1
A. Latar Belakang Masalah
Usia pra sekolah merupakan usia keemasan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses belajar. Pada masa-masa tersebut anak sedang mencapai puncak dalam perkembangannya. Hal tersebut dapat dilihat dari kemajuan-kemajuan yang terjadi dalam dirinya. Tidak hanya kemajuan dalam aspek bahasa, fisik, kognitif, nilai agama dan moral, tetapi juga dalam aspek emosi dan sosial. Perkembangan emosi menjadi salah satu aspek yang perlu diarahkan dan dikembangkan karena berpengaruh terhadap penyesuaian pribadi dan sosial yang akan mempengaruhi perkembangan anak sampai mereka tumbuh dewasa nantinya. Salah satu aspek perkembangan sosial seperti diungkapkan oleh Brewer (2007) adalah anak usia 4-5 tahun telah mampu menunjukkan rasa pecaya diri (self confidence) di hadapan orang lain.
Penelitian Adler (Lautser, 2002) menunjukkan bahwa kebutuhan manusia yang terpenting adalah kebutuhan akan kepercayaan diri dan rasa superioritas. Shanon (Budak & Kisac, 2014) berpendapat bahwa kepercayaan diri dan pikiran positif dalam diri anak dapat membantu untuk menumbuhkan minat instrinsik dan fiksasi dalam menyelesaikan kegiatan. Salah satu ciri anak yang memiliki kepercayaan diri dalam dirinya akan memiliki keyakinan untuk berhasil dalam melaksanakan setiap tugas atau kegiatan yang diberikan. Keyakinan dalam diri seseorang pada dasarnya akan menentukan hasil yang dicapai (Bandura, 1994). Maclellan (2014) menjelaskan kepercayaan diri memainkan prediktor penting dalam belajar. Selain dalam belajar, kepercayaan diri juga dibutuhkan untuk membangun interaksi dengan orang lain misalnya muncul rasa pemalu dan rendah hati ketika berkomunikasi dengan orang lain. Lautser (2002) menunjukkan bahwa anak yang memiliki kepercayaan diri akan berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan, memiliki kemandirian sehingga dalam diri anak yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki sikap toleransi dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Kepercayaan diri bagi anak usia dini mempunyai fungsi untuk
membangun pemikiran yang positif, memiliki keberanian, dan menghasilkan karya yang kreatif.
Stodolsky, Salk, dan Glaessner (Ku, Chen, Wu, Lao, & Chan., 2014) menjelaskan bahwa anak yang memiliki kepercayaan diri rendah akan merasa kesulitan dalam proses belajar. Selain itu, akan memiliki kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain. Fenomena-fenomena tersebut sering sekali muncul dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya muncul ketika anak berada di sekolah saja tetapi, ketika berada di lingkungan keluarga mereka juga menunjukkan hal serupa, seperti tidak mau mengerjakan tugas di rumah, bersikap manja, merasa takut berinteraksi dengan orang lain, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang tua juga berpengaruh terhadap perkembangan kepercayaan diri anak. Sebagai orangtua yang mengerti tentang pentingnya kepercayaan diri dalam diri anak, mereka seharusnya bersikap lebih bijak dalam mengatasi hal tersebut. Orangtua tidak akan ragu-ragu dalam memajang hasil karya yang telah dikerjakan anak di sekolah dan memberikan pujian terhadap hal baik yang mereka kerjakan. Selain itu orang tua juga dapat mengulang kembali pelajaran atau kegiatan yang diberikan di sekolah sehingga anak benar-benar paham terhadap kegiatan apa yang telah dia kerjakan. Pengakuan atau aktualisasi yang diberikan oleh lingkungan sekitar dapat memicu rasa percaya diri dalam diri anak (Dundis & Benson, 2003). Mengingat rasa percaya diri tidak hanya diperlukan saat pembelajaran maka, diperlukan adanya hubungan positif antara orang tua dengan guru.
Berdasarkan hasil observasi terhadap guru maupun anak dan wawancara yang dilakukan di TK Aisiyah Kaliwuluh Kebakkramat Karanganyar pada tanggal 21-23 Januari 2016 menunjukkan adanya perilaku yang berkaitan dengan sikap kepercayaan diri. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang tua murid menunjukkan bahwa orang tua terkadang mengeluh dengan kondisi anak mereka. Anak merasa kurang percaya diri ketika di sekolah maupun di rumah.
Hasil observasi yang dilakukan terhadap guru kelas dan anak ketika pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa sebagian anak masih kurang percaya diri, yaitu ketika mereka disuruh untuk maju mereka tidak berani, merasa
pesimis, dan merasa tidak peduli kepada teman yang lain. Salah satu anak ditunjuk oleh guru untuk maju ke depan kelas menyanyi lagu ”Garuda Pancasila” tetapi, anak tersebut tidak mau walaupun sudah dipaksa. Guru lalu mengatakan “ya sudah tidak apa-apa, besok-besok jangan begitu ya”. Kemudian terdapat kejadian lain seperti anak tidak mau duduk bersama teman yang lain, dia mau mengikuti kelas apabila duduk sendiri di depan kelas, dan guru pun selalu membiarkan anak duduk sendiri di depan kelas. Hal tersebut apabila dibiarkan akan mempengaruhi segala aspek perkembangan anak.
Pemberian stimulus yang tepat dari orangtua maupun guru mampu mengembangkan kepercayaan diri anak salah satunya melalui permainan. Permainan dipilih karena dalam sebuah permainan yang telah dirancang, anak tidak akan sadar bahwa dia telah mempelajari suatu hal di dalamnya. Melalui sebuah permainan anak dapat mencurahkan perasaan dalam kehidupan sehari-hari seperti rasa senang, sedih, takut, dan lain sebagainya. Salah satu bentuk permainan tersebut adalah Math Games (permainan matematika).
Peneliti menggunakan math games untuk mengembangkan kepercayaan diri dalam diri anak. Alasan peneliti menggunakan math games dalam penelitian ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ernest (1986) yang menunjukkan bahwa konsep di dalam permainan matematika memiliki manfaat untuk memotivasi anak dalam belajar, membuat anak dapat bekerjasama, dan melibatkan peserta didik secara aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Melalui hal-hal tersebut secara otomatis akan tumbuh sikap yakin dan berani dalam diri anak. Selain itu penelitian oleh Bragg (2003) melaporkan bahwa permainan dapat membangkitkan antusiasme, kegembiraan, dan keterlibatan total dalam memainkan sebuah permainan. Ketika masalah timbul dalam permainan akan terjadi diskusi antara anak dan guru maupun anak dengan anak. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh guru untuk melatih anak dalam megeluarkan pendapat, menunjukkan kemampuannya dihadapan orang lain sehingga anak dapat berlatih dalam mengembangkan rasa percaya diri dalam dirinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Department of Public Instruction di Sekolah Umum North Carolina, Amerika (2015) menunjukkan bahwa permainan
matematika merupakan alat penting dalam belajar karena bersifat menyenangkan dan dapat memotivasi anak dalam belajar. Permainan tersebut dapat membuat anak merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri dalam menyelesaikan tugas yang diberikan (Rich & Mattox, 2010). Anak-anak dapat mempelajari matematika tanpa adanya rasa takut gagal dan dapat berlatih dengan gagasan atau ide yang berasal dari diri mereka sendiri, dengan demikian anak akan semakin yakin dan percaya diri dalam mengembangkan konsep matematikanya. Penelitian yang dilakukan oleh Ku, dkk (2014) juga menunjukkan bahwa penggunaan permainan komputer (Games Based Learning) dalam pelajaran matematika terbukti secara signifikan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa kepercayaan diri anak dibandingkan dengan pemberian tugas berbasis kertas sehingga, penggunaan
Math Games merupakan alat yang potensial untuk mengembangkan kepercayaan
diri dalam diri anak.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa fenomena terkait kepercayaan diri anak perlu mendapat perhatian dari banyak pihak. Perilaku tidak percaya diri akan berakibat pada perkembangan anak untuk ke depannya, tidak hanya di sekolah tetapi juga di keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang tepat agar anak dapat membentuk rasa percaya diri dalam dirinya, karena rasa percaya diri dibutuhkan anak tidak hanya untuk saat ini tetapi juga bagi kehidupan kedepannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk mengkaji tentang efektivitas math games terhadap kepercayaan diri anak, yang dirumuskan dengan judul penelitian sebagai berikut, “Efektivitas Math Games terhadap Keparcayaan Diri Anak Usia 5-6 Tahun”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi beberapa masalah yang terjadi, yaitu kepercayaan diri dalam diri anak TK masih belum berkembang secara maksimal.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi dengan penggunaan Math Games dan kepercayaan diri anak. Berikut penjelasan dari masing-masing variabel :
1. Math games merupakan salah satu permainan dengan menggunakan
konsep matematika
2. Kepercayaan diri adalah keyakinan terhadap kemampuan yang terdapat dalam diri anak, yang akan menimbulkan motivasi untuk berhasil melaksanakan tugas yang diberikan.
D. Rumusan Masalah
Dengan berpedoman pada latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka, peneliti dapat merumuskan masalah penelitian yaitu :” apakah math games memiliki efek positif terhadap kepercayaan diri anak usia 5-6 tahun? ”.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :”Untuk mengetahui seberapa besar efek positif math games terhadap kepercayaan diri anak usia 5-6 Tahun”.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ditinjau dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai kepercayaan diridalam melaksanakan pembelajaran di TK pada anak kelompok B. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Anak
Peserta didik dapat mengembangkan kepercayaan diri yang ada daam dirinya melalui math games (permainan matematika).
Guru mampu memberikan kegiatan yang bervariasi, menyenangkan, dan menarik dalam bentuk permainan ketika mengajar di kelas sehingga pembelajaran yang dilaksanakan di kelas tidak monoton dan dapat digunakan sebagai stimulus dalam mengembangkan kepercayaan diri dalam diri anak sejak dini.
c. Bagi Sekolah
1) Mampu memotivasi guru lain untuk melakukan penelitian.
2) Hasil penelitian dapat dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran sehingga tercapai perkembangan anak yang mengembangkan kepercayan diri anak melalui kegiatan math games.