Polkamnas
Tweet 1 Share 1 dibaca 57 kali
Foto: istimewa
| Jumat, 12 September 2014 00:06:37
Presiden Kuat, Kepala Daerah Pun Harus Kuat
Revisi UU Pilkada akhirnya menimbulkan polemik
berkepanjangan ketika di akhir pembahasan, menyuguhkan dua pilihan: pilkada dilakukan secara langsung dan pilkada dipilih oleh DPRD. Dukungan atas pilkada langsung makin menguat, termasuk dari para bupati dan wali kota yang kemarin berkumpul di Jakarta menegaskan tuntutannya agar pilkada secara langsung oleh rakyat tetap dipertahankan. Terkait hal itu, wartawan Koran Jakarta, Eko Sugiarto Putro, mewawancarai guru besar ilmu pemerintahan UGM
Yogyakarta, Prof Purwo Santoso, Kamis (11/9). Berikut petikannya.
Bagaimana mekanisme pilkada dalam konstitusi kita atau UUD 1945?
UUD mengatakan kepala daerah dipilih secara demokratis. Tafsir atas kata demokratis di UUD itu terbelah menjadi dua. Pertama, demokratis diartikan dalam kerangka kedaulatan negara, di mana acuan kedaulatan dalam tata negara
Koran Jakarta
google.com/+koranjakarta
Kebenaran Itu Tidak Pernah Memihak!
+ 2,364
Follow +1
4
Share Like 4 Share 1
Cari >>
Jumat, 12 September 2014
Follow @koran_jakarta
Nasional Mondial Ekonomi Properti Telko Otomotif Olahraga Kolom Indeks Rona Megapolitan Diafragma Video Edisi Minggu
kita jelas disebutkan bahwa presidensial menjadi pilihan. Presiden harus kuat, kepala daerah harus kuat. Kuat di sini artinya tidak bisa dijatuhkan oleh DPR maupun DPRD. Untuk menjaga agar kuat tersebut konsekuensinya adalah harus dilakukan pemilihan langsung, yang artinya DPRD dan kepala daerah sama-sama dipilih rakyat, keduanya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi.
Tafsir kedua yang dikembangkan Kemendagri dan IPDN adalah kepala daerah berbeda dengan presiden yang presidensial. Sebab kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintah pusat, maka tidak dibutuhkan pemilu langsung, kalau perlu pemerintah pusatlah yang membentuk kepala daerah.
Dari dua pandangan itu, bagaimana pandangan Anda?
Saya cenderung sepakat dengan tafsir pertama sebab demokrasi adalah kedaulatan rakyat bukan kedaulatan negara. Presidensialisme yang diatur oleh tata negara kita adalah logika pemerintahan sehingga berlaku baik secara nasional maupun lokal. Pilpres maupun pilkada harus langsung agar presidensialisme terjaga. Tapi masalah besar kita bukan itu.
Apa masalah besarnya?
Reformasi itu mendobrak sentralisme, otoritarianisme, dan kapitalisme negara. Jawaban reformasi adalah
desentralisasi melalui otonomi daerah, demokratisasi, dan liberalisme modal. Soal pemilu langsung atau lewat DPRD itu hanya bagian kecil dari demokratisasi. Inilah yang membuat sesat pikir dalam memetakan rangkain demokratisasi.
Lalu, apa kaitan modal dan demokrasi?
Jadi, maksud saya, tidak mungkin membicarakan pemilu sebagai biaya tinggi tanpa membicarakan modal. Pemilu menjadi biaya tinggi dibanding era Orde Baru karena sebelumnya negara menggunakan tentara, sedangkan sekarang modal yang berkuasa. Pilkada menjadi biaya tinggi karena modal mengejar kekuasaan yang terdesentralisasi. Modal ingin mendapat proteksi dari operasinya, jadi mau lewat DPRD atau langsung, selama kontrol modal tidak pernah dibicarakan, ya nonsense. Tapi pasti, kalau lewat DPRD, kekuasaan modal menjadi sempurna sebab pemimpin daerah mengabdi kepada DPRD dan DPRD mengabdi kepada modal. Ingat kasus Hartati Murdaya dan banyak yang
Find us on Facebook
Koran Jakarta You like this.
You and 282,609 others like Koran Jakarta.
Facebook social plugin
lain, modal terus mengejar.
Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan?
Kita harus secara terbuka mempercakapkan demokratisasi sampai ke akarnya, yakni kedaulatan rakyat. Kita sibuk menjamin hak pilih, tapi yang diurusi hanya KPU dan lembaga negara, itu pun masih banyak kecurangan. Sementara, suara rakyat sebagai penentu kualitas kehidupan publik tidak pernah dianggap penting. Rakyat hanya alat legitimasi.
Jadi, rakyat harus diberdayakan?
Betul. Jangan terjebak pada proseduralisme. Masuklah ke arus utamanya, yakni kesadaran masyarakat dalam berpolitik, menentukan kehidupannya sendiri. Lembaga pendidikan, komunitas masyarakat, harus diarahkan tenaganya untuk menguatkan kesadaran kewarganegaraan bahwa dia bagian penting dari demokratisasi.
Jika berdaya, rakyat akan kuat?
Haru biru Jokowi memberi contoh mengenai tenaga luar biasa masyarakat, kawal pemilu misalnya. Di luar itu, kontrol modal harus dilakukan. Tapak liberalisasi negara maju ditandai dengan kontrol modal, mencegah monopoli, oligopoli. Kontrol pers misalnya, sangat ketat. Di kita, pers bisa seenaknya mencengkeram seluruh kesadaran kita. (AR-3)
BERITA TERKAIT
Konservatif tidak harus bodoh tapi orang yang tidak pintar kebanyakan konservatif. (John Stuart Mill)
Retweeted by Anggun Rizky Tahemas KORAN JAKARTA
@koran_jakarta
Expand
Kita hidup untuk saat ini, kita bermimpi untuk masa depan, dan kita belajar untuk kebenaran abadi. (Chiang Kai Shek)
Retweeted by Arya Darussalam KORAN JAKARTA @koran_jakarta
Expand
Esensi menjadi manusia adalah ketika seseorang tidak mencari kesempurnaan. (George Orwell)
Retweeted by Arya Darussalam KORAN JAKARTA @koran_jakarta
Expand
Cinta adalah ketika kebahagiaan orang lain lebih penting daripada kebahagiaan diri sendiri. (H Jacson Brown)
Retweeted by Arya Darussalam KORAN JAKARTA
BERITA PILPRES
Jika Tak Ada Pemilihan Langsung Tak Akan Ada Jokowi
Megawati Ingatkan Jokowi Penuhi Janjinya pada Rakyat
Hakikat Oposisi Adalah Mengawal Kebijakan Pemerintah
JK: Kenaikan BBM Bergantung pada Pemerintahan Sekarang
Megawati-Jokowi Satu Tekad Hapus Politik Transaksional
Hubungi Kami Kanal Koran Jakarta Manajemen Follow Us
The Bellezza Permata Hijau
Office Tower Lt.26 Jl. Letjen Soepeno No. 34 Arteri Permata Hijau - Jakarta Selatan 12210 Phone:(021) 5366 5352
Fax :(021) 5366 5354
Email: redaksi@koran-jakarta.com
Nasional Properti
Mondial Otomotif
Megapolitan Telko
Olahraga Ekonomi
Kolom Rona
Tarif Berlangganan Tarif Iklan
Facebook social plugin
Also post on Facebook Posting as Purwo Santoso (Change) Comment