• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Humanis Ahmad Dahlan Periode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Humanis Ahmad Dahlan Periode"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

Muhammad Najib Alfaruq Aktivis Biro Kerja Sama PWM Jateng

Latar Belakang Masalah

Di era kolonialisasi, terjadi pemaksaan ideologi asing ke wilayah Asia Pasifik, begitu massif. Tidak luput pula wilayah yang ketika itu, disebut, nusuantara, terkena pemaksaan ideologi tersebut. Ideologi-ideologi itu diantara adalah ideologi konservatisme, liberal, anarkisme dan lain lain.

Ahmad Dahlan melihat situasi yang hitam-putih diatas menjadi risau dengan pergolakan ideologi tersebut, ditambah dengan maraknya misi Kristen di nusuantara (wilayah Jawa pada khsusnya) dan penyimpangan dalam praktik keagamaan ummat Islam pada masa itu. Paradigma umum yang digunakan oleh umat Islam adalah taqlid yang merupakan suatu sikap penerimaan pasif yang mutlak. Ahmad Dahlan sendiri tidak berdaya secara struktural, namun dengan kecerdasannya Ahmad Dahlan mampu menginfiltrasi kedalam budaya dan kekuasaan. Usaha kerasnya dalam membentengi umat Islam dari pengaruh ideologi-ideologi asing dan misi Kristen dihadapinya dengan cara-cara yang rasional .

Sikap toleran terhadap kolonial dan para misonaris bukan sebuah pernyataan bahwa Dahlan telah menjual prinsip-prinsipnya. Dahlan tidak pernah lalai dengan ancaman ini. Dahlan berupaya keras mencari jalan keluar dalam kondisi yang sulit yang dihadapinya. Untuk menjawab situasi tersebut, Dahlan dengan giat melawan arus ideologi-ideologi asing tersebut dengan jalur pendidikan.

Dalam pendidikan Dahlan mengangkat sisi profetik Islam, dengan mengembangkan semangat ijtihad melalui pendidikan yang humanis sebagai antitesis tantangan diatas. Dalam humanismenya Dahlan memusatkan perhatian pada fitrah manusia dengan SDMnya, baik jasmaniah maupun ruhaniah sebagai potensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya melaui proses humanisering sehingga keberadaan manusia semakin bermakna.

Namun hingga saat ini pendidikan di Indonesia belum mampu mencapai titik idealnya yakni memanusiakan manusia, yang terjadi justru sebaliknya yakni menambah rendahnya derajat dan martabat manusia. Gagalnya pendidikan untuk menanamkan nilai humanisme terlihat dengan maraknya tawuraan, pelecehan seksual, kolusi, nepotisme dan tingginya angka korupsi di Indonesia. Kehadiran pendidikan humanisme adalah sebagai solusi terhadap hilangnya nilai kemanusiaan dalam proses pendidikan. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti pendidikan yang berlandaskan atas pemikiran pendidikan humanis K.H.Ahmad Dahlan.

(2)

Tinjauan Teoritik

Humanisme (latin: humanus) berasal dari akar kata homo yang berarti manusia dan memiliki arti manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia. Istilah humanis semula diterapkan pada publik professional tentang literatur klasik abad tengah yang mengajarkan ketrampilan menulis surat dan berbicara. Tetapi secara bertahap istilah tersebut mengandung arti yang lebih komprehensif dan banyak mengacu pada para pemerhati studi klasik.1

Humanisme merupakan suatu cabang etika yang cikal bakalnya lahir awal-awal abad ke-16, berbarengan dengan lahirnya reformasi didunia Kristen. Kebangkitan humanisme yang paling awal ditandai dengan lahirnya gagasan mengenai kebebasan manusia untuk menentukan nasibnya sendiri yang dikemukakan oleh Erasmus. Gagasan yang tampak di luar mainstream

ini kemudian banyak dikritik oleh sesama teolog Kristen. Bahkan Martin Luther sebagai tokoh pembaharu Kristen pun sangat keras mengkritik Eramus karena menurutnya telah mereduksi Jesus Christ menjadi hanya sebagai contoh atau model perilaku ideal yang memliki ketinggiamn etik.2

Sama seperti halnya rasionlaisme dan liberalisme, humanisme juga terlahir sebagai anak kandung renaisans. Masing-masing aliran tersebut memiliki target dan tujuan berbeda. Jika rasionalisme merupakan proyek untuk menegaskan eksistensi akal dan liberalisme adalah usaha untuk membuka ladang persaingan yang kompetitif, maka humanisme secara sederhana dapat dipahami sebagai upaya meneguhkan sisi kemanusiaan.3

William O’Neil dalam hal ini memetakan ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh, dengan varian masing-masing, yaitu pertama, ideologi konservatif dengan variasi : fundamentalisme, intelektualisme dan konservatisme; kedua, ideologi liberalis dengan variasi : liberalisme, liberasionalisme, dan anarkisme.4 Sebelumnya Henry Giroux juga memetakan aliran ideologi dengan agak sederhana yaitu aliran konservatisme, liberalisme, dan aliran Kritis.5

Pemaparan aliran ideologi di atas dimaksudkan hanya untuk menggambarkan betapa padatnya arus ideologi-ideologi pendidikan di arena pendidikan kita akhir-akhir ini. Masing-masing ideologi pendidikan tersebut tentu memiliki kelemahan, tergantung dari sudut mana kita memandang.

Sedangkan menurut Ali Syari’ati, humanisme ialah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimiliki manusia adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Ia memandang manusia sebagai makhluk mulia, dan prinsip-prinsip yang disarankannya didasarkan atas

1 Soedjatmoko, Humanitarianisme Soedjatmoko Visi Kemanusiaan Kontemporer

(Yogyakarta: Pilar Humanitika, 2005), hlm.98.

2 Ozment dalam Islam dan Humanisme Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal, hlm. Yogyakarta:Pusataka Pelajar, 2007), hlm.V.

3 Abu Hatsin dalam kata pengantar Islam Dan Humanisme Aktualisasi Humanisme Islam Di Tengah Krisis Humanisme Universal, hlm.V.

(3)

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bisa membentuk spesies manusia.6

Dalam sejarah perkembangannya, humanisme mempunyai tradisi rasional dan empirik yang mula-mula sebagian besar berasal dari Yunani dan Romawi Kuno, kemudian berkembang melalui sejarah Eropa. Hal inilah yang disebut dengan kultur humanisme, dan humanisme itu sendiri menjadi sebagian dasar pendekatan Barat dalam pengetahuan, teori politik, etika dan hukum. Selain itu, filsafat humanisme mempunyai beberapa pandangan hidup yang berpusat pada kebutuhan dan ketertarikan manusia. Sub-kategori ini termasuk humanisme Kristen dan humanisme modern.7

Dalam hal ini humanisme modern yang akan dibahas, yang mempunyai dua sumber yaitu humanisme sekuler dan humanisme religius. Humanisme sekuler adalah salah satu hasil perkembangan abad ke-18, pencerahan rasionalisme, dan kebebasan pemikiran pada abad ke-19. Banyak kelompok sekuler seperti dewan demokrasi dan humanisme sekuler, federasi rasional Amerika, dan banyak kelompok lain yang tidak berafiliasi pada filsuf-filsuf akademisi atau ilmuwan yang menyokong filsafat ini. Sedangkan humanisme religius muncul dari etika kebudayaan, unitarianisme, dan universalisme. Sekarang ini banyak kumpulan unitarian-universalis dan seluruh etika kebudayaan masyarakat yang menggambarkan diri mereka sendiri sebagai humanis yang bernuansa modern.8

Humanisme agama adalah keyakinan didalam aksi. Humanisme sekuler melakukan pemberontakan terhadap agama karena mereka menganggap agama tidak bisa diharapkan untuk mengadvokasi masalah kemanusiaan, bahkan agama sering menimbulkan masalah kemanusiaan. Dalam konteks ini agama sering terjebak pada aspek formalismenya. Humanisme religius menganggap aksi kemanusiaannya karena konsisten terhadap ajaran agama, sedangkan humanisme sekuler menganggap aksi mereka adalah berkat pemberontakan terhadap agama, sebetulnya antara keduanya bisa didamaikan. Dengan syarat, mereka tidak terjebak pada formalisme agama dan lebih mengacu pada nilai substansi agama. Manusia sesungguhnya merupakan makhluk yang mempunyai akal. Secara probabilitas, dengan akal itu mereka dapat menemukan kebenaran. Disinilah konteks pencarian wacana kemanusiaan yang dilakukan oleh humanisme sekuler. Selanjutnya, karena pencarian secara akal ini bersifat probabilitas dan ada potensi untuk tersesat. Tuhan pun membuat petunjuk berupa agama. Disinilah konteks wacana kemanusiaan humanisme religius.9

Aspek kemanusiaan menurut Ali Syari’ati menjadi bagian bahasan yang penting dalam humanisme. Ali Syaria’ti sendiri mengartikan humanisme sebagai aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimiliki

6 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.46

7Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Non-Dikotomik Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm.131.

8Abdurrahman Mas’ud dalam M.Imam Syarifuddin, “Konsep Pendidikan Humanisme Religius Dalam Pendidikan Islam” (UIN Sunan Kalijaga:Yogyakarta, 2008), hlm. 12.

(4)

manusia adalah keselamatan dan kesempurnaan. Kesadaran terpenting yang harus dibangun dalam diri manusia, dalam hal ini adalah kesadaran akan dirinya sendiri. Kesadaran ini akan menjadi bekal penting menentukan arah kehidupannya menuju keadaan yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan.10

Humanisme dalam pendidikan adalah proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religius, ’Abdulloh dan Khalifatullah, adalah respresentasi individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensi-potensinya. Humanisme dimaknai sebagai kekuatan atau potensi individu untuk mengukur dan mencapai ranah ketuhanan dan penyelesaian permasalahan-permasalahan sosial. Nilai-nilai humanisme dalam pendidikan dapat tercipta dengan memposisikan peserta didik sebagai objek sekaligus subjek pendidikan (Student Centered), karena peserta didik bukanlah objek dari kepentingan-kepentingan seperti politik, ideologi, bisnis, dan industri. 11

Humanisme dalam Islam tidak mengenal sekularisme karena tidak ada sekularisme dalam Islam. Dengan demikian, pembahasan humanisme dalam Islam dengan sendirinya adalah humanisme religius. Telah disinggung di depan bahwa humanisme dalam Islam tidak bisa lepas dari konsep Hablum minannas. Manusia sebagai agen Tuhan di bumi atau Khalifatullah memiliki seperangkat tanggung jawab. Dalam topik ini, yang paling penting adalah tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungan hidup. Dalam bahasa asing, sikap-sikap ini disebut philantropic, humane, atau civic minded. Keharusan seseorang untuk berbuat baik kepada orang lain terlihat dari ajaran Rasul, ”man lam yasykurinnas lam yasykurillah”, barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, (pada hakekatnya) dia tidak berterima kasih kepada Allah SWT. Hubungan horisontal ternyata paralel dengan hubungan vertikal.12

Pendidikan Humanisme adalah pendidikan yang menjalankan kegiatannya untuk menuntun peserta didik sesuai dengan kodrat (potensi-potensi) yang dimilikinya, agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut.13 Menurut Baharudin dan Moh.Makin, pendidikan humanisme adalah pendidikan yang memandang fitrah-fitrah tertentu. Karena sebagai makhluk pribadi mereka mempunyai kekuatan konstruktif dan destruktif, sebagai makhluk sosial mereka memiliki kewajiban yang harus dikerjakan sekaligus hak-hak yang harus mereka dapatkan.14

10Ali Syari’ati, Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 39.

11Mustafa Rembangy, Pendididikan Transformatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm.26.

12 Abdurrahman Mas’ud, Diskursus Pendidikan Islam Liberal (Semarang: Edukasi VI.I Fakultas Tarbiyyah IAIN Walisongo, 2002), hlm.19.

13Hasbullah, dasar-dasar ilmu pendidikan (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.4.

(5)

Dalam Islam, pemikiran pendidikan humanistik bersumber dari misi utama kerasulan Muhammad, yaitu memberikan rahmat dan kebaikan kepada seluruh umat manusia dan alam. Spirit al-Quran inilah yang mengilhami pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan yang kemudian dikembangkan menjadi pendidikan yang humanistik.

Tafsirnya Ahmad Dahlan atas surat Ali Imron ayat 104 merupakan basis teologis modern sebagai pemecah probelm kehidupan manusia dan didalamnya mengandung nilai-nilai pendidikan humanis yang transidental. Adapun isi surat tersebut adalah sebagai berikut:





 















 











 























Artinya:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.(QS. Ali Imran 104)

Sedangkan Hamka memberikan kesimpulannya pada tafsir Ali Imron ayat 104 yaitu “ al amru bi al alma’ruf wa nahyu an al mungkar” itu adalah menyeru untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Menyeru atau mengajak merupakan aktivitas dakwah. Dengan dakwah, ada dinamika kehidupan umat Islam menjadi lebih dinamis dan agama menjadi lebih hidup. Sebaliknya, apabila tidak ada dakwah, maka tidak ada dinamika kehidupan beragama. Karena itulah harus ada sekelompok orang yang mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.15

Demikian pula tafsiran dalam surat al-Maun, Ahmad Dahlan mengajarkan aksi pemberdayaan kaum tertindas atas pertimbangan pragmatis dan humanis. Pengetahuan yang benar menurut Ahmad Dahlan ialah pengetahuan yang berguna ( pragmatis), bisa dikerjakan dan sesuai fakta (keadaan) atau konstektual. 16

Sedangkan menurut Ma’arif Jamuin gerakan Ahmad Dahlan merupakan gerakan yang profetik, karena gerakannya mengamalkan amalan untuk kemanfaatan manusia berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunah. Ma’arif juga menambahkan bahwa menjalankan perintah Allah tidak cukup berhenti pada kawasan teks tetapi juga harus teraplikasikan pada kehidupan yang nyata.17 Sesuai dengan pepatah arab “ilmu yang tidak diajarkan bagaikan pohon yang tidak berbuah”.

Nabi Muhammad SAW dengan gerakan profetiknya telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan

15 Hamka, Tafsir al-Azhar juz 4 (Jakarta:Pustaka Tanjimas, 1983), hlm.29

16Munir Mulkan, Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah

(Yogyakarta: Suara Muhmmadiyah, 2010), hlm.142.

(6)

oleh bangsa-bangsa lain menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat mengembangkan dunia Arab dan sekitarnya, membina satu kebudayaan dan peradaban dengan spirit kenabian. Peradaban yang maju itu dapat kita rasakan hingga sekarang. Bahkan kemajuan barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk melalui Spanyol.

Basis kenabian yang diaplikasikan dalam gerakan kemanusiaan inilah yang ditampilkan Ahmad Dahlan dalam pergerakan pendidikannya. Salah satu tampilan gerakan Ahmad Dahlan adalah ‘Gerakan Guru Keliling’ yang kemudian lebih populer kita sebut dengan tabligh, gerakang ini sekarang telah berkembang menjadi pengajian-pengajian di kampung-kampung. Pembaharuan ini merupakan karya sosial keagamaan dengan wajah yang berbeda dari K.H.Ahmad Dahlan pada masanya. Melalui progam guru keliling ini tradisi belajar yang semula dengan pola murid mendatangi guru atau Kiai menjadi guru menjadi Kiai mendatangi murid, yang pada zamannya masih dianggap tabu karena menjatuhkan harga diri seorang Kiai.18

Ahmad Dahlan dengan spirit kenabiannya terutama dalam bidang pendidikan Islam hingga kini dapat kita rasakan. Muhammadiyah dengan sekolahnya dari Taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi di seantero negeri ini merupakan karya nyata yang dahsyat dari Ahmad Dahlan.

Subyek Studi

Permasalahan utama studi ini menyangkut: Biografi dan pemikiran K.H.Ahmad Dahlan, dasar pemikiran pendidikan K.H.Ahmad Dahlan dan Pendidikan Humanis K.H.Ahmad Dahlan.

Pendidikan Humanis K.H.Ahmad Dahlan telah membawa semangat basis kenabian yang diplikasikan dalam gerakan pendidikannya. Dengan semangat kenabian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur pendidikan Islam yang humanis di Indonesia

Masalah Studi

Dengan latar belakang di atas, kami merancang studi ini untuk memetakan dan menajwab permasalah sebagai berikut :

1. Bagaimana dasar pemikiran pendidikan K.H.Ahmad Dahlan? 2. Bagaimana Pendidikan Humanis pemikiran K.H.Ahmad Dahlan? 3. Bagaimana Impliksasinya Pendidikan Humanis pemikiran K.H.Ahmad

Dahlan terhadap kemajuan bangsa dan perubahan social di Indonesia?

Metode Studi

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yaitu pencarian berupa fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan.19

18 Munir Mulkhan dalam Abdul Halim Sani, Pengantar Manifesto Intelektual Profetik, 2007), hlm.X.

(7)

Penelitian kepustakaan (library research) adalah data yang diteliti berupa naskah-naskah atau majalah-majalah yang bersumber dari khasanah kepustakaan.20 Prosedur dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa data tertulis setelah dilakukan analisis pemikiran (concrete analyze) dari suatu teks.21

Pendekatan berikutnya yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan filosofis. Menurut Karl Jaspers yang dikutip oleh Sudarto dalam bukunya Metodologi Penelitian Filsafat, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan akhir serta makna terdalam dari realita manusia. Ia juga menambahkan bahwa ilmu filsafat mempertanyakan substansi atau obyek yang diselidiki, dan menempatkan obyek itu untuk dipahami secara utuh totalitasnya.22

Pentingya Studi ini

Sejak awal abad 20 sampai sekarang humanisme merupakan konsep kemanusian yang sangat berharga. Karena konsep ini sepenuhnya memihak pada manusia, menjujung tingg harkat dan martabat manusia dan menfasilitasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memelihara dan menyempurnakan keberadaannya sebagai makhluk paling mulia, Karena begitu berharganya konsep humanisme ini, maka dewasa ini terdapat sekurang-kurangnya empat aliran penting yang mengklaim sebagai pemilik asli konsep humanisme, yaitu, (1) Liberalisme barat, (2) Marxisme (3) Eksistensialisme, dan (4) Agama.

Berdasarkan pemetaan willian O’Neil ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh, dengan varian masing-masing, yaitu pertama, ideologi konservatif dengan variasi : fundamentalisme, intelektualisme, dan konservatisme; kedua, ideologi liberalis dengan variasi : liberalisme, liberasionalisme, dan anarkisme.23 Sebelumnya Henry Giroux juga memetakan aliran ideologi dengan agak sederhana yaitu aliran konservatisme, liberalisme, dan aliran Kritis.24

Beberapa pemaparan aliran ideologi di atas tidak bermaksud membahasnya lebih dalam lagi, tetapi dimaksudkan hanya untuk menggambarkan betapa padatnya arus ideologi-ideologi pendidikan di arena pendidikan kita akhir-akhir ini. Masing-masing ideologi pendidikan tersebut tentu memilliki kelemahan, tergantung dari sudut mana kita memandang.

Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan pembaharuan pendidikan juga mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam dunia pendidikan di Indonesia, telah dan sangat mungkin akan terus memainkan peran penting dalam panggung pendidikan Indonesia. Semua ini akan tampak terlihat jika dilihat dari munculnya sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi

20 M.Nasir, Metodologi Penelitian (Jakarta: Eresco, 1985), hlm. 54.

21Steven Adam J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 3.

22Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996), hlm. 7-8.

23 William F.O’Neil dalam Ideologi Pendidikan Islam, hlm.4.

(8)

Muhammadiyah di Indonesia akhir-akhir ini.

K.H.Ahmad Dahlan sebagai tokoh pelopor pendidikan Islam di Indoensia adalah sosok yang bisa menempatkan pendidikan pada skala prioritas dalam proses pembangunan umat. Adapaun kunci untuk meningkatkan pendidikan umat adalah kembali merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunah.

Menurut Ahmad Dahlan al-Qur’an bukan hanya untuk diketaui belaka tapi juga untuk di amalkan. Tafsiran itulah yang kemudian mendasari gerakan Muhammadiyah. Baginya, agama adalah “Praksis sosial”. Dengan itu hubungan verikal manusia dengan Tuhan dengan memenuhi perintah-Nya harus diaktualisasian (aktualisasi dan konkritasi) dalam bentuk hubungan horizontal antara sesama manusia dengan menjujung nilai-nilai kemanusiaan. Dalam bahasa al-Qur’an disebut keterpaduan antara hablu minallahi wahablu minas. 25

Tafsir Ahmad Dahlan atas surah Ali Imron ayat 104 yang progresif merupakan basis teologi modern sebagai pemecah problem kehidupan manusia dan didalamnya mengandung nilai-nilai pendidikan humanis yang trasedental. Dasar pendidikan Islam K.H.Ahmad Dahlan yang merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunah sebenarnya merupakan penjabaran dari dasar tauhid, karena pada dasarnya seluruh nilai dalam Islam berpusat pada Tauhid. Dengan dasar tauhid, pendidikan Islam berlandaskan pada pandangan teosentrisme. Namun perlu disadari bahwa pemusatan pada Tuhan pada hakikatnya bukan untuk kepentingan Tuhan, tetapi sebaliknya justru sepenuhnya untuk kepentingan manusia. Artinya, semua kebaikan yang dilakukan manusia bukan untuk Tuhan tetapi kebaikan yang dilakukan itu manfaatnya kembali kepada manusia sendiri, baik untuk dirinya snediri maupun untuk masyarakat lingkungannya.

Dengan penjelasan diatas maka K.H.Ahmad Dahlan juga melandaskan pendidikan Islamnya dengan landasan Humanisme (berpusat pada manusia). Pandangan hidup yang melandasi pendidikan Islam yang merupakan perpaduan antara teosentrime dan humanisme disebut humanisme-teosenris. 26

Sementara itu, pendidikan di Indonesia saat ini mengalami proses “dehumanisasi”. Dikatakan demikian karena pendidikan mengalami proses kemunduran dengan terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Nilai-nilai sejati yang telah ditanamkan oleh para founding fathers seperti “Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang menghormati satu sama lain” dan nilai-nilai tersebut saat ini semakin meredup dari penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Studi ini juga akan berusaha membahas karakteristik pendidikan K.H.Ahmad Dahlan dan dasar pemikirannya. Tujuan akhirnya adalah memberikan sumbangan pemikiran kepada mereka yang telah menaruh kepedulian kepada dunia pendidikan bahwa pendidikan harus dirumuskan atas nilai-nila ideal yang diyakini dapat mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu nilai-nilai ideal yang menajdi kerangka pikir dan bertindak bagi seorang

25 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam..,hlm 25.

(9)

muslim dan sekaligus menjadi pandangan hidup. Dan nilai tersebut adalah Tauhid. 27

Dasar Pemikiran Pendidikan K.H.Dahlan

Pemikiran Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannnya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial Belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.

Secara formal Kyai Ahmad Dahlan dapat dikatan tidak pernah memperoleh pendidikan. Pengetahuannya sebagian diperoleh dari otodidaknya. Sementara kemampuan dasar baca-tulis ia peroleh dari ayahnya sendiri, sahabat dan saudara-saudara iparnya.

Menurut Dahlan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas dalam proses pembangunan umat.

Tidak banyak naskah tertulis dan dokumen yang dapat dijadikan bahan untuk mengkaji dan merumskan pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan. Naskah agak lengkap terdapat dalam penerbitan Hootbestuur Taman Pustaka pada tahun 1923 sesaat setelah Kyai wafat. Majlis Taman Pustaka menyatakan bahwa naskah di atas merupakan sebagian buah pikiran Kyai Ahmad Dahlan.28 Adapun kunci untuk meningkatkan umat adalah kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunah. Mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini semua secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan. Kemudian Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama dan ilmu umum.29

Karena pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, maka harus didasarkan pada nilai-nilai tersebut diatas (al-Qur’an dan as-Sunah) baik dalam menyusun teori maupun praktik pendidikan. Berdasarkan nilai-nilai yang demikian itu konsep pendidikan Islam dapat dibedakan dengan konsep pendidikan lain yang bukan Islam.

Dari sekian banyak nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an dan as-Sunah dapat diklasifikasi ke dalam nilai dasar atau instrik dan nilai instrumental. Nilai instrik adalah nilai yang ada dengan sendirinya bukan sebagai prasarat atau bagi nilai yang lain. Mengingat begitu bayaknya nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam, maka perlu dipilih dan dibakukan nilai-nilai mana yang tergolong nilai instrik, fundamental, dan emiliki posisi paling tinggi. Nilai tersebut adalah tauhid atau lengkapnya iman tauhid.

27 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, hlm.95

28 Munir Mulkhan, Pesan Dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhamamdiyah (Yogyakarta:Suara Muhamamdiyah, 2010).hlm.8

29 M.Sukardjo & Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya

(10)

Menurut mereka yang mendukung pandangan bahwa gagasan pembaharuan Islam di Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap kehidupan keagamaan di Indonesia pada umumnya, dan Kiai Dahlan pada khususnya, lahirnya Muhamamdiyah merupakan akibat langsung dan logis dari pengaruh pandangan ini. Gerakan pembaharuan yang dipimpin oleh Al-Afghani dan ‘Abduh yang tumbuh di Timur Tengah pada pertengahan akhir abad ke-19, telah dianggap sebagai kelanjutan logis gerakan awal pembaharuan Wahhabiyah. Dari dua tokoh pembaharuan Islam ini, gagasan ‘Abduh diakui memiliki pengaruh paling besar dan bertahan lama terhadap lahirnya Muhamamdiyah. Hal ini bisa terjadi karena ‘Abduh, seperti juga Kiai Dahlan, dalam agenda pembaharuan mereka lebih memberikan perhatian kepada upaya-upaya memajukan aspek pendidikan ketimbang politik. 30

Pengaruh Abduh terhadap Dahlan dapat dibuktikan melalui penerimaan Dahlan terhadap gagasan ‘Abduh mengenai keharusan kembali ke ortodoksi, meskipun itu dalam pengertian sebuah Islam modern yang dapat diterima konteks kultural Indonesia. Lebih jauh lagi, pengaruh itu juga dapat dilihat dalam penekanan Muhamamdiyah kepada perlunya menciptakan struktur social baru yang akan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah ke dalam konteks kultural Islam yang baru. Dan lebih dari itu, agenda-agenda Dahlan yang mencurahkan hampir seluruh perhatiannya kepada upaya untuk memajukan kualitas pendidikan kaum Muslim juga dianggap sebagai bukti bahwa dia berada di bawah daya tarik’Abduh dan sangat menghargai pemikirannya.31

Penting juga dicatat bahwa kecenderungan Muhammadiyah menerima gagasan dan metode modern, pandangannya tentang politik, dan wataknya yang tidak oposisional terhadap kemapanan telah menunjukkan keterpengaruhannya oleh, atau setidaknya peniruannya yang simpatik terhadap gagasan-gagasan’Abduh, Gagasan-gagasan pembaharuan ini dibawa masuk ke Indonesia melalui majalah-majalah seperti ‘Urwah Wutsqa’ dan Al-Manar, yang mengartikulasikan kemarahan kaum Muslim terhadap agresi Eropa serta seruan mereka agar para ulama membersihkan dan memurnikan Islam dari bid’ah dan khurafat yang sesat dan menyesatkan.32 Majalah-majalah tersebut juga memuat ajakan’Abduh kepada masyarakat Muslim agar tidak tertinggal dalam kompetisi mereka dengan dunia Barat. Majalah ini yang ditekan oleh pemerintah Belanda dan dilarang masuk ke Indonesia, sampai ke tangan Dahlan melalui selundupan atau pos-pos rahasia.33

Sedangkan menurut Addison, gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia selama”empat ratus tahun bisa dianggap sebagai salah satu pertarungan antara Kristen dan Islam.34 Untuk memperkuat teori ini, terdapat

30 Alwi Shihab, Membendung Arus... hlm.132-134.

31 Ibid, 133.

32 S.Mangoensarkoro dalam Alwi Shihab, hlm.133, sebagaimana dikutip dalam Van Neil, The Emergence of The Modern Indonesia Elite, hlm.221.

33 Edward Douwes Dekker (1860-1882) menerbitkan sebuah novel berjudul Max Havelaar di bawah nama samara Multatuli. Novel ini mengungkap praktik pemerintahan kolonial belanda yang sangat menindas di Jawa. Ricklefs, A historis of Modern Indonesia, hlm.118.

(11)

data yang menawarkan beberapa petunjuk tambahan di sekitar motif-motif didirikannya Muhammadiyah. Yang paling penting dalam hal ini adalah berbagai pernyataan dan tindakan Dahlan di depan publik dalam hubunganya dalam misi Kristen ini. Dahlan pernah berkata,”... Meskipun Islam tidak akan pernah lenyap dari muka bumi, kemungkinan Islam lenyap di Indonesia tetap terbuka.”35

Kristen pada umunya dianggap sedang bersaing dengan Islam dalam menguasai Indonesia. Muhamamdiyah didirikan pada waktu itu untuk menawarkan suatu cara untuk mempertahankan dari pengaruh misi Kristen. Dilihat dari sini, berdirinya Muhamamdiyah adalah perkembangan logis dalam menghadapi kegiatan misi Kristen yang diberi dukungan dan kekuatan yang luar biasa dari Pemerintahan Kolonial Belanda.36

Meskipun dokumen-dokumen yang secara khusus menegaskan pertentangan antara misi Kristen dan gerakan Muhamamdiyah pada masa pembentukannya tidak banyak kita peroleh, pelbagai pernyataan Dahlan yang terekam banyak yang memperlihatkan konsetrasinya kepada ancaman misionaris ini. Desakan Dahlan yang tegas agar kaum Muslim melawan kegiatan misionaris Kristen lebih jauh lagi dapat dibuktikan oleh karakteristik Muhamamdiyah yang disebutnya sebagai “ satu-satunya gerakan yang unik”. Dalam hal ini, tidak ada organisasi Islam lain yang menyamainya, setidaknya di kalangan kawan-kawan seangkatan Dahlan.37 Sikap Budi Utomo tetap netral dalam masalah keagamaan dan selalu mengambil jarak dari Islam menjadi dorongan tambahan keputusan Dahlan untuk mendirikan Muhamamadiyah.

Ahmad Dahlan menganggap bahwa pendirian lembaga pendidikan merupakan tujuan pokok melawan Kristenisasi. Karena itu, Ahmad Dahlan melangkah jauh untuk menandingi sekolah pemerintahan Belanda. Dia mengikuti contoh misi Kristen dengan menyebarkan berbagai fasilitas pendidikan dan mendesakkan pendalaman Iman.38 Dia tampaknya sangat terkesan dengan kerja para misionaris Kristen dan H.I.S met de Bible (Sekolah Dasar Belanda dengan Alkitab) yang mereka dirikan, dan menjadikannya

35 Alwi menjelaskan dalam bukunya bahwa; Pernyataan penting Dahlan ini dikutip oleh banyak sarjana yang menulis hal tentang Muhammadiyah dan pendirianya. Lihat misalnya Mukti Ali, The Muhammadiyah Movement, hlm.33. Begitu juga Hamka yang juga mengutip pernyataan ini dalam karyanya K.H.Ahmad Dahlan (Jakarta:Sinar Pudjangga, 1952), hlm.17.

36 H.Kraemer, De Huidige Stand van het Chreistendom in Netherlansh Indie (Den Haag: Boekencentrum N.V, 1937/, hlm.66.

37 Tak satupun organsisai yang seusia dengan Muhammadiyah punya kepedulian terhadap ancaman Kristenisasi di Indoenesia di Indonesia. Selain Sarekat Islam, yang lebih merupakan organisasi Politik, dan Jami’at Khoir yang lebih peduli kepada modernisasi system pendidikan, Budi Utomo sama sekali tidak memperjuangkan kepentingan Islam. Malah organisasi ini, kalau tidak kadang-kadang memusuhi kepentingan Islam sedikitnya bersikap masa bodoh terhadapnya. dalam salah satu pernyataannya, Wahidin, pendiri Budi Utomo, menyebutnya periode penyebaran Islam di Indonesia sebagai masa kemunduran kebudayaan. Radjiman yang dikutip Akira, The Dawn of Indonesian Nationalism, hlm.29, 115-116.

(12)

sebagai model ketika mendirikan “Sekolah Dasar Belanda dengan al-Qur’an.”39 Oleh karena itu, kekaguman sekaligus kekhawatiran Dahlan terhadap keadaan yang dilihat pada masanya, dan harapannya akan masa depan Islam di Indonesia yang lebih baik, telah mendorongnya mendirikan Muhammadiyah.

Dalam sekolah-sekolah Muhammadiyah, Agama diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dan para pelajar diharuskan menaati aturan-aturan agama. Dalam sekolah-sekolah ini, pendidikan ilmu pasti dan bahasa asing juga dimasukkan ke dalam kurikulum. Sistem sekolah Muhmmadiyah juga mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi hal itu dilakukan dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan sistem pendidikan baru yang diberikannya, Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional.40

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar dan landasan berfikir K.H.Ahmad Dahlan adalah al-Qur’an dan as-Sunah, sebagaiman yang tertera dalam kenyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah bahwa landasan pergerakan Muhamamdiyah adalah al-Qur’an dan as-Sunah.41 Pembaharuan Islam yang orisinil dari K.H.Ahmad Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan surat al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat al-Ma’un dan tafsirnya atas surat Ali Imron 104, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaharuan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan. Langkah monumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan “teologi transformatif”, karena Islam tidak sekedar menjadi seperangkat ajaran ritual ibadah dan “hablu min Allah” (hubungan denga Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah kongkret yang dihadapi manusia. Inilah teologi amal yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kelahiran Muhamamdiyah.42

Pemikiran Pendidikan Humanis K.H.Ahmad Dahlan

Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan landasan dasar pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, terutama pada pendalaman beliau tentang surah al-Ma’un dan Ali Imron 104. Langkah monumental Dahlan ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan “teologi transformatif”, karena Islam tidak sekedar menjadi seperangkat ajaran ritual ibadah dan “hablu min Allah” (hubungan denga Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah kongkret yang dihadapi manusia. Inilah teologi amal yang tipikal yang progresif dari Kyai Dahlan dan menjadi awal kelahiran Muhamamdiyah.

39 Alfian dalam Alwi Shihab, hlm.115.

40 ibid.

41 Rubrik Bingkai Suara Muhamamdiyah edisi 24/Th.Ke 94 16-31 Desember 2009, hlm.28.

(13)

Tafsir Ahmad Dahlan atas surah Ali Imron ayat 104 yang progresif merupakan basis teologi modern sebagai pemecah problem kehidupan manusia dan didalamnya mengandung nilai-nilai pendidikan humanis yang transidental. Dengan ayat ini Ahmad Dahlan memberikan pendidikan kepada murid-muridnya dengan cara yang arif. Dapat dilihat pendidikan yang humanis ini dalam kegiatan pendidikan Ahmad Dahlan dalam pengajaran Fathul –Ashar Miftahu-Sa’adah guna membimbing pemuda-pemuda yang berusia lebih 25 tahun yang bermasalah. Ada strategi tersendiri yang unik digunakan oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk mendidik anak-anak tersebut, mula-mula diikutinya segala keinginan dan kemauan mereka seperti berpiknik, dan bagi mereka yang gemar main musik dipanggilnya untuk bermain. Kemudian dikit demi sedikit mereka didik hingga bisa menjadi anak yang soleh.

Munir Mulkhan menjelaskan bahwa pengajaran Fathul-Asrhar Miftahu-sa’adah tersebut adalah sebagai proses membina anak-anak muda yang sedang bermasalah.43 Mereka dikumpulkan kemudian disuruh bercerita mengapa dia menjadi nakal, berangkat dari situlah muncul kesadaran tentang problem atau permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga dalam sistem pengajaran ini memberi ruang kepada anak-anak didik untuk mencari solusi. Dan terjadilah dialog yang humanis antara guru dan murid dalam memecahkan masalah. Pembelajarannya mirip apa yang dikembangkan Paulo Freire, yaitu melalui problematisasi dan penyadaran. Dari pembelejaran itu, anak-anak jalanan dan gelandangan mulai menyadari diri dan secara berangsur-angsur mengubah pola hidupnya. Diantara mereka kemudian ada yang menjadi aktivis gerakan ini.44 Pendidikan seperti ini muncul jauh sebelum Paulo Freire merumuskan proses dialognya, karena Ahmad Dahlan lahir jauh sebelum Freire dilahirkan.

Hamka sendiri memberikan kesimpulan atas Ali-Imron ayat 104 yaitu “ al amru bil alma’ruf wa nahyu anil al mungkar” itu adalah menyeru untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Menyeru atau mengajak merupakan aktivitas dakwah. Dengan dakwah, ada dinamika kehidupan umat Islam menjadi lebih dinamis dan agama menjadi lebih hidup. Sebaliknya, apabila tidak ada dakwah, maka tidak ada dinamika kehidupan beragama. Karena itulah harus ada sekelompok orang yang mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan ini Ahmad Dahlan telah mengamalkan ayat Ali Imron 104 yang salah satunya melalui pendidikan Fathul-Asrhar Miftahu-sa’adah yang bernuansa humanis.

Kyai Ahmad Dahlan juga pernah membuat murid-muridnya bertanya-tanya keheranan saat memberi pelajaran tafsir. Ketika menafsirkan surah al-Ma’un (al-Qur’an surah 107) secara berulang-ulang

43 Dalam prolognya 1 Abad Muhammadiyah Munir Mulkan menjelaskan bahwa yang dimaksud anak muda bermasalah disini adalah anak jalanan dan gelandangan. 1 Abad Muhammadiyah, hlm. XXXVIII

(14)

tanpa diteruskan dengan surah yang lain. Pembahasan al-Ma’un ini telah dijelaskan secara singkat oleh penulis pada bab sebelumnya . Dalam hal ini Dahlan sebenarnya sedang menguji kepekaan batin para murid-muridnya dalam memahami al-Qur’an, apakah sekedar untuk dibaca atau langsung diamalkan. Disinilah tercermin pendidikan yang humanis dari Ahmad Dahlan yaitu pendidikan humanis yang membawa misi kerasulan (humanism teosentris).

Barulah kemudian para murid-murid Dahlan dapat memahami bahwa al-Qur’an tidak saja menyangkut dimensi kognitif, tetapi sekaligus sebagai pedoman bagi aksi sosial. Mulailah para murid mencari orang-orang miskin dan anak yatim di sekitar Yogyakarta untuk disantuni dan diperhatikan. Maka, berdirinya panti-panti asuhan dan rumah sakit PKU tahun 1923 adalah salah satu perwujudan aksi sosial ini.

Menurut Ahmad Dahlan al-Qur’an bukan untuk diketaui tapi untuk diamalkan. Tafsir mengenai pentingnya amal usaha itulah yang kemudian mendasari gerakan Muhamamdiyah. Bagi Muhamamadiyah, agama adalah “Praksis Sosial”. Ada obsesi luar biasa untuk menjadikan al-Qur’am sebagai aktivitas, bukan hanya berhenti sebagai kata-kata. Secara aktif memberikan subtansi yang kongkret pada simbol yang abstrak.

Menurut pandangan Dahlan, beragama itu adalah beramal, artinya berkarnya dan berbuat sesuatu. Melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman al-Qur’an dan as-Sunnah. Orang yang beragama ialah orang yang mengahadapkan jiwanya dan hidupnya hanya kepada Allah SWT. Yang dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan, seperti; rela berkorban baik harta benda miliknya dan dirinya serta bekerja dalam kehidupannya untuk Allah.45

Dengan melihat realitas diatas dapat dikatakan bahwa Dahlan dalam pendidikannya telah mengajarkan teologi pembebasan kepada murid-muridnya. Surah al-Ma’un hanyalah salah diantara surah-surah Makiyah. Surah-surah ini tidak tanggung-tanggung mengatagorikan sebagai pendusta terhadap agama, mereka adalah yang tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan orang miskin. Rupanya Ahmad dahlan telah menangkap isyarat al-Qur’an itu, sehingga kajian tafsirnya perlu diulang-ulang sampai para muridnya paham betul tentang apa tujuan pengulangan itu.

Dalam menyampaikan atau mengajar pun Ahmad Dahlan tergolong unik. Ahmad Dahlan sering menyampaikan agama (tabligh) dengan mendatangi murid-muridnya: sumur mencari timba. Beda dengan Kyai pada zamanya yang tinggal dirumah dan murid datang dan belajar padanya. Ahmad Dahlan dengan ini telah memposisikan peserta didik dengan hormat, dan menghilangkan sakralitas Kyai pada zamannya. Metode yang digunakan Dahlan ini memungkinkan terjadinya pendidikan yang lebih humanis, karena murid tidak lagi menganggap guru sebagai hal untuk ditakuti tapi guru adalah patner belajar mereka yang asik.

Dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan yang dibangun oleh Ahmad Dahlan merupakan salah satu tujuan pendidikan yang saat ini kita

(15)

kenal dengan istilah contekstual teaching learning, atau pembelajaran konstektual yang menghendaki adanya keterlanjutan dari sebuah teori berupa aplikasi nyata dalam kehidupan nyata. Pendidikan tidak hanya terbatas pada teori sehingga mengakibatkan stagnasi dalam ilmu pengetahuan. Tujuan dari pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada manusia untuk mengembangkan kemampuan secara kognitif dan mengaplikasikan dalam kehidupan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kongres Islam besar di Cirebon Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa orang Islam itu bersifat dua, yaitu: sifat guru dan sifat murid. Dengan itu kewajiban orang Islam adalah belajar dan mengajar.

Impliksasi Pendidikan Humanis Pemikiran K.H.Ahmad Dahlan Terhadap Kemajuan Bangsa Dan Perubahan Sosial Di Indonesia

Umat Islam pada masa awal Muhammadiyah berdiri berada dalam keterpurukan yang hampir sempurna, di mana pemahaman keagamaan yang serba hitam-putih, pemahaman yang berorientasi fiqih dan pemahaman yang tidak memberikan kebebasan. Paradigma yang digunakan oleh umat Islam adalah taqlid yang merupakan suatu sikap penerimaan pasif yang mutlak. Dan terus berlanjut hingga pada tataran pewarisan dogma-dogma ajaran kepada generasi berikutnya.

Dengan itu kebebasan dalam mencari kebenaran terkungkung. Logika taqlid menjadi teologi spekulatif umat Islam pada masa itu. Sehingga pemahaman tentang Islam menjadi “kolot” dan tetap dominan, kondisi seperti inilah yang membawa umat Islam terbelakang. Padahal Islam menyediakan ruang kebebasan manusa untuk mencari dan memahami dunia yang dihuninya.

K.H.Ahmad Dahlan mengedepankan rasionalitas dalam memahami teks-teks Islam, di mana wahyu dan akal harus dipadukan untuk menjawab tantangan-tantangan modernitas. KH.Ahmad Dahlan mengangkat sisi profetik Islam dengan mengembangkan semangat ijtihad sebagai antitesis dari taqlid. Ijtihad dimaksudkan sebagai upaya paling keras, berjuang, berusaha sebaik-baiknya untuk mendapatkan pengetahuan. Kyai Ahmad Dahlan dengan itu menempatkan akal dan logika sebagai basis pengetahuan. Sikap demikian lebih tegas daripada para pemimpin Muhammadiyah generasi berikutnya dalam menempatkan akal dan logika.46

Ide-ide kreatif Dahlan pada masanya sering kali mendapat reaksi keras dan tuduhan sekuler hingga pengkafiran. Ide kreatif tersebut dimaksudkan Kyai untuk membuktikan kegunaan praktis dan pragmatis ajaran Islam bagi kehidupan manusia. Dengan demikian al-Qur’an tidak hanya berhenti pada lingkup teks saja tapi dapat merumput subur dengan mejawab dan menyelesaikan permasalahan ummat.

Pada awal gerakan Muhammadiyah berdiri, sejarah menceritakan bagaimana gerakan ini sangat begitu peduli pada kaum tertindas, kaum duafa, dan yang dalam wacana sosial lebih dikenal dengan kaum proletar.

(16)

Disinilah legenda pendidikan dan pengajaran al-Ma’un Kyai Ahmad Dahlan menjawab permaslahan ummat dengan aksi nyata. Bagi Dahlan Islam harus sehat, kuat dan besar sehingga bisa menyelamatkan dunia dengan selalu membela mereka yang sengsara dan menderita. Semangat Ahmad Dahlan dalam mendidik dan memanusiakan manusia inilah yang menurut peneliti Dahlan layak dijuluki pelopor pendidikan humanis di negeri ini.

Tidak bisa dilupakan bagaimana Kyai Dahlan menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakuakan aksi sosial di luar rumah, yang bisa disebut radikal dan revolusioner. Gaung feminisme Eropa sendiri belum popular, Kartini belum muncul di pentas nasional, tetapi Kyai sudah mendiririkan perkumpulan yang kelak dikenal dengan nama Aisyiah.47

Pembaharuan Kyai melalui aksi sosial profetik (membebaskan fakir miskin dari penderitaan) itu terus mengalir bergelombang memasuki beberapa dekade setelah beliau wafat. Bisa dilihat bagaimana pembagian daging kurban saat hari raya idul adha dan pembagian zakat fitrah bagi fakir miskin pada hari raya idul fitri semula bagi elite pemuluk Islam. Majlis tablig perlu menyadari bagaimana publik negeri ini mengenal pengajian, tablig, juru dakwah dan mubalignya sebagai karya amal Kyai Ahmad dahlan. Ketika pengajian hanya diberikan di pesantren dan masjid, Kyai Dahlan meminta Pemerintah Belanda mengizinkan pelajaran agama Islam diberikan di kampung, di pasar, dan tempat publik. Bersamaan dengan itu, Muhamamdiyah mengusulkan agar di tempat umum, stasiun, pasar, dan terminal dibangun tempat ibadah (mushala) yang pada masanya hal-hal semacam itu dianggap sebagai pelecehan terhadap Islam. Dalam hal ini Kyai Dahlan bermaksud mengembangkan etos berguru dan ber-tablig

dengan semboyan “Jadilah guru sekaligus murid”.48

Dalam dunia pendidikan K.H.Ahmad Dahlan memulai mengembangkan sekolah yang didirikannya, ia mengintegrasikan kurikulum pendidikannya,yakni pendidikan agama dan umum. Inilah umat Islam untuk pertama kali mengajarkan pendidikan umum kepada muridnyam seperti yang dipergunakan oleh lembaga pendidikan sekuler pada umunya. Banyak tantangan yang dihadapi K.H.Ahmad Dahlan dalam pembaharuan pendidikan ini.

Dalam perkembangan waktu, apa yang dilakukan K.H.Ahmad Dahlan toh pada akhirnya diterima juga, bahkan decade 1950-an, ketika Menteri Pendidikan Prof.Dr. Bahder Johan dan Menteri Agama K.H.Wahid Hasyim, model pendidikan K.H.Ahmad Dahlan menjadi progam nasional dengan memasukkan materi pendidikan umum pada kurikulum sekolah-sekolah agama dan pendidikan agama pada kurikulum sekolah-sekolah-sekolah-sekolah umum.

Fokus ijtihad dan tajdid Muhammadiyah masa Kyai Ahmad Dahlan ialah realisasi ajaran ritual Islam sebagai fungsi pemecah masalah kehidupan sosial, ekonomi, budaya (pendidikan), dan ilmu pengetahuan

47Munir Mulkhandalam 1 Abad Muhammadiyah, hlm.XXXVI

(17)

menggunakan manajemen modern. Satu abad kemudian praktik sosio-ritual yang dipelopori Kyai Ahmad Dahlan telah tumbuh menjadi tradisi sosial Islam yang melibatkan seluruh lapisan umat, warga persyarikatan atau bukan, bahkan melibatkan kaum abangan dan priyanyi. Tradisi sosio-ritual Islam itu membangkitkan partisipasi jutaan umat melalui berbagai amal usaha Muhamamdiyah, berbagai gerakan sosial Islam dan lembaga kemanusiaan lainnya. Kini muncul tuntutan bagaimana Muhammadiyah mengoptimalkan fungsi tradisi sosio-ritual Islam itu bagi kemakmuran dan kesejahteraan kemanusiaan dalam dinamika kehidupan.

Gerakan pembagian zakat (mal-fitrah), infak dan daging kurban tunai atau tak langsung bagi banyak kepentingan sosial dan ekonomi umat secara terlembaga dengan manajemen modern yang kini telah mentradisi menumbuhkan pola hubungan kerja sosial umat relative madiri terhadap peran negara. Pengelolaan secara modern ibadah Ramadhan dan turunannya seperti takjil, takhir, tarawih, salat hari raya, ibadah haji, tempat ibadah, tablig, (semula terbatas mengaji al-Qur’an dan khotbah) menumbuhkan tradisi pembelajaran umat yang massif dan lestari (kontinu), melibatkan seluruh lapisan sosial umat di kota hingga pedesaan sebagai dasar kemasyarakatan baru di luar rekayasa Negara dan pemerintah. Dari sinilah ratusan panti asuhan dan rumah sakit, ribuan masjid dan mushala dengan ribuan takmir dan jutaan anggota jamaah, ribuan sekolah dan ratusan perguruan tinggi dengan ribuan dosen dan jutaan siswa/mahasiswa, puluhan ribu dengan jutaan anggota jama’ah. Pembaharuan sosial yang dilakukan Kyai Ahmad dahlan telah berhasil mentradisikan pengelolaaan fungsi pendidikan, sosial dan ekonomi secara terorganisasi, rasional, obyektif dan modern.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa menurut saya Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah salah satu tokoh pendidikan Islam yang mengupayakan bahwa al-Qur’an bukan hanya untuk diketaui saja melainkan untuk diamalkan. Dengan tafsirannya itu pendidikan yang dipeloporinya menjadi pendidikan humanis yang teosentris. Agama menurutnya adalah “Praksis Sosial”. Ada obsesi luar biasa untuk menjadikan al-Qur’an sebagai aktivitas, bukan hanya berhenti sebagai kata-kata. Secara aktif semangat al-Qur’an menjarkan semangat memanusiakan manusia dengan kata lain membebaskan manusia dari kesengsaraan dan penindasan.

Adapun kunci untuk meningkatkan umat adalah kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunah. Mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini semua secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan. Kemudian Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama dan ilmu umum.

(18)

pedoman al-Qur’an dan as-Sunnah. Orang yang beragama ialah orang yang mengahadapkan jiwanya dan hidupnya hanya kepada Allah SWT. Yang dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan, seperti; rela berkorban baik harta benda miliknya dan dirinya serta bekerja dalam kehidupannya untuk Allah.

Melalui pendidikannya tersebut Dahlan telah mengupayakan terciptanya teologi modern sebagai pemecah permasalahan-permasalahan umat yang didalamnya sangat erat sekali dengan nilai-nili humanis yang teosentris tentunya. Maka dengan pendidikannya yang erat dengan nilai pembebasan tersebut amal-amal usaha yang erat dengan humanis pun bermunculan seperti berdirinya rumah-rumah sakit Muhammadiyah, Panti Asuhan Muhammadiyah, sekolah-sekolah Muhamamdiyah, masjid-masjid Muhammadiyah dll. Yang semua itu bertujuan salah satunya adalah membebaskan manusia dari kebodohan dan kesengsaraan.

DAFTAR PUSTAKA

Adam J.Moleong, Steven. 1999.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Achmadi, 2005. Ideologi pendidikan Islam paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pilar Humanitika.

Ali, Mukti, The Muhammadiyah Movement

Baharuddin & Makin. 2007.Pendidikan Humanistik (Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Dunia Pendidikan). Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group.

Dahlan, Ahmad (dalam Munir Mulkhan). 1990. Kesatuan Hidup Manusia

(Pemikiran K.H.Ahmad dahlan dan Muhammadiyah) Jakarta: Bumi Aksara.

Damami, Muhammad. 2000. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Douwes Dekker, Edward.1882.Max Havelaar di bawah Nama Samara Multatuli. Novel. Ricklefs, A historis of Modern Indonesia.

Gramsci, Antonio. 2010. Negara dan Hegemoni. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Hasbullah. 1999.Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.

Halim Sani, Abdul, 2007. Pengantar Maniefesto Intelektual Profetik

(19)

http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/23/paulo-freire-pendidikan-untuk-pembebasan-437729.html. Diakses tanggal 20 Februari2014.

KHR.Hadjid. 2011.Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan, 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an. Yogyakarta: LPI PPMuhammadiyah..

Kraemer.H. 1937. De Huidige Stand van het Chreistendom in Netherlansh Indie . Den Haag: Boekencentrum N.V.

M. Nasir.1985. Metodologi Penelitian. Jakarta: Eresco.

Mardalis. 1989.Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Mas’ud,Abdurrahman. 2002. Diskursus Pendidikan Islam Liberal. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Press.

Mas’ud,Abdurrahman. 2002.Menggagas Format Pendidikan Non-Dikotomik Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Gama Media.

Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Kongres Islam Besar di Cirebon(Naskah Pidato Ahmad Dahlan). Jakarta:Bumi Aksara.

Mulkhan,AbdulMunir. 2010. Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan. Jakarta: Buku Kompas.

Munzir. 1999. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Nakamura, Mitsuo .1976. The Crescent Aries Ovether Banyan Tree : A Study of the Muhammadiyah Movement a Central Javanese Town. Ithaca, New York:Cornell University Press.

Naomi, Omi Intan. 1998.Pendekatan Humanisme dan Pendidikan Pembebasan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pasha, Mustafa Kamal.2005. Muhamamdiyah Sebagai Gerakan Islam

.Yogyakarta:Citra Krsa Mandiri.

Rembangy, Mustafa. 2010.Pendidikan Transformatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi. Yogyakarta: Teras.

Rubrik Bingkai Suara Muhamamdiyah edisi 24/Th.Ke 94 16-31 Desember 2009, hlm.28.

Salam,Yunus. 1968. Riwayat Hidup K.H.Ahmad Dahlan. Amal dan Perjuangannya. Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadiyah.

(20)

Soedjatmoko.2005.Humanitarianisme Soedjatmoko Visi Kemanusiaan Kontemporer.Yogyakarta: Pilar Humanitika.

Sudarto. 1996.Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Syari’ati, Ali.1992. Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat.Jakarta Pusat: Pustaka Hidayah.

Syarifuddin, M. Imam.2008. Konsep Pendidikan Humanisme Religius dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press.

Van Nieuwenhuijse. 1958/ C.A.O., Aspect of Islam in Post Colonial Indonesia.Den Haag: W.Van Hoeve.

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pentingnya pembuktian kualifikasi tersebut, diharapkan kehadiran saudara tepat pada waktunya. Demikian disampaikan, atas perhatian Saudara diucapkan

Kemudian dari hasil uji kinerja kompor yang dilakukan dengan memvariasikan rasio udara yang dilengkapi dengan blower maka efisiensi termal yang paling baik dihasilkan

mengidentifikasi kompetensi dasar, mengembangkan indikator pencapaian kompetensi, materi aktivitas permainan dan olahraga bola besar (sepakbola, bolavoli, dan bolabasket) di

Observasi lingkungan sekolah pertama dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2015. Kegiatan observasi lingkungan bertujuan untuk mengetahui keadaan sarana prasarana sekolah maupun

• Reporting standards: Authors of reports of original research should present an accurate account of the work performed as well as an objective discussion of its significance..

pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit (TKKS) justru memberikan hasil produksi tanaman jagung manis yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena adanya

Berdasarkan hasil penelitian di Sekolah Dasar Negeri 04 Parompong khususnya kelas I, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat dengan menggunakan media

Penulis juga menguraikan bahwa berdasarkan tinjauan hukum Islam, permohonan izin poligami karena calon istri kedua telah hamil atau kawin hamil juga diperbolehkan dalam