Gandeng Pertamina, Mahasiswa
UNAIR Kembangkan Software
Pengukur Kadar Busa Pelumas
UNAIR NEWS – Dengan mendapat dukungan pendanaan dari DIKTI, lima mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, bekerjasama dengan PT Pertamina Persero kini sedang mengembangkan software pengukur kadar busa minyak pelumas. Hal baru ini dikembangkan, sebab selama ini alat uji kebusaan pada laboratorium PT Pertamina Persero masih dilakukan manual dan rentan terhadap ketidakakuratan pembacaan dan memungkinkan terdapat perbedaan persepsi hasil pengukuran yang berpengaruh pada standar kualitas uji suatu pelumas.Nadifah Taqwina Hartrining Pangestuti, ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi (PKM-T) FST UNAIR, mengatakan, kadar busa itu sendiri menjadi parameter dalam
quality control pelumas, karena sangat berpengaruh terhadap
keausan mesin.
”Jadi pengujian busa ini sangat penting untuk produk-produk pelumas yang digunakan pada kapal laut, misalnya,” kata Nadifa kepada pewarta, kemarin.
Bersama empat temannya yaitu Andin Istiqomatul Husnia, Mokhammad Deny Basri, Mokhammad Dedy Bastomi, dan Akhmad Afrizal Rizqi sepakat mengembangkan software ini karena terlecut oleh keadaan bahwa sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor terus meningkat. Ini kabar gembira bagi perusahaan yang bergerak di bidang transportasi bermotor, termasuk PT Pertamina Lubricants Gresik.
Hasil uji coba di lab sedang dipresentasikan (Foto: Dok Tim)
Apalagi dalam meningkatkan performa mesin kendaraan, sebagai perusahaan minyak terbesar di Indonesia, PT Pertamina dituntut menghasilkan produk pelumas berkualitas tinggi. Sehingga diperlukan pengujian parameter uji pelumas secara cepat dan akurat. Sehingga setelah mempelajari permasalahan dan praktik di lapangan, akhirnya dijalin kerja sama dengan Laboratorium quality control pelumas PT Pertamina Lubricants Gresik (PUG) dalam menginovasi salah satu alat parameter uji pelumas yakni
foaming test.
Sejalan hadirnya ajang tahunan program PKM-Penerapan Teknologi, lima mahasiswa UNAIR itu menjadikan pengembangan ini sebagai proposalnya yang diberi judul “Sistem Segmentasi
Citra Sebagai Pengukuran Tendensi dan Stability Volume Busa pada Foaming Test Pelumas di Laboratorium PT. Pertamina Lubricants Gresik Berbasis Borland Delphi 7”. Proposal ini
berhasil diterima dan dinilai layak untuk menerima dana hibah dari Dirjen DIKTI.
Diterangkan Nadifa, alat pengukuran kadar busa pelumas ini diberi nama “FoamLab” dimana software ini menggunakan sistem
image processing sebagai salah satu teknik pengukuran volume
untuk keperluan pengukuran tendensi dan stabiliti pelumas yang memanfaatkan kamera sebagai sensor dengan bahasa pemrograman delphi sebagai pengolah gambar dan video.
Tendensi dan stability itu merupakan parameter uji kebusaan. Tendensi sendiri adalah volume busa yang terbentuk saat 10 menit pertama, sedangkan stability merupakan volume busa yang tersisa saat lima menit dari pengukuran tendensi pada kondisi suhu dan sistem diffuser yang terkontrol.
Diakui oleh Nadifa Dkk, software ini masih harus melalui uji sertifikasi dan standardisasi pengukuran untuk dapat diterapkan di seluruh Lab. quality control PT. Pertamina di Indonesia. Sehingga saat tim ini sedang meng-kalibrasi FoamLab ini, dimana mereka yakin bahwa software FoamLab ini akan sangat membantu dalam uji kebusaan pelumas.
“Dengan alat ini maka hasil pengukuran uji busa menjadi akurat, saya tidak lagi berdebat dengan teman saat menentukan hasil. Apalagi alatnya bisa berjalan otomatis tanpa ditunggui, dan sangat mudah dioperasikan,” kata Komarudin, seorang analis laboratorium di PT Pertamina PUG ketika dimintai komentarnya. (*)
Penulis : Bambang Bes
Ahli Gizi FKM UNAIR Ini
Ciptakan Formula Biskuit dari
Ikan Lele
UNAIR NEWS – Siapa tak suka biskuit? Apalagi biskuit tersebut
keadaan tubuh konsumen. Ketika Anda memakannya, Anda tak perlu cemas dengan kandungan gizinya. Karena formula biskuit tersebut dibuat langsung oleh Dr. Annis Catur Adi, Ir., M.Si, ahli gizi FKM UNAIR.
Biskuit dengan formula gizi yang pas itu bernama Clarias. Nama Clarias sebenarnya berasal dari nama ilmiah ikan lele, yaitu
Clarias sp. Bahan utama yang digunakan untuk membuat Clarias
adalah tepung ikan yang terdiri dari kepala ikan, dan daging ikan. Dalam pengolahannya, tepung ikan lele itu dikombinasi d e n g a n p r o b i o t i k E n t e r o c o c o u s I S 2 7 3 5 y a n g d i
-mikroenkapsulasi (proses fisik bahan aktif seperti partikel
yang dikemas untuk melindungi suatu zat agar tetap tersimpan dalam keadaan baik pada saat digunakan, red).
Annis membuat formula berbeda yang diperuntukkan bagi balita, remaja, dan lanjut usia (lansia). Bahan utama yang digunakan untuk membuat Clarias bagi balita adalah tepung daging ikan lele yang mengandung banyak protein dan tiga nutrisi asam amino yang unik, yaitu Threonine, Methionine, dan Lysine.
“Pada serelia yang sering dikonsumsi oleh anak-anak balita, kandungan asam aminonya hanya sedikit. Padahal, rata-rata yang menyebabkan tubuh tak berkembang optimal adalah karena defisit asam amino. Pada lele, kandungan asam aminonya tinggi. Ini sudah diuji selama sepuluh hari kepada balita dengan berat badan rendah. Hasilnya, berat badan balita itu meningkat satu kilogram,” ujar Kepala Departemen Gizi FKM UNAIR itu.
Lain balita, lain pula untuk remaja dan lansia. Clarias bagi remaja, mengandung lebih banyak kalsium daripada protein. Kandungan kalsium bagi remaja bermanfaat untuk memaksimalkan pertumbuhan dan pengerasan tulang. Begitu pula Clarias bagi lansia. Sebab, pada usia lanjut, kejadian osteoporosis tengah berlangsung, sehingga tubuh memerlukan kalsium yang tinggi. “Saat remaja yang optimal adalah pembentukan tulang, sedangkan pada saat lansia kalsium bermanfaat untuk mengganti
tulang-tulang yang keropos. Ini perlu asupan makanan. Kita beri Clarias yang mengandung lebih banyak tepung dari kepala ikan lele,” ungkap Annis.
Salah satu produk biskuit olahan Dr. Annis Catur Adi, Ir., M.Si. ( Foto: Dokumentasi Pribadi)
Inovasi dan prestasi produk
Pria kelahiran Tulungagung itu menggunakan prinsip zero waste dalam mengolah ikan lele. Seluruh bagian tubuh ikan lele, seperti kepala dan daging diolah menjadi tepung. Pengubahan wujud menjadi tepung juga dilakukannya untuk menarik perhatian anak-anak yang tak doyan makan ikan. Bahan lainnya seperti kulit, oleh Annis dijadikannya keripik.
“Mengapa tepung? Pertama, karena bahan makanan hewani itu mudah rusak. Makanya kami berupaya untuk mengubah lele ini menjadi makanan yang tahan lama. Kedua, lele itu binatang yang kurang cakep ya. Apalagi kalau sasarannya untuk anak-anak, jadi kurang pas. Kalau udah jadi tepung kan mereka nggak tahu itu lele. Kalau kita mengubah lele hanya menjadi tepung, maka
ada bahan sisa. Padahal prinsip kami adalah zero waste. Kami juga ambil kulitnya, dan dibuatlah keripik,” tutur dosen berprestasi kedua UNAIR tahun 2014 itu.
Dari ikan berkumis pula, Annis bekerjasama dengan rekan-rekannya di bidang boga, berhasil mengolah ikan lele ke berbagai produk seperti biskuit, kerupuk, nugget, bakso, dan lain-lain. Sampai saat ini, telah lebih dari 20 bentuk makanan dari olahan ikan berkumis itu.
“Manusia kan punya selera jadi kami bikin variasi. Maka kami kembangkan tepung ikan lele. Kami bekerjasama dengan pandai boga. Sudah lebih dari 20 jenis yang sudah kita subtitusi dengan tepung ikan lele. Ini produk tradisional tapi bergizi proteinnya tinggi,” ucap Annis yang juga telah memiliki minipabrik di Bogor itu.
Seluruh inovasi lele yang ditawarkan Annis bermula dari penelitian disertasinya pada tahun 2009 saat menjalani studi di IPB. Dari penelitian, Annis membuat produk jadi berbentuk tepung dan biskuit, yang membuatnya meraih penghargaan sebagai karya inovatif terbaik dari Business Inovation Center dan Kemenristek tahun 2011.
Produknya ini sudah dipasarkan di beberapa stan makanan dan rumah sakit di daerah Jakarta dan Bogor. Sedangkan, di Jawa Timur, Annis berencana membuatnya bersama dengan para warga di eks lokalisasi Dolly dengan bantuan Pemkot Surabaya. Namun, selama ini, Clarias juga telah digunakan sebagai food
emergency di beberapa daerah bencana di Indonesia, seperti
gempa Padang, letusan Merapi, Gamalama, dan Kelud.(*) Penulis Defrina Sukma S.