• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK ANTAR ETNIS ANALISIS KONFLIK ETN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONFLIK ANTAR ETNIS ANALISIS KONFLIK ETN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK ANTAR ETNIS: ANALISIS KONFLIK ETNIS BALI

DAN ETNIS SUMBAWA DILIHAT DARI PERSPEKTIF

SOLIDARITAS ETNIK DURKHEIM

MAKALAH UTS

MK. STRUKTUR SOSIAL, KEBUDAYAAN, DAN PERUBAHAN MASYARAKAT

Oleh:

Indria Retna Mutiar

I353150111

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PEDESAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

1

Konflik Antar Etnis: Analisis Konflik Etnis Bali dan Etnis Sumbawa Dilihat dari Perspektif Solidaritas Etnik Durkheim

Pendahuluan

Pada dasarnya, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural dengan berbagai etnis, suku bangsa di dalamnya. Hal ini yang menjadikannya memiliki beragam kebudayaan pada masyarakatnya. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dirasa sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Keberagaman ini membuat Indonesia memiliki identitasnya sendiri, yaitu negara dengan multy culture, multy etnis, agama, dan ras yang menjadi modal budaya (cultural capital) dan kekuatan budaya (cultural power) yang menggerakkan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara (Najwan 2009). Keanekaragaman ini juga menjadikan adanya perbedaan nilai dan norma pada masyarakatnya. Tidak jarang terjadi pertentangan-pertentangan antar masyarakat dengan etnis dan budaya yang berbeda. Pertentangan-pertentangan ini sebenarnya terjadi karena ketidaksamaan nilai-nilai yang mereka anut, sehingga memiliki cara pandang yang berbeda, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Seperti konflik etnis yang terjadi di Sumbawa, konflik tersebut melibatkan dua etnis berbeda yaitu etnis Bali dan etnis Sumbawa.

Perlu dipahami di sini, bahwa untuk menyatukan masyarakat yang memiliki sejarah, nilai, dan norma yang berbeda akan sangat sulit. Pada masyarakat yang memiliki kebudayaan berbeda, tentu keduanya harus memahami nilai-nilai yang ada di dalam masing-masing kebudayaan tersebut. Hal ini karena pada setiap masyarakat telah diwariskan kebudayaannya masing-masing. Dalam kaitannya dengan ini, maka pada dasarnya masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan (Mutakin 2003). Ini berkaitan juga dengan etnis, bahwa dalam kaitannya dengan etnis, etnis merupakan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya (KBBI).

Dalam kaitannya dengan konflik antar etnis, ini biasanya terjadi karena terdapat kesalahpahaman antar keduanya. Kesalahpahaman ini yang muncul karena adanya pandangan yang berbeda terhadap suatu hal. Pada tulisan ini, penulis mencoba memaparkan bagaimana konflik antar etnis yang terjadi di Sumbawa, yaitu antara etnis Sumbawa dengan etnis Bali. Pada tulisan ini juga, penulis akan menggunakan teori Durkheim terkait etnis. Menurut Durkheim solidaritas etnik sendiri dapat membangun kekuatan kolektif. Pandangan Durkheim ini lah yang menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis, untuk meninjau lebih lanjut keterkaitannya dengan konflik etnis yang terjadi di Sumbawa. Terakhir, penulis akan menyimpulkan dan memberi beberapa saran terkait konflik etnis tersebut.

Latar Belakang Konflik Etnis

(3)

2

terbilang kental dengan adat-istiadat setempat. Masyarakat Bali lebih terbuka terhadap budaya luar, hal ini karena banyaknya budaya-budaya luar yang masuk ke Bali (Gunadha 2016). Ini menunjukan bahwa masyarakat Bali toleran terhadap budaya-budaya luar. Selain itu, masyarakat Bali juga masih kental dengan adat-istiadat masyarakatnya, karena kekentalan inilah tak jarang masyarakatnya menerapkan nilai-nilai yang ada di masyarakat Bali. Sementara itu, di Sumbawa sendiri sebenarnya terdapat beberapa etnis di dalamnya. Akan tetapi dalam penulisan ini lebih difokuskan pada etnis Samawa yang merupakan pokok bahasan dari konflik etnis ini.

Etnis Samawa merupakan salah satu etnis yang ada di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Etnis ini memiliki karakter egaliter, egalitarianisme masyarakat Sumbawa pada dasarnya tidak membedakan suku, ras dan budaya bagi siapa yang menjadi pemimpin mereka (Soerjo 2015). Akan tetapi, mereka juga memiliki rasa primordialisme. Primordial ini merupakan suatu unit sosial yang hubungan antar anggotanya bersifat alami baik atas dasar hubungan darah, maupun adat istiadat yang bersifat kedaerahan (Mutakin 2003). Hal ini terjadi di masyarakat Sumbawa, keterikatan masyarakat oleh kesatuan adat ke-Sumbawa-an akan muncul jika sentimen eksistensi ke-Tau Samawa-an (perasaan sebagai orang Sumbawa) mereka diganggu atau jika dihadapkan pada rivalitas dengan etnis lain di luar kesatuan adat masyarakat Sumbawa (Soerjo 2015). Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih-masing masyarakat antar etnis tersebut memiliki karakternya masing-masing. Terkait dengan konflik antar etnis yang terjadi, akan lebih baik jika ditinjau juga dari sejarahnya. Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi munculnya konflik yang terjadi saat ini, ataukah karena kuatnya rasa primordial, sehingga memicu timbulnya konflik yang melibatkan etnis tersebut.

(4)

3

Pembahasan

- Perspektif Solidaritas Etnik Durkheim

Sebelum masuk ke analisis kasus di atas, terlebih dahulu akan dipaparkan teori terkait kasus tersebut. Di sini, penulis mencoba menggunakan perspektif solidaritas etnisnya Durkheim. Pandangan Durkheim mengenai solidaritas sendiri, menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu moral dalam tatanan sosial, kemudian ia perjelas lagi dengan menggunakan konsep kesadaran kolektif (Hasbullah 2012). Solidaritas sosial juga Durkheim gunakan dalam menganalisis pembagian kerja pada masyarakat. Adanya pembagian kerja yang berbeda-beda membuat masyarakat memiliki ketergantungan satu sama lain, dan oleh karenanya akan terikat satu sama lain (Laeyendecker 1983). Durkheim membagi solidaritas tersebut ke dalam dua bagian, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Durkheim dalam Laeyendecker (1983), menyebutkan bahwa:

Solidaritas mekanik didasarkan atas persamaan. Pada solidaritas ini, semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif ini merupakan keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu, yang mempunyai kehidupan sendiri, dan dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

Kesadaran kolektif yang ada di masyarakat ini pada dasarnya akan membentuk suatu tatanan sosial yang didasarkan atas nilai-nilai yang dianut bersama. Hal ini tentu akan berbeda antar masyarakatnya, karena kesadaran kolektif juga mempunyai sifat keagamaan yang mengharuskan rasa hormat dan ketaatan, individu-individu selalu tunduk pada kolektivitas masyarakatnya (Laeyendecker 1983). Ini yang menjadikannya berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Dalam kaitannya dengan etnis, di dalam etnis terdapat sistem kebudayaan yang berbeda antar anggotanya. Sistem kebudayaan ini menjadi acuan dalam melihat ketidakseragaman antar etnis. Apabila dikaitkan dengan kesadaran kolektifnya Durkheim, di dalam etnis sendiri terdapat sistem kebudayaan yang di dalamnya tentu memiliki nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, selalu ada perbedaan pandangan pada masing-masing etnis. Sementara itu, di dalam konsep kesadaran kolektifnya Durkheim, individu-individu didasarkan atas rasa persamaan antar anggotanya.

Lebih lanjut, Durkheim mengatakan bahwa kesadaran kolektif merujuk pada norma dan kepercayaan bersama, yang ia gunakan sebagai konsep dalam memahami masyarakat primitif (Ritzer 2011). Ia juga meninjau lebih lanjut mengenai kesadaran kolektif, bahwa kesadaran kolektif ini tidak bisa dipahami dari individu semata, melainkan dari interaksi-interaksi di dalamnya. Ritzer (2011) memaparkan bahwa pandangan Durkheim mengenai kesadaran kolektif mengalami keterbatasan, sehingga Durkheim memilih konsep yang lebih spesifik yaitu representasi kolektif yang secara harfiah berarti gagasan (Ritzer 2011):

“Merepresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif. Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari interaksi sosial.”

(5)

4

bentuk keteraturan, artinya ia memandang bahwa dengan adanya kelompok-kelompok etnik ini dapat dimungkinkan adanya kekuatan kolektif antar anggotanya. Hal ini merupakan sebagai wujud dari berfungsinya bagian-bagian yang ada di masyarakat, yang menurutnya seperti tubuh manusia, jika salah satunya tidak berfungsi maka akan menyebabkan bagian yang lainnya (disfungsi). Dalam kaitannya dengan pandangan Durkheim, Sjaf (2012) sendiri memaparkan beberapa asumsi dasar dari pemikiran Durkheim; (1) Setiap kesejarahan kelompok sosial yang ada saat ini, tidak lepas dari kesejarahan masa lalunya (solidaritas organik terbentuk dari solidaritas mekanik), (2) Tindakan individu adalah tindakan kelompok sosialnya, (3) Sifat dan karakteristik kelompok sosial tercermin dari sifat dan karakteristik individu-individu dari kelompok sosial tersebut.

- Analisis Kasus

Dalam kaitannya dengan perspektif solidaritas etnik Durkheim, konflik yang terjadi pada etnis Bali dengan etnis Sumbawa ini karena adanya kekuatan kolektif. Kekuatan kolektif ini dibangun dengan mengatasnamakan etnis. Pada dasarnya, konflik tersebut merupakan konflik antar keluarga, namun berujung pada konflik antar etnis. Hal ini jelas bahwa kekuatan kolektif merupakan suatu ikatan kekuatan.

Konflik bisa saja terjadi pada kedua etnis tersebut (etnis Bali dan etnis Sumbawa), namun dari konflik tersebut dapat memunculkan solidaritas pada masing-masing etnis. Berikut gambaran singkat mengenai solidaritas etnik menurut Durkheim.

Skema 1. Gambaran Solidaritas Etnik

Sumber: Hasil olahan sendiri berdasarkan analisis bacaan

Pada masyarakat tentu memiliki nilai, norma, yang tercakup di dalam kelembagaannya. Nilai-nilai tersebut diwariskan dari waktu ke waktu melalui sosialisasi pada anggota masyarakatnya. Ini juga sama halnya dengan etnis, etnis ada karena adanya perbedaan-berbedaan sistem kebudayaan yang terklasifikasi pada tiap masyarakatnya. Seperti yang telah

Masyarakat

Etnis B

Sistem Kebudayaan Etnis B

- Nilai - Norma - Kelembagaan

Etnis A

Sistem Kebudayaan Etnis A

Disintegrasi

Konflik

(6)

5

disinggung sebelumnya, bahwa etnis merupakan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya (KBBI).

Perbedaan-perbedaan ini tentu akan tetap berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Seperti yang dikatakan Durkheim, bahwa perbedaan-perbedaan dalam pembagian kerja bukanlah sebuah masalah atau kesenjangan, namun lebih akan menciptakan saling membutuhkan. Jika kita lihat pada isu yang terjadi antara kedua etnis yang berkonflik, bisa jadi terdapat disintegrasi di dalamnya, sehingga berpengaruh pada fungsi-fungsi lainnya. Namun, menurut Durkheim konflik tidak hanya dimaknai sebagai bentuk perpecahan, tetapi juga dapat menciptakan integrasi antar anggota kelompok yang berkonflik. Pandangan Durkheim ini, menurut saya hanya berlaku untuk anggota dari kelompoknya saja. Ketika tidak ada “kehangatan” di dalam anggota kelompok, kemudian berubah karena adanya konflik dengan anggota kelompok lain, sehingga muncul integrasi antar anggota kelompoknya. Jadi dalam hal ini, integrasi terjadi pada masing-masing anggota kelompok, bukan pada kelompok yang berkonflik.

Pada dasarnya konflik ini merupakan akumulasi dari konflik-konflik sebelumnya. Seperti yang telah disebutkan, bahwa sebelumnya pernah terjadi konflik antar pemuda etnis Bali dengan etnis Sumbawa. Adanya latar belakan sejarah konflik ini menjadi dasar dari memuncaknya konflik yang terjadi saat ini. Selain itu, apabila kita lihat dari karakteristik masing-masing etnis, seperti pada etnis Sumbawa yang memiliki rasa primordialisme. Apabila keberadaannya terganggu (etnisnya), maka akan timbul sentimen antar anggotanya. Sementara pada etnis Bali sendiri cenderung lebih toleran terhadap budaya-budaya luar. Hal ini dikarenakan banyaknya budaya luar yang masuk ke Bali, sehingga sudah terbiasa dengan budaya-budaya luar (Damayanti). Selanjutnya, analisis konflik antar etnik ini juga dapat dilihat dari bagaimana kekuatan dari ikatan budaya kolektif antar keduanya. Apabila dari kedua etnis ini memiliki ikatan budaya kolektif yang kuat, maka bisa dipastikan ketika terjadi disintegrasi maka akan menimbulkan konflik. Konflik antar golongan/etnis, namun dapat menciptakan integrasi pada masing-masing anggota dari kedua etnis tersebut.

Simpulan dan Saran

Bagi Durkheim, konflik tidak harus selalu dimaknai dengan sesuatu yang bersifat negatif, namun justru konflik juga dapat memunculkan integrasi antar anggota kelompoknya. Integrasi ini muncul karena adanya kesamaan, baik nilai-nilai maupun adat-istiadat yang ada di dalamnya. Konflik yang terjadi pada kedua etnis ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif. Pada sisi positif, konflik yang terjadi dapat dikatakan bahwa kelompok etnis Sumbawa memiliki kekuatan kolektif, yaitu terbukti dengan adanya unjuk rasa yang dilakukan atas kejadian yang menimpa anggota masyarakatnya. Hal ini jelas menyangkut ke-etnisan, atau dapat dikatakan rasa primordial. Adapun saran dan solusi atas konflik yang terjadi ini yaitu:

1. Kejelasan hukum

Hukum yang tegas sangat diperlukan dimanapun tempatnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada ketimpangan yang terjadi di dalamnya. Selain itu, hukum yang jelas juga dapat menjadi acuan bagi masyarakat ketika terjadi perselisihan, terlebih lagi perselisihan yang menyangkut etnis. Hukum juga harus netral, artinya tidak boleh berpihak pada salah satu etnis, melainkan harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut kedua etnis tersebut. 2. Adanya keterlibatan antar kedua etnis dalam ranah politik, hukum, dan ekonomi

(7)

6

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Laeyendecker. L. 1983. Tata, Perubahan, dan Ketimpangan. Jakarta: PT Gramedia

Mutakin A, dkk. 2003. Dinamika Masyarakat Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Ritzer George, Dauglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post Modern. Bantul: Kreasi Wacana.

Sumber Disertasi, Jurnal:

Hasbullah. 2012. REWANG: Kearifan Lokal Dalam Membangun Solidaritas Dan Integrasi Sosial Masyarakat Di Desa Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sosial Budaya [Internet]. [Diunduh 2016 April 18]; 9: 2. Tersedia pada: http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/SosialBudaya/article/view/385/367.

Najwan J. 2009. Konflik Antar Budaya dan Antar Etnis di Indonesia Serta Alternatif Penyelesaiannya. Jurnal Hukum [Internet]. [Diunduh 2016 April 17]; 16: 195-208.

Tersedia pada:

http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/5%20Johni%20Najwan.pdf.

Sjaf S. 2012. Pembentukan Identitas Etnik Dalam Arena Ekonomi Politik Lokal Di Era Desentralisasi [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sumber Lainnya:

Damayati M. Konflik Sumbawa-Bali: Akibat Miscommunication Antar Etnis [Internet]. Dapat dilihat melalui http://www.academia.edu/11323317/Konflik_Sumbawa-_Bali_Akibat_Miscommunication_antar_etnis. Diakses pada tanggal 18 April 2016.

Gunadha IB. 2016. Identitas Manusia Bali: Perspektif Adat, Agama, dan Budaya [Internet]. Dapat dilihat melalui http://www.cakrawayu.org/artikel/8-i-wayan-sukarma/106-identitas-manusia-bali.html. Diakses pada tanggal 17 April 2016.

Hatta RT. 2013. Bentrok Antar Etnis Terjadi Di Sumbawa [Internet]. Dapat dilihat melalui http://news.liputan6.com/read/494122/bentrok-antar-etnis-terjadi-di-sumbawa. Diakses pada tanggal 18 April 2016.

[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Definisi Etnis [Internet]. Dapat dilihat melalui http://kbbi.web.id/etnik. Diakses pada tanggal 17 April 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang bukan merupakan Pemegang Saham Pengendali (minority shareholders) setelah Penawaran Umum atau perusahaan yang sudah

Setelah peserta didik mengurutkan proses terjadinya hujan, peserta didik dapat menyusun informasi secara tertulis tentang perubahan wujud yang terjadi pada proses

19 Dengan demikian metode tidak terikat hanya dalam lingkup materi pelajaran tertentu, akan tetapi intinya dari metode merupakan suatu usaha dengan suatu cara, jalan yang

Makromineral yang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan kulit udang adalah kalsium, magnesium, kalium dan fosfor (Darmono 1995).. Makhluk hidup pada lingkungan perairan

Judul : Efektifitas Guru Alumni FPTK IKIP Semarang Menurut Siswa SMTA di Jawa Tengah. Program : IKIP Semarang Tahun : 1992 Status :

Klien A melakukan pelepasan anak panah ( projectile ) dengan melepaskan tombol virtual yang dimana pada klien B gagal melakukan instansiasi secara remote dikarenakan pada

membuat sendiri soga dari tanaman di lingkungan mereka, yaitu bagaimana pengaruh waktu ekstraksi serta perbandingan antara volume solven dan berat kulit kayu pohon

[r]