PADA USIA AWAL DEWASA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Wigiastuti NIM: 039114095
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
“H idupku bukan lagi untuk diriku sendiri,
melainkan untuk D ia yang telah mati dan dibangkitkan
untuk menyelamatkan hidupku”
(2 Kor. 5: 15)
“… apabila api cinta I llahi mulai berkobar dalam hatiku,
maka pada saat itu timbullah hasrat
untuk membalas cinta-N ya dengan cintaku… ”
v
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTAKASIH ST. CAROLUS BORROMEUS
DAN SAUDARA-SAUDARA
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, November 2007
Penulis
vii
usia awal dewasa tengah: Program studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah sebagai anggota penuh kongregasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang difokuskan pada fenomena tertentu, yaitu kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah. Subjek penelitian ini adalah suster-suster kongregasi cintakasih St. Carolus Borromeus (suster CB) yang sudah berkaul kekal dan berusia antara 35 – 45 tahun, berjumlah 3 orang. Peneliti menentukan subjek berdasarkan pada kecocokan konteks atau kriteria yang telah ditentukan dan bukan representasi dari populasi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Tehnik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan yang mencantumkan indikator yang harus ditanyakan. Pertanyaan tidak harus sesuai urutan, dapat berubah dan bertambah sesuai dengan kondisi dan respon subjek saat di wawancarai. Langkah- langkah analisis sebagai berikut menulis tranksrip verbatim dengan memberikan keterangan waktu dan tempat pada setiap berkas, membaca transkrip verbatim dengan seksama, pengkodean pada transkrip verbatim, melakukan kategorisasi, interpretasi dan pembahasan hasil penelitian.
viii
usia awal dewasa tengah: Program studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
This research was aimed to know the description of the personal maturity of CB sisters who have made their final vows in their mid early adult ages as permanent members of the congregation. This research was descriptive qualitative research which focused on a certain phenomenon. The phenomenon discussed was the personal maturity of CB sisters who have made their final vows in their
mid early adult ages. The subject of this research are three sisters of charity of St. Carolus Borromeus congregation who have made their final vows and who are
between 35-45 years old. The researcher determined the subjects based on the appropriateness of the context or criteria which have previously been determined and were not representations of the CB sisters’ population who have made their final vows and who are in their early adult ages.
The data gathering in this research was done using interview method. The interview technique used was semi structured insterview. The interview was done by using a question guideline which include the indicators that should be asked. The questions were not required to be asked in order, they could be changed and added according to the conditions and responses of the subjects when interviewed. The steps of the analisys are as follow writing verbatim transcript by giving time and place information on each file, reading the verbatim transcript thoroughly, encoding the verbatim transcript, doing categorization, interpretation and research result discussion.
ix
“Hanya Tuhan yang tahu, dan Ia mulai bekerja dengan diam-diam.
Secara tidak nampak Ia mulai merentangkan tangan-Nya…” (EG. 15). Puji dan
syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Kasih dan karya Tuhan secara
berlimpah saya alami dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini. Tuhan yang
setia senantiasa membimbing dan memampukan saya untuk menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
Saya menyadari keterbatasan diri saya dan tidak akan mampu seorang
diri menyelesaikan penelitian ini. Proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini tentu
saja tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Sr. Sesilia, CB, beserta staff DPP kongregasi suster-suster cintakasih
St. Carolus Borromeus atas kesempatan, pendampingan dan segala macam
bentuk cinta yang telah saya terima selama studi.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.
3. Mbak Ari (Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si.) selaku Dosen Pembimbing
skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih atas kesabaran, ketelitian dan semangat mbak Ari yang
mendorong saya untuk bertekun dalam proses penulisan ini. Tuhan
x
sapaannya memberikan semangat bagi saya untuk maju.
5. Bapak Dr. T. Priyo Wid iyanto, M. Si. yang telah memberi inspirasi tema
penelitian ini dan menjadi teman berdiskusi tentang rancangan penelitian
ini. Saran dan masukan Bapak sangat membantu saya, terima kasih.
6. Bapak Dr. A. Supratiknya yang telah banyak membantu saya untuk
memaha mi tentang penelitian kualitatif.
7. Semua dosen Psikologi yang telah memberikan ilmunya, membuka
wawasan dan membantu saya berkembang, sehingga bisa menjadi bekal
dalam menjalankan perutusan selanjutnya.
8. Mas Muji, Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Doni dan Pak Gi’, terima
kasih telah menjadi sahabat selama saya studi, senyumannya…
sapaannya… gurauannya… membuat saya kerasan belajar di kampus ini.
9. Sr. Evarista, CB, yang setia mendampingi, memberi semangat dan
inspirasi- inspirasi selama saya menjalankan perutusan studi ini.
10.Sr. Krispiani, CB yang telah menjadi teman diskusi ketika akan melakukan
penelitian ini.
11.Para suster yang telah rela menjadi subjek penelitian ini. Keterbukaan dan
kepercayaan dalam mensharingkan pengalaman hidup, kerja sama dan
kerelaan Suster meluangkan waktu untuk proses penelitian sangat
membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Saya banyak belajar
xi
lelah dan jenuh dengan tugas-tugas studi, yang setia menemani ketika saya
mengerjakan tugas sampai larut malam. Terima kasih atas segala bentuk
cinta, sapaan, perhatian, dan dukungan doa-doanya.
13.Sr. Hetty, CB, Sr. M. Angela, CB, Sr. Mariati, CB, para Novis dan para
Postulan yang banyak membantu dalam tugas studi dan proses penulisan
tugas akhir ini. Terima kasih dukungan doa-doanya, kebersamaan di
komunitas Postulat-Novisiat banyak memberi inspirasi dan kesempatan
untuk mempraktekkan ilmu yang saya pelajari.
14.Sahabatku yang setia mendengarkan keluh kesah, yang mengerti
pergulatanku dalam pembuatan skripsi ini, Sr. Martina, CB. Terima kasih,
suster adalah teman yang setia dalam suka maupun duka. Sr. Elisia, CB
teman seperjuangan dalam tugas studi, ma’ kasih kita dapat saling
mendukung dan berbagi suka-duka dalam perutusan studi.
15.Sr. Valentina, CB, Sr. Oktaviani, CB, Sr. Aufrida, CB, Sr. Hermana, CB,
Sr. Terry, CB, Sr. Salesia, CB, Sr. Ina, CB, dan Sr. Astrid, CB yang telah
mendukung dengan doa-doa dan memberi semangat dalam proses hingga
akhir penelitian ini.
16.Para suster CB di St. Anna dan saudari-saudariku semua para suster CB
yang tidak bisa disebut satu per satu, yang mendukung baik dengan
doa-doa maupun melalui sapaan dan perhatiannya sehingga saya bisa
xii
mengerjakan skripsi ini, saya merasakan kehadiran Suster dan saya yakin
Suster mendoakan saya dari surga.
18.Keluargaku: Ibuku, Mas Pur, Mas Mur, Mbak Mur dan
keponakan-keponakanku semua, terutama Aryo yang menjadi sumber inspirasi dalam
mempraktekkan ilmu yang telah saya pelajari, terima kasih atas dukungan
doa-doa, perhatian dan cinta yang menyemangati saya menyelesaikan
tugas akhir ini. Bapak yang pasti mendoakanku dari surga, terima kasih.
19.Sahabat-sahabatku yang baik Mia-Benny, Indri, Benny, Nanang, Galih,
Wiwid, Any, Dhani, Devi, Rachel, Sadel, Anna, Diana, Lina, Marin,
Natalia, Christa, Risa, Sri, Tika, Felix, Uci, Eva, kebersamaan dengan
kalian adalah saat-saat indah yang tak mungkin kulupakan.
20.Semua teman-teman angkatan 2003 yang tak bisa disebut satu per satu,
saya bangga bisa menjadi bagian dari angkatan ini. Terima kasih atas
pengalaman indah yang telah kita lalui sejak semester I…, aku akan
mendoakan kalian semua.
21.Semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu per satu, terima kasih atas
segala macam bantuan dan keterlibatan Anda semua dalam proses
penyelesaian tugas studi saya. Semoga Tuhan memberkati dan membalas
niat baik Anda semua.
Yogyakarta, November 2007
xiii
Halaman
HALAMAN JUDUL ……….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN MOTO……….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi
ABSTRAK……… vii
ABSTRACK……… viii
KATA PENGANTAR………... ix
DAFTAR ISI……… xiii
DAFTAR TABEL……… xvi
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah………. 1
B. Rumusan Masalah……….. 9
C. Tujuan………. 9
D. Manfaat Penelitian……….10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 11
A. Kedewasaan Pribadi.……… 11
1. Pengertian kedewasaan pribadi………. 11
xiv
berkaul kekal………21
1. Pengertian religius wanita/ suster……….21
2. Pengertian kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus……….21
3. Tujuan, kharisma, visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus………... 23
4. Pedoman dan arah kongregasi dalam kapitel 2005………...26
5. Tahap-tahap hidup religius suster-suster CB………... 29
6. Pengertian suster CB yang sudah berkaul kekal………32
C. Perkembangan masa dewasa tengah………33
1. Pengertian masa dewasa tengah………. 33
2. Ciri-ciri orang pada masa dewasa tengah………...34
3. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah………35
D. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal………...36
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………43
A. Jenis Penelitian………43
B. Subjek Penelitian……….44
C. Batasan Penelitian………...44
D. Metode Pengumpulan Data……….47
E. Lokasi Penelititan………48
xv
A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian……….. 51
B. Deskripsi Subjek………. 53
C. Analisa Hasil Penelitian………... 53
D. Pembahasan Penelitian……… 61
1. Gambaran dinamika psikologis kedewasaan pribadi masing- masing subjek………... 61
2. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah……….. 80
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah……….… 106
4. Gambaran Menyeluruh tentang Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB yang sudah Berkaul Kekal pada Usia Awal Dewasa Tengah………... 109
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 120
A. Kesimpulan………... 120
B. Keterbatasan Penelitian ……….122
C. Saran ………. 123
xvi
Tabel 1.Dinamika Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB yang sudah
berkaul kekal sebagai anggota kongregasi menurut Allport……….. 42
Tabel 2. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 1………. 116
Tabel 3. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 2………. 117
Tabel 4. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 3………. 118
Tabel 5. Skema Hasil Penelitian Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB
yang Sudah Berkaul Kekal pada Usia Awal Dewasa Tengah……… 119
1 A. Latar Belakang Masalah
Perubahan dan kemajuan teknologi yang terjadi di dunia modern sekarang ini begitu cepat. Perkembangan jaman ini membawa dampak
dalam kehidupan masyarakat, baik dampak positif maupun negatif.
Kecanggihan teknologi telah menawarkan berbagai macam kemudahan
hidup. Kemajuan pesat di bidang informasi, komunikasi dan IPTEK
membawa dampak positif yaitu membantu manusia lebih efektif dan
maksimal dalam menjalankan profesi masing- masing.
Salah satu dampak negatif dari perubahan ini adalah orang menjadi
kurang mampu memilih nilai- nilai hidup karena banyaknya
tawaran-tawaran kemudahan yang dihadapi. Tawaran-tawaran-tawaran kenikmatan setiap
saat ditawarkan melalui media masa dan disajikan dengan begitu menarik,
sehingga orang yang melihat tergoda untuk menikmatinya. Hal ini juga
mendapat perhatian dari Gereja, seperti tertulis dalam nota pastoral sidang
KWI, 2004, butir no. 11, yaitu:
“Globalisasi membawa dampak negatif yaitu kabur atau hilangnya nilai-nilai tradisi yang sebelumnya diyakini sebagai pegangan hidup yang luhur dan meyakinkan. Akibat lainnya adalah membanjirnya arus informasi yang tidak selalu jelas mutunya namun berdaya manipulatif. Kita tidak begitu mudah membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membangun dan yang sesungguhnya merusak kehidupan, yang perlu dan yang sekedar mendatangkan kesenangan.”
Pengaruh dari perubahan dan perkembangan jaman ini cukup kuat
dikaji, terutama berhadapan dengan perubahan dan tantangan jaman yang
terus mendesakkan suatu pergeseran tertentu. Perubahan dan kemajuan di
segala bidang kehidupan ini juga berpengaruh terhadap kehidupan para
religius yang secara langsung memang berada di tengah perubahan tersebut.
Pengaruh dari perubahan itu misalnya, dahulu seorang religius
biasanya membawa rosario di dalam saku bajunya, tetapi sekarang ini
kebanyakan yang ada di dalam saku baju adalah hand phone (HP). Ada suatu cerita tentang penggunaan HP ini bagi kaum religus. Ada seorang
Romo yang tiba-tiba pergi meninggalkan misa yang sedang dipimpinnya,
tidak beberapa lama setelah hand phonenya berbunyi. Romo itu pergi bukan karena ada hal yang mendesak dan harus segera ditangani saat itu,
sehingga peristiwa ini menjadi bahan pembicaraan di komunitasnya (Agus
Jemi Karyadi. Andai Tuhan Bisa Di-SMS. Rohani no. 02 tahun ke-53,
Februari 2006. p.9). Pembatinan nilai-nilai hidup para religius pun telah
mengalami pergeseran.
Prasetyo (2001) menjelaskan bahwa pergeseran nilai- nilai hidup
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerapuhan pribadi. Perubahan dan
kemajua n yang terjadi di dunia modern, ternyata bagi sebagian orang
menghasilkan ketidakseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup
beriman yang terkadang sampai pada taraf kekaburan nilai. Kekaburan nilai
ini disebabkan oleh motivasi untuk mengejar pemenuhan kebutuhan
psikologis yang lebih disenangi daripada kesetiaan penghayatan iman.
Orang menjadi kurang dewasa dalam menyikapi tantangan hidup yang ada,
Seorang religius dipanggil untuk memberi kesaksian hidup dan
menjadi tanda apologetik bagi Gereja dan dunia. Tanda apologetik
mengumandangkan kepada semua insan untuk mengutamakan hal- hal yang
dari Allah di tengah-tengah bahaya materialisme, hedonisme, humanisme,
dan sekularisme (Prasetyo, 2001). Seorang religius yang dewasa akan
mampu memilih nilai- nilai dan sikap yang sesuai dengan panggilannya di
tengah-tengah tantangan jaman sekarang ini. Kedewasaan pribadi akan
memampukan seorang religius untuk bertekun dan berusaha maju dalam
panggilan hidup rohaninya sebagai biarawan-biarawati, sehingga dapat
memberi kesaksian hidup bagi orang lain.
Prasetyo (2001) lebih lanjut mengemukakan bahwa agar kaum
religius mampu menghadapi aneka tantangan jaman sekarang ini, maka
harus meningkatkan kualitas hidup rohaninya. Seorang religius diharapkan
memiliki keseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup beriman,
sehingga tidak mengalami kekaburan nilai. Kualitas hidup rohani ini dapat
ditingkatkan jika seorang religius setia dalam pengolahan hidup.
Pengolahan hidup yaitu suatu proses discerment (pembedaan roh) secara terus menerus untuk mencari kehendak Allah dalam setiap peristiwa hidup.
Sejauh mana keberhasilan seorang pribadi telah mengolah hidupnya dapat
dilihat dari kedewasaan pribadi orang tersebut.
Gordon Allport (1961) menjelaskan bahwa tingkah laku yang
menggambarkan maturity (dalam kamus lengkap psikologi diterjemahkan sebagai kedewasaan) pribadi banyak dipengaruhi oleh motivasi- motivasi
motivasi- motivasi yang ada dalam dirinya dan berkembang terus sejak
individu dilahirkan yaitu harapan- harapan, keinginan-keinginan,
ambisi-ambisi, cita-cita, maupun rencana-rencana hidup. Kedewasaan seseorang
dapat diketahui dari tujuan-tujuan, rencana-rencana dan
aspirasi-aspirasinya, yang nampak dari tingkah lakunya. Tidak semua orang dewasa
mencapai taraf kedewasaan/ kematangan yang penuh. Ada
individu-individu yang sudah dewasa namun motivasi- motivasinya masih bersifat
kekanak-kanakan.
Gordon Allport (dalam Boeree, 2004 dan Schultz, 2003)
menyebutkan beberapa kriteria kepribadian yang matang/ dewasa.
Kepribadian yang dewasa pertama-tama harus memiliki perluasan-diri
(extension of the self), yaitu mampu mengembangkan perhatian di luar dirinya dengan cara terlibat dan menikmati berbagai macam aktifitas yang
penuh arti (Schultz, 2003). Kedewasaan pribadi dapat dilihat dari
kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan yang hangat dengan orang
lain, memiliki rasa aman dan menerima diri sendiri. Pribadi yang dewasa
mampu menghargai orang lain sebagai pribadi, sebaliknya pribadi yang
kurang dewasa lebih banyak menuntut dan menghalangi kebebasan orang
lain (Kartono, 1980). Seorang yang dewasa memiliki orientasi yang
realistik terhadap dirinya sendiri (self-objectification) maupun terhadap kenyataan luar, yaitu mampu memahami diri sendiri. Pribadi ini mampu
memperhatikan hubungan positif dengan dirinya sendiri dan dengan
obyek-obyek yang disenangi, serta pada saat yang sama mampu menyadari adanya
bahwa individu memiliki suatu filasafat hidup yang mempersatukan yaitu
nilai- nilai hidup yang berakar dari nilai-nilai agama atau nilai-nilai etis.
Kriteria-kriteria kedewasaan yang seperti inilah, yang diharapkan dimiliki
oleh seorang pribadi yang dewasa.
Para suster CB sebagai religius wanita yang aktif berkarya di tengah
arus jaman sekarang ini, juga mengalami permasalahan kedewasaan pribadi
para anggotanya dalam menghadapi tantangan hidup yang ada. Tujuan dari
kongregasi suster-suster cinta kasih St. Carolus Borromeus adalah berdaya
upaya dengan segenap hati, agar Tuhan dimuliakan dengan menguduskan
diri serta melaksanakan berbagai karya bakti untuk membantu sesama yang
mengalami kesesakan hidup dan yang berkekurangan (Konstitusi hal. 7).
Para suster CB diharapkan dapat memberi kesaksian hidup dan membawa
keselamatan bagi sesama dalam setiap karya-karyanya. Perkembangan dan
perubahan jaman yang ada memberi tantangan yang tidak mudah dalam
usaha mewujudkan tujuan kongregasi tersebut. Pribadi yang dewasa dan
berkualitaslah yang akan mampu menghadapi segala tantangan yang ada.
Pada kenyataannya pribadi yang dewasa itu belum sepenuhnya
dimiliki oleh para suster CB. Beberapa umat dan rekan kerja suster CB
mengungkapkan bahwa ada banyak hal positif yang dilihat dari kesaksian
hidup para suster CB, namun ada pula pandangan negatif yang spontan
muncul ketika ditanya tentang suster CB. Kesaksian hidup yang ditangkap
negatif itu misalnya suster CB yang sukses dalam karya yang dilakukan
cenderung untuk bekerja sendiri. Beberapa umat mengatakan bahwa suster
CB itu kesannya galak, sombong dan menakutkan.
Hasil refleksi suster-suster CB yang bertugas studi (18-28 Juli,
2006) menemukan beberapa keprihatinan yang ada dalam kehidupan para
suster CB saat ini dan menjadi masalah dalam peningkatan kualitas pribadi.
Penghayatan nilai hidup doa oleh beberapa suster telah mengalami
pergeseran, yaitu doa yang merupakan sarana berelasi dengan Tuhan sudah
tidak lagi menjadi pusat hidup dan diganti dengan kegiatan yang lainnya.
Godaan yang ditawarkan melalui TV ternyata cukup menarik juga dimana
kadang menonton sinetron bisa mengalahkan tanggung jawab dan aktifitas
yang lain dalam hidup bersama di komunitas (seperti doa atau makan
bersama), sehingga mengganggu keselarasan dalam hidup bersama di
komunitas.
Jabatan atau kekuasaan yang sebenarnya merupakan sarana untuk
melayani, tanpa disadari mulai bergeser menjadi suatu tujuan. Gelar
kesarjanaan yang disandang, kadang menjadi alasan untuk meminta prioritas
tugas pada jabatan tertentu. Fasilitas yang disediakan untuk mendukung
pelayanan (misalnya mobil, motor, dan HP) kadang disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi, sehingga memberi kesaksian hidup yang kurang baik.
Beberapa suster menampakkan gejala semakin melemah daya juangnya
dalam menghadapi tantangan hidup yang ada. Hal ini terlihat dari
ketidakmampuan bertahan dalam menghadapi kesulitan, bahkan berusaha
Keprihatinan-keprihatinan yang telah ditemukan dalam refleksi
bersama tersebut menunjukkan tanda-tanda bahwa para suster CB masih
belum sepenuhnya memiliki kedewasaan pribadi yang memampukan dalam
menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Beberapa suster CB belum
sepenuhnya memiliki keseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup
beriman, sehingga mengalami kekaburan nilai yang nampak dalam
kesaksian hidupnya. Permasalahan ini menarik untuk diteliti, dimana para
suster CB yang diharapkan dapat memberi kesaksian hidup dan membawa
keselamatan bagi sesama dalam setiap karya-karyanya, ternyata belum
sepenuhnya dirasakan oleh umat yang dilayani.
Subjek yang dalam penelitian ini adalah suster-suster CB yang
sudah berkaul kekal, usia antara 35-45. Pemilihan subjek yang sudah
berkaul kekal, karena para suster yang berkaul kekal merupakan anggota
tetap kongregasi yang ikut bertanggung jawab penuh atas kelangsungan
hidup kongregasi. Seorang suster diperkenankan untuk mengikrarkan kaul
kekal, apabila ia dianggap mampu menjalani hidup dalam kongregasi serta
telah mencapai suatu taraf kematanga n rohani (Konstitusi 90, 2004).
Kedewasaan pribadi yang nampak dalam kemampuan menjalani hidup
bersama dan karya di kongregasi serta dianggap telah matang dalam hidup
rohani inilah yang menjadi syarat seorang suster CB bisa mengikrarkan
kaul kekal.
Pada kenyataannya, muncul keprihatinan juga terhadap suster-suster
yang sudah berkaul kekal ini. Di kalangan kaum religius sering terdengar
bebas, sehingga bisa bebas dan bersikap dengan menggunakan berbagai
fasilitas yang tidak sesuai dengan penghayatan kaulnya (Margaretha RN,
RGS. Seperti Kuda Lepas Kendali. Rohani no. 07 tahun ke-50, Juli 2003.
p.32). Kaul kekal kadang masih menjadi tujuan hidup sehingga setelah
mengikrarkan kaul kekal merasa tujuannya sudah tercapai dan bisa hidup
bebas, tidak seperti ketika yunior yang masih mendapat penilaian agar
diijinkan untuk mengikrarkan kaul kekal. Pertimbangan peneliti memilih
subjek sudah berkaul kekal dan berusia 35-45 tahun, adalah berdasarkan
keprihatinan yang ada ini. Pada usia ini, biasanya seorang suster masih
dalam masa-masa belum lama menjalani hidup sebagai seorang suster yang
sudah berkaul kekal.
Suster yang berusia usia 35-45 tahun pada tahap perkembangan
adalah merupakan awal memasuki masa dewasa tengah. Salah satu ciri
individu pada awal memasuki masa dewasa tengah ini adalah individu harus
membuat penyesuaian-penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan
fisik yang dialami dan penyesuaian terhadap peranan-peranan hidup yang
berubah, yang sudah tidak seperti ketika masih usia dewasa awal (Mappiare,
1983). Situasi peralihan dari masa dewasa muda ke dewasa tengah ini
tentunya berpengaruh terhadap keadaan psikis seseorang.
Seorang suster yang sudah berkaul kekal dianggap sudah dewasa
secara pribadi maupun rohani, merekalah yang bertanggung jawab dan
terlibat penuh dalam karya yang dimiliki kongregasi. Para suster yang sudah
berkaul kekal ini sudah mulai menerima tugas untuk memimpin karya.
dewasa tengah (usia 35-45 tahun) dan harus bertanggung jawab penuh atas
kelangsungan hidup karya tentu tidak mudah, karena masa peralihan ini
tentu berpengaruh terhadap keadaan psikis dan kematangannya.
Penelitian tentang kedewasaan pribadi suster CB ini menjadi cukup
penting, karena akan memberi gambaran bagaimana kedewasaan pribadi
suster CB yang sudah berkaul kekal. Para suster CB yang sudah berkaul
kekal ini adalah anggota yang bertanggung jawab penuh terhadap
kelangsungan hidup kongregasi di tengah tantangan jaman sekarang ini.
Kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal akan
memampukannya untuk dapat memberi kesaksian hidup dan membawa
keselamatan bagi sesama dalam setiap karyanya, sesuai dengan tujuan
kongregasi ini didirikan. Penelitian ini juga akan memberikan sumbangan
pada fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, karena belum pernah
ada penelitian tentang kedewasaan pribadi di fakultas ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kedewasaan pribadi 3
suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal masa dewasa tengah.
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
gambaran kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
Pengembangan teori tentang kedewasaan pribadi yang telah ada, di
mana penelitian ini lebih difokuskan pada kedewasaan pribadi para
suster/ biarawati sehingga bisa menjadi tambahan referensi bagi
penelitian tentang kedewasaan pribadi terutama pada kaum religius.
2. Manfaat Praktis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Para suster CB yang sudah berkaul kekal
Hasil penelitian ini bisa memberikan informasi berupa gambaran
kedewasaan pribadi para suster CB khususnya yang sudah berkaul
kekal dan pada tahap usia awal dewasa tengah, sehingga dapat
menjadi bahan refleksi dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan
pembinaan diri terus menerus (on going formation).
b. Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus
Hasil penelitian bisa memberikan informasi berupa gambaran
kedewasaan pribadi para suster CB khususnya yang sudah berkaul
kekal dan pada tahap usia awal dewasa tengah, sehingga diharapkan
dapat bermanfaat bagi kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus
Borromeus untuk melihat kembali perjalanan pembinaan yang telah
dilakukan, mengevaluasi dan melakukan pembaharuan yang
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup anggotanya menjadi
11 A. Kedewasaan Pribadi
1. Pengertian Kedewasaan Pribadi
Beberapa ahli telah banyak menuliskan tentang kedewasaan
pribadi yang pengertiannya ditekankan sesuai dengan teori
masing-masing. Monks, dkk (1989) melukiskan tentang kedewasaan adalah suatu
integrasi dari kebutuhan dan kemampuan individual dengan pengharapan
dan tuntutan masyarakat. Beberapa ahli menterjemahkan kata maturity ke dalam bahasa Indonesia sebagai kata kedewasaan. Chaplin (2005) dalam
kamus lengkap psikologi menjelaskan tentang maturity (kedewasaan) adalah perkembangan penuh dari intelegensi dan proses-proses emosional.
Istilah maturity dalam teori Allport diterjemahkan sebagai kata kedewasaan oleh Monks, dkk, terjemahan ini yang akan dipakai dalam
penulisan penelitian ini (Monks, dkk, 1989). Allport berpendapat bahwa
kedewasaan pribadiadalah perkembangan diri yang menyeluruh meliputi
kesadaran akan indra jasmani, perasaan identitas-diri, harga diri, perluasan
diri, gambaran diri, pelaku rasional, dan perjuangan proprium
(memperhatikan masa depan, tujuan dan cita-citanya). Kedewasaan
pribadi juga merupakan kemampuan untuk berperilaku adaptif dan stilistik
dalam menanggapi stimulan dari luar (Schultz, 2005, Boeree, 2004 dan
Hall & Lindzey, 2006).
Kesimpulan dari berbagai penjelasan di atas, pengertian
dengan mengintegrasikan semua segi-seginya, serta kemampuan
berperilaku adaptif dalam menanggapi realitas di luar dirinya dan
harapan-harapan masyarakat terhadap dirinya, untuk mencapai tujuan hidupnya.
2. Kriteria-kriteria kedewasaan pribadi
Allport (1961) (dalam Schultz, 2004 dan Shelton, 1988)
menjelaskan kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ke dalam 6 kriteria utama
yaitu: perluasaan perasaan diri; hubungan diri yang hangat dengan orang
lain; keamanan emosional (penerimaan diri); memiliki persepsi,
kemampuan dan tugas-tugas yang realistis; obyektivikasi diri (memiliki
wawasan dan rasa humor); mempunyai filsafat hidup yang menyatukan.
Kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ini yang akan dilihat dari para suster
CB yang sudah berkaul kekal.
a. Perluasan perasaan diri.
Seorang pribadi yang dewasa mampu mengatasi dirinya
sendiri. Kedewasaan dipandang sebagai investasi diri sendiri dalam
kegiatan-kegiatan yang tujuannya melampaui dirinya yang sekarang.
Orang yang dewasa mengembangkan perhatian-perhatian di luar
dirinya, ikut terlibat dalam interaksi dengan orang lain. Orang harus
menjadi partisipan yang langsung dan penuh, meluaskan diri ke dalam
aktifitas.
Aktifitas yang dilakukan harus relevan dan penting bagi diri,
harus berarti sesuatu bagi orang tersebut. Aktifitas itu lebih berarti
memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lain juga. Semakin seseorang
terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas atau orang atau ide,
maka ia akan semakin dewasa.
b. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain.
Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan
dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk keintiman/ keakraban dan
kapasitas untuk terharu. Pribadi yang dewasa menginginkan keakraban
dengan orang lain dan mempunyai keprihatinan yang mendalam
terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain. Perhatian dari orang yang
telah dewasa diwujudkan dengan bagaimana ia dapat memberikan
cinta pada orang lain, cinta yang tanpa syarat dan tidak mengikat.
Perasaan terharu sebagai tipe kehangatan yang kedua lebih
diwujudkan dalam memahami kesakitan-kesakitan,
penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang
merupakan ciri kehidupan manusia. Pribadi yang dewasa sabar
terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mudah menghakimi dan
menghukum orang lain. Kedewasaan pribadi memampukan orang
menerima kelemahan-kelemahan manusia karena sadar bahwa diri
sendiri juga memiliki kelemahan-kelemahan.
c. Keamanan emosional (penerimaan diri).
Pribadi yang dewasa cenderung bersikap realistis terhadap
keadaan dirinya. Pribadi ini mampu menerima semua segi yang ada
dalam dirinya termasuk kekurangan-kekurangannya dan menanggapi
memampukan seseorang untuk mengkontrol dorongan-dorongan
dalam dirinya, termasuk dorongan seks tanpa menjadi tertekan.
Pribadi yang dewasa mampu mengontrol emosi-emosi yang
muncul, sehingga emosi-emosi ini tidak mengganggu aktifitas-aktifitas
antar pribadi. Kontrol bukan merupakan represi tetapi emosi-emosi
lebih diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih
konstruktif. Kualitas dari keamanan emosional ini terwujud juga dalam
reaksi terhadap tekanan dan hambatan dari kemauan/ keinginan diri,
bersikap sabar terhadap kekecewaan. Kedewasaan pribadi
memampukan seseorang dalam menghadapi frustasi, kekecewaan dan
berbaga i macam keragu-raguan.
d. Persepsi, kemampuan dan tugas-tugas yang realistis.
Pribadi yang dewasa memandang dunianya secara obyektif dan
memiliki gagasan yang realistis sesuai dengan kemampuannya. Pribadi
ini akan mengarahkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pada
pekerjaan atau tugas, serta memiliki komitmen terhadap
tugas-tugasnya. Ia mempunyai keinginan yang sehat untuk melibatkan diri
dalam tanggung jawab dan mampu mengemban tanggung jawab itu
dengan berhasil. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan
perasaan kontiunitas untuk hidup.
e. Pemahaman diri (insight dan rasa humor).
Pribadi yang dewasa mengenal dirinya dan mempunyai
pemahaman diri yang obyektif mengenai siapa dirinya. Pengenalan
perbedaan antara gambaran diri yang dimiliki dengan keadaan dirinya
yang sesungguhnya. Semakin dekat hubungan antara kedua gagasan
ini, maka semakin dewasa individu tersebut. Pemahaman akan dirinya
ini akan meningkatkan interaksinya dengan orang lain dan dengan
dunia luar. Orang yang dewasa terbuka pada pendapat orang lain
dalam merumuskan suatu gambaran diri yang obyektif.
Pribadi yang mampu memahami dirinya secara obyektif ini,
mempunyai rasa humor yang memungkinkan dia menerima
kekurangan dan kekecewaan dirinya dengan senang hati. Rasa humor
dan pemahaman terhadap diri sendiri berjalan seiring. Seorang pribadi
yang dewasa sadar bahwa ia menghadapi berbagai macam situasi
hidup dan sadar akan keterbatasan kemampuannya dalam menghadapi
berbagai situasi dan tuntutan hidup yang dihadapinya. Pribadi ini
mampu menertawakan dirinya sendiri.
f. Filsafat hidup yang mempersatukan.
Seorang pribadi yang dewasa mampu mengembangkan filsafat
hidup yang menyatukan berbagai macam unsur nilai, tujuan, dan
pandangan-pandangan, yang membuat hidupnya menjadi terarah. Arah
itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu tujuan
(atau rangkaian tujuan) dan memberikan orang tersebut suatu alasan
untuk hidup. Pribadi yang dewasa memiliki nilai-nilai hidup yang kuat
untuk mempersatukan semua segi kehidupannya dan memiliki
aspirasi-aspirasi ke depan. Agama dan iman kepercayaan yang dipilih
Suara hati juga ikut dalam suatu filsafat hidup yang
mempersatukan. Suara hati yang dewasa adalah suatu perasaan
kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada orang
lain, yang mungkin berakar dalam nilai- nilai agama atau nilai- nilai
etis.
Berdasarkan penjelasan mengenai kriteria-kriteria kedewasaan
pribadi dapat disimpulkan bahwa pribadi yang dewasa mempunyai ciri-ciri
yang sesuai dengan kriteria-kriteria di atas. Kemampuan seseorang dalam
menguasai setiap kriteria juga terkait dengan bagaimana ia menguasai
kriteria-kriteria yang lain. Kelemahan pada salah satu kriteria dapat
menghambat kriteria yang lain dalam mewujudkan kedewasaan pribadi.
Perbedaan seseorang dalam mewujudkan kriteria-kriteria kedewasaan
pribadi ini yang mengakibatkan perbedaan gambaran kedewasaan
pribadinya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi.
Allport (1961) (dalam Boeree, 2004 dan Schultz, 2003)
menjelaskan bahwa tingkah laku yang menggambarkan kedewasaan/
kematangan pribadi banyak dipengaruhi oleh motivasi- motivasi yang ada
dalam diri orang tersebut. Tingkah laku manusia didorong oleh
motivasi-motivasi yang ada dalam dirinya dan berkembang terus sejak individu
dilahirkan yaitu harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi,
cita-cita, maupun rencana-rencana hidup. Pada umumnya, seseorang dapat
yaitu rencana-rencananya. Kedewasaan seseorang dapat diketahui dari
tujuan-tujuan, rencana-rencana dan aspirasi-aspirasinya, yang nampak dari
tingkah lakunya. Tidak semua orang dewasa mencapai taraf kedewasaan/
kematangan yang penuh. Ada individu- individu yang sudah dewasa
namun motivasi- motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan.
Orang yang dewasa didorong maju oleh suatu visi masa depan, di
mana visi tersebut (dengan tujuan-tujuannya yang khusus) mempersatukan
kepribadian (Allport dalam Schultz, 2003). Allport lebih lanjut
menjelaskan betapa penting dan besar pengaruhnya bagi perkembangan
kedewasaan seseorang, meskipun tujuan yang dicita-citakan oleh orang
yang dewasa pada hakekatnya tidak dapat dicapai. Tujuan terakhir akan
menarik seseorang dari subtujuan ke subtujuan lain, namun tetap selalu
dalam masa depan yang tidak dapat dijangkau sampai mati. Tujuan yang
tidak dapat dijangkau sampai mati ini, akan terus memberi kekuatan
pendorong yang mengarahkan kehidupan dan mengintegrasikan serta
mempersatukan semua segi kepribadian. Seorang pribadi yang dewasa
akan mengembangkan suatu motif baru untuk menggantikan motif yang
lama.
Sifat-sifat yang dimiliki seseorang juga berpengaruh terhadap
kedewasaan pribadi, karena tingkah laku yang menampakkan kedewasaan
seseorang didorong oleh sifat-sifat yang dimilikinya. Sifat pada Allport
Konsep diri (self) merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kedewasaan pribadi seseorang. Allport (dalam Schultz,
2003) dalam teori-teorinya menggunakan istilah proprium untuk menggantikan kata diri. Proprium terdiri dari hal- hal atau proses-proses yang penting yang bersifat pribadi bagi seseorang, segi-segi yang
menentukan kedewasaan dan keunikan pribadi seseorang. Proprium
merupakan prasyarat terbentuknya suatu kedewasaan pribadi seseorang,
dan mengalami perkembangan sejak masa bayi hingga dewasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan proprium dalam diri seseorang adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan keluarga yaitu orang tua, pola asuh orang tuanya dan
lingkungan tempat tinggalnya, terutama ketika masih dalam tahap
perkembangan anak-anak.
b. Lingkungan sosial yang lebih luas misalnya lingkungan sekolah
(guru-guru dan teman-temannya).
c. Aturan-aturan, harapan-harapan dan nilai- nilai hidup baik yang ada
dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat pada umumnya.
Ketiga hal di atas akan mempengaruhi perkembangan proprium
hingga membentuk kedewasaan pribadi seseorang. Lingkungan keluarga,
pola asuh orang tua dan lingkungan tempat tinggalnya akan membentuk
perkembangan diri jasmaniah, identitas diri, harga diri dan gambaran diri
seseorang.
Seorang bayi dalam proses pertumbuhannya akan mengembangkan
orang lain dan benda-benda sekitarnya. Tahap perkembangan kedua
adalah seorang anak akan belajar mengenal identitas dirinya yang berbeda
dengan orang lain, misalnya nama, melihat gambaran dirinya melalui
cermin. Tahap ketiga adalah perasaan akan harga diri yang diperoleh dari
orang-orang di sekitarnya, terutama dari orang tuanya ketika anak berusia
kira-kira 2 tahun dan usia 6-7 tahun harga diri ditentukan oleh semangat
bersaing dengan teman-temannya. Tahap selanjutnya, seorang anak akan
mengembangkan dasar suatu perasaan bertanggung jawab moral untuk
merumuskan tentang tujuan-tujuan dan intensi- intensinya dengan belajar
dari harapan- harapan orang tua terhadap dirinya yang akan membentuk
gambaran dirinya.
Aturan-aturan dan harapan-harapan baru yang dipelajari dari
guru-guru dan teman-teman sekolah memberikan aktivitas-aktivitas dan
tantangan-tantangan intelektual yang akan membentuk kedewasaan
pribadinya. Pengalaman ini membuat anak belajar memecahkan
masalah-masalah dengan proses-proses yang logis dan rasional secara dewasa.
Pada tahap terakhir perkembangan proprium individu mencari identitas dirinya sebagai orang yang dewasa dengan memperhatikan masa
depan, tujuan-tujuan dan impian-impian hidupnya. Aspirasi-aspirasi dan
harapan-harapan yang muncul juga dipengaruhi oleh nilai- nilai dan
harapan-harapan yang ada dalam masyarakat terhadap identitas diri
seseorang. Hal ini akan terus mendorong seseorang mencapai kedewasaan
Suatu kegagalan atau kekecewaan yang besar pada setiap tahap
dapat melumpuhkan penampilan-penampilan tahap-tahap berikutnya dan
menghambat integrasi kepribadian yang harmonis.
Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan
kedewasaan pribadi, meskipun seorang pribadi yang dewasa tidak terikat
pada masa- masa sebelumnya. Interaksi dengan orang-orang dan
lingkungan sekitarnya, tantangan-tantangan, aturan-aturan, nilai- nilai,
harapan-harapan yang ada yang ada dalam masyarakat, dan kepercayaan
yang diperoleh melalui pengalaman sejak kecil mempengaruhi proses
perkembangan kedewasaan pribadi seseorang.
Kesimpulan dari penjelasan-penjelasan di atas adalah bahwa
perbedaan tingkat kedewasaan pribadi dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kedewasaan pribadi adalah
sifat-sifat yang dimiliki yang akan membentuk motivasi- motivasi yang
mendorong tingkah lakunya. Motivasi- motivasi ini dapat berupa
harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi, cita-cita, maupun
rencana-rencana hidup. Faktor eksternal yang mempengaruhi kedewasaan pribadi
antara lain interaksi dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya,
tantangan-tantangan, aturan-aturan dan nilai- nilai yang ada dalam
masyarakat. Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting
dalam perkembangan kedewasaan pribadi, meskipun seorang pribadi yang
B. Suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus yang sudah berkaul kekal.
1. Pengertian religius wanita/ suster.
Jacobs (1986, 1987) menjelaskan bahwa seorang religius wanita/
biarawati yang dalam kehidupan sehari- hari biasa disebut suster, adalah
mereka yang memilih cara hidup untuk menghayati Injil yang khusus dan
istimewa di dalam Gereja, tidak membangun keluarga dan mempunyai
cara hidup yang khusus. Kekhususan dari cara hidup seorang suster/
religius wanita adalah membaktikan hidupnya secara total pada Allah
dengan mengrikarkan kaul dan mengikat diri untuk menepati kaulnya
yaitu keperawanan, kemiskinan dan ketaatan dalam kongregasi tertentu.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa religius wanita/ biarawati/
suster adalah seorang wanita kristiani yang memilih hidup tidak menikah/
tidak membangun keluarga, berkomitmen seumur hidup membaktikan dan
menyerahkan hidupnya secara total pada Allah dengan mengikrarkan kaul
dan hidup sesuai kaulnya (keperawanan, kemiskinan dan ketaatan) dalam
aturan kongregasi tertentu.
2. Pengertian kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus.
a. Pengertian kongregasi religius.
Panitia spiritualitas (1979) menjelaskan bahwa istilah tarekat religius biasa juga dikenal sebagai ordo atau kongregasi religius.
maksud dan arti yang sama dengan istilah tarekat yang ada dalam kitab
hukum kanonik (KHK). Piet Go (1996) menjelaskan bahwa dalam
KHK 1983 tidak memakai istilah ordo atau kongregasi yang lazim
dipakai di kalangan kaum religius, tetapi memakai kata tarekat religus.
Pengertian tarekat atau kongregasi religius menurut kitab hukum
kanonik adalah:
Serikat di mana para anggota menurut hukum masing-masing mengikrarkan kaul-kaul publik kekal atau sementara, namun pada waktunya harus diperbaharui, dan melaksanakan hidup persaudaraan dalam kebersamaan. (Kan. 607 § 2).
Secara ringkas, kongregasi religius adalah suatu persekutuan di
mana para anggotanya mengikrarkan kaul-kaul publik kekal maupun
sementara menurut hukum masing- masing, dan melaksanakan hidup
persaudaraan dalam kebersamaan.
b. Klasifikasi kongregasi religius.
Kitab hukum kanonik mengklasifikasikan tentang hidup bhakti
dalam dua klasifikasi, antara lain:
Tarekat hidup bakti disebut bertingkat kepausan, jika didirikan oleh Takhta Apostolik atau telah disetujui dengan suatu dekret resmi; namun disebut bertingkat diosesan, jika didirikan oleh Uskup diosesan dan belum memperoleh dekret aprobasi dari Apostolik. (Kan. 589).
Ada dua klasifikasi kongregasi religius yaitu tingkat kepausan
dan tingkat keuskupan. Kongregasi yang didirikan atau disahkan oleh
Takhta Apostolik/ Paus disebut tarekat/ kongregasi bertingkat
kepausan. Kongregasi/ tarekat yang didirikan atau diakui oleh seorang
Uskup diosesan dan belum mendapat pengakuan dari Paus disebut
c. Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus.
Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus
sesuai tertulis dalam konstitusi adalah kongregasi religius yang
bertingkat kepausan. Kongregasi ini didirikan oleh Elisabeth Gruyters
(1789-1864) pada tanggal 29 April 1837, di Maastricht, Nederland,
dan diakui oleh Tahta Suci/ Paus tanggal 14 Desember 1856 dengan
pengesahan konstitusi yang pertama (Konstitusi hal. 5, 2004).
Kesimpulan dari berbagai pengertian tentang kongregasi di atas,
dapat disimpulkan bahwa kongregasi suster-suster cinta kasih Carolus
Borromeus adalah persekutuan para suster/ religius wanita yang bertingkat
kepausan dan didirikan oleh Elisabeth Gruyters pada tanggal 29 April
1837 di Nederland, di mana para anggotanya mengikrarkan kaul sesuai
dengan konstitusi yang dibuat oleh pendiri dan menghayati hidup
persaudaraan dalam kebersamaan.
3. Tujuan, kharisma, visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus.
a. Tujuan kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus.
Tujuan kongregasi suster-suster CB seperti yang tertulis dalam
konstitusi ialah mengupayakan dengan segenap hati, agar Tuhan
dimuliakan dengan menguduskan diri serta melaksanakan berbagai
karya bakti untuk membantu sesama yang mengalami kesesakan hid up
Tujuan yang dirumuskan oleh pendiri kongregasi inilah yang
akan dihidupi dan dicapai oleh seluruh anggota, yaitu memuliakan
Tuhan dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai karya
kerasulan membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan
berkekurangan.
b. Kharisma kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borrmeus.
Kharisma adalah anugerah yang merupakan nilai atau
semangat iman yang diwariskan Bunda Elisabeth kepada
masing-masing atau semua yang ingin mengikutinya (anggota CB). Kharisma
ini merupakan tanda yang membedakan suster CB dengan yang
lainnya. Kapitel umum kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus
Borromeus tahun 1999 telah merumuskan tentang kharisma CB yaitu
cinta tanpa syarat dan berbela rasa dari Yesus Kristus Yang Tersalib
(Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Cinta tanpa syarat
menggambarkan cinta Yesus Kristus yang tanpa batas, cinta yang
melulu hanya memberi tanpa memperhitungkan untung dan rugi.
Kharisma inilah yang akan dihidupi dan menjadi ciri khas para
suster CB yaitu seorang suster yang memiliki cinta tanpa syarat dan
berbela rasa dari Yesus Kristus Yang Tersalib, cinta yang hanya
memberi dan tidak menuntut yang lain, tidak menghitung untung dan
rugi.
c. Visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus
Kapitel umum kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus
Borromeus tahun 1999 telah merumuskan tentang visi dan misi
kongregasi. Visi memberikan arah untuk mencapai tujuan kongregasi.
Misi merupakan gerak pengutusan, atau komitmen untuk mewujudkan
visi dengan menghidupi nilai-nilai tertentu, kepercayaan, keyakinan
dan gaya hidup tertentu (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Tujuan
kongregasi dapat terwujud jika visi dan misinya jelas serta dihidupi
oleh seluruh anggota dalam setiap karya dan perutusannya.
Visi adalah suatu pernyataan mengenai cita-cita/ identitas yang
menyeluruh dan berkelanjutan untuk dilaksanakan dan yang akan
digunakan oleh semua sumber yang ada. Visi kongregasi suster-suster
CB adalah yang miskin, yang tersisih dan yang menderita
diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah(Kapitel
Umum dan Provinsi, 1999).
Misi bersifat abstrak/ umum dan dapat diubah bila kebutuhan
berubah. Butir-butir misi sebagai gerak pengutusan atau komitmen
untuk mewujudkan visi kongregasi suster-suster CB ada 4 butir, yaitu:
1). Mengembangkan relasi yang mendalam dengan Kristus dalam
sikap hidup kontemplatif dan terus menerus berdiskresi.
2). Memberikan kesaksian hidup sebagai hamba Yahwe.
3). Mewujudkan pelayanan bagi keutuhan manusia agar semakin
4) Menanggapi tantangan jaman dalam kegembiraan dan
kesederhanaan, dengan keberpihakan pada mereka yang menderita
karena ketidakadilan. (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999).
Kesimpulan dari penjelasan diatas, tujuan kongregasi suster-suster
CB sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendirinya adalah
memuliakan Tuhan dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai
karya kerasulan membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan
berkekurangan. Tujuan inilah yang hendak dicapai oleh seluruh anggota
kongregasi melalui visinya, yaitu yang miskin, yang tersisih dan yang
menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah.
Tujuan kongregasi secara konkrit diwujudkan melalui misinya
yaitu memiliki sikap hidup yang kontemplatif dan diskresi terus menerus,
memberikan kesaksian hidup sebagai hamba Tuhan, mewujudkan
pelayanan bagi keutuhan manusia sebagi tanda kehadiran Allah, dan
menanggapi tantangan jaman dalam kegembiraan dan kesederhanaan
dengan berpihak pada yang menderita karena ketidakadilan. Kekhasan
suster CB terlihat dari kharisma pendiri yang dihidupi yang mengarah
pada tujuan kongregasi yaitu memiliki cinta tanpa syarat dan berbela rasa
dari Yesus Kristus Yang Tersalib dalam hidupnya, cinta yang tidak
menuntut orang lain, yang hanya memberi dan tidak menghitung untung
dan rugi.
Kitab hukum kanonik menjelaskan tentang kapitel adalah
otoritas tertinggi yang ada dalam kongregasi sesuai dengan norma
konstitusi yang mewakili seluruh anggota kongregasi dan menjadi
tanda sejati kesatuannya dalam cintakasih. Tugas utama kapitel adalah
memelihara warisan yang ada dalam kongregasi (cita-cita pendiri,
hakekat, tujuan, semangat dan sifat khas kongregasi) dan mendorong
pembaruan yang sesuai dengannya, membahas masalah- masalah
penting, serta mengeluarkan norma-norma yang harus ditaati oleh
semua (Kan. 631 § 1).
Konstitusi kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus
Borromeus menjelaskan tentang beberapa tugas kapitel umum, antara
lain mengevaluasi garis besar kebijakan-kebijakan kapitel sebelumnya
dan dari data evaluasi itu menentukan garis besar kebijakan kongregasi
sampai kapitel berikutnya (Konstitusi no.161, 2004). Kapitel ini
diadakan setiap enam tahun sekali (Konstitusi no. 163, 2004)
Secara ringkas pengertian kapitel kongregasi suster-suster
CB adalah otoritas tertinggi yang ada dalam kongregasi yang
mempunyai tugas memelihara warisan yang ada dalam kongregasi
(cita-cita pendiri, hakekat, tujuan, semangat dan sifat khas kongregasi),
dengan membuat kebijakan dan arah perjalanan kongregasi dalam
enam tahun ke depan sebagai hasil refleksi bersama seluruh
kongregasi.
b. Tema kapitel kongregasi suster-suster CB 2005
CB adalah kapitel tahun 2005 dengan mengambil tema “Suster CB
Murid Yesus Kristus Pengemban Rekonsiliasi Dalam Dunia Yang
Terluka.” Tema kapitel ini yang akan menjadi pedoman dan arah
perjalanan kongregasi dalam enam tahun ke depan, yang secara
konkrit akan diwujudkan oleh seluruh anggota kongregasi dalam
kesaksian hidup dan kerasulannya (Kapitel Umum dan Provinsi,
2005).
Secara konkrit kapitel provinsi (2005) menjelaskan tentang
kecakapan yang dibutuhkan oleh suster CB supaya bisa menjadi
pengemban rekonsiliasi dalam dunia yang terluka, antara lain:
1). Cakap dan berani mengakui dirinya dalama keadaan berdosa.
2). Cakap dan berani membawa pengampunan pada dirinya sendiri dan
sesama.
3). Cakap dan berani berdoa terus menerus dan mendesak.
4). Cakap dan berani berbuat amal serta kebaikan secara tulus.
5). Cakap dan berani menempatkan diri secara benar di hadapan Allah
dan sesama.
Kelima kecakapan diatas yang akan dihidupi oleh para suster
CB sehingga mampu mengarahkan hidupnya untuk menjadi
pengemban rekonsilasi dalam dunia yang terluka sesuai dengan tema
kapitel 2005.
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah kapitel merupakan
otoritas tertinggi, yang bertugas untuk memelihara warisan kongregasi
enam tahun ke depan sebagai hasil refleksi bersama seluruh
kongregasi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan kongregasi dan
wajib dihidupi oleh seluruh anggotanya. Tema kapitel (2005) yang
akan dihidupi oleh seluruh anggota enam tahun ke depan adalah
“Suster CB Murid Yesus Kristus Pengemban Rekonsiliasi Dalam
Dunia Yang Terluka.” Secara konkrit ada 5 kecakapan yang
dibutuhkan untuk mewujudkan tema tersebut yaitu kecakapan dan
keberanian untuk: mengakui dirinya dalam keadaan berdosa,
membawa pengampunan pada dirinya sendiri dan sesama, berdoa terus
menerus dan mendesak, berbuat amal serta kebaikan secara tulus, dan
menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan sesama.
5. Tahap-tahap hidup religius suster-suster CB
Hidup religius mengenal beberapa tahap. Seseorang yang ingin
menjadi seorang religius tidak langsung menjadi anggota tetap dalam
kongregasi/ tarekat. Panitia spiritualitas (1979) mengemukakan tentang
tahap-tahap hidup religius pada umumnya. Secara garis besar tahap-tahap
hidup religius adalah sebagai berikut:
a. Tahap persiapan yang sering disebut postulat. Masa postulat berarti
masa melamar. Calon religius yang sedang menjalani masa ini disebut
postulan.
b. Tahap pembentukan dasar yang disebut novisiat. Masa novisiat adalah
masa pembentukan anggota-anggota baru. Calon religius yang sedang
novis diijinkan mengadakan semacam ikatan dengan kongregasi/
tarekat. Ikatan itu berupa kaul atau profesi yang berlaku untuk
sementara waktu.
c. Tahap pembentukan lanjutan yang disebut yuniorat. Seorang religius
yang sudah selesai menjalani masa novisiat akan mengucapkan profesi
atau kaul sementara dan sering disebut anggota profes sementara atau
suster yunior. Pembentukan anggota ini belum selesai, melainkan
masih harus dilanjutkan dan diperdalam. Masa pembentukan lanjutan
ini sering disebut dengan masa yuniorat.
d. Tahap keanggotaan definitif. Seorang religius yang telah menjalani
masa yuniorat untuk beberapa tahun sesuai yang telah ditetapkan
dalam peraturan masing- masing kongregasi, akan mengucapkan
profesi kekal dan mengadakan ikatan definitif. Anggota yang sudah
mengucapkan profesi atau kaul kekal ini disebut anggota profes kekal.
Kongregasi suster-suster CB mengatur tentang tahap-tahap
pembinaan anggotanya dalam konstitusi. Tahap-tahap hidup religius suster
CB dapat dibagi menjadi beberapa tahap antara lain:
a. Tahap pembinaan dasar yang disebut masa postulat. Masa postulat
adalah masa dimana kongregasi mengevaluasi apakah seorang calon
cocok dan mempunyai panggilan, menguji serta menambah
pengetahuannya tentang hidup kristiani, menghidupkan dan memberi
kesempatan untuk perkembangan kerohanian dan kejiwaannya
b. Tahap pembinaan dasar sesudah postulat yang disebut masa novisiat.
Masa novisiat merupakan tahap pembinaan dasar dan masa persiapan
untuk mengikrarkan kaul sementara. Selama masa ini novis
diperkenalkan dan dibimbing ke arah kehidupan religius dengan ikatan
kaul dalam kongregasi(Konstitusi no. 79, 2004).
c. Tahap pembinaan kerasulan yang disebut masa kaul sementara.
Setelah menjalani masa novisiat, seorang novis diijinkan untuk
mengikrarkan kaul pertama dengan tolok ukur kesiapsediaan serta
kemampuan untuk turut serta dalam kehidupan dan perutusan
kongregasi (Konstitusi no. 84, 2004). Pada masa kaul sementara
anggota muda ini akan dibimbing agar penghayatan imannya semakin
mendalam, berusaha menghayati spiritualitas kongregasi dalam hidup
berkomunitas, pelayanan kerasulan dan doa (Konstitusi no. 87, 2004).
d. Tahap pembinaan terus menerus sesudah kaul kekal. Seorang suster
kaul sementara diperkenankan mengikrarkan kaul kekal dan menjadi
anggota tetap kongregasi, setelah selesai masa kaul sementaranya
(Konstitusi no. 90 dan Direktorium no. 50, 2004). Kesetiaan seorang
religius dalam penyerahan diri kepada Tuhan dalam kongregasi
mendapat tantangan dari dalam yaitu perkembangan pribadi dan segala
akibat yang menyertainya, maupun dari luar yaitu situasi Gereja dan
masyarakat serta tuntutan kerasulan yang senantiasa berubah, maka
agar mampu menghadapi tantangan-tantangan tersebut diperlukan
pembinaan yang terus menerus (Konstitusi no. 94, 2004). Suster-suster
(untuk usia biara setelah kaul kekal sampai dengan 25 tahun) dan
suster senior ( mulai dari usia biara 25 tahun ke atas).
Secara ringkas tahap-tahap hidup religius suster CB seperti
dijelaskan diatas adalah sebagai berikut: tahap persiapan dan pembentukan
dasar yang disebut postulan dan novis, tahap pembinaan lanjut dalam
karya kerasulan yang disebut suster profes/ kaul sementara atau suster
yunior, dan tahap keanggotaan definitif dalam kongregasi yang disebut
suster profes/ kaul kekal atau suster medior maupun senior.
6. Pengertian suster CB yang berkaul kekal. a. Pengertian suster-suster CB
Konstitusi suster-suster CB menjelaskan tentang pengertian
suster CB yaitu suster-suster cintakasih St. Carolus Borrome us adalah
mereka (para wanita) yang menjadi anggota kongregasi suster-suster
cinta kasih St. Carolus Borromeus dengan mengikrarkan kaul untuk
menanggapi panggilan Tuhan dalam semangat Injil seperti yang
dihayati Bunda Elisabeth sebagai pendiri Kongregasi (Konstitusi no.
67 & 69, 2004).
b. Syarat dan konsekuensi pengikraran kaul kekal bagi suster CB
Seorang suster CB mengikrarkan kaul kekal setelah masa kaul
sementara selesai (kira-kira lima tahun) dan apabila ia mampu
menjalani hidup dalam kongregasi serta mencapai suatu taraf
kematangan rohani yang terungkap dalam kemampuan memadukan
89-90, 2004). Pengikraran kaul kekal yang diterima oleh pemimpin umum
atau yang mewakilinya menandakan bahwa seorang suster menjadi
anggota kongregasi secara tetap (Direktorium no. 50, 2004). Pada
waktu mengikrarkan kaul kekal, seorang suster CB akan menerima
cincin sebagai tanda penyerahan diri serta kesetiaan untuk seumur
hidup (Direktorium no. 51, 2004).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian tentang suster CB
yang sudah berkaul kekal adalah suster-suster yang telah menjadi anggota
tetap kongregasi CB dengan mengikrarkan kaul kekal untuk menanggapi
panggilan Tuhan seumur hidup dalam semangat Injil seperti yang dihayati
oleh Bunda Elisabeth sebagai pendiri kongregasi.
C. Perkembangan masa dewasa tengah. 1. Pengertian masa dewasa tengah.
Santrock (2003) mengungkapkan tentang masa dewasa tengah
(middle adulthood), meskipun batas-batas usia tidak ditentukan secara tegas, adalah sebagai periode perkembangan yang dimulai kira-kira pada
usia 35-45 tahun hingga memasuki usia 60-an. Masa dewasa tengah
adalah masa yang penuh dengan perubahan, perputaran, dan pergeseran,
jalannya tidak tetap.
Mappiare (1983) mengatakan bahwa masa dewasa tengah adalah
masa peralihan dari dewasa awal ke masa tua, masa terjadi perubahan
yang cepat bagi hal-hal fisik, yang berakibat terhadap perilakunya.
tengah adalah periode perkembangan mulai kira-kira usia 35-45 hingga
memasuki usia 60 tahun, masa terjadinya peralihan dari masa dewasa awal
ke masa tua sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam hal- hal fisik dan
psikis.
2. Ciri-Ciri Orang pada Masa Dewasa Tengah.
Orang-orang yang memasuki masa dewasa tengah mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut (Rhodes, 1983; Tamir, 1982 dalam Santrock, 2003):
a. Orang mempunyai kepuasan kerja. Kepuasan mungkin meningkat
karena semakin orang menjadi tua, semakin berada dalam posisi yang
lebih tinggi, dan memiliki lebih banyak jaminan kerja.
b. Orang mempunyai komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaan
seiring bertambahnya usia, bekerja lebih serius, tingkat ketidakhadiran
yang dapat dihindarkan semakin sedikit, lebih banyak mencurahkan
diri pada pekerjaan pada masa dewasa tengah daripada pada masa
dewasa awal.
Mappiare (1983) menjelaskan tentang ciri-ciri orang pada masa
dewasa tengah adalah sebagai berikut:
a. Orang mengalami ketakutan karena mengalami penurunan
kemampuan-kemampuan fisik.
b. Orang harus membuat penyesuaian-penyesuaian kembali terhadap
adanya perubahan-perubahan fisik yang dialami dan penyesuaian
terhadap peranan-peranan hidupnya yang berubah.
memainkan peranan-peranan baru, karena diharapkan untuk berpikir
dan berperilaku yang berbeda ketika masih muda atau dewasa awal.
c. Orang mengalami puncak prestasi dan memiliki kemapanan hidup.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ciri-ciri orang yang
memasuki masa dewasa tengah adalah orang mengalami ketakutan karena
terjadinya penurunan kemampuan fisik dan perubahan peranannya, serta
harus membuat penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Pada masa ini
orang juga akan mengalami puncak prestasi, memiliki komitmen yang
tinggi terhadap pekerjaannya karena dapat memberikan kepuasan dan
kemapanan hidup.
3. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Tengah.
Tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah (Achdiyat, 1981),
adalah sebagai berikut:
a. Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarga negaraan yang dewasa.
b. Membina dan mempertahankan standar ekonomis kehidupan.
c. Membantu anak-anak belasan tahun untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab dan berbahagia.
d. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisian waktu senggang secara
dewasa.
e. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis yang
terjadi pada periode usia pertengahan.
Santrock (2003) menjelaskan tentang tugas-tugas perkembangan
masa usia dewasa tengah sebagai berikut:
a. Memberikan bimbingan dan arahan pada anak-anak/ generasi
berikutnya.
b. Mengembangkan kemampuan yang diteruskan kepada orang lain.
c. Menciptakan, merenovasi, atau menyelamatkan beberapa aspek dari
budaya yang masih bertahan.
Secara ringkas tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah
yang sesuai dengan subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
memiliki tanggung jawab sosial sebagai anggota masyarakat, membina
dan mempertahankan standar ekonomis kehidupan, membantu generasi
berikutnya / orang-orang yang lebih muda agar menjadi lebih dewasa,
mengembangkan kemampuan untuk diteruskan/ membantu orang lain,
mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisian waktu senggang secara
dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis
yang terjadi pada periode usia pertengahan.
D. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal
Suster CB yang sudah berkaul kekal adalah suster-suster yang telah
mengikrarkan kaul kekal dan menjadi anggota tetap kongregasi CB, yang
sudah dianggap dewasa secara pribadi maupun rohani. Kedewasaan pribadi
suster CB yang sudah berkaul kekal dapat diketahui dari tujuan-tujuan,
rencana-rencana, dan aspirasi-aspirasinya, yang didorong oleh
harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi maupun cita-cita
hidupnya yang nampak dari tingkah lakunya.
Seorang suster CB yang sudah mencapai kedewasaan pribadi
mempunyai tujuan dan cita-cita yang dapat menjadi kekuatan pendorong yang
mengarahkan hidup dan mengintegrasikan serta mempersatukan semua segi
kepribadiannya. Sebagai generasi penerus yang akan mengembangkan
kelangsungan hidup kongregasi, tujuan hidup seorang suster CB juga banyak
dipengaruhi oleh tujuan hidup pendiri kongregasi yaitu memuliakan Tuhan
dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai karya kerasulan
membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan berkekurangan.
Konsep diri (self) merupakan bagian yang penting dalam kedewasaan pribadi seseorang, yang berkembang sejak masa bayi hingga dewasa.
Pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan
kedewasaan pribadi, meskipun pribadi yang dewasa tidak terikat pada masa
lalunya. Oleh karena itu, pola asuh orang tua, interaksi dengan orang-orang
dan lingkungan sekitarnya, tantangan-tantangan, aturan-aturan dan nilai- nilai
yang ada dalam masyarakat berpengaruh terhadap kedewasaan pribadi
seseorang.
Suster CB yang sudah berkaul kekal pada umumnya termasuk dalam
tahap perkembangan masa dewasa tengah, yaitu kira-kira usia antara 35 – 60
tahun. Pada masa dewasa tengah ini ciri-cirinya orang lebih aktif dan
bertanggung jawab terhadap tugas-tugas pekerjaan. Orang-orang pada usia
dewasa tengah ini cenderung bekerja lebih serius, mempunyai komitmen yang
mereka adalah keberhasilan dalam karir atau tugas yang mereka kerjakan.
Pada usia ini mereka mulai memikirkan untuk meneruskan sesuatu yang
berarti bagi generasi berikutnya, demikian pula dengan suster CB. Para suster CB yang sudah berkaul kekal ini biasanya memegang tanggung jawab/ jabatan
yang cukup penting dalam karya, sehingga menuntut keseriusan karena
keberhasilan dalam tugas ikut menentukan kelangsungan hidup Kongregasi.
Komitmen yang tinggi serta tanggung jawab terhadap tugas
pekerjaannya tentu saja membawa banyak konsekuensi bagi suster CB,
terutama dalam situasi dunia yang seperti sekarang ini. Dunia yang
mengalami perubahan dan kemajuan yang cepat, banyak memberi
tantangan-tantangan, tawaran-tawaran dan godaan- godaan yang telah berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat maupun para religius, khususnya para suster
CB dalam menjalankan perutusan yang sesuai dengan visi misi kongregasi.
Pengaruh yang kuat dari perubahan dan kemajuan jaman ini juga bisa
mengakibatkan pergeseran dalam pembatinan nilai- nilai hidup religius dalam
diri para suster CB. Pergeseran nilai ini, tentu saja akan mempengaruhi
motivasi- motivasi pribadi yang akan nampak dalam kesaksian hidupnya.
Kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal akan nampak
dari perkembangan diri yang utuh dan menyeluruh dengan mengintegrasikan
semua segi-seginya, serta kemampuan berperilaku adaptif dalam menanggapi
realitas di luar dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Kriteria-kriteria
kedewasaan pribadi tersebut dapat dilihat dari teori Allport sebagai berikut:
a. Perluasan perasaan diri.
berusaha memiliki aktifitas yang berarti bagi pribadi, mengembangkan
perhatian-perhatian di luar dirinya, dan ikut terlibat dalam interaksi
dengan orang lain. Ia harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh,
meluaskan diri ke dalam aktifitas dan karya-karya yang dilaksanakannya.
b. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain.
Pribadi suster CB yang dewasa menginginkan keakraban dengan
orang lain dan mempunyai keprihatinan yang mendalam terhadap
kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kedewasaan suster CB akan nampak
dari cara mewujudkan cinta bagi sesamanya, yaitu cinta yang tanpa syarat
dan tidak mengikat orang lain. Pribadi suster CB yang dewasa sabar
terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mudah menghakimi dan
menghukum orang lain, sadar dan menerima diri bahwa sebagai manusia
juga memiliki kelemahan-kelemahan, penderitaan-penderitaan,