• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

i BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Jika dapat memilih semua manusia akan memilih untuk tidak menjadi tua. Ketika memasuki masa dewasa umumnya seseorang akan mengalami masa yang bersifat multidimensi dan multiarah, dimana perkembangan pada manusia dapat menjadi semakin sempurna atau semakin menurun. Masalah penurunan keberfungsian diri pada manusia ini biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa kanak-kanak hingga masa remaja, tubuh bertambah besar dan kuat, sistem koordinasi meningkat, dan sistem sensoris lebih efektif dalam mengumpulkan informasi. Menuju pertambahan umur keberfungsian fisik manusia akan mengalami perubahan: panca indera, kardiovaskular, memori, kekebalan tubuh, masa otot, kerangka tubuh, reproduksi, saraf, kulit, rambut, tinggi, dan bobot akan mengalami penurunan (Santrock, 2011).

Akhir masa dewasa individu akan dihadapi masalah yang sangat besar ketika mereka menjadi janda/duda, masalah terbesar yang dihadapi adalah (deep loneliness) kesepian yang sangat mendalam (Anderson, dalam Cavanugh, 2011). Tidak hanya kehilangan sosok suami/istri, tetapi kehilangan fungsi sosial, jauh dari anak dan cucu, serta terjebak dalam keputusasaan akan menambah penderitaan loneliness dengan depresi. Bahkan, hingga menginginkan kematian.

Masa lanjut usia, merupakan masa dimana seseorang berada pada rentang usia 60 tahun hingga 120 – 125 tahun bahkan lebih. Beberapa ahli perkembangan berpendapat bahwa masa tua dibagi menjadi dua tahap, yaitu masa tua awal yang berkisar antara 65-74 tahun, masa tua akhir dimulai sejak umur 75 tahun hingga meninggal (Charness & Bosman, dalam Santrock, 2011), dan Dunkle, dalam Santrock (2011) yang berpendapat bahwa masa tua awal dimulai sejak umur 65-84 tahun, masa tua akhir baru dimulai di usia 84 tahun hingga meninggal dunia. Tidak ada yang dapat memastikan berapa usia seseorang

(2)

hingga dikatakan sudah menginjak lanjut usia, tetapi diyakini bahwa seseorang yang sudah menginjak usia 60 tahun akan segera menghadapi masa lanjut usia atau masa tua.

Mempersiapkan diri untuk menerima beberapa masalah yang sangat rentan terjadi pada usia lanjut sangatlah diperlukan, beberapa masalah tersebut diantaranya kehilangan potensi kognisi dan kemampuan untuk belajar, bertambahnya risiko terkena stres kronis, bertambahnya risiko untuk mengalami loneliness, ketakutan akan kematian, menurunnya kondisi fisik dan kesehatan (Baltes; Scheibe, Freund, Baltes, dalam Santrock, 2011). Walaupun tidak ada yang memastikan bahwa setiap usia lanjut akan mengalami loneliness pada tingkat tertinggi, tetapi beberapa penyebab di atas kapan saja mampu membuat seorang lansia mengalami loneliness (Lauder, dalam Bond, dkk, 2007)

Ketika berbicara mengenai loneliness bukan berarti masa lanjut usia adalah masa yang paling rentan untuk terkena loneliness dibandingkan masa-masa pada rentang perkembangan manusia yang lainnya, terdapat juga banyak kemungkinan terkena loneliness sebelum mencapai masa dewasa. Penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Cohen (2009) menemukan bahwa prediktor yang paling dapat memastikan bahwa seseorang akan terkena loneliness adalah status pernikahan, dimana seseorang yang tidak menikah, janda/duda lebih rentan terkena loneliness dibandingkan mereka yang telah menikah. Peran status pernikahan bagaimanapun dapat menjadi sangat kompleks karena berdampak langsung terhadap lingkungan sosial. Selain itu seseorang dengan status pernikahan lebih memungkinkan memiliki anak dibandingkan dengan seseorang dengan status belum menikah, dimana anak dapat memberikan dukungan sosial kepada orang tua. Dari segi kesehatan seseorang yang telah menikah lebih sehat dibandingkan dengan yang tidak menikah sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki mobilitas dan lebih mampu untuk terlibat dalam kegiatan sosial (Dykstra & Gierveld, dalam Cohen, 2009). Prediktor kedua yang ditemukan oleh Cohen (2009) adalah pendidikan dan penghasilan,

(3)

dimana seseorang yang memiliki pendidikan rendah dan penghasilan yang relatif sedikit memiliki kemungkinan besar untuk terkena loneliness. Dibandingkan dengan pendidikan, penghasilan lebih memiliki hubungan yang kuat terhadap loneliness (Savikko, dkk; Routasalo dkk, dalam Cohen 2009). Prediktor selanjutnya adalah tingkat kesehatan yang memiliki hubungan dengan loneliness dimana seseorang dengan tingkat kesehatan rendah lebih memungkinkan terkena loneliness dibandingkan seseorang dengan tingkat kesehatan tinggi (Cohen, 2009). Prediktor terakhir yang ditemukan dalam penelitian oleh Cohen (2009) adalah gender dimana perempuan lebih cenderung terkena loneliness dibandingkan dengan laki-laki, dan kemungkinan disebabkan karena perempuan lebih afiliatif dibandingkan laki-laki (Fuhrer & Stansfeld, dalam Cohen 2009).

Di Indonesia sendiri hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Negara Indonesia termasuk lima besar Negara dengan penduduk lanjut usia terbanyak di dunia dengan jumlah 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk. Banyaknya jumlah lansia yang ada di Negara Indonesia belum didukung dengan ketersediaan layanan kesehatan yang memadai untuk para lansia. Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan lansia dijawab oleh menteri kesehatan pada saat itu Nafisah Mboi dengan menggalakkan Program Peduli Lanjut Usia dimulai dari Jakarta.

“Tujuan dari program itu sendiri adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia agar tetap sehat, mandiri dan berdaya guna sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat”. Nafisah Mboi (2013) Mengingat hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukkan pola penyakit pada lansia yang terbanyak adalah gangguan sendi, hipertensi, katarak, stroke, gangguan mental/emosional, penyakit jantung, dan diabetes (health.liputan6.com). Dari data yang ada dapat dilihat bahwa salah satu penyakit yang seringkali terjadi pada lansia di Indonesia adalah gangguan mental/emosional, dengan demikian masyarakat tidak bisa begitu saja acuh terhadap gangguan gangguan psikologis yang muncul pada masing-masing keluarga

(4)

yang telah berusia lanjut, seperti halnya artikel pada WHO (http://www.who.int/) yang mengungkapkan bahwa faktor sosial, psikologis, dan biologis menentukan tingkat kesehatan mental seseorang, seperti kebanyakan lanjut usia yang kehilangan kemampuan mobilitasnya untuk melakukan kegiatan sosial karena keadaan fisik yang mulai melemah atau masalah lainnya, berkabung karena ditinggalkan oleh pasangan atau keluarga, mengalami penurunan status sosial dan ekonomi dengan pensiun, dan menjadi cacat karena suatu penyakit. Hal ini dapat menjadi faktor risiko pada lanjut usia mengalami isolasi diri, loneliness, dan tekanan psikologis. Faktanya, kesehatan mental memiliki dampak pada kesehatan fisik. Begitu juga sebaliknya, kesahatan fisik berpengaruh terhadap kesehatan mental. Pernyataan tersebut juga didukung hasil penelitian ilmiah Drennan, dkk (2008); Heylen (2010).

Meningkatnya jumlah usia lanjut di Indonesia seperti paparan di atas sangat memerlukan perhatian yang sangat serius untuk mengusahakan bagaimana mereka tetap mandiri dan berguna. Semua kondisi usia lanjut mengalami penurunan atau kemunduran baik secara biologis maupun psikologis, hal inisangat berpengaruh terhadap mobilitas dan juga kontak sosial para lansia. Masalah ini menjadi salah satu faktor yang membawa lansia pada loneliness.

Masa lanjut usia sangat identik dengan munculnya seluruh penyakit yang dirasa telah tertanam sejak lama di dalam tubuh, hal ini dikarenakan penurunan fungsi biologis seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Penurunan fungsi biologis ini dialami oleh organ-organ tubuh yang penting (hati, paru-paru, jantung, ginjal), fungsi indera, dan fungsi motorik. Berbagai penurunan fungsi tersebut merupakan proses yang alamiah dan tidak dapat dicegah kehadirannya kecuali menghambat proses penuaan tersebut.

Secara umum seluruh masyarakat mengetahui hal tersebut akan terjadi pada seorang lansia, tetapi nampaknya di Indonesia sendiri perlindungan terhadap lansia dan

(5)

kesejahteraan para lansia belumlah didukung secara intensif oleh pemerintah. Banyaknya lansia di Indonesia yang hidup sendiri dan terpisah dari anak dan sanak saudaranya sangat memungkinkan terjadinya loneliness dan hal ini sepertinya belum mendapat perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan kesadaran keluarganya. Membiarkan lansia tinggal sendirian merupakan hal yang sangat fatal yang pernah dilakukan oleh sebuah keluarga karena dapat mengakibatkan berbagai hal buruk terjadi. Selain daripada terjadinya loneliness pada lansia itu sendiri hal ini juga dapat mengakibatkan perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sebagai contoh kasus penelantaran seorang lansia oleh Rumah Sakit umum di Bandar Lampung sangat mencoreng kepedulian masyarakat Indonesia terhadap kesejahteraan lansia. Terlebih lagi seorang lansia yang merupakan pasien rumah sakit umum itu pada akhirnya meninggal dunia (bbc.uk/Indonesia).

Suardiman (2011) dalam bukunya menyebutkan bahwa loneliness merupakan perasaan terasing, tersisihkan, terpencil dari orang lain. Biasanya kesepian muncul karena seseorang merasa berbeda dengan orang lain, tersisih dari kelompoknya, tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya, terisolasi dari lingkungan, tidak ada tempat untuk berbagi rasa dan pengalaman, dan seseorang harus sendiri tanpa ada pilihan. Melihat paparan tersebut bisa diketahui bahwa individu yang dapat mengalami loneliness tidak hanya mereka yang sudah menginjak lansia saja. Loneliness juga memungkinkan terjadi pada seorang remaja, dewasa awal, hingga anak-anak sekalipun. Kesepian yang biasanya dialami oleh seseorang pada masa lanjut usia adalah dikarenakan hilangnya kontak sosial, kurangnya peran sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat, maupun dengan teman bekerja dikarenakan terputusnya hubungan pekerjaan atau karena pensiun.

Perubahan nilai sosial pada masyarakat yang mengarahkan para lansia menjadi individu yang menjalankan kehidupan secara individualistis, hal ini menyebabkan para lansia kurang mendapatkan perhatian sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat.

(6)

Sebagaimana yang telah kita semua ketahui bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mampu hidup sendiri dan selalu membutuhkan kehadiran orang lain, hal inilah yang membuat para lansia dengan keterbatasannya berhubungan dengan dunia sosial menjadi lebih sering merasa sendiri dan murung sepanjang sisa hari-harinya.

Berdasarkan data pada jurnal portraits of loneliness oleh Smith (2012) bahwa sebagian besar dari peserta mengungkapkan merasa loneliness adalah karena; Kondisi kesehatan menurun, tidak mampu menggunakan kendaraan, kehilangan pasangan hidup dan pensiun. Melihat data tersebut kita tidak bisa menggeneralisasikan bahwa faktor penyebab loneliness di Indonesia sendiri adalah sama. Merujuk kepada perbedaan budaya antara budaya Indonesia dan budaya luar tidak menutup kemungkinan bahwa penyebab dari loneliness itu sendiri adalah berbeda.

Peneliti melakukan Preliminary Study pada beberapa lansia di Yogyakarta, dari beberapa lansia yang peneliti datangi tiga lansia bercerita bahwa mereka pernah mengalami loneliness. Ketiga lansia yang telah melalui proses wawancara singkat tersebut memunculkan masalah bahwa di Yogyakarta sendiri para usia lanjut mengalami loneliness. Tugas peneliti setelah mengetahui masalah adalah menjadikan lansia tersebut subjek penelitian dan mendalami bagaimana loneliness terjadi pada mereka. Selain itu lansia di Indonesia khususnya di Yogyakarta memungkinkan memiliki penyebab dari loneliness yang berbeda dari paparan jurnal di atas dan perlu adanya eksplorasi lebih dalam oleh peneliti.

Dengan paparan di atas kita semua mengetahui bahwa loneliness yang terjadi pada seorang lansia akan sangat merugikan di sisa hidup lansia tersebut, terlebih lagi loneliness yang sangat berat dan berkepanjangan mampu menyebabkan depresi dan mengganggu kondisi psikologis seorang lansia. Melihat dari banyaknya jumlah lansia yang ada di Negara Indonesia sangat besar kemungkinan ada yang mengalami loneliness. Kita tidak

(7)

bisa menggunakan hasil penelitian luar sebagai acuan bahwa penyebab terjadinya loneliness di Indonesia dan di luar negeri adalah sama. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Indonesia memiliki budaya yang berbeda dari Negara-negara lain. Hubungan sosial antar Individu di Indonesia bisa dikatakan sangat kuat. Menggunakan acuan dari jurnal tersebut peneliti akan mencoba mengeksplorasi fenomena “apa” dan “bagaimana loneliness yang terjadi di Indonesia.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian fenomenologi ini adalah mengeksplorasi, dan mendalami loneliness yang terjadi pada lansia. Pengaruh lingkungan sosial baik dari keluarga maupun teman bekerja sangat mempengaruhi munculnya loneliness, berkurangnya fungsi motorik karena kondisi kesehatan yang menurun seiring pertambahan usia juga memiliki nilai positif dalam kasus munculnya loneliness. Seorang lansia dapat dikatakan mengalami loneliness ketika sudah merasa terasingkan dan tidak mampu berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini menggunakan tiga orang subjek lansia yang mengalami loneliness.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis bagi psikologi perkembangan dan psikologi klinis. Bagi bidang psikologi perkembangan penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai loneliness pada lansia. Sementara itu, bagi bidang psikologi klinis akan mendapatkan tambahan mengenai dampak dari loneliness pada lansia di Indonesia.

(8)

2. Manfaat praktis

a. Subjek. Melalui hasil penelitian ini, subjek akan lebih memahami permasalahan yang dialami, subjek mendapatkan partner untuk sharing mengenai masalah yang dialami selama ini, dan subjek mendapat masukan untuk mengatasi dampak buruk dari loneliness.

b. Bagi keluarga subjek. Dengan mengetahui hasil penelitian ini, mereka akan dapat lebih memahami kondisi orang tua mereka sehingga dapat dengan bijaksana dalam merawat orang tua yang telah membesarkan mereka.

c. Peneliti yang meneliti topik serupa. Penelitian ini dapat menjadi referensi dan masukan bagi penelitian mengenai loneliness pada lansia

Referensi

Dokumen terkait

Simpangan baku(S) adalah nilai yang menunjukan tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya... X = nilai rata-rata data n = jumlah data

Ini disebabkan karena sistem pembangunan ekonomi dan demokrasi tidak kompatibel dengan perilaku yang dihasilkan dari proses pendidikan untuk membangun karakter

dengan peralatan dapur tradisional yang telah disusun sebagai hasil penelitian ini dibutuhkan untuk mencapai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran bahasa,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pinjaman dana bergulir dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang dapat membantu meningkatkan produk, omzet penjualan,

Menurut Porter (1998), analisis Value Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menciptakan

Diduga lemahnya kemampuan representasi mahasiswa calon guru, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi

Pengertian front office berasal dari bahasa Inggris “front” yang artinya depan dan “office” yang berarti kantor, jadi front office adalah kantor depan.(Bagyono 2012 : 21).

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah mempelajari perilaku lentur balok baja yaitu riwayat pembebanan mulai dari nol sampai kondisi plastis, mempelajari