PERENCANAAN JARINGAN SELULER UMTS DI JAKARTA SELATAN
1 2 2
Fitriyunita Wibowo , Imam Santoso , Ajub Ajulian Zahra Abstrak - Tujuan utama dari system komunikasi
bergerak generasi ketiga (3G) adalah mengintegrasikan bebagai layanan komuikasi seperti akses data kecepatan tinggi, trafik video dan multimedia secara luas seperti halnya layanan sinyal suara. Dalam penerapan teknologi 3G, sebelumnya perlu dilakukan perencanaan jaringan 3G yang mampu melayani kebutuhan akan layanan itu. Tugas akhir ini melakukan perencanaan jaringan UMTS yang mampu memberikan layanan 3G, yang dilakukan di Jakarta Selatan.
Perencanaan dilakukan baik pada sisi kapasitas maupun wilayah cakupan. Analisa uplink dan downlink dilakukan secara terpisah, yang hasilnya akan di petakan dalam peta wilayah Jakarta Selatan. Dalam analisis ini, parameter yang mempengaruhi dalam perencanaan yaitu daya pancar MS, tinggi antena BS, dan pembebanan sel.
Berdasarkan hasil perencanaan dan proses perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh Jumlah total Cell site yang dibutuhkan untuk wilayah Jakarta Selatan sebanyak 42 buah site, 23 site untuk daerah perkantoran dengan radius sel 0,85 km dan 19 untuk daerah perumahan dengan radius sel 0,75 km, dengan ketinggian site 45 meter untuk perkantoran dan 40 meter untuk daerah perumahan. Dengan loading factor 5 % maka diperoleh jumlah voice user Uplink sebanyak 5 Voice user dan Throughput Uplink sebesar 953,1 Kbps, Sedangkan arah downlink diperoleh jumlah Voice user sebanyak 7 dengan Throughput sebesar 1270,85 Kbps.
Kata kunci : UMTS, U plink,Downlink, Throghput, cell site
I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam dunia industri komunikasi bergerak (mobile), data bergerak dan multimedia yang
memerlukan laju data yang tinggi kini menjadi fokus pengembangan, dalam hal ini teknologi UMTS (
Universal Mobile Telecommunication System )
mampu menyediakan aplikasi untuk layanan tersebut.
UMTS merupakan system mobile communication
generasi ketiga yang berbasis packet service dengan
menggunakan teknologi akses WCDMA, yang merupakan migrasi dari system GSM yang sudah
sangat luas implementasinya. WCDMA (WideBand
Code Division Multiple Access ) merupakan teknologi
akses jamak yang akan menggeser popularitas GSM, GPRS, maupun teknologi CDMA.
Beberapa hal yang dimiliki oleh teknologi UMTS ini adalah :
• Mendukung pengiriman data dengan
kecepatan tinggi ( >384 kbps pada lingkup
area yang lebar dan dapat mencapai 2 Mbps pada daerah indoor/local outdoorcoverage). • Sistem layanan yang fleksibel.
• Akses data paket yang efisien.
• Kapasitas inisialisasi yang tinggi dan
dukungan terhadap pengembangan teknologi di masa mendatang baik dari segi coverage
ataupun kapasitas.
• Dukungan terhadap handover antar frekuensi
untuk pengoperasian dengan struktur sel yang bertingkat.
• Implementasi yang mudah pada terminal dual mode UMTS/GSM.
• Kerahasiaan yang tinggi.
• Dapat diaplikasikan di lingkungan interferensi yang tinggi.
• Menyediakan kapasitas yang lebih besar
daripada sistem FDMA, TDMA, maupun NarrowBand CDMA.
Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan akan layanan data bergerak dan laju data yang tinggi di wilayah Jakarta Selatan, diperlukan suatu jaringan WCDMA yang mampu melayani kebutuhan layanan tersebut. Untuk itu dalam Tugas Akhir ini, dilakukan perencanaan jaringan radio pada WCDMA dengan memperhitungkan alokasi akses kanal radio yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan performansi jaringan. Sedangkan perangkat infrastruktur didimensikan berdasarkan karakteristik trafik dan jumlah pelanggan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah :
• Untuk Memprediksikan trafik yang timbul
dikaitkan dengan prediksi calon pelanggan.
• Perhitungan Link Budget dan aspek
propagasi sistem UMTS.
• Untuk mengetahui pengaruh parameter
desain sistem terhadap kapasitas dan performansi sistem.
• Perencanaan sel UMTS meliputi analisis
cakupan daerah, kapasitas, dan performansi yang diharapkan.
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada penulisan tugas akhir ini sebagai berikut :
Untuk mencapai tujuan di atas, maka penulis akan membatasi ruang lingkup permasalahan dalam Tugas Akhir ini adalah:
• Pembahasan hanya difokuskan pada sistem
perencanaan jaringan radio WCDMA mode FDD.
• Menganalisa Link forward dan reverse
capasity, forward dan reverse link budget untuk kondisi daerah dense urban.
• Fokus kepada pemodelan alokasi BTS (node
B), radius dan jumlah subscriber tiap BTS (node B)
• Tidak dilakukan penganalisisan terhadap
masalah biaya perencanaan, sinkronisasi,
pensinyalan, pengkodean, diversitas,
handover dan roaming antar sel.
• Tidak memperhatikan di bagian perangkat
sentral baik itu dari segi hardware maupun softwarenya.
• Perencanaan dilakukan pada wilayah Jakarta Selatan dengan laju pertumbuhan penduduk 0,16 % per tahun, tingkat penetrasi seluler di Indonesia rata-rata 7 %, penetrasi layanan UMTS pada tahun pertama pembangunan, tahun 2006, diasumsikan sebesar 3 % dengan peningkatan sebesar 6 % per tahun sampai tahun 2010
II DASAR TEORI
2.1 Sistem Wideband CDMA ( W-CDMA )
Pada
perkembangannya sistem seluler
CDMA mangalami perkembangan dari teknologi
2G ke 3G dengan banyaknya fitur yang
mendukung ke arah layanan pita lebar baik untuk
mobile maupun WLL sampai rate 2 Mbps.Sistem
W-CDMA adalah teknologi multiple access
dengan menggunakan modulasi
Direct Sequence
Spread Spectrum
( DS-SS ) yang dapat
menyediakan fasilitas pengaksesan user ke
jaringan PSTN dan dapat mengirimkan layanan
suara,data, dan multimedia. Teknologi W-CDMA
dalam mengakses data dilakukan secara
terus-menerus selebar
bandwidth
tertentu ( 5 -15 )
MHz.
Kelebihan dari sistem UMTS dengan
metode akses W-CDMA adalah :
1.
Efisiensi Spektrum
Penggunaan spectrum yang efisien merupakan
hal yang penting dalam perencanaan UMTS
semakin baik efisiensi spectrum maka semakin
besar trafik yang dilayani. Evaluasi dari kapasitas trafik dan kapasitas informasi melibatkan perhitungan
frequency reuse.
2. Kompleksitas teknologi
Dilihat dari segi kompleksitas, teknologi yang digunakan harus dapat diaplikasikan secara tepat dalam hal ini UMTS dapat digunakan untuk melayani berbagai jenis layanan.
3. Kualitas
Hasil perencanaan harus memenuhi kriteria minimum dari kualitas transmisi yaitu adanya processing gain yang tinggi akan menunjukan kualitas sistem yang semakin baik.
4. Fleksibilitas dari Teknologi Transmisi Radio Kriteria ini sepenuhnya penting untuk operator. Sistem UMTS harus fleksibel dilihat dari aspek penyebaran, ketersediaan perlengkapan, dan pengalokasian spektrum.
5. Kemampuan Performansi dari Handportable Handportable UMTS akan digunakan secara luas untuk itu kemampuannya akan mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap teknologi ini.
2.2 Arsitektur UMTS
Pada umumnya arsitektur jaringan komunikasi bergerak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu jaringan akses dan jaringan inti. Di dalam UMTS jaringan akses dikenal sebagai UTRAN (UMTS Terrestrial Radio Access Network).Arsitektur
umum UMTS terrestrial terdiri dari core network
(CN), UMTS Terrestrial Radio Access Network (UTRAN) dan User Equipment (UE ). Core Network
atau jaringan inti adalah jaringan yang sudah terbangun sebelum adanya UMTS, seperti GSM, GPRS, dan EDGE. UTRAN adalah jaringan akses radio terrestrial pada UMTS dan User Equipment ( UE ) adalah perangkat pada sisi pelanggan berupa
handset yang terdiri dari pengirim dan penerima. Pada system GSM, UE lebih dikenal dengan istilah mobile station(MS). Arsitektur umum UMTS terestrial dapat
dilihat pada gambar 2.4 berikut ini. UTRAN akan berhubungan dengan core network melalui suatu titik interkoneksi yang disebut dengan Iu ( interface unit ).
UTRAN terdiri dari beberapa Radio Network
Subsystem ( RNS ), yang merupakan kumpulan dari Radio Network Controller ( RNC ) dan beberapa
buah Node B yang ditanganinya. RNS adalah bagian
atau subsystem dari UTRAN yang bertugas
menangani manajemen radio resource untuk
membangun hubungan antara UE dan UTRAN. Sebuah RNS terdiri dari sebuah RNC dan beberapa
Beberapa elemen dasar jaringan seluler sebelumnya dapat diadopsi oleh UMTS seperti MSC, SGSN, dan HLR tetapi RNC, Node B dan handset
harus menggunakan desain baru. RNC sepadan dengan BSC pada GSM dan Node B sepadan dengan
BTS pada GSM. Jaringan UMTS standar dapat dilihat seperti pada gambar 2.4 di bawah ini.
Gambar 2.4 Arsitektur Sistem UMTS
UMTS menggunakan empat buah interface baru yaitu
Uu : UE to Node B ( UTRAN, Interface
UMTS di WCDMA )
Iu : Interface RNC ke GSM fasa 2+ (
MSC, VLR atau SGSN )
Iub : Interface RNC ke Node B
Iur : Interface antara RNC tetapi tidak
untuk ke jaringan GSM
Iu, Iub dan Iur bekerja berdasarkan prinsip transmisi ATM. RNC memiliki level sama dengan BSC yaitu berfungsi untuk mengontrol sejumlah node B pada
UMTS dan sebagai interface ke arah MSC dan OMC
yang terdapat di jaringan inti. RNC menangani protocol untuk pertukaran antara Iu, Iur dan Iub
interface dan bertanggung jawab sebagai pusat
operasi dan pemeliharaan dari keseluruhan RNS serta bertanggung jawab terhadap proses handover.
Node B ini seperti halnya BTS pada GSM,
bertanggung jawab dalam transmisi radio, mengubah data yang berasal dan menuju interfaces udara Uu,
termasuk Forward Error Correction, spreading /
dispreading dan modulasi QPSK pada interfaces
udara. Di samping itu Node B juga berfungsi untuk
mengukur kualitas dan kekuatan hubungan dan menentukan Frame Error Rate, mentransmisikan data
ini ke RNC sebagai hasil pengukuran untuk handover. Node B dihubungkan ke RNC oleh interface Iub. Satu Node B dapat menangani satu atau beberapa sel. Node
B juga berfungsi untuk FDD soft handover dan power control, dimana memungkinkan UE untuk mengatur
daya menggunakan down link transmission power
control.
Tidak seperti dalam GSM dimana di antara BSC tidak terhubung satu sama lain. Tujuan utama dari Iur interface adalah untuk mendukung mobilitas
antar RNC dan soft handover Node B yang terhubung
dengan RNC yang berbeda. Perangkat user dikenal sebagai UE (User Equipment) yang terdiri dari ME
(Mobile Equipment) dan USIM (UMTS Subscriber Identity Module). UTRAN berhubungan dengan UE
melalui Uu interface.
UTRAN berhubungan dengan jaringan inti melalui Iu interface yang memiliki dua komponen
yaitu Iu-CS interface yang mendukung layanan yang
berbasis circuit switched dan Iu-PS interface yang
mendukung layanan yang berbasis packet switched. Iu-CS interface menghubungkan RNC kepada MSC
yang sama dengan A-interface dalam GSM. Iu-PS interface menghubungkan RNC dengan SGSN yang
dianalogikan dengan Gb interface dalam GPRS.
Semua interface dalam sistem UMTS menggunakan
ATM (Asynchronous Transfer Mode) dalam
mekanisme transportasi.
2.3 Metode Duplex pada UMTS
Istilah duplex dapat didefinisikan sebagai cara
berkomunikasi antara pengirim dan penerima. Penggunaan lebar pita frekuensi kedua mode duplexing ( TDD dan FDD ) mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dengan prinsip prinsip sebagai berikut : f Δ 2 f Δ f 2 f Δ f Δ Δ
Gambar 2.5 Perbedaan prinsip FDD dan TDD FDD ( Frequency Division Duplex ) merupakan
sistem komunikasi dua arah dimana pada sistem ini base stasion akan membagikan sejumlah kode
spreading yang berbeda pada sejumlah user terminal
dalam waktu yang sama dengan bandwidth yang sama
pula, tetapi frekuensi uplink dan downlink berbeda.
Saat transmisi uplink dan downlink terjadi koneksi mobile station dan base station menggunakan pita
frekuensi yang terpisah secara berpasangan ( paired )
untuk metode duplexingnya.
TDD ( Time Division Duplex ) merupakan sistem
dapat melakukan komunikasi dengan menggunakan pita frekuensi yang sama tetapi waktu yang berbeda. Transmisi uplink dan downlink dalam pita frekuensi
yang sama ( unpaired ) dengan menggunakan
sinkronisasi interval waktu.
2.4 Karakteristik Layanan UMTS
Sesuai standar 3GPP TS 123.107 ada empat kelas layanan berdasarkan Qos-nya. Faktor utama yang membedakannya adalah sensitivitasnya terhadap delay,yang mana kelas conversational menempati
prioritas paling tinggi, disusul dengan kelas
streaming, interaktif, dan yang terendah adalah kelas background. Jika dalam jaringan resource yang
mendekati kondisi overload, maka trafik dengan
prioritas tinggi akan diutamakan sedangkan yang yang terendah akan ditunda ( buffering ).
Jenis-jenis layanan UMTS mempunyai aplikasi yang luas. Untuk mempermudah dalam menganalisa layanan-layanan tersebut dibagi menjadi enam jenis layanan utama sebagai berikut :
1) Speech ( S ), ( simetrik )
Teleconferencing
Kotak Suara ( voice mail )
2) Simple Messaging ( SM ), ( asimetrik )
SMS dan paging
Kecepatan rendah
Pengiriman / penerimaan email
Broadcast dan pesan informasi umum
Pemesanan / pembayaran ( untuk
simple e-commerce )
3) Switched Data ( SD ), ( simetrik )
Akses dial up LAN kecepatan rendah
Akses internet / intranet
Fax
4) Medium Multimedia ( MMM ), ( asimetrik )
LAN dan akses internet / intranet
Kecepatannya 384 Kbps
Interactive games
Layanan data, remote pengawasan 5) High Multimedia ( HMM ), ( asimetrik )
Fast LAN dan akses internet / intranet
Video clips on demand Audio clips on demand Online shopping
6) High Interactive Multimedia ( HIMM ), (
simetrik )
Merupakan layanan simetrik yang memerlukan hubungan terus menerus dan data kecepatan tinggi yaitu 144 Kbps.
2.5 Kapasitas Trafik UMTS
Pada perencanaan ini perhitungan yang digunakan untuk estimasi kebutuhan trafik total
layanan UMTS menggunakan Offered Bit Quantity
(OBQ). OBQ adalah total bit throughput per km2 pada
jam sibuk.
BW
BHCA
d
p
×
×
×
×
σ
OBQ = [ kbps / Hours/ km2 (2.1) Keterangan:OBQ = total bit throughput per km2 pada jam sibuk
σ
= kepadatan pelanggan potensial dalam suatudaerah [ user/km2 ]
p = penetrasi penggunaan tiap layanan
d = durasi atau lama panggilan efektif [ detik ] BW = bandwidth tiap layanan [ kbps ]
BHCA= rata-rata usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk melakukan panggilan selama jam sibuk [ call / s ]
Setelah menentukan jumlah OBQ maka 1. Luas cakupan sel
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 2 / / km kbps sel kbps
)
(
OBQ
Quantity
Bit
Offered
sel
tiap
Informasi
Kapasitas
L = [Km2] ( 2.2 )L adalah luas cakupan sel. 2. Jumlah node ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ sel Km Km / 2 2
UMTS
Sel
Cakupan
Luas
Pelayanan
Area
Luas
Node B = [ Sel ] ( 2.3 ) 3. Luas Heksagonal59
,
2
site
Luas
Luas heksagonal = [ km ] (2.4)Dimana r adalah radius sel
2.6 Perhitungan jumlah kanal
Penentuan kapasitas / jumlah kanal yang disediakan sistem dihitung dengan menggunakan
load factor. Total throughput diperoleh dengan
mengalikan jumlah kanal dengan bit rate layanan.
]
1
[
]
/
[
/
f
N
E
R
W
o bα
+
β
Nsel= (kanal/sel) (2.5) W= Lebar Pita(Mbps) R= data Rate (Kbps)β
= GainSektorisasi antena f = Faktor interferensi2.7 Perhitungan Reverse Link Budget
Besarnya redaman lintasan maksimum yang diizinkan dalam link budget sesuai dengan persamaan
PL = EIRP – P + G + L + G - FM –
M - L (2.6)
allowed RXmin R R SHO fast pent
Model propagasi COST 231 merupakan
gabungan model empiris dan deterministik untuk
memprediksi redaman lintasan dalam lingkungan dense urban. Persamaan dari model COST 231 adalah
sebagai berikut : Parameter Perhitungan Link Budget
1. Sensitivitas Penerima(
R
RXmin)Sensitivitas minimum sinyal di penerima adalah : min RX
R
=No(dBm/Hz)+ NF (dB)+Rb(dBHz)+Eb/It (dB)+ M (dB) (2.7 )Lms
Lrts
Lfs
L
=
+
+
(dB) untuk L + Lrts ms ( 2.9 ) intLfs
L
=
( dB ), untukLrts
+
Lms
≤
0
(2.10 ) Dimana: Nf = Noise Figure BTS (dB)Rb = Kecepatan bit rate ( dBHz) dimana :
No = Thermal Noise Density ( dBm/Hz)
Lfs
adalah free space loss, dengan persamaan :Mint = Interference Margin ( dB)
Lfs
= 32,4 + 20 log R + 20 log f ( dB ) ( (2.11 )Eb/It = Kualitas Kanal Trafik (dB) dimana :
2. Soft Handover Gain (
G
SHO ) R = Jarak ntar pemancar dan penerima(Km)f = Frekuensi carier (Mhz)
Perbedaan shadowing margin disebut
handover gain. Soft handover gain yang
digunakan dalam perencanaan diasumsikan sebesar 4 dB.
Lrts adalah difraksi rooftop–to–street dan scatter loss dengan persamaan :
m
h
Δ
Lrts = -16,9–10 log w+10 log f+20 log +Lo (
dB ) ( 2.12 ) 3. Fast Fading Margin (
M
fast )dimana :
Fast Fading Margin merupakan margin yang
dibutuhkan pada MS untuk mengatur daya
pancar berdasarkan closed loop power
control. Digunakan khususnya untuk slow-moving mobiles dimana fast power control
dapat mengkompensasi fast fading. Nilai
tipikalnya 2 dB sampai 5 dB.
2
b
w = lebar jalan ( m ), dimana W = b = jarak rata – rata antar gedung (m)
m
h
Δ
=h
r−
h
m ( m )h = tinggi gedung (m) r
h
4. Penetration Loss (
L
pent ) m= tinggi antena MS (m)Lo= - 9,646 dB untuk : 00≤ Ø ≤ 350
Penetration Loss merupakan rugi-rugi
penetrasi dari lingkungan seperti jalan, bangunan, kendaraan. Nilai tipikalnya 8 dB sampai 15 dB
Lo= 2,5 + 0,075 (Ø - 35 ) dB untuk 350 0≤ Ø ≤ 550 Lo= 4 – 0,114 (Ø - 550 ) dB untuk : 550≤ Ø ≤ 900
5. Redaman Lintasan Maksimum (
L
max) Ø= sudut antara MS dan gel. langsung BTSLms adalah multiscreen loss, dengan persamaan :
Redaman Lintasan Maksimum merupakan redaman maksimum yang diizinkan ( sesuai
spesifikasi perangkat ) pada batas sel.
L
ms=
L
bsh+
k
a+
k
d+
log
R
+
k
f−
9
log
b
(
dB
)
( 2.13 )MAPL = EIRP – P rx min + LR + GSHO – MF –
Mfast - Lpent ( 2.8) dimana :
b= jarak antar gedung bangunan dengan radio path (m)
2.8 Model Propagasi
bsh
L
Model propagasi digunakan untuk menentukan redaman ( loss ) dari gelombang radio
yang dipancarkan dari antena pemancar menuju ke antena penerima. Model propagasi yang akan digunakan dalam perencanan yaitu model COST 231 ( Walfisch – Ikegami) karena daerah perencanaan
merupakan daerah metropolitan dan termasuk klasifikasi daerah dense urban selain itu frekuensi yang digunakan baik uplink maupun downlink berada
yaitu pada range frekuensi ( 800 MHz – 2 GHz ).
b
h
Δ
= - 18 log ( 1 + )untuk :h
b> hr bshL
= 0 untuk :h
b< hr ak
= 54 untuk :h
b> hr ak
= 54 – 0,8h
b untuk : d 500 m;≥
h
b≤
hr ak
= 54 – 1,6Δ
h
b.d untuk : d < 500 m;h
b≤
hr dk
= 18 untuk :h
b> hr dk
= 18 – [( 15Δ
h
b) / hr]untuk :h
b≤
hr3.1 Langhah Perencanaan jaringan seluler UMTS
f
k
= - 4 + 0,7 [( f / 925 ) – 1 ]untuk kota menengahdengan kerapatan pohon sedang. Berikut ini diagram langkah perencanaan
jaringan seluler UMTS.
f
k
= - 4 + 1,5 [( f / 925 ) – 1 ]untuk daerahmetropolitan
1. Mengetahui lokasi dan potensi wilayah serta
demand pelanggan yang akan dicakup oleh
layanan UMTS.
2.9 Kapasitas Total Layanan Berdasarkan Load Factor
2. Menentukan jumlah pengguna layanan
UMTS.
3. Menentukan perkiraan kapasitas trafik total
layanan UMTS berdasarkan Offered Bit
Quantity ( OBQ ).
Kapasitas total yang disediakan sistem dihitung dengan menggunakan formula load factor. Load factor atau cell loading menggambarkan suatu
pembebanan yang terdapat pada suatu sel. Load factor
menyatakan kapasitas yang disediakan system terhadap kapasitas maksimum system sacara teoritis.
4. Menentukan perkiraan kapasitas sistem. 5. Menentukan jumlah perangkat Node B.
6. Menentukan perkiraan lokasi Node B
berdasarkan data lokasi yang padat trafiknya pada GSM.
Load factor mempengaruhi nilai interference
margin dalam link budget yang akhirnya akan mempengaruhi cakupan area sistem. Semakin besar beban yang disediakan di dalam sistem, semakin besar
interference margin yang dibutuhkan, dan semakin
kecil cakupan area selnya. Load factor yang
dianjurkan yaitu sampai 60 %. Nilai interference margin dalam link budget yaitu :
7. Menghitung kapasitas sistem yang
direncanakan berdasarkan load factor
8. Menghitung Power Link Budget untuk
menentukan kualitas perencanaan.
4.1 Jumlah Pengguna Layanan UMTS
Jumlah pengguna layanan UMTS diperlukan untuk menentukan kapasitas yang disediakan sistem. Jumlah pengguna layanan UMTS pada perencanaan ini menggunakan prediksi trafik dari salah satu operator di Indonesia yaitu Telkomsel wilayah Jakarta Selatan. Wilayah Jakarta Selatan berpenduduk
2.039.308 jiwa sampai tahun 2007 dengan laju
pertumbuhan penduduk 2,21 % per tahun. Sedangkan tingkat penetrasi seluler di Indonesia rata-rata 7 %, dengan penetrasi layanan UMTS pada tahun pertama pembangunan, tahun 2007, diasumsikan sebesar 3 % dengan peningkatan sebesar 6 % per tahun sampai tahun 2010. Berikut tabel prediksi pelanggan UMTS sampai tahun 2011.Sehingga diperoleh jumlah pelanggan 42065.
Interference margin (dB) =Noise – rise =
η
−
1
1
log
10
( dB ) (2.14) 2.10 Uplink Load FactorBeban yang terdapat pada sebuah sel dinamakan load factor. Load factor total merupakan
penjumlahan dari load factor dari masing-masing user
sebagaimana ditunjukkan pada persamaan:
• Untuk layanan voice
∑
+
+
=
Vj
Rj
j
No
Eb
W
i
UL
.
.
)
/
(
1
1
)
1
(
η
(2.15)• Untuk layanan data
Throughput = R . N = [Load factor . W] / [aj .
(1 + β ).(Eb/No)] (2.16) 4.2 Jumlah Trafik UMTS Dengan diketahui besarnya kebutuhan trafik maka dapat direncanakan berapa kapasitas maksimum jaringan yang akan dibangun dan selanjutnya dapat menentukan pula berapa banyak perangkat yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi kapasitas tersebut. Pengguna potensial merupakan pengguna layanan UMTS di wilayah Jakarta Selatan. Pengguna layanan UMTS dihitung berdasarkan dari estimasi pelanggan
GSM dalam 5 tahun ke depan dengan asumsi awal bahwa pelanggan UMTS adalah pelanggan GSM Telkomsel Jakarta Selatan yang menginginkan adanya perbaikan layanan data dengan kecepatan tinggi dan layanan multimedia dan fasilitas lain yang tidak dimiliki pada GSM.
2.11 Downlink Load Factor
Penentuan load factor saat downlink pada
dasarnya menggunakan pendekatan yang sama seperti pada saat uplink. Berikut ini untuk menghitung load
factor untuk masing- masing user.
• Untuk voice
[
j
ij
]
Rj
W
j
No
Eb
vj
DL
N j+
−
=
∑
=)
1
(
/
)
/
(
1α
η
(2.17) • Untuk dataThroughput = [Load faktor . W] / [aj . (1 - α + β
4.2.2 Perhitungan trafik OBQ Downlink untuk tiap daerah
4.2.1 Perhitungan trafik OBQ Uplink untuk tiap daerah
Berikut ini tabel OBQ downlink untuk masing- masing daerah:
Untuk mencapai hasil perencanaan yang optimal, maka data untuk melakukan penghitungan
diambil pada saat jam sibuk, bandwidth yang
digunakan adalah bandwidth downlink, serta berbagai
parameter pada saat terjadinya kemungkinan terburuk. Di sini digunakan bandwidth downlink karena trafik
saat downlink jauh lebih besar daripada trafik saat uplink yang hampir terjadi pada seluruh layanan.
Dengan adanya hal ini maka dapat diketahui trafik maksimum pada tiap layanan sehingga dapat
membantu pihak Network Provider dalam
merencanakan jaringan yang memiliki availability
yang handal serta mampu mengakomodasi seluruh trafik dari pelanggan.
Table 4.2 OBQ downlink untuk masing- masing daerah
Tabel 4.1 OBQ uplink tiap daerah
Service
Type OBQ Building OBQ Pedestrian OBQ Vehicular S 2961388 395391,4 801575 SM 14604,11 1,096,805 2964,73 SD 126342,9 18977,33 7,694,532 MMM 13090,09 1,572,957 127,54 HMM 15058,31 9,047,334 4,891,098 HIMM 667616,3 50139,65 32527,3 Total OBQ 1055,028 Kbps/km2 Total OBQ 130,023 Kbps/km2 Total OBQ 234,8273 Kbps/km2
Sehingga kita bisa mengetahui jumlah trafik per user untuk tiap daerah pada tahun 2011:
• Daerah Building = 0,39322 kbps/user
• Daerah Pedestrian = 0,3226 Kbps/user
• Daerah Vehicular = 0,14371Kbps/user Total offered traffic pada daerah dense urban
menggunakan estimasi yaitu daerah dense urban building 45 %, daerah dense urban pedestrian 37 % dan daerah dense urban vehicular 18 %. Sehingga diperoleh total offered traffic yaitu :
Total Offered Traffic_UL =
(45 %.OBQbuild + 37%.OBQpedest rian+ 18%.OBQvehic)
x
∑
User = 24742,63 kbpsSehingga bisa dihitung jumlah sel dengan estimasi total offered trafic berada pada daerah
perkantoran
a. Daerah perkantoran ( uplink )
Offered traffic = 45 % x 13422,94 kbps =
6040,32kbps
b. Daerah perumahan( uplink )
Offered traffic = 37 % x 13422,94 kbps =
496,88kbps
Service
Type OBQ Building OBQ Pedestrian OBQ Vehicular S 2961388,08 395391,4 801575.04 SM 14604,11 1096,80 2964,73 SD 126342,9 18977,33 7694,53 MMM 502659,40 60401,56 4898,07 HMM 3011662,13 180946,7 97821,96 HIMM 667616,26 50139,65
32527,32
Total OBQ : 2023.,41 Kbps Kbps/km2 Total OBQ : 196,375 Kbps/km2 Total OBQ : 263.19 Kbps/km2Sehingga kita bisa mengetahui jumlah trafik per user untuk tiap daerah pada tahun 2011:
• Daerah Building = 0,75415Kbps/user
• Daerah Pedestrian = 0,48730 Kbps/user
• Daerah Vehicular =0,161071
Kbps/user
Total offered traffic pada daerah dense urban
menggunakan estimasi yaitu daerah dense urban building 53 %, daerah dense urban pedestrian 35 % dan daerah dense urban vehicular 12 %. Sehingga diperoleh total offered traffic sebagai berikut :
Total Offered Traffic_DL =
(53%.OBQbuild + 35%.OBQpedestrian + 12%.OBQvehic)
x
∑
User = 24742,63kbpsSehingga bisa diketahui jumlah sel dengan estimasi sekitar 25% total offered trafic berada pada
daerah perkantoran. • Offered traffic_ktr = 54 % x 124742,63 kbps = 13113,6kbps Offered traffic_prmhn = 35 % x 24742,63 kbps = 8656 0 kbps
4.3 Perhitungan Jumlah Kanal yang Tersedia
Berdasarkan persamaan 2.5 maka dapat dihitung kapasitas yang disediakan sistem arah uplink
dengan bit rate (R) 384 kbps dan Eb/No = 1 dB = 1,2589 , dengan W= 3,84 MHz,
α
= 1 , = 2,5 ,β
f= 0,45 ,
Sehingga diperoleh N sel = 13,69 kanal /sel ≈ 5256,96
Dengan pembebanan acuan awal 60% kapasitas yang disediakan sistem sebesar 3154,176 kbps/sel.
4.4 Perhitungan Reverse Link Budget
Besarnya redaman lintasan maksimum yang diizinkan dalam link budget sesuai
Dimana besarnya margin interferensi yang diperlukan sesuai dengan cell loading pada perhitungan kapasitas
yang disediakan sistem. Cell loading yang digunakan
pada awal perencanaan yaitu diasumsikan 60% a. Margin Interferensi M = 10 log int
%
60
1
1
−
= 3,979 dB b. Sensitivitas PenerimaDengan menggunakan persamaan (2. 5) dan sesuai dengan data teknis tabel 4..8 sensitivitas penerimanya yaitu :
P = No (dBm/Hz) + NF (dB) +Rb (dBHz) +Eb/It (dB) + Mint(dB) min RX P = -174 + 5 + 10.log ( 384.10 ) + 5 + 3,979 min RX 3 = - 104,17729 dBm
Tabel 4.3 Data teknis yang digunakan pada mobile station dan base station
Parameter Mobile
Station
Base Station
Max Tx Power ( dBm ) 24 43
Body loss MS( dB ) dan Cable loss BS ( dB )
3 2
Antenna gain ( dBi ) 0 18
Thermal noise density ( dBm/Hz ) -174 -174 Noise figure ( dB ) 5 5 Interference margin ( loading factor 60% ) (dB) 3,979 3,979 Required Eb/No 5 5
4.5 Perhitungan Forward Link Budget
Untuk perhitungan Forward Link Budget diperoleh sensitifitas penerima (MS) yang akan digunakan sebesar S = - 124,2 dBm. digunakan sebagai margin.
Gain penerima (MS) Gr = 0 dB
Rugi-rugi pada penerima (Lfr ) = 3 dB Rugi-rugi pada pengirim (Lft) = 2 dB GantBTS = 18 dBi
Frekuensi carier(f) = 2112,4 Mhz
4.6 Perencanaan Pada wilayah Cakupan
Model propagasi yang digunakan yaitu model COST 231 ( Walfisch – Ikegami ) untuk daerah dense
urban. Penggunaan frekuensi kerja pada 1922,4 MHz ( uplink ) dan 2112,4 MHz ( downlink ) seperti pada
lampiran ABerikut ini data teknis untuk perhitungan popagasi
4.6.1 Penentuan Pathlos Uplink
Tabel 4.4 Parameter COST 231 ( Walfisch – Ikegami )
Dense Urban Parameter
No Lapangan perkantoran perumahan Frekuensi uplink 1 1922,4 MHZ Frekuensi downlink 2 2112,4 MHz 3 Tinggi BS ( hb ) 45 m 40 m 4 Tinggi MS ( h )m 1,5 m 1,5 m 5 ∑ lantai gedung 8 3 Tinggi atap gedung ( h 6 r ) 27 m 12 m Jarak antar gedung ( b ) 7 50 m 10 m
8 incident angle 90 derajat 90 derajat
4.6.2 Panentuan Radius Sel
Berdasarkan parameter dan rumus 2.9 dapat dihitung jumlah radius dari masing – masing daerah.
• Daerah Perkantoran
Berdasarkan tabel maka diperoleh R = 0,68 km
Dengan demikian radius sel dense urban untuk perkantoran adalah 0,688 Km .
• Daerah Perumahan
R = 0,6 km
Dengan demikian, Radius sel Dense Urban perumahan adalah 0,6 Km
4.6.3 Penentuan Pathloss Downlink a. Daerah Perkantoran
Berdasarkan parameter tabel 4.10 dan dari hasil perhitungan pathloss Uplink didapatkan Radius sel = 0,85 km
PTXBTS = EIRP – Gant + Lft = 2,73 dBm
= 1,874 mWat b. Daerah Perumahan
Berdasarkan parameter tabel 4.10 dan hasil perhitungan pathloss uplink maka didapatkan Radius sel = 0,75 km
EIRP = RSL + Lp – Gr + Lfr = 18,852 dBm
= 2,852 dBm W = 3,84 Mbps
= 1,93 mWatt untuk Load faktor 50 % maka throughput =
throughput berdasarkan Reverse Load Faktor
4.7 Perhitungan Load Factor (Beban Sel)
a. Untuk layanan voice 4.7.1 Reverse Load Factor
Parameter untuk menghitung load faktor pada
saat uplink dalam sistem UMTS ditunjukkan pada
tabel 4.5
aj = 0,58
Rj = 12,2 Kbps
Eb/No = 5 dB = ( 3,16 )
Tabel 4.5Data Teknis Perhitungan Loading Faktor α = 0,4
β = 0,6
Parameter Definisi Nilai rekomendasi
W = 3,84Mbps
Dengan persamaan (2.21) sehingga diperoleh 0,58 untuk suara v Faktor Aktivty user ke-I pada layer fisik j
Load Faktor per user = (1 – α + β ) / [W/ (aj . R (Eb/No))] 1 untuk data = (1 – 0,4 + 0,6) / [3,84.106/(0,67 . 12200 . 3,16)] • Speech = 5 dB Eb/No • 144 Kbps CS data = 1,5 dB Energi sinyal
per bit dibagi dengan(noise + interference) = 0,007 = 0,7 %
Sehingga untuk harga load factor saat downlink sebesar 50 % dapat menampung
kira-kira 71 voice usersecara simultan. Untuk
harga load factor saat uplink sebesar 60 %
dapat menampung kira-kira 85 voice user
secara simultan. • 384 Kbps PS data = 1 dB W Chip rate WCDMA 3,84 Mbps
R Bit rate user
ke-i tergantung jenis layanan
j
b. Untuk layanan data
macrocell dengan antenna
omniderectional = 0,55
i Interfernsi
antar sel satu dengan sel lain dengan base station receiverS
Throughput = [Load faktor . W] / [aj . (1 - α
+ β ).(Eb/No) Dimana:
untuk Load faktor 50 % maka throughput = [50 %.3,84.106] / [1 (1-0.4+0,6).(1,259)
microcell dengan antenna sektor = 0,6
– 0,87 = 1270.85 Kbps
Untuk 60% maka throughput nya adalah =1.525.02 Kbps
a. Untuk layanan voice
vj = 0,67
Rj = 12,2 Kbps 4.8 Analisis hasil Perencanaan
Eb/No = 5 dB = 3,16 Dari hasil perencanaan diatas maka dapat
dianalisis sebagai berikut : Asumsi i = 0,6
Sehinggadenganmenggunakanpersamaan(2.20)
diperoleh : Sistem optimum pada pembebanan sel 5 % a. Daerah Perkantoran
dengan radius sel 0,85 km. Sehingga jumlah sel yang dibutuhkan sekitar 18 sel.
Load Factor per user = 0,017 = 1,07 %
Sehingga untuk harga load factor saat uplink
sebesar 50 % dapat menampung 46,72 voice user secara simultan. Untuk harga loadfactor
saat uplink sebesar 60 % dapat menampung
56 voice user secara simultan.
b. Daerah Perumahan
Sistem optimum pembebanan sel 5 % dengan radius sel 0,75 km. Sehingga jumlah sel sel.
Berikut ini gambar pemetaaanya: b. Untuk layanan data
Berdasarkan persamaan 2.21 maka bias dihitung Throgput Hasil Perencanaan Dimana : Rj = 12,2 kbps vj = 1 Eb/No = 1 dB = 1,259 i = 0,6
Gambar 4.1 Hasil Perencanaan
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perencanaan dan proses perhitungan yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan :
1. Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan jaringan UMTS di wilayah Jakarta Selatan ini terbagi ke dalam 2 area layanan yaitu daerah
perkantoran yang memerlukan sel sebanyak
23 buah sel dengan radius sel masing-masing sel sebesar 0,85 km, dan daerah perumahan
yang memerlukan 19 sel dengan radius sel masing-masing 0,75 km. Perhitungan yang berdasarkan peramalan demand dan trafik ini
didasarkan pada pendekatan keadaan sebenarnya di lapangan dan standar teknologi yang digunakan dengan asumsi bahwa teknologi UMTS ini akan dipakai selama kurang lebih 5 tahun.
2. Faktor pembebanan berpengaruh pada
pathloss. .Makin besar load factor maka pathlossnya makin besar. Kapasitas mempengaruhi jumlah sel dan radius. Jadi makin besar kapasitas maka radiusnya kecil sehinnga jumlah sel juga kecil.
3. Jumlah user dan total throughput yang dapat
di-cover pada saat uplink sangat bergantung
kepada faktor pembebanan, dimana untuk
harga load factor sebesar 50 % dapat
menampung sekitar 47 voice user secara
simultan dan untuk harga load factor sebesar
60 % dapat menampung sekitar 56 voice user
secara simultan. Sedangkan total throughput
sebesar 953,14 Kbps dapat diperoleh pada harga load factor sebesar 50 % dan total throughput sebesar 1143,76 Kbps dapat
diperoleh ketika load factor yang terjadi
sebesar 60 %.
4. Jumlah user dan total throughput yang dapat
di-cover pada saat downlink juga sangat
bergantung kepada faktor pembebanan, dimana untuk harga load factor sebesar 50 %
dapat menampung sekitar 71 voice user
secara simultan dan untuk harga load factor
sebesar 60 % dapat menampung sekitar 85
voice user secara simultan. Sedangkan total throughput sebesar 1270.85 Kbps dapat
diperoleh pada harga load factor sebesar 50
% dan total throughput sebesar 1525.02
Kbps dapat diperoleh ketika load factor yang
terjadi sebesar 60 %.
5.2 Saran
1. Untuk selanjutnya perencanaan UMTS
ditambah dengan perhitungan biaya supaya kita dapat memprediksi biaya untuk tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Holma, H., dan Toskala, A., “ WCDMA for
UMTS, ” John Wiley & Sons, England,2001
[2] Smith, Clint, dan Collins, Daniel, “ 3G
Wireless Network,” McGraw-Hill, New York,
2002
[3] Karim, M.R., dan Sarraf, Mohsen, “
W-CDMA and W-CDMA 2000 for 3G Mobile Network,” McGraw-Hill, New York, 2002.
[4] Ojanpera, T., dan Prasad, R.., “ Wideband CDMA for Third Generation Mobile
Communication,” Artech House,
Boston,1998.
[5] Yang, Samuel C., “CDMA RF System
Engeneering,” Artech House, Boston,
London, 1998.
[6] Groe, John B., dan Larson, Lawrence E.,
“CDMA Mobile Radio Design, ” London,
Artech House, 2000.
[7] ...,3G overview,modul nokia dan simen
[8] Miftadi ,Perencanaan Jaringan Seluler ,http://stttelkom.ac.id
FitriyunitaWibowo (L2F305211)
Lahir di Kendal, 6 Juni 1983 Mahasiswa Teknik Elektro Ekstensi 2005, Bidang Elektonika Telekomunikasi Universitas Diponegoro. Email : v3superstar@gmail.com Semarang, Agustus 2007 Menyetujui : Pembimbing I, Imam Santosa, S.T., M.T. NIP. 132 162 546 Pembimbing II,
Ajub Ajulian Zahra, S.T., M.T, NIP. 132 205 684