• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Rosyadi FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Rosyadi FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa Barat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODELPEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Oleh: Rosyadi

FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa Barat

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),dan Untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang lebih baik antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Populasi dari penelitian ini adalah kelas VIII SMP Negeri 1 Balongan tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah 264 siswa. Dengan teknik simple random sampling terpilih 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas VIII D sebagai kelas eksperimen I yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas VIII G sebagai kelas eksperimen II yang pembelajarannya menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen I adalah 25,477 dan nilai rata-rata kelas eksperimen II adalah 22,722. Kemudian dengan menggunakan uji t diperoleh thitung = 2,04 dan dari tabel diperoleh

ttabel = 1,99 dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 dan dk = 38 + 36 – 2 = 72. Karena thitung

> ttabel maka H0 ditolak. Artinya Kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh

model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang memperoleh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

Kata kunci: Perbandingan, Kecerdasan Logis Matematis Siswa, Problem Based Learning (PBL),Contextual Teaching and Learning (CTL).

PENDAHULUAN

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dalam standar isi bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab. Berarti dapat disimpulkan bahwa pendidikan bertujuan

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sehingga dapat berguna untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Pendidikan tidak terbatas dalam waktu dan tempat namun dalam hal ini pendidikan yang dimaksud bukan bersifat informal melainkan bersifat formal meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa di sekolah, khususnya pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Dalam perkembangannya, matematika berperan sebagai alat yang efisien dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamzah B. Uno

(2)

(2010: 109) bahwa Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, karena ilmu matematika memberikan kebenaran beradasarkan alasan logis dan sistematis. Disamping itu, matematika dapat memudahkan dalam pemecahan masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut yang meliputi tahap obsevasi, menebak, menguji hipotesis, mencari analogi, dan akhirnya merumuskan teorema.

Matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika menjadi harapan semua pihak khususnya guru matematika namun kenyataannya keberhasilan siswa dalam mata pelajaran tersebut tergolong sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari pemeringkatan

Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati peringkat ke 61 dari 65 negara peserta pemeringkatan. PISA merupakan studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas IX SMP dan Kelas X SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy).

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia masih menduduki peringkat sangat rendah. Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam membentuk pendidikan yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan Cockroft yang dikutip Hamzah B. Uno (2010: 108) bahwa, “Matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari, bagi sains, perdagangan dan industri, dan karena matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang sangat singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi”. Ditengah pentingnya peranan matematika, bagi kebanyakan siswa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi dan dianggap paling sulit dipelajari, baik oleh siswa tingkat dasar, menengah maupun atas. Hal ini sejalan menurut E. T Ruseffendi (2006: 157) menyatakan bahwa, banyak konsep matematika yang difahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan banyak memperdayakan. Anggapan seperti itu akan menimbulkan perasaan takut, tidak suka, tidak berminat, bahkan benci terhadap matematika dan akhirnya akan membuang semua potensi serta semangat dan minat belajar. Hal ini tentunya akan mengakibatkan keberhasilan belajar matematika siswa menjadi kurang maksimal.

Kurang maksimalnya hasil belajar matematika siswa ini tidak bisa dilihat dari salah satu faktor saja, melainkan banyak faktor yang satu sama lain saling berpengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Sementara faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Menurut Shoimatul Ula (2013: 18) menyatakan bahwa faktor intern dibagi menjadi dua macam yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis terdiri dari kondisi fisiologis dan kondisi pancaindra, sedangkan untuk faktor psikologis terdiri dari kemampuan kognitif, kecerdasan, minat, bakat, motivasi dan perhatian. Faktor ektern dibagi menjadi dua macam yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya, sedangkan faktor instrumental terdiri dari kurikulum, program (model pembelajaran), guru, serta sarana dan fasilitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu kecerdasan Seseorang yang kecerdasannya tinggi, akan mudah mempelajari sesuatu. Ia akan mendapatkan kemudahan dalam proses belajar dan

(3)

konsekuensinya hasil belajar yang diperolehnya akan optimal dibandingkan seseorang yang kecerdasannya kurang. Menurut Howard Gardner yang dikutip oleh Shoimatul Ula (2013: 87) menyatakan bahwa manusia memiliki sembilan jenis kecerdasan yaitu, 1) kecerdasan linguisitik; 2) kecerdasan logis matematis; 3) kecerdasan ruang visual; 4) kecerdasan kinestetik-badani; 5) kecerdasan musikal; 6) kecerdasan interpersonal; 7) kecerdasan intrapersonaal; 8) kecerdasan naturalistik; 9) kecerdasan eksistensial.

Dalam penelitian ini, penulis berfokus kepada satu jenis kecerdasan yaitu kecerdasan logis matematis. Menurut Gardner yang dikutip Hamzah B.Uno (2010: 100) menyatakan bahwa, “Kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang berkaitan dengan berhitung atau menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pelajaran matematika dan kecerdasan logis matematis saling berkaitan tetapi kebanyakan guru belum mengetahui cara untuk mengembangkan kecerdasan logis matematis siswa. Menurut pendapat Hamzah B. Uno (2010: 102) bahwa pembelajaran logis matematis di sekolah dapat dikembangkan dengan baik, jika guru memiliki komitmen untuk menerapkan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kecerdasan logis matematis tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membangun diskusi dengan siswa tentang berbagai kesulitan yang mereka hadapi dalam belajar matematika. Diskusi tersebut bukan saja dapat memberikan masukan kepada guru tentang strategi apa yang paling tepat dapat diterapkan dalam pembelajaran, tetapi juga guru dapat melihat berbagai konsep atau topik yang perlu dioptimalkan siswa. Dalam hal pembelajaran, saatnya menggunakan paradigma pengoptimalan siswa, baik potensi intelektual maupun fisik. Mereka harus menjadi pelajar yang aktif, berani ditantang untuk menerapkan pengetahuan utama dan pengalaman baru mereka agar dapat memecahkan suatu masalah.

Berbagai model pembelajaran harus mendorong siswa dalam proses pembelajaran, bukan sekedar mentransfer informasi kepada siswa. Oleh karena itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan siswa untuk mengkontruksikan pengetahuan dalam proses kognitifnya. Model pembelajaran yang

dapat digunakan diantaranya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan

model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Rusmono

(2012: 78), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait situasi nyata dengan kondisi yang diharapkan. Masalah yang dimaksud bersifat nyata atau sesuatu yang menjadi pertanyaan-pertanyaan pelik bagi siswa. Menurut Riyanto (2014: 159) menyatakan

bahwa, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut (a) bagaimana kecerdasan logis matematis siswa yang

memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL); (b) bagaimana

kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL; (c) manakah kecerdasan logis matematis siswa yang lebih

baik antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

METODELOGI PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan model eksperimen dengan memberikan perlakuan. Menurut Sugiyono (2009: 107) metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang dapat digunakan untuk mencari pengaruh

(4)

perlakuan terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Menurut Nazir (2011:

226) perlakuan (dalam bahasa Inggris disebut treatment) adalah suatu set khusus yang

dikenakan atau yang dilakukan terhadap sebuah unit percobaan dalam batas-batas desain yang digunakan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini memerlukan dua kelas yaitu kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Kelas eksperimen I yaitu kelas yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

sedangkan kelas eksperimen II yaitu kelas yang pembelajarannya menggunakan

menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

Desain penelitian yang digunakan adalah: R: X1 O

R: X2 O

Keterangan: R : Sampel acak

X1 : Perlakuan untuk kelas eksperimen I (Kelas yang menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL)

X2 : Perlakuan untuk kelas eksperimen II (Kelas yang menggunakan model pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) O : Pemberian tes akhir (post test)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecerdasan logis matematis. Setelah

dilakukan pembelajaran kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) dan kelas yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diberikan soal-soal yang sama yang mengacu ke Indikator materi sebagai berikut (1) menghitung luas pemukaan kubus; (2) menghitung luas permukaan balok; (3) menghitung voleme kubus; (4) menghitung vulume balok; (5) menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan volume balok; dan (6) menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan volume kubus dan volume balok.

Sugiyono (2009: 148) menyatakan bahwa, “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian”. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini maka dibuatlah instrumen. Adapun instrumen dalam penelitian ini yaitu instrumen berupa tes dalam bentuk uraian, hal ini dikarenakan menggunakan tes uraian dapat mengukur ketelitian dan langkah-langkah menjawab soal. Tes diberikan dengan tujuan mendapatkan data untuk dianalisis dan diolah sehingga akan mendapatkan gambaran yang jelas dari masalah yang diteliti dan juga untuk mengukur hasil belajar kognitif yaitu pengetahuan dan pemahaman setelah dilakukan perlakuan yang berbeda. Instrumen berupa tes akhir yang dilakukan setelah mendapatkan perlakuan. Agar penelitian ini memperoleh kesimpulan dan data yang benar, dibutuhkan instrumen yang baik yaitu valid dan reliabel. Untuk mengukur ketepatan (validitas) dan keajegan (reliabilitas) instrumen tes tersebut, sebelumnya dilakukan uji coba instrumen terhadap siswa kelas IX SMP Negeri 1 Pasekan yang telah memperoleh pembelajaran tentang Bangun Ruang Sisi Datar. Untuk menjawab rumusan masalah no. 1 dan 2 adalah dengan menggunakan statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2009: 207) bahwa, “Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum”.

Dalam penelitian ini untuk menggambarkan data yang diperoleh digunakan statistik deskriptif. Deskripsi kecerdasan logis matematis akan ditunjukkan dengan (1)

(5)

Menyusun daftar distribusi frekuensi; (2) membuat histogram; (3) menentukan rata-rata skor; dan (4) menentukan standar deviasi. Untuk menjawab rumusan masalah no. 3 adalah dengan menggunakan statistik inferensial Uji kesamaan dua rata-rata. Menurut Sugiyono (2009: 209) bahwa, statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah diperoleh data hasil post-test, kemudian dilakukan pengolahan data, diperoleh kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) sebagai kelas eksperimen I dan yang menggunakan

model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai kelas eksperimen

II, dideskripsikan dengan

(6)

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen I

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen II

Untuk menunjukan perkembangan dan perbedaan suatu keadaan data secara visual antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, dapat dilihat pada histogram berikut ini:

Gambar 1. Histogram Kecerdasan Logis Matematis Kelas Eksperimen I

Dari daftar distribusi frekuensi dan histogram kelas eksperimen I di atas dengan jumlah 38 siswa, dapat dilihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa kelas ekperimen I memiliki skor

(7)

terkecil berada pada interval 13 – 16 yaitu sebanyak 4 siswa, skor terbesar pada interval 33 – 36 sebanyak 5 siswa, dan frekuensi terbanyak berada pada interval 21 – 24 yaitu sebanyak 10 siswa.

Gambar 2. Histogram Kecerdasan Logis Matematis Kelas Eksperimen II

Dari daftar distribusi frekuensi dan histogram kelas eksperimen II di atas dengan jumlah 36 siswa, dapat dilihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa kelas ekperimen II memiliki skor terkecil berada pada interval 12 – 15 yaitu sebanyak 4 siswa, skor terbesar pada interval 32 – 35 sebanyak 2 siswa, dan frekeunsi terbanyak berada pada interval 24 – 27 yaitu sebanyak 12 siswa.

Tabel 3. Data Perbedaan Hasil Tes Akhir

Dari tabel 3 di atas menunjukan bahwa rata-rata kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I adalah 25,477, varians 36,051, dan simpangan baku 6,004. Sedangkan rata-rata kecerdasan logis matematis kelas eksperimen II adalah 22,722, varians 30,006, dan simpangan baku 5,478. Berdasarkan skor rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan skor rata-rata kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I lebih tinggi dari skor rata-rata kelas eksperimen II. Tetapi perbedaan tersebut belum menjawab manakah kecerdasan logis matematis siswa yang lebih

baik antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan

Contextual Teaching and Learning (CTL).

Dari hasil uji analisis diketahui sebaran data berdistribusi normal dan variansnya homogen,

maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan uji-t untuk menguji perbedaan dua rata-rata.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa manakah yang lebih baik

antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan

Contextual Teaching and Learning (CTL). Hipotesis yang diajukan adalah kecerdasan logis

matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

(8)

Tabel 4. Data Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Berdasarkan table 4 di atas terlihat bahwa uji perbedaan dua rata-rata diperoleh thitung2,04. Pada

taraf signifikan α 0,05 dan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 38 + 36 – 2 = 72 diperoleh

ttabel1,99. Karena thitung >ttabel maka Ho ditolak. Berarti dapat disimpulkan kecerdasan logis

matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih

baik dari siswa yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

Hasil penelitian yang dilaksanakan dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah. Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan secara langsung dan pemecahan suatu masalah sehingga dapat membantu tujuan pembelajaran secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Imas

Kurniasih dan Berlin Sari (2014: 75) yang menyatakan bahwa, “Problem Based Learning (PBL)

atau pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar”. Sedangkan

model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan motivasi siswa

dalam pembelajaran dan melihat keterkaitan antara materi dengan kehidupan nyata sehingga dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif serta mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Agus Suprijono (2013: 82) yang menyatakan bahwa, contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi. Pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah. Dengan demikian hasil penelitian mengenai model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang telah dilakukan penulis sejalan dengan teori.

Setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada kelas

eksperimen I dan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas

eksperimen II terlihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I lebih baik daripada kelas eksperimen II. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dan pengolahan data tes akhir diperoleh skor rata-rata kelas eksperimen I yaitu 25,477 dan rata-rata kelas eksperimen II yaitu 22,722. Kemudian dari hasil uji-t kedua kelas diperoleh nilai thitung2,04dan pada taraf siginfikan 0,05 diperoleh ttabel 1,99. Hal ini menunjukkan thitung ttabel, berdasarkan kriteria pengujian

hipotesis maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis siswa

yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada

kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching

and Learning (CTL). SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut (1) pada kelas eksperimen I siswa yang pembelajarannya

menggunakan model Problem Based Learning (PBL), setelah diberikan tes akhir didapat skor

(9)

terbesar = 36 dari skor ideal 37; (2) pada kelas eksperimen II siswa yang pembelajarannya

menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL), setelah diberikan tes akhir didapat

skor rata-rata (x) = 22,722 dan simpangan baku = 5,478 dari skor ideal 37. Skor terkecil = 13 dan skor terbesar = 34 dari skor ideal 37; (3) kecerdasan logis matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang pembelajarannya

menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL).

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2013. Cooperativ Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar

E.T. Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya

dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Hamzah B Uno. 2010. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Imas Kurniasih dan Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena

M. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 2007. Jakarta:

Diperbanyak oleh BP Pustaka Karya

Rusmono. 2012. Pendekatan Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu untuk

Meningkatkan profesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indah

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

S. Shoimatul Ula. 2013. Revolusi Belajar. Yogyakarta: Ar – Ruzz Media

Gambar

Gambar 1. Histogram Kecerdasan Logis Matematis  Kelas Eksperimen I
Gambar 2. Histogram Kecerdasan Logis Matematis  Kelas Eksperimen II
Tabel 4. Data Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Referensi

Dokumen terkait

Penulis melakukan analisa produk yang lebih banyak diproduksi dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan klasifikasi ABC, kemudian melakukan peramalan terhadap data hisotri

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Gaya hidup berpengaruh secara parsial dan besar terhadap keputuasan masyarakat dalam belanja secara ol line menunjukkan

Women Roles on Climate Change Adaptation through Agroforestry in West Lampung District, Indonesia0. Conference Paper ·

menyantapnya, dan mempunyai cita rasa yang khas makanan bakar, seperti terlihat pada gambar 1. Berdasarkan hasil survey di Daerah Banten menunjukkan bahwa pengrajin sate

Panel yang pertama digunakan untuk pengecekan Panel Karakteristik yang meliputi Luminance, Color Temperature dan White Variation dengan posisi view angle yang berbeda-beda

Perencanaan merupakan proses penilihan informasi dalam pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan di masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan

Analisis pengaruh persepsi faktor manajemen keperawatan terhadap tingkat kepuasan perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang.Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang..

Ide marxisme dalam ideologi komunisme mencoba menghapus peran agama dalam kehidupan politik negara dengan cara tidak memperhatikan agama dari masing – masing individu,