• Tidak ada hasil yang ditemukan

kesalahan ejaan dan morfologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "kesalahan ejaan dan morfologi"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

RANTI 09 PAGI JAKARTA TIMUR

Oleh :

ILA NAFILAH,

S.S., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA dan SENI

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

2012

(2)

Nabi dan Rasul junjungan Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan segenap umatnya hingga akhir zaman.

Penelitian ini berisi tentang analisis kesalahan berbahasa, khususnya kesalahan dalam ejaan dan morfologi siswa kelas V SD di dalam menulis puisi.

Penelitian ini bertujuan agar mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, khususnya yang sedang mengambil mata kuliah analisis kesalahan berbahasa mengetahui apa itu hakikat analisis kesalahan berbahasa, hakikat morfologi, hakikat proses morfologis, hakikat kesalahan ejaan, hakikat keterampilan menulis, hakikat pemelajaran menulis, hakikat apresiasi sastra, dan hakikat puisi.

Penelitian ini juga bermanfaat bagi para dosen dan peneliti lainnya agar menemukan tidak saja kesalahan ejaan dan morfologi, tetapi juga menemukan kesalahan dalam fonologi, sintaksis, dan semantik di dalam menulis puisi.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan di dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti berharap masukan dan kritik baik dari mahasiswa maupun rekan-rekan sesama dosen demi kesempurnaan penelitian ini.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Perumusan Masalah ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1 Hakikat Analisis Kesalahan Berbahasa ... 10

2.2 Hakikat Morfologi ... 14

2.3 Hakekat Morfem, Alomorf, dan Kata ... 14

2.3.1 Morfem ... 14

2.3.2 Alomorf ... 15

2.3.3 Kata ... 16

2.4 Hakekat Proses Morfologis ... 16

2.4.1 Afiksasi ... 17

(4)

18

2.8 Hakikat Pemelajaran Apresiasi Sastra ... 32

2.9 Hakikat Puisi ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian ... 39

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

3.3 Metode Penelitian ...40

3.4 Fokus Penelitian ...40

3.5 Pertanyaan Penelitian ...40

3.6 Data dan Sumber Data ...41

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.8 Teknik Analisis Data ...41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Data ...43

4.2 Temuan Penelitian ...47

4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesalahan ... 47

BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan ... 49

i

iii

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Menulis dan membaca sebagai aktivitas komunikasi ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Kebiasaan menulis tidak mungkin terlaksana tanpa kebiasaan membaca. Meskipun belum tentu membawa kebiasaan menulis, kebiasaan membaca akan memperluas cakrawala pengetahuan dan wawasan. Pengetahuan dan wawasan yang luas akan menjadi dasar kegiatan menulis. Kebiasaan menulis tidak akan bermakna tanpa diikuti oleh kebiasaan membaca.

Meskipun telah disadari bahwa penguasaan bahasa tulis mutlak diperlukan dalam kehidupan modern, dalam kenyataannya pengajarn keterampilan menulis kurang mendapatkan perhatian. Pelajaran mengarang sebagai salah satu aspek dalam pengajaran bahasa

(6)
(7)

menulis mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pendidikan dan pengajaran. Keterampilan menulis harus dikuasai oleh anak sedini dalam kehidupannya di sekolah.1

Saat ini pengajaran bahasa Indonesia masih didominasi oleh aspek pengetahuan. Para pelajar lebih banyak belajar tentang bahasa, bukan belajar berbahsa sehingga kemampuan para siswa untuk menyusun sebuah karya pikir berbentuk tulis ataupun lisan belumlah memadai. Bahkan, bentuk-bentuk tes atau ujian pun didominasi oleh tes pilihan ganda. Hal itu tidak hanya untuk mengevaluasi aspek pengetahuan siswa, tetapi juga diarahkan pada kemampuannya berbahasanya. Guru jarang memberi tugas dalam bentuk karya tulis atau laporan lisan yang dapat mengungkapkan kreativitas berbahasa Indonesia par siswanya.

Mengingat begitu pentingnya keterampilan menulis tersebua dan manfaatnya bagi hari depan siswa, apalagi dalam era reformasi yang serba cepat ini. Bahasa sebagai alat informasi tulis, pemerintah melalui lembaga pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi mewajibkan para peserta didiknya memiliki keterampilan menulis dengan baik. Disamping itu, keterampilan menulis juga sangat berguna dalam kehidupan mandiri di masyarakat luas. Jika dilihat dari mayoritas lamaran pekerjaan atu lapangan kehidupan modern yang berkualitas, seseorang selalu dituntut memiliki keterampilan dalam menulis.

Menulis merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki pembelajar bahasa, karena menulis diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan di rumah, di sekolah dan di tempat kerja. Dalam 1 Imam Syafi’I, Terampil Berbahasa Indonesia 1 (Jakarta : Departemen Pendidikan dan

(8)

kehidupan sehari-hari. Kegiatan menulis hampir tidak pernah terlewatkan, dari mulai membuat catatan kecil untuk rumah tangga, menulis pesan telepon, menulis surat dan sebagainya. Di sekolah siswa pasti melakuka kegiatan menulis yang berupa catatan, menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas, menjawab tes (ujian), dan lain-lain. Di dunia kerja, demikian juga, kegiatan menulis pasti dilakukan sehari-hari.

Beberapa penyebab kekurang berhasilan siswa dalam menulis karena penyajian materi yang kurang menarik, siswa menganggap enteng mata pelajaran bahasa Indonesia karena siswa merasa mampu jadi tidak ad gunanya pelajari. Untuk meningkatkan kualitas menulis para siswa, perlu dilakukan perbaikan dan pembenahan dalam penyajian materi, pemilihan materi, sistem pengajarannya dan sistem penilaiannya.

Pembelajaran sastra sejak dulu hingga sekarang, selalu menjadi permasalahan. Tentu saja permasalahan yang bersifat klasik tetapi hangat atau up to date umumnya yang selalu dikambinghitamkan adalah guru yang tidak menguasai sastra, murid-murid yang tidak apresiatif, dan buku-buku penunjang yang tidak tersedia di sekolah. Padahal pembelajaran sastra tidak perlu dipermasalahkan jika seseorang guru memiliki strategi atu kiat-kiat yang dapat dijadikan sebagai alternatif.

(9)

maupun pengetahuan-pengetahuan lain. Karya seni sebagai salah satu materi ajar kesusastraan dapat disajikan secara terpadu dengan bidang kebahasaan maupun ilmu-ilmu lain seperti pendidikan, psikologi, lingkungan, teknologi, budaya, dan sejarah.

Pembelajaran sastra untuk siswa Sekolah Dasar pada kurikulum 2004 masuk pada ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia, yang pada pelaksanaannya lebih mengkhususkan pada kegiatan berapresiasi sastra. Fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Fungsi tersebut didukung oleh fungsi sastra sebagai penghalusan budi, peningkatan kematangan emosional dan kepedulian social, penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi, dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tulisan. Pembelajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi karya sastra.2

Tujuan pembelajaran menulis puisi (dan atau keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya) tidak mudah dicapai karena dalam proses pembelajarannya pastilah dijumpai banyak permasalahan. Salah satu permasalahan itu berupa kesalahan-kesalahan berbahasa oleh para pembelajar yang bila tidak segera diidentifikasi akan mengakibatkan

2 Kurikulum 2004 : Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan

(10)

kendala berkelanjutan dalam proses pembelajaran bahasa. Apabila hal ini terjadi belum diidentifikasikannya kesalahan berbahasa secara tepat dan sistematis, dikhawatirkan terjadi ketidaktepatan dalam pemilihan pembelajaran yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran bahasa tersebut.

Analisis kesalahan biasanya dikenakan pada bahasa yang sedang dipelajari atau bahasa target (B2). Analisis kesalahan bermanfaat sebagai sarana peningkatan pengajaran bahasa. Analisis kesalahan bermanfaat sebagai sarana peningkatan pengajaran bahasa. Analisis kesalahan dapat menumbuhkembangkan wawasan guru dalam mengajar dan para penulis buku teks bahasa Indonesia dalam mengatasi kesulitan-kesulitan bahasa yang dihadapi para pembelajar bahasa. Banyak sedikitnya penemuan kesalahan dapat membantu mengatur materi pengajarn dapat dialokasikan dan perencanaannya dapat dilaksanakan dengan baik. Pada saat program pengajaran berlangsung, analisis kesalahan berbahasa tampil dalam skala terbatas. Meskipun demikian, dapat mengungkapkan apakah program pengajarn bahasa yang sedang dikerjakan guru itu berhasil atau gagal. Jika sekiranya gagal, perlu dipikirkan bagaimana pengobatannya (remidi).

(11)

bahasa. Tetapi, di samping itu ada juga pembelajar bahasa yang memperhatikan kaidah-kaidah atau aturan bahasa yang berlaku sehingga menghasilkan konsep sesuai dengan struktur bahasa yang dipelajari.

Cabang linguistik atau bahasa di antaranya fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantic. Dari penjelasan di atas, kesalahan yang perlu dianalisis mencakup tataran tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), dan tataran tata makna (semantik). Analisis kesalahan bidang tata bunyi berhubungan dengan kesalahan ujaran atau pelafalan, grafemik, pungtuasi, dan silabisasi. Analisis kesalahan dalam tata bentuk tentu saja kesalahan dalam membentuk kata terutama pada afiksasi. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat mengyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Dan yang berikutnya analisis kesalahan bidang semantik berkaitan dengan ketepatan penggunaan kata, frase atau kalimat yang didukung oleh makna baik makna gramatikal maupun makna leksikal.

Siswa kelas V Sekolah Dasar dalam hal kegiatan menulis, khususnya pada pembelajaran menulis puisi seringkali menemukan kesalahan pada bidang bentukan kata atau yang dikenal dengan morfologi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk memfokuskan penelitiannya dengan judul “Kesalahan Morfologi Dalam Menulis Puisi Siswa Kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi Jakarta Timur.”

1.2. Identifikasi Masalah

(12)

(1) Bagaimana bentuk kesalahan gramatikal dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(2) Bagaimana bentuk kesalahan ejaan dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(3) Bagaimana bentuk kesalahan fonologi dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(4) Bagaimana bentuk kesalahan sintaksis dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(5) Bagaimana bentuk kesalahan morfologi dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(6) Bagaimana bentuk kesalahan semantik dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(7) Faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan (gramatikal, fonologi, sintaksis, morfologi, dan semantik) dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

1.3. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalahnya hanya pada kesalahan morfologi serta factor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kesalahan morfologi.

1.4. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Bagaimana bentuk kesalahan morfologi dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 PAgi ?

(13)

(3) Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kesalahan morfologi dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Mengetahui bentuk kesalahan morfologi dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

(2) Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan morfologi dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ?

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

(14)

itu, penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan referensi bagi peneliti, guru dan siswa dalam kajian bahasa Indonesia.

(2) Adapun manfaat praktis yang diharapkan muncul dari penelitian ini adalah teridentifikasinya kesalahan-kesalahan morfologi dalam menulis puisi siswa di SDN Pinang Ranti 09 Pagi-Jakarta Timur, serta bagaimana mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut.

BAB II

LANDASAN TEORITIK

2.1. Hakikat Analisis Kesalahan Berbahasa

Menurut james, kesalahan berbahasa adalah penyimpangan yang dilakukan tanpa disengaja dan kesalahan itu tidak bisa diperbaiki oleh penutur itu sendiri, hal ini dikarenakan ketidaktahuan pembelajar itu sendiri3

George berpendapat bahwa.. an error is an “unwanted form”’ specifically, a form which a particular course designer or teacher does not

want, _ _”.4 Kesalahan adalah sebuah bentuk yang tidak diinginkan,

khususnya, bentuk yang tidak diinginkan oleh para perancang kursus dan para guru. Hal ini berkaitan erat dengan adanya standar-standar tertentu yang telah digariskan oleh guru dan penyusun kurikulum. Penyimpangan

33 Carl James. Error In Language Learning and Use (London : Longman, 1998), p.8

4 H.V.George, Common Errors in Language Learning ; Insight From English (Massachusetts :

(15)

atas standar-standar tersebut berarti melakukan kesalahan dan harus segera diantisipasi dan diatasi.

Sebagai langkah antisipasi, George mengajukan dua alternatif, (1) memberi waktu khusus untuk melakukan koreksi atas kesalahan-kesalahan, (2) mengarahkan sikap dan perasaan pembelajar pada bentuk-bentuk standar bahasa target. Apabila langkah antisipasi gagal dan terjadi kesalahan berbahasa, maka diperlukan langkah-langkah remedy yang meliputi: (1) mengidentifikasi dan mendaftar bentuk-bentuk yang tidak diinginkan, (2) menyeleksi sejumlah bentuk yang tidak diinginkan tersebut untuk prosesremedi. (3) mempelajari setiap kesalahan yang sudha diseleksi sebagai bahan pertimbangan penyiapan bahan untuk pembembelajaran ulang dengan pendekatan yang berbeda terhadap bentuk-bentuk yang diinginkan. (4) menentukan organisasi dan strategi pembelajaran dalam kelas sehingga hasil remedy ini dapat diaplikasikan, (5) memilih dan membuat materi remedi untuk kesalahan-kesalahan khusus, dan (6) menerapkan hasil-hasil tersebut dalam proses pembelajaran dan aktivitas kelas secara terus-menerus dengan tetap memperhatikan kesalahan-kesalahan yang terjadi. 5

Norish memandang perlunya membedakan tiga tipe penyimpangan berbahasa yang berbeda. Tiga hal itu meliputi error, mistake, dan lapse.6.

Error atau kesalahan, merupakan penyimpangan berbahasa secara sistematis dan terus-menerus sebagai akibat belum dikuasainya

kaidah-5 Ibid., p. 80

(16)

kaidah atau norma-norma bahasa target. Mistake atau kekeliruan, terjadi ketika seseorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan dengan mempergunakan kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru. Lapse, selip lidah, diartikan sebagai bentuk penyimpangan yang diakibatkan karena pembelajar kurang konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab lain yang dapat terjadi kapan saja dan pada siapapun.

Membicarakan beberapa jenis kesalahan, Edge dalam James membagi kesalahan menjadi tiga jenis, yaitu : slips, dan attempts, pembagian yang dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan guru terhadap pelajarannya. 7

Selain membedakan berbagai bentuk penyimpangan berbahasa, Norish juga menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa pembelajar dapat dijadikan alat bantu yang positif dalam pembelajaran karena dapat dipergunakan oleh pembelajar maupun pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran bahasa … “some good pedagogical reasons have been suggested for regarding errors made bay learners of

foreign language leniently but the most important reason is that the error

may actually be a necessary part of learning a language..”8

(17)

Berkaitan dengan kesalahan dalam menulis, Norish berpendapat bahwa penting untuk mendorong pembelajar dapat menyusun kalimat-kalimat mereka secara tertulis sehingga kesalahan-kesalahan yang dibuat hendaknya direduksi bahkan dihilangkan sama sekali…”it was vital that people should be educated to construct grammatically acceptable

sentence and be able to spell correctly…because of this, a great deal of

attention has traditionally been given to writing and error in the medium

tend to be regarded as indicative of some type of failure.”9

Untuk itu, Norish mengajukan beberapa alternatif koreksi kesalahan dalam menulis antara lain, (1) memeriksa pekerjaan dalam kelompok atau secara berpasangan, (2) melakukan aktivitas dengan keahlian terpadu, (3) mempergunakan kode-kode koreksi untuk menandai pembetulan atas kesalahan-kesalahan yang dibuat pembelajar.

Sementara itu, Lightbown dan Spada memberikan alternatif usulan pembelajaran bahasa kedua/asing yang memungkinkan tereduksinya kesalahan-kesalahan berbahasa. Usulan itu dirumuskan dalam kalimat-kalimat imperatif sebagai berikut.

1. Get it right beginning, betul/benar sejak awal,

2. Say what you mean and mean what you say, katakanlah apa yang anda maksudkan, dan artikan apa yang anda katakana,

3. Just listen … and read, dengarkanlah dan baca

4. Teach what is teachable, ajarkanlah apa yang bisa diajarkan

5. Get it right in the end, betul/benar di akhir 10

9 Ibid. p.65

10 Patsy M. Lightbown dan Nina Spada. How Languages Are Learned (Revised Edition) (Oxford :

(18)

Rumusan-rumusan diatas diajukan untuk melokalisir atau mengeliminir kesalahan-kesalahan yang mungkin muncul didalam kelas pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing.

2.2. Hakikat Morfologi

Menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata. 11

Kridalaksana mengatakan bahwa morfologi dapat dipandang sebagia subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem menjadi kata. 12

Dari pendapat pakar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan bagian dari subsistem linguistik dan menyelidiki dan mempelajari seluk beluk struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya.

2.3. Hakikat Morfem, Alomorf, dan Kata

2.3.1. Morfem

11 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa

Sunda. (Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979), p. 8

12 Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. (Jakarta : Gramedia

(19)

Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil dalam wilayah pengamatannya. Satuan gramatikal yang terkecil itu disebut morfem. 13 jadi, morfem menurut Kentjono, merupakan satuan hasil abstraksi wujud lahirlah atau bentuk-bentuk fonologisnya. 14 Bentuk-bentuk fonologis

sebuah morfem dapat dipandang sebagai anggota-anggota atau wakil morfem tersebut.

Nida dalam Prawirasumantri mengatakan bahwa morfem adalah bentuk linguistik yang terkecil yang mengandung makna. 15

Pendapat tersebut sejalan dengan Chaer yang mengatakan bahwa : “… secara kualitas ada satuan lain yang fungsional yang disebut morfem. Sebagai satuan fungsional, morfem ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.”16

Dari pendapat pakar mengenai morfem, maka dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan kata terkecil yang mempunyai makna.

2.3.2. Alomorf

Morfem ada yang hanya mempunyai satu struktur fonologis yang fonem-fonem banyak serta urutannya selalu tetap : misalnya,

mem-/mam-/,men-/man-/,meny-/man-/, meng- / man-/, dan me-/ma-,

misalnya pada membawa/membawa/, mendengar/mendanar/, menyuruh/menurun/, menggali/mengali/, dan malerai/melarai/.

13 Djoko Kentjono, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Lingustik, Penyunting Kushartanti,

Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005). p. 144

14 Ibid. p.146

(20)

Menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, bentuk-bentuk

mem-/mam-/, men-/man-/, meny-/man-/, meng-/man-/, dan me-/ma-/

semuanya merupakan alomorf dan morfem meN.17 Sedangkan menurut Chaer, alomorf dari morfem meN- itu antara lain : me-/ma-/, mem- / mam-/, men-/man-/, meny-/man-/, meng-/man-/, dan menge-/mana-/

seperti pada mengetik / manatik/. 18

2.3.3. Kata

Kata menurut Kentjono merupakan satuan gramatikal bebas yang terkecil. 19 Hal senada juga diungkapkan oleh Chaer yang mengatakan

bahwa batasan kata yang dibuat Bloomfield adalah satuan bebas terkecil

(a minimal free form). 20

Kata dapat terdiri dari sebuah morfem bebas atau terdiri dari paling sedikit sebuah morfem bebas dengan sebuah atau beberapa buah morfem terikat. Menurut Chaer, morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. 21 sebaliknya, yang

dimaksud morfem terikat menurut Chaer adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.22

2.4. Hakikat Proses Morfologis

17 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Loc.Cit 18 Abdul Chaer, Op.Cit., p.150

19 Djoko Kentjono, Op.Cit., p.151 20 Abdul Chaer, Op.Cit., p.163 21 Ibid., p.151-152

(21)

Menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dan bentuk lain yang merupakan bentuk dasarnya. 23 Proses pembentukan kata atau proses morfologis baik dalam

bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia itu bermacam-macam, diantaranya : afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

2.4.1. Afiksasi

Kridalaksana mengatakan bahwa afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kompleks. 24 Chaer mengatakan bahwa

afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.25 Jadi, dalam proses afiksasi melibatkan unsur-unsur (1) dasar atau

bentuk dasar, (2) afiks, (3) makna gramatikal yang dihasilkan.

Imbuhan atau afiks menurut Ramlan dalam Prawirasumantri, ialah suatu bentuk linguistik yang didalam suatu kata merupakan unsur langsung yang bukan kata dan bukan pokok kita, yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.26 Chaer mengatakan : bahwa afiks adalah sebuah

bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.27 Jadi, afiks pada dasarnya

merupakan sebuah bentuk morfem terikat yang hanya dapat bermakna jika dilekatkan pada morfem lain.

2.4.1.1. Prefiks

23 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin SJamsuri, Op.Cit., p.10 24 Harimurti Kridalaksana, Op.Cit., p.28

25 Abdur Chaer, Linguistik Umum (Jakarta : Rineka Cipta, 1994) Op.Cit., p.177 26 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Loc. Cit.

(22)

Kridalaksana mengatakan bahwa prefix yaitu afiks yang diletakkan di muka dasar.28 Chaer berpendapat bahwa prefiks adalah afiks yang

diimbuhkan di muka bentuk dasar.29

2.4.1.2. Infiks

Infiks menurut Kridalaksana yaitu afiks yang diletakkan di dalam dasar30 Sedangkan menurut Prawirasumantri infiks/sisipan adalah

imbuhan yang disisipkan pada bentuk dasarnya dengan beberapa penyimpangan.31 Pendapat lain dikemukakan oleh Chaer yang

mengatakan bahwa infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.32

2.4.1.3. Sufiks

Prawirasumantri mengataka akhiran ialah imbuhan yang dibubuhkan pada akhir suatu bentuk dasar33 Sementara itu, Kridalaksana

mengatakan bahwa sufiks, yaitu afiks yang diletakkan di belakang dasar.34

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Chaer bahwa sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.35

2.4.1.4. Konfiks

Menurut Chaer, Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berpotensi pada awal bentuk dasar, dan bagian 28 Harimurti Kridalaksana ; Loc.Cit

29 Abdul Chaer, Op.Cit.p.178 30 Harimurti Kridalaksana, Loc.Cit

31 Abud Prawirasumantri, Ahlan Husen, dan Elin Sjamsuri, Loc.Cit 32 Abud Chaer, Loc.Cit

33 Abud Prawirasumantri, Ahlan Huse, dan Elin Sjamsuri, Loc.Cit 34 Harimurti Kridalaksana, Op.Cit. p.29

(23)

yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.36 Kridalaksana

mengatakan bahwa konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu dimuka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi.37

2.4.1.5. Sirkumfiks

Tentang istilah sirkumfiks menurut Kridalaksana dalam Chaer adalah digunakan untuk ‘Afiks Nasal’, seperti yang terdapat dalam ragam bahasa Indonesia nonbaku, seperti kata ngopi, nembak, mukul dan nulis.38

2.4.1.6. Interfiks

Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur. Interfiks banyak dijumpai dalam bahasa-bahasa Indo German.39

2.4.1.7. Transfiks

Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar. Transfiks banyak dijumpai dalam bahasa-bahasa Semit (Arab dan Ibrani).40

2.5. Hakekat Kesalahan Ejaan

Ejaan menurut Kridalaksana dan Sutami dalam Kushartanti adalah kaidah tulis menulis baku yang didasarkan pada penggambaran bunyi.41

36 Ibid, p.179

37 Harimurti Kridalaksana. Loc.Cit 38 Abdul Chaer, Op.Cit.p.181 39 Abdul Chaer, Op.Cit 40 Abdul Chaer, Loc.Cit

41 Kushartanti, Untung Yuwono dan Multamia RMT Lauder, Pesona Bahasa : Langkah Awal

(24)

Ejaan tidak hanya mengatur cara menulis huruf, tetapi juga cara menulis kata dan cara menggunakan tanda baca.

Jadi, kesalahan ejaan adalah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan menggunakan tanda baca.

Beberapa hal yang terdapat dalam ejaan Bahasa Indonesia Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah sebagai berikut :

1. Pemakaian Huruf, yang terdiri dari : a. Huruf abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf a sampai dengan z.

b. Huruf vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, I, o dan n.

Didalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan f.

f. Pemenggalan Kata

(25)

sa-at, bu-ah. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan diantara kedua huruf itu. Misalnya : au-la bukan a-u-l-a, sau-dara bukan sa-u-da-ra, am-boi bukan am-bo-i. (b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan-huruf konsonan, diantara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya : ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir (c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan-huruf konsonan tidak pernah di ceraikan. Misalnya : man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa (d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya : in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok, ikh-las. 2) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk yang

mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris. Misalnya : makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah.

3) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan di antara unsur-unsur itu. Misalnya : a) bio-grafi, bi-o-gra-fi, b) foto-grafi, fo-to-gra-fi.

(26)

1) Huruf Kapital

(27)
(28)

Huruf pertama kata ganti Anda, misalnya : Sudahkan anda tahu?

2) Huruf Miring

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. 2) huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau menghususkan huruf, bagian kata, kat, atau kelompok kata. Misalnya, huruf pertama dalam abjad ialah a. 3) huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya, Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana. Catatan : Dalam tulisan tangan atau manual, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi tanda satu garis dibawahnya.

Semua rambu-rambu penulisan ejaan tersebut terdapat di dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan, 2002. Masih banyak lagi rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam penulisan ejaan yang tidak semuanya ditulis dalam makalah ini.

2.6. Hakikat keterampilan Menulis

Keterampilan (skill) menurut Caplin adalah satu kemampuan bertingkat tinggi yang memungkinkan seseorang melakukan satu perbuatan motor yang kompleks dengan lancar disertai ketepatan. 42

Menulis merupakan suatu proses. Proses itu merupakan sesuatu yang kompleks. Berbagai masalah dapat timbul secara simultan sehingga

42 C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono (Jakarta : Raja Grafindo

(29)

seseorang penulis perlu memiliki pemahaman yang lebih baik untuk menciptakan proses kerja yang efektif, sehingga menghasilkan tulisan yang baik.

Menulis, menurut McCrimmon merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.43 Pada dasarnya menulis itu,

bukan hanya merupakan melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru dikuasai.

Sementara itu, Heaton berpendapat bahwa sebagai bagian dari keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. 44 Oleh karena itu, keterampilan menulis dikuasai

seseorang sesudah menguasai keterampilan berbahasa yang lain. Dengan demikian, keterampilan menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang dikuasai penulis sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca.

Bryne berpendapat bahwa :

(30)

buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.45

Keterampilan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan ini. keterampilan menulis ini mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam berbagai bentu karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata serta yang lainnya.

Sementara itu, Harris berpendapat bahwa dalam suatu proses menulis sekurang-kurangnya mencakup lima unsur yakni : (1) isi karangan, (2) bentuk karangan, (3) tata bahasa, (4) gaya, dan (5) ejaan serta tanda baca.46 Isi karangan merupakan gagasan yang dikemukakan.

Bentuk karangan susunan atau penyajian isi karangan. Tata bahasa merupakan kaidah bahasa termasuk di dalamnya pola-pola kalimat. Gaya adalah pilihan struktur dan kosakata untuk memberi nada tertentu untuk memberi nada tertentu terhadap karangan itu. Ejaan dan tanda baca adalah penggunaan tata cara penulisan lambang-lambang bahasa tertulis. Colderonello dan Edwards mengemukakan ada tiga generalisasi penting tentang proses penulisan yakni : (1) Penulisan adalah suatu perbaikan, (2) Penulisan adalah suatu proses pengulangan, dan (3) 45 Donn Bryne, Teaching Writing Skill (London : Longmann, 1979), p.3

46 P. Harris Harris, Testing English as a Second Language (New York : Tata McGrow-Hill, 1974), p.

(31)

penulisan adalah proses pembuatan draft.47 Sementara itu, Hairston

menulis yang baik adalah menyesuaikan tulisan/karangan dengan kebutuhan pembaca. 48 Oleh karena itu, penulisan bisa formal, bisa

sederhana, bisa resmi (penuh tata krama), bisa kasar, dan bisa halus. Power dan Hubbard mendefinisikan keterampilan menulis sebagai sebuah media komunikasi seseorang dengan dirinya dan dengan orang lain pada tempat dan waktu yang berbeda.49 Artinya bila seseorang

menulis maka ia berusaha untuk mengungkapkan maksud dan keinginannya dalam bentuk tulisan pada tempat dan masa yang berbeda dengan pembaca tulisannya.

Mengenai hal ini, Nunan berpendapat bahwa perbedaan penting antara komunikasi lisan dan tulisan yaitu komunikasi tulis sering dekontekstual.50 Hal ini dikarenakan, penulis memiliki rentangan jarak dan

waktu dari orang atu pembaca tulisannya, maka ia harus membuat suatu kesimpulan tentang latar belakang pengetahuan pembacanya yang mengharuskan ia menambah atau mengurangi kata atau pesan dalam teks yang ia tulis.

Sementara Hadley, mengemukakan bahwa menulis tidak sekedar transkipsi ujaran namun mencakup aspek mekanikal dan proses yang lebih kompleks dibanding dengan komunikasi lisan.51 Bahkan Nunan juga

47 Alice Heim Colderonello dan Bruce L. Edwards. Jr. Rudghdrafts : The Procces of Writing (Boston :

Houghton Miffin, 1986). Pp.4-5

48 Maxine C. Hairston, Successful Writing (New York : W.W. Norton & Company, 1986), p.12 49 Brenda Miller Power dan Ruth Hubbard, Literacy in Process (USA : Heinemann Educational

Books, 1991) pp. 68-69

50 David Nunan, Language Teaching Methodology (UK : Phoenix ELT, 1995). P.86

(32)

berkesimpulan bahwa menulis merupakan suatu aktivitas berbahasa yang rumit dan kompleks yang tidak hanya terjadi pada pembelaajran bahasa asing namun juga pada pembelajaran bahasa kedua dan bahkan bahasa pertama.52

Jadi kemampuan menulis memang tidak hanya dirasa sulit oleh seseorang yang mempelajari suatu bahasa asing karena tidak hanya melibatkan unsur-unsur bahasa seperti leksikal, sintaksis, dan semantik yang berbeda dari bahasa pertamanya selama ini, tapi juga aspek menulis lainnya. Selain karena penguasaan unsur gramatika dalam bahasa pertama yang kurang memadai, pembelajar juga tidak terbiasa berlatih menulis. Seperti diketahui kemampuan menulis melibatkan berbagai unsur-unsur bahasa yang lebih kompleks dari keterampilan berbahasa lainnya.

Selaras dengan pendapat Hadley, untuk melihat kekomplesitasan proses menulis, Bizzell membedakannya ke dalam dua terminology sebagai berikut : komposisi (composing) yaitu seluruh proses dan aspek yang terlibat dalam penulisan sesuatu, dan menulis (writing), yaitu proses transkripsi materi tulisan. Bizzell mengatakan tataran komposisi berada di atas menulis, karena komposisi melibatkan refleksi topik, pengumpulan informasi, pembuatan catatan dan draft, serta revisi.53 Hal ini berarti

bahwa menulis (writing) hanya merupakan proses pengalihan dari bahasa lisan ke bahasa tulis.

52 David Nunan, Designing Tasks for the Communicatif Classroom (USA : Cambridge University

Hadley, Loc.Cit)

(33)

Namun Dvorak berpendapat beda, ia mengatakan bahwa transkripsi (transcription) dan komposisi (composition) berada di bawah terminology menulis (writing). Menurutnya transkripsi berfokus pada bentuk, komposisi berfokus pada komunikasi dan pengembangan ide, sedangkan menulis (writing) adalah seluruh aktivitas pemindahan ide atau konsep ke dalam kertas yang melibatkan transkripsi dan komposisi54

Jadi, keterampilan menulis memang tidak hanya dirasa sulit oleh seseorang yang mempelajari suatu bahasa asing karena tidak hanya melibatkan unsur-unsur bahasa seperti leksikal, sinteksis, dan semantik yang berbeda dari bahasa pertamanya selama ini, tetapi juga aspek menulis lainnya.

2.7. Hakikat Pembelajaran Menulis

Brown mendefinisikan pembelajaran sebagai pemerolehan pengetahuan atau keterampilan melalui belajar, pengalaman, dan instruksi.55 Sedangkan Kimble dan Garmezy berpendapat bahwa

pemelajaran merupakan perubahan secara permanen dalam kecendrungan bertindak yang merupakan hasil dari penguatan.56

Jika hakikat menulis adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hakikat pemelajaran menulis dapat didefinisikan sebagai pemerolehan pengetahuan atau keterampilan aspek-aspek menulis baik berupa bentuk (form) maupun makna (meaning) melalui penguatan berupa belajar, pengalaman, dan instruksi.

54 Ibid. p.291

55 H. Douglas Brown, Principles of Language Learning and Teaching : 4th Edition (USA : Longman,

2000). p.7

(34)

Pembelajaran menulis dapat dikaji dari dua sudut pandang yaitu menulis dapat merupakan keterampilan pendukung (support skill) dan komunikasi kreatif (creative communication).57

Keterampilan menulis dikatakan sebagai keterampilan pendukung berarti keterampilan ini tidak dipelajari atau diajarkan secara mandiri atau terisolasi, tetapi melibatkan keterampilan bahasa lainnya, dengan kata lain bersifat interdependen (saling bergantung). Dapat dikatakan bahwa keterampilan menulis dapat menyokong penguasaan keterampilan berbahasa lainnya, sebagai contoh aktivitas transkripsi seperti dikte atau

note-taking dan mengisi sebuah format akan melibatkan keterampilan menyimak dan membaca dalam pelaksanaannya.

Pengertian ini juga dapat bermakna bahwa sebagai keterampilan pendukung, aktivitas menulis banyak melibatkan latihan penggunaan atau aplikasi aturan gramatika (kompetensi) untuk menguatkan perkembangan pengetahuan sistem bahasa siswa. Dalam hal ini, aktivitas menulis tidak berfokus pada fungsi, tujuan, dan seni menulis (crative/expressive writing)

tetapi lebih kepada pengetahuan tentang bahasa target.

Lebih lanjut aktivitas-aktivitas menulis sebagai keterampilan pendukung pada tahapan tertentu dapat merupakan jembatan untuk menguasai keterampilan menulis sebagi komunikasi kreatif (creative communication). Hal ini juga dapat menjadi gambaran perkembangan

(progress) kemampuan menulis siswa pada akhirnya.

(35)

Untuk itu, perlu dirumuskan dengan jelas terlebih dahulu pemilihan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa, situasi/konteks pemelajaran apakah sebagai bahasa pertama, kedua atu bahasa asing, tujuan pemelajaran, serta kebutuhan dan minat siswa sendiri. Hal ini dilakukan karena akan melibatkan banyak aspek menulis yang lebih kompleks, termasuk pertimbangan terhadap pembaca tulisan dan kebermaknaan hasil tulisan itu sendiri.

2.8. Hakikat Pemelajaran Apresiasi Sastra

Pemelajaran apresiasi sastra merupakan aktivitas guru dan murid untuk menciptakan peristiwa dan kegiatan yang berisi kegiatan memahami, menghayati, dan memberikan tanggapan terhadap karya sastra baik secara reseptif, produktif, maupun rekreatif. Pemelajaran apresiasi sastra secara reseptif terwujud dalam bentuk mendengarkan performansi pemahaman puisi, pemahaman cerita, deklamasi, dramatisasi atau membaca karya sastra. Pemelajaran sastra secara produktif terwujud dalam bentuk mendiskusikan tanggapan atas suatu karya sastra, menyusun tanggapan atas hasil apresiasi sastra secara tertulis, atau menyiapkan pemahaman hasil apresiasi sastra di majalah dinding. Pemelajaran apresiasi sastra secara rekreatif antara lain dalam bentuk pemelajaran membaca puisi secara lisan, dramatisasi cerita, dan sebagainya.

(36)

Tanpa menghadapkan siswa pada masalah kehidupan sosial yang digeluti sepanjang hari di tengah-tengah masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya.

Dalam kaitan itu, Rosenblatt menyarankan beberapa prinsip yang memungkinkan pemelajaran sastra mengemban fungsinya dengan baik. (1) siswa harus diberi kebebasan untuk menampilkan respons dan reaksinya, (2) rasa pribadinya terhadap cipta sastra yang dibaca dan dipelajarinya. (3) guru harus berusaha untuk menemukan butir-butir kontak di antar pendapat para siswa, (4) peran dan pengaruh guru harus merupakan daya dorong terhadap penjelajahan vital yang inheren di dalam sastra itu sendiri. 58

Dalam pemelajaran sastra, harus disadari bahwa pusat dan porosnya terletak didalam sastra itu sendiri. Siswa harus melihat cipta sastra itu bukan dari perspektif para ahli, pengarang, atau guru,melainan dari perspektif sendiri. Dia tidak mungkin memandang wacana atau dunia lainnya melalui mata orang lain. Jelas bahwa keunikan pribadi harus dihargai, diterima dan dihormati, siswa tidak dapat dipandang hanya sebagai pewadah informasi yang pasif. Siswa mustahil tidak hanya sebagai penemu dan pencipta ilmunya sendiri. Pemelajaran apresiasi sastra seharusnyalah direncanakan untuk melibatkan siswa dalam proses menampilkan kebermaknaan. Siswa tidak boleh hanya dicekoki dengan

58 Louise M. Rosenblatt, Literature As Exploration (New York : The Modern Language Association

(37)

akumulasi informasi tentang segala-galanya, melainkan diajak untuk memperolehnya secara mandiri.59

Pembicaraan tentang pemelajaran apresiasi sastra tidak dapat dilepaskan dengan konsep sentral ‘apresiasi sastra’. Istilah ‘apresiasi’ sering didengar dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membicarakan seni/kesenian. Namun, akhir-akhir ini istilah apresiasi juga cukup popular dibidang social, politik bahkan ekonomi. Makna yang terkandung dalam istilah itu pada umumnya sama, yakni penghargaan.

Secara leksikal istilah appreciation ‘apresiasi’ mengacu pada pengertian, pemahaman, dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang memberikan penilaian. Pengertian lain menyebutkan bahwa apresiasi berarti pengenalan, penghayatan, pemahaman, dan penghargaan terhadap suatu karya seni (dari bahasa latin, appreciation, yang berarti mengindahkan, menghargai).60

Sementar itu, apresiasi juga diartikan sebagai kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.61 Dengan kata lain, apresiasi sastra adalah upaya

memahami karya sastra, yaitu upaya untuk dapat mengerti sebuah karya sastra yang dibaca, baik prosa maupun puisi, mengerti maknanya, baik yang intensional maupun yang aktual, dengan cara mengerti seluk

59 Rizanur Gani, Pengajaran Sastra Indonesia : Respond dan Analisis (Jakarta : Depdikbud.1988).

pp.2-3

(38)

beluknya. Pendek kata apresiasi sastra itu merupakan upaya ‘merebut makna’ karya sastra sebagai tugas utama seorang pembaca.

Pemelajaran apresiasi sastra memiliki tiga tujuan penting, yaitu : (1) siswa hendaknya memperoleh kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan sekitarnya hingga mereka bersikap terbuka, rendah hati, peka perasaan dan pikiran kritisnya terhadap tingkah laku pribadi, orang lain, serta masalah-masalah kehidupan sekitarnya. (2) siswa hendaknya memperoleh kesenangan dari membaca dan mempelajari karya sastra hingga tumbuh keinginan membaca dan mempelajari karya sastra pada waktu senggangnya, dan (3) siswa hendaknya memperoleh pengetahuan dan pengertian dasar tentang karya sastra hingga tumbuh keinginan memadukannya dengan pengalaman pribadinya yang diperoleh di sekolah kini dan mendatang.62

Berkenaan dengan tujuan pemelajaran apresiasi sastra tersebut. Pemelajarn apresiasi sastra berfungsi merangsang siswa untuk menikmati sastra secara mandiri. Mandiri, maksudnya ialah siswa diajar untuk aktif, bukan pasift, tidak hanya menerima saja tanpa ada pengertian sama sekali. Siswa tidak boleh dibiarkan hanya terlena, melainkan harus dirangsang untuk berdiri sendiri. Sifat kemandirian mengajarkan kepada siswa bahwa sesungguhnya setiap siswa pada hakikatnya mempunyai kepribadian yang khas. Itulah sebabnya seorang pengajar apresiasi sebaiknya mengajarkan sastra sebagai suatu proses pengembangan individu. Pemelajaran apresiasi sastra menyajikan cara yang

(39)

memungkinkan siswa cepat memperoleh kenikmatan yang sesungguhnya dan estetis.63

2.9. Hakikat Puisi

Puisi adalah sebuah genre dari karya sastra, Murry menyebut puisi sebagai bentuk asli dari sebuah literatur.64 Sebagai sebuah bentuk genre

dari karya sastra atau sebagai literatur, puisi sangat memperhatikan pemilihan aspek kebahasaan, sehingga tidak salah jika dikatakn bahwa bahasa puisi adalah bahasa yang “tersaring” penggunannya, artinya, pemilihan bahasa itu, terutama aspek diksi, telah melewati seleksi ketat, dipertimbangkan dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk dan makna untuk memperoleh efek keindahan.65 Selanjutnya,

disebutkan bahwa bahasa dalam puisi lebih didayagunakan sehingga mampu member efek lebih dibandingkan dengan bahasa bukan puisi lebih menyentuh, mempesona, merangsang, menyarankan, membangkitkan imaji dan suasana tertentu, membangkitkan analogi terhadap berbagai hal, dan lain-lain.

Pernyataan diatas beriringan dengan pendapat Burton yang menyatakan bahwa ketika seseorang pertama kali membaca atau memahami puisi, citraan dan reaksi-reaksilah yang terus menerus terbentuk didalam pikirannya. Orang (pembaca) tersebut menemukan suatu kata yang menonjol daripada konteks yang beralasan dari

63 Wilson Nadeak, Pengajaran Apresiasi Puisi untuk Sekolah Lanjutan Atas (Bandung : Sinar Baru,

1985). Pp.45-46

64 Middleton. J. Murry, The Problem of Style (New York : Oxford University Press, 1976).p.49 65 Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak, Pengantar : Pemahaman Dunia Anak (Yogyakarta : Gadjah

(40)

hubungan-hubungan kesenangan atau yang lainnya. Terdapat derajat tingkat yang berbeda dari intensitas dalam pembacaan seseorang ; lidah berhenti pada suatu ungkapan atau tersandung (di) atas baris ; suasan atau pertimbangan adjektif timbul menurut selera pembaca itu sendiri.66

Sementara itu, Reeves dalam Waluyo memberikan batasan yang berhubungan dengan struktur fisik dan menyatakan bahwa puisi adalah ekpresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat.67

Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang paling menarik tetapi rumit.68 Pada prinsipnya, didalam puisi ada inspirasi. Seperti yang

diungkapkan Djojosuroto, inspirasi dalam puisi adalah sesuatu yang ilahiah dan pada esensinya alamiah, sebab ia bias diperoleh setiap orang yang menjalani kehidupan dengan kebenaran, keindahan, dan cinta.69

Selanjutnya, Waluyo mengatakan bahwa “puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).70

Pembelajaran apresiasi puisi pun dinilai tak luput dari situasi semacam itu. Pemelajaran apresiasi puisi baru sebatas menyajikan kulitnya saja ; seperti pengertian tentang diksi, rima, pencitraan, tema, atau pesan moral ; belum menukik pada upaya untuk menemukan keagungan nilai dan nilai keindahan yang terkandung didalamnya. Tidak heran kalau pembelajaran apresiasi puisi belum banyak berkiprah dalam membentuk watak dan kepribadian siswa. Dari tahun ke tahun,

66 S.H. Burton, The Criticism of Poetry (Singapore : Longman Group Limited, 1977), p.1 67 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi (Jakarta : Erlangga, 1987) p.23

68 B.P. Situmorang, Puisi : Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur (Flores : Nusa Indah, 1983) p.5 69 Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa (Yogyakarta : Penerbit PUstaka, 2006). pp.171-172 70 Herman J. Waluyo, Apresiasi Puisi : Untuk Pelajar dan Mahasiswa (Jakarta: Gramedia Pustaka

(41)

pembelajaran apresiasi puisi tak lebh dari sebuah rutinitas pengajaran untuk memenuhi tuntutan kurikulum belaka ; belum memberikan inspirasi kepada siswa didik untuk menjadi manusia yang berbudaya, yakni manusia yang memiliki sikap responsive terhadap nilai-nilai moral dan kelurahan budi.

Salah satu persoalan klasik yang sering dituding menjadi penyebab kurang menariknya pengajaran apresiasi puisi adalah pemilihan bahan ajar. Bahan ajar sekedar diambil dari buku teks yang belum tentu cocok denagn tingkat kemampuan berbahasa, perkembangan jiwa, dan latar belakang budaya siswa didik. Dalam kondisi seperti ini, guru bukanlah satu-satunya pihak yang harus bertanggungjawab terhadap kegagalan apresiasi puisi di sekolah. Selain, terbatasnya ketersediaan buku sumber di perpustakaan sekolah dan sistem penilaian yang kurang sahih, kurikulum juga dianggap sebagai faktor yang tak dapat diabaikan. Untuk itu, perlu ada upaya serius untuk menyiasati agar kurikulum dan apresiasi puisi bisa “dikawinkan” ke dalam sebuah “rumah” pembelajaran apresiasi puisi yang inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

(42)

39

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesalahan-kesalahan menulis puisi berdasarkan aspek morfologi yang dilakukan siswa serta beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai bagaimana mengatasi kesalahan-kesalahan yang timbul dalam menulis puisi.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

(43)

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang membuat gambaran secara jelas mengenai suatu hal/fenomena dan sekaligus menerangkan hubungan, menentukan prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.

3.4. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada tipe-tipe kesalahan ejaan berupa tanda baca, huruf kapital, kata ganti, dan sebagainya. Selain itu, difokuskan pula terhadap kesalahan morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, komposisi, maupun kata-kata atau bentukan kata pada siswa kelas V-A di SDN Pinang Ranti 09 Pagi Jakarta Timur.

3.5. Pertanyaan Penelitian

Dari fokus penelitian diatas, maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk kesalahan ejaan dalam menulis puisi yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi ? 2. Bagaimana bentuk kesalahan morfologi dalam menulis puisi

yang dilakukan oleh siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi?

(44)

3.6. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah kesalahan morfologis yang terjadi dalam menulis puisi pada siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi. Sumber data penelitian diambil dari para pembelajar/siswa yang sedang mempelajari keterampilan menulis puisi yang dikumpulkan dan mencatat jumlah kesalahan ejaan dan morfologi yang ada dalam sebuah tabel untuk selanjutnya diklasifikasikan. Data penelitian ini dapat diamati secara langsung dalam bentuk tertulis sehingga memudahkan proses identifikasi dan klasifikasi kesalhan. Jumlah siswa dalam kelas V-A tersebut sebanyak 35 siswa, satu siswa tidak hadir pada saat pengamatan penelitian.

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik GRARSP for Grammar profiling.71 Sebelumnya, peneliti melakukan penyimakan dan pencatatan kepada siswa dalam menulis puisi.

3.8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data, artinya data hasil tulisan puisi siswa dikumpulkan terlebih dahulu.

71 Carl James, Errors In Language Learning And Use : Exploring Error Analysis /9London : Longman,

(45)

2. Pengidentifikasian kesalahan, artinya dari data yang sudah dikumpulkan, untuk selanjutnya data hasil menulis puisi siswa diidentifikasi dengan memperhatikan kesalaahn ejaan dan morfologi yang ada.

3. Penjelasan kesalahan, artinya menjelaskan jenis-jenis kesalahan apa yang terjadi pada siswa, khususnya dalam menulis puisi.

4. Pengklasifikasian kesalahan, artinya melakukan klasifikasi atau pengelompokkan kesalahan ejaan dan morfologi.

(46)

4.1. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan adalah data yang diambil dari tulisan puisi berjudul “ibu”. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh puisdi, serta akan diuraikan pula kesalahan ejaan dan morfologi dalam tulisan puisdi siswa kelas V-A disertai alternatif perbaikannya.

Kesalahan Ejaan

1. Puisi karya Iman Rivandi. P

Ibu Ibu aku saying kepada mu Ibu engkau yang melahirkan aku Ibuku adalah ibu yang sangat baik

Ketika aku masih kecil engkaulah yang merawat aku Ibu surge ku adadi telapak kakimu

Kesalahan ejaan yang terdapat dalam puisi tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Ibu aku sayang kepada mu

2) Ibu engkaulah yang melahirkan aku

3) Ketika aku masih engkaulah yang merawat aku 4) Ibu surga ku ada di telapak kakimu

(47)

Alternatif perbaikannya : 1) Ibu aku sayang kepadamu

2) Ibu engkaulah yang melahirkan aku

3) Ketika aku masih kecil engkaulah yang merawat aku 4) Ibu surga ada di telapak kakimu.

2. Puisi karya Putri Kusuma Dewi Ibu Kau yang mengantar dan menjeput aku sekolah Ibu jasa-jasamu sangat berar bagiku

Aku sangat berterima kasih padamu

Kesalahan ejaan yang terdapat dalam puisi tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Bagaikan air yang sedang mengalir 2) Didalam hatimu tersimpan suka dan duka 3) Kau yang mengandungku selama 9 bulan

4) Kau yang mengantar dan menjemput aku sekolah 5) Ibu jasa-jasamu sangat berar bagiku

Alternatif perbaikannya

1) Bagaikan air yang sedang mengalir

2) Di dalam hatimu terdimpan suka dan duka

3) Kau yang mengandungku selama Sembilan bulan 4) Kau yang mengantar dan menjemput aku ke sekolah 5) Ibu jasa-jasamu sangat besar bagiku

ibu kaulah yang merawatku dari kecil hingga besar kau yang mendidiku hingga besar

(48)

ibu kaulah yang membikinku pintar

Kesalahan morfologi yang terdapat dalam puisi tersebut, yaitu : 1) Ibu kaulah yang membikinku pintar

Ibu kalu aku sudah besar aku akan membalas kebaikanmu Tapi sekarang aku Cuma bias membahagiakanmu dengan belajar

Ibu kau yang menyekolahkanku

Kau yang mengajari aku berjalan, berdiri, dan berbicara Ibu aku tidak bias hidup tanpamu

Kesalahan morfologi yang terdapat dalam puisi tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Senyumu manis dan indah terpesona

2) Tapi sekarang aku cuma bisa membahagiakanmu dengan belajar 3) Ibu aku tidak bias hidup tanpamu

Alternatif perbaikannya :

1) Senyumu manis dan indah mempesona

2) Tapi sekarang aku hanya bias membahagiakanmu dengan belajar 3) Ibu aku tidak bias hidup tanpamu

Puisi tersebut juga terdapat kesalahan ejaan, di antaranya adalah sebagai berikut :

6. Senyumu manis dan indah terpesona

7. Ibu kalau aku sudah besar aku akan membalas kebaikanmu 8. Tapi sekarang aku Cuma bias membahagiakanmu dengan belajar

(49)

9. Senyummu manis dan indah mempesona

4.2.1 Tabel Persebaran Kesalahan Ejaan dan Sintaksis

Jenis

kesalahan kesalahanJumlah Keterangan

1. Ejaan 70 Kesalahan dalam ejaan berupa penggunaan tanda baca, huruf kapital, kata ganti dan kata depan, serta angka dan bilangan yang tidak tepat.

2. Morfologi 35 Kesalahan dalam morfologi berupa penggunaan atau penulisankata yang tidak tepat, dan pemberian afiks yang kurang cermat.

Jumlah 105

4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesalahan

(50)
(51)

5.1. Simpulan

Simpulan yang dapat diberikan dari hasil analisis data penelitian dalam tulisan puisi siswa kelas V-A SDN Pinang Ranti 09 Pagi Jakarta Timur, antara lain :

1. Kesalahan-kesalahan ejaan dan morfologi di SDN Pinang Ranti 09 Pagi Jakarta Timur telah teridentifikasi. Kesalahan-kesalahan tersebut terdiri dari : kesalan ejaan sebanyak 70 kesalahan, dan kesalahan morfologi sebanyak 35 kesalahan, jadi, total kesalahan secara keseluruhan berjumlah 105 kesalahan.

2. Kesalahan ejaan berupa pemakaian tanda baca, huruf capital, kata ganti dan kata depan, serta angka dan bilangan yang tidak tepat. Adapun kesalahan morfologi berupa penggunaan atau penulisan kata yang tidak tepat, dan pemberian afiks yang kurang cermat.

5.2. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan, antara lain : 1. Bagi Siswa

Seluruh siswa di SDN Pinang Ranti 09 Pagi agar berlatih lebih giat lagi dalam meningkatkan kemampuan berbahasa, khususnya kemampuan menulis puisi. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lancar menulis puisi

(52)

dengan memperhatikan bagaimana bentuk puisi itu sendiri, penggunaan kata-kata dalam puisi, tanda baca yang dipergunakan dan sebagainya.

2. Bagi Guru atau Pengajar

Guru atau tenaga pengajar agar lebih memperhatikan kegiatan siswa-siswanya dalam berlatih menulis, khususnya keterampilan menulis puisi. Selain itu, guru atau tenaga pengajar dituntut memberitahukan kepada siswanya kesalahan-kesalahan apa yang telah dibuat oleh siswa tersebut dalam kegiatan menulis puisi, yang nantinya akan berfungsi sebagai motivator siswa dalam meningkatkan kemampuan menulisnya, khususnya kemampuan menulis puisi.

3. Bagi Peneliti Lain

(53)

51 Edition USA : Longman, 2000

Burton, S.H. The Criticism of Poetry. Singapore : Longman Group Limited, 1977

Byrne, Donn. Teaching Writing Skill. London : Longmann, 1979 Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta, 1994

Chaplin, C.P. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000

Colderonello, Alice Heim dan Bruce L. Edwards, Jr. rudghdrafts : The Procces of Writing. Boston : Houghton Mifflin, 1986

Djojosuroto, Kinayati. Filsafat Bahasa. Yogyakarta : Penerbit Pustaka, 2006

Effendi, S. Bimbingan Apresiasi Puisi. Ende-Flores : Nusa Indah, 1973 Gani, Rizanur. Pengajaran Sastra Indonesia : Respond dan Analisis.

Jakarta : Depdikbud. 1988

George, H.V. Common Errors in Language Learning : Insight From English. Massachusetts : Newbury House Publisher, 1972

Hadley, Alice Omaggio. Teaching Language in Context 2nd Ed. USA : Heinle & Heinle Publisher, 1993

Hairston, Maxine C. Successful Writing. New York : W.W. Norton & Company, 1986

Harris, P. Harris Testing English as a Second Language. New York : Tata McGrow-Hill, 1974

Heaton, J.B. Writing English Language Tests. Singapore : Longman Gr, 1983

(54)

Kentjono, Dkoko. Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik,

Penyunting : Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamina RMT Lauder. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005

Kridalakasna, Harimurti, Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996

Kurikulum 2004 : Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta : Depdiknas, 2003 Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. How Languages Are Learned

(Revised Edition). Oxford : Oxford University Press, 1999

McCrimmon, James Writing with Purposes. Boston : Houghton Mifflin Company, 1976

Murry, Middleton. J. The Problem of Style. New York : Oxford University Press, 1976

Nadeak, Wilson : Pengajaran Apresiasi Puisi untuk Sekolah Lanjutan Atas. Bandung : Sinar Batu, 1985

Norrish, John. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press, 1983

Nunan, David. Language Teaching Methodology. UK : Phoenix ELT, 1995 ____________ Designing Tasks for the Communicatif Classroom. USA :

Cambridge University Press, 1993

Nurgiyantoro, Burhan. Sastra Anak Pengantar : Pemahaman DUnia Anak.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005

Power, Brenda Miller dan Ruth Hubbard, Literacy in Process. USA :

(55)

Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta : Gama Media, 2000

Situmorang, B.P. Puisi : Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Flores : Nusa Indah, 1983

Syafi’i. Imam Terampil Berbahasa Indonesia 1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993

Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga,1987 _______________ Apresiasi Puisi: Untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Zat ini diklasifikasikan sebagai sama berbahayanya dengan debu mudah terbakar oleh Standar Komunikasi Bahaya OSHA 2012 Amerika Serikat (29 CFR 1910.1200) dan Peraturan Produk

Hasil yang sama dijumpai pada penelitian yang dilakukan di Amerika dengan menggunakan fototerapi ganda terbukti lebih aman dan efektif dalam menurunkan kadar

Sistem perlindungan hak cipta adalah suatu nilai dari negara barat, barangkali pelaksanaan tidak seperti yang konsep hukum tersebut, melakukan juga perdagangan

Pada bab metodologi penelitian dalam sub-bab instrumen penelitian dan pengukuran peneliti membuat norma berdasarkan total skor yang diperoleh oleh data, berikut tabel

Pengamatan morfologi bakteri dilakukan dengan mengamati koloni bakteri yang meliputi bentuk koloni, ukuran, margin, elevasi, pertumbuhan pada media miring dan tegak seperti

Khusus area Poboya, nilai jual lahan pada saat ini yang masih terjangkau untuk dijadikan perumahan menjadi faktor lainnya yang menyebabkan para pebisnis perumahan