, tentu sudah tak berhasrat
lagi untuk berintim-intim di tempat tidur.
5) Depresi
a Gejala/ keluhan
Perasaan lesu (lethargi), tidak bersemangat dalam
kerja/kehidupan. b Penyebab
Diperkirakan dengan adanya hormone progesterone terutama yang
berisi 19-norsteroid menyebabkan kurangnya Vitamin B6
(Pyridoxin) didalam tubuh.
6) Kelainan seksual
Keadaan tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis didalam otak.
4. Gangguan Fisik
1) Kurang olahraga
Dengan berolahraga, seseorang akan lebih bergairah. Olahraga tidak harus
17
lancar, demikian juga produksi hormon tubuh. Olahraga membuat sehat
baik tubuh maupun kesehatan seksual
2) Diet tidak sehat
Diet memang sering dilakukan oleh kaum perempuan untuk menurunkan
berat badan, namun diet yang dilakukan tanpa pengawasan dan tidak sesuai
dengan kondisi tubuh justru dapat membuat tubuh lemas dan sakit. Ketika
tubuh lemah dan kekurangan nutrisi otomatis gairah seks menurun, cobalah
untuk berkonsultasi pada ahli gizi dahulu sebelum berdiet.
3) PMS (Pre Menstrual Syndrom)
Pengaruh tamu bulanan dan sindroma pramenstruasi yang membuat
wanita jadi lebih sensitif karena ketidaknyamanan dari perubahan
hormon yang sedang terjadi, tentu saja hal ini menurunkan gairah
seksualnya. solusinya yaitu minum air putih yang banyak dan
berolahraga atau melakukan aktivitas relaksasi.
4) Kurang tidur
Tubuh memerlukan jam tidur yang cukup untuk menjaga pikiran tetap
fokus, tubuh sehat, dan libido tetap aktif. Secara fisik, kurang tidur akan
meningkatkan level kortisol yang bisa menekan libido.
5) Keputihan (Lechorea)
a Gejala/ keluhan Keluarnya cairan berwarna putih dari dalam vagina
18
b Penyebab Oleh karena efek progesteron merubah flora dan PH
vagina, sehingga jamur mudah tumbuh di dalam vagina dan
menimbulkan keputihan.
6) Jerawat
a Gejala/ keluhan adalah timbul jerawat pada wajah.
b Penyebab adalah progestin terutama 19-norprogestine menyebabkan
peningkatan kadar lemak.
7) Rambut Rontok
a Gejala/ keluhan Rambut rontok selama pemakaian suntikan atau bisa
sampai sesudah penghentian suntikan.
b Penyebab Progesteron terutama 19-norprogesterone dapat
mempengaruhi folikel rambut, sehingga timbul kerontokan rambut.
8) Perubahan Berat Badan
a Gejala/ keluhan
Kenaikan berat badan rata-rata untuk setiap tahun bervariasi
antara 2,3-2,9 kg.
Berat Badan berkurang/turun. Setiap tahun rata-rata penurunan
berat badan antara 1,6-1,9 kg.
b Penyebab
Kenaikan berat badan, kemungkinan disebabkan karena hormon
progesteron mempermudah perubahan karbohidrat dan gula menjadi
lemak, sehingga lemak di bawah kulit bertambah, selain itu hormon
19
menurunkan aktivitas fisik, akibatnya pemakaian suntikan dapat
menyebabkan berat badan bertambah.
9) Pusing/ Sakit Kepala/Migrain
a Gejala/ keluhan Sakit kepala yang sangat pada salah satu sisi atau
seluruh bagian kepala dan terasa berdenyut disertai rasa mual yang
amat sangat.
b Penyebab biasanya dikaitkan dengan reaksi tubuh terhadap
progesteron.
10) Kelelahan
Kondisi kelelahan setelah bekerja keras seharian dapat menurunkan
gairah seksual. Selain itu, mengurangi waktu efektif tidur yang
seharusnya antara 6-8 jam sehari akan berdampak pada tubuh yang akan
terlihat tidak bugar lagi dan pada akhirnya mempengaruhi kondisi libido
seseorang. Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada
umumnya 6-10 jam. Sisanya dipergunakan untuk kehidupan dalam
keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain
11) Menopause
Kebanyakan wanita mengalami penurunan gairah seksual saat memasuki
masa menopause. Penyebabnya cukup banyak, mulai dari penurunan
hormon estrogen sehingga kondisi vagina menjadi kering dan
menyebabkan penetrasi menjadi menyakitkan. Menopause juga
menyebabkan testosteron dalam tubuh berkurang.
12) Gangguan Siklus Haid
20
Tidak mengalami haid (Amenorhea)
Perdarahan berupa tetesan/bercak-bercak (Spotting)
Perdarahan diluar siklus haid (Metroragia/breakthrough
bleeding)
Perdarahan haid yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
(Menoragia)
a. Penyebab
Karena adanya ketidakseimbangan hormon sehingga endometrium
mengalami perubahan histologi. Keadaan amenorea disebabkan
atrofi endometrium.
13) Mual dan Muntah
b Gejala/keluhan
Mual sampai muntah seperti hamil muda. Terjadi pada bulan-bulan
pertama pemakaian suntikan, bahkan tidak jarang juga terjadi pada
akseptor yang sudah lama menggunakan kontrasepsi suntik KB 3
bulan.
c Penyebab
Reaksi tubuh terhadap hormon progesteron yang mempengaruhi
produksi asam lambung.
Menurut Prawirohardjo dan Wiknjosastro (2009) menyatakan bahwa
berkurangnya atau hilangnya libido untuk sementara akibat pikiran, keletihan setelah
penderitaan penyakit, penggunaan morfin, heroin, LSD dan pula kebiasaan merokok
yang berlebihan, serta penyalahgunaan alkhohol. Selain itu, gangguan perkembangan
21
fregiditas yang menganggap bahwa seks itu jahat dan tabu, terjadi trauma saat
koitus pertama seperti rasa nyeri, kecemasan dan ketakutan, kurang rasa cinta
terhadap suami, ketakutan akan hamil.
Menurut Sulistyawati (2013) menyatakan bahwa penurunan libido bisa
terjadi karena efek dari progesteron terutama yang berisi 19 Norsteroid.
Penurunan keinginan seksual (libido) pada akseptor KB suntik meskipun
jarang terjadi dan tidak dialami pada semua wanita tetapi pada pemakaian jangka
panjang dapat timbul karena faktor perubahan hormonal (David, 2012).
2.3.4 Dampak penurunan libido
Menurut Manuaba (2010) menyatakan bahwa hubungan seksual dalam
keluarga merupakan puncak keharmonisan dan kebahagiaan, oleh karena itu
kedua pihak harus dapat menikmatinya bersama. Ketidakpuasan seks dapat
menimbulkan perbedaan pendapat, perselisihan dan akhirnya perceraian.
Menurut David (2012) menyatakan bahwa penurunan libido akibat KB suntik
dalam jangka panjang akan berpengaruh pada perubahan hormonal dan akan
berdampak pada pengeringan vagina, sehingga terasa nyeri saat senggama.
2.3.5 Penanggulangan dan pengobatan penurunan libido
Menurut Sulistyawati (2013), bahwa penanggulangan dan pengobatan pada
penurunan libido dapat dilakukan hal sebagai berikut:
1.
KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)Apabila terjadi penurunan libido, dianjurkan untuk ganti cara kontrasepsi non
22
2.
Pemberian obat simtomatisSelain cara-cara diatas untuk mengatasi penurunan libido akibat dari
pengeringan vagina dapat menggunakan terapi non hormonal sebagai berikut:
1. Lubrikan
Lubrikan dapat digunakan untuk mengurangi vagina kering saat sanggama
semata, sehingga tidak bersifat pemecahan masalah jangka panjang. Walaupun
terdapat beberapa fakta bahwa pelembab dan zat lainnya mungkin bisa memiliki
efek yang lebih lama jika digunakan secara sinambung. Pilihan non-hormonal
terutama ditujukan untuk wanita yang tidak menginginkan terapi hormonal atau
memiliki risiko tinggi pada jenis penyakit keganasan yang sensitif hormon
seperti kanker payudara atau endometrium. Sebagian besar produk ini tersedia
tanpa perlu resep dokter dengan harga yang cukup mahal. Lubrikan bersifat
non-fisiologis, hanya memberi efek sementara dalam mengurangi gejala, bahkan
sering diikuti dengan timbulnya iritasi vagina. Vaselin dapat memecah lapisan
latex dari kondom (Van der Laak et al, 2002)
2. Pelembab
Pelembab bersifat hidrofilik, tidak larut dalam air, berikatan silang sebagai
polimer. Bersifat bio-adhesive di tempat melekatnya pada musin dan sel
epitel dinding vagina sehingga menahan air. Pelembab akan dieliminasi
dengan pergantian sel epitel. Efek menguntungkan terhadap gejala atrofi
vagina adalah melalui efek dapar (buffer) yang dapat menurunkan pH vagina
(Van der Laak et al, 2002).
Dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh Bygdeman & Swahn pada tahun
23
dengan krim estrogen dienosterol pada wanita postmenopause dengan gejala
atrofi vagina selama kurun waktu 12 minggu, kedua jenis terapi menunjukkan
perbaikan pada indeks untuk keluhan vagina kering pada 1 minggu pertama.
Namun dienosterol ternyata tetap lebih efektif daripada preparat non
hormonal. Pada penelitian terkini yang yang membandingkan pelembab
vagina dengan vagina estrogen dosis rendah, 18 pasien mendapat krim estriol
(n = 10) atau tablet estradiol (n = 8), dan 8 mendapat pelembab 18
polikarbopilik. Hasilnya ditemukan bahwa kedua preparat hormonal dosis
rendah efektif untuk gejala dan kesehatan vagina, sedangkan manfaat
pelembab non-hormonal hanya bersifat sementara (Biglia et al, 2010)
3. Pilokarpin
Terbukti mampu meningkatkan lubrikasi vagina dan perbaikan yang bermakna
terhadap vagina kering pada wanita dengan gejala atropi pasca kemoterapi
(Le vaque, 2004).
2.3.6 Kategori penurunan libido (disfungsi seksual)
Menurut Elvira (2006) menyatakan bahwa pada DSM IV dari American
Phychiatric 28 Association, dan ICD-10 dari WHO, disfungsi seksual terbagi
menjadi 4 kategori sebagai berikut:
1. Gangguan minat/ keinginan seksual (desire disorders) yaitu berkurang atau
hilangnya pikiran, khayalan tentang seks dan minat untuk melakukan
hubungan seks, atau takut dan menghindari hubungan seks.
2. Gangguan birahi/perangsangan (arousal disorder) yaitu ketidakmampuan
24
secara subjektif, yang ditandai dengan berkurangnya cairan atau lendir pada
vagina (lubrikasi).
3. Gangguan orgasme (orgasmic disorder) yaitu sulit atau tidak dapat mencapai
orgasme, walaupun telah ada rangsang seksual yang cukup dan telah
mencapai fase arousal.
4. Gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder) gangguan nyeri seksual
termasuk dispareunia, yaitu merasakan nyeri saat melakukan senggama dan
dapat terjadi saat masuknya penis ke dalam vagina (penetrasi) atau selama
berlangsungnya hubungan seks, dan vaginismus yaitu terjadinya kontraksi
atau kejang otot-otot vagina sepertiga bawah sebelum atau selama senggama
sehingga penis sulit masuk ke dalam vagina.
2.3.7 FSFI (Female Sexual Function Index)
Female Sexual Function Index (FSFI) merupakan suatu alat ukur dalam bentuk
kuesioner atau pertanyaan yang valid dan akurat untuk menilai fungsi seksual wanita.
Kuesioner ini mempunyai 19 pertanyaan yang terbagi dalam enam subskor, yaitu
hasrat seksual (desire), rangsangan seksual (arousal), lubrikasi (lubrication),
orgasme, kepuasan (satisfaction), dan rasa nyeri (pain) (Walwiener dkk, 2010).
FSFI digunakan untuk mengukur fungsi seksual wanita termasuk hasrat seksual
dan respon seksual yang menggambarkan fungsi seksual wanita dalam empat minggu
terakhir. Skor domain individu dan skor keseluruhan dapat diperoleh dari tabel yang
sudah ditetapkan pada FSFI. Untuk skor domain individual diperoleh dari
penambahan skor untuk masing-masing pertanyaan yang dijawab, sedangkan untuk
skor keseluruhan peroleh dari penjumlahan pada skor masing-masing enam domain.
25
seksual yang lebih baik, begitupun sebaliknya skor yang rendah pada tiap domain
menunjukan level fungsi seksual yang buruk. Wanita yang mempunyai skor FSFI
≤26,5 dinyatakan mengalami disfungsi seksual. Dibandingkan dengan kuesioner
lain, kuesioner FSFI mempunyai nilai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
Kuesioner ini memiliki sensitivitas 89,9% dan spesifitas 86,3% (Lee et al, 2014).
2.3.8 Tingkatan penurunan libido
1. Stadium ringan
Biasanya karena gangguan fisik dan psikis yang ringan seperti kelelahan,
stres ringan, atau kurang tidur. Setelah gangguan itu hilang, gairah seks akan
kembali normal.
2. Stadium sedang
Pada tahap ini, turunnya libido lebih parah. Penderita diberi perlakuan dengan
obat maupun alat agar gairah seksnya muncul kembali.
3. Stadium berat
Pada tahap ini, ada penderita yang masih dapat diobati dengan terapi dan
meminum obat tertentu, tapi ada juga yang harus pasrah menerima nasib.
(Perempuan.com, 2008 cit. Noprisanti, 2012)
2.3.9 Mekanisme penurunan libido akibat KB suntik
Kontrasepsi suntik adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan
melalui suntikan hormonal. Kontrasepsi hormonal jenis KB suntik ini di Indonesia
semakin banyak dipakai pada wanita usia reproduksi yaitu 20-35 tahun karena
kerjanya yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif murah dan
aman. Suntikan diberikan saat ibu dalam keadaan tidak hamil. Umumnya pemakai
26
orang yang tidak boleh memakai suntikan KB, termasuk penggunaan cara KB
hormonal selama maksimal 5 tahun (Yetti, Anggraini dan Martini, 2011).
Efek samping dari Kontrasepsi KB progesterone (DMPA) juga terjadi pada
vagina sebagai akibat sampingan dari hormon progesteron. Vagina menjadi
kering, sehingga merasa sakit (dispareuni) saat melakukan hubungan seksual, dan
jika kondisi ini berlangsung lama akan menimbulkan penurunan gairah atau
disfungsi seksual pada wanita (Yetti, Anggraini dan Martini, 2011). Pada
penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina,
menurunkan libido, gangguan emosi dan dapat menimbulkan sakit kepala,
nervousitas dan jerawat (Saifuddin, 2006). Penggunaan jangka panjang DMPA
(hingga dua tahun) dapat mengacaukan keseimbangan hormon estrogen dan
progesteron dalam tubuh sehingga mengakibatkan terjadi perubahan sel yang
normal menjadi tidak normal. Progesteron dalam alat kontrasepsi tersebut
berfungsi untuk mengentalkan lendir serviks dan mengurangi kemampuan rahim
untuk menerima sel yang telah dibuahi. Namun hormon ini juga mempermudah
perubahan karbohidrat menjadi lemak, sehingga sering kali efek sampingnya
adalah penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah dan
menurunnya gairah seksual (Mukhdan, 2008).
2.4 Konsep pola adaptasi seksual
2.4.1 Pola adaptasi
Pola adaptasi merupakan mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan
cara-cara menyesuaikan diri. Manusia merupakan suatu sistem yang hidup,
27
lingkungan. Manusia mempunyai pertahanan internal untuk mempertahankan
tubuh dalam kondisi normal (Roy, 2009 cit. Priyo, 2012).
Pertahanan internal manusia mempunyai dua sistem adaptasi yaitu sistem
regulator dan kognator. Subsistem regulator merupakan gambaran respon
berkaitan dengan perubahan pada sistem syaraf, kimia tubuh dan organ endokrin.
Subsistem regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan
beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Subsistem kognator adalah gambaran
respon yang berkaitan dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk
didalamnya persepsi, proses informasi, pembelajaran membuat alasan dan
emosional. Subsistem regulator dan kognator dimanifestasikan kedalam empat
mode yaitu fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interdependensi. Perubahan
pada fungsi fisiologis adalah adanya perubahan fisik yang menimbulkan adaptasi
secara fisiologis untuk mempertahankan homeostatis . perubahan konsep diri
adalah keyakinan akan perasaan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan
respon. Perubahan fungsi peran adalah ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi
dan peran yang diemban seseorang. Perubahan interdependensi adalah
kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan masing-masing komponen
menjadi satu kesatuan yang utuh (Roy, 2009 cit. Priyo, 2012)
2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Adaptasi
Menurut Roy (2009) dalam Priyo (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan untuk menghadapi stress ada dua yaitu respon adaptif dan respon
28
1. Respon adaptif meliputi:
1) Fisiologis
a Oksigenasi: melakukan proses pernapasan seimbang, stabil dan
memadai.
b Nutrisi: pemcernaan yang stabil, pola nutrisi sesuai keperluan tubuh
yang memadai, kebutuhan metabolism dan nutrisi terpeuhi.
c Eliminasi: mempertahankan proses keseimbangan usus yang efektif,
pola eliminasi yang stabil, proses pembentukan urin yang efektif,
pola eliminasi urin yang stabil, dan strategi koping sistem eliminasi
yang efektif.
d Aktivitas dan istirahat: melakukan proses mobilitas yang terintegrasi,
pergerakan yang cukup, pola tidur yang efektif, dan menyesuaikan
tidur dengan perubahan lingkungan.
e Perlindungan: memperlihatkan kulit utuh, respon penyembuhan yang
efektif, integritas dan kekebalan tubuh yang cukup, proses imunitas
yang efektif, dan pengaturan suhu yang efekif.
fIndra: melalui proses sensasi yang efektif, mampu meneysuaikan sensasi
terhadap masukan informasi yang efektif, dan strategi koping
terhadap sensasi yang efektif.
g Cairan, elektrolit dan kesembangan asam basa: menunjukkan proses
keseimbangan cairan yang stabil, stabilitas elektrolit dalam cairan,
keseimbangan asam basa, dan pengaturan zat kimia sebagai
29
h Fungsi Neurologis: memperlihatkan proses gairah dan perhatian
yang efektif, sensasi dan persepsi efektif; pembentukan konsep,
memori, bahasa, perencanaan, dan tanggapan motorik, terpadunya
proses berpikir dan perasaan, efektifnya pengembangan sistem saraf
dan fungsi endokrin, efektifnya hormon pengatur perkembangan alat
reproduksi, stabilnya sistem hormon terhadap umpan balik negatif,
stabilnya ritme siklus hormonal dan efektifnya strategi mengatasi
stress.
2) Konsep diri: diketahui dan gambaran diri positif, fungsi seksual efektif,
penyesuaian psikis sesuai dengan pertumbuhan fisik, kompensasi untuk
perubahan tubuh yang memadai, strategi mengatasi kerugian secara
efektif, proses penutupan kehidupan yang efektif, konsistensi diri yang
stabil, ideal diri yang efektif, pertumbuhan proses moral, etis dan
spiritual yang efektif, harga diri sesuai fungsi, dan strategi koping
terhadap ancaman diri secara efektif.
3) Fungsi peran: teridentifikasi kejelasan peran, proses transisi peran yang
efektif, perilaku peran dan ekspresif terintegrasi, peran primer, sekunder
dan tersier secara terintegrasi, pola kinerja peran yang efektif, proses
menghadapi perubahan peran secara efektif, peran kinerja akuntabilitas,
integrasi peran secara efektif, dan pola keamanan peran yang stabil.
4) Interdependensi atau saling ketergantungan: menunjukkan kasih saying
yang cukup, pola member dan menerima cinta, hormat, dan nilai yang
stabil, pola ketergantungan dan kemandirian yang efektif, kecukupan
30
pemeliharaan kemampuan untuk memberikan perawatan dan perhatian,
keamanan dalam berhubungan dengan orang lain secara memadai dan
sistem pendukung yang cukup.
2. Respon inefektif meliputi:
1) Fisiologis
b. Oksigenasi: menunjukkan terjadinya hipoksia, syok, penurunan
ventilasi, tidak adekuatnya transport pertukaran gas, perubahan
perfusi sel, berkurangnya kebutuhan oksigen, nutrisi, mual dan
muntah, nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh, obesitas,
tidak nafsu makan, gangguan menelan, diare, perut kembung,
inkontinensia usus, konstipasi, inkontinensia urin, retensi urin, dan
tidak efektifnya strategi koping.
c. Eliminasi: diketahui terjadinya diare, perut kembung, tidak bisa
kencing, konstipasi, dan sulit kencing.
d. Perlindungan: ditunjukkan dengan terganggu integritas kulit,
tekananan ulkus, gatal, tertunda penyembuhan luka, infeksi, reaksi
alergi, tidak efektif mengatasi perubahan status kekebalan, tidak
efektif pengaturan suhu, demam, dan hipotermia.
e. Indra: memperlihatkan penurunan rasa, peningkatan cedera,
hilangnya kemampuan perawatan diri, stigma, sensorik kelebihan
dan kekurangan, sensorik monoton, sakit, nyeri akut, nyeri kronis,
persepsi yang menurun, tidak efektifnya strategi koping untuk
31
f. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa: diketahui terjadinya
dehidrasi, edema, retensi cairan intraseluler, syok, hiper atau
hipokalmia, kalemia tau natremia, ketidakseimbangan asam basa,
dan tidak efektifnya pengaturan keseimbangan PH.
g. Fungsi Neurologis: penurunan tingkat kesadaran, kecacatan
pengolahan kognitif, berkurangnya memori, ketidakstabilan perilaku
dan suasana hati, tidak efektif kompensasi defisit kognitif, dan
potensi kerusakan otak akibat sekunder.
h. Fungsi endokrin: menunjukkan tidak efektif pengaturan hormon, tidak
efektif reproduksi, pengembangan, ketidakstabilan sistem hormon.
2) Konsep diri: menunjukkan gangguan gambaran diri, ketidakefektifan
seksual, sindrom trauma perkosaan, kerugian yang belum terselesaikan,
kegelisahan, ketidakberdayaan, dan harga diri rendah.
3) Fungsi peran: diketahui dari efektif peran, transisi peran berkepanjangan,
konflik peran, dan kegagalan peran.
4) Interdependensi: menunjukkan tidak efektif pola memberi dan menerima,
tidak efektif pola ketergantungan dan kemandirian, tidak efektif komunikasi,
kurangnya keamanan dalam hubungan, sistem pendukung untuk kebutuhan
kasih sayang dan hubungan yang tidak efektif, pemisahan,
kecemasan, pengasingan, kesepian, tidak efektifnya pengembangan
hubungan.
2.4.3 Sistem Adaptasi Callista Roy
Output dikategorikan oleh Roy sebagai suatu respons adaptif dan respons yang
32
yang digambarkan dengan kemampuan untuk mencapai tujuan, bertahan hidup,
tumbuh, bereproduksi dan menjadi manusia yang berkualitas, sedangkan respon
yang tidak efektif digambarkan dengan tidak tercapainya tujuan. Sistem adaptasi
roy digambarkan dalam Gambar 2.1
Gambar 2.1 Sistem Adaptasi Sister Calista Roy
Input Control Processes Effector Output
Coping Physiological Adaptive
Stimuli
Mechanism
Self concept response
Adaptation Regulator
Role function
Level Ineffevtive
Cognator
interdependen response
Sumber: Sister Callista Roy (1984) dalam Tomey dan Alligod (2006) dalam Priyo (2012)
2.4.4 Kebutuhan seksual
Manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kebutuhan
merupakan inti kodrat manusia. Kebutuhan mudah diabaikan atau ditekan (Goble,
2010 cit. Priyo, 2012). Menurut Stuart (2007) dalam Priyo (2012), menjelaskan
suatu sifat dapat dipandang sebagai kebutuhan dasar jika memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Ketidakhadirannya menimbulkan penyakit.
2. Kehadirannya mencegah timbulnya penyakit.
3. Pemulihannya menyembuhkan penyakit.
33
5. Kebutuhan itu tidak aktif, lemah atau secara fungsional tidak terdapat pada
orang yang sehat.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, kuat dan jelas
antara semua kebutuhan dasar yaitu untuk mempertahankan kehidupan. Menurut
Goble (2010) dalam Priyo (2012), menyampaikan bahwa kebutuhan fisiologis
berdasarkan kebutuhan dasar Maslow mempengaruhi manusia terutama kebutuhan
seksual. Kebutuhan seksual diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan
individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman,
pengetahuan, ideal, nilai, fantasi dan emosi (Potter & Perry, 2005 cit. Priyo,
2012). Pasangan suami istri menginginkan hubungan seks yang dilakukannya
tidak hanya sebagai bentuk pemuasan biologis saja, tetapi mempunyai harapan
berdampak kesehatan jiwa dan fisiknya. Suami isteri dalam mencapai kenikmatan
seks yang diharapkan dibutuhkan kondisi, suasana dan tempat yang mendukung.
Berbagai faktor yang mampu mencapai kenikmatan dalam pemenuhan kebutuhan
seksual yaitu ketenangan jiwa dan adanya kesadaran pada pasangan bahwa
hubungan seksual yang dilakukannya tidak hanya sebagai pemenuhan kewajiban
saja tetapi ada kesadaran untuk bersama-sama mempunyai keinginan untuk
mencapai kenikmatan, hubungan seksual akan bernilai lebih ketika dilakukan
dengan perasaan cinta dan sayang, dan memperlakukan pasangan dengan baik
(Priyo, 2012).
Tingkah laku seksual menurut Rogers ditentukan utama oleh yang namanya
cinta yaitu keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh
hati (Goble, 2010 cit Priyo, 2012). Kebutuhan pokok cinta bagi laki-laki yaitu
34
mengaguminya, menyetujui pekerjaannya atau perbuatannya, sedangkan kebutuhan
pokok cinta bagi perempuan yaitu penjagaaan dan perhatian, pemahaman,
penghormatan, pengorbanan hidup laki-laki khusus untuk dirinya, memberikan yang
berhak ia terima dan tidak memberitahukan kesalahannya, penguatan cinta
laki-laki kepadanya secara terus-menerus (An-Nu’ami, 2011 cit. Priyo, 2012).
Suami istri harus berkomitmen untuk mencapainya dengan memperhatikan
pola dan perbedaan lama hubungan seksual diantara keduanya. Penelitian Kenzi
dalam Setyawan (2008) dalam Priyo (2012), menyatakan bahwa laki-laki yang
telah menikah dan berusia antara 21-25 tahun rata-rata dapat melakukan hubungan
seksual 3x/minggu, usia 31-35 tahun 2x/minggu dan usia 45 melakukan hubungan
seksual 3x dalam 2 minggu, dan usia >56 tahun 1x/minggu. Boyke (2011) dalam
Priyo (2012) menganjurkan agar suami istri berhubungan intim secara teratur 1-4
kali seminggu. Pertimbangannya frekuensi tersebut sesuai ritme tubuh atau
kondisi fisiologis pria maupun wanita.
2.4.5 Pendekatan adaptasi Callista Roy dengan Kebutuhan seksual
Menurut Roy (2009) dalam Priyo (2012), mengembangkan proses internal
seseorang sebagai sistem adaptasi dengan empat model adaptasi meliputi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
1. Fisiologis
Seseorang merasa dirinya terancam maka tubuh akan mengalami
penyesuaian secara fisiologis. Pada kondisi stres tubuh akan memberi
rangsangan pada medula oblongata, kelenjar hipofisis, dan biokimia stres.
35
meningkatkan atau menurunkan frekuensi jantung, tekanan darah, dan
pernafasan. Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar kecil yang melekat pada
hipotalamus yang menghasilkan hormon untuk adaptasi terhadap stres. Stres
fisik atau emosional mengaktivasi amygdale bagian sistem limbik
menstimulasi respon hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan
melepaskan CRF (Corticotropin-Releasing Factor) yang menstimulasi
hipofisis melepaskan hormone ACTH (Adrenocorticotropic Hormone ) ke
dalam darah. ACTH menstimulasi kelenjar adrenal. Hipotalamus bekerja
melalui sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis.
Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulasi stres. Reaksi
yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, napas cepat, penurunan
aktivitas gastrointestinal sementara. Sistem parasimpatis membuat tubuh
kembali kekeadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan
pernapasan, dan meningkatkan aktivitas gastrointestinal (Potter & Perry,
2005 cit. Priyo, 2012).
Penyakit fisik menyebabkan terganggunya seksual. Individu mengalami
penyakit fisik mempengaruhi aktivitas seksual (Steinke, 2005 cit.Priyo, 2012).
Hasil penelitian Talepros & McCabe (2001), menunjukkan bahwa hambatan
seksual dikaitkan dengan memiliki gangguan fisik. Penyakit fisik yang
mengganggu pemenuhan seksual adalah sebagai berikut: nyeri yang luar biasa
atau persendian dan cidera medula spinalis (Hamid, 2009 cit. Priyo, 2012).
2. Konsep diri
Hasil penelitian Randall dan Johnson (2008) dalam Priyo (2012),