• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

 

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat melalui perbaikan infrastruktur jalan tol sehingga kesenjangan antara kebutuhan dan pelayanan yang ada dapat diminimalkan.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada dekade tahun delapan puluhan, terutama pada daerah perkotaan, telah menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan akan infrastruktur transportasi jalan. Pembangunan ruas jalan non tol dan jalan tol baru terus dilaksanakan dan disesuaikan dengan fungsi penggunaannya masing-masing.

Pembangunan jalan baru memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan dana pemerintah sangat terbatas. Bappenas (2009) menyebutkan bahwa kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia untuk kurun waktu 2010-2014, termasuk jalan tol, mencapai Rp. 1.429 Triliun, padahal kemampuan Pemerintah hanya sekitar Rp. 451 Triliun Karena itu, hingga saat ini, rencana pemerintah dalam pengembangan infrastruktur jalan terhambat karena terbatasnya dana ditambah lagi kebutuhan anggaran untuk pemeliharaan jalan juga sangat terbatas. Dalam rangka mengatasi keterbatasan anggaran tersebut, pemerintah memutuskan untuk melibatkan sektor swasta dalam penyediaan infrastruktur, termasuk pembangunan infrastruktur jalan dalam bentuk pengusahaan jalan tol. Pemerintah mengharapkan partisipasi swasta dapat mencapai Rp. 978 Triliun.

Jalan tol pertama di Indonesia, yaitu Jalan Tol Jagorawi, mulai dioperasikan pada tahun 1978 oleh PT Jasa Marga (Persero). Jalan tol ini menghubungkan Jakarta, Bogor, dan Ciawi. Pada saat itu PT Jasa Marga (Persero) merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk oleh Pemerintah untuk mengelola dan mengoperasikan jalan tol. Saat ini operasi jalan tol di Indonesia sudah berubah, dengan adanya banyak investor swasta yang mengelola dan mengoperasikan ruas-ruas jalan tol lainnya.

(2)

Sejak pemerintah mengenalkan kebijakan untuk menggali partisipasi sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur, pengembangan jalan tol di Indonesia meningkat lebih cepat, walaupun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara lain, seperti di Malaysia, Korea, atau China. Saat ini terdapat 738 km jalan tol yang sudah dioperasikan di Indonesia, dengan 531 km dioperasikan oleh PT Jasa Marga dan 257 km dioperasikan oleh Badan Usaha Jalan Tol yang lain (Jasa Marga, 2011).

Pemerintah berkepentingan untuk mempercepat pembangunan jalan tol untuk mewujudkan sistem transportasi yang efisien dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Menurut Renstra Departemen Pekerjaan Umum 2005-2015, Pemerintah merencanakan untuk membangun sekitar 1.500 km jalan tol baru dalam 5 tahun ke depan. Pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, sebagian besar pembangunan jalan tol akan dilakukan di Pulau Jawa dan beberapa ruas akan dibangun di Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, dan Pulau Bali (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).

Manfaat strategis pembangunan jalan tol adalah sebagai berikut:

a. Membuka lapangan kerja berskala besar dalam sektor formal maupun informal.

b. Meningkatkan penggunaan sumber daya dalam negeri.

c. Menunjang upaya pemerintah dalam mengembalikan Indonesia menjadi salah satu lokasi investasi terbaik di kawasan Asia Pasifik.

d. Meningkatkan kegiatan ekonomi sebagai pendorong peningkatan PDRB dan ekspor.

e. Meningkatkan sektor riil dengan menciptakan efek multi-plier bagi perekonomian nasional.

Namun jalan tol yang terus dikembangkan ini belum mampu memberikan pelayanan secara maksimal. Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat pelayanan jalan tol yang diterima oleh masyarakat pengguna jalan tol yang merasakan ketidaknyamanan berkendaraan di jalan tol atau melalui pengamatan langsung secara visual. Indikasi rendahnya tingkat pelayanan jalan tol tersebut, antara lain, adalah (Jasa Marga, 2010):

(3)

 

a. Kualitas fisik jalan tol yang rendah karena ketidakrataan dan terdapat banyak lubang.

b. Minimnya fasilitas penunjang keselamatan, termasuk rambu, marka, PJU, dan pagar rumija.

c. Tingginya tingkat kemacetan lalulintas di beberapa ruas jalan tol, khususnya jalan tol dalam kota.

d. Lamanya waktu perjalanan maupun waktu tempuh padahal kecepatan lalulintas di jalan tol seharusnya 1,6 kali (untuk jalan tol dalam kota) atau 1,8 kali (untuk jalan tol antar-kota) lebih besar daripada kecepatan lalulintas di jalan non-tol.

e. Antrian kendaraan sangat panjang di pintu tol (lebih panjang dari 2 km). f. Lemahnya pengaturan yang terkait dengan traffic management.

g. Terbatasnya jumlah gardu tol yang beroperasi.

h. Terbatasnya fasilitas penunjang yang mencakup PJR dan Patroli Operator. Dari indikasi permasalahan tersebut dapat terlihat bahwa banyak faktor yang harus dipertimbangkan secara terpadu dan sinergik dalam kesisteman untuk mempertahankan atau meningkatkan tingkat pelayanan jalan tol. Faktor-faktor tersebut meliputi kondisi fisik jalan tol, sistem pengoperasian jalan tol, sistem pemeliharaan jalan tol, dan komponen-komponen pembentuk lainnya.

Oleh karena itu penentuan kebijakan untuk mempertahankan pelayanan jalan tol harus didekati dengan konsep berpikir kesisteman yang menyeluruh atau holistik dan integral atau saling berkaitan. Pendekatan kesisteman diharapkan dapat memecahkan berbagai persoalan yang saling berkaitan serta selalu berkembang dan berubah, yang sebelumnya sulit untuk diselesaikan secara satu persatu.

Pendekatan sistem dalam rangka mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol sangat diperlukan, khususnya dalam menetapkan komponen yang dianalisis. Paling sedikit ada dua alasan mengapa diperlukan pendekatan sistem. Pertama, pemikiran dengan menggunakan pendekatan sistem berarti menggunakan proses berpikir yang menyeluruh dan terpadu yang dapat memberikan gambaran suatu persoalan keseluruhan yang ingin diselesaikan, namun mampu menyederhanakan kerumitan keseluruhan persoalan tersebut dengan memilih beberapa komponen dominan saja, tanpa kehilangan esensi atau unsur utama objek yang akan menjadi perhatian atau kajian. Kedua, metode berpikir kesisteman cocok untuk menganalisis mekanisme, pola, dan

(4)

kecenderungan sistem berdasarkan analisis terhadap struktur dan perilaku yang rumit, berubah cepat, dan yang mengandung ketidakpastian dengan menyederhanakan persoalan dengan memilih komponen yang dominan tadi (Muhammadi et al., 2001).

Hasil akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersusunnya suatu strategi dan kebijakan untuk mempertahankan tingkat pelayanan minimal jalan tol sesuai dengan yang diinginkan. Hasil akhir ini juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan operator jalan tol dalam rangka mempertahankan pelayanan terhadap masyarakat luas pengguna jalan tol.

1.2. Kerangka Pikir

Jalan Tol Jakarta-Cikampek adalah jalan tol yang menghubungkan Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, dengan Cikampek, Karawang. Panjang jalan tol ini adalah 73 kilometer, serta melintasi Kota Jakarta Timur, Kota dan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta. Jalan tol ini mulai dioperasikan pada tahun 1988.

Tingkat pertumbuhan arus lalulintas sejak jalan tol ini dibuka hingga sekarang menunjukkan angka di atas 4% per tahun (Jasa Marga, 2010). Tingkat pertumbuhan lalulintas ini diprediksi masih akan mengalami peningkatan yang tinggi.

Jalan tol yang berujung di Kota Jakarta dan Kota Cikampek ini melayani arus perjalanan campuran. Yang dimaksud dengan arus perjalanan campuran ini adalah perjalanan antara Kota Jakarta dengan kota-kota di sebelah timur dan tenggara Kota Jakarta, yaitu Cirebon, Semarang, Bandung, dan bahkan Surabaya. Jalan tol ini juga banyak digunakan oleh pelaku perjalanan ulang-alik atau pelaku perjalanan komuter.

Pengembangan Kota Jakarta dengan arah barat-timur menjadikan Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Tangerang, dan Kota Bogor sebagai penyangga utama Kota Jakarta, yang lebih dikenal dengan sebutan Jabodetabek. Kondisi arus lalulintas pada jalan akses Lingkar Dalam dan Lingkar Luar, yang tinggi dan mempunyai ciri khas arah perjalanan menuju Jakarta pada waktu sibuk pagi hari dan arah perjalanan ke luar Jakarta pada waktu sibuk sore hari, memberikan indikasi bahwa pertumbuhan perumahan di wilayah Pondok Gede, khususnya, dan Bekasi, pada umumnya, sangat pesat sehingga banyak penduduk yang bekerja di Kota Jakarta memilih tinggal di wilayah ini. Pengembangan wilayah

(5)

 

industri Cakung, Cikarang, serta Karawang dan sekitarnya juga memberi dampak terhadap pertumbuhan arus lalulintas kendaraan berat yang menggunakan jalan tol ini.

Perjalanan penumpang antar-kota yang dilayani oleh kendaraan bis besar, selain mengubungkan kota Jakarta dengan wilayah sebelah timur dan tenggara, juga melayani arus integrasi, yaitu perjalanan dari dan ke wilayah barat Kota Jakarta, termasuk kota-kota di Pulau Sumatera, melalui jalan tol Tangerang-Jakarta dan jalan tol dalam Kota Tangerang-Jakarta. Arus lalulintas yang menggunakan fasilitas jalan tol terintegrasi juga didominasi oleh kendaraan angkutan barang atau truk yang berasal atau menuju ke wilayah Pulau Sumatera. Beroperasinya Jalan Tol Purbaleunyi dan rencana pembangunan jalan tol Cikampek-Cirebon juga menjadi indikasi bahwa tingkat pertumbuhan arus lalulintas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek masih akan meningkat tinggi dan akan mempunyai ciri perjalanan jarak jauh, baik untuk penumpang maupun angkutan barang.

Walaupun demikian data historis Lalulintas Harian Rata-Rata (LHR) atau

Average Daily Traffic (ADT) menunjukkan bahwa proporsi perjalanan yang besar

dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi berawal dari Kota Jakarta ke daerah-daerah sekitarnya dan dari daerah-daerah-daerah-daerah sekitarnya ke Kota Jakarta. Hal ini terjadi karena Jakarta, sebagai ibu kota negara, merupakan pusat kegiatan-kegiatan pemerintah dan bisnis. Hal itu juga dipengaruhi oleh adanya Pelabuhan Samudera Tanjung Priok dan Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, yang merupakan terminal moda transportasi terbesar dan terpadat di Indonesia.

Kebutuhan (demand) untuk melakukan perjalanan pada lokasi studi (ruas

Jalan Tol Jakarta-Cikampek) diperoleh dengan melakukan pengamatan besarnya volume bangkitan perjalanan (perjalanan keluar dari ruas Jalan Tol Cikampek) dan tarikan perjalanan (perjalanan menuju ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek). Data bangkitan perjalanan ini diperoleh dengan melakukan survei instansional ke Kantor Cabang badan usaha pengelola Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Bangkitan dan tarikan perjalanan ini menimbulkan arus lalulintas yang membebani Jalan Tol Jakarta-Cikampek, dan semakin besar arus lalulintas tersebut akan membuat semakin besar pula usaha untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol, yang apabila tidak terpenuhi akan berdampak, baik secara operasional maupun secara regulasi, karena parameter tingkat pelayanan minimal sudah ditentukan.

(6)

Arus lalulintas juga akan menambah pencemaran udara, yang dapat dideteksi dengan pengukuran kualitas udara ambient di lokasi penelitian. Tingkat

pencemaran yang terdeteksi selanjutnya akan dibandingkan dengan baku mutu pencemaran udara, sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Keputusan Menteri KLH No. KEP-03/MENKLH/II/1991, tanggal 1 Februari 1991, sehingga diperoleh kesimpulan apakah pencemaran tersebut masih dapat ditolerir atau tidak.

Volume lalulintas ini juga menimbulkan kebisingan, dan tingkat kebisingan ini bergantung pada tingkat kebisingan yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan dan berbanding lurus dengan volume lalulintas yang melewati ruas jalan. Tingkat kebisingan ini dinyatakan dengan satuan “dBA” dan dengan berpedoman pada baku mutu tingkat kebisingan pada ruas jalan dapat disimpulkan apakah kebisingan itu masih dalam batas-batas toleransi.

Volume lalulintas, kebisingan, dan pencemaran udara ini disimulasikan dalam suatu model untuk memprediksikan volume lalulintas, kebisingan, dan pencemaran udara pada masa yang akan akan datang, yaitu sampai tahun 2040, dengan standar waktu simulasi model adalah 30 tahun. Simulasi ini dilakukan untuk melihat pada tahun berapa akan terjadi ketidakmampuan tingkat pelayanan jalan tol, pencemaran udara yang melewati baku mutu, dan kebisingan yang melewati baku mutu, sehingga dapat diambil langkah-langkah kebijakan dan strategi (alternatif kebijakan dan strategi) untuk mengatasinya.

Dengan menggunakan hasil survei persepsi masyarakat pengguna jalan tol dapat ditentukan alternatif kebijakan terbaik untuk pengelolaan prasarana transportasi ini serta untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol. Dengan demikian diharapkan pengelolaan jalan tol ini akan berkelanjutan dengan tingkat pelayanan yang diberikan memenuhi harapan penggunanya.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dibuat suatu bagan kerangka pikir seperti untuk melakukan penelitian ini. Kerangka pikir tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

(7)

 

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

1.3. Perumusan Masalah

Pada tahun 2008, volume lalulintas yang melewati jalan tol mencapai 880,06 juta kendaraan per tahun, atau naik sebesar 2,41% dibandingkan dengan volume lalulintas pada tahun sebelumnya. Sekitar 80,65% dari total volume lalulintas pada tahun 2008 tersebut berasal dari ruas-ruas jalan tol yang beroperasi di daerah Jabodetabek. Proporsi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi tahun 2007, ketika 81,14% dari total volume lalulintas yang sebesar 859,32 juta kendaraan per tahun berasal dari ruas-ruas jalan tol yang sama di Jabodetabek (Jasa Marga, 2010). Pertumbuhan volume lalulintas ini mempengaruhi pengoperasian jalan tol, karena meningkatnya arus lalulintas akan diikuti oleh peningkatan pengoperasian jalan tol itu sendiri, yang meliputi peningkatan pendapatan dan diikuti oleh peningkatan biaya pemeliharaan (Operation and Maintenance, O/M), yang berisiko menimbulkan penurunan tingkat pelayanan jalan tol itu sendiri.

Salah satu permasalahan lingkungan, sebagai akibat sampingan kegiatan transportasi, adalah alih fungsi lahan yang digunakan untuk membangun jaringan

VOLUME LALULINTAS  KONDISI FISIK JALAN TOL PENCEMARAN UDARA KEBISINGAN  TATAGUNA LAHAN MANAJEMEN LALULINTAS PREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN YANG DIHARAPKAN PREDIKSI TINGKAT PENCEMARAN UDARA YANG DIHARAPKAN PREDIKSI TINGKAT KONDISI FISIK JLN TOL YANG DIARAPKAN PREDIKSI TINGKAT PERTUMBUHAN YANG DIHARAPKAN PREDIKSI CAPACITY EXPANSION YANG  DIHARAPKAN PREDIKSI MANAJEMEN LALULINTAS YANG DIHARAPKAN KEBUTUHAN UNTUK PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN

JALAN TOL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI 

(8)

jalan tol. Alih fungsi lahan ini seringkali menimbulkan banyak masalah, termasuk persoalan pembebasan lahan, perubahan aliran air akibat dibangunnya konstruksi jalan tol, pemakaian zat kimia untuk pemeliharaan rumput atau tanaman lain pada tepi bahu jalan, polusi udara, kebisingan, dan masalah lingkungan lain yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem.

Pada saat penelitian ini dilakukan telah terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan tol di lokasi studi. Dengan melihat trend pertumbuhan volume

kendaraan yang cukup tinggi saat ini, dalam waktu beberapa tahun kedepan kemungkinan besar masih akan terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan tol. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah kebijakan dan strategi yang mampu mengantisipasi permasalahan tersebut

Selama ini kebijakan dan strategi yang diterapkan pada pengoperasian jalan tol hanya didasarkan pada kepentingan masing-masing sektor yang terkait. Sektor pendapatan hanya melihat dari sisi pendapatan saja, sektor O/M hanya melihat dari sisi Operasi dan Pemeliharaan jaringan jalan tol dengan kebijakan tersendiri, demikian juga yang terjadi di sektor lingkungan hidup. Kesimpulannya adalah bahwa instansi terkait belum mengkoordinasikan sektor-sektor pendapatan jalan tol, O/M ,dan lingkungan hidup secara terpadu dan berkelanjutan.

Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dicari jalan keluarnya dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pertumbuhan volume lalulintas pada ruas jalan tol cukup tinggi, yang apabila tidak dikendalikan, akan berakibat pada pengelolaan dan pengoperasian jalan tol, termasuk komponen kondisi fisik jalan tol, manajemen lalulintas, dan komponen tataguna lahan, dan akan berakibat pada menurunnya tingkat pelayanan jalan tol atau dengan kata lain Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak terpenuhi (Standar Pelayanan Minimal sesuai Peraturan Menteri PU Nomor 392/PRT/M/2005).

2. Pertumbuhan volume lalulintas yang tinggi akan mengakibatkan permasalahan lingkungan hidup, yang pada penelitian ini hanya dibatasi pada tingkat pencemaran udara serta tingkat kebisingan yang terjadi pada jalan tol.

(9)

 

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang model kebijakan dan strategi pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol, dengan studi kasus Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Tujuan penelitian tersebut tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi dua hal pokok, yaitu:

1. Terumuskannya model kebijakan dan strategi yang mampu mengatasi permasalahan kondisi fisik jalan tol, manajemen lalulintas, serta tataguna lahan dan mempertahankan tingkat pelayanan minimal jalan tol (SPM) yang memadai.

2. Terwujudnya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan hidup, guna mencegah atau mengurangi pencemaran udara akibat transportasi dan kebisingan lalulintas di kawasan sekitar jalan tol.

Untuk mencapai tujuan tersebut, faktor-faktor di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang harus diteliti sehingga dapat menghasilkan suatu strategi dan kebijakan yang tepat sasaran, adalah sebagai berikut:

1. Kondisi pengoperasian dan komponen-komponen pendukungnya. 2. Kondisi Operasi dan Pemeliharaan (O/M).

3. Data pergerakan lalulintas.

4. Data tingkat pelayanan jalan tol atau pemenuhan terhadap SPM.

5. Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di lokasi wilayah studi.

Faktor-faktor tersebut selanjutnya digunakan untuk:

1. Perancangan model dinamis kebijakan dan strategi mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol yang memenuhi validitas.

2. Perumusan beberapa alternatif kebijakan dari hasil simulasi model dinamis untuk memperoleh pengelolaan/pengoperasian jalan tol yang tepat sasaran.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Karena masalah pengelolaan jalan tol sangat kompleks dan dinamis, penelitian ini difokuskan pada pengembangan model dinamik. Pengembangan model dinamik dibatasi pada pengembangan model dinamik tataguna lahan, model dinamik pencemaran udara dan kebisingan, model dinamik kondisi fisik jalan tol, serta model dinamik manajemen lalulintas.

(10)

Pengembangan model dinamik tataguna lahan (land use) dibatasi pada

variabel-variabel utama tataguna lahan, seperti kebijakan transportasi nasional, khususnya jalan tol, jenis atau golongan kendaraan, data sekunder, volume lalulintas, dan kecepatan lalulintas. Pengembangan model dinamik pencemaran udara dan kebisingan dibatasi pada variabel-variabel utama penyebab pencemaran udara dan kebisingan, seperti volume lalulintas, kadar COx, NOx, HC, SOx, SPM, kadar kebisingan, dan index kualitas udara. Sedangkan pengembangan model dinamik kondisi fisik jalan tol dibatasi pada variabel-variabel utama kecepatan lalulintas, volume lalulintas, kerataan, tidak ada lubang, keselamatan jalan (road safety), tarif, pendapatan, biaya operasi dan

pemeliharaan (O/M) berkala dan rutin, penggantian fasilitas, kapasitas jalan tol, penambahan kapasitas (capacity expansion), serta pendanaan. Pengembangan

model dinamik manajemen lalulintas dibatasi pada variabel-variabel utama jumlah gardu tol, kecepatan transaksi rata-rata, pembatasan jenis dan waktu kendaraan masuk jalan tol, unit pertolongan atau penyelamatan dan bantuan pelayanan, pembatasan berat kendaraan, pengamanan dan penegakkan hukum, serta kecepatan lalulintas.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, para

stakeholders, dan para perumus kebijakan. Manfaat tersebut diuraikan lebih

detail pada bagian berikut.

Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini memperluas penggunaan metodologi dinamik untuk menghasilkan suatu kebijakan dan strategi yang berkelanjutan. Pada penelitian ini kebijakan dan strategi untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol dibentuk dengan mempertimbangkan persepsi masyarakat pengguna jalan tol, pertumbuhan kawasan di sekitar jalan tol, volume lalulintas, pencemaran lingkungan, dan pendapatan atau pendanaan ruas jalan tol tersebut.

Stakeholders jalan tol terdiri atas operator, regulator, pengguna, dan bukan

pengguna (non users). Operator dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk

perbaikan kinerja jalan tol dengan memperhatikan hasil simulasi dan prediksi tingkat pelayanan jalan tol. Bagi regulator, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan suatu kebijakan dan strategi untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol yang sistematis dan integral. Bagi pengguna jalan tol, hasil

(11)

 

penelitian akan berdampak dalam peningkatan mutu pelayanan jalan tol, yang meliputi kelancaran, keselamatan, dan kenyamanan jalan tol. Bukan pengguna jalan tol memperoleh manfaat yang terkait dengan perkembangan ekonomi dan wilayah yang cepat dan baik yang didukung oleh kecepatan distribusi barang dan jasa.

Bagi perumus kebijakan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan dan strategi untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol.

1.7. Kebaruan (Novelty)

Dari kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya, tentang tingkat pelayanan jalan tol dan pencemaran yang diakibatkan oleh operasi jalan tol, terdapat beberapa hal yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini persepsi masyarakat digunakan dalam mempertimbangkan pengelolaan pelayanan jalan tol, dan persepsi masyarakat ini belum merupakan bagian SPM Jalan Tol yang diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 392/2005. Persepsi masyarakat ini akan digunakan dalam menyusun sistem dinamik yang digunakan dalam menyusun model pemilihan skenario kebijakan pada penelitian ini.

2. Pada penelitian ini dilakukan integrasi kebijakan dengan pendekatan sistem, yang meliputi tataguna lahan, pencemaran, kondisi fisik jalan tol, dan manajemen lalulintas yang pada penelitian-penelitian sebelumnya didasarkan pada masing-masing sektor.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pendidikan yang berkualitas seseorang akan mendapatkan bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan serta banyak contoh praktik bagaimana bersikap dan berperilaku baik

Selatan pada Bulan April-Juni 2011 ditemukan anemia sebanyak 27 (57,4%) dari 47 ibu hamil, dengan faktor yang mungkin berpengaruh yaitu konsumsi tablet Fe,

TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA TERHADAP BENDAHARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN.. Menjamin bahwa barang-barang, hak-hak atas

(1) Telah berhasil dibuat sistem kunci elektronik pada pintu ruang radiasi berbasis Android dengan kunci berlapis yaitu RFID, PIN, dan sidik jari dengan Arduino

Oleh karena itu, perumusan masalah pada penelitian adalah mengetahui pengaruh suhu fusi terhadap proses ekstraksi alumina dan bagaimana aktivitas aluminosilikat

Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan, sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut, atau sesuai

terletak di bagian selatanwilayah Kabupaten Indragiri Hulu yang mengarah ke perbatasan dengan Provinsi Jambi, di mana terdapat komplek Bukit Tigapuluh dan perbukitan

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, masalah yang dapat diidentifikasikan adalah Bagaimana pengaruh lama pengeringan dan konsentrasi tapioka