• Tidak ada hasil yang ditemukan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: ISPA, Pengetahuan Ibu, ASI Eksklusif, Merokok, Jenis Bahan Bakar Memasak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: ISPA, Pengetahuan Ibu, ASI Eksklusif, Merokok, Jenis Bahan Bakar Memasak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, PERILAKU MEROKOK DALAM RUMAH DAN JENIS BAHAN BAKAR

MEMASAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA

MARINSOUW DAN PULISAN KABUPATEN MINAHASA UTARA Agriyen Timbayo*, Grace D. Kandou*, Woodford. B.S. Joseph*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita baik di Negara berkembang maupun maju. Prevalence ISPA di Indonesia (25,0%) dengan ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Desa Marinsouw dan Pulisan adalah wilayah kerja Puskesmas Likupang yang memiliki kasus ISPA tertinggi tahun 2016 jumlah kasus ISPA meningkat menjadi 8.247. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan Ibu, pemberian ASI eksklusif, merokok dalam rumah dan jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan. Jenis penelitian survei analitik dengan desain cross sectional study yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2017 dan sampel adalah total populasi 84 balita. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menggunakan uji statistik chi square (X2), Nilai Confidence interval (CI) = 95% dan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita (p= 0,041), pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita (p= 0,028), perilaku merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita (p= 0,045) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis bahan bakar memasak dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita (p= 0,875).

Kata kunci: ISPA, Pengetahuan Ibu, ASI Eksklusif, Merokok, Jenis Bahan Bakar Memasak ABSTRACT

Acute respiratory tract infection is a disease that mostly occurs on toddlers both in developing and developed countries. The ARI prevalence in Indonesia (25,0%) with highest ARI cases occurred in the group of people aged 1-4 (25,8%). Marinsouw and Pulisan villages are Likupang Community Health Centre working area which has the highest ARI cases in 2016 the number of ARI cases increased to 8,247. The purpose of this research is to discover the correlations between mother knowledge, exclusive breastfeeding, smoking in house behavior, and the kinds of cooking fuels with ARI on toddlers in marinsouw and pulisan villages. Analytic survey research type with cross sectional study design that conducted from March to July 2017 and the sample is the number of population 84 toddlers. The data were collected by using questionnaires. The research result using chi square (X2) statistic test, Confidence interval (CI) value = 95%, and level of mistake 5% (α = 0,05).The statistic test showed that there are correlations between mother knowledge with ARI on toddlers (p= 0,041), exclusive breastfeeding with ARI on toddlers (p= 0,028), smoking in house behavior with ARI on toddlers (p= 0,045) and there is no significant correlation between the kinds of cooking fuel in house with ARI on toddlers (p= 0,875).

(2)

2 PENDAHULUAN

Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun yaitu sebesar 98% yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Who, 2007). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Buletin WHO menuliskan kejadian ISPA menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 anak per tahun di Negara berkembang dan 0,05 anak per tahun di Negara maju. Ini menunjukkan terdapat 156 juta kejadian baru di dunia per tahun dimana 151 juta (96,7%) terjadi di Negara berkembang. Kasus ISPA terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta), Pakistan (10 juta), sedangkan Bangladesh, Indonesia dan Nigeria mempunyai jumlah kasus yang sama yaitu masing-masing 6 juta.

Hasil laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, Period prevalence ISPA di Indonesia (25,0%) tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2007 (25,5%) dan Insiden dan prevalensi ISPA di Indonesia tahun 2013 adalah 1,8% dan 4,5%, dengan ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).

Salah satu penyakit ISPA yang saat ini perlu mendapat perhatian juga adalah penyakit influenza, karena penyakit influenza merupakan penyakit yang dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan. Angka kejadian kasus influenza tertinggi di Sulawesi Utara terus meningkat, pada tahun 2016 kasus influenza meningkat menjadi 73.225 kasus (Profil kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi utara 2016).

Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah (BBLR), status imunisasi pemberian air susu ibu (ASI), dan pemberian vitamin. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar untuk memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, serta faktor ibu baik pendidikan, umur, maupun pengetahuan ibu (Depkes, 2009).

Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Minasaha Utara tahun 2015 menunjukkan bahwa ISPA adalah penyakit yang paling tinggi sebanyak 46.731 kasus (Profil Dinkes Minut

(3)

3 2017). Puskesmas Likupang adalah salah satu daerah yang memiliki kasus ISPA tertinggi tahun 2015 dengan jumlah kasus 6.684 dan tahun 2016 jumlah kasus ISPA meningkat menjadi 8.247 (Profil Puskesmas Likupang, 2017).

Survei awal dilakukan di Desa Marinsouw dan Pulisan terdapat Ibu rumah tangga yang memiliki balita, terlihat ada masyarakat yang mengkonsumsi rokok didalam dan diluar rumah, dan informasi dari pemerintah desa bahwa jenis bahan bakar memasak dalam rumah di desa Marinsouw maupun Pulisan adalah beragam yaitu gas, minyak tanah dan kayu bakar. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan melihat hubungan antara pengetahuan ibu, pemberian ASI eksklusif, perilaku merokok dalam rumah, dan jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian Cross-sectional study (potong lintang). Penelitian cross-sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika atau korelasi antara faktor-faktor risiko dan dampak atau efeknya.

Populasi dari penelitian ini adalah 120 balita yang terdaftar di Desa Marinsouw dan Pulisan pada bulan maret, dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh balita yang berusia 6 sampai 59 bulan.

Instrument penelitian berupa kuesioner pengetahuan Ibu, Pemberian ASI eksklusif, perilaku merokok dalam rumah dan jenis bahan bakar memasak. Kuesioner ini diambil dari penelitian sebelumnya oleh Afandi dalam penyusunan tesis dengan judul hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada anak balita di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tahun 2012, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk mengambarkan masing-masing variabel penelitian dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi dan presentase. Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu, pemberian ASI eksklusif, perilaku merokok dalam rumah dan jenis bahan bakar memasak secara terpisah dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan uji statistik chi square (X2). Nilai Confidence interval (CI) = 95% dan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05). Hasil analisis bivariat

(4)

4 dinyatakan bermakna jika nilai probabilitas (p) < α.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN Analisis Univariat

Tabel 1 menunjukkan distribusi kejadian ISPA pada balita sebanyak 62 balita (73,8%), sedangkan balita yang tidak megalami ISPA sebanyak 22 balita (26,2%).

Tabel 1. Distribusi Kejadian ISPA Pada Balita No Kejadian ISPA N % 1 2 Mengalami ISPA Tidak mengalami ISPA 62 22 73,8 26,2 Total 84 100

Tabel 2 menunjukkan distribusi pengetahuan Ibu dengan kategori kurang baik sebanyak 60 Ibu (71,4%), sedangkan kategori baik sebanyak 24 Ibu (28,6%).

Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Ibu

No Pengetahuan Ibu n % 1 2 Kurang Baik Baik 60 24 71,4 28,6 Total 84 100

Tabel 3 menunjukkan distribusi responden menurut pemberian ASI eksklusif dengan kategori tidak eksklusif sebanyak 64 balita (76,2%), sedangkan eksklusif 20 balita (23,8%).

Tabel 3. Distribusi Pemberian ASI Ekslusif No Pemberian ASI n % 1 2 Tidak Ekslusif Ekslusif 64 20 76,2 23,8 Total 84 100

Tabel 4 menunjukkan distribusi perilaku merokok dalam rumah dengan kategori Ya merokok dalam rumah sebanyak 63 anggota keluarga (75,0%), sedangkan Tidak merokok dalam rumah sebanyak 21 anggota keluarga (25,0%).

Tabel 4. Distribusi Perilaku Merokok Dalam Rumah No Perilaku Merokok dalam Rumah n % 1 2 Ya Tidak 63 21 75,0 25,0 Total 84 100

Tabel 5 menunjukkan distribusi jenis bahan bakar memasak dengan kategori tidak memenuhi syarat sebanyak 24 keluarga (28,6%), sedangkan memenuhi syarat sebanyak 60 keluarga (71,4%).

Tabel 5. Distribusi Jenis Bahan Bakar Memasak No Jenis Bahan Bakar Memasak n % 1 2 Tidak Memenuhi syarat Memenuhi syarat 24 60 28,6 71,4 Total 84 100

(5)

5 Analisis Bivariat

Tabel 6. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Marinsow dan Pulisan Kebupaten Minahasa Utara

Tabel 6 menunjukkan sebanyak 48 dari 60 (80.0%) balita mengalami ISPA pada kategori pengetahuan Ibu kurang baik dan sebanyak 14 dari 24 (58,3%) balita mengalami ISPA pada kategori pengetahuan Ibu baik. Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,041, artinya ada hubungan antara pengetahuan Ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara.

Tabel 7. Hubungan Antara Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Marinsow dan Pulisan Kebupaten Minahasa Utara

Tabel 7 menunjukkan sebanyak 51 dari 64 (79,7%) balita mengalami ISPA pada kategori pemberian ASI tidak eksklusif, dan sebanyak 11 dari 20 (55,0%) balita mengalami ISPA dengan kategori pemberian ASI eksklusif,. Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,028, artinya ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara

Tabel 8. Hubungan Antara Perilaku Merokok dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Marinsow dan Pulisan Kebupaten Minahasa Utara

Tabel 8 menunjukkan sebanyak 50 dari 63 (79,3%) balita mengalami ISPA pada kategori merokok dalam rumah dan sebanyak 12 dari 21 (57,1%) balita mengalami ISPA pada kategori tidak merokok dalam rumah. Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,045, artinya ada hubungan antara perilaku merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara.

(6)

6 Tabel 9. Hubungan antara Jenis Bahan Bakar Memasak dengan Kejadian ISPA pada Balita Di Desa Marinsow dan Pulisan Kebupaten Minahasa Utara

Tabel 9 menunjukkan sebanyak 18 dari 24 (75,0%) balita mengalami ISPA pada kategori jenis bahan bakar memasak yang tidak memenuhi syarat dan sebanyak 44 dari 60 (73,3%) balita mengalami ISPA pada kategori jenis bahan bakar memenuhi syarat. Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,875, artinya tidak ada hubungan antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara.

PEMBAHASAN

Penelitian ini mempunyai 84 balita di Desa Marinsouw dan Pulisan yang terdiri atas Desa Marinsouw 50 balita dan Desa Pulisan 35 balita. Balita yang mengalami ISPA di Desa Marinsouw sebanyak 35 (70,0%) balita dan di Desa Pulisan sebanyak 27 (79,4%) balita. Berdasarkan data yang didapatkan, Ibu yang berpengetahuan tidak baik lebih banyak yaitu sebanyak 60 Ibu (71,4%).

Ibu yang memiliki pengetahuan tidak baik dengan balita yang mengalami ISPA sebanyak 48 (80,0%) balita. Hasil analisis statistik dengan uji chi-square didapatkan nilai p= 0,04, artinya terdapat hubungan antara pengetahuan Ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan. Penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2012) tentang hubungan tingkat pengetahuan Ibu tentang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan, menyimpulkan ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan dengan hasil uji chi-square menunjukkan p= 0,001. Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan masih banyak Ibu yang belum mengetahui tentang ISPA, penyebab, penularan dan pencegahannya. Hal inilah yang menyebabkan banyak balita di Desa Marinsouw dan Pulisan mengalami ISPA. Penelitian yang dilakukan oleh Syahrani, dkk (2012) bahwa rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan keluarga terutama ibu menjadi salah satu pemicu terjadinya ISPA pada balita dan tingkat pengetahuan seseorang yang semakin tinggi akan berdampak pada

(7)

7 arah yang lebih baik. Pengetahuan yang baik harus dimiliki oleh tiap Ibu, mengingat ibu mempunyai peran penting dalam mengasuh, mendidik, membimbing, mengurus dan melihat apa yang diperlukan anak.

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi yang baru lahir dan merupakan satu-satunya makanan sehat yang diperlukan bayi pada bulan-bulan pertama kehidupannya (Kasumini, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberian ASI tidak eksklusif sebanyak 64 (76,2%) balita dan balita yang tidak mendapat ASI eksklusif dan mengalami ISPA sebanyak 51 (79,7 %). Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,028, artinya ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ikasari,dkk (2015) tentang pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Martapura dengan nilai p= 0,024.

Pemberian ASI tidak eksklusif ini terjadi karena banyak ibu yang telah memberikan makanan tambahan kepada balita sebelum waktunya, pengetahuan

Ibu yang kurang baik tentang manfaat ASI bagi perkembangan dan pertumbuhan balita dan Ibu tidak mengeluarkan ASI dengan sementinya, sehingga bayi diberikan susu formula. ASI eksklusif sangat penting untuk kesehatan baik karena mempunyai banyak manfaat salah satunya untuk pembentukan antibodi sehingga balita tidak mudah terkena berbagai penyakit. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi sehat pertumbuhan berat badan sesuai standar dan memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan, dapat membebaskan bayi dari segala macam penyakit (Ambrawati dan Wulandari, 2010). Penelitian yang dilakukan diperoleh hasil anggota keluarga yang merokok dalam rumah sebanyak 63 (75,0%) dan anggota keluarga yang merokok dalam rumah sehingga balitanya menglami ISPA sebanyak 50 (79,3%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,045, artinya ada hubungan antara perilaku merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pangaribuan (2017) tentang hubungan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Remu Kota Sorong bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada

(8)

8 balita di Puskesmas Remu Kota Sorong dengan hasil p value = 0,000.

Keluarga yang merokok didalam rumah adalah dominannya adalah Ayah. Hal tersebut terjadi karena perilaku merokok dianggap sesuatu yang wajar bagi seorang laki-laki khususnya seorang ayah atau anggota keluarga lain yang sudah bekerja, disamping itu juga kebiasaan merokok adalah sesuatu yang sulit untuk dihilangkan karena telah dilakukan sejak lama. Prevalensi konsumsi tembakau cenderung meningkat baik pada laki-laki maupun perempuan, tetapi laki-laki cenderung lebih banyak yang mulai merokok pada usia muda.

Balita adalah kelompok yang paling rentang terkena penyakit, sehingga balita yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah sangat berisiko mengalami ISPA. Perokok pasif juga masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Perempuan, anak-anak dan balita adalah kelompok yang paling banyak terpajan asap rokok dibandingkan laki-laki. (Badan penelitian dan pengembangan Kemenkes RI, 2014).

Hasil yang didapatkan jenis bahan bakar yang tidak memenuhi syarat sebanyak 24 (28,6%) keluarga dan Keluarga yang menggunakan jenis bahan bakar yang tidak memenuhi

syarat dan balita mengalami ISPA sebanyak 18 (75,0%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai p= 0,875 artinya tidak ada hubungan antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara. Hasil ini didukung oleh penelitian Mahardika (2015) tentang hubungan faktor kegiatan di rumah terhadap penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tenggarang Kabupaten Bondowoso bahwa tidak terdapat hubungan antara bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dengan hasil uji statistik nilai p= 0,773. Jenis bahan bakar yang digunakan di Desa Marinsouw dan Pulisan untuk kebutuhan memasak lebih banyak menggunakan gas, hal tersebut dapat meminimalisir terjadinya peningkatan polusi udara di dalam rumah. Dalam penelitian ini dapat digunakan pengendalian dan pencegahan replacement yang bertujuan untuk mengganti perlengkapan dan sumber energi yang kurang baik yang mengakibatkan pencemaran udara dalam rumah. Contohnya mengganti jenis bahan bakar memasak minyak tanah, kayu api dengan gas atau listrik (Chandra, 2007).

(9)

9 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Ada hubungan antara pengetahuan

Ibu dengan kejadian ISPA pada Balita.

2. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita.

3. Ada hubungan antara perilaku merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita

4. Tidak ada hubungan antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita.

SARAN

1. Bagi Masyarakat

Masyarakat harus meningkatkan pengetahuan tentang ISPA terutama seorang Ibu yang mempunyai tanggung jawab untuk mengurus anak-anaknya. Ibu harus banyak membaca buku atau mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang di adakan di Puskesmas atau Posyandu untuk meningkatkan pengetahuan Ibu tentang kesehatan, khususnya tentang variabel yang telah di teliti dan mempunyai hubungan dengan kejadian ISPA seperti pengetahuan Ibu, pemberian ASI eksklusif, perilaku merokok dalam rumah.

2. Bagi Puskesmas

Puskesmas dapat meningkatkan fungsinya untuk meningkatkan derajat kesehatan di Desa Marinsouw dan pulisan dengan memberikan penyuluhan kesehatan khususnya tentang pengetahuan tentang ISPA, hubungan pemberian ASI eksklusif dan perilaku merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA, penyuluhan harus menarik dan harus menyesuaikan waktu masyarakat dengan kesepakatan yang telah dibuat agar masyarakat dapat tertarik untuk hadir dan mengerti apa yang disampaikan sehingga menjadi sebuah bekal pengetahuan untuk masyarakat. Puskesmas harus bekerja sama dengan Posyadu mengenai data kesehatan balita di Desa agar dapat mengintervensi secara menyeluruh.

3. Bagi Dinas Kesehatan

Menyiapkan pedoman penyuluhan tetang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita dalam penelitian ini yaitu pengetahuan tentang ISPA, pemberian ASI eksklusif, perilaku merokok dalam rumah. Mengadakan pelatihan penyuluhan tentang ISPA bagi tenaga puskesmas serta melakukan supervisi dan pembinaan ke puskesmas secara rutin sehingga dapat meningkatkan kualitas pelaksaan program pengendalian penyakit menular khususnya ISPA.

(10)

10 Penelitian ini hanya meneliti sebagian kecil dari faktor risiko yaitu pengetahuan ibu, pemberian ASI eksklusif, perilaku merokok dalam rumah dan jenis bahan bakar memasak yang menyebabkan kejadian ISPA pada balita. Untuk peneliti lainnya diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini dengan faktor risiko lain, dan desain penelitian agar didapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi. 2012. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak Nalita di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Indonesia. Diakses: 24 Juli

2017. Online:

lib.ui.ac.id/file=?digital/203076

89-T30757-Hubungan%20lingkungan.pdf.

Ambarwati dan Wulandari. 2010.

Asuhan Kebidanan Nifas.

Jogjakarta : Mitr Cendikia Press.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2014.

Fakta Tembakau dan

Permasalahannya Di Indonesia. Jakarta : Tobaco Control and Support Center- IAKMI.

Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian

Kesehatan dengan contoh

bidang Ilmu kesehatan Gigi. Jakarta: EGC

Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dinkes Sulut. 2017.Profil Kesehatan

Dinas Kesehatan Provinsi

Daerah Sulawesi Utara.

Depkes RI. 2009. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI.

Dinkes Minut. 2017.Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara.

Ikasari,dkk. 2015. Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA pada Bayi Usia 6-12

Bulan di Wilayah kerja

Puskesmas Martapura.

Lambung. Fakultas Kedokteran. Universitas Lambung Mangkurat.

Diakses : 25 Juni 2017. Online : ppjp.unlam.ac.id/journal/index.p hp/JDK/article/download/721/6 26.

Indriani, D. 2012. Hubungan Tingkat

Pengetahuan Ibu Tentang

Infeksi Pernapasan Akut (ISPA) dengan Perilaku Pencegahan pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah.

(11)

11 Diakses: 21 Juni 2017 Online : eprints.ums.ac.id/20549/21/NAS KAH_PUBLIKASI.pdf.

Kemenkes RI. 2010. Kementrian Kesehatan RI: Pneumonia pada Balita.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.

Kusmini, R. 2012. Asuhan Kebidanan pada Bayi yang Baru Lahir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Mahardika. 2015. Hubungan Faktor

Kegiatan di Rumah terhadap penyakit ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas

Tenggarang Kabupaten

Bondowoso. Universitas

Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Diakses: 22 Juli 2017. Online: repository.unej.ac.id/handle/123 456789/65862.

Pangaribuan, S. 2017. Hubungan

kondisi lingkungan rumah

dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Remu Kota

Sorong bahwa terdapat

hubungan antara kebiasaan

merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Remu Kota Sorong. Sorong: Stikes Papua.

Diakses: 25 Juni 2017. Online : jurnal.csdforum.com/index.php/ GHS/article/view/68.

Puskesmas Likupang. 2016. Profil

Kesehatan Puskesmas

Likupang.

Syahrani, dkk. 2012. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang Penatalaksanaan ISPAterhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu Merawat Balita ISPA di Rumah.

Diakses pada : 28 Juli 2017 Online:http//ejournal.stikestelog orejo.ac.id/index.php/ilmukeper awatan/article/view/44/83. WHO. 2007. Pencegahan dan

pengendalian infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemic dan pandemic di fasilitas pelayanan kesehatan. Geneva. ahli bahasa : Trust indonesia. Diakses: tanggal 28 maret 2017. Online:http://www.who.int/csr/r esources/publicatons/WHO_CD S_EPR_2007_8b hasa.pdf, diakses pada tanggal 28 maret 2017.

Referensi

Dokumen terkait

However, the data for several variables that have a theoretical relationship to the demand and supply of railroad grain transportation service is not published quarterly,

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, besarnya masukan energi pada proses pengolahan di setiap tahapan proses mulai dari pelayuan pucuk teh, penggilingan dan

Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di atas melihat tingkat kesuksesan perusahaan obyek penelitiannya dari kinerja industri atau kinerja perusahaan dengan melihat

Pengujian yang dilakukan pada rotary encoder bertujuan untuk menguji keakuratan nilai yang dihasilkan berdasarkan putaran motor yang telah diberi kondisi oleh operator melalui

Serta diperoleh hasil koefisien determinasi sebesar 31,36%, hal ini menunjukkan bahwa variabel X1 (minat belajar) dalam hal ini adalah upaya peningkatan minat

Salah satu acara unggulan pada stasiun televisi Trans 7 dan merupakan salah satu program acara terlama, jejak petualang hadir sebagai tayangan dokumenter untuk memberikan

Telah dapat dibangun suatu sistem pengambilan keputusan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process untuk menentukan urutan prioritas dalam penentuan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa langkah dan strategi Wilayatul Hisbah dalam mencegah lesbian, gay, biseksual dan transgender