• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Padang Penggembalaan

Masalah utama pengelolaan dan pemanfaatan padang penggembalaan adalah produktifitas yang rendah, berkembangnya gulma, kesuburan tanah rendah, kandungan pospor, kalium, kalsium dan magnesium sangat rendah (Anonim 2005). Richard dan Barczewski (1998) menyatakan bahwa unsur fosfor dan kalium diperlukan tanaman untuk merangsang perkembangan sistem perakaran supaya kuat dan sehat.

Padang rumput merupakan lahan yang paling ekonomis dalam menyediakan makanan ternak ruminansia. Sekitar 50% dapat mengurangi biaya pakan dengan mengatur padang rumput pada musim penggembalaan. Rotasi penggembalaan harus diperpanjang agar rumput dapat tumbuh kembali (Anonim 2005). Padang rumput yang produktif menghasilkan produksi ternak yang tinggi, pencapaian produksi ternak yang tinggi tersebut diperoleh melalui suatu perencanaan dan manajemen yang baik.

Setiana dan Abdullah (1993) menyatakan bahwa dilihat dari cara proses introduksinya maka rumput dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu rumput

alami/liar/non budidaya dan rumput budidaya. Ketersediaan rumput alami semakin berkurang dengan meningkatnya persaingan antara lahan untuk pangan,

perumahan, dan industri sehingga memerlukan upaya pengelolaan rumput alam, ini agar tetap lestari dan bernilai ekonomis.

Tingkat produktivitas dan kualitas hijauan makanan ternak, baik yang digunakan sebagai hijauan potongan maupun padang penggembalaan sangat ditentukan oleh faktor tatalaksana. Aspek-aspek tatalaksana meliput i pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian pemotongan dan penggembalaan, pemeliharaan dan tekanan penggembalaan (Susetyo 1980).

Pada musim hujan rumput mulai tumbuh dan menghasilkan makanan ternak. Musim kemarau dengan temperatur tinggi dan kelembaman rendah dapat mengurangi produksi rumput (Anonim 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa domba dapat merenggut rumput dengan mudah setinggi antara 5 – 160 cm dari

(2)

permukaan tanah. Domba sangat sulit merenggut rumput dengan tinggi melebihi 120 cm sehingga konsumsi akan menurun dan kebutuhan akan nutirisi tidak terpenuhi karena perenggutan tidak efisien sepanjang hari.

Manajemen padang penggembalaan yang baik akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi rumput lebih tinggi, kualitas rumput lebih baik, dan produksi ternak lebih tinggi. Sedangkan pengaturan penggembalaan dapat menjamin pelestarian kondisi padang rumput (Manske 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa kunci untuk meningkatkan kesehatan ekosistem padang rumput adalah menerapkan pengaturan penggembalaan dengan memenuhi kebutuhan biologi dari tumbuhan dan mengatur periode sistem penggembalaan agar pertumbuhan rumput terus terjaga sehingga tercapai proses yang menguntungkan bagi tanaman rumput dan ekosistemnya.

Sistem Padang Penggembalaan

Sistem padang penggembalaan dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu, penggembalaan kontinyu dan penggembalaan bergilir. Penggembalaan kontinyu membiarkan domba merumput sendiri pada suatu padang rumput yang telah ditetapkan sepanjang musim penggembalaan. Penggembalaan bergilir melibatkan campur tangan manusia, lahan penggembalaan dibagi menjadi petak-petak rotasi (Umberger 2001). Selanjutnya dinyatakan bahwa salah satu keuntungan penggembalaan bergilir adalah ternak dapat diatur untuk mencegah ternak agar tidak melakukan renggut pilih (selective grazing) supaya pertumbuhan kembali rumput dapat terjamin.

Manske (2003) menyatakan bahwa pengaturan waktu penggembalaan dengan baik dapat meningkatkan hubungan menguntungkan antara organisme rhizospher tanah dengan akar dari tanaman rumput. Akar Rumput melepaskan senyawa karbon, termasuk gula sederhana kepada organisma rhizospher, dan organisma rhizosphere melepaskan mineral nitrogen kemudian diserap akar tanaman. Tanah padang rumput mempunyai jumlah nitrogen yang melimpah yang berasal dari bahan organik yang tidak tersedia secara langsung untuk digunakan tanaman. Mikroorgamisme tanah mengkonversi bahan organik

(3)

menjadi unsur-unsur tersedia melalui proses pelapukan dan mineralisasi sehingga tanaman dapat menggunakannya.

Saat penggembalaan ternak dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : pertama malam hari (night grazing), ternak akan merumput dengan baik selama 3-4 jam setelah dilepas kemudian dan ternak banyak menghabiskan waktunya untuk tidur, kedua pada siang hari, ternak akan lebih cepat mencari tempat berteduh, dan ketiga ternak digembalakan siang dan malam (Parakkasi 1999). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa over grazing dapat merusak pertumbuhan hijauan, dan lahan penggembalaan akan menjadi padat oleh feses sehingga hijauan tidak palatabel.

Penggembalaan yang baik mulai dilakukan pada saat tanaman masih muda karena rumputnya palatabel, dan bergizi. Produksi padang rumput terbaik diperoleh pada penggembalaan bergilir dimana rumput diistrahatkan tiga minggu untuk pertembuhan kembali setelah penggembalaan (Anonim 2005).

Penggembalaan kontinyu memerlukan sedikit campur tangan manusia, sedangkan penggembalaan bergilir memerlukan manajemen lebih intensif dan dilengkapi dengan sumber air dan pagar yang membatasi setiap pedok. Penggembalaan bergilir harus memperhatikan keseimbangan antara produksi rumput dengan tekanan penggembalaan agar produksi ternak meningkat lebih tinggi. Pada penggembalaan kontinyu ternak domba merumput pada suatu lahan penggembalan, sangat bebas sehingga pemanfaatan rumput tidak maksimal, sedangkan penggembalaan bergilir dapat meningkatkan hasil produksi hijauan makanan ternak (Umberger 2001).

Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi domba betina atau anak domba yang baru tumbuh diperlukan konsumsi rumput yang cukup dengan kualitas yang sesuai kebutuhan ternak. Rata-Rata konsumsi bahan kering untuk pertumbuhan 1,7 % dari berat badan, untuk masa menyusui 2,0% dari berat badan, dan untuk masa bunting 4.0 % dari berat badan. (Umberger 2001)

Penggembalaan kurang (undergrazing) tanpa pengaturan (Susetyo 1980) akan mengarah pada padang rumput yang botak-botak dengan pertumbuhan rumput yang tidak merata, karena tempat yang pertama akan direnggut ternak adalah rumput yang masih muda, sebab rumput muda yang dihasilkan setelah

(4)

perengutan lebih disukai ternak daripada rumput yang tidak direnggut yang telah tumbuh dan telah menjadi berbatang. Pengembalaan kurang akan menyebabkan terbentuknya padang rumput yang tidak baik dan pertumbuhan belukar.

Manfaat Effective Mikroorganisms (EM 4)

Teknologi penggunaan EM 4 pertama kali dikembangkan oleh profesor Terou Higa guru besar Universitas Ryukyus Jepang sejak tahun 1980. Anggraeni dan Suharti (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi EM 4 di Indonesia di mulai sejak tahun 1990, percobaan pada skala kecil membuktikan bahwa EM 4 dapat meningkatkan produksi tanaman jeruk nipis, padi, sayur-sayuran, anggur

dan beberapa jenis bunga.

Higa dan Wididana (1994), menyatakan bahwa EM 4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan

produksi tanaman dan dapat dimanfaatkan dalam bidang peternakan. EM 4 mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman serta telah diterapkan pada berbaga i jenis tanaman

dan kondisi tanah. EM 4 mampu meningkatkan dan memperbaiki kualitas Produksi tanaman, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, meningkatkan klorofil dan fotosintesis serta meningkatkan efisiensi fiksasi N2.

Higa (1993) menyatakan bahwa EM 4 merupakan kultur yang mengandung lima jenis mikroorganisme utama yaitu : bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat,

Actinomycetes, ragi dan jamur fermentasi yang bekerja secara sinergis. Bakteri asam laktat merupakan golongan mikroorganisme yang bermanfaat karena sifatnya tidak toksik bagi inang dan mampu menghasilkan senyawa yang dapat membunuh mikroorganisme patogen. Sesuai dengan namanya bakteri asam laktat ini menghasilkan asam laktat sebagai hasil metabolismenya yang sangat bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang merugikan bagi tubuh. Bakteri asam laktat ini juga memproduksi metabolic sekunder seperti asam hidroksi peroksida, diasetil, ammonia, asam lemak, dan bakteriosin yang dapat menjadi penghambat bagi bakteri patogen (Lopez 2000). Produksi bakteriosin dapat menghambat

(5)

perkembangan bakteri patogen (Wiryawan dan Anita 2001). Bakteriosin ini merupakan senyawa protein yang bersifat bakteridal terhadap mikroorganisme (bakteri) yang ditinjau dari segi genetiknya berdekatan dengan mikroorganisme penghasil bakteriosin, sehingga bakteriosin ini akan terdegradasi dalam pencernaan manusia maupun hewan (Wiryawan dan Anita 2001).

Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu

memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan tersebut berguna untuk menurunkan pH. Ada beberapa mekanisme kerja yang dilakukan oleh asam laktat sebagain probiotik, yaitu : 1) berkopmetisi dengan mikroorganisme patogen untuk mendapatkan nutrisi dan tempat tinggal, 2). Menjaga keseimbangan ekosistem melalui penjagaan pH lingkungan agar tetap berada dalam kondisi asam, sehingga

perkembangan bakteri patogen terhambat, 3). Menyediakan kebutuhan enzim-enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat, 4). Mendektosifikasi zat beracun dalam tubuh, 5). Mampu menstimulasi kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi dari antibodi imunoglobulin (Lopez

2000).

Ho dan Kim (2000), menyatakan bahwa EM 4 mengandung tiga zat penggerak pertumbuhan yaitu Indol Acetic Acid (IAA), Asam Absisat (ABA) dan Giberelin (GA). Kandungan hormon pertumbuhan tanaman tersebut berturut-turut 45 x 10-3 ppm, 70 x 10-3 ppm, dan 55 x 10-3 ppm.

Hormon secara umum dapat digolongkan dalam zatpemacu pertumb uhan dan penghambat pertumbuhan, diantaranya auksin atau IAA disintesis dalam bagian ujung-ujung vegetatif. GA disintesis dala m bagian daun-daun muda yang sedang berkembang dan didistribusikan keseluruh tubuh tanaman. Penghambat pertumbuhan yang paling terkenal adalah ABA (Wattimena 1988). Pertambahan tinggi rumput dan ketebalan daun berkurang karena perubahan kualitas cahaya dan pengurangan intensitas cahaya. Rangsangan diterima pada daun-daun dan ruas-ruas yang terbentuk. Hormon terutama sitokinin dapat bertanggung jawab untuk mengatur derajat pengembangan daun (Goldsworthy dan Fisher 1992)

(6)

Infestasi Nematoda dan Pengaruh Penggembalaan

Menurut Morley dan Donald (1977) faktor- faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya derajat infestasi nematoda pada domba adalah 1) kepadatan ternak, 2) waktu reproduksi terutama beranak dan menyapih, 3) lamanya merumput di satu lapangan termasuk penggiliran, 4) pergantian jenis ternak yang merumput atau dengan spesies sama tetapi telah kebal, 5) penggunaan rumput kering sebagai makanan tambahan, 6) beberapa jenis ternak merumput bersama, 7) perbandingan jumlah ternak muda dan tua, dan 8) jenis rumput utama di lapangan.

Periode waktu yang diperlukan untuk berkembang dari telur menjadi larva sangat kecil yaitu 5 hari dan tergantung pada kondisi cuaca. Larva sangat baik berkembang pada kondisi-kondisi hangat, basah. Parasit merupakan suatu masalah utama pada iklim lembab dibanding pada iklim kering. (Whittier, Zajac dan Umberger 2003)

Siklus hidup cacing tambang (Haemonchus contortus) penting diketahui sebagai program pengontrolan di lapangan. Pada domba dewasa, cacing tambang tinggal di aboma sum dan bertelur di dalam jumlah yang sangat besar kemudian dikeluarkan bersama feses. Telur pada feses menetas menjadi larva lalu menempel pada rumput, dan berkembang menjadi larva infektif sebelum mereka mampu untuk menginfeksi domba (Whittier, Zajac dan Umberger 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa setiap kali larva cacing tambang dimakan domba, larva berkembang menjadi dewasa dan mampu bertelur, dan memerlukan waktu sangat spesifik; yaitu sekitar 14 hari. Cacing betina bertelur 5-10 ribu tiap hari, pada kondisi lingkungan yang hangat dan lembab.

Cacing tambang menyebabkan menurunnya konsumsi pakan, absorbsi protein, kalsium dan pospor pada domba. Akibatnya panjang dan besar tulang berkurang, sehingga panjang otot juga berkurang, produksi dan kualitas daging menurun (Arifin 1990). Cacing tambang disamping patogenitasnya tinggi, juga

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas padang penggembalaan lahan kering di Sulawesi Tenggara melalui upaya introduksi hijauan makanan ternak yang adaptif dan unggul

untuk meningkatan produktivitas dan kualitas padang penggembalaan kering kritis dapat dilakukan melalui kombinasi antara berbagai rumput dan legum sebagai sumber BNF dimana

Hasil kajian menunjukan bahwa Terdapat 24 spesies vegetasi lahan rawa yang 14 jenis diantaranya dikonsumsi ternak kerbau yang digembalakan dengan kandungan protein

Fungsi rumput dalam perkebunan karet dan kelapa sawit adalah produksi bahan kering dan energi untuk pakan ternak, tetapi nutrisi untuk memenuhi kebutuhan ternak dalam lahan

Domba Ekor Tipis termasuk ternak yang telah lama dipelihara oleh peternak karena domba ini memiliki toleransi tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak serta daya

Pola pemeliharaan ternak dengan sistem padang penggembalaan secara ekstensif tradisional di Kalimantan khususnya di Katingan dan Gunung Mas menghadapi beberapa kendala :

Kesimpulan dari penelitian yang sudah dilaksankan yaitu hijauan yang paling dominan tumbuh di lahan pastura BPTU-HPT Padang Mengatas adalah dari jenis rumput/gramineae

• Pengembalaan bergilir (rotation grassing), merupakan tata laksana padang rumput yang intensif yang dilakukan pada padang pengembalaan permanen. Ternak dimasukan se-