• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Manusia Dalam Konsep Islam dan I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hakikat Manusia Dalam Konsep Islam dan I"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

“Hakikat Manusia Dalam Konsep Islam dan

Implementasi Pendidikannya”

OLEH: IMAM FARIH

NIM: 21391106806

DOSEN :

DR.HIDAYAT SYAH, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling sempurna

dan sebaik-baik bentuk (at-Tiin : 95:4) yang memiliki berbagai kemampuan.

Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsur sebagai

kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad (

al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain);

Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal

22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84

dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup,

Nafs adalah jiwa , Aqal adalah daya fikir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping

itu manusia juga disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa

28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arij 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar (

ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 )

suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan

produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan negatif

adalah aqal dan qolb.

Manusia diberi begitu banyak keistimewaan, fitrah manusia meliputi:

hanif, potensi akal, qaib, nafsu. Fitrah adalah kondisi awal suatu ciptaan atau

kondisi manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada

kebenaran. Fitrah tidak hanya diartikan sebagai penciptaan fisik, melainkan juga

dalam arti rihaniah yaitu sifat-sifat dasar manusiayang baik. Hanif (kecenderungan

kepada kebaikan) yang terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka

(3)

potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Ketiga potensi ini akan

memberikan kemampuan kepada manusia untuk menentukan dan memilih jalan

hidupnya sendiri. Manusia diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua

itu tergantungdari bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat dalam

dirinya. Potensi rohaniah berupa akal, qald dan nafsu. Akal adalah pikiran atau

rasio dan rasa bias diartikan dengan bijaksana. Qalb adalah hakikat manusiayang

dapat menangkap segala pengertian berpengetahuan dan arif. Nafsu adalah

sesuatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya.

B. Rumusan masalah

Mengingat luasnya pembahasan tentang manusia dalam berbagai sudut pandang

dan pendapat, maka dalam makalah ini terbatas pembahasannya pada hal

berikut:

1. Manusia dalam konsep Islam

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. HAKIKAT MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM

Merujuk pada Al-Qur’an, istilah yang digunakan untuk menunjuk

hakikat manusia sangat bervariasi, seperti dengan istilah insaan, Al-naas, dan

Basyr.1 Penggunaan istilah-istilah ini tampaknya juga menunjukkan hakikat

yang berbeda pula, oleh karena itu, utuk mengetahui hakikat manusia dalam

konteks Islam mesti diawali dengan mengemukakan maksud dari sitilah-istilah

tersebut, Namun sebelum membahas lebih jauh tentang penggunaan

istilah-istilah tersebut, terlebih dahulu penulis mengungkap tentang proses penciptaan

manusia.

1. Proses Penciptaan Manusia

Generasi manusia yang ada sampai sekarang, dalah berasal dari

manusia pertama yang bernama Adam dengan istrinya yang populer bernama

Hawa. Diantara ayat yang secara jelas menyatakan bahwa Adam dan Hawa

adalah ayah dan ibu generasi manusia setelahnya, adalah:

ةنننجنللا ننمم ملككيلونبنأن جنرنخلأن امنكن نكاطنيلشننلا مكككنننننتمفلين الن مندنآ ينمبن اين

Hai anak-anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan,

sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapakmu dari surga” (QS.Al-A’raf :

27)

Adam sendiri diciptakan dari tanah sebagaimana diceritakan oleh Allah

SWT dalam beberapa firman-Nya yang salah satunya pada firman berikut:

نكوككينفن نلكك هكلن لناقن مننثك ببارنتك نلمم هكقنلنخن مندنآ لمثنمنكن هملننلا دننلعم ىسنيعم لنثنمن نننإم

(5)

Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah adalah semisal Adam. Allah menciptakan-Nya dari tanah, kemudian berfirman kepadanya, ‘Jadilah’ maka

jadilah dia” (QS.Ali Imran : 59)

Ayat ini secara explisit merupakan bantahan terhadap para pengagum Isa

as yang menilainya sebagai anak Tuhan, karena beliau tidak lahir melalui

seorang ayah, melainkan melalui kalimat Allah. Tetapi secara implisit

menjelaskan kejadian Isa as yang semisal dengan kejadian Adam as yaitu

diciptakan dari tanah melalui proses yang mudah dan cepat sesuai dengan

kehendak Allah SWT. Kata ‘kun’ pada ayat di atas tidaklah benar bila dijadikan

dasar bahwa Adam as diciptakan dalam sekejap tanpa proses sebagaimana

yang difahami kebanyakan orang. Karena disamping dalam hal mencipta Allah

SWT, tidak memerlukan sesuatu apapun untuk mewujudkan apa yang

dikehendaki-Nya, termasuk tidak perlu mengucapkan ‘kun’. Juga karena pada

ayat yang lain Allah SWT melukiskan, bahwa Dia menciptakan Adam as dari

tanah, dan setelah Dia sempurnakan kejadiannya, Dia tiupkan ruh ciptaan-Nya.

نيدمجماسن هكلن اوعكقنفن يحمورك نلمم هميفم تكخلفنننون هكتكيلوننسن اذنإمفن

“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya (Adam), dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. al-Hijr :29)

Selanjutnya kejadian generasi manusia setelah Adam as, penciptaannya

diisyaratkan dalam ayat :

اممههننمم ثث بموم اهمجمونزم اهمننمم قم لمخموم ةةدمحماوم سة فننم نن مم من كه قملمخم يذملثا مهكهبثرم اوقهتثا سه انثلا اهمييأم ايم

ءاسم نموم ارريثمكم لراجمرم

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya. Allah mengembang biakkan dari keduanya laki-laki yang banyak dan

(6)

Para Mufassir terdahulu memahami kata ‘nafsin wahidah’ (diri yang satu)

pada ayat ini dalam arti Adam as. Akan tetapi para Mufassir kontemporer

seperti al-Qasimi, Syekh Muhammad Abduh memaknainya dalam arti jenis

manusia lelaki dan wanita. Sehingga ayat ini kandungannya sama dengan

firman Allah SWT :

اوفهرماعمتملم لمئمابمقموم ابروعهشه منكهانملنعمجموم ىثمننأهوم رةكمذم ننمم منكهانمقنلمخم انثإم سه انثلا اهمييأم ايم

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal” (QS. al-Hujurat : 13)

Maka kedua ayat di atas pada prinsipnya berbicara sama yaitu tentang

asal kejadian manusia dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan

ovum ibu. Hanya tekanannya saja yang berbeda. Jika ayat pertama dalam

konteks menjelaskan banyak dan berkembang biaknya manusia dari seorang

ayah dan ibu, maka ayat kedua konteksnya adalah persamaan hakikat

kemanusian orang perorang, dimana setiap orang walau berbeda-beda ayah

dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadian mereka sama. Sehingga tidak

dibenarkan seseorang menghina atau merendahkan orang lain.

Walhasil makhluk yang bernama manusia, dari mulai manusia pertama

Adam as dan istrinya Hawa, juga Isa as, serta generasi manusia setelahnya

berasal dari bahan baku yang sama yaitu dari unsur tanah dan hembusan ruh

Ilahi. Hanya model penciptaannya saja yang berbeda. Penciptaan manusia –

sebagaimana disimpulkan Quraish Shihab – terdiri dari empat model

penciptaan. Yaitu:

1) Menciptakan dengan tanpa ayah dan ibu, yaitu Adam as.

2) Menciptakan setelah disampingnya ada lelaki, yaitu isteri Adam as.

(7)

4) Dan menciptakan melalui pertemuan lelaki dan perempuan yaitu

generasi manusia setelah Adam as.2

2. Fase Penciptaan Manusia

Proses penciptaan manusia dijelaskan Allah SWT dalam beberapa firman-Nya melalui berbagai fase atau tahapan. Salah satunya pada QS. Al-Mu’minun : 12-14 :

Sungguh menakjubkan fase-fase penciptaan manusia yang dijelaskan

secara detail oleh rangkaian ayat di atas,. Fase-fase itu adalah :

1) Sulalah min thin’ (saripati tanah).

Pada (QS. Al-Hajj : 5) Pada ayat ini dijelaskan yang dimaksud tanah

adalah asal-usul sperma yaitu zat makanan yang berasal dari bahan

makanan yang bersumber dari tanah.

2) Nuthfah’ (air mani).

Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang

dapat membasahi. Penggunaan kata ini sejalan dengan penemuan ilmiah

yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat

(8)

kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia,

tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu. Itulah yang

dimaksud dengan nuthfah.3

3) ‘Alaqah’ (segumpal darah).

‘Alaqah diartikan ‘segumpal darah’ atau ‘gumpalan darah yang

membeku’ karena embrio selama fase ini berkembang melalui saat-saat

internal yang diketahui seperti pembentukan darah di pembuluh tertutup

sampai dengan putaran metabolis lengkap melalui plasenta (ari-ari).

Selama fase ini darah ditangkap di dalam pembuluh tertutup sehingga

embrio memperoleh penampakan sebagai gumpalan darah beku.

4) ‘Mudghah’ (segumpal daging).

Mudhghah berasal dari kata madhagha yang berarti mengunyah.

Pada fase ini embrio disebut mudhghah karena bentuknya masih dalam

kadar yang kecil seukuran dengan sesuatu yang dikunyah.

5) ‘Idzom (tulang atau kerangka).

Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk

sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut

kerangka atau tulang.

6) Kisa al-‘idzam bil-lahm (penutupan tulang dengan daging atau otot).

Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan

lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras

dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa

sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel-sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi

adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang

7) Insya (mewujudkan makhluk dengan meniup ruh)

(9)

Meniupkan ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki

potensi yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga

mencapai kesempurnaan makhluk.

3. Implikasi Pendidikan dari Proses Penciptaan manusia

Proses kejadian manusia yang telah diutarakan panjang lebar di dalam

Al-quran tersebut telah terbukti sejalan dengan apa yang dijelaskan

berdasarkan analisis ilmu pengetahuan. Namun yang terpenting dari itu

bukanlah terletak pada ditemukanya kesesuaian antara ajaran-ajaran Al-qur’an

dan ilmu pengetahuan. Namun yang terpenting dari itu bukanlah terletak pada

kesesuaian antara ajaran Al-qur’an dan ilmu pengetahuan. Tetapi yang penting

lebih dari itu adalah agar timbul kesadaran pada manusia. Bahwa dirinya

adalah makhluk yang hanya diciptakan oleh Allah SWT melalui perantara ayah

dan ibu.4

Selain dari pada itu manusia tersebut harus mempertanggung

jawabkan perbuatanya di akhirat kelak. Kesadaran ini selanjutnya diharapkan

dapat menimbulkan sikap merasa sama dengan manusia lainnya ( egaliter ),

rendah hati, bertangung jawab, beribadah dan beramal shalih. Pemahaman

yang komprehensif tentang manusia ini disepakati oleh para ahli didik sebagai

hal yang amat penting dalam rangka merumuskan kebijakan yang berkaitan

dengan rumusan tujuan pendidikan dengan ungkapan bahwa pendidikan

adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi

yang ada pada keduanya secara seimbang sehingga dapat dilahirkan manusia

seutuhnya. Dan dengan demikian pula kita dapat merumuskan materi

pendidikan dengan ungkapan bahwa materi pendidikan harus berisi

(10)

bahan pelajaran yang dapat menumbuhkan, menggairahkan, membina dan

mengembangkan potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah tersebut secara

seimbang. Dengan pemahaman terhadap manusia itu pula kita dapat

merumuskan metode pendidikan dengan ungkapan bahwa metode pendidikan

harus bertolak dari kecenderungan manusia seperti kita ketahui bersama

bahwa manusia memiliki kecenderungan senang meniru, mendengarkan cerita,

disanjung dan sebagainya. 5

Disamping itu, mengenai proses penciptaan manusia itu sendiri

terdapat implikasi pendidikan, diantaranya yaitu :

Menurut Muhaimin, dalam proses kejadian manusia dapat ditemukan

nilai-nilai pendidikan yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan Islam,

yaitu : 6

1) Salah satu cara yang ditempuh oleh Al-Qur’an dalam menghantarkan

manusia untuk menghayati petunjuk-petunjuk Allah ialah dengan cara

memperkenalkan jati diri manusia itu sendiri, bagaimana asal kejadiannya,

darimana datangnya dan bagaimana ia hidup. Hal ini sangat perlu untuk

diingatkan kepada manusia melalui proses pendidikan, sebab gelombang

hidup dan kehidupan seringkali menyebabkan manusia lupa diri.

2) Ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan secara implisit

mengungkapkan pula kehebatan, kebesaran dan keagungan Allah Swt.

dalam menciptakan manusia. Pendidikan dalam Islam antara lain

diarahkan kepada peningkatan iman, pengembangan wawasan atau

pemahaman serta penghayatan secara mendalam terhadap tanda-tanda

keagungan dan kebesaran Allah sebagai Sang Khaliq.

5 Ibid., h. 47-48

(11)

3) Proses kejadian manusia dalam Al-Qur’an melalui dua proses dengan

enam tahap, yaitu proses fisik/materi/jasadi (dengan lima tahap),dan

proses non fisik/immateri dengan satu tahap tersendiri yaitu tahap

penghembusan/peniupan roh pada diri manusia oleh Tuhan. Pada saat itu

manusia memiliki berbagai potensi, fitrah, hikmah yang hebat dan unik,

baik lahir dan batin. Untuk itu pendidikan dalam Islam, antara lain

diarahkan kepada pengembangan jasmani dan rohani secara harmonis,

serta pengembangan fitrah manusia secara terpadu dan holistik.

4) Proses kejadian manusia yang tertuang dalam Al-Qur’an ternyata semakin

diperkuat oleh penemuan-penemuan ilmiah, sehingga memperkuat

keyakinan manusia akan kebenaran Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah

Swt, bukan buatan atau ciptaan Nabi Muhammad Saw. Maka dengan hal

ini pendidikan dalam Islam antara lain diarahkan kepada pengembangan

semangat ilmiah untuk mencari dan menemukan kebenaran

ayat-ayat-Nya.

4. Hakekat Manusia dalam Konsep Islam

Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam Islam banyak memberi isyarat

tentang hakikat manusia, antara lain terdapat dalam Qs. As-Sajadah 7-9,

Al-Hajj,5, Al-An’am,2, al-Mukminun, 12-16, At-Tin, 4-6

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa istilah yang digunakan

untuk menunjuk hakikat manusia sangat bervariasi, seperti dengan istilah

insaan, Al-naas, dan Basyr

Meskipun ketiga kata tersebut menunjukkan pada makna manusia,

namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda.

(12)

1) Basyar

a. Manusia sebagai Basyar

Penamaan manusia dengan kata al-Basyar dinyatakan dalam

Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat.7 Secara etimologi

al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat

tumbuhnya rambut. Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara

biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding

rambut atau bulunya.8 Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis

manusia dengan hewan yang lebih didominasi bulu atau rambut.

Kata basyar pada keseluruhan ayat tersebut memberikan referensi

kepada manusia sebagai makhluk biologis. Sebagaimana dalam

(QS.Yusuf : 31), (QS.Ali Imran : 47), (QS.Al-Kahfi : 110),

Beberapa ayat di atas dengan jelas menegaskan bahwa konsep

basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat ketubuhan (biologis) manusia

yang mempunyai bentuk/ postur tubuh, mengalami pertumbuhan dan

perkembangan jasmani, makan, minum, melakukan hubungan seksual,

bercinta, dan lain-lain. Dengan kata lain, basyar dipakai untuk menunjuk

dimensi alamiah yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya.

Manusia dalam konteks ini dilihat dari aspek lahiriyahnya yakni

manusia sebagai mahluk biologis yang secara esensial tidak berbeda

dengan mahluk-mahluk biotik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa

manusia memiliki kesamaan dengan mahluk lainnya yang memiliki aspek

materi yang terikat dengan hukum-hukum natural pendeknya adalah

mahluk yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

7 Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Kar³m, (Qahirah : Dar al-Had³ts, 1988), h. 153-15

(13)

bergantung pada proses alamiyah yang sesuai dengan peredaran

waktunya dan menurut hukum natural yaitu terbatas ruang dan waktu.9

b. Implementasi Pendidikannya

Manusia dengan Istilah Basyr merupakan pribadi yang bersifat

jasmaniyah mengandung implikasi tertentu bagi pendidikan. Pertama-tama

kenyataan bahwa badan atau kejasmanian itu juga merupakan sesuatu

yang hakiki untuk manusia menandaskan bahwa pendidikan jasmani

merupakan bagian penting dalam pendidikan manusia untuk menjadi

pribadi yang utuh.

Dimensi kejasmanian penting diperhatikan dalam pendidikan,

mengandung makna bahwa dalam proses belajar mengajar dan mencari

pengetahuan, panca indera perlu dilatih untuk bisa digunakan secara

seksama.

Dalam proses pendidikan, penghargaan terhadap pentingnya badan

juga perlu diungkapkan dalam penghargaan terhadap pekerjaan tangan

sebagai bagian integral dari pendidikan. Peserta didik perlu dilatih dan

diperkembangkan keterampilannya untuk melakukan pekerjaan tangan.

Satu hal lagi berkaitan dengan kejasmanian manusia yang perlu

mendapatkan perhatian dalam pendidikan adalah keberadaan manusia di

dunia. Agar manusia bisa menghayati kemanusiaannya, mau tidak mau

harus berintegrasi dengan dunianya. Manusia semakin memanusiakan

dirinya dalam integrasinya dengan dunia, dan sebaliknya dunia semakin

dimanusiakan apabila semakin dikenal, diolah, dimanfaatkan, dan

dipelihara oleh manusia sesuai dengan kehendak Sang Pencipta, artinya

untuk memenuhi kebutuhan biologisnya manusia telah diatur oleh

(14)

Qur’an seperti kebutuhan makan dan minurm serta kebutuhan untuk

berkeluarga.

Konsep al-basyar dalam pendidikan adalah mengajarkan bagaimana

manusia mampu memenuhi kebutuhannya secara benar sesuai tuntunan

penciptanya, yakni dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan

tersier selaku makhluk biologis.

2) Al-Insan

a. Manusia sebagai Al-Insan

Adapun penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata

al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam

43 surat. Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah

lembut, tampak, atau pelupa. Menurut Quraish Shihab, manusia dalam

al-Qur’an disebut dengan al-Insan. Kata insan terambil dari kata al-uns yang

berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini jika ditinjau dari sudut

pandang al-Qur’an lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil

dari kata nasiya (yang berarti lupa), atau nasa-yansu (yang berarti

bergoncang). Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kepada

manusia dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga. Manusia berbeda antara

seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan

kecerdasannya.10

Lafadz insan bukan semata-mata aspek insiyyahnya yang

ditonjolkan, namun lebih ditekankan pada aspek tanggung jawab dan

beban amanat kemanusiaan. Sehingga dari 65 kali penyebutannya ada 2

10 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat

(15)

kali yang mengandung aspek insiyyah, yaitu pada Ar-Rahman (55:14), dan

Al-Hijr (15:26), sedangkan lainnya dalam konteks membaca dan belajar

al-alaq (96:1-5) berusaha An-Najm (53:39), berdebat Al-Kahfi (18:54) dan

memikul tanggung jawab Al-Luqman (31:14), al- ankabut (29:8).11

Kata al-Insan yang termuat dalam al-Qur’an mengacu kepada

potensi yang dimiliki oleh manusia untuk tumbuh berkembang secara fisik

serta berkembang secara mental.12 Pertumbuhan potensi mental ini yang

membedakan manusia dengan mahluk lain, dimana mahluk lain tidak

memiliki kelebihan seperti yang dimiliki oleh manusia. Mahluk yang lain

tidak dapat berpikir tentang proses kehidupan, tetapi hanya bisa mengikuti

insting sifat hayawani saja

Manusia dalam konteks ini, merupakan manusia dengan aspek

utama kemanusiaannya, yaitu kemampuan penalaran, sebagai mahluk

dengan daya nalar, menjadikan manusia mampu melihat dan

membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang benar dan

apa yang salah, dan dengannya dapat membuat keputusan yang berharga

untuk dirinya dalam rangka pengembangan kemanusiaannya. Sehingga

dengan kemampuan ini manusia dapat menemukan berbagai

pengetahuan yang akan berguna bagi dirinya dalam menjalankan

kehidupannya di dunia dan ahirat. 13

b. Implementasi Pendidikannya

11 Syihabudin Qalybi, Lok.cit

12 Aminuddin, dkk. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia Indonesia.2002), h. 21

(16)

Manusia Al-Insan dan implementasi pendidikan yang dikehendaki

Allah ialah Al-Insan Al-Rabbany, manusia sebagai Insan yang

berma’rifah /bertauhid kepada Allah, berpegang teguh pada agama, selalu

taat Kepada Allah, faqih, ‘alim, arif bijaksana, selalu mengkaji ilmu / kitab,

mengajarkan ilmu, mendidik manusia dan melalukan amar ma’ruf nahi

munkar.14

Hal ini bisa dilihat dari penggunaan Lafadz al-insaan dalam

Al-Qur’an dinyatakan manusia dalam ranah yang sangat luas,yakni sebagai

berikut:15

1. Perintah menyadari asal penciptaannya, dalam al-Thariq:5. Asal bahan

manusia / Adam dari tanah liat kering /shalshal, Al-Hijir:26. Asal dari

saripati tanah /sulalah, al-Mu’minun:12. Asal bahan dari air mani / nuthfah,

Al-Nahl: 4. Diciptakan dari segumpal darah /‘Alaq, dalam al-‘Alaq: 2.

Diciptakan dalam wujud yang paling bagus, al-Tien: 4. Diciptakan dalam

keadaan lemah: An-Nisa’ 28.

2. Perintah Allah untuk bertauhid kepada pencipta, dalam al-Insan:1, Perintah

memikirkan penciptaan dirinya, Maryam,67. Perintah untuk memperhatikan

makanan, ‘Abasa: 24. Manusia akan memperoleh sesuatu karena

usahanya, al-Najem: 39. Menerima pelajaran dari Al-Rahman, al-Rahman:

3. Manusia akan rugi jika tidak iman, al-‘Ashar: 2.Wasiat untuk berbuat

baik pada orangtua dan tidak taat dalam menyekutukan Allah,

al-Ankabut:8. Peringatan apa yang membuat manusia durhaka, al-Anfal:6.

Gerakan jiwa manusia diketahui Allah, Qaaf: 16. Manusia akan binasa,

‘Abasa: 17. Manusia akan menuju Allahnya, Al-Insyiqaq:6

14 H. Dedeng Rosidin dan H. Endang Burhanddin, Deskripsi Al-Insaan (Bandung: Makalah Teologi Pendidikan PPs.Uin Sunan Gunung Jati, 2007), h. 23

(17)

3. Manusia bercita-cita untuk mendapatkan sesuatu, al-Najem:24.

Mempunyai musuh yaitu syetan, Yusuf:5. Tidak jemu-jemu meminta

kebaikan, Fushilat:49. Berubah-ubah pendidirian, Yunus:12, Putus asa dan

kurang berterima kasih, Hud:9. Dzalim dan mengingkari ni mat,‟

Ibrahim:34. Sifat tergesa-gesa, Isra’:11, Susah payah /fi kabad, al-Balad:4.

Sombong, Isra:83. Kikir /faturan, Isra:100. Banyak membantah,

al-Kahfi:54. Mendustakan kebangkitan, Maryam:66, Dzalim dan bodoh,

Al-Ahzab:72, Lupa setelah dapat nikmat Az-Zumar:8. Berpaling saat dapat

ni mat banyak berdo a saat dapat malapetaka, ‟ ‟ Fushilat:51. Memulyakan

Allah saat dapat ni mat, menjelekan saat dapat keburukan, ‟ al-Fajr:15.

Pengingkar yang nyata, al-Zukhruf:15. Hendak ma siat terus-menerus, ‟

al-Qiyamah:5. Melampaui batas, al-‘Alaq:6. Dapat kesusahan karena tangan

sendiri, al-Syuraa:48

4. Manusia yang bertanggung jawab, al-Isra:13. Tidak ditolong syetan pada

hari akhirat, al-Furqan:29. Kaget saat kiyamat terjadi,Al-zalzalah:3.

Bingung saat kiyamat datang, al-Qiyamah:10. Hari akhirat dapat berita

tentang amalnya, Qiyamah:13. Di akhirat jadi saksi diri sendiri,

al-Qiyamah:14. Di akhirat manusia ingat amal dunia, al-Nazi’ah:35. Diminta

pertanggungjawaban, al-Qiyamah:36.

3) An-Naas

a. Manusia Sebagai An-Nas

Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan

tersebar dalam 53 surat.27 Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi

(18)

melihat status keimanan atau kekafirannya. Kata al-Nas dipakai al-Qur’an

untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang

mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan

kehidupannya.16 Artinya manusia kesemuanya tanpa terkecuali

Konsep an-Nas mengacu pada manusia sebagi makhluk sosial.

Manusia dalam arti al-nas paling banyak disebut al-Quran yaitu sebanyak

240 kali. Salah satunya dalam (QS.al-Hujurat : 13), Tak mungkin dalam

makalah singkat ini, kita menjelaskan seluruh bidang semantik istilah

Nas. Cukuplah di sini ditunjukkan beberapa hal yang memperkuat

al-Nas menunjuk pada manusia sebagai makhluk sosial.

Banyak ayat yang menunjukkan kelompok-kelompok sosial dengan

karakteristiknya. Ayat-ayat itu lazimnya dikenal dengan ungkapan wa min

al-Nas (dan diantara sebagian manusia). Dengan memperhatikan

ungkapan ini, kita menemukan kelompok manusia yang menyatakan

beriman, tapi sebetulnya tidak beriman (2:8), yang mengambil sekutu

terhadap Allah (2:165), yang hanya memikirkan kehidupan dunia (2:200),

yang mempesonakan orang dalam pembicaraan tentang kehidupan

dunia, tetapi memusuhi kebenaran (2:204), yang berdebat dengan Allah

tanpa ilmu, petunjuk, dan al-Kitab (22:3,8; 31:20), yang menyembah

Allah dengan iman yang lemah (22:11; 29:10), yang menjual

pembicaraan yang menyesatkan (31:6); di samping ada sebagian orang

yang rela mengorbankan dirinya untuk mencari kerelaan Allah.

Al-Qur'an menegaskan bahwa petunjuk al-Qur'an bukanlah hanya

dimaksudkan pada manusia secara individual, tapi juga manusia secara

(19)

sosial. Al-Nas sering dihubungkan Qur'an dengan petunjuk atau

al-Kitab (57:25; 4:170; 14:1; 24:35; 39:27; dan sebagainya).

Sebagai Manusia dalam konteks Al-Nas, adalah mahluk sosial yang

ditunjukkan dengan sikap ingin berkelompok dan bermasyarakat, menata

kehidupan dalam satu komunitas, disamping juga ingin bersahabat dengan

orang lain diluar diri dan kelompoknya serta berlaku ramah dengan

lingkungan alam di sekelilingnya.17

b. Implementasi Pendidikan

Implikasi konsep an-naas dalam pendidikan jika dilihat dari artinya

konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia

sebagai makhluk sosial, sehingga dalam hal ini implikasi konsep an-naas

dalam pendidikan adalah mengajarkan bagaimana manusia hidup

dilingkungan sosial sekaligus sebagai makhluk sosial sehingga mampu

membentuk pemahaman bahwa manusia harus hidup bersaudara dan

tidak boleh saling menjatuhkan, saling hormat menghormati dan toleransi,

hidup rukun, dan cinta damai dalam keharmonisan.18

BAB III PENUTUP

(20)

A. Kesimpulan

Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka kami

dapat menyimpulkan bahwa hakekat manusia dalam pandangan islam yaitu

sebagai khalifah di bumi ini. Yang mampu merubah bumi ini kearah yang lebih

baik. Hal yang menjadikan manusia sebagai khalifah adalah karena manusia

memiliki kelebihan yang tidak dimiliki makhluk lainnya, seperti akal dan

perasaan. Selain itu manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang paling baik,

ciptaan Allah yang paling sempurna.

Pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dalam rangka

mengemban amanat sebagai khalifah di muka bumi. Dalam implementasinya

pendidikan dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui beberapa cara. Di

lingkungan keluarga kita memerlukan orang tua sebagi pemegang utama, di

lingkungan sekolah kita memerlukan guru dimana diharapkan guru tidak

hanya memberikan ilmu tetapi juga memberikan contoh dan tauladan yang

baik, di lingkungan masyarakat kita memerlukan tokoh masyarakat (seperti:

pemimpin) sebagai pemberi contoh dan tauladan dan kajian dalm bentuk

halaqah sebagai tabiyah diri.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002 )

Aminuddin, dkk. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor:

(21)

Dawam Raharjo, Pandangan al-Qur’an Tentang Manusia Dalam Pendidikan Dan

Perspektif al-Qur’an ( Yogyakarta : LPPI, 1999)

H. Dedeng Rosidin dan H. Endang Burhanddin, Deskripsi Al-Insaan (Bandung:

Makalah Teologi Pendidikan PPs.Uin Sunan Gunung Jati, 2007)

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol 2, (Lentera Hati : 2000)

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan

Umat (Bandung : Mizan, 1998)

Muhaimin, dan Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan

Kerangka dasar Operasionalnya.( Bandung : Tri Genta, 1993)

Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Kar³m,

(Qahirah : Dar al-Had³ts, 1988)

Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an (Cet. I. Yogyakarta:

LESFI, 1992)

Prof.Dr. Muhmidayelli, M,Ag, Filsafat Pendidikan,(Bandung: Refika Aditama, 2011)

Rif’at Syauqi Nawawi, Konsep Manusia Menurut al-Qur’an dalam Metodologi

Psikologi Islami, Ed. Rendra (Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2000)

Syihabuddin Qalyubi, stilistika al-Qur’an, Pengantar Orientasi Studi Al-Qur’an,

(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997)

Referensi

Dokumen terkait

Produk kalsium klorida keluaran reaktor dipisahkan dari padatan yang tidak bereaksi dengan menggunakan centrifuge dan ke dalam netralizer untuk menghilangkan

• Nilai specific fuel consumption (sfc) minyak solar saja mengalami penurunan dengan adanya penambahan biogas rata-rata hingga 67,89% dari kondisi berbahan bakar

Fraksi Koroform Buah Senggani Identifikasi flavonoid dalam fraksi kloroform buah senggani menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan standar kuersetin.. Fraksi

KEPUTUSAN PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN METODE TSUKAMOTO (STUDI KASUS PADA PT TANINDO SUBUR PRIMA).. Kategori :

Alhamdulillah, penulis syukuri atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul: “Penerapan Layanan Informasi Teknik

Pada BAB III berisi pembahasan tentang “Kritik Al Quran Terhadap Gaya Hidup Hedonisme dalam Tafsir Juz Amma Karya Muhammad Abduh” yang meliputi: biografi

Dijelaskan dalam ayat tersebut bahwa sebelum Allah menciptakan manusia di dunia, Allah meminta kesaksian dari para manusia dengan firman-Nya, “Bukankah Aku ini

Pengertian IBADAH | 11 Ikhlas merupakan sikap jiwa dalam beribadah berarti semua gerak, tindakan dan laku perbuatan seperti sholat, puasa, zakat, haji, shodaqah, membantu orang