• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLLITISASI AGAMA DI DALAM SEJARAH NUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLLITISASI AGAMA DI DALAM SEJARAH NUSAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 POLLITISASI AGAMA DI DALAM SEJARAH NUSANTARA HINGGA INDONESIA TERBENTUK MENJADI SEBUAH NEGARA

POLITISASI AGANA DALAM LINTASAN NKRI Oleh Pertampilan S. Btahmana

1. Sebelum Kemerdekaan

Jauh sebelum Indonesia merdeka atau terbentuk menjadi NKRI telah terjadi politisasi agtama/ Kerajaan-kerajaan bernuansa agama adalah buktinya. Mulai dari Kerjaan Hindu, Bufdha sampai Kerajaan Islam.

Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia Dan Ideologi Agamanya

KERAJAAN AGAMA KERAJAAN

KETERANGAN

Kutai Hindu Terletak di Kalimantan timur tahun 400 M Raja yang pertama :

Kudungga

Raja yang terkenal : Mulawarman Tarumanegara Hindu Terletak di Jawa Barat tahun pada

tahun 500 M. Raja yang terkenal : Purnawarman

Kalingga Budha Terletak di Jepara (Jawa Tengah) pada tahun 640 M. Raja yang terkenal : Ratu Shima

Mataram Hindu

Hindu Terletak di Jawa Tengah pada tahun 732 M Raja yang pertama : Sanjaya Raja yang terkenal : Balitung

Sriwijaya Budha Terletak di Palembang pada abad VII. Raja yang pertama : Sri Jaya Naga Raja yang terkenal : Bala Putra Dewa

Pagarruyung Hindu Terletak di Sumatera Barat Kerajaan

Barus

Islam Terletak di Sumatera Utara

Medang Hindu Terletak di Jawa Timur pada abad IX.

(2)

2 Kahuripan Hindu Terletak di Jawa Timur pada tahun

1073 M (Kerajaan Hindu). Raja yang pertama dan terkenal : Airlangga Kediri Hindu Terletak di tepi Sungai Berantas

Jawa Timur pada abad XII M. Raja yang pertama: Jaya Warsa Raja yang terkenal : Jaya Baya

Singasari ? Terletak di Jawa Timur tahun 1222 - 1292

Raja yang pertama : Sri Rajasa (Ken Arok)

Raja yang terkenal : Kertanegara (Joko Dolok)

Majapahit Hindu Terletak di Delta Brantas pada tahun 1293 – 1520. Raja yang pertama : Raden Wijaya

Raja yang terkenal : Hayam Wuruk Raja yang terakhir: Brawijaya

(Kertabumi)

Patih yang terkenal : Gajah Mada Pajajaran Hindu Terletak di Priangan (Jawa Barat)

pada tahun 1333. Raja yang

terkenal: Sri Baduga Maharaja Raja yang terakhir : Prabu Sedah

Demak Islam Terletak di Jawa Tengah pada tahun 1513 - 1546 .Raja yang pertama : Raden Patah (Sultan Bintoro). Raja yang terakhir : Sultan Trenggono Pajang Islam Terletak di Surakarta tahun 1568 –

1586.

Raja yang pertama : Joko Tingkir (Sultan Hadiwijoyo). Raja yang terakhir : Ario Pangiri

Mataram Islam

Islam Terletak di Kota Gede (Yogyakarta) abad XVI Masehi. Raja yang

pertama: Suto Wijoyo

(Panemabahan Senopati) Raja yang terkenal : Sultan Agung

(3)

3 1580 Raja yang pertama :

Hasanuddin Raja yang terkenal : Sultan Ageng Raja yang terakhir: Panembahan Yusuf

Sumber: http://www.e-smartschool.com/pnu/008/kerajaan.asp (05/01/2005) dan Bebagai sumber lain.

Kerajaan-kerajaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia ditandai dengan ciri agama seperti Hindu Budha, dan Islam. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu agama telah dijadikan alat berpolitik, alat untuk mengontrol masyarakat pada jamannya.

Pada masa penjajahan Belanda, dimana kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha sudah tidak ada lagi, yang tersisa hanya kerajaan-kerajaan Islam, tokoh-tokoh Islam menggunakan Islam sebagai alat untuk mengusir penjajah. Lihat misalnya Teuku Umar, Teuku Cik di Tiro di Aceh, Imam Bonjol di Sumatera Barat, Diponegoro di pulau Jawa, menggunakan agama Islam sebagai kenderaaan politiknya. Mereka berjuang atas nama Islam, bukan atas nama etnis mereka.

2. Pada Masa Penjajahan

Pada masa penjajahan politisasi agama terlihat melalui bermunculannya omas keagamaan.

Organisasi keagamaan pertama berdiri adalah Sarekat Dagang Islam (SDI) yang berdiri 1909 di Surakarta. Organisasi keagamaan ini dirikan Oleh KH. Samanhudi (1868-1956) bersama temannya Sumowardoyo, Jarmani, Harjosumarto, Sukir dan Martodikoro. Organisasi ini awalnya bergerak dalam bidang agama dan perdagangan. Tahun

(4)

4 2.1 Pada Masa Orde Lama

Politisasi agama ini terus berlanjut hingga hingga 1945, setelah Indonesia terbentuk menjai sebuah negara.

Aliran Awal Kemerdekaan (1908-1955)

Orde Lama (1955-1965)

Nasionalisme PNI, PRN, PIR Hazairin, Parindra, Islam Masjumi, NU, PSII,

Perti Kristen Partai Katolik,

Parkindo.

Partai Katolik, Parkindo.

Bagaimana gigihnya ideologi Islam, mempertahankan aspirasinya agar agama Islam menjadi ideologi negara tercermin dalam penentuan dasar negara di BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Penyusunan Kemerdekaan Indonesia.

Pihak pendukung Piagam Jakarta, pada masa lalu seperti Abikusno Tjokrosoejoso (PSII), Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), Haji Agus Salim (Partai Penyadar), dan Abdul Wahid Hasyim (Nahdatul Ulama), menghendaki Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan

Syariat Islam, menurut dasar kemanusiaan.

Hingga kini isu Piagam Jakarta masih terus diperjuangkan agar dimasukkan ke dalam UUD 45. Pada siding tahunan MPR tahun 2002 Usulan Piagam Jakarta kembali menggema di Sidang Tahunan MPR.

(5)

5 Muslim se-Dunia (PMD)—melakukan unjuk rasa di Gedung DPR/MPR, menuntut pemberlakuan syariat Islam di Indonesia.

Dalam kesempatan itu, FPI meminta MPR mengupayakan amandemen terhadap konstitusi agar memberlakukan syariat Islam. “FPI di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menuntut MPR/DPR untuk mengembalikan tujuh kata Piagam Jakarta, yaitu dengan kewajiban

melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya, ke dalam UUD 1945; baik

pada batang tubuh maupun pembukaannya,” kata Habieb Muchsin yang membacakan pernyataan FPI itu. FPI yakin, dengan pemberlakuan syariat Islam, krisis multidimensional akan segera berakhir (Kompas, 6/08/2001).

Akibat politisasi agama ini menjadi salah satu penyebab rawannya muncul konflik antar umat beragama Agama dijadikan sebagai kenderaan politik oleh para elit.

2.2 Pada Masa Orde Baru

Selama ordebaru partai-partai agama ini dilebur, partai yang berlebel agama Islam difusikan ke dalam Partai Persatuan Pembangunan, sedangkan partai yang berlebel Kristen difusikan ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (bukan PDIP).

Isu-isu yang diusung partai-partai agama ini, secara mendasar ada yang mengkhawatirkan umat non agama tersebut. Contohnya partai yang berlabel Islam, isunya penegakkan Syariat Islam, suatu isu yang seharusnya sudah lama dikubur karena dasar negara sudah ditetapkan Pancasila. Pembawaan ideologi agama ke ruang publik yang seharusnya berada di ruang individu warga negara Indonesia, membuat warga negara yang non seagama dengan isu agama tersebut menjadi was-was.

Aliran Orde (1965-1973)

Baru (1973-1998) Nasionalisme PNI, IPKI, Golkar Golkar, PDI Islam NU, PSII, Perti,

Parmusi.

PPP

Sosialis MURBA - Kristen Partai Katolik,

Parkindo.

(6)

6 2.3 Pada Era Reformasi

Di era Orde Reformasi ini dengan dicabutnya UU politik yang hanya mengatur tiga partai politik (Partai Persatuan Pembangunan, Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia), partai-partai berlebel agama ini muncul kembali, mereka ada yang kembali dengan isu-isu lamanya, dan ada yang malu-malu dengan isu-isunya, tetapi dari dasar partai jelas bahwa mereka adalah partai yang berlebel agama Islam atau Kristen.

Di era reformasi ini, politisasi agama semakin vulgar. Selain banyaknya partai-partai beraliran agama Islam, juga ucapan-ucapan elit politik dan agama yang bertujuan untuk menjegal yang dianggap lawan politiknya.

Adapun aliran politik partai di era reformasi ini adalah sebagai berikut:

Aliran Masa Reformasi (1999-2003) Nasionalisme PDIP, GOLKAR, PAN, PKB, PKP,

PNI, PDI.

Islam PPP, PBB, PK, PSII, Masyumi Sosialis PRD, MURBA

Kristen PDKB, KRISNA

Sedangan ucapan para elit untuk memojokkan lawan politinya, salah satu contoh adalah ucapan AM. Saefuddin, mantan Menpangan dan Holtikultura yang sangat bersemangat "menjegal" Megawati duduk ke kursi Presiden RI melalui ucapannya yang kita baca melalui media massa, yang mengatakan "Diakan, (Megawati agamanya) Hindu. Saya Islam. Relakah rakyat Indonesia, Presidennya Hindu", ternyata secara langsung menimbulkan ketersinggungan umat Hindu, dan secara tidak langsung sebenarnya juga menyinggung umat agama lain, dan kelompok nasionalisme Indonesia. Ketersinggungan ini disebabkan kans umat lain (non muslim) untuk menduduki jabatan Presiden di dalam negara kesatuan Indonesia tidak ada, padahal Undang-Undang Dasar 45 tidak menggariskan yang non muslim dilarang menjadi Presiden RI. Ucapannya tersebut mendorong demo besar-besaran khususnya di Pulau Bali. Hal-hal seperti itu tidak perlu diucapkan walau benar

(7)

7 semangat tidak mempercayai umat non muslim bila menjadi Presiden Republik Indonesia, agama yang pertama kali diketoknya adalah Hindu, kedua, ucapan tersebut tidak mendukung dalam kaitan semangat kebangsaan, semangat ketiga, boleh jadi wanita tidak dapat menjadi presiden. Ketiga semangat ini, dilihatnya dari sistem nilai dan etika yang bukan kebangsaan.

Maka bila mengikuti alur pemikiran AM. Saefuddin tersebut di atas, yang berhak menduduki jabatan Presiden di Indonesia hanyalah yang beragama Islam.

Sebagai individu penganut agama minoritas, kenyataan ini barangkali disadari benar, sebagai pengikut agama mayoritas, kenyataan ini tentu tidak layak diucapkan secara terbuka, sebagai bagian dari sifat bertenggang rasa.

Dalam kaitan memimpin organisasi yang bersifat keagamaan, jelas orang yang tidak seagama, tidak dibenarkan menjadi pemimpinnya, karena organisasi keagamaan berkaitan dengan kepercayaan dihari trakhir. Sedangkan dalam kaitan mempimpin negara yang nota bene adalah urusan duniawi, jelas suatu perlakuan yang tidak adil, apalagi di dalam sebuah negara kesatuan yang bersifat kebangsaan.

Dalam kaitan inilah alur pemikiran AM. Saefuddin tidak dapat diterima. Negara kita bukan negara yang berlandaskan agama, apakah itu agama islam, kristen, Hindu atau pun Budha, walaupun sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

3. Sumpulan

Pollitisasi Agama di dalam sejarah Nusantara hingga Indonesia terbentuk menjadi sebuah negara hal yang biasa.

Pada saat sebelum Indonesia terbentuk menjadi sebuah negara, yang pada waktu itu di Indonesia (Nusantara) masih dalam bentuk negara-negara kerajaan, agama sudah dipolitisasi.

(8)

8 DAFTAR PUSTAKA

ELSAM. Indonesia Dalam Krisis Tidak Reformasi, Tanpa Hak Asasi

Manusia. Human Rights Report Nomor: 02/1998. Jakarta, 30

April 1998.

Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit

Institut Studi Arus Informasi (ISAI) dan International Media Support (IMS) Kopenhagen. 2004. Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan Rekonsiliasi Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara. Jakarta-Denmark: UNDP-BAPPENAS.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti menggunakan key informan yang kredibel yang dapat memberikan penjelasan dan pemahaman akan informasi dan data mengenai penelitian ini. 119) informan

Sedangkan yang termasuk dalam produk tidak nyata dalam travel agent adalah : (1) pelayanan dari travel agent yang diberikan kepada konsumen yang membeli tiket pesawat (2)

Untuk nilai COP tertinggi pada heat pump tanpa mengunakan heat exchanger ini dikarenakan tekanan suction sebesar 35 Psi dan tekanan discharge sebesar 160 psi,

dalam pelaksanaannya. Berdasarkan kendala yang dihadapi dan berbagai permasalahan yang muncul dalam pembahasan di sidang- sidang UNCOPUOS, dianalisis bentuk upaya perubahan

Pada pasal 5 (ayat 1) dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan bentuk pengembangan pegawai yang mendorong terhadap peningkatan kerja. Selanjutnya pada ayat

ب صخلم ةيفصو ةسارد( سي ةروس في تابسانلما نع )يمركلا نآرقلا روسل يعوضولما يرسفتلا باتك وتنياراه يدور 34.2.3.11289 لص دممح بينلا تازجعم مظعأ نم

[r]

Setelah dilakukan penelitian tentang gambaran indeks massa tubuh pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden