• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMANDIRIAN PUSTAKAWAN DALAM PELAKSANAAN otonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMANDIRIAN PUSTAKAWAN DALAM PELAKSANAAN otonomi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEMANDIRIAN PUSTAKAWAN DALAM PELAKSANAAN TUGAS1 Suharyanto2

Abstrak

Survei tentang profesi pustakawan tahun 2006 dan tahun 2013 menggambarkan bahwa profesi

pustakawan bukanlah profesi yang populer dan akan punah pada tahun 2020. Survei ini harus

disikapi secara positif dan menjadi tantangan bagi pustakawan agar tetap eksis. Pustakawan

sebagai profesi mempunyai ciri kemandirian. Dengan kemandirian inilah pustakawan dapat

melaksanakan tugas pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Pelaksanaan tugas pustakawan

diantaranya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan,

Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan pustakawan dan angka kreditnya

dan juga diatur dalam SKKNI bidang Perpustakaan tahun 2012. Makna kemandirian dalam

pelaksanaan tugas memang masih menjadi pertanyaan dan belum ada kesepakatan diantara

pustakawan di Indonesia. Ada empat konsep tentang makna kemandirian. Pertama, mempunyai

kewenangan tanpa diintervensi pihak lain. Kedua, mengelola dirinya dan mau bekerjasama.

Ketiga, melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatannya. Keempat, pustakawan tunggal “Solo Librarians”.

Kata kunci: Kemandirian, kompetensi, profesi, perpustakaan, pustakawan

(2)

2

1. Pendahuluan

Sebelum membahas lebih jauh mengenai topik tulisan di atas penulis ingin mengutip dua

berita tentang eksistensi profesi pustakawan. Pada tanggal 8 Pebruari 2006 CNN.Com mengeluarkan berita dengan tajuk “The Five Most Unpopular Jobs”. Ada lima pekerjaan yang

paling tidak populer di Amerika Serikat, profesi pustakawan berada pada urutan ketiga. Hal ini

menunjukkan bahwa profesi pustakawan bukanlah profesi yang diminati. Berita terbaru dari

Kompas.com edisi 28 Juli 2013 memuat tajuk “10 profesi ini akan punah sebelum tahun 2020” yang lebih mengejutkan pustakawan berada pada urutan pertama. Menyimak kedua berita

tersebut timbul tiga pertanyaan, pertama kenapa profesi pustakawan tidak populer?. Kedua

kenapa profesi pustakawan akan punah?. Ketiga Bagaimana keberadaan profesi pustakawan di

Indonesia? Jawabannya ada pada kita sendiri sebagai pustakawan dan seminar yang

diselenggarakan oleh Ikatan Pustakawan Indonesia ini merupakan suatu bentuk jawaban sebagai

aksi nyata bahwa profesi pustakawan akan tetap eksis.

Pustakawan sebagai profesi haruslah memiliki kompentensi sebagaimana yang tercantum

dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa

Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan

dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Mencermati pengertian tersebut,

jelaslah bahwa pustakawan mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan

pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Tugas pustakawan lebih rinci telah diatur dalam

Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan

Angka Kreditnya. Juga baru-baru ini tugas pustakawan juga tertuang dalam SKKNI bidang

Perpustakaan tahun 2012.

Tugas-tugas pustakawan pada dasarnya haruslah dilaksanakan secara mandiri. Kemandirian

pustakawan merupakan ciri dari suatu profesi pustakawan. Menurut Sulistyo-Basuki (1991)

pustakawan sebagai profesi juga memiliki beberapa ciri seperti: (1) adanya sebuah asosiasi atau

organisasi keahlian, (2) terdapat pola pendidikan yang jelas, (3) adanya kode etik profesi, (4)

berorientasi pada jasa, (5) adanya tingkat kemandirian. Diantara kelima ciri tersebut penulis

ingin membahas mengenai kemandirian dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pustakawan

dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel

(3)

3

2. Pelaksanaan Tugas Pustakawan

Seperti telah disampaikan di pendahuluan pustakawan pada intinya mempunyai tugas dan

tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Seorang

pustakawan harus memiliki kemampuan mengelola informasi yang mencakup: (1)

Mengumpulkan informasi, (2) memproses atau mengolah informasi, (3) Menyebarkan informasi,

(4) Preservasi informasi (Ninis: 2011). Berikut diuraikan tugas-tugas pustakawan yang tertuang

dalam SK Kepmenpan 132/2002 dan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) bidang

Perpustakaan tahun 2012.

2.1.Tugas pustakawan berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002

Jabatan fungsional pustakawan telah diakui keberadaannya sejak diterbitkan Keputusan

Mempan Nomor 18 Tahun 1988 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.

Keputusan ini telah dua kali di revisi yaitu dengan terbitnya Keputusan Menpan Nomor 33

Tahun 1998 dan terakhir di revisi berdasarkan Keputusan Menpan Nomor

132/KEP/M.PAN/12/2002. Dalam keputusan ini tugas fungsional pustakawan diatur secara

berjenjang sesuai dengan jenjang kepangkatan/jabatannya.

Tugas pokok pustakawan tingkat terampil meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan

koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan

informasi. Sedangkan tugas pokok pustakawan tingkat ahli meliputi pengorganisasian dan

pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan

perpustakaan,dokumentasi dan informasi serta pengkajian pengembangan perpustakaan,

dokumentasi dan informasi.

Kegiatan pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi

meliputi: pengembangan koleksi, pengolahan bahan pustaka, penyimpanan dan pelestarian bahan

pustaka, serta pelayanan informasi. Kegiatan pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan

informasi meliputi penyuluhan, publisitas dan pameran. Kegiatan pengkajian pengembangan

pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi meliputi penyusunan instrument,

pengumpulan dan pengolahan data, analisis data dan perumusan hasil pengkajian, serta evaluasi

(4)

4

2.2.Tugas pustakawan berdasarkan SKKNI bidang Perpustakaan

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Perpustakaan ditetapkan

pada bulan Mei 2012. Diantaranya memuat kompetensi tentang pustakawan. Kompetensi adalah

kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dapat

terobservasi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar kinerja yang

ditetapkan.

Dalam SKKNI ini, pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja diwujudkan dalam 3 (tiga)

kelompok unit kompetensi, yaitu Kelompok Kompetensi Umum, Kelompok Kompetensi Inti dan

Kelompok Kompetensi Khusus.

1. Kompetensi Umum

Kompetensi umum adalah kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan,

diperlukan untuk melakukan tugas-tugas perpustakaan, meliputi: (1) Mengoperasikan Komputer

Tingkat Dasar, (2) Menyusun Rencana Kerja Perpustakaan, (3) Membuat Laporan Kerja

Perpustakaan. Kompetensi umum ini melekat dalam kompetensi inti dan khusus.

2. Kompetensi Inti

Kompetensi inti adalah kompetensi fungsional yang harus dimiliki oleh setiap

pustakawan dalam menjalankan tugas-tugas perpustakaan. Kompetensi inti mencakup unit-unit

kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas inti dan wajib dikuasai oleh

pustakawan. Kompetensi inti meliputi: (1) Melakukan Seleksi Bahan Perpustakaan, (2)

Melakukan Pengadaan Bahan Perpustakaan, (3) Melakukan Pengatalogan Deskriptif, (4)

Melakukan Pengatalogan Subyek, (5) Melakukan Perawatan Bahan Perpustakaan, (6)

Melakukan Layanan Sirkulasi, (7) Melakukan Layanan Referensi, (8) Melakukan Penelusuran

Informasi Sederhana, (9) Melakukan Promosi Perpustakaan, (10) Melakukan Kegiatan Literasi

Informasi, (11) Memanfaatkan Jaringan Internet untuk Layanan Perpustakaan.

3. Kompetensi Khusus

Kompetensi khusus merupakan kompetensi tingkat lanjut yang bersifat spesifik, meliputi: (1)

Merancang Tata Ruang dan Perabot Perpustakaan, (2) Melakukan Perbaikan Bahan

Perpustakaan, (3) Membuat Literatur Sekunder, (4) Melakukan Penelusuran Informasi

(5)

5

3. Kemandirian pustakawan

Pengertian kemandirian dalam kamus bahasa Indonesiaa adalah “hal atau keadaan dapat

berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”. Pertanyaan mengenai makna kemandirian “pustakawan” pernah disampaikan oleh Blasius Sudarsono (2006) “Dengan diakuinya pustakawan sebagai jabatan fungsional, sebenarnya pustakawan telah memperoleh

kemerdekaannya (dengan sifat kemandirian pelaksanaan tugas)” pernyataan ini dilanjutkan dengan suatu pertanyaan: Bagaimana sebenarnya kita memaknai arti kemandirian dalam

melaksanakan tugas? Rasanya sampai sekarang pustakawan Indonesia belum sepakat akan arti

kata kemandirian dalam melaksanakan tugas ini. Pernyataan dan pertanyaan ini sangatlah

mendasar bagi pustakawan untuk memahami kemandiriannya dalam mengerjakan

tugas-tugasnya secara profesional.

Kemandirian pustakawan menurut Lasa Hs adalah suatu keadaan dimana individu

mempunyai perilaku yang terarah pada dirinya sendiri, campur tangan berupa saran atau

bantuuan orang lain tidak dihiraukan dan semua dicoba untuk dipecahkan sendiri (Bhatia dalam

Masrun dkk: 1986). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemandirian memiliki lima komponen yakni:

bebas, berarti bertindak atas kehendaknya sendiri, progresif dan ulet, berarti berusaha mengejar

prestasi, tekun dan terpercaya, inisiatif, yakni ini mampu mengetahui masalah, mampu

mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan, dan kemantapan diri.

Melalui kemandirian dalam pelaksanaan tugas pustakawan dapat mengembangkan kariernya

baik dalam jabatan fungsional pustakawan untuk kenaikan pangkat dan jabatan yang lebih tinggi

maupun pengembangan karier melalui sertifikasi pustakawan.

3.1. Mempunyai kewenangan tanpa diintervensi pihak lain

Dalam praktik keseharian pustakawan terkadang masih belum bisa lepas dari keterikatannya

dengan pejabat srtuktural terkait sehingga dalam melaksanaan tugas terbatas hanya apa yang

diperintahkan oleh “atasannya” saja. Pustakawan seharusnya mempunyai gagasan-gagasan yang dapat mendukung kemajuan lembaganya ataupun kemajuan kepustakawanan. Misal pustakawan

selain melakukan tugas pokoknya dapat juga melakukan kegiatan pengembangan profesi dan

kajian-kajian kepustakawan terutama yang terkai dengan unit kerjanya. Dalam hal ini

pustakawan dituntut mempunyai kreativitas dan inovasi.

Kemandirian pustakawan dalam pelaksanaan tugas dapat juga dimaknai pustakawan

(6)

6

pihak lain. Sulistyo Basuki dalam wawancara tanggal 29 Juli 2013 memberikan pengertian

kemandirian sebagai berikut:

“Pustakawan berhak menentukan tugas-tugasnya sesuai dengan keahliannya yang diterimanya tanpa intervensi pihak lain. Misal pustakawan dalam memilih buku maka pustakawan berhak menentukan buku apa yang dibelinya sesuai dengan pertimbangan pustakawan sebagai seorang profesional bebas tanpa campur tangan orang lain. Contoh lainnya misal ketika pustakawan memberikan jasa kepada pemakai maka pustakawan mempunyai kebebasan bertindak untuk memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pemakai. Jadi kemandirian pada intinya adalah seorang pustakawan bersikap indepedensi kemampuan untuk bertindak mandiri tanpa diintervensi pihak lain” (Suharyanto: 2013)

Lebih jauh Lasa Hs (2007) menjelaskan kemandirian di sini dalam arti mampu mengambil

keputusan profesional sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain termasuk dari atasan secara

struktural. Berkaitan dengan hal tersebut menurut Supriyanto (2013) pustakawan utama di

Perpustakaan Nasional dalam wawncara tanggal 21 Agustus 2013 mengatakan bahwa

pustakawan yang mandiri adalah:

“Pustakawan yang bekerja atas koordinasi dengan eselon 3 maknanya pustakawan itu mandiri tidak diperintah-perintah. Pustakawan harus mandiri dan bukan di bawah komando pejabat struktural. Pustakawan berdasarkan keputusan Menpan 132/2002 pustakawan adalah pejabat fungsional yang melaksanakan tugas sebagai penyelenggara tugas utama kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi, informasi jadi seorang pustakawan adalah penyelenggara tugas utama kepustakawanan yang disebut kepustakawanan adalah lima unsur utama dan satu unsur penunjang kerjanya tidak diperintah-perintah tapi harus mandiri dan pustakawan harusnya menguasi pekerjaannya”. (Suharyanto: 2013).

Dengan adanya kemandirian ini seorang profesional pustakawan diharapkan menjadi

manusia yang produktif. Mereka adalah orang yang memegang teguh berbagai peraturan

organisasi, memiliki kepedulian yang tinggi, bersungguh-sungguh dalam segala hal, berusaha

yang terbaik tidak menyukai penyimpangan, bicara dengan kebenaran dan selalu berpikiran

positif dan obyektif (Convey, 1999 dikutip oleh Lasa Hs, 2007). Pustakawan diharapkan mampu

bekerja mandiri dan melangkah ke jenjang karir setinggi-tingginya sesuai peraturan dan

perundang yang berlaku. Konsep kemandirian di sini adalah : (1) Pustakawan berhak

menentukan tugas-tugasnya sesuai dengan keahliannya dan menguasai pekerjaannya; (2)

Pustakawan mampu mengambil keputusan profesional sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain

termasuk dari atasan secara struktural; (3) Pustakawan dalam pelaksanaan tugas kepustakawanan

bersifat mandiri bukan di bawah komando pejabat struktural tapi bersifat koordinatif dengan

(7)

7

3.2. Mengelola dirinya dan mau bekerjasama

Profesionalisme pustakawan haruslah dilandasi dengan sikap kemandirian. Pustakawan yang

mandiri bukanlah dimaknai pustakawan yang mampu bekerja sendiri akan tetapi pustakawan

yang mampu mengelola dirinya dan mau bekerjasama dalam melaksanakan tugasnya. Dalam

pelaksanakan tugas terkadang kemandirian dimaknai secara sempit Mereka sibuk bekerja

sendiri-sendiri dan timbul egoisme sektoral, dan pada gilirannya egoisme perorangan atau

individu membentuk pola pikir terkotak-kotak antar unit kerja dan bahkan antar institusi.

(Hernandono: 2005).

Konsep kemandirian ini pustakawan dapat mengelola dirinya dan memotivasi diri dalam

melakukan kegiatan-kegiatan pokok yang harus dijalankan secara mandiri sesuai dengan tugas,

pokok dan fungsi atau sesusai dengan jenjang jabatannya. Misal melakukan seleksi, katalogisasi,

klasifikasi, pelestarian dan layanan kepada pemustaka. Pustakawan dalam mengelola dirinya

juga harus dilandasi dengan ide-ide baru dan memberikan masukan kepada siapa saja yang

berkaitan dengan tugas pokoknya. Berikut wawancara dengan Dady P. Rachmananta pustakawan

utama di Perpustakaan Nasional pada tanggal 19 Agustus 2013.

“Pustakawan mandiri adalah pustakawan yang mempunyai inovasi, gagasan baru, memberikan masukan secara teknis kepada siapa saja misalnya memberikan masukan tentang tajuk subjek. Pustakawan jangan hanya bekerja secara rutin saja tetapi juga melakukan kegiatan pengembangan profesi misalnya membuat artikel tentang kepustakawanan” (Suharyanto: 2013).

Pustakawan dalam menjalankan tugas pokoknya juga harus membuka diri untuk saling

bekerjasama dalam pengembangan kepustakawanan. Misal dalam hal penulisan artikel ilmiah

atau penyusunan panduan/pedoman, melakukan pengkajian kepustakawan. Dalam konsep

kemandirian ini juga pustakawan dalam pelaksanaan tugasnya dapat dan mau menjalin

(8)

8

3.3. Melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatannya

Pelaksanaan tugas pustakawan terutama untuk pejabat fungsional pustakawan secara rinci

telah diatur dalam Kepmenpan Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002. Tugas-tugas tersebut harus

dilaksanakan secara mandiri dan dapat dinilai dengan angka kredit. Namun dalam praktik

keseharian masih ada pustakawan yang melaksanakan tugas tidak sesusai dengan jenjang

jabatannya bahkan melakukan tugas-tugas yang seharusnya tidak dilaksanakan seperti lebih

banyak melakukan tugas administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pustakawan belum

mempunyai kemandirian dalam pelaksanaan tugasnya. Berikut wawancara dengan Supriyanto

pustakawan utama di Perpustakaan Nasional pada tanggal 20 Agustus 2013:

“Pustakawan harus kembali ke fitrahnya yaitu melakukan kegiatan kepustakawanan yaitu lima unsur utama dan satu unsur penunjang pustakawan harus konsentrasi pada pekerjaan tersebut jangan lagi mengerjakan kegiatan administrasi apalagi mengurusi kegiatan proyek” dan pustakawan harus bekerja sesuai dengan jenjang jabatannya kenyataan di lapangan masih ada pustakawan yang bekerja tidak sesuai dengan jenjang jabatannya misalnya pustakawan madya tidak lagi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang teknis operasional” (Suharyanto: 2013).

Kemandirian pada konsep ini pustakawan harus memahami tugas pokoknya dan rincian

butir-butir kegiatan yang tertuang dalam Kepmenpan 132/2002 dan semua pelaksanaan tugas

pokoknya dilakukan sesuai dengan jenjang jabatannya secara mandiri. Hasil kajian Abdurahman

Saleh pada tahun 2009 tentang Catatan penilaian angka kredit pustakawan 2006-2009

diantaranya menunjukkan bahwa ”banyak pustakawan madya yang mengusulkan angka kredit dengan bertumpu hanya pada pekerjaan teknis. Padahal, untuk pustakawan ahli, terlebih madya

atas (golongan IV/c) dan utama seharusnya lebih banyak angka kredit yang berasal dari kegiatan yang bersifat analisis dan mengurangi kegiatan yang bersifat teknis”. Hasil kajian ini menggambarkan bahwa pustakawan madya belum bekerja secara mandiri sesuai dengan jenjang

(9)

9

3.4. Pustakawan tunggal “Solo Librarian “

Kemandirian dapat pula dimaknai bahwa pustakawan melakukan pelaksanaan tugasnya

sendirian tanpa ada orang lain yang membantu. Misalnya pustakawan melakukan kegiatan mulai

dari seleksi, katalogisasi, dan pelayanan pemustaka dilakukan sendiri. Konsep kemandirian ini dikenal dengan sebutan “Solo Librarian” atau one person librarian (OPL) atau pustakawan tunggal. Solo librarian dapat diartikan seseorang atau individu yang melakukan semua

pekerjaan. one person librarian (OPL) juga bisa didefinisikan sebagai : dimana semua pekerjaan

dilakukan oleh satu pustakawan. (Hendro : 2013).

Konsep kemandirian pustakawan tunggal ini biasanya dilakukan oleh perpustakaan yang

berskala kecil ataupun perpustakaan-perpustakaan yang tidak mempunyai dana yang cukup besar

sehingga dalam pengelolaannya hanya mampu untuk membiayai satu orang pustakawan.

Pustakawan tunggal biasanya bekerja pada perpustakaan kesehatan, sekolah, perpustakaan

instansi.pemerintah, perpustakaan korporasi, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan

umum (Hornung: 2012).

Menurut Hendro Wicaksono (2013) Ada beberapa karakteristik dasar terkait kemampuan

mandiri sebagai seorang one-person librararian:

1. Kemampuan untuk melakukan penilaian secara jujur dan obyektif.

2. Teliti.

3. Mampu memotivasi diri sendiri.

4. Mampu bekerja sendiri atau dalam tim.

5. Punya pemahaman tentang bisnis dan pengetahuan dari badan induknya

6. Standar pencapaian yang berkualitas tinggi.

7. Skill social yang memadai

(10)

10

4. Penutup

Penulis mencoba merangkum beberapa gagasan dari para pustakawan senior, akademisi dan

dikaitkan dengan beberapa literatur tentang makna kemandirian pustakawan serta pengalaman

penulis sebagai pustakawan. Ada empat konsep tentang kemandirian pustakawan dalam

pelaksanaan tugas.

1. Mempunyai kewenangan tanpa diintervensi pihak lain.

Pustakawan mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan tugas kepustakawanan tanpa

dipengaruhi oleh pihak lain sesuai dengan keahliannya dan menguasai pekerjaannya serta

bertanggung jawab atas apa yang telah dilaksanakan.

2. Mengelola dirinya dan mau bekerjasama.

Pustakawan dalam pelaksanaan tugas mampu mengelola dirinya mulai dari membuat

perencanaan, target dan eksekusi kegiatan. Pustakawan harus mempunyai

pemikiran-pemikiran dan terobosan baru dalam pengembangan kepustakawanan untuk kemajuan

kariernya, lembaganya maupun masyarakat secara luas. Gagasan tersebut dapat

dituangkan dalam bentuk pengembangan profesi misalnya membuat artikel ilmiah

ataupun dituangkan dalam bentuk pengkajian kepustakawanan. Pustakawan dalam

pelaksanaan tugasnya juga harus mau membuka diri untuk bekerjasama dengan

pustakawan lain dan berkoordinasi dengan pejabat struktural terkait.

3. Melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatannya.

Pustakawan yang mandiri haruslah memahami apa yang menjadi tugas pokoknya, yaitu

mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan

perpustakaan. Pustakawan tidak lagi melakukan pekerjaan yang sifatnya administrartif.

Rincian pelaksanaan tugas pustakawan telah diatur dalam Kepmenpan 132/2002 dimana

setiap jenjang jabatannya mempunyai butir-butir kegiatan yang harus dikerjakan secara

mandiri.

4. Pustakawan tunggal “Solo librarians”. Pustakawan dalam pelaksanaan tugasnya mengerjakan seluruh pekerjaannya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Ciri dari

(11)

11

Berdasarkan empat konsep kemandirian pustakawan dalam pelaksanaan tugas tersebut.

Pustakawan yang mandiri mempunyai ciri-ciri yang melekat diataranya: (1). Memahami tugas

pokok sebagai pustakawan. (2) Memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan

dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mengikuti sertifikasi pustakawan dan dan lulus uji

kompetensi (3) Mampu mengambil keputusan profesional sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain

masyarakat secara luas (4) Mau bekerjasama dan bisa bekerja secara tim. (5) Mempunyai

inovasi, gagasan baru, dan memberikan masukan secara teknis (6) Mampu memotivasi diri

sendiri baik untuk peningkatan kariernya maupun untuk kemajaun lembaga/unit kerjanya (7)

Melaksanakan tugasnya sesuai dengan jenjang jabatannya.

Semoga dalam Rapat Kerja Pusat XVIII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah

Tahun 2013 di Baanjarmasin ini dihasilkan suatu kesepakatan akan arti kemandirian pustakawan

(12)

12

Daftar Pustaka

Abdul Rahman Saleh. (2009). Catatan penilaian angka kredit pustakawan 2006-2009.

Diunggah dari http://abdulr-saleh.blogspot.com/2009/07/catatan-penilaian-angka-

kredit.html. pada 19 Seotember 2013

Blasius Sudarsono (2006). Antologi kepustakawanan Indonesia. Jakarta : Sagung Seto.

Hendro Wicaksono.(2013). Pustakawan tunggal (one-person librarian) : belajar dari perpustakaan Elsam. Visi Pustaka vol. 15, no. 1, April 2013.

Hernandono. (2005). Meretas kebuntuan kepustakawanan Indonesia dilihat dari sisi sumber daya tenaga perpustakaan. Orasi ilmiah dan pengukuhan pustakawan utama tahun 2005.

Hornung, Eva. (2012). CPD: D-I-Y strategies for solo librarians. Joint LAI/CILIP Ireland conference 20th April 2012, Belfast

Indonesia. (2012). Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2012).

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 tentang penetapa rancangan standar kompetensi kerja nasional Indonesia sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan, dan perorangan lainnya bidang perpustakaan menjadi standar kompetensi kerja nasional Indonesia.– Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.

Indonesia. (2012). Kementrian Pendayagunaan dan Aparatur Negara. (2002). Keptusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 132/KEP/M.PAN/12.2002 Tentang Jabatan fungsional dan angka kreditnya.

Indonesia. (2007). Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.

Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Lasa Hs. (2007). Profesi pustakawan : tantangan dan harapan. Pidato pengukuhan pustakawan utama. Tanggal 6 September 2007 di Perpustakaan Universitas Gadjah Mada

Ninis Agustini Damayanti. (2011). Kompetensi dan sertifikasi pustakawan: ditinjau dari kesiapan dunia pendidikan ilmu perpustakaan. Media Media Pustakawan. 2011; 18 (3&4): 13-18

Perpustakaan NasionaL. (2010). Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional

pustakawan dan angka kreditnya . -- Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Suharyanto. (2013). Data dan Analisis: wawancara dengan Dady P. Racmananta, Sulistyo-Basuki dan Supriyanto.

Referensi

Dokumen terkait

Tentara Pelajar RT 009 RW 07 Grogol Utara, Keboyoran lama, Jakarta Selatan - DKI Jakarta Jalan lenteng Agung Raya No.. INNOVASI

dengan informan yang berasal dari PT. Telkom CDSA Medan dan pelaku usaha. kecil Ita Mode.

Observasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa selama proses pembelajaran, diharapkan semakin tinggi tingkat keaktifan siswa maka akan

Pengorganisasian meliputi: Mengelompokkan guru yang akan mengajar siswa dengan usia misalkan 3-4th, 5-6th, mengelompokkan siswa dengan anak laki- laki sendiri, anak perempuan

Pada penjelasan yang berkaitan dengan kualitas produk yang ditawarkan sehingga membuat konsumen akan selalu berbelanja di Lab Bisnis, Gambar 4 menunjukkan bahwa

Pada peta persebaran bencana gempa bumi dapat diketahui bahwa pulau Kalimantan adalah daerah yang paling aman dari gempa bumi karena tidak terdapat titik

Dari simpulan di atas maka saran kepada pemilik Peternakan Sapi Potong XXX Salatiga adalah melakukan pencatatan akuntansi yang sesuai dengan usulan pencatatan dan pelaporan yang

Laba umunya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentuan dari kebijakan pembayaran deviden, panduan dalam melakukan investasi dan pengambilan keputusan, dan