• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING AL QURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING AL QURA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING AL QUR’AN dan HADIS (PENERAPANNYA DALAM MASYARAKAT)

Widya Suci

Institut Agama Islam Negeri Metro

Jalan Ki Hajar Dewantara 15 A Iringmulyo, Metro Timur E-mail: suciwidya101@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini fokus membahas ataupun mempelajari tentang metode penelitian The Living Al Qur‘an dan Hadis yang menjadi suatu cara atau metode baru dalam belajar kajian tentang Al Qur‘an hadis. The living Al Qur‘an dan Hadis ini adalah merupakan sebuah penelitian yang dilakukan yaitu mengenai fenomena dan kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar atau dilingkungan sosial saat ini yang dapat mempengaruhi suatu kelompok atau golongan yang berhubungan dengan hadir nya Al Qur‘an dan hadis ditengah-tengah kalangan muslim. The Living Al Qur‘an dan Hadis ini juga bisa diartikan sebagai makna atau arti teks al-quran dan hadis yang muncul hidup ditengah masyarakat hingga berlanjut menjadi sebuah adat kebiasaan. The living Al Qur‘an dan Hadis ini merupakan suatu metode pendekatan dalam masyarakat terhadap pola interaksi masyarakat dengan al-quran dan hadis tersebut, yang mana ini tidak cuman terbatas pada pemahaman makna, pengertian namun juga sampai pada implementasi atau penerapan makna alquran dan hadis tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hingga penerapan-penerapan tersebut berubah menjadi suatu kebiasaan baik didalam masyarakat tersebut. Didalam tulisan ini penulis berusaha memaparkan mengenai beragam pemakanaan atau penafsiran orang indonesia mengenai al-quran sebagai suatu kitab yang memuat sabda-sabda atau firman Allah swt serta bagaimana pemaknaan ini dapat diimplementasikan serta diwujudkan dalam sehidupan sehari-hari di masyarakat, juga bisa dijadikan sebagai patokan-patokan dalam bertindak dan berperilaku di lingkungan tersebut yang bisa bertolak belakang dari ajaran agama serta syariat islam.

Kata kunci : The Living, Al Quran, Hadis, dan Masyarakat

A. Pendahuluan

Sebagai sebuah metodologi penelitian dalam sebuah pembelajaran Al Qur‘an dan Hadis, penelitian ilmiah ini sebenarnya sudah ada sejak jaman nabi muhammad saw kehadirannya,

sebagai usaha yang berhubungan dengan hal-hal atau kejadian-kejadian yang terkait secara

langsung dan tidak langsung terhadap Al Qur‘an dan Hadis.1 Namun ini tidak secara tiba-tiba munculnya tetapi diawali dengan studi ulumul Qur‘an yang dilakukan oleh para orang-orang terdahulu di jaman nabi. Interaksi antara Al Qur‘an, Hadis, kelompok atau masyarakat ini waktu demi waktu mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup pesat.2 Al Qur‘an ini merupakan suatu kitab suci umat islam tidak hanya sebagai pedoman utama saja, tetapi juga

sebagai petujuk, penyembuh/pengobat dan juga kabar gembira. Jika memahami dan mau

mengamalkan al-quran dengan sebaik-baiknya maka ini bisa mendatangkan kebahagiaan didunia

1―Mempelajari dan Mengajarkan Al Qur‘an Sebagai Habitus (Studi Living Hadis di Pondok Pesantren Putri Ali Maksum Krapyak Komplek Hindun Annisah dengan Pendekatan Teori Pierre Bourdieu),‖ accessed march 16, 2017.

(2)

2

yang kita tidak bisa membayangkannya bagaimana kebahagiaan itu hadirnya. Maka itu

orang-orang tersebut berupaya untuk mencurahkan perasaannya/mengekspresikannya dalam suatu pola

tingkah laku dan perbuatan baik melalui pikiran atau pengalaman.3

Hadis sebagai suatu pedoman hidup umat islam kedua setelah Al Qur‘an ini juga tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Hadis merupakan suatu bentuk penjelasan dari Al Qur‘an yang kurang dan sulit dipahami atau dimengerti maknanya. Maka hadis atau sunnah ini juga

berkedudukan sebagai salah satu sumber hukum dalam islam. Pada jaman rasulullah jika

seseorang tidak memahami tentang suatu hukum maka orang-orang tersebut tidak segan-segan

menanyakan hal tersebut kepada Nabi Muhammad, karena memang pada waktu itu nabi lah yang

dianggap mampu menyampaikan mengenai hal-hal tersebut dengan sangat baik tanpa menyalahi

ajaran allah. Walaupun terdapat beberapa poin pendapat yang didasarkan pada Al Qur‘an dan yang lainnya ini tentu didasarkan pada suatu analogi juga pertimbangan yang baik juga sistem

metode lainnya, tetapi Hadis memiliki kedudukan yang juga tinggi pada syariah Islam.

Dalam kehidupan yang nyata sekarang, pembacaan al-quran ini dianggap sebagai suatu yang

baik serta ini mendapat tanggapan baik di masyarakat secara beragam. Ada berbagai model

pembacaan al-quran bahkan ada yang hanya ingin mendatangkan ketenangan jiwa dalam

membacanya. Namun adapula yang menjadikan menbaca Al Quran ini ditujukan untuk

mendatangkan hal-hal magis (supranatural) atau untuk terapi pengobatan dan lainnya.4

B. The Living Al Qur’an dan Hadis: Penerapannya atau Pengaplikasiannya dalam Kehidupan Masyarakat

Secara garis besar, menurut Sahiron Syamsuddin mempelajari Al Qur‘an paling tidak terdapat beberapa jenis penelitian. Yang pertama yaitu penelitian mengenai penempatan Al Qur‘an sebagai objek. Maksudnya adalah penelitian ini memfokuskan Al Qur‘an sebagai sesuatu yang sedang diteliti. Kedua adalah penelitian mengenai hasil pembacaan-pembacaan Al Qur‘an yang begitu beragam, baik itu mengacu pada teori penafsiran maupun dalam bentuk

pemikiran-pemikiran semata. Dan yang ketiga adalah penelitian tentang pendapat atau tanggapan sosial

mengenai pembacaan-pembacaan Al Qur‘an di lingkungan masyarakat. Dan metodologi penelitian yang ketiga ini diera sekarang dikenal dengan istilah the living Qur‘an, begitu juga dengan sunnah/hadis nabi.

Studi the living quran dan hadis ini merupakan suatu penelitian mengenai

fenomena-fenomena atau bermacam-macam bentuk kejadian di lingkungan sosial tentang kemunculan

al-quran dan hadis ditengah-tengah suatu kelompok muslim, yang mana disitulah akan muncul

3 Ibid. 4

(3)

3

tanggapan/respon dari kelompok tersebut untuk menghidupkan al-quran dan hadis dengan jalan

hubungan interaksi dalam jangka waktu yang berkesinambungan terus-menerus ini menurut

syamsuddin, sedang menurut pelembagaan hasil penafsiran mengatakan ini adalah the living

tafsir.5

Respon mengenai kehadiran al-quran di tengah masyarakat kini dapat dilihat dalam

kehidupan sehari-hari, seperti pembacaan surat-surat atau ayat-ayat pada acara atau resepsi-resepsi

bahkan pada saat melakukan ritual atau pelaksanaan kegiatan keagamaan, dimana pada umumnya

itu dilakukan dengan tujuan mendapatkan rahmat, perlindungan, nikmat dan yang lainnya. Adanya

the living qur‘an dan hadis ini mula-mula karena adanya pemahaman yang nyata yang dilakukan

oleh masyarakat muslim hingga mereka tergerak bahkan termotivasi untuk mewujudkan isi

kandungannya dalam kehidupan ini. Penelitian-penelitian mengenai living qur‘an hadis ini dapat melalui pendekatan sosial budaya. Lembaga yang dapat serta mudah ditemui yang menerapkan

metode living qur‘an hadis adalah lembaga pesantren.6 Umumnya lembaga pesantren menggunakan sistem belajar dalam pembentukan akhlak menekankan pada ajaran al-quran dan

hadis atau sunnah nabi. Karena memang tujuan lembaga tersebut selain dapat mengeluarkan para

santri yang dapat menguasai al-quran dengan ilmu-ilmunya juga dapat mengeluarkan santri yang

berakhlakul karimah baik sesuai dengan perintah-perintah Allah serta sosok tuntunan umat islam

yaitu nabi muhammad. Tetapi tidak semua lembaga pesantren memberlakukan metodologi the

living quran hadis tersebut. Hanya ada beberapa pesantren/ pondok saja yang melakukannya.

Untuk dapat mengamalkan isi kandungan quran, maka tidak hanya dengan membaca

al-quran itu sendiri namun juga harus bisa memahami/mengerti mengenai makna arti yang

dimaksudkan didalam ayat agar benar-benar bisa mengamalkannya dengan baik, dalam kehidupan

dimasyarakat Al Qur‘an disampaikan dan dibacakan dengan berbagai macam bentuk hingga menghasilkan pemahaman yang beragam yang itu tentunya sesuai dengan keahlian dan

kemampuannya masing-masing si pembaca. Al Qur‘an dapat di bacakan atau dikumandangkan dengan berbagai metode yang dapat didengar dirasakan hingga begitu indah ditelinga. Namun

relitanya yang terjadi di lingkungan sosial, pembacaan-pembacaan al-quran yang begitu beragam

itu menghasilkan pemahaman-pemahaman yang beragam pula yang berubah menjadi bentuk

sebuah tafsir.7 Pembacaan al Quran ini ada yang bertujuan karena memang untuk menghasilkan

suatu tafsiran, ada pula yang memang karena hanya ingin menghasilkan suatu keindahan saja

dalam membacanya, dan ada juga yang bertujuan untuk mengetahui ilmu yang terkandung di

5

Heddy Shri Ahimsa-Putra, ―The Living Al Qur‘an: Beberapa Perspektif Antropologi,‖ Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 235–260.

6 Didi Junaedi, ―Living Qur‘an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al Qur‘an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan kab. Cirebon),‖ journal of qur’an and hadith studies 4, no. 2 (2015): hal 172

(4)

4

dalamnya. Secara umum al-quran dapat dimanfaatkan sebagai petunjuk, sebagai ilmu pengetahuan

dan juga bisa dijadikan sebagai suatu yang mendatangkan motivasi kuat. Jika bisa memahami

makna al-quran dengan sebaik-baiknya dan dapat menerapkan atau mengaplikasikan dalam

kehidupan maka akan mendapatkan hasil yang baik pula bahkan akan mendatangkan kebahagiaan

tidak hanya didunia tetapi juga diakhirat. Banyak buku-buku mengenai metodologi studi islam

yang menjelaskan tentang manfaat dan hikmah diturunkannya al-quran dan adanya hadis nabi,

ruang lingkup pembahasannya, metode penafsirannya serta juga fungsi diturunkannya.8

Jangan sampai al-quran ini hanya dimaknai sebagai kitab suci belaka, namun ini juga

sebagai suatu yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. The living quran ini dapat di

artikan sebagai ―sesuatu yang hidup‖ dimasyarakat. Sesuatu yang hidup ini yang dimaksud adalah ajaran-ajaran alquran yang diterapkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sosial yang mana ini

sudah menjadi suatu adat kebiasaan dimasyarakat itu sendiri. Begitu juga dengan the living hadis,

ini juga menjadi suatu yang muncul ditengah masyarakat yang mana the living hadis ini merujuk

pada pola tingkah laku nabi muhammad saw yang memiliki kepribadian yang amat mulia.

Menurut keyakinan umat islam itu sendiri akhlak nabi muhammad adalah al-quran itu sendiri,

maksudnya adalah tingkah laku yang dijalankan nabi itu sendiri tidaklah terlepas dari perintah

allah semua yang nabi lakukan selalu sesuai dengan Al Qur‘an, maka nabi dalam islam dijadikan sebagai tuntunan dalam berperilaku dan bertindak sehari-hari.

Hal seperti ini telah diperkuat dengan hadis siti aisyah yang menyatakan bahwa akhlak nabi

itu adalah Al Qur‘an. Bisa dibilang ini adalah Al Qur‘an yang hidup yang berwujud manusia. Kita bisa mencontoh hal ini dengan melihat nabi muhammad sebagai acuannya. Selain itu juga

masyarakat bisa melakukan segala sesuatu yang mereka inginkan dalam kehidupan sehari-hari

yang sesuai dengan ajaran-ajaran al-quran dan hadis nabi yang berpedoman pada al-quran dan

hadis tersebut. Mereka para masyarakat melakukan apapun yang diperintahkan Allah dan segala

sesuatu yang di larangNya dan yang mereka perbuat itu akan menuai hasil yang sesuai pula.

Sehingga para masyarakat tersebut seperti alquran yang hidup ditengah keadaan sosial. Nabi

muhammad sebagai rasul yang menjadi tuntunan dalam berperilaku oleh masyarakat muslim ini

memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan akhlak baik masyarakat muslim. Jika

kita mampu mengerti dan memahami alquran dan sunah nabi dengan sangat baik, maka kita bisa

merasakan manfaat yang besar dalam kehidupan kita sehari. Karena secara pribadi al-quran bisa

dimanfaatkan atau berfungsi sebagai pengobat penyakit diri dan sunnah atau hadis nabi pun juga

8

(5)

5

dijadikan rujukan untuk itu. Dalam suatu riwayat, nabi pernah mengobati dirinya sendiri ketika

sedang sakit dengan jalan ruqyah yaitu dengan menggunakan surah Al-Falaq dan An-Nas.9

Metodologi penelitian the living quran dan hadis yang dijalankan rasanya sangat sulit untuk

diterapkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Butuh usaha yang besar dan niat yang

tinggi untuk dapat mewujudkan konsep the living quran dan hadis ini. Jika dipahami ada beberapa

surat Al Qur‘an yang dapat memancing datangnya berkah dan rezeki bagi yang membacanya. Hal-hal yang seperti ini dapat berubah menjadi suatu keyakinan di masyarakat atau akan menjadi suatu

tradisi membaca surat-surat tertentu pada saat-saat tertentu pula yang itu entah dilakukan secara

individu ataupun kelompok masyarakat bahkan masyarakat luas.10 Al Qur‘an dan Hadis atau

sunnah ini dapat diwujudkan dalam berbagai bidang dalam kehidupan. Seperti dalam bidang

ekonomi tentu berbeda dalam bidang pengetahuan, bidang politik dan juga dalam keluarga dan

bidang lainnya, yang itu semua diaplikasikan dengan cara yang beragam yang bergantung pada

cara memahami atau menafsirkan Al Qur‘an tersebut.11 Semua muslim percaya barang siapa yang dapat membaca, memahami, mengerti makna Al Qur‘an serta bisa mengamalkan isi kandungannya dikehidupan maka akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat, walaupun

dengan membacanyan saja sudah mendapatkan pahala dan termasuk ibadah.

Pada awalnya, ulumul Qur‘an dan Hadis ini begitu ditekankan pada pemahaman teksnya saja, ini karena studi agama islam itu sendiri, maksudnya ilmu-ilmu Al Qur‘an dan hadis sengaja diciptakan guna mendapatkan suatu kerangka pemikiran serta penafsiran yang dapat bermanfaat

dikehidupan umat muslim dan kepentingan agama. Maka itu penelitian atau kajian mengenai Al

Qur‘an juga Hadis ini lebih diutamakan oleh para ulama atau ahli Quran sebagai bahan kajian mereka dalam mengembangkan ilmu-ilmu agama islam. The living Quran Hadis yang fenomenal

di era sekarang ini merupakan studi yang bergerak pada dua bidang yaitu pada kejadian-kejadian

sosial budaya dimasyarakat dan juga pada analisis cerita dimana sebenarnya semuanya didasarkan

pada ajaran Al Quran itu sendiri dan juga sunnah nabi ataupun adat kebiasaan yang dilakukan

oleh nabi.

Dalam kajian agama, penelitian the living Qur‘an dan Hadis adalah merupakan bagian dari

pelajaran kehidupan religi, praktik kehidupan, dan kehidupan islami yang bertujuan mengetahui

tentang bagaimana manusia dan masyarakat dapat memahami, memaknai Al Qur‘an dan menjalankan agamanya dikehidupan sehari-hari dengan konsekuensi-konsekuensinya. Dalam

pembelajaran kitab suci metode the living Qur‘an Hadis ini belum begitu berkembang. Kitab suci

9

Didi Junaedi, ―Living Qur‘an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),‖ Journal of Qur’an and Hadith Studies 4, no. 2 (2015): hal 171

10 Ibid.

(6)

6

merupakan pembangun serta pemertahan ajaran-ajaran agama, kebenaran-kebenaran konkrit

mengenai alam raya, dan juga sebagai petunjuk melakukan jalan yang baik.12

Dalam kajian pembelajaran the living Quran Hadis ini rupanya terjadi suatu pemekaran

dari teori teks Al Qur‘an Hadis saja kepada teori sosial-budaya yang menjadikan masyarakat sebagai bahan kajian atau objek penelitian.13 Yang mana Al-Qur‘an tersebut diartikan atau di tafsirkan dengan beragam bentuk, mulai dari tindakan, perilaku dan ketetapan Nabi Muhammad

saw. Sunnah/hadis menjadi suatu bentuk penjelas atas Al Qur‘an yang merinci atau detail tentang

keumuman al-quran yang kemudian diterjemahkan dan di maknakan lalu dikomunikasikan,

didialogkan secara sirkular terus menerus dengan tradisi budaya masyarakat lokal. Banyak orang

bahkan sahabat yang kagum dan terkejut dengan syariah yang dibawa nabi muhammad tersebut.

Yang akhirnya segala tingkah laku, tindakan, sikap perbuatan nabi, ketentuan serta ketetapan dari

nabi di dokumentasikan kedalam sebuah tulisan yang diabadikan disebuah pelepah kurma, batu,

daun dan juga dalam ingatan pada masa kenabian tersebut. Hingga akhirnya pada masa

pemerintahan umar bin aziz sunnah atau hadis resmi didokumentasikan atau dibukukan dan dapat

dibaca pada masa kontemporer sekarang ini.

Hadir dari konsep pengertian hadis dan sunnah dengan itu the living hadis memiliki

pengertian yang berbeda. Suryadilaga mengartikan living hadis sebagai suatu kejadian yang

nampak hadir di masyarakat berupa pola tingkah laku dan tidakan yang bersumber dari nabi

muhammad saw. The living hadis ini bernuansa kejadian-kejadian fenomenal dimasyarakat dalam

mengungkap sebuah adat budaya dan tradisi dimasyarakat yang ditunjuk bersumber dari hadis

nabi.14 Hadis pada masa kenabian dijadikan sebagai sumber pedoman oleh para sahabat nabi dan

orang-orang sampai masa pengkodifikasian. Ada beberapa contoh penerapan the living hadis

pada masa kenabian saat itu yaitu dengan living hadis tulis, artinya pengkodifikasian al-quran

secara pribadi adalah merupakan perintah nabi saw dengan maksud sebagai jalan untuk

memelihara, melindungi Al Qur‘an. Selain itu juga contoh lain penerapan the living hadis adalah dengan living hadis ijma‘, artinya dalam bentuk praktek, hal ini banyak sekali ditemukan pada masa nabi dalam tradisi sahabat atau kesepakatan sahabat. Kemudian living hadis lisan, ini sudah

sangat membudaya pada masa sahabat hingga masa pengkodifikasian atau pembukuan, yang

digunakan dalam menyampaikan atau mempublikasikan hadis yang kemudian dengan berjalannya

waktu membentuk suatu kelompok majlis sebagai tempat penyampaian hadis nabi tersebut dan

12Ali, ―Kajian Naskah Dan Kajian Living Qur‘an Dan Living Hadith.‖ 13

Muhammad Suryadilaga - Academia.edu,‖ accessed March 16, 2017, /Contoh Penelitian Living Hadis. Hal 10

(7)

7

yang paling penting saat para sahabat pergi ke berbagai tempat. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi

Saw yang beliau mengatakan :

―Semoga allah memuliakan para hamba-hambanya yang mau mendengarkan

perkataan-perkataan ku, yang kemudian dijaga dan disampaikan/didakwahkan.”

Dengan seiring berjalannya waktu konsep living hadis ini tidak berjalan dengan baik sesuai

yang diinginkan, ini terjadi karena banyaknya kejadian-kejadian mengenai pemalsuan hadis yang

sudah tersebar dikalangan umat islam yang mana ini terjadi dengan alasan kepentingan politik dan

individu yang berlotak belakang dengan hukum syariah di agama islam itu sendiri. The living

hadis tulis ini terjadi pada awal abad ke II H sampai sekarang. Living hadis tulis ini paling cepat

dan signifikan adalah pengkodifikasian mengenai hadis tersebut. Ada beberapa pembukuan hadis

yang mendapatkan pujian dari orang-orang setelah pengkodifikasian. Living hadis praktek pada

masa ini terus mengalamai perkembangan melanjutkan ijtihat/usaha para sahabat. Contohnya

adalah zakat fitrah. Rasulullah mensyariatkan pembayaran zakat dilakukan sesudah sholat subuh

sampai sebelum sholat idul fitri. Namun pembayaran zakat fitrah pada masa nabi masih jarang

karena masyarakat madinah yang sedikit. Tapi dengan berjalannya waktu pembayaran zakat fitrah

dengan waktu yang telah ditetapkan nabi tersebut kurang mencukupi, hingga nabi merubah waktu

pembayaran dengan memperpanjangnya. Pada masa dinasti ummayah belum ada pendidikan yang

formal seperti majelis-majlis hadis. Namun pada masa abbasiyah setelah pengkodifikasian banyak

didirikan pendidikan formal dan mulai berkembang. Kurikulum difokuskan pada al-quran sebagai

bacaan utama para siswa. Mereka diajari mengenai baca tulis, tentang tata bahasa dan

menceritakan tentang kisah-kisah nabi serta mengenai hadis-jadis nabi pada khususnya.

Sedangkan living hadis lisan hanya dapat ditemui di madrasah-madrasah, yang mana dilembaga

tersebut mempelajari ilmu hadis adalah suatu yang sangat penting karena hadis dijadikan sebagai

landasan hukum dalam kurikulumnya.

Jika dilihat pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa living hadis ini memiliki

beberapa jenis model yaitu model tulisan, model lisan atau ucapan serta model praktek atau

tidakan. Sedangkan dalam dunia pendidikan sepertinya living hadis belum bisa mendapatkan

perhatian atau kepedulian dari masyarakatnya yang paling utama di perguruan-perguruan islam di

indonesia.15 Pemaknaan hadis dari konteksnya dengan kultur budaya yang telah dilakukan dan

diaplikasikan didalam adat istiadat merariq ini sebagai hal penting dalam sebuah kajian.

Hadis-hadis atau sunnah yang berhubungan dengan larangan berduaan dan dilarangnya membuka aurat

di publik ini sebagai dasar dan pedoman yang paling umum dalam usaha membentuk adat

kebiasaan merariq (adat sebelum nikah) yang lebih islami di Lendang Simbe (NTB), dengan

menghilangkan adat merariq bebait (penculikan calon pengantin) dan diganti dengan adat belakok

15

(8)

8

atau meminang atau khitbah.16 Hal tersebut adalah salah satu bentuk living hadis di dusun

Lendang Simbe (NTB). Masa kelam fanatisme teologis dalam sejarah perkembangan islam

ditambahi dengan poin-poin penting keagamaan seperti Al Qur‘an dan hadis nabi saw. Munculnya sekte-sekte dalam islam yang tumbuhkan pada masa dinasti ummayah dan abbasiyah hingga living

hadis menjadi sangat heboh, karena banyak terjadi pemalsuan. Banyaknya aksi pemalsuan hadis

membuat orang-orang kehilangan kepercayaan terhadap kodifikasian hadis yang ditulis dalam

kodifikasi hadis-hadis. Sunnah yang bersumber dari tradisi dan budaya nabi dengan seiring waktu

dimodifikasi dan berkembang dengan jalan ijtihat oleh generasi setelahnya hilang terganti dengan

penyampaian secara verbal yang kemudian berkembang menjadi hadis yang dilegalkan pada

pertengahan abad II H. Perkembangan living hadis itu sendiri berkembang terus sesuai dengan

perkembangan hadis pasca kenabian.

Dalam buku kitab karya Abi Zakariya Yahya bin Syarifuddin al Nawawi al Syafi‘i

dijelaskan tentang bermacam-macam hadis mengenai keutamaan Al Qur‘an baik itu potongan ayat-ayat ataupun surat- suratnya secara utuh.17 Gambaran secara umum bagaimana masyarakat

merespon Al Qur‘an ini sudah ada sejak jaman rasulullah dan sahabat. Adat kebiasaan dan budaya yang muncul adalah dijadikannya Al Qur‘an sebagai bahan pengetahuan, bahan hafalan, bahan kajian penelitian dan bahan tafsiran serta sesuatu yang dibaca ini sudah tersimpan rapi diingatan

para sahabat, dan setelah manusia (muslim) mulai tersebar diberbagai tempat didunia mulailah

mereka merespon Al Qur‘an dan respon tersebut berkembang dengan berbagai variasi tak terkecuali dengan masyarakat islam indonesia.18 Di indonesia sangat terlihat bagaimana respon

baik mereka terhadap Al Qur‘an dan bagaimana mereka menerima Al Qur‘an ini dengan baik. Respon baik ini dari masyarakat dapat kita lihat dengan nyata. Sebagai contoh, Al Qur‘an dibaca secara rutin setiap hari dan diajarkan di rumah-rumah, tempat-tempat ibadah seperti masjid,

mushola, dan tpa. Kegiatan membaca Al Qur‘an secara rutin ini biasanya dilakukan setelah sholat maghrib, dan kegiatan rutin membaca al-quran ini diterapkan secara wajib di pesantren-pesantren/

pondok-pondok. Kemudian al-quran menjadi bahan hafalan. Al Qur‘an dihafalkan ada yang secara utuh atau hanya sebagian saja, walaupun ada juga yang hanya menghafal ayat-ayat tertentu.

Respon yang lainnya adalah dikutipnya sebagian ayat-ayat Al Qur‘an yang kemudian dijadikan

sebagai sebuah hiasan dinding rumah, tempat ibadah bahkan kain kiswah penutup ka‘bah. Ayat -ayat Al Qur‘an dipilih untuk dibaca oleh para profesional qari‘ dengan seni suara yang begitu

16 Salimudin, ―‗ Merariq Syar‘i‘ di Lombok : Studi Living Hadis di Dusun Lendang Simbe,‖ accessed march 16, 2017

17 Siti fauziah, ―Pembacaan Al Qur‘an Surat-Surat Pilihan Di Pondok Pesantren Putri Daar AlFurqon

Janggalan Kudus (Studi Living Qur‘ān),‖ 2014.

18Muhamad Ali, ―Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‘an dan Living Hadith,‖

(9)

9

indah didengarkan dalam kegiatan-kegiatan, serta diadakannya lomba-lomba tilawah quran dalam

even nasional maupun internasional dan masih banyak lagi.

Secara bahasa living quran berasal dari dua kata yaitu living yang mempunyai arti ―hidup‖

dan Al Qur‘an yang berati ―kitab suci umat islam‖. Sehingga living Qur‘an dapat diartikan sebagai

―teks‖ Al Qur‘an yang hidup dimasyarakat. Maksudnya memfungsikan Al Qur‘an untuk diterapkan dan praktekkan dikehidupan sosial diluat kondisi tekstualnya tersebut. Pemfungsian Al

Qur‘an ini karena adanya ragam pemaknaan yang muncul yang tidak didasari pada pemahaman

pesan tekstualnya, tetapi karena adanya asumsi adanya kandungan lain yang dimaksud dalam

ayat-ayat Al Qur‘an tersebut bagi kepentingan praktek umat muslim. Selain dianggap sebagai

wujud sosok Nabi Muhammad, living Qur‘an ini juga dapat di maknai sebagai masyarakat yang selalu menjadikan Al Qur‘an sebagai acuan sehari-harinya, mereka melakukan apa yang diperintahkan allah dan senantiasa menjauhi segala yang dilarangnya. The living Qur‘an adalah praktek-praktek dalam hidup mengenai ajaran-ajaran Al Qur‘an yang dilakukan oleh masyarakat muslim. Jika seseorang begitu cinta terhadap Al Qur‘an maka dia tidak hanya menjadikan ini sebagai kitab bacaan namun juga sebagai bahan kajian penelitian yang menarik dan seolah-olah

al-quran ini adalah kekasihnya.19

Dalam konsep studi Al Qur‘an, the living quran ini merupakan suatu metode yang baru. Dan sesuatu yang baru ini masih memerlukan tempat untuk dijadikan sebagai sebuah acuan atau

patokan. Ada beberapa jenis pendekatan dalam mengkaji Al Qur‘an yaitu pertama, pendekatan filologi merupakan ilmu yang membahas mengenai bahasa, budaya etika dan sejarah yang terjadi,

kedua pendekatan sastra dan yang terkhir pendekatan fenomenologi yang digunakan dalam kajian

living qur‘an.20

Metode the living quran ini tidak hanya sebuah pendekatan dan kajian tentang

kejadian-kejadian fenomenal sosial saja, tetapi juga mengkaji atau juga sebagai

pendekatan-pendekatan ilmiah, seperti pendekatan-pendekatan antropologi, psikologi dan yang lainnya. Kajian mengenai

al-quran sekarang ini hanya mengacu pada pokok tektualnya saja dan bukan kontekstualnya.

Kajian Al Quran selama ini menimbulkan kesan tafsiran yang harus dipahami sebagai teks tersurat

dalam karya para ulama dan juga sarjana muslim. Penelitian atau kajian tentang Al Quran ini

sangat penting untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan serta perkembangan masyarakat,

sehingga mereka akan lebih menghargai dan maksimal dalam merespon atau memberi

penghargaan baik terhadap Al Qur‘an. Kajian tentang Al Qur‘an ini memunculkan paradigma atau anggapan baru pada masyarakat di era kontemporer saat ini. Pada studi living quran ini kajian

tafsir akan lebih banyak menghasilkan respon apresiasi baik dan akan memicu timbulnya tindakan

19 Didi Junaedi, ―Living Qur‘an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al Qur‘an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),‖Journal of Qur’an and Hadith Studies 4, no. 2 (2015):

20

(10)

10

dan partisipasi dari masyarakat. Kajian living quran ini memotret kejadian fenomena sosial,

mengenai interaksi manusia dengan Al Qur‘an yang akhirnya menimbulkan sebuah tradisi dimasyarakat. Praktek-praktek sosial keagamaan yang dilakukan masyarakat, misalnya seperti

pembacaan surat atau ayat-ayat tertentu pada suatu acara atau even-even tertentu pula ini

berdasarkan keyakinan masyarakat itu sendiri yang bersumber dari interaksi manusia dengan Al

Qur‘an. Karena the living quran ini pengkajiannya mengenai kejadian-kejadian lingkungan sosial, maka metodologi penelitiannya menggunakan metode pendekatan sosial masyarakat, dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif yang dianggap lebih cepat penelitiannya.

Didalam tulisan ini penulis berusaha memaparkan mengenai beragam pemakanaan atau

penafsiran orang indonesia mengenai Al Qur‘an sebagai suatu kitab yang memuat sabda-sabda atau firman Allah swt serta bagaimana pemaknaan ini dapat diimplementasikan serta diwujudkan

dalam sehidupan sehari-hari di masyarakat, juga bisa dijadikan sebagai patokan-patokan dalam

bertindak dan berperilaku di lingkungan tersebut yang bisa bertolak belakang dari ajaran agama

serta syariat islam. Disini penulis tidak menjelaskan tentang benar atau tidak nya

penafsiran-penafsiran Al Qur‘an yang terjadi dimasyarakan, karena hal itu adalah diluar dari pembahasan yang menyorot kejadian Qur‘aniyah dalam kehidupan sosial yang dilihat dari sudut pandang antropologi.21

Jika syamsuddin mengatakan bahwa arti dari the living Qur‘an itu adalah teks Al Qur‘an yang hidup di masyarakat, maka pelembagaan penafsiran mengartikan the living quran sebagai the

living tafsir. Teks Al Qur‘an yang hidup dimasyarakat itu sendiri yang dimaksud adalah respon masyarakat terhadap teks-teks Al Qur‘an dan dari hasil penafsiran seseorang. Respon masyarakat ini adalah tanggapan baik masyarakat terhadap teks tertentu dan penafsiran tertentu pula. Dan

tanggapan sosial baik ini bisa kita temui lingkungan masyarakat sehari-harinya saat mereka

membaca ayat atau surat tertentu dalam suatu acara tertentu. Dengan pengertian-pengertian

al-quran yang beragam seperti itu, maka sebenarnya the living al-quran itu sendiri sama dewasanya

dengan al-quran itu sendiri.22 Tetapi praktek-prakter tersebut belum menjadi bahan penelitian,

hingga para ilmuan-ilmuan barat akhirnya merasa tertarik dengan fenomena the living quran

tersebut.

Ada beberapa bentuk pengalaman masyarakat islam berhubungan dengan kitab suci umat

islam ini diantaranya yaitu: mempelajari Al Qur‘an dengan membacanya serta belajar

membacanya, tahfidz Al Qur‘an (menghafalkan), mengartikan ayat-ayat, menjelaskan ayat Al

21 Heddy Shri Ahimsa-Putra, ―The Living Al-Qur‘an: Beberapa Perspektif Antropologi,‖ Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012)

(11)

11

Qur‘an dengan tafsiran, surat atau ayat tertentu dijadikan pedoman, mengadakan lomba qira‘at, menjadikan ayat Al Qur‘an sebagai hiasan dan untuk pengobatan.23

Muhammad yusuf mengatakan, bahwa respon atau realitas mengenai Al Qur‘an dapat dikatakan sebagai arti dari the living quran. Kajian tentang the living quran ini adalah studi

tentang Al Qur‘an yang tidak berpusat pada tekstualnya saja, namun studi tentang gelaja sosial masyarakat yang berhubungan dengan hadirnya Al Qur‘an di tempat-tempat geografis tertentu dan mungkin pada waktu tertentu pula. Membicarakan mengenai the living quran ini pada dasarnya

juga membicarakan tentang gejala penafsiran-penafsiran Al Qur‘an yang sangat luas makna artinya yang muncul dilingkungan sosial yang berbeda dengan hasil penafsiran selama ini yaitu

dengan berbagai macam variasi. Sedangkan membawa pemaknaan Al Qur‘an kedalam sebuah perbincangan sosial ini berarti memberi ruang terhadap asumsi-asumsi paradigma antropologi

hermeneutik sebagai pedoman berfikir untuk menelaah atau meneliti serta membicarakan hal

tersebut. Salah satu bentuk asumsi atau pandangan mengenai paradigma antropologi adalah bahwa

manusia itu merupakan animal symbolicum, atau hewan yang bisa menciptakan, menggunakan

serta mengembangkan simbol atau tanda-tanda untuk menyampaikan informasi dari satu pihak ke

pihak yang lain.24 Tanda-tanda ini yang dimaksud adalah segala sesuatu yang mempunyai makna,

yang mana pemaknaan ini bisa dibilang sebagai proses yang sangat penting.

Keahlian memberi makna inilah yang perbedaan antara manusia dengan hewan, hingga

manusia akhirnya dapat berbicara bahasa. Karena bahasa adalah merupakan hal penting dalam

sebuah pemaknaan. Kemampuan berbahasa yang dimiliki menunjukkan bahwa keahlian dalam

memberi makna adalah suatu tanda bahwa makna ini telah diwariskan secara generatif. Sehingga

manusia tidak lagi mempunyai pandangan bahwa apa yang ada didunia ini tidak bermakna, serta

tidak pernah lagi memaknai bagaimana adanya. Segala sesuatu yang telah allah ciptakan didunia

ini tentu tidaklah sia-sia dan memiliki berbagai makna jika kita bisa memaknainya. Di sebuah

kelompok manusia yang merupakan animal symbolicum, hadirnya benda seperti Al Qur‘an ini tidak dapat hadir tanpa makna kuat, sama hal nya dengan perilaku manusia dengan Al Qur‘an itu sendiri. The living quran ini dapat disebut sebagai sebuah tanda dari alam, tanda umum, juga teks

yang bisa dimaknai. Al Qur‘an ini merupakan sebuah tanda simbol tidak hanya dijadikan sebagai bahan tafsiran bagi para ahli tafsir, namun juga bagi tiap-tiap kaum muslim, secara antropologi

setiap manusia adalah penafsir. Karena setiap manusia ini tentu memiliki pandangan makna

sendiri yang berbeda-beda, sehingga apa yang mereka tafsirkan itu tidak bisa dianggap salah.

23Dedi Wahyudi, ―Metodologi Penelitian Living Qur‘an,‖ n.d. 24

(12)

12

Dalam sejarahnya syariat-syariat islam sejatinya tidak begitu saja terbentuk dalam

kumpulan buku-buku atau dalam kodifikasi.25 Al Qur‘an sebagai kitab, sebagai buku dan sebagai bacaan. Disebut demikian karena memang Al Qur‘an dilihat dari wujudnya adalah sebuah buku, berasal dari lembaran-lembaran yang disusun sedemikian rupa hingga menjadi sebuah buku atau

sebuah kitab. Dan sebagai kitab al-quran tentu paling banyak sebagai bahan bacaan yang tentunya

dapat berdiri sendiri. Maksud dibaca disini tidak hanya diartikan dibaca semata pada umumnya,

namun dibaca disini adalah juga di suarakan, disampaikan, didakwahkan ke halayak umum serta

bisa juga di renungkan isi kandungannya. Jika dibaca, disuarakan berarti akan dibaca dengan

mengguanakan seni suara dengan suara yang merdu juga indah. Muncul dari sinilah kemudian

diadakan lomba-lomba baca Al Qur‘an atau lomba tilawatil quran yang kita kenal sekarang ini. Sedangakan jika dibaca dan didiskusikan, maka yang dilakukan adalah dalam kegiatan duduk

bersama-sama dan salah satu dari mereka membacanya dan memimpin diskusi sedang yang lain

menyimak, dan hal ini sering kita jumpai dalam kegiatan pengajian dimasjid-masjid pada

umumnya. Inilah beberapa bentuk respon masyarakat muslim terhadap Al Qur‘an dan yang kita kenal dengan the living quran.

Al Qur‘an sebagai kitab, memaknainya adalah hal yang utama, hal ini dapat telihat dipesantren-pesantren, sekolah-sekolah, dan bahkan di perguruan-perguruan tinggi seperti

universitas islam negeri di indonesia. Al Qur‘an merupakan benda yang istimewa dan dihormati, hingga cara menyimpan serta meletakkannya saja tidak boleh secara sembarangan serta tidak

boleh disamakan dengan benda-benda lainnya. Allah adalah dzat yang maha suci, maka Al Qur‘an pun juga suci karena kita tahu Al Qur‘an berisi tentang sabda-sabdaNya. Al Qur‘an ini juga sebagai petunjuk, hal ini telah cantumkan didalam Al Qur‘an itu sendiri yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 2. Disitu dijelaskan bahwa Al Qur‘an ini tidak ada keraguan didalamnya, dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.26 Didalam al-quran kita bisa menemukan

bermacam-macam petunjuk. Yaitu mulai dari hal-hal yang dianggap manusia kecil dan sepele

hingga hal yang penting. Al Qur‘an berisi mengenai larangan-larangan, perintah-perintah, dan anjuran dari allah, hingga dikatakan wajib, sunnah, makruh dan yang lainnya. Seseorang yang

meyakini Al Qur‘an sebagai suatu petunjuk, saat menghadapi suatu masalah seseorang tersebut akan mencari petunjuk melalui Al Qur‘an tersebut hingga mereka dapat menyelesaikan masalahnya.

Al qur‘an oleh banyak orang juga dijadikan sebagai obat, yaitu obat hati yang tengah sedih. Mengapa bisa dianggap demikian karena seseorang yang merasa hatinya sedang sedih jika

membaca Al Qur‘an atau ayat-ayat akan merasa terhibur, hati akan terasa damai dan seolah-olah

25 Said Ali Setiyawan, ―Pemikiran_Hadis_Menurut_Joseph_Schacht.doc: Kajian Al Qur‘an Orientalis,‖ 2015. 26

(13)

13

tidak terjadi apapun dalam hatinya. Jika dipersempit maka al qur‘an ini berfungsi sebagai shifa‘, buku kitab, alat pelindung, alat mencari rejeki serta dasar pengetahuan.27 Dalam Al Qur‘an surat Al-Insyirah allah menjanjikan bahwa disetiap kesulitan itu pasti ada kemudahan. Karena allah

sendiri tentu tidak akan memberikan kesulitan yang berkepanjangan kepada hamba-hambanya

yang mau berusaha. Begitu banyak ayat-ayat Al Qur‘an yang dapat digunakan sebagi penghibur hati, allah telah menjanjikannya bagi orang-orang sabar, taqwa kepadanya, yang taat atas

aturan-aturannya, mereka akan mendapatkan balasan yang banyak serta lebih baik dari allah atas apa

yang dilakukannya tersebut, bahkan akan memdapatkan jaminan surganya allah kelak di akhirat

yang tidak pernah terbayangkan bagaimana dan seperti apa kenikmatan didalamnya. Dapat

diyakini bahwa ada beberapa ayat-ayat Al Qur‘an yang memiliki kekuatan untuk kesembuhan penyakit, namun tak sedikit juga orang yang tidak meyakini ini karena mungkin belum pernah

mengalaminya sendiri. Selain itu juga ada yang beranggapan ada ayat Al Qur‘an yang mampu menjadi sarana perlindungan diri. Dan perlindungan ini tidak hanya di dunia yaitu dari bencana

alam, gangguan setan, dari musibah dan yang lainnya, namun juga di akhirat dari bencana yang

akan melanda setelah meninggal nanti. Al Qur‘an tidak hanya sebuah kitab biasa yang berisi larangan, anjuran juga perintah, tetapi banyak sekali ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan yang

terkandung didalamnya, semisal adalah banyaknya cerita-cerita mengenai kisah para nabi dan

peristiwa-peristiwa jaman dulu yang sangat menarik untuk disimak. Kebenaran-kebenaran sejarah

ilmu yang terakandung didalam Al Qur‘an tidak dapat di ragukan lagi dan paling tepat karena semuanya bersumber dari allah tuhan alam semesta ini. Selain pengetahuan masa lampau yang

bisa dipelajari dari Al Qur‘an, pengetahuan-pengetahuan masa kini dan masa depan pun bisa dipelajari.

Memahami kajian the living Qur‘an atau Al Qur‘an yang hidup, secara antropologis melihat fenomena sosial budaya dari prilaku-prilaku manusia terhadap pemahaman Al Qur‘an. Kajian fenomenologi adalah sebuah kajian atau penelitian mengenai suatu kondisi yang terjadi di

sosial.28 Dengan pandangan seperti ini peristiwa atau fenomena yang kemudian menjadi bahan

kajian bukan lagi Al Qur‘an sebagai kitab tetapi pola tingkah laku manusianya yang dianggap

sebagai wujud dari Al Qur‘an. Kajian the living Qur‘an ini memang begitu dekat dengan penelitian ilmu sosial budaya. Anggapan paradisma yang dimanfaatkan dalam kajian living

Qur‘an ini adalah paradigma fungsional, Peristiwa-peristiwa the living Qur‘an ini bisa pula dimaknai sebagai gejala quranisasi kehidupan. Al Qur‘anisasi bisa berupa penggunaan ayat untuk kepentingan spiritual yang diyakini memiliki kekuatan ghaib untuk tujuan tertentu. Al Qur‘anisasi

27 Khoirul Ulum, S, ―Pembacaan Al Qur‘an di Lingkungan Jawa Timur (Studi Masyarakat Grujugan Bondowoso),‖ 2009.

28

(14)

14

dalam kehidupan ini juga dapat berupa praktek-praktek dalam pengobatan, hal ini pernah

dilakukan oleh para sahabat nabi di masa kenabian.

Anggapan atau paradigma yang dimanfaatkan dalam kajian living Qur‘an ini adalah paradigma fungsional, paradigma akulturasi, paradigma fenomenologi dan paradigma structural.29

Jika dilihat dalam sejarahnya, bagaimana ayat-ayat Al Qur‘an itu digunakan sebagai pengobat oleh para sahabat, maka harusnya saat inipun hal seperti itu dianggap boleh-boleh saja. Namun

faktanya hal semacam itu oleh banyak orang dianggap sebagai praktek perdukunan yang tidak

masuk akal hingga memicu kemusyrikan dan oleh sebab itu hal seperti itu dijauhi bahkan dilarang.

Yang dimaksud Al Qur‘an ini adalah bukan hanya kitab semata tapi juga tafsir dan

perilaku-perilaku terhadap tafsirannya. Disini penelitian mengenai hukum-hukum yang terkandung dalam

Al Qur‘an tidak lagi memfokuskan pada tesknya saja, namun juga mengenai penafsiran hukum-hukum tersebut yang biasanya dipengaruhi oleh budaya-budaya lokal. Contoh lain dari living

Qur‘an yang menjadi gejala sosial ini adalah mengenai adab dan tata cara membaca Al Qur‘an yang penelitiannya dilakukan oleh Dr. Frederick M Denny dan ketentuan-ketentuan memegang

kitab Al Qur‘an yang dikaji oleh farid Esack.30 Contoh yang lainya adalah kegiatan yasinan dan tahlilan, membaca doa qunud waktu subuh, serta shalawatan.31

Pembacaan surat yasin yang biasanya dilakukan pada setiap malam jumat dan pada saat

ada anggota keluarga kelompok tersebut atau orang lain yang meninggal. Kegiatan berdzikir

bersama-sama dalam kegiatan yasinan dan tahlilan ini juga sebagai bentuk the living Quran yang

dapat di kaji. Pembacaan shalawat merupahan suatu bentuk ibadah dengan mengagungkan atau

mengistimewakan Rasulullah saw untuk maksud mendapatkan rahmad atau petunjuk dari Allah

sebagai bentuk pendekatan diri. Pembacaan shalawat juga dapat disebut doa yang disampaikan

terhadap Rasulullah Saw sebagai wujud tanda hormat dan cinta kepadanya.32

Teks Al Qur‘an adalah bentuk sampel dan teks yang sebenarnya merupakan pengartian, pemahaman serta pemaknaan juga bentuk pengaplikasian dari isi Al Qur‘an itu sendiri. Banyak beragam anggapan antropologi yang bisa dipergunakan untuk kajian the living Qur‘an, tapi tidak jarang metode the living Qur‘an ini dapat diterapkan dalam kehidupan dimasyarakat di indonesia

ini karena terbatas sumber. Dari pandangan kebudayaan ini seorang pengkaji the living Qur‘an akan meneliti tentang bagaimana tanggapan dan respon manusia atau masyarakat terhadap Al

Qur‘an, bagaimana mengartikan Al Qur‘an dengan baik, dan dapat mengetahui hubungan antara ajaran didalam Al Qur‘an dengan keyakinan-keyakinan kultur budaya yang telah masyarakat anut.

29 Khoirul Ulum, S, ―Pembacaan Al Qur‘an di Lingkungan Jawa Timur (Studi Masyarakat Gujugan Bondowoso).‖

30 Alfi Kamaliah, ―Al Qur‘an dan Orientalisme Arah Baru Kajian Al Qur‘an di Barat.‖ 31 M.Khoiril Anwar, ―Living Hadis.‖

(15)

15

Al Qur‘an dapat digunakan sebagai pendukung bagi orang-orang yang tertindas, penghalang atau pengerem perbuatan tidak terpuji, sebagai motivasi, penyejuk hati, serta

penyelamat dari bencana. Al Qur‘an ini sebuah mushaf yang terus menerus di baca, diteliti dan di pelajari serta diperluas penelitiannya mulai hadir sampai saat ini. Al Qur‘an adalah sebuah teks, dan sebuah teks tersebut harus dibaca dan ditafsirkan.33 Karena dasar dari pola tingkah laku di

masyarakat itu di anggap muncul dari makna tafsiran Al Qur‘an itu sendiri dan bukan bentuk tafsirnya. Fenomena sosial budaya yang terjadi bukan lah sebuah teks, sehingga harus dengan

metodologi atau cara lain ketika membaca dan memahaminya. Ada beragam bentuk penerapan

dalam kehidupan dengan lambang-lambang yang mengelilinginya adalah merupakan sebuah teks

sosial budaya atau kultural yang kemudian bisa dibaca, dimengerti oleh orang lain hingga hal itu

menarik untuk diteliti sebagai the living Qur‘an. Dan berawal dari sinilah akan muncul pemahaman baru mengenai pemaknaan Al Qur‘an.

Panelitian the living Qur‘an ini sangat menarik karena ini yang menjadi latar belakang dari penelitian tersebut dengan tujuan mengungkap kejadian-kejadian yang aneh, langka, unik,

menarik serta menjadi hal yang fenomenal dari tahfidz Al Qur‘an di lingkungan. Praktek menghafal Al Qur‘an seperti yang dilakukan oleh para hafidz ini merupakan perwujudan dari the

living Qur‘an dan Hadis. Karena praktek menghafal Al Qur‘an ini sudah terjadi semasa rasulullah dan sahabat. Rasulullah sendiri adalah seorang hafidz Qur‘an, dan begitu pula dengan para sahabat-sahabatnya juga merupakan penghafal Al Qur‘an.

Hubungan manusia dengan Al Qur‘an seperti yang telah dibahas sebelumnya kini sudah membudaya dan sudah melekat didalam diri warga baik muslim maupun non muslim yang ending

nya akan menghasilkan tingkah laku tersendiri.34 Di jaman sekarang sudah banyak manusia yang

tertarik untuk menghafalkan dan menjadi hafidz Qur‘an. Bahkan di pondok pesantren-pondok pesantren kegiatan menghafal Al Qur‘an ini sudah banyak dijadikan sebagai agenda wajib dalam pendidikannya. Tradisi menghafal Al Qur‘an terutama di indonesia ini muncul setelah para ulama pada abad ke 18an menimba ilmu serta menghafal Al Qur‘an di Makkah. Hingga kemudian setelah mereka para ulama pulang dan mengajarkan kepada para santri tentang ilmu yang mereka

dapat termasuk ilmu menghafalkan Al Qur‘an tersebut. Bahkan ada beberapa orang yang mengatakan tradisi menghafal ini sudah ada sejak jaman wali songo di tanah jawa tempo dulu.

Wali songo memang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran agama islam. Orang yang

menjadi penghafal Al Qur‘an memiliki kedudukan yang istimewa dihadapan allah. Maka tidak heran jika gelar yang mulia disandarkan bagi para hafidz Qur‘an. Seperti yang disampaikan oleh

33 Hamam Faizin, ―Mencium Dan Nyunggi Al Qur‘an Upaya Pengembangan Kajian Al Qur‘an Melalui

(16)

16

al-fudlail bin iyald yang mengatakan bahwa seorang penghafat Al Qur‘an adalah pembawa bendera islam.35 Di indonesia telah berdiri banyak sekolah atau madrasah tahfidz juga pesantren,

yang mana ini bergerak dalam bidang pendidikan dengan tujuan membimbing para siswa atau

santri untuk menghafal Al Qur‘an, mengerti tentang ilmu-ilmu Al Qur‘an, serta membentuk akhlaqul karimah pada diri santrinya. Perkembangan yang cepat terjadi di indonesia dalam studi

tahfidz atau hafalan Al Qur‘an ini, banyak sekali para penghafal Al Qur‘an yang ada di indonesia, mulai dari orang-orang dewasa, remaja hingga sampai kepada anak-anak yang masih sangat kecil.

Bahkan para tahfidz al-quran ini tidak jarang mendirikan suatu majlis tahfidz sendiri, ada juga

yang menjadi penerus pondok pesantren serta menjadi seorang pendakwah yang selalu

menyiarkan ajaran-ajaran Al Qur‘an. Banyak komunitas-komunitas muda-mudi yang mendirikan sebuah majelis sebagai wadah untuk para penghafal Al Qur‘an.

Didalam lembaga pendidikan seperti pesantren dan perguruan tinggi islam sekarang sistem

pendidikan yang bergerak di bidang Al Qur‘an sudah mulai dikembangkan, yang dulunya hanya terfokus pada hafalan Al Qur‘annya saja, namun kini sudah ditingkatkan sampai pada penguasaan materi secara utuh. Pada lembaga pendidikan tersebut pasti akan kita jumpai ajaran-ajaran atau

matakuliah yang membahas mengenai ilmu-ilmu Al Qur‘an, seperti ilmu nahwu, balaghah, sharaf,

juga ilmu seni qiro‘ dan tidak ketinggalan juga ilmu tafsir. Sebagai seseorang yang jarang bahkan tidak pernah melakukan kegiatan hafal-menghafal tentu jika menghafalkan Al Qur‘an ini akan merasa kesulitan, karena menghafal Al Qur‘an merupakan hal yang cukup sulit. Ahsin Al Hafidt mengatakan, ada dua cara untuk menghadapi masalah tersebut yaitu dengan teori operasional atau

niat yang tinggi dan teori intuitif yaitu pembersihan hati. Pembelajaran tahfidz yang baik menjadi

pendukung dan pendukung keberhasilan hafalan Al Qur‘an.36 Allah akan memberikan kemudahan disetiap kesulitan dengan catatan seseorang tersebut mau berusaha dengan keras. Beberapa tujuan

orang membaca Al Qur‘an dapat digolongkan menjadi tiga, diantaranya: pertama, sebagai bentuk ibadah, kedua sebagai jalan memperoleh petunjuk dan rahmad, ketiga sebagai alat penghukuman

serta pendamping pikiran.37 Jika dalam lembaga pesantren ataupun pondok dalam kegiatan

penghafalan Al Qur‘an ini akan dilakukan pengevaluasian, yaitu akan dilakukan semacam

pengujian oleh para pembimbing atau ustad, sampai sejauh mana para peserta didik dapat

menghafalkan Al Qur‘an, dan pengevaluasian ini dilakukan beberapa kali.

Al Qur‘an dan hadis nabi adalah sebuah teks yang berisi banyak ilmu pengetahuan yang bisa kita ambil sebagai petunjuk dan pelajaran. Dari sebuah teks itu kita bisa memanfaatkannya

35Junaedi, ―Living Qur‘an.‖ 36

erwanda Safitri, ―Tahfiz (Al Qur‘an Di Ponpes Tahfidzul Qur‘an Ma‘unah Sari Bandar Kidul Kediri (Studi

Living Qur‘an ),‖ 2016.

37siti fauziah, ―Pembacaan Al Qur‘an Surat-Surat Pilihan Di Pondok Pesantren Putri Daar AlFurqon Janggalan

(17)

17

sebagai media pembentukan perilaku diri, pembentukan akhlaq ataupun pola tingkah laku. Karena

teks merupakan panduan yang dirasa ampuh juga tepat untuk bahan ajaran. Karena manusia pada

umumnya memerlukan sebuah panduan atau keterangan yang jelas dan pasti kebenarannya guna

kepentingan belajar dengan tujuan membentuk tingkah laku yang baik. Sejatinya komunitas

muslim ini tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu semua adalah berasal atas pengetahuannya

yang merujuk pada Al Qur‘an dan hadis atau sunnah nabi. Banyak ayat-ayat Al Qur‘an yang mengajarkan manusia untuk tidak putus asa, untuk tidak patah semangat serta selain itu juga

banyak ayat yang bisa memotivasi kita agar apa yang kita inginkan bisa terwujud jika kita mau

memaknainya dengan benar.

C. Metode Penelitian

Dalam pembelajaran Al Qur‘an, cara atau metodologi kajian living Qur‘an dan Hadis ini merupakan hal yang baru. Sehingga secara konsep metodologi atau cara ini membutuhkan tempat

untuk digunakan sebagai sebuah patokan atau pedoman. The living Qur‘an dan Hadis adalah sebuah pembelajaran mengenai Al Qur‘an dan hadis nabi, yang tidak hanya fokus pada tekstualnya, namun ini adalah pembelajaran mengenai kejadian-kejadian sosial yang terjadi di

lingkungan yang berhubungan dengan munculnya makna Al Qur‘an dan hadis nabi dalam suatu kawasan dan waktu tertentu. Sebagai suatu penelitian yang berasal dari kejadian di lingkungan

maka sudah semestinya metodologi atau cara yang tepat dipakai dalam penelitian adalah dengan

menggunakan metode pendekatan sosiologi juga fenomenologi pada the living Qur‘an dan hadis ini. Selain itu, ada berbagai metode atau cara yang bisa dimanfaatkan untuk pengkajian atau

penelitian, diantaranya observasi yaitu mendapatkan data dengan tepat, wawancara mencari data

secara tanya jawab, serta dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data-data yang sudah ada. 38

Bentuk yang digunakan dalam riset adalah penelitian serta pengembangan atau perluasan

(research and development) yang merupakan bentuk riset yang bisa dibilang tepat digunakan

untuk perubahan yang baik dalam praktek di beberapa daerah penelitian. Penelitian dan

pengembangan adalah kajian yang dimanfaatkan dalam memperoleh hasil tertentu.39

Jika maksud dan tujuannya adalah penelitian, metode yang hampir sama digunakan adalah

metodologi sosial kemanusiaan, maka poin-poin yang mesti dipenuhi adalah mencari pokok

permasalahan, mendapatkan catatan, mencari informasi, membuat pertanyaan-pertanyaan yang

terkait, mencari rujukan data atau sumber, mendapatkan bimbingan dan masih banyak lagi.40

Tugas seorang peneliti adalah mampu mengerti serta menjabarkan makna-makna al-qur‘an juga

38 Didi Junaedi, ―Living Qur‘an.‖ hal 177

39Dedi Wahyudi, ―Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program Prezi (Studi Di SMP Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014),‖ n.d.

40

(18)

18

menghungkannya dengan bermacam kejadian diluar itu yang menjadi poin dari pengartian

tersebut agar sesuai dengan apa yang diteliti.

Pendekatan atau teori yang dimanfaatkan dalam riset adalah tidak lepas dari ilmu

antropologi yaitu yang mempelajari sesuatu tentang makhluk yang bernama manusia dan usaha

mempelajari agama melalui wujud tindakan praktek yang muncul ditengan masyarakat.41

D. Permasalahan yang Berkaitan Dengan Kajian The Living Al Qur’an dan Hadis

Kajian mengenai al-quran sekarang ini hanya mengacu pada pokok tektualnya saja dan

bukan kontekstualnya. Untuk dapat mengamalkan isi kandungan al-quran, maka tidak hanya

dengan membaca al-quran itu sendiri namun juga harus bisa memahami/mengerti mengenai

makna arti yang dimaksudkan didalam ayat agar benar-benar bisa mengamalkannya dengan baik.

Jika bisa memahami makna al-quran dengan sebaik-baiknya dan dapat menerapkan atau

mengaplikasikan dalam kehidupan maka akan mendapatkan hasil yang baik pula bahkan akan

mendatangkan kebahagiaan tidak hanya didunia tetapi juga diakhirat. Metodologi the living quran

dan hadis yang dijalankan rasanya sangat sulit untuk diterapkan/diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari. Butuh usaha yang besar dan niat yang tinggi untuk dapat mewujudkan konsep the

living quran dan hadis ini. Dengan seiring berjalannya waktu konsep living hadis ini tidak berjalan

dengan baik sesuai yang diinginkan, ini terjadi karena banyaknya kejadian-kejadian mengenai

pemalsuan hadis yang sudah tersebar dikalangan umat islam yang mana ini terjadi dengan alasan

kepentingan politik dan individu yang berlotak belakang dengan hukum syariah di agama islam itu

sendiri. Munculnya sekte-sekte dalam islam yang tumbuhkan pada masa dinasti ummayah dan

abbasiyah hingga living hadis menjadi sangat heboh, karena banyak terjadi pemalsuan. Banyaknya

aksi pemalsuan hadis membuat orang-orang kehilangan kepercayaan terhadap kodifikasian hadis

yang ditulis dalam kodifikasi hadis-hadis. Faktanya sekarang ini oleh banyak orang ayat-ayat al

qur‘an yang sejatinya memepunyi keistimewaan, dipakai sebagai praktek perdukunan yang tidak

masuk akal hingga memicu kemusyrikan dan oleh sebab itu hal seperti itu dijauhi bahkan dilarang.

E. Solusi Mengenai The Living Al Qur’an dan Hadis

Nabi muhammad sebagai rasul yang menjadi tuntunan dalam berperilaku oleh masyarakat

muslim ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan akhlak baik masyarakat

muslim. Jika kita mampu mengerti dan memahami alquran dan sunah nabi dengan sangat baik,

maka kita bisa merasakan manfaat yang besar dalam kehidupan kita sehari. Dengan menempatkan

al-quran dan hadis serta mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari maka kita nantinya akan

mengetahui kenikmatan-kenikmatan dan faidah yang bisa kita rasakan dikehidupan yang tentunya

41

(19)

19

akan mendatangkan kebahagiaan. Dalam proses pembudayaan al qur‘an dan hadis ini tidak akan

selalu berjalan dengan baik sesuai yang diinginkan. Butuh ketelitian yang jeli dalam meneliti agar

dapat berjalan dengan baik.

F. Simpulan

Sebagai sebuah metodologi penelitian dalam sebuah pembelajaran Al Qur‘an dan Hadis,

penelitian ilmiah ini sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad Saw. Secara garis besar,

menurut Sahiron Syamsuddin mempelajari al-quran paling tidak terdapat beberapa jenis

penelitian. Yang pertama yaitu penelitian mengenai penempatan al-quran sebagai objek. Kedua

adalah penelitian mengenai hasil pembacaan-pembacaan al-quran yang begitu beragam. Dan yang

ketiga adalah penelitian tentang pendapat atau tanggapan sosial mengenai pembacaan-pembacaan

al-quran di lingkungan masyarakat.

Studi the living quran dan hadis merupakan suatu penelitian mengenai fenomena-fenomena

yang terjadi dilingkungan sosial tentang kemunculan al-quran dan hadis ditengah-tengah suatu

kelompok muslim. Adanya the living qur‘an dan hadis ini mula-mula karena adanya pemahaman yang nyata yang dilakukan oleh masyarakat muslim hingga mereka tergerak bahkan termotivasi

untuk mewujudkan isi kandungannya dalam kehidupan ini. Penelitian-penelitian mengenai living

qur‘an hadis ini dapat melalui pendekatan sosial budaya.

The living quran ini dapat di artikan sebagai ―sesuatu yang hidup‖ dimasyarakat. Sesuatu

yang hidup ini yang dimaksud adalah ajaran-ajaran alquran yang diterapkan atau diaplikasikan

dalam kehidupan sosial yang mana ini sudah menjadi suatu adat kebiasaan dimasyarakat itu

sendiri. Begitu juga dengan the living hadis, ini juga menjadi suatu yang muncul ditengah

masyarakat yang mana the living hadis ini merujuk pada pola tingkah laku nabi muhammad saw

yang memiliki kepribadian yang amat mulia. Masyarakat melakukan apapun yang diperintahkan

Allah dan segala sesuatu yang di larangNya. Sehingga masyarakat tersebut seperti alquran yang

hidup ditengah keadaan sosial.

Penelitian the living quran dan hadis merupakan bagian dari pelajaran kehidupan religi,

praktik kehidupan, dan kehidupan islami yang bertujuan mengetahui tentang bagaimana manusia

dan masyarakat dapat memahami, memaknai al-quran dan menjalankan agamanya dikehidupan

sehari-hari dengan konsekuensi-konsekuensinya. Dalam kajian pembelajaran the living quran

hadis rupanya terjadi suatu pemekaran dari teori teks al-quran hadis kepada teori sosial-budaya

yang menjadikan masyarakat sebagai bahan objek penelitian. The living hadis memiliki beberapa

jenis model yaitu model tulisan, model lisan atau ucapan serta model praktek. Pada masa dinasti

(20)

pemalsuan-20

pemalsuan. Banyaknya aksi pemalsuan hadis membuat orang-orang kehilangan kepercayaan

terhadap kodifikasian hadis yang ditulis dalam kodifikasi hadis-hadis.

Secara bahasa living quran berasal dari dua kata yaitu living yang mempunyai arti ―hidup‖

dan al-quran yang berati ―kitab suci umat islam‖. Sehingga living quran dapat diartikan sebagai

―teks‖ alquran yang hidup dimasyarakat. The living quran adalah praktek-praktek dalam hidup mengenai ajaran-ajaran al-quran yang dilakukan oleh masyarakat muslim. Al-quran tidak hanya

sebuah kitab biasa yang berisi larangan, anjuran juga perintah, tetapi juga sebagai obat, petunjuk,

penghibur, dan banyak sekali ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya.

G. Referensi

Fithrotul Aini, Adrika. ―Living Hadis Dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba‘ Bil

Mustofa.‖ Ar-Raniry: International Journal Of Islamic Studies 2, No. 1 (June 2014).

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. ―The Living Al-Qur‘an: Beberapa Perspektif Antropologi.‖

Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, No. 1 (2012)

Kamaliah, Alfi. ―Al - Qur‘an Dan Orientalisme Arah Baru Kajian Al - Qur‘an Di Barat,‖ 2014.

Ali, Muhamad. ―Kajian Naskah Dan Kajian Living Qur‘an Dan Living Hadith.‖ Journal Of

Qur’an And Hadith Studies 4, No. 2 (2015)

Suryadilaga, Muhammad. ―Contoh Penelitian Living Hadis . Academia.Edu.‖ Accessed March 16, 2017.

Wahyudi, Dedi. ―Metodologi Penelitian Living Qur‘an,‖

———. ―Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan

Program Prezi (Studi Di Smp Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014),‖

Safitri, Erwanda. ―Tahfiz (Al Qur‘an Di Ponpes Tahfidzul Qur‘an Ma‘unah Sari Bandar Kidul

Kediri (Studi Living Qur‘an ),‖ 2016.

Faizin, Hamam. ―Mencium Dan Nyunggi Al Qur‘an Upaya Pengembangan Kajian Al Qur‘an

Melalui Living Qur‘an.‖ Suhuf 4, No. 1 (2011).

(21)

21

Junaedi, Didi. ―Living Qur‘an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian Al-Qur‘an (Studi Kasus Di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon).‖

Journal Of Qur’an And Hadith Studies 4, No. 2 (2015)

Ulum, Khoirul. ―Pembacaan Al Qur‘an Di Lingkungan Jawa Timur (Studi Masyarakat Grujugan

Bondowoso),‖ 2009.

―Mempelajari Dan Mengajarkan Al-Qur‘an Sebagai Habitus (Studi Living Hadis Di Pondok Pesantren Putri Ali Maksum Krapyak Komplek Hindun Annisah Dengan Pendekatan Teori

Pierre Bourdieu).‖ Accessed March 16, 2017.

Anwar, M.Khoiril. ―Living Hadis.‖ Jurnal Farabi 12, No. 1 (June 2015)

Ali Setiyawan, Said. ―Pemikiran_Hadis_Menurut_Joseph_Schacht.Doc: Kajian Al Qur‘an

Orientalis,‖ 2015.

Salimudin. ―‗ Merariq Syar‘i‘ Di Lombok : Studi Living Hadis Di Dusun Lendang Simbe.‖

Accessed March 16, 2017.

Fauziah, Siti. ―Pembacaan Al Qur‘an Surat-Surat Pilihan Di Pondok Pesantren Putri Daar Al Furqon Janggalan Kudus (Studi Living Qur‘ān),‖ 2014.

Referensi

Dokumen terkait

What seems at first to be a political movement is becoming more of a social movement of young people determined to claim human liberty as an operating principle in their lives

Selain Ma’ruf Amin masih dianggap figur kuat untuk memenangkan suara mayoritas (Muslim) dalam hal ini politik identitas, faktor strategis lainnya karena Ma’ruf Amin

Berdasarkan analisis, hasil penelitian adalah: hasil belajar mata kuliah permesinan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada mahasiswa dengan

Tujuan penelitian ini adalah (1) memperoleh informasi nilai daya gabung umum galur-galur jagung manis, yang akan dijadikan tetua dalam persilangan dialel, (2)

March dan Smith (2001) dan Parham (1970) mengemukakan bahwa jika pada temperatur rendah (25 0 C) akan menghasilkan produk para- hidroksiasetofenon sedangkan pada

Pada akhirnya jelaslah bahwa mengetahui bagaimana pengaruh bauran pemasaran jasa yang ditetapkan terhadap posisi brand image dari lembaga pendidikan ILP adalah sangat penting

Sumber: Hasil Diskusi Antara Peneliti dengan Kelompok Ibu Cerdas.. 111 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada kampanye yang diadakan sedikit banyaknya mulai

Tirint se nalazi u peloponeskoj pokrajini Argolidi, u zaleđu grada NauphJona (sl. Argolida je poznata po najvećoj koncentraciji mikenskih cit~dela, i čini se daje