Sungai Cikamal Pananjung Pangandaran Jawa Barat
Oleh:
SEPTIAN HELMI DERMAWAN
140410130090
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN
ii Septian Helmi Dermawan
Dosen Pembimbing: Sunardi, Ph.D.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian kuliah kerja lapangan berjudul “Produktivitas Primer di Sungai Cikamal Cagar Alam Pangandaran” bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat kesuburan kualitas air pada bagian hulu, tengah dan hilir di Sungai Cikamal. Metode yang digunakan adalah metode survey untuk penentuan lokasi penelitian pengambilan sampel air dengan menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Hasil analisis produktivitas primer di sungai Cikamal Produktivitas primer netto pada bagian hulu sebesar 16 mgC/m3, pada bagian tengah sebesar 22 mgC/m3, dan bagian hilir sebesar 25 mgC/m3. Hasil perhitungan dan identifikasi jenis fitoplankton di sungai Cikamal pangandaran pada bagian hulu yaitu 20 individu/30L, bagian tengah yaitu 28 individu/30L, dan bagian hilir yaitu 35 individu/30L. Tingkat kesuburan perairan sungai Cikamal termasuk kategori oligotrofik atau kondisi perairan denga kadar nutrien yang rendah.
i Nama : Septian Helmi Dermawan
NPM : 140410130090
Judul : Produktivitas Primer di Sungai Cikamal Cagar Alam Pangandaran Tempat Penelitian : Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran,
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat Waktu Penelitian : 08-14 Mei 2016
ii Nya sehingga terselesaikannya laporan penelitian kuliah kerja lapangan Produktivitas Primer yang dilaksanakan di Sungai Cikamal Pananjung Pangandaran.
Selain untuk menambah pengetahuan penulis, salah satu tujuan penulisan laporan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas Kuliah Kerja Lapangan yang menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian nilai. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam terselesaikannya laporan penelitian ini.
Akhir kata, laporan penelitian ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga laporan ini dapat bemanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi diri penulis khususnya.
Jatinangor, Juni 2016
iii Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan laporan ini tidak akan berhasil
tanpa dukungan dan do’a dari semuanya. Penulis berterima kasih kepada
semuanya yang telah membantu demi kelancaran Kuliah Kerja Lapangan ini,
khususnya untuk :
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan umur panjang sehingga
saya dapat menyelesaikan KKL dan laporan ini.
2. Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan dan suri tauladan umat
manusia.
3. Dr. Ruhyat Partasasmita., M.Si, selaku Ketua Departemen Biologi.
4. Asri Peni Wulandari, Ph. D, selaku Ketua Prodi Biologi.
5. Dr. Teguh Husodo, M.Si., selaku Ketua Rombongan Kuliah Kerja
Lapangan 2016.
6. Sunardi, Ph.D. selaku pembimbing bidang Ekologi Perairan. Terima kasih
atas bimbingannya selama ini, mudah-mudahan kebaikan bapak dibalas
oleh Allah SWT.
7. Tim dosen yang ikut ke lapangan dalam membimbing saat berada di
lapangan. Terutama kepada Pak Drs. Tatang Suharmana E., MIL dan Pak
iv 9. Atang Hermawan yaitu ayah kandung tersayang dan Mimin Nurjanah yaitu
ibu kandung tersayang yang selalu mendoakan, mendukung dan
memberikan nasehat terbaik untuk kesuksesan anaknya.
10.Untuk Nopal dan Agit yaitu adik-adikku tersayang yang selalu memberiku
dukungan dan sebagai motivasi agar menjadi contoh terbaik sebagai
seorang kakak.
11.Untuk Viwiananda Biany yaitu kekasihku yang selalu mendukung dan
mendengarkan semua keluhanku semoga kita sukses bareng.
12.Untuk rekan seperjuangan di publikasi dokumentasi KKL 2016,yaitu Afif,
Niti, Mae, Chessandy. Dan Seluruh teman teman panitia KKL 2016 yang
sudah bekerja keras untuk terlaksananya acara KKL 2016 ini.
13.Untuk Ramdan, Tubagus, Aziz, Anindito, Yovina, Yenny, dan Noneng
sebagai rekan ekologi perairan sejati yang berjuang dan saling membantu
satu sama lain.
14. Untuk Meerkat Meerkat 2013 khusus untuk Ramdan koordinator angkatan
dan Tubagus wakil koodinator angkatan, dan semuanya yang tidak bisa
v Jatinangor, Juni 2016
vi
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...3
1.4 Metodologi Penelitian ...4
1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian ...4
BAB II TINJAUAN LOKASI...5
2.1 Letak Lokasi Pangandaran ...5
2.2 Status Pangandaran ...6
3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer...26
3.3.1 Kualitas Air...26
3.3.2 Karakteristik Fisika Perairan...27
vii
4.2 Metode Penelitian ... 36
4.2.1 Metode Pengambilan Sampel ... 36
4.2.2 Metode Analisa Laboratorium ... 37
4.3 Prosedur dan Pengolahan Data ... 37
4.3.1 Produktivitas Primer ... 37
3.3.1 Perhitungan Produktivitas Primer...38
4.3.2 Parameter Fisika ... 39
4.3.3 Parameter Kimia... 41
4.3.4 Parameter Biologi ... 44
4.4 Analisis Data ... 45
4.4.1 Penetuan Tingkat Kesuburan Perairan ... 45
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
5.1 Hasil ... 47
5.1.1 Kondisi Perairan Sungai Cikamal... 47
5.1.2 Kualitas Fisik Perairan ...48
5.1.3 Kualitas Kimia Perairan ... 49
5.1.4 Jenis dan Jumlah Fitoplankton di Sungai Cikamal ... 50
5.1.5 Produktivitas Primer Perairan... 53
5.2 Pembahasan... 54
5.2.1 Pembahasan Produktivitas Primer Sungai Cikamal ... 54
5.2.2 Pembahasan Tingkat Kesuburan Perairan Sungai Cikamal ... 58
BAB VI PENUTUP ... 60
6.1 Kesimpulan ... 60
x
Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kesuburan berdasarkan Produktivitas Primer ... 46
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Perairan di Sungai Cikamal ... 48
Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Kualitas Kimia Perairan di Sungai Cikamal ... 50
Tabel 5.3 Daftar Spesies Fitoplankton di Sungai Cikamal ... 51
xi
C. Foto Tim Ekologi Perairan Kuliah Kerja Lapangan 2016... 64
D. Foto Kegiatan Penelitian ... 64
E. Foto Spesies ... 66
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan air tawar
dan perairan air laut yang luas. Wilayah perairan memiliki nilai penting dalam
kehidupan. Banyak makhluk hidup yang menggantukan hidupnya pada air untuk
kebutuhan sebagai habitat atau tempat hidup. Sebagian besar makhluk hidup
menggunakan air sebagai habitat hidup, baik mikroflora, makroflora, mikrofauna
maupun makrofauna. Kualitas perairan mementukan kehidupan di perairan tersebut.
Menurut Campbell (2004), Sumber energi dalam suatu ekosistem perlu diketahui
dalam mempelajari ekosistem tersebut. Semua organisme memerlukan energi untuk
pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi, dan beberapa spesies untuk lokomotif atau
pergerakan. Pengaturan energi pada suatu ekosistem bergantung pada produktivitas
primer. Nontji (2008) menyebutkan bahwa produktivitas primer adalah banyaknya zat
organik yang dihasilkan dari zat anorganik melalui proses fotosintesis dalam satuan
volume dan waktu tertentu.
Produktivitas primer dipengaruhi oleh fotosintesis dan peran klorofil dalam
2 klorofil, dalam hal ini klorofil-a. Keberadaan produsen primer (fitoplankton) di dalam
ekosistem perairan sangat penting, karena dapat menunjang kelangsungan hidup
organisme air lainnya. Produktivitas primer fitoplankton merupakan salah satu dari
sebagian besar sumber penting dalam pembentukan energi di perairan (Basyarie,
1995).
Fitoplankton merupakan organisme tumbuhan mikroskopis yang mengandung
klorofil. Klorofil-a pada fitoplankton merupakan parameter yang sangat penting
dalam menentukan produktivitas primer di sungai. Faktor fisika, kimia, cahaya dan
kandungan zat hara juga mempengaruhi produktivitas primer perairan. Sebaran dan
tinggi rendahnya klorofil-a sangat terikat dengan kondisi fisika-kimia suatu perairan.
Perbedaan parameter fisika-kimia secara langsung merupakan penyebab
bervariasinya produktivitas primer di beberapa sungai.
Kualitas kehidupan di dalam air sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan itu
sendiri sebagai media hidup organisme air. Makin buruk kualitas perairan, makin
buruk pula kualitas kehidupan di dalam perairan tersebut. Komunitas organisme yang
hidup di perairan jernih berbeda dengan yang hidup di perairan yang tercemar.
Kandungan klorofil fitoplankton dapat dijadikan petunjuk atau tingkat kesuburan
suatu perairan.
Sungai Cikamal terletak di daerah Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang
3 ekosistem ini akan tetap terpengaruh oleh kondisi sekitar perairan. Perlu dilakukan
analisis ekosistem yang dilakukan melalui pendekatan fungsional seperti rantai
makanan. Proses makan dan dimakan ini menghasilkan tingkatan trofik bagi
organisme penyusun ekosistem. Apabila terjadi ledakan populasi suatu organisme di
perairan pada salah satu tingkat trofik, maka dapat dikatakan perairan itu mengalami
penyuburan dan ekosistem tersebut mengalami gangguan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan antara lain sebagai berikut:
1. Berapa nilai produktivitas primer pada bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai
Cikamal Pangandaran.
2 Bagaimana tingkat kesuburan perairan pada bagian hulu, tengah, dan hilir
Sungai Cikamal berdasarkan nilai produktivitas primer.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah mengukur produktivitas primer pada
bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Cikamal. Sedangkan, tujuannya adalah untuk
mengetahui tingkat kesuburan kualitas air pada bagian hulu, tengah dan hilir di
4 1.4 Metodologi Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survey untuk
penentuan lokasi penelitian pengambilan sampel air. Penelitian ini mengunakan
parameter fisika, kimia, dan biologi. Pengukuran produktivitas primer dilakukan
dengan metode botol Winkler gelap-terang. Pengambilan sampel dilakukan pada
lokasi pengambilan pada bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Cikamal Pangandaran
dengan tiga kali pengulangan
1.5Waktu dan Lokasi Pengamatan
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 8-14 Mei 2016 yang berlokasi di
5 BAB II
TINJAUAN LOKASI
2.1 Letak Lokasi Pangandaran
Pangandaran merupakan wisata pantai primadona di Jawa Barat, terletak di Desa
Pananjung, Pangandaran sekitar 92 km ke arah selatan kota Ciamis. Taman Wisata
Alam (TWA) Pangandaran ini terletak berhimpitan dengan kawasan konservasi Cagar
Alam Pangandaran. Secara geografis terletak pada 7030’ LS dan 108030’ - 1090 BT dan terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter di atas permukaan laut. Cagar Alam dan
Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran mampu memberikan beberapa fungsi
kepada masyarakat, baik untuk kepentingan umum, ilmu pengetahuan, penelitian dan
pendidikan. Kawasan ini merupakan laboratorium alam yaitu proses kehidupan
alamnya tidak terganggu. Satwa liar, vegetasi, goa-goa alam, pantai pasir putih, dan
biota laut merupaka tempat yang menarik sehingga memungkinkan pengunjung
melakukan aktivitas wisata alam yang menarik. Kawasan Taman Wisata Alam
Pangandaran memiliki dua pantai panjang, yaitu pantai timur dan pantai barat yang
merupakan pantai dengan hamparan lautnya yang luas dan di dominasi oleh terumbu
karang dan biota laut termasuk fitoplankton sebagai sarana bagi pendidikan dan
6 Untuk lokasi pengambilan sampel fitoplankton ini dilakukan di sungai Cikamal Cagar
Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.
Gambar 1. Peta Cagar Alam Pananjung Pangandaran
2.2 Status Pangandaran
Kawasan Pananjung Pangandaran ditunjuk sebagai Suaka Marga Satwa pada
tanggal 7 Desember 1934 berdasarkan Surat Keputusan No. 9 yang dikeluarkan oleh
Director Soomishe Zoken. Selanjutnya Departemen Pertanian pada tanggal 26 April
1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KUP/1961 merubah
Pananjung Pangandaran menjadi Cagar Alam setelah ditemukannya bunga Raflesia
padma. Semula, daerah Pananjung Pangandaran seluas 457 Ha sebagai Wild
7 pertanian tersebut. Akhirnya pada tahun 1978, karena adanya potensi yang dapat
mendukung pengembangan pariwisata alam, maka sebagian wilayah cagar alam yang
berbatasan dengan areal pemukiman statusnya diubah menjadi Taman Wisata Alam
dengan luas wilayah 37,70 ha. Tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di
sekitar cagar alam laut dengan luas 470 ha sehingga luas kawasan perairan di sekitar
Pangandaran seluruhnya menjadi 1500 ha. Perkembangan selanjutnya berdasarkan
SK Menteri Kehutanan No. 104/kpts-II/1993 pengusahaan Taman Wisata Alam
Pangandaran diserahkan kepada Perum Perhutani dan diserahkan fisik
pengelolaannya pada 1 November 1999 (DISBUDPAR, 2006).
2.3 Topografi
Keadaan topografi Taman Wisata Alam Pangandaran bervariasi mulai landai
hingga berbukit. Pangandaran sendiri terletak pada peninsular yang masuk ke
Samudra Indonesia dengan cagar alam berbentuk air mata (teardrop). Bagian ujung
selatan semenanjung adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan perbukitan dan
lahan daratan. Topografi 142,87 Hektar lahan yang lain adalah daratan yang secara
geologi dapat disebut beach ridges dan berbentuk genting tanah (isthmus) yang
menghubungkan semenanjung bagian ujunng dengan daratan Pulau Jawa (BAPEDA
8 2.4 Iklim
Areal Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai suhu antara : 250C - 300C serta kelembapan udara sekitar : 80%-90% dengan curah hujan rata-rata : 3196
mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Oktober-Maret dan terendah
terjadi antara bulan Juli-September. Daerah pantai di Pulau Jawa bagian selatan ini
termasuk dalam humid tropical coast dengan suhu rata-rata 380C dan tingkat curah hujan yang cukup tinggi per tahunnya. Ciri tropografis ini, khususnya semenanjung
yang berbukit (cagar alam), bersama arus angin dan gelombang dari Samudra
Indonesia sangat mempengaruhi bentuk pantai dan ombak laut. Kondisi ini menahan
angin kuat dari arah timur. Hal ini pula yang menyebabkan laut di sepanjang pinggir
pantai barat (500 m) dari ujung selatan adalah daerah yang paling aman untuk
berenang, berperahu, dan aktivitas laut yang lain (KPH Ciamis, 2011).
2.5 Keadaan Air dan Tanah
Sedangkan keadaan tanahnya terdiri dari jenis tanah podsol kuning, podsol
kuning merah, latosol coklat dan litosol. Air pada kawasan taman wisata ini berasal
dari sumber mata air Sungai Cikamal dan Sungai Cirengganis. Walaupun pada musim
kemarau, kedua sungai ini tidak pernah kering. Sumber air dari sungai Cirengganis
dahulu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di kawasan Taman Wisata (KPH
9 2.6 Potensi Flora dan Fauna
Potensi keanekaragaman hayati di Pangandaran didukung oleh adanya flora dan
fauna yang dapat dijumpai di kawasan konservaasi. Flora yang terdapat sekitar 80%
merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer.
Pohon-pohon yang dominan antara lain laban (Vivex pubscens), kisegel (Dilenia excelsea),
dan marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohon
seperti reungas (Buchanania arborencens), kondang (Ficus variegata), teureup
(Artocarpus elsatica), dan lain-lain. Di daratan rendahnya terdapat hutan tanaman
yang eksotis, yaitu terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia
mahagoni), dan komis (Acacia auriculiformis). Jenis fauna liar yang terdapat di
Pangandaran adalah banteng (Bos sondaicus), kijang (Muntiacus muntjak), tando
(Cynocephalus variegatus), kalong (Pteroptus vampyrus), kera abu-abu (Macaca
fascicularis), lutung (Trcyphithecus auratus), kangkareng (Anthracocerus convexus),
rangkong (Buceros rhinoceros), dan ayam hutan (Gallus gallus). Selain cagar alam
darat, terdapat pula cagar alam yang terdiri dari terumbu karang yang variasi
10 BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ekosistem Perairan
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara
organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur
biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme, anorganisme dan
matahari sebagai sumber energi (Pennak, 1989).
Dilihat dari susunan dan fungsinya, suatu ekosistem tersusun atas komponen
sebagai berikut (Nontji, 2008).
a. Komponen autotrof
(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan). Autotrof adalah
organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri berupa bahan
organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari. Komponen
autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
11 (Heteros = berbeda, trophikos = makanan). Heterotrof merupakan organisme
yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut
disediakan oleh organisme lain. Makhluk hidup yang tergolong heterotrof adalah
manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
c. Bahan tak hidup (abiotik)
Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air,
udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
d. Pengurai (dekomposer)
Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik berasal
dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap
sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan sederhana yang
dapat digunakan kembali oleh produsen. Pengurai tersebut adalah adalah bakteri dan
jamur.
Ekosistem perairan merupakan suatu ekosistem yang ada dan terjadi dalam suatu
perairan, baik itu perairan tawar maupun perairan laut. Berikut ini beberapa
penjelasan tentang ekosistem perairan yang ada (Krebs, 1985).
12 Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, kurangnya
penetrasi cahaya, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Jenis tumbuhan terbanyak
adalah jenis ganggang dan tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam
air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.
Ekosistem air tawar ditinggali oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang
bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup
di ekosistem air tawar adalah ikan. Ikan dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis
melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya
melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan (Michael, 1984).
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat.
Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan
hidup. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan
fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau
organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme (Handayani, 2005).
Menurut Nybakken (1992), zonasi pada perairan air tawar berbeda dengan zonasi
perairan air laut. Zonasi perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan
intensitas cahaya sebagai berikut:
a. Zona Litoral
13 c. Zona Profundal
d. Zona Sublitoral
Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut (Barus,
2004).
a. Plankton
Terdiri alas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak
pasif) mengikuti gerak aliran air.
b. Nekton
Hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
c. Neuston
Organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat
pada permukaan air, misalnya serangga air.
d. Perifiton
Merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau
benda lain, misalnya keong.
14 Hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos
dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk
ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah
sungai.
1. Sungai
Menurut Barus (2004) Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.
Air sungai bersifat dingin, jernih, dan mengandung sedikit sedimen dan makanan.
Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air
bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di
sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung
keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus.
Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman
berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan. Komposisi komunitas hewan
juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Daerah hilir sering dijumpai ikan
kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular.
Khusus sungai di daerah tropis, didiami oleh buaya dan lumba-lumba. Organisme
15 2. Danau
Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan
mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta
mempunyai produktivitas biologi yang tinggi (Barus, 2004). Ekosistem danau
termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya
arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh
karena itu residence time (waktu tinggal) air bias berlangsung lebih lama.
Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk
sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan
kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan
sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tertentu dengan cara membuat
bendungan pada daerah dataran rendah.
Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah tangkapan
air sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan- bahan terlarut
yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu konsentrasi zat-zat
yang terdapat di danau merupakan resultan dari zat-zat yang berasal dari aliran air
yang masuk. Kualitas perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau
16 Menurut Barus (2004), berdasarkan nutrien (tingkat kesuburan) danau
diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu : danau eutrofik, danau oligotrofik dan danau
mesotrofik. Danau eutrofik (nutrien tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan
yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering
terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah.
Sementara itu danau oligotrofik adalah danau dengan nutrien rendah, biasanya
memiliki perairan yang dalam dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan
dengan epilimnion.
3. Laut
Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi
(Nybakken, 1988, hlm: 33. Lautan menutupi lebih daripada 80 persen belahan bumi
selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi utara, dimana terdapat
sebagian besar daratan bumi (Nybakken, 1988). Bentuk dasar laut yang majemuk
tersebut dan lingkungan air di atasnya memberi kemungkinan munculnya
keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas, baik secara mendatar
maupun secara vertikal. Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis.
Kadang-kadang perubahan lingkungan ini lebih lambat seperti datangnya zaman es yang
memakan waktu ribuan tahun maupun lebih cepat seperti datangnya hujan badai yang
menumpahkan air tawar dan mengalirkan endapan lumpur dari darat ke laut. Cepat
17 perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor- faktor lingkungan (Nybakken,
1998).
3.1.1 Plankton
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887.
Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengembara (Melati, dkk.
2005). Menurut Nontji (1987) plankton adalah organisme baik hewan maupun
tumbuhan yang hidup melayang di perairan, kemampuan geraknya sangat terbatas
sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Plankton dapat dibedakan menjadi
dua golongan besar yaitu Fitoplankton (plankton nabati) dan Zooplankton (plankton
hewani).
Menurut Nyabakken (1992) plankton dapat dibedakan berdasarkan ukuran
maupun daur hidupnya digolongkan menjadi lima yaitu:
1) Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm.
2) Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm.
3) Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20 μm-200 μm.
4) Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μm-20 μm.
18 Nanoplankton dan ultra plankton tidak dapat ditangkap dengan plankton net baku
(No.25) tetapi menggunakan sentrifuse atau dengan filter milipor.
Menurut Isnansetyo (1995) plankton dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa
hal yaitu:
A. Nutrient pokok yang dibutuhkan, yang terdiri atas:
1) Fitoplankton, yakni plankton nabati ( >90% terdiri dari alga) yang
mengandung klorofil mampu mensitesis nutrisi anorganik menjadi zat organik
melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar matahari.
2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak
mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa
organisme lain yang telah mati.
3) Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya
tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun parikel-partikel
sisa organisme seperti detritus juga mengkonsumsi fitoplankton.
B. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas :
1) Limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di air tawar.
2) Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut.
19 4) Plankton yaitu plankton yang hidupnya di kolam.
C. Berdasarkan ada tidaknya sinar matahari terdiri atas:
1) Hipoplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona afotik.
2) Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.
3) Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga
umumnya tanpa sinar.
D. Berdasarkan asal usul plankton, plankton yang hidup dan berkembang dari
perairan terdiri atas:
1) Autogenik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.
2) Allogenik plankton yang merupakan plankton yang datang dari perairan lain.
3.1.2 Fitoplankton
Fitoplankton adalah tumbuhan air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan
hidup melayang dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan sangat penting dalam
ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peran tumbuhan hijau yang lebih tinggi
tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton adalah produsen utama (primary
producer) zat-zat organik dalam ekosistem perairan, seperti tumbuhan hijau yang
lain. Fitoplankton membuat ikatan-ikatan organ kompleks dari bahan organik
20 Menurut Edmonson (1963), fitoplankton dikelompokkan ke dalam 5 divisi yaitu:
Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta (hanya hidup
di air tawar) kecuali Euglenophyta semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di
air tawar dan air laut.
1. Diatom (Chrysophyta)
Diatom adalah alga bersel satu, umumnya mikroskopis dan tidak memiliki alat
gerak. Dinding sel tersusun atas dan belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup
(epiteca) yang tersusun dari silica dioksida. Dinding sel diatomae biasa disebut
cangkang (frustules). Diatom tersebar secara luas di dunia baik dalam air tawar
maupun air laut tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau
membenuk koloni. Sel diatom mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning
coklat yang mengandung klorofil–a, karotin, santofil dan korotinoid lainnya yang
sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatom tidak mempunyai zat warna dan
hidup sebagai saprofit. Reproduksi dapat secara aseksual yaitu dengan pembelahan
ganda. Sedangkan secara seksual dengan oogami. Kelompok diatomae yang paling
banyak diemui di air tawar adalah Asteromella, Melosira, Synendra, Naviculla,
Nazchia dan lain-lain (Bold, 1985).
2. Alga hijau (Chlorophyta)
Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar, beberapa diantaranya
21 beragam karena ada yang bersel tunggal, koloni dan bersel banyak. Warna hijau
karena terdapat klorofil a dan b, karotine, xantofil, dimana klorofil a yang terdapat
dalam jumlah banyak.
Alga hijau mempunyai susunan tubuh yang bervariasi baik dalam ukuran
maupun dalam bentuk dan susunannya. Chlorophyta yang terdiri dari sel-sel kecil
yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada
pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi.
Dinding sel tersusun atas dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulosa
dan lapisan luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa volvocales dindingnya
tidak mengandung selulosa melainkan tersusun oleh glikoprotein. Perkembangbiakan
kelompok alga hijau dapat secara aseksual dan juga secara seksual.
Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan membelah diri dan spora.
Sedangkan, secara seksual dapat dilakukan dengan konjugasi, difusi dan oogami
(Bold, 1985).
3. Alga biru (Cyanophyta)
Alga biru atau ganggang belah atau ganggang lender (Cynophyceae,
Schizophyceae, Myxophyceae) adalah golongan ganggang bersel tunggal atau
berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. Warna biru
22 Habitatnya adalah di air tawar, air laut, udara yang lembab, batu-batuan yang
basah, menempel pada tumbuhan atau hewan, di kolam yang banyak mengandung
bahan organik (nitrogen) di sumber air panas (suhu mencapai 80 ºC), dan di perairan
yang tercemar. Ganggang hijau-biru hidup secara soliter (mandiri) atau berkelompok
(koloni). Individu yang berkoloni biasanya merupakan benang (filament), dengan
rikom (abung), dan memiliki selubung. Cyanophyceae umumnya tidak bergerak
dianara jenis-jenis yang berbenuk benang mengadakan gerakan merayap yang
meluncur pada alas yang basah, tidak terdapat bulu cambuk, gerakan mungkin karena
adanya konraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lendir. Cyanophyta
merupakan makhluk hidup pentis. Makhluk hidup pentis adalah makhluk hidup
pertama yang memberi kemungkinan hidup pada makhluk hidup lain ditempat yang
sulit dijadikan tempat hidup. Perkembangbiakan selalu vegetatif dengan membelah
dan perkembangbiakan secara seksual belum pernah ditemukan (Bold, 1985).
4. Dinoflagellata (Euglonophyta)
Filum ini hidup 90% dalam air tawar dimana terdapat banyak bahan organik.
Beberapa genum dari Euglenaceae, dapat membentuk kira-kira menutupi seluruh
permukaan perairan yang berwarna merah hijau dan kuning mempunyai titik merah
bagian anterior dalam tubuhnya yang sensitif terhadap sinar dan dianggap sebagai
23 Dinoflagellata dikenal dengan adanya dua flagella yang digunakan sebagai alat
gerak. Kelompok Dinoflagellata ini tidak mempunyai kerangka luar yang terbuat dari
silicon, tetapi memiliki dinding pelindung yang terdiri atas selulosa. Dinoflagellata
hidup secara soliter dan jarang sekali berbentuk rantai. Dinoflagellata berreproduksi
dengan membelah diri seperti diatomae (Nyabakken, 1992).
a. Klorofil
Proses fotosintesis berlangsung dalam kloroplas, suatu organel yang terdapat di
dalam sel tumbuhan hijau. Kloroplas memiliki membran atau pembungkus
mengelilingi suatu ruas pusat yang besar yang dinamai stroma. Stroma mengandung
beberapa banyak enzim larut yang berbeda yang berfungsi untuk menggabungkan
sebagian organik. Di dalam stroma, membran juga membentuk granum. Setiap
granum terdiri dari satu timbunan kantung atau ceper yang dinamai tilakoid. Granum
dihubungkan antara satu sama lain oleh lamella stroma. Klorofil ada pada membran
granum, dan menjadikannya sistem penyimpanan energi bagi kloroplas. Setiap
tilakoid berbentuk seperti kantung. Pergerakan ion-ion dari ruang ini melintasi
membran tilakoid penting dalam proses sintesis. Klorofil tidak menyerap panjang
gelombang cahaya dengan banyak. Karena itu, cahaya dipantulkan ke mata dan dapat
melihat klorofil sebagai suatu pigmen hijau (Aunurohim, 2006).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memiliki peranan penting pada
24 panjang). Pada tahun 1957, Bessel Kok menemukan adanya klorofil a khusus yang
dinamakan P700 dan menurut pendapatnya bahwa P700 adalah pusat reaksi klorofil a
fotosintesis. Selanjutnya diperkirakan keberadaan klorofil a khusus lainnya berada di
pusat reaksi lainnya, yakni pusat reaksi P680 dari sistem gelombang pendek. Klorofil
a tidak hanya berperan dalam cahaya permanen dan pengubahan energi cahaya
menjadi energi kimia, juga bertindak sebagai penyumbang elektron utama (P680,
P700), maupun penerima elektron utama. Feofitin berasal dari klorofil, dengan
penggantian Mg dengan H+ di pusat struktur kimia klorofil (Bold, 1985).
3.2 Produktivitas Primer
Produktivitas primer dapat didefenisikan sebagai kandungan bahan-bahan
organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu
mendukung aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas.
Produktivitas primer dapat diketahui nilainya dengan cara mengukur perubahan
kandungan DO yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Produksi oksigen dapat
menjadi dasar pengukuran adanya kesetaraan yang kuat antara O2 dan pangan yang dihasilkan (Alaert, 1984).
Adanya kehidupan di bumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam
menggunakan energi cahaya matahari untuk mensintesis molekul-molekul organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Proses ini ialah fotosintesis yang
25
6CO2 + 6H2O C2H12O6 + 6O2
Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur yang
penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada dalam
perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama dari
golongan konsumen primer. Densitas dan diversitas fitoplankton dalam perairan
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Densitas fitoplankton akan
tinggi apabila perairan yang didiami subur (Nybakken, 1992).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer
perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia, fisika, dan
biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah merupakan hara yang
pentong untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton. Bila dikaitkan dengan
faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar
matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi. Disamping faktor kimia dan
fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi biomassa phytoplankton dan
zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah individu dalam populasi phytoplankton
jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam populasi zooplankton,
dan karena yang melakukan fotosintesis di dalam ekosistem perairan adalah
phytoplankton, ini berakibat langsung terhadap tingginya produktivitas primer
(Handayani, 2005).
Cahaya Matahari
26 Komposisi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses fisika, kimia, dan
biologi yang terjadi. Air tawar berasal dari hujan atmosfer yang mengandung variasi
zat organik dan anorganik. Partikel-partikel tersebut berasal dari garam-garam lautan,
debu, atau emisi industri sebagai inti dari uap air yang mengalami kondensasi
menjadi awan. Hujan jatuh ke daratan menyebabkan aliran permukaan diatas tanah
dan batuan yang melarutkan bermacam-macam zat sehingga kandungan mineral air
hujan meningkat. Air mengalir mencapai kolam, danau atau waduk, bahan partikel
yang lebih besar mengendap karena gerakan turbulensi kurang cukup untuk
mensuspensi kembali (Alaert, 1984).
Produktivitas primer dapat didefinisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik
yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung
aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas. Produktifitas
primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan dimana kandungan zat-zat
organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat anorganik melalui proses
fotosintesis (Nybakken, 1992).
3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
3.3.1 Kualitas Air
Menurut Nyabkken (1992), sifat fisk kimia perairan sangat penting dalam ekologi.
Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton,
27 aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka
diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.
3.3.2 Karakteristik Fisika Perairan
a. Suhu
Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua perairan,
sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding
air yang dingin, sehingga lapisan air yang dingin disebut epilimnion dan lapisan air
yang hangat disebut hipolimnion. Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik,
pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan
karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di
dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t
Hoffs kenaikan suhu sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar
2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya
dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh
ditepi (Barus, 2004).
Menurut Nontji (2008), suhu air permukaan di perairan umumnya berkisar pada
23-31°C. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan yang lebih hangat
28 lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m dapat terjadi pengadukan,
akibatnya di lapisan kedalaman 50-70 m terdapat suhu hangat yang homogen (sekitar
28°C). Di perairan dangkal lapisan homogen ini dapat berlanjut sampai ke dasar.
Suhu di permukaan dipengaruhi oleh kondisi metereologi. Faktor- faktor metereologi
yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban, udara, suhu udara,
kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan
biasanya mengikuti pola musiman.
b. Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat- sifat
optis dari air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorsi dan sebagian lagi akan
dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air
intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yanag signifikan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat
mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat
bewarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi
hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air
sampai ke lapisan dasar. Jumlah cahaya yang menembus permukan air sungai dan
menerangi lapisan permukaan air memegang peranan penting dalam menentukan
pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan air, cahaya mempunyai pengaruh terbesar
yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang
29 c. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada
fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah
estuari khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas
salinitas yang kecil atau stenohalin. Nontji (2008) menyatakan bahwa meskipun
salinitas mempengaruhi produktivitas individu plankton namun perananya tidak
begitu besar, tetapi di perairan pantai peranan salinitas mungkin lebih menentukan
terjadinya suksesi jenis pada produktivitas secara keseluruhan.
3.3.3 Karakteristik Kimia Perairan
a. Derajat Keasaman (pH)
Air normal yang memenuhi syarat suatu kehidupan mempunyai pH berkisar
antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke
sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalam air. Bakteri, ikan, dan plankton dipengaruhi oleh perubahan pH.
Bakteri hidup subur di air yang sedikit asam. Umumnya air yang tidak tercemar
memiliki pH antara 6-7. Air dari pabrik kertas, pabrik baja mungkin memiliki pH ±3.
Bila air melewati batu kapur atau batu berkarbonat, pH mungkin mencapai 10-11.
Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah
30 sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif
terhadap baja dan menyebabkan pengkaratan pipa-pipa besi (Michael,1984).
b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama
oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air
terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu
yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).
Menurut Campbell (2004), oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam
perairan. Kadar oksigen yang terlarut alami bervariasi, tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian
serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin
tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar
oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada
percampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah
yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen
31 dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara langsung pada
kondisi air diam atau stagnan.
c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur
200C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme
membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20
hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil
penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari, jumlah
senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka
pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 (lima) hari yang
disebut BOD5 (Barus, 2004).
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
oleh organisma dalam lingkungan air untuk menguraikan senyawa organik. Proses
penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di
dalam lingkungan air merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air
32 d. COD (Chemical Oxygen Demand)
Nilai COD menyatakan oksigen total yang dibutuhkan dalam proses oksidasi
kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis
33 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat
Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian produktivitas primer sungai
Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran
Tabel 4.1 Alat untuk pengukuran produktivitas primer
No. Alat Keterangan Fungsi
1. Alat tulis Mencatat data pengamatan
2. Alumunium foil Membungkus botol winkler
3. Beaker glass Menampung sampel air dan larutan kimia
4. Botol film Menyimpan sampel air dan plankton
5. Botol semprot Menampung akuades atau air pembersih
6. Botol Winkler Menampung sampel air
7. Buret Alat titrasi larutan
8. DO meter Mengukur oksigen terlarut
34
10. Gayung Mengambil sampel air
11. Gelas ukur Mengukur volume sampel air
12. Klem Menjepit buret pada statif
13. Kotak alat Menyimpan peralatan gelas dan reagen
14. Lempeng secchi Mengetahui tingkat kecerahan suatu perairan
15. Lux meter Mengetahui jumlah intensitas cahaya
16. Meteran Mengukur lebar dan panjang area yang diamati
17. Mikroskop Mengamati sampel plankton
18. pH meter Mengukur derajat keasaman pH
19. Pipet tetes Mengambil zat cair
20. Pipet volume Mengukur zat cair yang akan dipindahkan
21. Plankton net Menyaring sampel plankton di perairan
22. SCT meter Mengukur salinitas, konduktivitas, dan suhu
23. Sedgewick rafter Menghitung plankton di bawah mikroskop
24. Statif Menyangga buret pada saat titrasi
25. Stopwatch Mengukur waktu
26. Styrofoam Mengukur debit atau arus
27. Tali Mengikat botol
28. Termometer Mengukur suhu
35 4.1.2 Bahan
Berikut bahan yang digunakan dalam penelitian produktivitas primer sungai
Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran.
Tabel 4.2 Bahan untuk pengukuran produktivitas primer
No. Bahan Keterangan Fungsi
1. Aquades Mengencerkan larutan
2. Formalin 4% Mengawetkan plankton pada sampel air
3. Larutan H2SO4 pekat Melarutkan endapan sampel air pada penentuan DO
4. Larutan HCL 0,1 N Mentitrasi pada penentuan kadar HCO3
-5. Larutan indikator amilum
1%
Larutan indikator pada penentuan kadar DO
6. Larutan indikator
fenolftalein
Larutan indikator pada pengukuran CO2
7. Larutan indikator methyl
orange 0,25%
Larutan indikator pada penentuan kadar HCO3
-8. Larutan MnSO4 50% Penentuan kadar DO
9. Larutan NaOH 0,1 N Penentuan kadar CO2
10. Larutan Na-Thiodulfat 0,01
N
36
11. Larutan O2 reagen Melarutkan reagen yang ditambahkan pada
sampel untuk mengukur kadar CO2
12. Sampel air Objek penelitian
4.2 Metode Penelitian
4.2.1 Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan
dengan metode survey. Stasiun pengambilan sampel pada bagian hulu, tengah dan
hilir dari Sungai Cikamal Pangandaran. Pengambilan sampel air dilakukan dengan
menggunakan plankton net no 25 dengan tiga kali pengulangan pada tiap stasiun.
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen botol winkler
gelap-terang. Selain itu, dilakukan juga pengukuran parameter fisika, kimia dan
37 Gambar 2. Peta Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran
4.2.2 Metode Analisa Laboratorium
Metode yang digunakan dalam analisa laboratorium yaitu pengukuran kadar
BOD dari sungai Cikamal Pangandaran yang dilakukan dengan proses titrasi. Selain
itu, dilakukan juga penghitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan mikroskop
dengan Sedgwick Rafter, yang berkaitan dengan kesuburan dan kualitas perairan
sungai Cikamal Pangandaran.
4.3 Prosedur dan Pengolahan Data
4.3.1 Produktivitas Primer
Pengukuran produktivitas primer menggunakan botol medium Winkler. Botol
38 botol yang tembus cahaya sedangkan botol gelap merupakan botol yang dibungkus
alumunium foil agar botol tersebut tidak dapat ditembus oleh cahaya. Kandungan DO
air dalam botol sampel langsung dianalisis. Masing-masing botol tersebut diberi label
dan ditandai dengan kedalaman serta pengulangannya. Sampel air yang diperoleh
kemudian dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian ditutup rapat dan hindari
terjadinya gelembung pada saat proses penutupan. Lalu diikat dengan tali dimana
ukuran tali disesuaikan berdasarkan kedalaman. Perendaman botol winkler dilakukan
selama 6 jam. Botol-botol yang sudah direndam diangkat kembali kemudian diukur
nilai DO akhir dan dihitung nilai produktivitas primernya.
A. Perhitungan Produktivitas Primer
Selanjutnya nilai produktivitas primer dihitung berdasarkan rumus berikut (Barus,
2004):
PN = Produktivitas kotor (Pg) – Respirasi (R)
R = [O2]awal – [02]akhir pada botol gelap
Pg = [O2]akhir pada botol terang – [O2]akhir pada botol gelap
Keterangan :
PN = produktivitas primer netto
39 Pg = Produktivitas primer kotor
Untuk mengubah nilai mg/l menjadi mg C/m3 maka nilai dalam mg/l dikalikan
dengan faktor 375,36. Hal ini untuk menghasilkan mg C/m3. Untuk mendapatkan
nilai produktivitas primer dalam satuan hari maka nilai per jam harus dikalikan
dengan 12 , mengingat sinar matahari hanya didapat selama 12 jam dalam seharinya.
4.3.2 Parameter Fisika
Pengukuran parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan
yaitu : kedalaman, kecerahan, suhu, arus, konduktivitas, salinitas, dan intensitas
cahaya. Dari pengukuran air di lapangan, pedoman analisis dan metode pengukuran
digunakan buku APHA (2005).
A. Pengukuran Kedalaman
Pengukuran dilakukan dengan tongkat berskala. Tongkat dimasukkan ke dalam
air hingga menyentuh dasar kemudian ditandai pada batas air yang diukur.
B. Pengukuran Kecerahan
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lempeng Secchi yang dimasukkan
ke dalam perairan. Pengukuran dihentikan saat pertama kali lempeng Secchi tidak
terlihat karena kekeruhan perairan. Kemudian ukur kedalamannya dengan mengukur
40 C. Pengukuran Suhu Air dan Udara
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Pada
pengukuran suhu udara, termometer dibiarkan selama 5 menit di udara. Sedangkan
pada suhu air, termometer dicelupkan ke dalam perairan dan didiamkan selama 5
menit.
D. Pengukuran Arus
Pengukuran arus dan debit air diukur dengan melemparkan styrofoam yang
diikat dengan tali rafia sepanjang 2 m ke dalam air pada jarak tertentu, lalu dicatat
menggunakan stopwatch berapa besar waktu yang ditempuh oleh styrofoam terbesar
untuk menempuh jarak yang telah ditentukan. Selanjutnya hitung lebar sungai dari
batas air paling pinggir. Lalu ukur kedalaman sungai tersebut.
E. Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL)
Konduktivitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,
Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam air sampel dengan
mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombol ke arah parameter
konduktivitas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala DHL.
F. Pengukuran Salinitas
Salinitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,
41 mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombol ke arah parameter
konduktivitas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala DHL.
G. Pengukuran Intensitas Cahaya
Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter bagian sensor cahaya
pada lux meter diletakkan pada sumber cahaya dan tunggu beberapa saat sampai
angka digital stabil.
4.3.3 Parameter Kimia
Pengukuran parameter kimia perairan dilakukan secara langsung di lapangan
yaitu : derajat keasaman dan oksigen terlarut. Sedangkan pengukuran BOD, HCO3-, CO2 dilakukan di laboratorium. Dari pengukuran air di lapangan, sebagai pedoman analisis dan metode pengukuran digunakan buku APHA (2005).
A. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elemen pH meter
dicelupkan pada air, ditunggu sampai muncul angka pada layar lalu catat angka yang
tertera pada layar.
B. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Botol winkler diisi sampai penuh dengan sampel air dari stasiun pengamatan,
lalu tutup dengan hati-hati sehingga tidak terdapat gelembung udara di dalamnya.
42 sebanyak 1 ml. Botol lalu ditutup dan dikocok sampai larutan tercampur. Lalu,
didiamkan selama 15 menit sehingga terbentuk endapan. Kemudian ditambahkan
H2SO4 pekat sebanyak 2 ml sampai larutan menjadi kuning tua dan fungsi H2SO4 pekat untuk melarutkan endapan. Setelah larutan kembali jernih, dilakukan titrasi.
Larutan sampel diambil sebanyak 50 ml dengan pipet, lalu dimasukkan ke
dalam erlenmeyer. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan Na-Thiosulfat
0,01 N sebagai titran. Ketika larutan sampel telah berubah warna dari kuning menjadi
kuning pucat, titrasi dihentikan dan larutan ditambahkan 1-2 tetes amilum 1% sampai
berubah warna menjadi bening dan dicatat berapa total Na-Thiosulfat yang terpakai.
Untuk menghitung kadar DO (Dissolved Oxygen) digunakan rumus:
Keterangan :
V = Volume botol Winkler
N Na Thiosulfat = 0,01 N
C. Pengukuran Kadar BOD (Biology Oxygen Demand)
Sampel air diambil sebanyak 75 ml dan ditambahkan akuades sebanyak 300 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam dua botol winkler. Perhitungan dilakukan pada hari
itu juga (dihitung sebagai DO nol hari) untuk botol pertama. Sedangkan botol kedua Kadar Oksigen (mg/l) = 8000 x V NaThiosulfat x N Na Thiosulfat
43 dihitung setelah didiamkan di dalam inkubator selama 5 hari (dihitung sebagai DO 5
hari).
Untuk menghitung kadar BOD (Biological Oxygen Demand) digunakan rumus:
Keterangan :
DO0 = DO Hari ke-0
DO5 = DO Hari ke-5
D. Pengukuran Kadar HCO3
-Sampel air diambil sebanyak 50 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Selanjutnya sampel ditetesi indikator methyl orange 25% sebanyak 3
tetes sampai larutan berwarna kuning. Lalu dilakukan titrasi dengan larutan HCL 0,1
N sampai berwarna jingga. Volume HCL yang terpakai dicatat. Kemudian kadar
HCO3- dihitung menggunakan volume NaOH yang didapat pada pengukuran CO2.
Untuk menghitung kadar HCO3- digunakan rumus :
E. Pengukuran Kadar CO2
Kadar BOD (mg/l) = Faktor pengenceran X (DO0-DO5)
Kadar HCO3- (mg/l) = 1000 x (V HCL – V NaOH) x 0,1 N x 61 Thiosulfat
44 Sampel air diambil sebanyak 50 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Lalu sampel diberi 3 tetes indikator fenolftalein, dan selanjutnya dititrasi
dengan NaOH sebagai titran sampai warna larutan berubah menjadi berwarna merah
muda. Kemudian volume NaOH yang terpakai dicatat.
Untuk menghitung kadar CO2digunakan rumus :
4.3.4 Parameter Biologi
4.3.4 Parameter Biologi
A. Identifikasi Plankton
Pengambilan sampel air dilakukan pada tempat yang berbeda yaitu pada hulu,
tengah dan hilir sungai. Air di perairan diambil dengan gayung. Kemudian disaring
ke dalam plankton net sebanyak 30 liter. Selanjutnya bagian luar dari plankton net
disemprot dengan akuades. Suspensi yang tersaring di plankton net dimasukkan ke
dalam botol film yang telah diberi label. Teteskan formalin 4% sebanyak 3 tetes.
Ulangi langkah-langkah ini sebanyak 3 kali.
Air sampel dalam botol film diambil 2 ml kemudian diteteskan sampai
memenuhi Sedgewick Rafter kemudian ditutupi dengan Cover Glass. Selanjutnya
sampel diidentifikasi di bawah mikroskop dan bandingkan dengan bantuan gambar Kadar CO2 (mg/l) = 1000 x V NaOH x 0,1 N x 44
45 identifikasi plankton. Pencatatan jenis dan jumlah plankton dicatat dalam lembar
kerja.
B. Pengukuran Jumlah Individu/Liter
Pengukuran Jumlah Individu/Liter digunakan rumus berikut :
Keterangan :
Keterangan:
A : Volume Sampel
B : Banyaknya Pengulangan
Volume cuplikan = 30 liter
4.4 Analisis Data
4.4.1 Penentuan Tingkat Kesuburan Perairan
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil
pengukuran produktivitas primer untuk menentukan status trofik dengan mengacu
pada klasifikasi tingkat kesuburan menurut Likens (1975). Jumlah individu/l = A/B x 1000 x jumlah spesies tiap stasiun
46 Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kesuburan berdasarkan Produktivitas Primer
(Likens, 1975)
Tingkat Kesuburan Produktivitas Primer (mgC/m3)
Oligotropik 15-31
Mesotropik 50-150
47 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Rona Lingkungan Sungai Cikamal
Pengukuran produktivitas primer dilakukan di sungai Cikamal Cagar Alam
Pananjung Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Pengukuran dilakukan pada
tiga stasiun, Stasiun pertama terletak di bagian hulu, daerah Nanggorak. Pengukuran
dimulai pada pukul 08.00 WIB dengan cuaca yang cerah. Flora di sekitar sungai
antara lain Sweitenia macrophylla dan Tectona grandis. Sedangkan, fauna di sekitar
sungai antara lain ikan kecil, kepiting, Engkang-engkang, dan beberapa
makrozoobenthos lainnya. Kondisi perairan berwarna biru karena terkena air hujan
dan arusnya tenang. Pada stasiun ini jarang ditemukan aktivitas warga.
Stasiun kedua berada di bagian tengah, daerah Hutan Cikamal. Pengukuran
dimulai pada pukul 08.00 WIB dengan cuaca yang cerah. Flora di sekitar sungai
antara lain Sweitenia macrophylla dan Tectona grandis. Sedangkan, fauna di sekitar
sungai antara lain semut, udang, nyamuk dan beberapa makrozoobenthos lainnya.
48 Stasiun ketiga berada di bagian hilir, daerah Hutan Cikamal dekat dengan
pantai pasir putih bagian barat Cagar Alam Pangandaran. Pengukuran dimulai pada
pukul 08.00 WIB dengan cuaca yang berawan. Flora di sekitar sungai antara lain
Sweitenia macrophylla, Tectona grandis, dan Pandanus amaryllifolius . Sedangkan,
fauna di sekitar sungai antara lain nyamuk, semut dan beberapa makrozoobenthos
lainnya. Pada stasiun ini banyak dikunjungi masyarakat untuk keperluan wisata dan
menyebrangi sungai Cikamal.
5.1.2 Kualitas Fisik Perairan
Hasil pengukuran kualitas fisik di sungai Cikamal pada tanggal, 10, 11, dan 12
Mei 2014 dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Perairan di Sungai Cikamal
No. Parameter Hulu Tengah Hilir
49 Dari hasil pengukuran fisik perairan di sungai Cikamal, semua data fisik telah
diukur sesuai tabel tersebut. Kecepatan arus pada bagian hulu lebih tinggi
dibandingkan dengan stasiun lainnya adalah 0,20 m/s, bagian tengah adalah 0,13 m/s,
dan bagian hilir adalah 0 m/s. Kecepatan arus di bagian hulu lebih tinggi
dibandingkan dengan stasiun lainnya karena faktor tempat di bagian hulu yang
memiliki ketinggian yang besar dan adanya bantuan dari gerakan angin. Kecepatan
arus di bagian tengah relatif kecil karena ketinggiannya yang lebih rendah
dibandingkan hulu. Pada bagian hilir tidak ada kecepatan arus karena tidak adanya
pergerakan angin dan tempat di sekitarnya dipenuhi dengan pasir dan batu besar serta
pepohonan yang vegetasinya cukup banyak. Kadar salinitas pada sungai Cikamal
mempunyai nilai 0 ppt. Biasanya nilai salinitas pada perairan air tawar sekitar kurang
dari 0,5 ppt. Hal ini terjadi karena human error dalam menggunakan SCT meter. Tipe
substrat di bagian hulu yaitu tanah, batu, dan lumpur. Substrat di bagian tengah yaitu
tanah dan batu. Serta, bagian hilir sungai substratnya terdiri dari pasir dan batu.
5.1.3 Kualitas Kimia Perairan
Hasil pengukuran kualitas kimia di sungai Cikamal pada tanggal, 10, 11, dan 12
50 Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Kualitas Kimia Perairan di Sungai Cikamal
No. Parameter Hulu Tengah Hilir
1. pH meter 7 8 7
2. DO0 (mg/L) 1,2 1,3 1,7
3. BOD (mg/L) 2,5 5,0 7,5
4. CO2 (mg/L) 26,4 8,8 8,8
5. HCO3 (mg/L) 146,4 195,2 170,8
Dari hasil pengukuran kimia perairan di sungai Cikamal, semua data kimia
telah diukur sesuai tabel tersebut. Jumlah Dissolved oxygen (DO) pada bagian hulu
sebesar 1,2 mg/L, pada bagian tengah sebesar 1,3 mg/L, dan bagian hilir sebesar 1,7
mg/L. Jumlah DO yang tertera pada hasil termasuk pada nilai DO yang rendah. Nilai
BOD pada bagian hulu sebesar 2,5 mg/L, pada bagian tengah sebesar 5,0 mg/L, dan
bagian hilir sebesar 7,5 mg/L.
5.1.4 Jenis dan Jumlah Fitoplankton di Sungai Cikamal
Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan fitoplankton yang ditemukan
setelah dilakukan sampling di Hulu, Tengah, dan Hilir sungai Cikamal dan Uji
51 Tabel 5.3 Daftar Spesies Fitoplankton di Sungai Cikamal
No. Nama Famili Nama spesies Jumlah individu/30L
Hulu Tengah Hilir
1. Cymbellaceae Cymbella sp. 7 - -
2. Euglenaceae Euglena viridis 5 - -
3. Hydrodictyaceae Pediastrum sp. 6 - -
4. Nostocaceae Anabaena sp. 2 - -
5. Fragilariaceae Fragilaria sp. - 6 -
6. Hydrodictyaceae Pediastrum sp. - 7 -
7. Oscillatoriaceae Oscillatoria sp. - 2 -
8. Tabellariaceae Tabellaria sp. - 5 -
9. Ulotrichaceae Ulothrix sp. - 3 -
10. Zygnemataceae Spirogyra sp. - 6 -
11. Achnanthaceae Achnanthes sp. - - 6
52
13. Naviculaceae Navicula sp. - - 3
14. Scenedesmaceae Actinastrum sp. - - 4
15. Stephanodiscaceae Cyclotella sp. - - 9
16. Ulotrichaceae Ulothrix sp. - - 4
Jumlah 20 28 35
Hasil perhitungan dan identifkasi jenis fitoplankton di sungai Cikamal
pangandaran pada bagian hulu yaitu 20 individu/30L, bagian tengah yaitu 28
individu/30L, dan bagian hilir yaitu 35 individu/30L. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa fitoplankton di bagian hilir lebih banyak dibandingkan pada bagian hulu
maupun tengah sungai. Pada sungai bagian hulu, fitoplankton yang mendominasi
adalah famili Cymbellaceae (Cymbella sp.). Fitoplankton tersebut punya daya
toleransi tehadap air yang bersuhu dingin pada air tawar. Sungai Cikamal bagian
tengah fitoplankton yang mendominasi adalah famili dan Hydrodictyaceae
(Pediastrum sp.). Habitat famili Desmidiaceae yaitu perairan air tawar yang udaranya
lembab. Sementara, di bagian hilir didominasi fitoplankton berfamili
Chamaesiphonaceae (Rivularia sp.) dan Stephanodiscaceae (Cyclotella sp.).