• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi sebagai P (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi sebagai P (2)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi sebagai Pupuk Organik

Sapi merupakan jenis ternak ruminansia yang relatif lebih digemari oleh

masyarakat umum. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan permintaan

pangan khususnya pangan hasil ternak selalu bertambah. Peningkatan permintaan

hasil ternak mendorong meningkatnya populasi ternak dan produktivitasnya.

Namun peningkatan usaha peternakan ini selain memberikan dampak positif yaitu

menghasilkan produk utama seperti daging, susu, dan telur juga memberikan

dampak negatif karena usaha peternakan pasti menghasilkan limbah. Limbah

ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha meliputi : limbah padat

dan cair seperti feses,urine dan sisa pakan. Semakin besar skala usaha, limbah yang

dihasilkan semakin banyak.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tercatat bahwa satu

ekor sapi rata-rata menghasilkan kotoran rata-rata 10-25 kg/hari. Apabila dalam

satu kandang kolektif dipelihara sebanyak 100 ekor sapi maka kotoran yang dapat

dikumpulkan adalah 2.500 kg. Namun sampai saat ini kotoran sapi yang dihasilkan

umumnya dibuang ke saluran air. Maksudnya dilakukan demikian oleh peternak,

adalah untuk memudahkan penanganan dan bisa dimanfaatkan untuk lahan-lahan

yang terairi oleh saluran tersebut. Pada saat yang demikian (kotoran ternak segar)

belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman karena belum

terdekomposisi dengan rasio C/N lebih dari 40.

Limbah ternak dapat lebih bermanfaat setelah melalui proses pengolahan,

menjadi kompos. Keengganan peternak untuk memproses kotoran ternak menjadi

kompos disebabkan oleh lama waktu yang dibutuhkan selama proses pengomposan

(2)

dapat didekomposisi menjadi kompos dalam waktu yang lebih singkat. Dengan

menggunakan cara ini didapat kandungan hara kompos yaitu N total (0,68%); P

total (0,225%); C-organik (11,2 %); Kalium (0,55%) dan rasio C/N (16,47).

Pupuk pada umumnya dibagi menjadi dua kelompok, yakni pupuk

kimia/anorganik dan pupuk organik atau sering disebut dengan kompos.

Pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik secara tunggal dan terus

menerus tanpa diimbangi dengan pupuk organik akan menyebabkan tanah menjadi

padat/tidak gembur, penetrasi air, drainase, aerasi dan hara tanah menjadi

terganggu. Hal tersebut di atas akan menyebabkan sifat fisik dan biologi

mikroorganisme tanah menjadi terganggu, bahan organik tanah, partikel tanah akan

tercuci dan hasil yang diharapkan tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, untuk

mencegah rusaknya sifat fisik dan biologi tanah maka perlu dilakukan usaha

konservasi. Salah satunya adalah dengan cara pemupukan yang berimbang antara

pupuk anorganik dan organik. Pupuk organik atau sering disebut sebagai kompos

umumnya tersusun dari campuran limbah petanian, limbah dapur dan hasil

sampingan pemeliharaan ternak (feses, urin dan sisa-sisa pakan). Meskipun

penggunaan kotoran ternak sudah banyak dipergunakan namun dalam

pelaksanaannya sering belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini

disebabkan pemanfaatan pupuk organik asal kotoran ternak dipergunakan secara

langsung dan belum melalui suatu proses pematangan.

Pembuatan Pupuk Organik Asal Kotoran Sapi

Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai

(3)

pembuatan kompos yang sangat balk dan cukup berpotensi untuk dijadikan pupuk

organik serta memiliki nilai hara yang cukup baik. Pemeliharaan ternak sapi di

Pulau Jawa dan Bali umumnya dilakukan secara intensif dengan cara dikandangkan

dan penyediaan pakan dilakukan dengan sistem "potong angkut". Jumlah

pemilikannya pun sangat terbatas yakni antara 1 sampai 5 ekor. Dengan sistem

demikian maka hasil sampingan tersedia di sekitar kandang dan sangat mudah

dalam pengumpulannya . Apabila ternak sapi yang dipelihara memiliki bobot hidup

rataan 250 kg maka setiap petani paling sedikit harus menyediakan pakan hijauan

(tidak diberi konsentrat) 7,5 kg bahan kering (3% x 250 kg). Bila diasumsikan

bahwa kandungan bahan kering pakan hijauan lapang sama dengan 20% maka

jumlah tersebut setara dengan 37,5 kg (100 : 20 x 7,5 kg). Angka tersebut harus

ditingkatkan sebanyak 30% dari pemberian agar ternak mendapat kesempatan

memilih pakan hijauan yang disenangi. Dengan demikian jumlah tersebut menjadi

lebih kurang 50 kg. Selanjutnya apabila tingkat kecernaan bahan pakan tersebut

adalah 50% maka jumlah yang dikeluarkan kembali dalam bentuk feses segar

adalah 25 kg. Dengan perkataan lain setiap tahunnya feses yang dihasilkan setiap

ekor ternak sapi dapat mencapai 9 ton dan jumlah ini lebih rendah dari yang

dilaporkan Sihombing (1990). Selanjutnya dikatakan bahwa ternak sapi dapat

menghasilkan feses sejumlah 10 -15 ton/ekor/tahun. Rendahnya jumlah yang

diperoleh dalam perhitungan di atas kemungkinan disebabkan karena nilai sisa

pakan belum diperhitungan . Dengan asumsi pengumpulan feses dilakukan setiap

empat bulan sekali maka setiap petani dengan jumlah pemilikan ternak sapi

sebanyak satu ekor dapat menyediakan bahan pupuk organik sebanyak 3 ton. Suatu

(4)

yang pada umumnya berkisar 0,2 - 0,5 Ha/petani (satu Ha membutuhkan pupuk

kandang sejumlah 17,5 ton.

Agar dapat memberikan manfaat yang maksimal maka hasil sampingan

pemeliharaan ternak sapi tersebut harus diproses sebelum dipergunakan sebagai

pupuk. Umumnya proses pengolahan dimaksud terdiri dari dua kelompok, yakni

pengolahan secara terbuka dan tertutup . Pengolahan secara terbuka dilakukan

hanya dengan menumpukan kotoran ternak sapi pada suatu area tertentu selama

waktu yang tidak tentu. Namun pada umumnya dipergunakan menjelang musim

tanam atau pada saat pengolahan tanah dilakukan. Cara ini tidak membutuhkan

biaya yang terlalu banyak, karena biaya yang dikeluarkan hanya untuk tenaga kerja

dan tidak diperhitungkan karena tenaga yang dipergunakan adalah tenaga keluarga.

Pengolahan yang kedua adalah dengan proses tertutup. Cara ini dilakukan dengan

mem benamkan kotoran ternak ke dalam sebuah lubang yang telah dipersiapkan

sebelumnya . Pembuatan lubang/silo disarankan untuk dilakukan di bawah naungan

dan areal yang tidak mudah tergenang air bila terjadi musim hujan. Di bawah

naungan dapat diartikan sebagai tempat di bawah pohon yang rindang atau pun di

bawah naungan atap yang memang disiapkan untuk tujuan tersebut. Pembuatan silo

tersebut dapat dilakukan dengan kedalaman yang sesuai dengan volume yang

diinginkan dan sebaiknya dinding silo tersebut tahan terhadap rembesan air dari

samping. Tujuannya adalah selain mencegah masuknya air ke dalam kotoran juga

berfungsi agar unsur hara seperti nitrogen, yang ada dalam kotoran tidak hilang

tercuci air yang dapat masuk/merembes . Untuk dapat menampung kotoran sapi

sebanyak 3 ton maka ukuran yang dibutuhkan adalah dua meter kali satu meter

(5)

dilakukan dengan mempergunakan gorong-gorong berpenampang 1 meter dan

disusun sebanyak tidak lebih dari 3 buah. Sesuai dengan ukuran gorong- gorong

yang ada di pasaran maka, dua buah gorong-gorong ditempatkan di bawah

permukaan tanah (sedalam 90 cm) dan sebuahnya lagi dapat ditumpuk di atas

permukaan tanah (setinggi 100 cm). Dengan ukuran silo dapat menampung tiga ton

kotoran sapi. Kotoran sapi yang tersedia selanjutnya diaduk agar tercampur secara

merata antara feses, urine dan sisa pakan. Bila telah homogen maka kotoran sapi

dapat dimasukan ke dalam silo secara baik agar cukup padat sampai hampir penuh.

Selanjutnya dapat ditutup dengan menggunakan tanah galian lubang yang ada

setinggi lebih kurang 30cm . Timbunan tersebut selanjutnya dibiarkan untuk suatu

satuan waktu tertentu, misalnya 3 bulan (Mathius, 1994), namun pada umumnya

disesuaikan dengan waktu penggunaannya, yakni disesuaikan dengan musim

tanam. Setelah melewati waktu yang diinginkan diharapkan kotoran yang telah

melewati proses perombakan/dekomposisi, dapat menjadi kompos yang diharapkan

dan siap dibongkar. Kompos tersebut selanjutnya dapat dipergunakan secara

langsung ke lahan pertanian atau pun dapat dianginkan/dikeringkan di bawah sinar

matahari . Hasil pengeringan tersebut selanjutnya dihancurkan agar tidak

menggumpal/padat dan dapat disaring dengan ayakan yang sesuai dengan

ukuran-ukuran yang diinginkan. Untuk tujuan sebagai pupuk tanaman hias maka hasil

ayakannya harus cukup kecil (2-3 mm), demikian juga bila ditujukan untuk

tanaman rumput di lapangan golf. Sedangkan untuk tujuan pemupukan tanaman

pangan setahun, maka hasil proses dekomposisasi tersebut dapat dipergunakan

langsung ke lapang dan dibenamkan pada saat persiapan lahan sedang

(6)

Pemanfaatannya untuk Tanaman

Sebagai yang telah diutarakan terdahulu, kotoran sapi dapat dipergunakan secara

langsung ke lapang . Namun cara tersebut belum memberikan hasil yang

memuaskan dan bahkan cenderung dapat menurunkan produksi, tertutama untuk

tahun pertama pemupukan. Oleh karena itu penggunaannya disarankan setelah

melalui proses dekomposisi . Cara penggunaannya dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yakni dengan menabur ke lahan yang akan dipupuk atau dengan

membenamkan pupuk tersebut pada saat lahan diolah . Cara pertama kurang balk,

karena dengan sistem tersebut banyak unsur hara yang akan terbuang percuma.

Hilangnya unsur hara tersebut disebabkan terjadinya penguapan atau pun tercuci

oleh aliran air hujan. Jacobs yang dikutip oleh Mathius (1994) menyarankan untuk

mendapatkan hasil yang balk dalam penggunaan kotoran ternak sebagai pupuk

maka kotoran tersebut sebaiknya dibenamkan di bawah permukaan tanah . Hal ini

disebabkan selain unsur hara tidak terbuang/menguap maka derigan pembenaman

tersebut kandungan humus tanah dapat meningkatkan, sifat fisik tanah menjadi

lebih baik serta ketersediaan air yang ada dalam tanah dapat diikat oleh kompos

dan slap dipergunakan oleh tanaman yang tumbuh di areal tersebut. Pengujian

penggunaan pupuk kotoran sapi untuk tanaman pangan belum banyak dilaporkan.

Namun hasil pengamatan Manurung dkk. (1975) melaporkan bahwa dengan

penggunaan kotoran ternak secara tunggal memberikan hasil yang terbaik terhadap

produksi rumput gajah jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk

organik/kimia, yakni 184 ton/Ha/tahun atau dua kali lebih banyak apabila

dibandingkan dengan pemupukan menggunakan urea. Penggunaan secara

(7)

dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik/kimia namun tidak sebaik bila

dipergunakan secara tunggal (pupuk kandang).

Nilai Tambah Pupuk Organik Kotoran Sapi

Sebagai hasil sampingan, kotoran sapi belum banyak diperdagangkan,

meskipun pada kenyataannya telah banyak dipergunakan sebagai pupuk pada

tingkat untuk memenuhi keperluan sendiri . Dengan asumsi harga jual pupuk

organik Rp 30,- sampai Rp 40,- per kg maka setiap petani yang memiliki ternak

sapi sebanyak satu ekor dapat memperoleh nilai tambah sejumlah

Rp315.000,-setahun, yang pada umumnya nilai tersebut tidak pernah diperhitungkan. Mathius

(1994) membandingkan harga pupuk kandang dengan nilai bell pupuk

anorganik/urea atas dasar kandungan nitrogen dan menyatakan bahwa nilai jual

nitrogen pupuk kandang lebih mahal daripada nilai bell nitrogen asal urea, bila

diperhitungkan dalam satuan waktu sesaat (satu tahun). Namun bila

diperhitungkan atas dasar daya pakai pupuk kandang maka akan sangat

menguntungkan. Penggunaan pupuk urea dilakukan secara berulang setiap tahun

dengan rataan jumlah sebanyak 300 kg/Ha/tahun. Sedangkan pupuk kandang dapat

dipergunakan sekali untuk setiap 13 tahun (Peat dan Brown, 1962) dengan jumlah

penggunaan sebanyak 17.500 kg/Ha. Dengan demikian maka nilai bell pupuk

kandang yang harus dikeluarkan untuk 13 tahun adalah Rp 612.500,- (17500 x Rp

35,-), sedangkan untuk pupuk urea adalah Rp 1.365.000,-(300 kg x Rp350,- x 13

tahun). Dengan demikian nilai rupiah yang masih dapat diamankan sejumlah Rp

752.000,- Nilai keuntungan ini akan menjadi lebih besar apabila produksi yang

dihasilkan dari pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang turut

(8)

Manurung dkk. (1975). Dilaporkan bahwa dengan menggunakan pupuk kandang

poduksi rumput gajah meningkat dua kali lebih banyak atau mencapai 100 % lebih

tinggi jika dibandingkan bila hanya menggunakan pupuk anorganik/urea (90 ton vs

184 ton). Secara sederhana dan dengan asumsi nilai jual rumput gajah selama 13

tahun tetap sama yakni adalah Rp50,-/kg maka selama 13 tahun akan diperoleh

pemapukan sebanyak Rp 58.500.000,-(90.000 x 13 tahun x Rp50,-), apabila

menggunakan pupuk urea. Sedangkan apabila pemupukan dilakukan dengan

menggunakan pupuk kandang maka nilai yang akan diperoleh adalah

Rp119.600.000,- (184.000 x 13 tahun x Rp50,-). Dari gambaran sederhana tersebut

dapat dikatakan bahwa penggunaan pupuk kandang lebih balk dari pada hanya

(9)

Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi sebagai Gasbio

Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun

ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah

berencana menaikkan lagi harga minyak untuk mengurangi sudsidi yang harus

ditanggung oleh APBN. Yang menjadi pertanyaan adalah jika BBM mahal, apakah

kita tidak bisa hidup tanpa menggunakan bahan bakar minyak tersebut. Ternyata

tidak demikian. Sumber energi alternatip telah banyak ditemukan sebagai

pengganti bahan bakar minyak, salah satunya adalah biogas.

Teknologi biogas sebenarnya bukan sesuatu hal yang baru. Berbagai negara

telah mengaplikasikan teknologi ini sejak puluhan tahun yang lalu seperti petani di

Inggris, Rusia dan Amerika serikat. Sementara itu di Benua Asia, India merupakan

negara pelopor dan pengguna biogas sejak tahun 1900 semasa masih dijajah

Inggris, negara tersebut mempunyai lembaga khusus yang meneliti pemanfaatan

limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research instutute dan Gobar Gas

Research Station, lembaga tersebut pada tahun 1980 sudah mampu membangun

instalasi biogas sebanyak 36.000 unit. Selain negara negara tersebut diatas, Taiwan,

Cina, Korea juga telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku

pembuatan biogas.

Jika kita menggantungkan terus pada Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas

sebagai energi utama tanpa mencari alternative lain maka beban hidup akan

semakin berat terutama masyarakat kecil pedesaan padahal ada alternative yang

mudah dengan membuat biogas dari kotoran ternak. Biogas adalah salah satu

energi yang dapat dikembangkan dengan memberikan cukup bahan baku yang

(10)

Pemerintah sudah saatnya mengalokasikan sebagian dari pengurangan

subsidi BBM untuk mengembangkan biogas dari kotoran ternak keseluruh pelosak

pedesaan. Sudah saatnya pula kita berfikir dan berusaha mengembangkan

kreatifitas untuk mengembangkan energi alternative dari kotoran ternak, karena

sudah banyak hasil penelitian ilmiah yang berhasil. Kegiatan yang harus kita

lakukan sekarang adalah mengaplikasikan hasil penelitian tersebut untuk

kepentingan masyarakat. Usaha ini juga harus didukung dengan mengubah pola

pikir masyarakat untuk menerima kehadiran teknologi baru.

Berdasarkan analisis yang dilakukan para pakar peneliti menunjukan bahwa

kotoran sapi mengandung selulosa, hemisellulosa, lignin, karbonat organik,

nitrogen, fosfor dan kalium. Cara pembuatannya pun sangat praktis, yaitu kotoran

sapi yang telah diencerkan dengan air dengan perbandingan tertentu dan

ditempatkan dalam wadah biogas. Making tertutup untuk bahan bakar sangat

efektif dilakukan di daerah yang banyak ternak. Setelah terbentuk biogas, sapi

limbah gas yang telah diambil, pupuk organik yang kaya akan unsur yang

dibutuhkan oleh tanaman. Karena itu, pupuk organik ini dapat dianggap sebagai

pupuk alternatif untuk menjaga produksi tanaman. ini memberikan gambaran

pemanfaatan teknologi biogas dengan bahan bakar kotoran sapi sebagai solusi

alternatif dalam rangka untuk menghemat cadangan minyak bumi.

1. According anaerobik biologis (1989) menyatakan, Biogas adalah campuran

beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi atau

dekomposisi bahan organik dalam kondisi anaerob dan gas yang dominan

(11)

bahan limbah seperti sampah, pupuk, kotoran manusia, jerami, dan bahan

lainnya dalam kondisi anaerob dan menghasilkan gas, gas metana yang

didominanasi oleh dioksida dan karbon. Singkatnya, semua jenis bahan dalam

hal kimia termasuk senyawa organik, baik berasal dari limbah dan kotoran

hewan atau sisa tanaman, dapat digunakan sebagai biogas.

2. Kotoran sapi Sapi memiliki sistem pencernaan khusus yang menggunakan

mikroorganisme dalam sistem pencernaan yang berfungsi untuk mencerna

selulosa dan lignin dari rumput berserat tinggi. Oleh karena itu, pupuk sapi

kandang memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga Nilai kalor yang

dihasilkan oleh biogaspun cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3,

untuk metana murni (100%) memiliki nilai kalori 8900 kkL/m3.

3. Jenis Pabrik Biogas Jenis Pabrik biogas dapat dilihat dari konstruksi dan bahan

baku. Hal konstruksi, secara umum, pabrik biogas diklasifikasikan menjadi dua

jenis: Kubah tetap : Kubah tetap merupakan konstruksi yang memiliki volume

tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan generator tekanan. Drum

mengambang : Drum mengambang berarti ada bagian pada pabrik yang dapat

dipindahkan untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan pembangkit tekanan.

Gerakan tanaman mereka juga akan menjadi tanda dimulainya produksi gas

dalam Pabrik Biogas. Sementara pembangunan pabrik biogas dilihat dari aliran

bahan baku, dibagi menjadi dua lagi yaitu: 1. Batch (bak) Pada jenis ini bahan

tanaman ditempatkan dalam wadah atau ruang tertentu dari awal sampai

selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum digunakan dalam tahap

percobaan untuk menentukan potensi gas dari sampah. 2 organik. Contiunitas

(12)

tempo waktu tertentu. Panjang dari bahan baku Pabrik Biogas disebut sebagai

waktu retensi hidrolik (Retensi hidrolik Waktu / HTR).

4. Prinsip Teknologi Biogas Pada prinsipnya, teknologi biogas adalah teknologi

yang memanfaatkan fermentasi bahan organik oleh bakteri anaerob yang

menghjasilkan gas metana. Gas metana adalah gas yang mengandung satu atom

C dan empat atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metana yang

dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga panaspun dapat dihasilkan. Sifat

gas ini tidak berwarna, tidak berbau dan sangat cepat menyala. Menurut

Direktorat Jenderal PPHP-Departemen Pertanian (2006), 1 m3 biogas setara

dengan:

a. LPG: 0,46 Kg

b. Minyak Tanah: 0,62 Ltr

c. Minyak solar: 0,52 Ltr

d. Bensin: 0,80 Ltr

e. Kayu bakar: 3,50 Kg

Pembentukan biogas mikroba anaerobik mencakup tiga tahap : Pertama,

tahap hidrolisis di mana pembubaran terjadi pada tahap ini bahan organik larut

dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana, mengubah

struktur utama dari bentuk monomer. Kedua, tahap pengasaman, yang pada

tahap komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada hidrolisis

akan menjadi makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula

sederhana akan diproduksi pada tahap asam asetat, alkohol propionat, format,

(13)

panggung metagonetik, pada tahap ini adalah pembentukan metana dan gas

karbon dioksida.

5. Bagian Utama dari Pabrik Biogas

 Degester (pencernaan). Degester alat mencerna bahan organik yang

sebagian besar terdiri dari potongan-potongan kecil dari pupuk kandang dan

sisa tanaman seperti jerami dan sebagainya, dan air yang kedap udara.

 Pintu masuk saluran bubur (kotoran yang dilembutkan), campuran kotoran

sapi dan air untuk membentuk bubur dimasukkan melalui saluran masuk

lumpur.

 Residu saluran keluar adalah sisa dari bahan biogas saluran. Jika aliran

dalam tangki cukup baik kemudian menyeimbangkan tekanan hidrostatik

akan mengakibatkan beberapa bubur sisa ketika bubur ditambahkan

kesaluran keluar tangki nasuk pertama. Tekanan hidrostatik akan

menyebabkan sebagian lumpur sisa ketika bubur ditambahkan keslauran

keluar tank.

 Keselamatan utama tekanan katup/klep, prinsip kerja katup ini berupa pipa

T yang mampu menahan tekanan di dalam saluran gas setara dengan

tekanan kolom air dalam tabung T TSB. Ketika tekanan dalam saluran gas

lebih tinggi dari tekanan kolom air, gas akan keluar melalui T tabung

sehingga tekanan dalam sistem akan daya mundur. Bila air yang masuk

dalam pipa T adalah h maka tekanan yang dapat memegang pipa adalah p =

ρgh.

 Separator-separator berfungsi untuk mengarahkan aliran lumpur di pabrik

sehingga untuk memastikan bahwa bubur memenuhi kriteria HTR massa.

(14)

menggunakan bubur dengan kadar padatan sesuai dengan rekomendasi US

EPA (maksimum sekitar 12,5%).

 Reaktor, tempat fregmentasi.

6. Cara kerja biogas air dan kotoran sapi dicampur (perbandingan 2:1) dalam bak

dialirkan ke reaktor muncul biogas 7 hari dalam reaktor ada pengaman gas

penampung gas dari reaktor tungku/kompor biogas.

Hasil Sampingan Ternak

Ternak sapi, kerbau, kuda, ayam petelur, kambing banyak dipelihara oleh

masyarakat pedesaan sebagai usaha sampingan selain bercocok tanam. Limbah dari

usaha tersebut berupa limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa

makanan, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, dll. Volume dan jenis limbah

tergantung pada jenis dan banyaknya ternak yang dipelihara. Feses, urine, sisa

makanan yang merupakan limbah utama dari ternak selama ini oleh masyarakat

dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Pemanfaatan limbah ternak selama ini belum optimal, karena sebelum

kotoran ternak itu dijadikan pupuk organik terlebih dahulu dapat diproses untuk

menghasilkan biogas dimana gas itu dapat digunakan untuk memasak

menggantikan minyak tanah ataupun gas LPG.

Disisi lain, peternakan juga menjadi penyebab timbulnya pencemaran air,

bau tak sedap, mengganggu pemandangan dan bahkan sebagai sumber penyakit.

Kita ingat belum lama ini dengan timbulnya wabah flu burung. Dengan adanya

teknologi biogas seluruh permasalahan lingkungan akibat pencemaran dapat

(15)

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara

anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar

adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon

dioksida, gas inilah yang disebut biogas.

Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme,

terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55°C,

dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan

organik secara optimal.

Membangun Instalasi Biogas

Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester yang berfungsi untuk

menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis

digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana

pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya

digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknyaÿ biogas

yang diinginkan.

Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan

bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi

konstruksi, cat dan pipa prolon.

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga

kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester

harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya

dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan biogas

(16)

1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan

perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan

mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada

pengisian pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan

lebih mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada

pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang

banyak sampai digester penuh.

3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan

isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk

kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup

supaya terjadi proses fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena

yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14

baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi

CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala.

5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api

pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa

menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau

seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi

(17)

Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan

untuk memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk

organik padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah

mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang

tidak bisa diperbaharui.

(18)

Amin, Nofri. 2012. Pemanfaatan Limbah Ternak sebagai Sumber Pupuk Organik.

http://widyatan.com/index.php/arsip/artikel/sosek-pertanian-4/293-pemanfaatan-limbah-ternak-sebagai-sumber-pupuk-organik

Anonim. 2012. Biogas dari Kotoran Sapi Sapi Ternak.

http://www.omkris.com/2012/07/biogas-dari-kotoran-sapi-sapi-ternak.html

Jaya, Putra. 2012. Cara Membuat Biogas dari Kotoran Ternak.

https://www.facebook.com/ForumHijauIndonesia/posts/318689718222132

Suganda, Endang. 1997. Potensi dan Pemanfaatan Pupuk Organik Asal Kotoran Sapi.http://Balitnak.Litbang.Deptan.Go.Id/Index.Php?

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pertimbangan tersebut, teori dalam menganalisis penelitian ini adalah Intra Party Politics yang diungkapkan oleh Richard S. Adapun metode dalam

Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dimana ekstrak etil asetat memiliki kandungan total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol dan

Fakta empiris yang terjadi di Departemen Human Resouces PT Vale Indonesia Tbk adalah sebagian karyawan yang kurang menyadari bahwa pentingnya knowledge management dalam

Peresmian anggota BPD pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak usul Anggota

Metode eksperimen adalah cara kerja peneliti dengan membuat kondisi buatan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek yang diteliti, dengan ciri adanya kontrol dalam pengamatan

Hasil Paired Rank Test didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah hasil nilai p = 0,000 atau < 0,05 maka

Berdasarkan studi komparasi yang dilakukan terhadap dua objek yang sama-sama menggunakan material bambu sebagai material utamanya maka objek Papendangan juga akan menggunakan

Berdasarkan uraian tersebut dapat terlihat bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan realisasi subsidi BBM di Indonesia selalu melebihi jumlah yang dianggarkan