• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDEWASAAN PRIBADI 3 SUSTER CB YANG SUDAH BERKAUL KEKAL PADA USIA AWAL DEWASA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEDEWASAAN PRIBADI 3 SUSTER CB YANG SUDAH BERKAUL KEKAL PADA USIA AWAL DEWASA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PADA USIA AWAL DEWASA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Wigiastuti NIM: 039114095

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

“H idupku bukan lagi untuk diriku sendiri,

melainkan untuk D ia yang telah mati dan dibangkitkan

untuk menyelamatkan hidupku”

(2 Kor. 5: 15)

“… apabila api cinta I llahi mulai berkobar dalam hatiku,

maka pada saat itu timbullah hasrat

untuk membalas cinta-N ya dengan cintaku… ”

(5)

v

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTAKASIH ST. CAROLUS BORROMEUS

DAN SAUDARA-SAUDARA

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, November 2007

Penulis

(7)

vii

usia awal dewasa tengah: Program studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah sebagai anggota penuh kongregasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang difokuskan pada fenomena tertentu, yaitu kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah. Subjek penelitian ini adalah suster-suster kongregasi cintakasih St. Carolus Borromeus (suster CB) yang sudah berkaul kekal dan berusia antara 35 – 45 tahun, berjumlah 3 orang. Peneliti menentukan subjek berdasarkan pada kecocokan konteks atau kriteria yang telah ditentukan dan bukan representasi dari populasi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Tehnik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan yang mencantumkan indikator yang harus ditanyakan. Pertanyaan tidak harus sesuai urutan, dapat berubah dan bertambah sesuai dengan kondisi dan respon subjek saat di wawancarai. Langkah- langkah analisis sebagai berikut menulis tranksrip verbatim dengan memberikan keterangan waktu dan tempat pada setiap berkas, membaca transkrip verbatim dengan seksama, pengkodean pada transkrip verbatim, melakukan kategorisasi, interpretasi dan pembahasan hasil penelitian.

(8)

viii

usia awal dewasa tengah: Program studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

This research was aimed to know the description of the personal maturity of CB sisters who have made their final vows in their mid early adult ages as permanent members of the congregation. This research was descriptive qualitative research which focused on a certain phenomenon. The phenomenon discussed was the personal maturity of CB sisters who have made their final vows in their

mid early adult ages. The subject of this research are three sisters of charity of St. Carolus Borromeus congregation who have made their final vows and who are

between 35-45 years old. The researcher determined the subjects based on the appropriateness of the context or criteria which have previously been determined and were not representations of the CB sisters’ population who have made their final vows and who are in their early adult ages.

The data gathering in this research was done using interview method. The interview technique used was semi structured insterview. The interview was done by using a question guideline which include the indicators that should be asked. The questions were not required to be asked in order, they could be changed and added according to the conditions and responses of the subjects when interviewed. The steps of the analisys are as follow writing verbatim transcript by giving time and place information on each file, reading the verbatim transcript thoroughly, encoding the verbatim transcript, doing categorization, interpretation and research result discussion.

(9)

ix

“Hanya Tuhan yang tahu, dan Ia mulai bekerja dengan diam-diam.

Secara tidak nampak Ia mulai merentangkan tangan-Nya…” (EG. 15). Puji dan

syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,

sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Kasih dan karya Tuhan secara

berlimpah saya alami dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini. Tuhan yang

setia senantiasa membimbing dan memampukan saya untuk menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini.

Saya menyadari keterbatasan diri saya dan tidak akan mampu seorang

diri menyelesaikan penelitian ini. Proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini tentu

saja tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu,

dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Sr. Sesilia, CB, beserta staff DPP kongregasi suster-suster cintakasih

St. Carolus Borromeus atas kesempatan, pendampingan dan segala macam

bentuk cinta yang telah saya terima selama studi.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.

3. Mbak Ari (Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si.) selaku Dosen Pembimbing

skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih atas kesabaran, ketelitian dan semangat mbak Ari yang

mendorong saya untuk bertekun dalam proses penulisan ini. Tuhan

(10)

x

sapaannya memberikan semangat bagi saya untuk maju.

5. Bapak Dr. T. Priyo Wid iyanto, M. Si. yang telah memberi inspirasi tema

penelitian ini dan menjadi teman berdiskusi tentang rancangan penelitian

ini. Saran dan masukan Bapak sangat membantu saya, terima kasih.

6. Bapak Dr. A. Supratiknya yang telah banyak membantu saya untuk

memaha mi tentang penelitian kualitatif.

7. Semua dosen Psikologi yang telah memberikan ilmunya, membuka

wawasan dan membantu saya berkembang, sehingga bisa menjadi bekal

dalam menjalankan perutusan selanjutnya.

8. Mas Muji, Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Doni dan Pak Gi’, terima

kasih telah menjadi sahabat selama saya studi, senyumannya…

sapaannya… gurauannya… membuat saya kerasan belajar di kampus ini.

9. Sr. Evarista, CB, yang setia mendampingi, memberi semangat dan

inspirasi- inspirasi selama saya menjalankan perutusan studi ini.

10.Sr. Krispiani, CB yang telah menjadi teman diskusi ketika akan melakukan

penelitian ini.

11.Para suster yang telah rela menjadi subjek penelitian ini. Keterbukaan dan

kepercayaan dalam mensharingkan pengalaman hidup, kerja sama dan

kerelaan Suster meluangkan waktu untuk proses penelitian sangat

membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Saya banyak belajar

(11)

xi

lelah dan jenuh dengan tugas-tugas studi, yang setia menemani ketika saya

mengerjakan tugas sampai larut malam. Terima kasih atas segala bentuk

cinta, sapaan, perhatian, dan dukungan doa-doanya.

13.Sr. Hetty, CB, Sr. M. Angela, CB, Sr. Mariati, CB, para Novis dan para

Postulan yang banyak membantu dalam tugas studi dan proses penulisan

tugas akhir ini. Terima kasih dukungan doa-doanya, kebersamaan di

komunitas Postulat-Novisiat banyak memberi inspirasi dan kesempatan

untuk mempraktekkan ilmu yang saya pelajari.

14.Sahabatku yang setia mendengarkan keluh kesah, yang mengerti

pergulatanku dalam pembuatan skripsi ini, Sr. Martina, CB. Terima kasih,

suster adalah teman yang setia dalam suka maupun duka. Sr. Elisia, CB

teman seperjuangan dalam tugas studi, ma’ kasih kita dapat saling

mendukung dan berbagi suka-duka dalam perutusan studi.

15.Sr. Valentina, CB, Sr. Oktaviani, CB, Sr. Aufrida, CB, Sr. Hermana, CB,

Sr. Terry, CB, Sr. Salesia, CB, Sr. Ina, CB, dan Sr. Astrid, CB yang telah

mendukung dengan doa-doa dan memberi semangat dalam proses hingga

akhir penelitian ini.

16.Para suster CB di St. Anna dan saudari-saudariku semua para suster CB

yang tidak bisa disebut satu per satu, yang mendukung baik dengan

doa-doa maupun melalui sapaan dan perhatiannya sehingga saya bisa

(12)

xii

mengerjakan skripsi ini, saya merasakan kehadiran Suster dan saya yakin

Suster mendoakan saya dari surga.

18.Keluargaku: Ibuku, Mas Pur, Mas Mur, Mbak Mur dan

keponakan-keponakanku semua, terutama Aryo yang menjadi sumber inspirasi dalam

mempraktekkan ilmu yang telah saya pelajari, terima kasih atas dukungan

doa-doa, perhatian dan cinta yang menyemangati saya menyelesaikan

tugas akhir ini. Bapak yang pasti mendoakanku dari surga, terima kasih.

19.Sahabat-sahabatku yang baik Mia-Benny, Indri, Benny, Nanang, Galih,

Wiwid, Any, Dhani, Devi, Rachel, Sadel, Anna, Diana, Lina, Marin,

Natalia, Christa, Risa, Sri, Tika, Felix, Uci, Eva, kebersamaan dengan

kalian adalah saat-saat indah yang tak mungkin kulupakan.

20.Semua teman-teman angkatan 2003 yang tak bisa disebut satu per satu,

saya bangga bisa menjadi bagian dari angkatan ini. Terima kasih atas

pengalaman indah yang telah kita lalui sejak semester I…, aku akan

mendoakan kalian semua.

21.Semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu per satu, terima kasih atas

segala macam bantuan dan keterlibatan Anda semua dalam proses

penyelesaian tugas studi saya. Semoga Tuhan memberkati dan membalas

niat baik Anda semua.

Yogyakarta, November 2007

(13)

xiii

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN MOTO……….. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

ABSTRAK……… vii

ABSTRACK……… viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR ISI……… xiii

DAFTAR TABEL……… xvi

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan Masalah……….. 9

C. Tujuan………. 9

D. Manfaat Penelitian……….10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 11

A. Kedewasaan Pribadi.……… 11

1. Pengertian kedewasaan pribadi………. 11

(14)

xiv

berkaul kekal………21

1. Pengertian religius wanita/ suster……….21

2. Pengertian kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus……….21

3. Tujuan, kharisma, visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus………... 23

4. Pedoman dan arah kongregasi dalam kapitel 2005………...26

5. Tahap-tahap hidup religius suster-suster CB………... 29

6. Pengertian suster CB yang sudah berkaul kekal………32

C. Perkembangan masa dewasa tengah………33

1. Pengertian masa dewasa tengah………. 33

2. Ciri-ciri orang pada masa dewasa tengah………...34

3. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah………35

D. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal………...36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………43

A. Jenis Penelitian………43

B. Subjek Penelitian……….44

C. Batasan Penelitian………...44

D. Metode Pengumpulan Data……….47

E. Lokasi Penelititan………48

(15)

xv

A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian……….. 51

B. Deskripsi Subjek………. 53

C. Analisa Hasil Penelitian………... 53

D. Pembahasan Penelitian……… 61

1. Gambaran dinamika psikologis kedewasaan pribadi masing- masing subjek………... 61

2. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah……….. 80

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah……….… 106

4. Gambaran Menyeluruh tentang Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB yang sudah Berkaul Kekal pada Usia Awal Dewasa Tengah………... 109

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 120

A. Kesimpulan………... 120

B. Keterbatasan Penelitian ……….122

C. Saran ………. 123

(16)

xvi

Tabel 1.Dinamika Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB yang sudah

berkaul kekal sebagai anggota kongregasi menurut Allport……….. 42

Tabel 2. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 1………. 116

Tabel 3. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 2………. 117

Tabel 4. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 3………. 118

Tabel 5. Skema Hasil Penelitian Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB

yang Sudah Berkaul Kekal pada Usia Awal Dewasa Tengah……… 119

(17)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perubahan dan kemajuan teknologi yang terjadi di dunia modern sekarang ini begitu cepat. Perkembangan jaman ini membawa dampak

dalam kehidupan masyarakat, baik dampak positif maupun negatif.

Kecanggihan teknologi telah menawarkan berbagai macam kemudahan

hidup. Kemajuan pesat di bidang informasi, komunikasi dan IPTEK

membawa dampak positif yaitu membantu manusia lebih efektif dan

maksimal dalam menjalankan profesi masing- masing.

Salah satu dampak negatif dari perubahan ini adalah orang menjadi

kurang mampu memilih nilai- nilai hidup karena banyaknya

tawaran-tawaran kemudahan yang dihadapi. Tawaran-tawaran-tawaran kenikmatan setiap

saat ditawarkan melalui media masa dan disajikan dengan begitu menarik,

sehingga orang yang melihat tergoda untuk menikmatinya. Hal ini juga

mendapat perhatian dari Gereja, seperti tertulis dalam nota pastoral sidang

KWI, 2004, butir no. 11, yaitu:

“Globalisasi membawa dampak negatif yaitu kabur atau hilangnya nilai-nilai tradisi yang sebelumnya diyakini sebagai pegangan hidup yang luhur dan meyakinkan. Akibat lainnya adalah membanjirnya arus informasi yang tidak selalu jelas mutunya namun berdaya manipulatif. Kita tidak begitu mudah membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membangun dan yang sesungguhnya merusak kehidupan, yang perlu dan yang sekedar mendatangkan kesenangan.”

Pengaruh dari perubahan dan perkembangan jaman ini cukup kuat

(18)

dikaji, terutama berhadapan dengan perubahan dan tantangan jaman yang

terus mendesakkan suatu pergeseran tertentu. Perubahan dan kemajuan di

segala bidang kehidupan ini juga berpengaruh terhadap kehidupan para

religius yang secara langsung memang berada di tengah perubahan tersebut.

Pengaruh dari perubahan itu misalnya, dahulu seorang religius

biasanya membawa rosario di dalam saku bajunya, tetapi sekarang ini

kebanyakan yang ada di dalam saku baju adalah hand phone (HP). Ada suatu cerita tentang penggunaan HP ini bagi kaum religus. Ada seorang

Romo yang tiba-tiba pergi meninggalkan misa yang sedang dipimpinnya,

tidak beberapa lama setelah hand phonenya berbunyi. Romo itu pergi bukan karena ada hal yang mendesak dan harus segera ditangani saat itu,

sehingga peristiwa ini menjadi bahan pembicaraan di komunitasnya (Agus

Jemi Karyadi. Andai Tuhan Bisa Di-SMS. Rohani no. 02 tahun ke-53,

Februari 2006. p.9). Pembatinan nilai-nilai hidup para religius pun telah

mengalami pergeseran.

Prasetyo (2001) menjelaskan bahwa pergeseran nilai- nilai hidup

tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerapuhan pribadi. Perubahan dan

kemajua n yang terjadi di dunia modern, ternyata bagi sebagian orang

menghasilkan ketidakseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup

beriman yang terkadang sampai pada taraf kekaburan nilai. Kekaburan nilai

ini disebabkan oleh motivasi untuk mengejar pemenuhan kebutuhan

psikologis yang lebih disenangi daripada kesetiaan penghayatan iman.

Orang menjadi kurang dewasa dalam menyikapi tantangan hidup yang ada,

(19)

Seorang religius dipanggil untuk memberi kesaksian hidup dan

menjadi tanda apologetik bagi Gereja dan dunia. Tanda apologetik

mengumandangkan kepada semua insan untuk mengutamakan hal- hal yang

dari Allah di tengah-tengah bahaya materialisme, hedonisme, humanisme,

dan sekularisme (Prasetyo, 2001). Seorang religius yang dewasa akan

mampu memilih nilai- nilai dan sikap yang sesuai dengan panggilannya di

tengah-tengah tantangan jaman sekarang ini. Kedewasaan pribadi akan

memampukan seorang religius untuk bertekun dan berusaha maju dalam

panggilan hidup rohaninya sebagai biarawan-biarawati, sehingga dapat

memberi kesaksian hidup bagi orang lain.

Prasetyo (2001) lebih lanjut mengemukakan bahwa agar kaum

religius mampu menghadapi aneka tantangan jaman sekarang ini, maka

harus meningkatkan kualitas hidup rohaninya. Seorang religius diharapkan

memiliki keseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup beriman,

sehingga tidak mengalami kekaburan nilai. Kualitas hidup rohani ini dapat

ditingkatkan jika seorang religius setia dalam pengolahan hidup.

Pengolahan hidup yaitu suatu proses discerment (pembedaan roh) secara terus menerus untuk mencari kehendak Allah dalam setiap peristiwa hidup.

Sejauh mana keberhasilan seorang pribadi telah mengolah hidupnya dapat

dilihat dari kedewasaan pribadi orang tersebut.

Gordon Allport (1961) menjelaskan bahwa tingkah laku yang

menggambarkan maturity (dalam kamus lengkap psikologi diterjemahkan sebagai kedewasaan) pribadi banyak dipengaruhi oleh motivasi- motivasi

(20)

motivasi- motivasi yang ada dalam dirinya dan berkembang terus sejak

individu dilahirkan yaitu harapan- harapan, keinginan-keinginan,

ambisi-ambisi, cita-cita, maupun rencana-rencana hidup. Kedewasaan seseorang

dapat diketahui dari tujuan-tujuan, rencana-rencana dan

aspirasi-aspirasinya, yang nampak dari tingkah lakunya. Tidak semua orang dewasa

mencapai taraf kedewasaan/ kematangan yang penuh. Ada

individu-individu yang sudah dewasa namun motivasi- motivasinya masih bersifat

kekanak-kanakan.

Gordon Allport (dalam Boeree, 2004 dan Schultz, 2003)

menyebutkan beberapa kriteria kepribadian yang matang/ dewasa.

Kepribadian yang dewasa pertama-tama harus memiliki perluasan-diri

(extension of the self), yaitu mampu mengembangkan perhatian di luar dirinya dengan cara terlibat dan menikmati berbagai macam aktifitas yang

penuh arti (Schultz, 2003). Kedewasaan pribadi dapat dilihat dari

kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan yang hangat dengan orang

lain, memiliki rasa aman dan menerima diri sendiri. Pribadi yang dewasa

mampu menghargai orang lain sebagai pribadi, sebaliknya pribadi yang

kurang dewasa lebih banyak menuntut dan menghalangi kebebasan orang

lain (Kartono, 1980). Seorang yang dewasa memiliki orientasi yang

realistik terhadap dirinya sendiri (self-objectification) maupun terhadap kenyataan luar, yaitu mampu memahami diri sendiri. Pribadi ini mampu

memperhatikan hubungan positif dengan dirinya sendiri dan dengan

obyek-obyek yang disenangi, serta pada saat yang sama mampu menyadari adanya

(21)

bahwa individu memiliki suatu filasafat hidup yang mempersatukan yaitu

nilai- nilai hidup yang berakar dari nilai-nilai agama atau nilai-nilai etis.

Kriteria-kriteria kedewasaan yang seperti inilah, yang diharapkan dimiliki

oleh seorang pribadi yang dewasa.

Para suster CB sebagai religius wanita yang aktif berkarya di tengah

arus jaman sekarang ini, juga mengalami permasalahan kedewasaan pribadi

para anggotanya dalam menghadapi tantangan hidup yang ada. Tujuan dari

kongregasi suster-suster cinta kasih St. Carolus Borromeus adalah berdaya

upaya dengan segenap hati, agar Tuhan dimuliakan dengan menguduskan

diri serta melaksanakan berbagai karya bakti untuk membantu sesama yang

mengalami kesesakan hidup dan yang berkekurangan (Konstitusi hal. 7).

Para suster CB diharapkan dapat memberi kesaksian hidup dan membawa

keselamatan bagi sesama dalam setiap karya-karyanya. Perkembangan dan

perubahan jaman yang ada memberi tantangan yang tidak mudah dalam

usaha mewujudkan tujuan kongregasi tersebut. Pribadi yang dewasa dan

berkualitaslah yang akan mampu menghadapi segala tantangan yang ada.

Pada kenyataannya pribadi yang dewasa itu belum sepenuhnya

dimiliki oleh para suster CB. Beberapa umat dan rekan kerja suster CB

mengungkapkan bahwa ada banyak hal positif yang dilihat dari kesaksian

hidup para suster CB, namun ada pula pandangan negatif yang spontan

muncul ketika ditanya tentang suster CB. Kesaksian hidup yang ditangkap

negatif itu misalnya suster CB yang sukses dalam karya yang dilakukan

(22)

cenderung untuk bekerja sendiri. Beberapa umat mengatakan bahwa suster

CB itu kesannya galak, sombong dan menakutkan.

Hasil refleksi suster-suster CB yang bertugas studi (18-28 Juli,

2006) menemukan beberapa keprihatinan yang ada dalam kehidupan para

suster CB saat ini dan menjadi masalah dalam peningkatan kualitas pribadi.

Penghayatan nilai hidup doa oleh beberapa suster telah mengalami

pergeseran, yaitu doa yang merupakan sarana berelasi dengan Tuhan sudah

tidak lagi menjadi pusat hidup dan diganti dengan kegiatan yang lainnya.

Godaan yang ditawarkan melalui TV ternyata cukup menarik juga dimana

kadang menonton sinetron bisa mengalahkan tanggung jawab dan aktifitas

yang lain dalam hidup bersama di komunitas (seperti doa atau makan

bersama), sehingga mengganggu keselarasan dalam hidup bersama di

komunitas.

Jabatan atau kekuasaan yang sebenarnya merupakan sarana untuk

melayani, tanpa disadari mulai bergeser menjadi suatu tujuan. Gelar

kesarjanaan yang disandang, kadang menjadi alasan untuk meminta prioritas

tugas pada jabatan tertentu. Fasilitas yang disediakan untuk mendukung

pelayanan (misalnya mobil, motor, dan HP) kadang disalahgunakan untuk

kepentingan pribadi, sehingga memberi kesaksian hidup yang kurang baik.

Beberapa suster menampakkan gejala semakin melemah daya juangnya

dalam menghadapi tantangan hidup yang ada. Hal ini terlihat dari

ketidakmampuan bertahan dalam menghadapi kesulitan, bahkan berusaha

(23)

Keprihatinan-keprihatinan yang telah ditemukan dalam refleksi

bersama tersebut menunjukkan tanda-tanda bahwa para suster CB masih

belum sepenuhnya memiliki kedewasaan pribadi yang memampukan dalam

menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Beberapa suster CB belum

sepenuhnya memiliki keseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup

beriman, sehingga mengalami kekaburan nilai yang nampak dalam

kesaksian hidupnya. Permasalahan ini menarik untuk diteliti, dimana para

suster CB yang diharapkan dapat memberi kesaksian hidup dan membawa

keselamatan bagi sesama dalam setiap karya-karyanya, ternyata belum

sepenuhnya dirasakan oleh umat yang dilayani.

Subjek yang dalam penelitian ini adalah suster-suster CB yang

sudah berkaul kekal, usia antara 35-45. Pemilihan subjek yang sudah

berkaul kekal, karena para suster yang berkaul kekal merupakan anggota

tetap kongregasi yang ikut bertanggung jawab penuh atas kelangsungan

hidup kongregasi. Seorang suster diperkenankan untuk mengikrarkan kaul

kekal, apabila ia dianggap mampu menjalani hidup dalam kongregasi serta

telah mencapai suatu taraf kematanga n rohani (Konstitusi 90, 2004).

Kedewasaan pribadi yang nampak dalam kemampuan menjalani hidup

bersama dan karya di kongregasi serta dianggap telah matang dalam hidup

rohani inilah yang menjadi syarat seorang suster CB bisa mengikrarkan

kaul kekal.

Pada kenyataannya, muncul keprihatinan juga terhadap suster-suster

yang sudah berkaul kekal ini. Di kalangan kaum religius sering terdengar

(24)

bebas, sehingga bisa bebas dan bersikap dengan menggunakan berbagai

fasilitas yang tidak sesuai dengan penghayatan kaulnya (Margaretha RN,

RGS. Seperti Kuda Lepas Kendali. Rohani no. 07 tahun ke-50, Juli 2003.

p.32). Kaul kekal kadang masih menjadi tujuan hidup sehingga setelah

mengikrarkan kaul kekal merasa tujuannya sudah tercapai dan bisa hidup

bebas, tidak seperti ketika yunior yang masih mendapat penilaian agar

diijinkan untuk mengikrarkan kaul kekal. Pertimbangan peneliti memilih

subjek sudah berkaul kekal dan berusia 35-45 tahun, adalah berdasarkan

keprihatinan yang ada ini. Pada usia ini, biasanya seorang suster masih

dalam masa-masa belum lama menjalani hidup sebagai seorang suster yang

sudah berkaul kekal.

Suster yang berusia usia 35-45 tahun pada tahap perkembangan

adalah merupakan awal memasuki masa dewasa tengah. Salah satu ciri

individu pada awal memasuki masa dewasa tengah ini adalah individu harus

membuat penyesuaian-penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan

fisik yang dialami dan penyesuaian terhadap peranan-peranan hidup yang

berubah, yang sudah tidak seperti ketika masih usia dewasa awal (Mappiare,

1983). Situasi peralihan dari masa dewasa muda ke dewasa tengah ini

tentunya berpengaruh terhadap keadaan psikis seseorang.

Seorang suster yang sudah berkaul kekal dianggap sudah dewasa

secara pribadi maupun rohani, merekalah yang bertanggung jawab dan

terlibat penuh dalam karya yang dimiliki kongregasi. Para suster yang sudah

berkaul kekal ini sudah mulai menerima tugas untuk memimpin karya.

(25)

dewasa tengah (usia 35-45 tahun) dan harus bertanggung jawab penuh atas

kelangsungan hidup karya tentu tidak mudah, karena masa peralihan ini

tentu berpengaruh terhadap keadaan psikis dan kematangannya.

Penelitian tentang kedewasaan pribadi suster CB ini menjadi cukup

penting, karena akan memberi gambaran bagaimana kedewasaan pribadi

suster CB yang sudah berkaul kekal. Para suster CB yang sudah berkaul

kekal ini adalah anggota yang bertanggung jawab penuh terhadap

kelangsungan hidup kongregasi di tengah tantangan jaman sekarang ini.

Kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal akan

memampukannya untuk dapat memberi kesaksian hidup dan membawa

keselamatan bagi sesama dalam setiap karyanya, sesuai dengan tujuan

kongregasi ini didirikan. Penelitian ini juga akan memberikan sumbangan

pada fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, karena belum pernah

ada penelitian tentang kedewasaan pribadi di fakultas ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kedewasaan pribadi 3

suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal masa dewasa tengah.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

gambaran kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada

(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

Pengembangan teori tentang kedewasaan pribadi yang telah ada, di

mana penelitian ini lebih difokuskan pada kedewasaan pribadi para

suster/ biarawati sehingga bisa menjadi tambahan referensi bagi

penelitian tentang kedewasaan pribadi terutama pada kaum religius.

2. Manfaat Praktis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Para suster CB yang sudah berkaul kekal

Hasil penelitian ini bisa memberikan informasi berupa gambaran

kedewasaan pribadi para suster CB khususnya yang sudah berkaul

kekal dan pada tahap usia awal dewasa tengah, sehingga dapat

menjadi bahan refleksi dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan

pembinaan diri terus menerus (on going formation).

b. Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus

Hasil penelitian bisa memberikan informasi berupa gambaran

kedewasaan pribadi para suster CB khususnya yang sudah berkaul

kekal dan pada tahap usia awal dewasa tengah, sehingga diharapkan

dapat bermanfaat bagi kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus

Borromeus untuk melihat kembali perjalanan pembinaan yang telah

dilakukan, mengevaluasi dan melakukan pembaharuan yang

diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup anggotanya menjadi

(27)

11 A. Kedewasaan Pribadi

1. Pengertian Kedewasaan Pribadi

Beberapa ahli telah banyak menuliskan tentang kedewasaan

pribadi yang pengertiannya ditekankan sesuai dengan teori

masing-masing. Monks, dkk (1989) melukiskan tentang kedewasaan adalah suatu

integrasi dari kebutuhan dan kemampuan individual dengan pengharapan

dan tuntutan masyarakat. Beberapa ahli menterjemahkan kata maturity ke dalam bahasa Indonesia sebagai kata kedewasaan. Chaplin (2005) dalam

kamus lengkap psikologi menjelaskan tentang maturity (kedewasaan) adalah perkembangan penuh dari intelegensi dan proses-proses emosional.

Istilah maturity dalam teori Allport diterjemahkan sebagai kata kedewasaan oleh Monks, dkk, terjemahan ini yang akan dipakai dalam

penulisan penelitian ini (Monks, dkk, 1989). Allport berpendapat bahwa

kedewasaan pribadiadalah perkembangan diri yang menyeluruh meliputi

kesadaran akan indra jasmani, perasaan identitas-diri, harga diri, perluasan

diri, gambaran diri, pelaku rasional, dan perjuangan proprium

(memperhatikan masa depan, tujuan dan cita-citanya). Kedewasaan

pribadi juga merupakan kemampuan untuk berperilaku adaptif dan stilistik

dalam menanggapi stimulan dari luar (Schultz, 2005, Boeree, 2004 dan

Hall & Lindzey, 2006).

Kesimpulan dari berbagai penjelasan di atas, pengertian

(28)

dengan mengintegrasikan semua segi-seginya, serta kemampuan

berperilaku adaptif dalam menanggapi realitas di luar dirinya dan

harapan-harapan masyarakat terhadap dirinya, untuk mencapai tujuan hidupnya.

2. Kriteria-kriteria kedewasaan pribadi

Allport (1961) (dalam Schultz, 2004 dan Shelton, 1988)

menjelaskan kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ke dalam 6 kriteria utama

yaitu: perluasaan perasaan diri; hubungan diri yang hangat dengan orang

lain; keamanan emosional (penerimaan diri); memiliki persepsi,

kemampuan dan tugas-tugas yang realistis; obyektivikasi diri (memiliki

wawasan dan rasa humor); mempunyai filsafat hidup yang menyatukan.

Kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ini yang akan dilihat dari para suster

CB yang sudah berkaul kekal.

a. Perluasan perasaan diri.

Seorang pribadi yang dewasa mampu mengatasi dirinya

sendiri. Kedewasaan dipandang sebagai investasi diri sendiri dalam

kegiatan-kegiatan yang tujuannya melampaui dirinya yang sekarang.

Orang yang dewasa mengembangkan perhatian-perhatian di luar

dirinya, ikut terlibat dalam interaksi dengan orang lain. Orang harus

menjadi partisipan yang langsung dan penuh, meluaskan diri ke dalam

aktifitas.

Aktifitas yang dilakukan harus relevan dan penting bagi diri,

harus berarti sesuatu bagi orang tersebut. Aktifitas itu lebih berarti

(29)

memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lain juga. Semakin seseorang

terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas atau orang atau ide,

maka ia akan semakin dewasa.

b. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain.

Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan

dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk keintiman/ keakraban dan

kapasitas untuk terharu. Pribadi yang dewasa menginginkan keakraban

dengan orang lain dan mempunyai keprihatinan yang mendalam

terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain. Perhatian dari orang yang

telah dewasa diwujudkan dengan bagaimana ia dapat memberikan

cinta pada orang lain, cinta yang tanpa syarat dan tidak mengikat.

Perasaan terharu sebagai tipe kehangatan yang kedua lebih

diwujudkan dalam memahami kesakitan-kesakitan,

penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang

merupakan ciri kehidupan manusia. Pribadi yang dewasa sabar

terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mudah menghakimi dan

menghukum orang lain. Kedewasaan pribadi memampukan orang

menerima kelemahan-kelemahan manusia karena sadar bahwa diri

sendiri juga memiliki kelemahan-kelemahan.

c. Keamanan emosional (penerimaan diri).

Pribadi yang dewasa cenderung bersikap realistis terhadap

keadaan dirinya. Pribadi ini mampu menerima semua segi yang ada

dalam dirinya termasuk kekurangan-kekurangannya dan menanggapi

(30)

memampukan seseorang untuk mengkontrol dorongan-dorongan

dalam dirinya, termasuk dorongan seks tanpa menjadi tertekan.

Pribadi yang dewasa mampu mengontrol emosi-emosi yang

muncul, sehingga emosi-emosi ini tidak mengganggu aktifitas-aktifitas

antar pribadi. Kontrol bukan merupakan represi tetapi emosi-emosi

lebih diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih

konstruktif. Kualitas dari keamanan emosional ini terwujud juga dalam

reaksi terhadap tekanan dan hambatan dari kemauan/ keinginan diri,

bersikap sabar terhadap kekecewaan. Kedewasaan pribadi

memampukan seseorang dalam menghadapi frustasi, kekecewaan dan

berbaga i macam keragu-raguan.

d. Persepsi, kemampuan dan tugas-tugas yang realistis.

Pribadi yang dewasa memandang dunianya secara obyektif dan

memiliki gagasan yang realistis sesuai dengan kemampuannya. Pribadi

ini akan mengarahkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pada

pekerjaan atau tugas, serta memiliki komitmen terhadap

tugas-tugasnya. Ia mempunyai keinginan yang sehat untuk melibatkan diri

dalam tanggung jawab dan mampu mengemban tanggung jawab itu

dengan berhasil. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan

perasaan kontiunitas untuk hidup.

e. Pemahaman diri (insight dan rasa humor).

Pribadi yang dewasa mengenal dirinya dan mempunyai

pemahaman diri yang obyektif mengenai siapa dirinya. Pengenalan

(31)

perbedaan antara gambaran diri yang dimiliki dengan keadaan dirinya

yang sesungguhnya. Semakin dekat hubungan antara kedua gagasan

ini, maka semakin dewasa individu tersebut. Pemahaman akan dirinya

ini akan meningkatkan interaksinya dengan orang lain dan dengan

dunia luar. Orang yang dewasa terbuka pada pendapat orang lain

dalam merumuskan suatu gambaran diri yang obyektif.

Pribadi yang mampu memahami dirinya secara obyektif ini,

mempunyai rasa humor yang memungkinkan dia menerima

kekurangan dan kekecewaan dirinya dengan senang hati. Rasa humor

dan pemahaman terhadap diri sendiri berjalan seiring. Seorang pribadi

yang dewasa sadar bahwa ia menghadapi berbagai macam situasi

hidup dan sadar akan keterbatasan kemampuannya dalam menghadapi

berbagai situasi dan tuntutan hidup yang dihadapinya. Pribadi ini

mampu menertawakan dirinya sendiri.

f. Filsafat hidup yang mempersatukan.

Seorang pribadi yang dewasa mampu mengembangkan filsafat

hidup yang menyatukan berbagai macam unsur nilai, tujuan, dan

pandangan-pandangan, yang membuat hidupnya menjadi terarah. Arah

itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu tujuan

(atau rangkaian tujuan) dan memberikan orang tersebut suatu alasan

untuk hidup. Pribadi yang dewasa memiliki nilai-nilai hidup yang kuat

untuk mempersatukan semua segi kehidupannya dan memiliki

aspirasi-aspirasi ke depan. Agama dan iman kepercayaan yang dipilih

(32)

Suara hati juga ikut dalam suatu filsafat hidup yang

mempersatukan. Suara hati yang dewasa adalah suatu perasaan

kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada orang

lain, yang mungkin berakar dalam nilai- nilai agama atau nilai- nilai

etis.

Berdasarkan penjelasan mengenai kriteria-kriteria kedewasaan

pribadi dapat disimpulkan bahwa pribadi yang dewasa mempunyai ciri-ciri

yang sesuai dengan kriteria-kriteria di atas. Kemampuan seseorang dalam

menguasai setiap kriteria juga terkait dengan bagaimana ia menguasai

kriteria-kriteria yang lain. Kelemahan pada salah satu kriteria dapat

menghambat kriteria yang lain dalam mewujudkan kedewasaan pribadi.

Perbedaan seseorang dalam mewujudkan kriteria-kriteria kedewasaan

pribadi ini yang mengakibatkan perbedaan gambaran kedewasaan

pribadinya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi.

Allport (1961) (dalam Boeree, 2004 dan Schultz, 2003)

menjelaskan bahwa tingkah laku yang menggambarkan kedewasaan/

kematangan pribadi banyak dipengaruhi oleh motivasi- motivasi yang ada

dalam diri orang tersebut. Tingkah laku manusia didorong oleh

motivasi-motivasi yang ada dalam dirinya dan berkembang terus sejak individu

dilahirkan yaitu harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi,

cita-cita, maupun rencana-rencana hidup. Pada umumnya, seseorang dapat

(33)

yaitu rencana-rencananya. Kedewasaan seseorang dapat diketahui dari

tujuan-tujuan, rencana-rencana dan aspirasi-aspirasinya, yang nampak dari

tingkah lakunya. Tidak semua orang dewasa mencapai taraf kedewasaan/

kematangan yang penuh. Ada individu- individu yang sudah dewasa

namun motivasi- motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan.

Orang yang dewasa didorong maju oleh suatu visi masa depan, di

mana visi tersebut (dengan tujuan-tujuannya yang khusus) mempersatukan

kepribadian (Allport dalam Schultz, 2003). Allport lebih lanjut

menjelaskan betapa penting dan besar pengaruhnya bagi perkembangan

kedewasaan seseorang, meskipun tujuan yang dicita-citakan oleh orang

yang dewasa pada hakekatnya tidak dapat dicapai. Tujuan terakhir akan

menarik seseorang dari subtujuan ke subtujuan lain, namun tetap selalu

dalam masa depan yang tidak dapat dijangkau sampai mati. Tujuan yang

tidak dapat dijangkau sampai mati ini, akan terus memberi kekuatan

pendorong yang mengarahkan kehidupan dan mengintegrasikan serta

mempersatukan semua segi kepribadian. Seorang pribadi yang dewasa

akan mengembangkan suatu motif baru untuk menggantikan motif yang

lama.

Sifat-sifat yang dimiliki seseorang juga berpengaruh terhadap

kedewasaan pribadi, karena tingkah laku yang menampakkan kedewasaan

seseorang didorong oleh sifat-sifat yang dimilikinya. Sifat pada Allport

(34)

Konsep diri (self) merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kedewasaan pribadi seseorang. Allport (dalam Schultz,

2003) dalam teori-teorinya menggunakan istilah proprium untuk menggantikan kata diri. Proprium terdiri dari hal- hal atau proses-proses yang penting yang bersifat pribadi bagi seseorang, segi-segi yang

menentukan kedewasaan dan keunikan pribadi seseorang. Proprium

merupakan prasyarat terbentuknya suatu kedewasaan pribadi seseorang,

dan mengalami perkembangan sejak masa bayi hingga dewasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan proprium dalam diri seseorang adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga yaitu orang tua, pola asuh orang tuanya dan

lingkungan tempat tinggalnya, terutama ketika masih dalam tahap

perkembangan anak-anak.

b. Lingkungan sosial yang lebih luas misalnya lingkungan sekolah

(guru-guru dan teman-temannya).

c. Aturan-aturan, harapan-harapan dan nilai- nilai hidup baik yang ada

dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat pada umumnya.

Ketiga hal di atas akan mempengaruhi perkembangan proprium

hingga membentuk kedewasaan pribadi seseorang. Lingkungan keluarga,

pola asuh orang tua dan lingkungan tempat tinggalnya akan membentuk

perkembangan diri jasmaniah, identitas diri, harga diri dan gambaran diri

seseorang.

Seorang bayi dalam proses pertumbuhannya akan mengembangkan

(35)

orang lain dan benda-benda sekitarnya. Tahap perkembangan kedua

adalah seorang anak akan belajar mengenal identitas dirinya yang berbeda

dengan orang lain, misalnya nama, melihat gambaran dirinya melalui

cermin. Tahap ketiga adalah perasaan akan harga diri yang diperoleh dari

orang-orang di sekitarnya, terutama dari orang tuanya ketika anak berusia

kira-kira 2 tahun dan usia 6-7 tahun harga diri ditentukan oleh semangat

bersaing dengan teman-temannya. Tahap selanjutnya, seorang anak akan

mengembangkan dasar suatu perasaan bertanggung jawab moral untuk

merumuskan tentang tujuan-tujuan dan intensi- intensinya dengan belajar

dari harapan- harapan orang tua terhadap dirinya yang akan membentuk

gambaran dirinya.

Aturan-aturan dan harapan-harapan baru yang dipelajari dari

guru-guru dan teman-teman sekolah memberikan aktivitas-aktivitas dan

tantangan-tantangan intelektual yang akan membentuk kedewasaan

pribadinya. Pengalaman ini membuat anak belajar memecahkan

masalah-masalah dengan proses-proses yang logis dan rasional secara dewasa.

Pada tahap terakhir perkembangan proprium individu mencari identitas dirinya sebagai orang yang dewasa dengan memperhatikan masa

depan, tujuan-tujuan dan impian-impian hidupnya. Aspirasi-aspirasi dan

harapan-harapan yang muncul juga dipengaruhi oleh nilai- nilai dan

harapan-harapan yang ada dalam masyarakat terhadap identitas diri

seseorang. Hal ini akan terus mendorong seseorang mencapai kedewasaan

(36)

Suatu kegagalan atau kekecewaan yang besar pada setiap tahap

dapat melumpuhkan penampilan-penampilan tahap-tahap berikutnya dan

menghambat integrasi kepribadian yang harmonis.

Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan

kedewasaan pribadi, meskipun seorang pribadi yang dewasa tidak terikat

pada masa- masa sebelumnya. Interaksi dengan orang-orang dan

lingkungan sekitarnya, tantangan-tantangan, aturan-aturan, nilai- nilai,

harapan-harapan yang ada yang ada dalam masyarakat, dan kepercayaan

yang diperoleh melalui pengalaman sejak kecil mempengaruhi proses

perkembangan kedewasaan pribadi seseorang.

Kesimpulan dari penjelasan-penjelasan di atas adalah bahwa

perbedaan tingkat kedewasaan pribadi dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kedewasaan pribadi adalah

sifat-sifat yang dimiliki yang akan membentuk motivasi- motivasi yang

mendorong tingkah lakunya. Motivasi- motivasi ini dapat berupa

harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi, cita-cita, maupun

rencana-rencana hidup. Faktor eksternal yang mempengaruhi kedewasaan pribadi

antara lain interaksi dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya,

tantangan-tantangan, aturan-aturan dan nilai- nilai yang ada dalam

masyarakat. Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting

dalam perkembangan kedewasaan pribadi, meskipun seorang pribadi yang

(37)

B. Suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus yang sudah berkaul kekal.

1. Pengertian religius wanita/ suster.

Jacobs (1986, 1987) menjelaskan bahwa seorang religius wanita/

biarawati yang dalam kehidupan sehari- hari biasa disebut suster, adalah

mereka yang memilih cara hidup untuk menghayati Injil yang khusus dan

istimewa di dalam Gereja, tidak membangun keluarga dan mempunyai

cara hidup yang khusus. Kekhususan dari cara hidup seorang suster/

religius wanita adalah membaktikan hidupnya secara total pada Allah

dengan mengrikarkan kaul dan mengikat diri untuk menepati kaulnya

yaitu keperawanan, kemiskinan dan ketaatan dalam kongregasi tertentu.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa religius wanita/ biarawati/

suster adalah seorang wanita kristiani yang memilih hidup tidak menikah/

tidak membangun keluarga, berkomitmen seumur hidup membaktikan dan

menyerahkan hidupnya secara total pada Allah dengan mengikrarkan kaul

dan hidup sesuai kaulnya (keperawanan, kemiskinan dan ketaatan) dalam

aturan kongregasi tertentu.

2. Pengertian kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus.

a. Pengertian kongregasi religius.

Panitia spiritualitas (1979) menjelaskan bahwa istilah tarekat religius biasa juga dikenal sebagai ordo atau kongregasi religius.

(38)

maksud dan arti yang sama dengan istilah tarekat yang ada dalam kitab

hukum kanonik (KHK). Piet Go (1996) menjelaskan bahwa dalam

KHK 1983 tidak memakai istilah ordo atau kongregasi yang lazim

dipakai di kalangan kaum religius, tetapi memakai kata tarekat religus.

Pengertian tarekat atau kongregasi religius menurut kitab hukum

kanonik adalah:

Serikat di mana para anggota menurut hukum masing-masing mengikrarkan kaul-kaul publik kekal atau sementara, namun pada waktunya harus diperbaharui, dan melaksanakan hidup persaudaraan dalam kebersamaan. (Kan. 607 § 2).

Secara ringkas, kongregasi religius adalah suatu persekutuan di

mana para anggotanya mengikrarkan kaul-kaul publik kekal maupun

sementara menurut hukum masing- masing, dan melaksanakan hidup

persaudaraan dalam kebersamaan.

b. Klasifikasi kongregasi religius.

Kitab hukum kanonik mengklasifikasikan tentang hidup bhakti

dalam dua klasifikasi, antara lain:

Tarekat hidup bakti disebut bertingkat kepausan, jika didirikan oleh Takhta Apostolik atau telah disetujui dengan suatu dekret resmi; namun disebut bertingkat diosesan, jika didirikan oleh Uskup diosesan dan belum memperoleh dekret aprobasi dari Apostolik. (Kan. 589).

Ada dua klasifikasi kongregasi religius yaitu tingkat kepausan

dan tingkat keuskupan. Kongregasi yang didirikan atau disahkan oleh

Takhta Apostolik/ Paus disebut tarekat/ kongregasi bertingkat

kepausan. Kongregasi/ tarekat yang didirikan atau diakui oleh seorang

Uskup diosesan dan belum mendapat pengakuan dari Paus disebut

(39)

c. Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus.

Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus

sesuai tertulis dalam konstitusi adalah kongregasi religius yang

bertingkat kepausan. Kongregasi ini didirikan oleh Elisabeth Gruyters

(1789-1864) pada tanggal 29 April 1837, di Maastricht, Nederland,

dan diakui oleh Tahta Suci/ Paus tanggal 14 Desember 1856 dengan

pengesahan konstitusi yang pertama (Konstitusi hal. 5, 2004).

Kesimpulan dari berbagai pengertian tentang kongregasi di atas,

dapat disimpulkan bahwa kongregasi suster-suster cinta kasih Carolus

Borromeus adalah persekutuan para suster/ religius wanita yang bertingkat

kepausan dan didirikan oleh Elisabeth Gruyters pada tanggal 29 April

1837 di Nederland, di mana para anggotanya mengikrarkan kaul sesuai

dengan konstitusi yang dibuat oleh pendiri dan menghayati hidup

persaudaraan dalam kebersamaan.

3. Tujuan, kharisma, visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus.

a. Tujuan kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus.

Tujuan kongregasi suster-suster CB seperti yang tertulis dalam

konstitusi ialah mengupayakan dengan segenap hati, agar Tuhan

dimuliakan dengan menguduskan diri serta melaksanakan berbagai

karya bakti untuk membantu sesama yang mengalami kesesakan hid up

(40)

Tujuan yang dirumuskan oleh pendiri kongregasi inilah yang

akan dihidupi dan dicapai oleh seluruh anggota, yaitu memuliakan

Tuhan dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai karya

kerasulan membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan

berkekurangan.

b. Kharisma kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borrmeus.

Kharisma adalah anugerah yang merupakan nilai atau

semangat iman yang diwariskan Bunda Elisabeth kepada

masing-masing atau semua yang ingin mengikutinya (anggota CB). Kharisma

ini merupakan tanda yang membedakan suster CB dengan yang

lainnya. Kapitel umum kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus

Borromeus tahun 1999 telah merumuskan tentang kharisma CB yaitu

cinta tanpa syarat dan berbela rasa dari Yesus Kristus Yang Tersalib

(Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Cinta tanpa syarat

menggambarkan cinta Yesus Kristus yang tanpa batas, cinta yang

melulu hanya memberi tanpa memperhitungkan untung dan rugi.

Kharisma inilah yang akan dihidupi dan menjadi ciri khas para

suster CB yaitu seorang suster yang memiliki cinta tanpa syarat dan

berbela rasa dari Yesus Kristus Yang Tersalib, cinta yang hanya

memberi dan tidak menuntut yang lain, tidak menghitung untung dan

rugi.

c. Visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus

(41)

Kapitel umum kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus

Borromeus tahun 1999 telah merumuskan tentang visi dan misi

kongregasi. Visi memberikan arah untuk mencapai tujuan kongregasi.

Misi merupakan gerak pengutusan, atau komitmen untuk mewujudkan

visi dengan menghidupi nilai-nilai tertentu, kepercayaan, keyakinan

dan gaya hidup tertentu (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Tujuan

kongregasi dapat terwujud jika visi dan misinya jelas serta dihidupi

oleh seluruh anggota dalam setiap karya dan perutusannya.

Visi adalah suatu pernyataan mengenai cita-cita/ identitas yang

menyeluruh dan berkelanjutan untuk dilaksanakan dan yang akan

digunakan oleh semua sumber yang ada. Visi kongregasi suster-suster

CB adalah yang miskin, yang tersisih dan yang menderita

diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah(Kapitel

Umum dan Provinsi, 1999).

Misi bersifat abstrak/ umum dan dapat diubah bila kebutuhan

berubah. Butir-butir misi sebagai gerak pengutusan atau komitmen

untuk mewujudkan visi kongregasi suster-suster CB ada 4 butir, yaitu:

1). Mengembangkan relasi yang mendalam dengan Kristus dalam

sikap hidup kontemplatif dan terus menerus berdiskresi.

2). Memberikan kesaksian hidup sebagai hamba Yahwe.

3). Mewujudkan pelayanan bagi keutuhan manusia agar semakin

(42)

4) Menanggapi tantangan jaman dalam kegembiraan dan

kesederhanaan, dengan keberpihakan pada mereka yang menderita

karena ketidakadilan. (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999).

Kesimpulan dari penjelasan diatas, tujuan kongregasi suster-suster

CB sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendirinya adalah

memuliakan Tuhan dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai

karya kerasulan membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan

berkekurangan. Tujuan inilah yang hendak dicapai oleh seluruh anggota

kongregasi melalui visinya, yaitu yang miskin, yang tersisih dan yang

menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah.

Tujuan kongregasi secara konkrit diwujudkan melalui misinya

yaitu memiliki sikap hidup yang kontemplatif dan diskresi terus menerus,

memberikan kesaksian hidup sebagai hamba Tuhan, mewujudkan

pelayanan bagi keutuhan manusia sebagi tanda kehadiran Allah, dan

menanggapi tantangan jaman dalam kegembiraan dan kesederhanaan

dengan berpihak pada yang menderita karena ketidakadilan. Kekhasan

suster CB terlihat dari kharisma pendiri yang dihidupi yang mengarah

pada tujuan kongregasi yaitu memiliki cinta tanpa syarat dan berbela rasa

dari Yesus Kristus Yang Tersalib dalam hidupnya, cinta yang tidak

menuntut orang lain, yang hanya memberi dan tidak menghitung untung

dan rugi.

(43)

Kitab hukum kanonik menjelaskan tentang kapitel adalah

otoritas tertinggi yang ada dalam kongregasi sesuai dengan norma

konstitusi yang mewakili seluruh anggota kongregasi dan menjadi

tanda sejati kesatuannya dalam cintakasih. Tugas utama kapitel adalah

memelihara warisan yang ada dalam kongregasi (cita-cita pendiri,

hakekat, tujuan, semangat dan sifat khas kongregasi) dan mendorong

pembaruan yang sesuai dengannya, membahas masalah- masalah

penting, serta mengeluarkan norma-norma yang harus ditaati oleh

semua (Kan. 631 § 1).

Konstitusi kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus

Borromeus menjelaskan tentang beberapa tugas kapitel umum, antara

lain mengevaluasi garis besar kebijakan-kebijakan kapitel sebelumnya

dan dari data evaluasi itu menentukan garis besar kebijakan kongregasi

sampai kapitel berikutnya (Konstitusi no.161, 2004). Kapitel ini

diadakan setiap enam tahun sekali (Konstitusi no. 163, 2004)

Secara ringkas pengertian kapitel kongregasi suster-suster

CB adalah otoritas tertinggi yang ada dalam kongregasi yang

mempunyai tugas memelihara warisan yang ada dalam kongregasi

(cita-cita pendiri, hakekat, tujuan, semangat dan sifat khas kongregasi),

dengan membuat kebijakan dan arah perjalanan kongregasi dalam

enam tahun ke depan sebagai hasil refleksi bersama seluruh

kongregasi.

b. Tema kapitel kongregasi suster-suster CB 2005

(44)

CB adalah kapitel tahun 2005 dengan mengambil tema “Suster CB

Murid Yesus Kristus Pengemban Rekonsiliasi Dalam Dunia Yang

Terluka.” Tema kapitel ini yang akan menjadi pedoman dan arah

perjalanan kongregasi dalam enam tahun ke depan, yang secara

konkrit akan diwujudkan oleh seluruh anggota kongregasi dalam

kesaksian hidup dan kerasulannya (Kapitel Umum dan Provinsi,

2005).

Secara konkrit kapitel provinsi (2005) menjelaskan tentang

kecakapan yang dibutuhkan oleh suster CB supaya bisa menjadi

pengemban rekonsiliasi dalam dunia yang terluka, antara lain:

1). Cakap dan berani mengakui dirinya dalama keadaan berdosa.

2). Cakap dan berani membawa pengampunan pada dirinya sendiri dan

sesama.

3). Cakap dan berani berdoa terus menerus dan mendesak.

4). Cakap dan berani berbuat amal serta kebaikan secara tulus.

5). Cakap dan berani menempatkan diri secara benar di hadapan Allah

dan sesama.

Kelima kecakapan diatas yang akan dihidupi oleh para suster

CB sehingga mampu mengarahkan hidupnya untuk menjadi

pengemban rekonsilasi dalam dunia yang terluka sesuai dengan tema

kapitel 2005.

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah kapitel merupakan

otoritas tertinggi, yang bertugas untuk memelihara warisan kongregasi

(45)

enam tahun ke depan sebagai hasil refleksi bersama seluruh

kongregasi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan kongregasi dan

wajib dihidupi oleh seluruh anggotanya. Tema kapitel (2005) yang

akan dihidupi oleh seluruh anggota enam tahun ke depan adalah

“Suster CB Murid Yesus Kristus Pengemban Rekonsiliasi Dalam

Dunia Yang Terluka.” Secara konkrit ada 5 kecakapan yang

dibutuhkan untuk mewujudkan tema tersebut yaitu kecakapan dan

keberanian untuk: mengakui dirinya dalam keadaan berdosa,

membawa pengampunan pada dirinya sendiri dan sesama, berdoa terus

menerus dan mendesak, berbuat amal serta kebaikan secara tulus, dan

menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan sesama.

5. Tahap-tahap hidup religius suster-suster CB

Hidup religius mengenal beberapa tahap. Seseorang yang ingin

menjadi seorang religius tidak langsung menjadi anggota tetap dalam

kongregasi/ tarekat. Panitia spiritualitas (1979) mengemukakan tentang

tahap-tahap hidup religius pada umumnya. Secara garis besar tahap-tahap

hidup religius adalah sebagai berikut:

a. Tahap persiapan yang sering disebut postulat. Masa postulat berarti

masa melamar. Calon religius yang sedang menjalani masa ini disebut

postulan.

b. Tahap pembentukan dasar yang disebut novisiat. Masa novisiat adalah

masa pembentukan anggota-anggota baru. Calon religius yang sedang

(46)

novis diijinkan mengadakan semacam ikatan dengan kongregasi/

tarekat. Ikatan itu berupa kaul atau profesi yang berlaku untuk

sementara waktu.

c. Tahap pembentukan lanjutan yang disebut yuniorat. Seorang religius

yang sudah selesai menjalani masa novisiat akan mengucapkan profesi

atau kaul sementara dan sering disebut anggota profes sementara atau

suster yunior. Pembentukan anggota ini belum selesai, melainkan

masih harus dilanjutkan dan diperdalam. Masa pembentukan lanjutan

ini sering disebut dengan masa yuniorat.

d. Tahap keanggotaan definitif. Seorang religius yang telah menjalani

masa yuniorat untuk beberapa tahun sesuai yang telah ditetapkan

dalam peraturan masing- masing kongregasi, akan mengucapkan

profesi kekal dan mengadakan ikatan definitif. Anggota yang sudah

mengucapkan profesi atau kaul kekal ini disebut anggota profes kekal.

Kongregasi suster-suster CB mengatur tentang tahap-tahap

pembinaan anggotanya dalam konstitusi. Tahap-tahap hidup religius suster

CB dapat dibagi menjadi beberapa tahap antara lain:

a. Tahap pembinaan dasar yang disebut masa postulat. Masa postulat

adalah masa dimana kongregasi mengevaluasi apakah seorang calon

cocok dan mempunyai panggilan, menguji serta menambah

pengetahuannya tentang hidup kristiani, menghidupkan dan memberi

kesempatan untuk perkembangan kerohanian dan kejiwaannya

(47)

b. Tahap pembinaan dasar sesudah postulat yang disebut masa novisiat.

Masa novisiat merupakan tahap pembinaan dasar dan masa persiapan

untuk mengikrarkan kaul sementara. Selama masa ini novis

diperkenalkan dan dibimbing ke arah kehidupan religius dengan ikatan

kaul dalam kongregasi(Konstitusi no. 79, 2004).

c. Tahap pembinaan kerasulan yang disebut masa kaul sementara.

Setelah menjalani masa novisiat, seorang novis diijinkan untuk

mengikrarkan kaul pertama dengan tolok ukur kesiapsediaan serta

kemampuan untuk turut serta dalam kehidupan dan perutusan

kongregasi (Konstitusi no. 84, 2004). Pada masa kaul sementara

anggota muda ini akan dibimbing agar penghayatan imannya semakin

mendalam, berusaha menghayati spiritualitas kongregasi dalam hidup

berkomunitas, pelayanan kerasulan dan doa (Konstitusi no. 87, 2004).

d. Tahap pembinaan terus menerus sesudah kaul kekal. Seorang suster

kaul sementara diperkenankan mengikrarkan kaul kekal dan menjadi

anggota tetap kongregasi, setelah selesai masa kaul sementaranya

(Konstitusi no. 90 dan Direktorium no. 50, 2004). Kesetiaan seorang

religius dalam penyerahan diri kepada Tuhan dalam kongregasi

mendapat tantangan dari dalam yaitu perkembangan pribadi dan segala

akibat yang menyertainya, maupun dari luar yaitu situasi Gereja dan

masyarakat serta tuntutan kerasulan yang senantiasa berubah, maka

agar mampu menghadapi tantangan-tantangan tersebut diperlukan

pembinaan yang terus menerus (Konstitusi no. 94, 2004). Suster-suster

(48)

(untuk usia biara setelah kaul kekal sampai dengan 25 tahun) dan

suster senior ( mulai dari usia biara 25 tahun ke atas).

Secara ringkas tahap-tahap hidup religius suster CB seperti

dijelaskan diatas adalah sebagai berikut: tahap persiapan dan pembentukan

dasar yang disebut postulan dan novis, tahap pembinaan lanjut dalam

karya kerasulan yang disebut suster profes/ kaul sementara atau suster

yunior, dan tahap keanggotaan definitif dalam kongregasi yang disebut

suster profes/ kaul kekal atau suster medior maupun senior.

6. Pengertian suster CB yang berkaul kekal. a. Pengertian suster-suster CB

Konstitusi suster-suster CB menjelaskan tentang pengertian

suster CB yaitu suster-suster cintakasih St. Carolus Borrome us adalah

mereka (para wanita) yang menjadi anggota kongregasi suster-suster

cinta kasih St. Carolus Borromeus dengan mengikrarkan kaul untuk

menanggapi panggilan Tuhan dalam semangat Injil seperti yang

dihayati Bunda Elisabeth sebagai pendiri Kongregasi (Konstitusi no.

67 & 69, 2004).

b. Syarat dan konsekuensi pengikraran kaul kekal bagi suster CB

Seorang suster CB mengikrarkan kaul kekal setelah masa kaul

sementara selesai (kira-kira lima tahun) dan apabila ia mampu

menjalani hidup dalam kongregasi serta mencapai suatu taraf

kematangan rohani yang terungkap dalam kemampuan memadukan

(49)

89-90, 2004). Pengikraran kaul kekal yang diterima oleh pemimpin umum

atau yang mewakilinya menandakan bahwa seorang suster menjadi

anggota kongregasi secara tetap (Direktorium no. 50, 2004). Pada

waktu mengikrarkan kaul kekal, seorang suster CB akan menerima

cincin sebagai tanda penyerahan diri serta kesetiaan untuk seumur

hidup (Direktorium no. 51, 2004).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian tentang suster CB

yang sudah berkaul kekal adalah suster-suster yang telah menjadi anggota

tetap kongregasi CB dengan mengikrarkan kaul kekal untuk menanggapi

panggilan Tuhan seumur hidup dalam semangat Injil seperti yang dihayati

oleh Bunda Elisabeth sebagai pendiri kongregasi.

C. Perkembangan masa dewasa tengah. 1. Pengertian masa dewasa tengah.

Santrock (2003) mengungkapkan tentang masa dewasa tengah

(middle adulthood), meskipun batas-batas usia tidak ditentukan secara tegas, adalah sebagai periode perkembangan yang dimulai kira-kira pada

usia 35-45 tahun hingga memasuki usia 60-an. Masa dewasa tengah

adalah masa yang penuh dengan perubahan, perputaran, dan pergeseran,

jalannya tidak tetap.

Mappiare (1983) mengatakan bahwa masa dewasa tengah adalah

masa peralihan dari dewasa awal ke masa tua, masa terjadi perubahan

yang cepat bagi hal-hal fisik, yang berakibat terhadap perilakunya.

(50)

tengah adalah periode perkembangan mulai kira-kira usia 35-45 hingga

memasuki usia 60 tahun, masa terjadinya peralihan dari masa dewasa awal

ke masa tua sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam hal- hal fisik dan

psikis.

2. Ciri-Ciri Orang pada Masa Dewasa Tengah.

Orang-orang yang memasuki masa dewasa tengah mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut (Rhodes, 1983; Tamir, 1982 dalam Santrock, 2003):

a. Orang mempunyai kepuasan kerja. Kepuasan mungkin meningkat

karena semakin orang menjadi tua, semakin berada dalam posisi yang

lebih tinggi, dan memiliki lebih banyak jaminan kerja.

b. Orang mempunyai komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaan

seiring bertambahnya usia, bekerja lebih serius, tingkat ketidakhadiran

yang dapat dihindarkan semakin sedikit, lebih banyak mencurahkan

diri pada pekerjaan pada masa dewasa tengah daripada pada masa

dewasa awal.

Mappiare (1983) menjelaskan tentang ciri-ciri orang pada masa

dewasa tengah adalah sebagai berikut:

a. Orang mengalami ketakutan karena mengalami penurunan

kemampuan-kemampuan fisik.

b. Orang harus membuat penyesuaian-penyesuaian kembali terhadap

adanya perubahan-perubahan fisik yang dialami dan penyesuaian

terhadap peranan-peranan hidupnya yang berubah.

(51)

memainkan peranan-peranan baru, karena diharapkan untuk berpikir

dan berperilaku yang berbeda ketika masih muda atau dewasa awal.

c. Orang mengalami puncak prestasi dan memiliki kemapanan hidup.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ciri-ciri orang yang

memasuki masa dewasa tengah adalah orang mengalami ketakutan karena

terjadinya penurunan kemampuan fisik dan perubahan peranannya, serta

harus membuat penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Pada masa ini

orang juga akan mengalami puncak prestasi, memiliki komitmen yang

tinggi terhadap pekerjaannya karena dapat memberikan kepuasan dan

kemapanan hidup.

3. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Tengah.

Tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah (Achdiyat, 1981),

adalah sebagai berikut:

a. Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarga negaraan yang dewasa.

b. Membina dan mempertahankan standar ekonomis kehidupan.

c. Membantu anak-anak belasan tahun untuk menjadi orang dewasa yang

bertanggung jawab dan berbahagia.

d. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisian waktu senggang secara

dewasa.

e. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis yang

terjadi pada periode usia pertengahan.

(52)

Santrock (2003) menjelaskan tentang tugas-tugas perkembangan

masa usia dewasa tengah sebagai berikut:

a. Memberikan bimbingan dan arahan pada anak-anak/ generasi

berikutnya.

b. Mengembangkan kemampuan yang diteruskan kepada orang lain.

c. Menciptakan, merenovasi, atau menyelamatkan beberapa aspek dari

budaya yang masih bertahan.

Secara ringkas tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah

yang sesuai dengan subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah

memiliki tanggung jawab sosial sebagai anggota masyarakat, membina

dan mempertahankan standar ekonomis kehidupan, membantu generasi

berikutnya / orang-orang yang lebih muda agar menjadi lebih dewasa,

mengembangkan kemampuan untuk diteruskan/ membantu orang lain,

mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisian waktu senggang secara

dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis

yang terjadi pada periode usia pertengahan.

D. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal

Suster CB yang sudah berkaul kekal adalah suster-suster yang telah

mengikrarkan kaul kekal dan menjadi anggota tetap kongregasi CB, yang

sudah dianggap dewasa secara pribadi maupun rohani. Kedewasaan pribadi

suster CB yang sudah berkaul kekal dapat diketahui dari tujuan-tujuan,

rencana-rencana, dan aspirasi-aspirasinya, yang didorong oleh

(53)

harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi maupun cita-cita

hidupnya yang nampak dari tingkah lakunya.

Seorang suster CB yang sudah mencapai kedewasaan pribadi

mempunyai tujuan dan cita-cita yang dapat menjadi kekuatan pendorong yang

mengarahkan hidup dan mengintegrasikan serta mempersatukan semua segi

kepribadiannya. Sebagai generasi penerus yang akan mengembangkan

kelangsungan hidup kongregasi, tujuan hidup seorang suster CB juga banyak

dipengaruhi oleh tujuan hidup pendiri kongregasi yaitu memuliakan Tuhan

dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai karya kerasulan

membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan berkekurangan.

Konsep diri (self) merupakan bagian yang penting dalam kedewasaan pribadi seseorang, yang berkembang sejak masa bayi hingga dewasa.

Pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan

kedewasaan pribadi, meskipun pribadi yang dewasa tidak terikat pada masa

lalunya. Oleh karena itu, pola asuh orang tua, interaksi dengan orang-orang

dan lingkungan sekitarnya, tantangan-tantangan, aturan-aturan dan nilai- nilai

yang ada dalam masyarakat berpengaruh terhadap kedewasaan pribadi

seseorang.

Suster CB yang sudah berkaul kekal pada umumnya termasuk dalam

tahap perkembangan masa dewasa tengah, yaitu kira-kira usia antara 35 – 60

tahun. Pada masa dewasa tengah ini ciri-cirinya orang lebih aktif dan

bertanggung jawab terhadap tugas-tugas pekerjaan. Orang-orang pada usia

dewasa tengah ini cenderung bekerja lebih serius, mempunyai komitmen yang

(54)

mereka adalah keberhasilan dalam karir atau tugas yang mereka kerjakan.

Pada usia ini mereka mulai memikirkan untuk meneruskan sesuatu yang

berarti bagi generasi berikutnya, demikian pula dengan suster CB. Para suster CB yang sudah berkaul kekal ini biasanya memegang tanggung jawab/ jabatan

yang cukup penting dalam karya, sehingga menuntut keseriusan karena

keberhasilan dalam tugas ikut menentukan kelangsungan hidup Kongregasi.

Komitmen yang tinggi serta tanggung jawab terhadap tugas

pekerjaannya tentu saja membawa banyak konsekuensi bagi suster CB,

terutama dalam situasi dunia yang seperti sekarang ini. Dunia yang

mengalami perubahan dan kemajuan yang cepat, banyak memberi

tantangan-tantangan, tawaran-tawaran dan godaan- godaan yang telah berpengaruh

terhadap kehidupan masyarakat maupun para religius, khususnya para suster

CB dalam menjalankan perutusan yang sesuai dengan visi misi kongregasi.

Pengaruh yang kuat dari perubahan dan kemajuan jaman ini juga bisa

mengakibatkan pergeseran dalam pembatinan nilai- nilai hidup religius dalam

diri para suster CB. Pergeseran nilai ini, tentu saja akan mempengaruhi

motivasi- motivasi pribadi yang akan nampak dalam kesaksian hidupnya.

Kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal akan nampak

dari perkembangan diri yang utuh dan menyeluruh dengan mengintegrasikan

semua segi-seginya, serta kemampuan berperilaku adaptif dalam menanggapi

realitas di luar dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Kriteria-kriteria

kedewasaan pribadi tersebut dapat dilihat dari teori Allport sebagai berikut:

a. Perluasan perasaan diri.

(55)

berusaha memiliki aktifitas yang berarti bagi pribadi, mengembangkan

perhatian-perhatian di luar dirinya, dan ikut terlibat dalam interaksi

dengan orang lain. Ia harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh,

meluaskan diri ke dalam aktifitas dan karya-karya yang dilaksanakannya.

b. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain.

Pribadi suster CB yang dewasa menginginkan keakraban dengan

orang lain dan mempunyai keprihatinan yang mendalam terhadap

kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kedewasaan suster CB akan nampak

dari cara mewujudkan cinta bagi sesamanya, yaitu cinta yang tanpa syarat

dan tidak mengikat orang lain. Pribadi suster CB yang dewasa sabar

terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mudah menghakimi dan

menghukum orang lain, sadar dan menerima diri bahwa sebagai manusia

juga memiliki kelemahan-kelemahan, penderitaan-penderitaan,

Gambar

Tabel 1. Dinamika kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal sebagai anggota kongregasi menurut Allport
tabel berikut ini:
Tabel 2. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 1
Tabel 3. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah