• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS PRIMER DI SUNGAI CIKAMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRODUKTIVITAS PRIMER DI SUNGAI CIKAMAL "

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Sungai Cikamal Pananjung Pangandaran Jawa Barat

Oleh:

SEPTIAN HELMI DERMAWAN

140410130090

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

ii Septian Helmi Dermawan

Dosen Pembimbing: Sunardi, Ph.D.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian kuliah kerja lapangan berjudul “Produktivitas Primer di Sungai Cikamal Cagar Alam Pangandaran” bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat kesuburan kualitas air pada bagian hulu, tengah dan hilir di Sungai Cikamal. Metode yang digunakan adalah metode survey untuk penentuan lokasi penelitian pengambilan sampel air dengan menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Hasil analisis produktivitas primer di sungai Cikamal Produktivitas primer netto pada bagian hulu sebesar 16 mgC/m3, pada bagian tengah sebesar 22 mgC/m3, dan bagian hilir sebesar 25 mgC/m3. Hasil perhitungan dan identifikasi jenis fitoplankton di sungai Cikamal pangandaran pada bagian hulu yaitu 20 individu/30L, bagian tengah yaitu 28 individu/30L, dan bagian hilir yaitu 35 individu/30L. Tingkat kesuburan perairan sungai Cikamal termasuk kategori oligotrofik atau kondisi perairan denga kadar nutrien yang rendah.

(3)

i Nama : Septian Helmi Dermawan

NPM : 140410130090

Judul : Produktivitas Primer di Sungai Cikamal Cagar Alam Pangandaran Tempat Penelitian : Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran,

Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat Waktu Penelitian : 08-14 Mei 2016

(4)

ii Nya sehingga terselesaikannya laporan penelitian kuliah kerja lapangan Produktivitas Primer yang dilaksanakan di Sungai Cikamal Pananjung Pangandaran.

Selain untuk menambah pengetahuan penulis, salah satu tujuan penulisan laporan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas Kuliah Kerja Lapangan yang menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian nilai. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam terselesaikannya laporan penelitian ini.

Akhir kata, laporan penelitian ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga laporan ini dapat bemanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi diri penulis khususnya.

Jatinangor, Juni 2016

(5)

iii Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan laporan ini tidak akan berhasil

tanpa dukungan dan do’a dari semuanya. Penulis berterima kasih kepada

semuanya yang telah membantu demi kelancaran Kuliah Kerja Lapangan ini,

khususnya untuk :

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan umur panjang sehingga

saya dapat menyelesaikan KKL dan laporan ini.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan dan suri tauladan umat

manusia.

3. Dr. Ruhyat Partasasmita., M.Si, selaku Ketua Departemen Biologi.

4. Asri Peni Wulandari, Ph. D, selaku Ketua Prodi Biologi.

5. Dr. Teguh Husodo, M.Si., selaku Ketua Rombongan Kuliah Kerja

Lapangan 2016.

6. Sunardi, Ph.D. selaku pembimbing bidang Ekologi Perairan. Terima kasih

atas bimbingannya selama ini, mudah-mudahan kebaikan bapak dibalas

oleh Allah SWT.

7. Tim dosen yang ikut ke lapangan dalam membimbing saat berada di

lapangan. Terutama kepada Pak Drs. Tatang Suharmana E., MIL dan Pak

(6)

iv 9. Atang Hermawan yaitu ayah kandung tersayang dan Mimin Nurjanah yaitu

ibu kandung tersayang yang selalu mendoakan, mendukung dan

memberikan nasehat terbaik untuk kesuksesan anaknya.

10.Untuk Nopal dan Agit yaitu adik-adikku tersayang yang selalu memberiku

dukungan dan sebagai motivasi agar menjadi contoh terbaik sebagai

seorang kakak.

11.Untuk Viwiananda Biany yaitu kekasihku yang selalu mendukung dan

mendengarkan semua keluhanku semoga kita sukses bareng.

12.Untuk rekan seperjuangan di publikasi dokumentasi KKL 2016,yaitu Afif,

Niti, Mae, Chessandy. Dan Seluruh teman teman panitia KKL 2016 yang

sudah bekerja keras untuk terlaksananya acara KKL 2016 ini.

13.Untuk Ramdan, Tubagus, Aziz, Anindito, Yovina, Yenny, dan Noneng

sebagai rekan ekologi perairan sejati yang berjuang dan saling membantu

satu sama lain.

14. Untuk Meerkat Meerkat 2013 khusus untuk Ramdan koordinator angkatan

dan Tubagus wakil koodinator angkatan, dan semuanya yang tidak bisa

(7)

v Jatinangor, Juni 2016

(8)

vi

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...3

1.4 Metodologi Penelitian ...4

1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian ...4

BAB II TINJAUAN LOKASI...5

2.1 Letak Lokasi Pangandaran ...5

2.2 Status Pangandaran ...6

3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer...26

3.3.1 Kualitas Air...26

3.3.2 Karakteristik Fisika Perairan...27

(9)

vii

4.2 Metode Penelitian ... 36

4.2.1 Metode Pengambilan Sampel ... 36

4.2.2 Metode Analisa Laboratorium ... 37

4.3 Prosedur dan Pengolahan Data ... 37

4.3.1 Produktivitas Primer ... 37

3.3.1 Perhitungan Produktivitas Primer...38

4.3.2 Parameter Fisika ... 39

4.3.3 Parameter Kimia... 41

4.3.4 Parameter Biologi ... 44

4.4 Analisis Data ... 45

4.4.1 Penetuan Tingkat Kesuburan Perairan ... 45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1 Hasil ... 47

5.1.1 Kondisi Perairan Sungai Cikamal... 47

5.1.2 Kualitas Fisik Perairan ...48

5.1.3 Kualitas Kimia Perairan ... 49

5.1.4 Jenis dan Jumlah Fitoplankton di Sungai Cikamal ... 50

5.1.5 Produktivitas Primer Perairan... 53

5.2 Pembahasan... 54

5.2.1 Pembahasan Produktivitas Primer Sungai Cikamal ... 54

5.2.2 Pembahasan Tingkat Kesuburan Perairan Sungai Cikamal ... 58

BAB VI PENUTUP ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

(10)
(11)
(12)

x

Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kesuburan berdasarkan Produktivitas Primer ... 46

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Perairan di Sungai Cikamal ... 48

Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Kualitas Kimia Perairan di Sungai Cikamal ... 50

Tabel 5.3 Daftar Spesies Fitoplankton di Sungai Cikamal ... 51

(13)

xi

C. Foto Tim Ekologi Perairan Kuliah Kerja Lapangan 2016... 64

D. Foto Kegiatan Penelitian ... 64

E. Foto Spesies ... 66

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan air tawar

dan perairan air laut yang luas. Wilayah perairan memiliki nilai penting dalam

kehidupan. Banyak makhluk hidup yang menggantukan hidupnya pada air untuk

kebutuhan sebagai habitat atau tempat hidup. Sebagian besar makhluk hidup

menggunakan air sebagai habitat hidup, baik mikroflora, makroflora, mikrofauna

maupun makrofauna. Kualitas perairan mementukan kehidupan di perairan tersebut.

Menurut Campbell (2004), Sumber energi dalam suatu ekosistem perlu diketahui

dalam mempelajari ekosistem tersebut. Semua organisme memerlukan energi untuk

pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi, dan beberapa spesies untuk lokomotif atau

pergerakan. Pengaturan energi pada suatu ekosistem bergantung pada produktivitas

primer. Nontji (2008) menyebutkan bahwa produktivitas primer adalah banyaknya zat

organik yang dihasilkan dari zat anorganik melalui proses fotosintesis dalam satuan

volume dan waktu tertentu.

Produktivitas primer dipengaruhi oleh fotosintesis dan peran klorofil dalam

(15)

2 klorofil, dalam hal ini klorofil-a. Keberadaan produsen primer (fitoplankton) di dalam

ekosistem perairan sangat penting, karena dapat menunjang kelangsungan hidup

organisme air lainnya. Produktivitas primer fitoplankton merupakan salah satu dari

sebagian besar sumber penting dalam pembentukan energi di perairan (Basyarie,

1995).

Fitoplankton merupakan organisme tumbuhan mikroskopis yang mengandung

klorofil. Klorofil-a pada fitoplankton merupakan parameter yang sangat penting

dalam menentukan produktivitas primer di sungai. Faktor fisika, kimia, cahaya dan

kandungan zat hara juga mempengaruhi produktivitas primer perairan. Sebaran dan

tinggi rendahnya klorofil-a sangat terikat dengan kondisi fisika-kimia suatu perairan.

Perbedaan parameter fisika-kimia secara langsung merupakan penyebab

bervariasinya produktivitas primer di beberapa sungai.

Kualitas kehidupan di dalam air sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan itu

sendiri sebagai media hidup organisme air. Makin buruk kualitas perairan, makin

buruk pula kualitas kehidupan di dalam perairan tersebut. Komunitas organisme yang

hidup di perairan jernih berbeda dengan yang hidup di perairan yang tercemar.

Kandungan klorofil fitoplankton dapat dijadikan petunjuk atau tingkat kesuburan

suatu perairan.

Sungai Cikamal terletak di daerah Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang

(16)

3 ekosistem ini akan tetap terpengaruh oleh kondisi sekitar perairan. Perlu dilakukan

analisis ekosistem yang dilakukan melalui pendekatan fungsional seperti rantai

makanan. Proses makan dan dimakan ini menghasilkan tingkatan trofik bagi

organisme penyusun ekosistem. Apabila terjadi ledakan populasi suatu organisme di

perairan pada salah satu tingkat trofik, maka dapat dikatakan perairan itu mengalami

penyuburan dan ekosistem tersebut mengalami gangguan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan antara lain sebagai berikut:

1. Berapa nilai produktivitas primer pada bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai

Cikamal Pangandaran.

2 Bagaimana tingkat kesuburan perairan pada bagian hulu, tengah, dan hilir

Sungai Cikamal berdasarkan nilai produktivitas primer.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah mengukur produktivitas primer pada

bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Cikamal. Sedangkan, tujuannya adalah untuk

mengetahui tingkat kesuburan kualitas air pada bagian hulu, tengah dan hilir di

(17)

4 1.4 Metodologi Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survey untuk

penentuan lokasi penelitian pengambilan sampel air. Penelitian ini mengunakan

parameter fisika, kimia, dan biologi. Pengukuran produktivitas primer dilakukan

dengan metode botol Winkler gelap-terang. Pengambilan sampel dilakukan pada

lokasi pengambilan pada bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Cikamal Pangandaran

dengan tiga kali pengulangan

1.5Waktu dan Lokasi Pengamatan

Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 8-14 Mei 2016 yang berlokasi di

(18)

5 BAB II

TINJAUAN LOKASI

2.1 Letak Lokasi Pangandaran

Pangandaran merupakan wisata pantai primadona di Jawa Barat, terletak di Desa

Pananjung, Pangandaran sekitar 92 km ke arah selatan kota Ciamis. Taman Wisata

Alam (TWA) Pangandaran ini terletak berhimpitan dengan kawasan konservasi Cagar

Alam Pangandaran. Secara geografis terletak pada 7030’ LS dan 108030’ - 1090 BT dan terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter di atas permukaan laut. Cagar Alam dan

Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran mampu memberikan beberapa fungsi

kepada masyarakat, baik untuk kepentingan umum, ilmu pengetahuan, penelitian dan

pendidikan. Kawasan ini merupakan laboratorium alam yaitu proses kehidupan

alamnya tidak terganggu. Satwa liar, vegetasi, goa-goa alam, pantai pasir putih, dan

biota laut merupaka tempat yang menarik sehingga memungkinkan pengunjung

melakukan aktivitas wisata alam yang menarik. Kawasan Taman Wisata Alam

Pangandaran memiliki dua pantai panjang, yaitu pantai timur dan pantai barat yang

merupakan pantai dengan hamparan lautnya yang luas dan di dominasi oleh terumbu

karang dan biota laut termasuk fitoplankton sebagai sarana bagi pendidikan dan

(19)

6 Untuk lokasi pengambilan sampel fitoplankton ini dilakukan di sungai Cikamal Cagar

Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.

Gambar 1. Peta Cagar Alam Pananjung Pangandaran

2.2 Status Pangandaran

Kawasan Pananjung Pangandaran ditunjuk sebagai Suaka Marga Satwa pada

tanggal 7 Desember 1934 berdasarkan Surat Keputusan No. 9 yang dikeluarkan oleh

Director Soomishe Zoken. Selanjutnya Departemen Pertanian pada tanggal 26 April

1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KUP/1961 merubah

Pananjung Pangandaran menjadi Cagar Alam setelah ditemukannya bunga Raflesia

padma. Semula, daerah Pananjung Pangandaran seluas 457 Ha sebagai Wild

(20)

7 pertanian tersebut. Akhirnya pada tahun 1978, karena adanya potensi yang dapat

mendukung pengembangan pariwisata alam, maka sebagian wilayah cagar alam yang

berbatasan dengan areal pemukiman statusnya diubah menjadi Taman Wisata Alam

dengan luas wilayah 37,70 ha. Tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di

sekitar cagar alam laut dengan luas 470 ha sehingga luas kawasan perairan di sekitar

Pangandaran seluruhnya menjadi 1500 ha. Perkembangan selanjutnya berdasarkan

SK Menteri Kehutanan No. 104/kpts-II/1993 pengusahaan Taman Wisata Alam

Pangandaran diserahkan kepada Perum Perhutani dan diserahkan fisik

pengelolaannya pada 1 November 1999 (DISBUDPAR, 2006).

2.3 Topografi

Keadaan topografi Taman Wisata Alam Pangandaran bervariasi mulai landai

hingga berbukit. Pangandaran sendiri terletak pada peninsular yang masuk ke

Samudra Indonesia dengan cagar alam berbentuk air mata (teardrop). Bagian ujung

selatan semenanjung adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan perbukitan dan

lahan daratan. Topografi 142,87 Hektar lahan yang lain adalah daratan yang secara

geologi dapat disebut beach ridges dan berbentuk genting tanah (isthmus) yang

menghubungkan semenanjung bagian ujunng dengan daratan Pulau Jawa (BAPEDA

(21)

8 2.4 Iklim

Areal Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai suhu antara : 250C - 300C serta kelembapan udara sekitar : 80%-90% dengan curah hujan rata-rata : 3196

mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Oktober-Maret dan terendah

terjadi antara bulan Juli-September. Daerah pantai di Pulau Jawa bagian selatan ini

termasuk dalam humid tropical coast dengan suhu rata-rata 380C dan tingkat curah hujan yang cukup tinggi per tahunnya. Ciri tropografis ini, khususnya semenanjung

yang berbukit (cagar alam), bersama arus angin dan gelombang dari Samudra

Indonesia sangat mempengaruhi bentuk pantai dan ombak laut. Kondisi ini menahan

angin kuat dari arah timur. Hal ini pula yang menyebabkan laut di sepanjang pinggir

pantai barat (500 m) dari ujung selatan adalah daerah yang paling aman untuk

berenang, berperahu, dan aktivitas laut yang lain (KPH Ciamis, 2011).

2.5 Keadaan Air dan Tanah

Sedangkan keadaan tanahnya terdiri dari jenis tanah podsol kuning, podsol

kuning merah, latosol coklat dan litosol. Air pada kawasan taman wisata ini berasal

dari sumber mata air Sungai Cikamal dan Sungai Cirengganis. Walaupun pada musim

kemarau, kedua sungai ini tidak pernah kering. Sumber air dari sungai Cirengganis

dahulu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di kawasan Taman Wisata (KPH

(22)

9 2.6 Potensi Flora dan Fauna

Potensi keanekaragaman hayati di Pangandaran didukung oleh adanya flora dan

fauna yang dapat dijumpai di kawasan konservaasi. Flora yang terdapat sekitar 80%

merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer.

Pohon-pohon yang dominan antara lain laban (Vivex pubscens), kisegel (Dilenia excelsea),

dan marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohon

seperti reungas (Buchanania arborencens), kondang (Ficus variegata), teureup

(Artocarpus elsatica), dan lain-lain. Di daratan rendahnya terdapat hutan tanaman

yang eksotis, yaitu terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia

mahagoni), dan komis (Acacia auriculiformis). Jenis fauna liar yang terdapat di

Pangandaran adalah banteng (Bos sondaicus), kijang (Muntiacus muntjak), tando

(Cynocephalus variegatus), kalong (Pteroptus vampyrus), kera abu-abu (Macaca

fascicularis), lutung (Trcyphithecus auratus), kangkareng (Anthracocerus convexus),

rangkong (Buceros rhinoceros), dan ayam hutan (Gallus gallus). Selain cagar alam

darat, terdapat pula cagar alam yang terdiri dari terumbu karang yang variasi

(23)

10 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ekosistem Perairan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal

balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem merupakan

penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara

organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur

biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme, anorganisme dan

matahari sebagai sumber energi (Pennak, 1989).

Dilihat dari susunan dan fungsinya, suatu ekosistem tersusun atas komponen

sebagai berikut (Nontji, 2008).

a. Komponen autotrof

(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan). Autotrof adalah

organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri berupa bahan

organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari. Komponen

autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.

(24)

11 (Heteros = berbeda, trophikos = makanan). Heterotrof merupakan organisme

yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut

disediakan oleh organisme lain. Makhluk hidup yang tergolong heterotrof adalah

manusia, hewan, jamur, dan mikroba.

c. Bahan tak hidup (abiotik)

Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air,

udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat

berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.

d. Pengurai (dekomposer)

Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik berasal

dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap

sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan sederhana yang

dapat digunakan kembali oleh produsen. Pengurai tersebut adalah adalah bakteri dan

jamur.

Ekosistem perairan merupakan suatu ekosistem yang ada dan terjadi dalam suatu

perairan, baik itu perairan tawar maupun perairan laut. Berikut ini beberapa

penjelasan tentang ekosistem perairan yang ada (Krebs, 1985).

(25)

12 Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, kurangnya

penetrasi cahaya, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Jenis tumbuhan terbanyak

adalah jenis ganggang dan tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam

air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.

Ekosistem air tawar ditinggali oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang

bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup

di ekosistem air tawar adalah ikan. Ikan dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis

melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya

melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan (Michael, 1984).

Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat.

Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan

hidup. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan

fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau

organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme (Handayani, 2005).

Menurut Nybakken (1992), zonasi pada perairan air tawar berbeda dengan zonasi

perairan air laut. Zonasi perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan

intensitas cahaya sebagai berikut:

a. Zona Litoral

(26)

13 c. Zona Profundal

d. Zona Sublitoral

Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut (Barus,

2004).

a. Plankton

Terdiri alas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak

pasif) mengikuti gerak aliran air.

b. Nekton

Hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.

c. Neuston

Organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat

pada permukaan air, misalnya serangga air.

d. Perifiton

Merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau

benda lain, misalnya keong.

(27)

14 Hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos

dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.

Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk

ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah

sungai.

1. Sungai

Menurut Barus (2004) Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.

Air sungai bersifat dingin, jernih, dan mengandung sedikit sedimen dan makanan.

Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air

bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di

sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung

keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus.

Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman

berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan. Komposisi komunitas hewan

juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Daerah hilir sering dijumpai ikan

kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular.

Khusus sungai di daerah tropis, didiami oleh buaya dan lumba-lumba. Organisme

(28)

15 2. Danau

Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan

mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

mempunyai produktivitas biologi yang tinggi (Barus, 2004). Ekosistem danau

termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya

arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh

karena itu residence time (waktu tinggal) air bias berlangsung lebih lama.

Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :

danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk

sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan

kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan

sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tertentu dengan cara membuat

bendungan pada daerah dataran rendah.

Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah tangkapan

air sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan- bahan terlarut

yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu konsentrasi zat-zat

yang terdapat di danau merupakan resultan dari zat-zat yang berasal dari aliran air

yang masuk. Kualitas perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau

(29)

16 Menurut Barus (2004), berdasarkan nutrien (tingkat kesuburan) danau

diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu : danau eutrofik, danau oligotrofik dan danau

mesotrofik. Danau eutrofik (nutrien tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan

yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering

terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah.

Sementara itu danau oligotrofik adalah danau dengan nutrien rendah, biasanya

memiliki perairan yang dalam dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan

dengan epilimnion.

3. Laut

Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi

(Nybakken, 1988, hlm: 33. Lautan menutupi lebih daripada 80 persen belahan bumi

selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi utara, dimana terdapat

sebagian besar daratan bumi (Nybakken, 1988). Bentuk dasar laut yang majemuk

tersebut dan lingkungan air di atasnya memberi kemungkinan munculnya

keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas, baik secara mendatar

maupun secara vertikal. Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis.

Kadang-kadang perubahan lingkungan ini lebih lambat seperti datangnya zaman es yang

memakan waktu ribuan tahun maupun lebih cepat seperti datangnya hujan badai yang

menumpahkan air tawar dan mengalirkan endapan lumpur dari darat ke laut. Cepat

(30)

17 perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor- faktor lingkungan (Nybakken,

1998).

3.1.1 Plankton

Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887.

Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengembara (Melati, dkk.

2005). Menurut Nontji (1987) plankton adalah organisme baik hewan maupun

tumbuhan yang hidup melayang di perairan, kemampuan geraknya sangat terbatas

sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Plankton dapat dibedakan menjadi

dua golongan besar yaitu Fitoplankton (plankton nabati) dan Zooplankton (plankton

hewani).

Menurut Nyabakken (1992) plankton dapat dibedakan berdasarkan ukuran

maupun daur hidupnya digolongkan menjadi lima yaitu:

1) Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm.

2) Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm.

3) Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20 μm-200 μm.

4) Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μm-20 μm.

(31)

18 Nanoplankton dan ultra plankton tidak dapat ditangkap dengan plankton net baku

(No.25) tetapi menggunakan sentrifuse atau dengan filter milipor.

Menurut Isnansetyo (1995) plankton dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa

hal yaitu:

A. Nutrient pokok yang dibutuhkan, yang terdiri atas:

1) Fitoplankton, yakni plankton nabati ( >90% terdiri dari alga) yang

mengandung klorofil mampu mensitesis nutrisi anorganik menjadi zat organik

melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar matahari.

2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak

mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa

organisme lain yang telah mati.

3) Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya

tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun parikel-partikel

sisa organisme seperti detritus juga mengkonsumsi fitoplankton.

B. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas :

1) Limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di air tawar.

2) Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut.

(32)

19 4) Plankton yaitu plankton yang hidupnya di kolam.

C. Berdasarkan ada tidaknya sinar matahari terdiri atas:

1) Hipoplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona afotik.

2) Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.

3) Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga

umumnya tanpa sinar.

D. Berdasarkan asal usul plankton, plankton yang hidup dan berkembang dari

perairan terdiri atas:

1) Autogenik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.

2) Allogenik plankton yang merupakan plankton yang datang dari perairan lain.

3.1.2 Fitoplankton

Fitoplankton adalah tumbuhan air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan

hidup melayang dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan sangat penting dalam

ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peran tumbuhan hijau yang lebih tinggi

tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton adalah produsen utama (primary

producer) zat-zat organik dalam ekosistem perairan, seperti tumbuhan hijau yang

lain. Fitoplankton membuat ikatan-ikatan organ kompleks dari bahan organik

(33)

20 Menurut Edmonson (1963), fitoplankton dikelompokkan ke dalam 5 divisi yaitu:

Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta (hanya hidup

di air tawar) kecuali Euglenophyta semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di

air tawar dan air laut.

1. Diatom (Chrysophyta)

Diatom adalah alga bersel satu, umumnya mikroskopis dan tidak memiliki alat

gerak. Dinding sel tersusun atas dan belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup

(epiteca) yang tersusun dari silica dioksida. Dinding sel diatomae biasa disebut

cangkang (frustules). Diatom tersebar secara luas di dunia baik dalam air tawar

maupun air laut tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau

membenuk koloni. Sel diatom mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning

coklat yang mengandung klorofil–a, karotin, santofil dan korotinoid lainnya yang

sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatom tidak mempunyai zat warna dan

hidup sebagai saprofit. Reproduksi dapat secara aseksual yaitu dengan pembelahan

ganda. Sedangkan secara seksual dengan oogami. Kelompok diatomae yang paling

banyak diemui di air tawar adalah Asteromella, Melosira, Synendra, Naviculla,

Nazchia dan lain-lain (Bold, 1985).

2. Alga hijau (Chlorophyta)

Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar, beberapa diantaranya

(34)

21 beragam karena ada yang bersel tunggal, koloni dan bersel banyak. Warna hijau

karena terdapat klorofil a dan b, karotine, xantofil, dimana klorofil a yang terdapat

dalam jumlah banyak.

Alga hijau mempunyai susunan tubuh yang bervariasi baik dalam ukuran

maupun dalam bentuk dan susunannya. Chlorophyta yang terdiri dari sel-sel kecil

yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada

pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi.

Dinding sel tersusun atas dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulosa

dan lapisan luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa volvocales dindingnya

tidak mengandung selulosa melainkan tersusun oleh glikoprotein. Perkembangbiakan

kelompok alga hijau dapat secara aseksual dan juga secara seksual.

Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan membelah diri dan spora.

Sedangkan, secara seksual dapat dilakukan dengan konjugasi, difusi dan oogami

(Bold, 1985).

3. Alga biru (Cyanophyta)

Alga biru atau ganggang belah atau ganggang lender (Cynophyceae,

Schizophyceae, Myxophyceae) adalah golongan ganggang bersel tunggal atau

berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. Warna biru

(35)

22 Habitatnya adalah di air tawar, air laut, udara yang lembab, batu-batuan yang

basah, menempel pada tumbuhan atau hewan, di kolam yang banyak mengandung

bahan organik (nitrogen) di sumber air panas (suhu mencapai 80 ºC), dan di perairan

yang tercemar. Ganggang hijau-biru hidup secara soliter (mandiri) atau berkelompok

(koloni). Individu yang berkoloni biasanya merupakan benang (filament), dengan

rikom (abung), dan memiliki selubung. Cyanophyceae umumnya tidak bergerak

dianara jenis-jenis yang berbenuk benang mengadakan gerakan merayap yang

meluncur pada alas yang basah, tidak terdapat bulu cambuk, gerakan mungkin karena

adanya konraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lendir. Cyanophyta

merupakan makhluk hidup pentis. Makhluk hidup pentis adalah makhluk hidup

pertama yang memberi kemungkinan hidup pada makhluk hidup lain ditempat yang

sulit dijadikan tempat hidup. Perkembangbiakan selalu vegetatif dengan membelah

dan perkembangbiakan secara seksual belum pernah ditemukan (Bold, 1985).

4. Dinoflagellata (Euglonophyta)

Filum ini hidup 90% dalam air tawar dimana terdapat banyak bahan organik.

Beberapa genum dari Euglenaceae, dapat membentuk kira-kira menutupi seluruh

permukaan perairan yang berwarna merah hijau dan kuning mempunyai titik merah

bagian anterior dalam tubuhnya yang sensitif terhadap sinar dan dianggap sebagai

(36)

23 Dinoflagellata dikenal dengan adanya dua flagella yang digunakan sebagai alat

gerak. Kelompok Dinoflagellata ini tidak mempunyai kerangka luar yang terbuat dari

silicon, tetapi memiliki dinding pelindung yang terdiri atas selulosa. Dinoflagellata

hidup secara soliter dan jarang sekali berbentuk rantai. Dinoflagellata berreproduksi

dengan membelah diri seperti diatomae (Nyabakken, 1992).

a. Klorofil

Proses fotosintesis berlangsung dalam kloroplas, suatu organel yang terdapat di

dalam sel tumbuhan hijau. Kloroplas memiliki membran atau pembungkus

mengelilingi suatu ruas pusat yang besar yang dinamai stroma. Stroma mengandung

beberapa banyak enzim larut yang berbeda yang berfungsi untuk menggabungkan

sebagian organik. Di dalam stroma, membran juga membentuk granum. Setiap

granum terdiri dari satu timbunan kantung atau ceper yang dinamai tilakoid. Granum

dihubungkan antara satu sama lain oleh lamella stroma. Klorofil ada pada membran

granum, dan menjadikannya sistem penyimpanan energi bagi kloroplas. Setiap

tilakoid berbentuk seperti kantung. Pergerakan ion-ion dari ruang ini melintasi

membran tilakoid penting dalam proses sintesis. Klorofil tidak menyerap panjang

gelombang cahaya dengan banyak. Karena itu, cahaya dipantulkan ke mata dan dapat

melihat klorofil sebagai suatu pigmen hijau (Aunurohim, 2006).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memiliki peranan penting pada

(37)

24 panjang). Pada tahun 1957, Bessel Kok menemukan adanya klorofil a khusus yang

dinamakan P700 dan menurut pendapatnya bahwa P700 adalah pusat reaksi klorofil a

fotosintesis. Selanjutnya diperkirakan keberadaan klorofil a khusus lainnya berada di

pusat reaksi lainnya, yakni pusat reaksi P680 dari sistem gelombang pendek. Klorofil

a tidak hanya berperan dalam cahaya permanen dan pengubahan energi cahaya

menjadi energi kimia, juga bertindak sebagai penyumbang elektron utama (P680,

P700), maupun penerima elektron utama. Feofitin berasal dari klorofil, dengan

penggantian Mg dengan H+ di pusat struktur kimia klorofil (Bold, 1985).

3.2 Produktivitas Primer

Produktivitas primer dapat didefenisikan sebagai kandungan bahan-bahan

organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu

mendukung aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas.

Produktivitas primer dapat diketahui nilainya dengan cara mengukur perubahan

kandungan DO yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Produksi oksigen dapat

menjadi dasar pengukuran adanya kesetaraan yang kuat antara O2 dan pangan yang dihasilkan (Alaert, 1984).

Adanya kehidupan di bumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam

menggunakan energi cahaya matahari untuk mensintesis molekul-molekul organik

yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Proses ini ialah fotosintesis yang

(38)

25

6CO2 + 6H2O C2H12O6 + 6O2

Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur yang

penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada dalam

perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama dari

golongan konsumen primer. Densitas dan diversitas fitoplankton dalam perairan

sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Densitas fitoplankton akan

tinggi apabila perairan yang didiami subur (Nybakken, 1992).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer

perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia, fisika, dan

biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah merupakan hara yang

pentong untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton. Bila dikaitkan dengan

faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar

matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi. Disamping faktor kimia dan

fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi biomassa phytoplankton dan

zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah individu dalam populasi phytoplankton

jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam populasi zooplankton,

dan karena yang melakukan fotosintesis di dalam ekosistem perairan adalah

phytoplankton, ini berakibat langsung terhadap tingginya produktivitas primer

(Handayani, 2005).

Cahaya Matahari

(39)

26 Komposisi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses fisika, kimia, dan

biologi yang terjadi. Air tawar berasal dari hujan atmosfer yang mengandung variasi

zat organik dan anorganik. Partikel-partikel tersebut berasal dari garam-garam lautan,

debu, atau emisi industri sebagai inti dari uap air yang mengalami kondensasi

menjadi awan. Hujan jatuh ke daratan menyebabkan aliran permukaan diatas tanah

dan batuan yang melarutkan bermacam-macam zat sehingga kandungan mineral air

hujan meningkat. Air mengalir mencapai kolam, danau atau waduk, bahan partikel

yang lebih besar mengendap karena gerakan turbulensi kurang cukup untuk

mensuspensi kembali (Alaert, 1984).

Produktivitas primer dapat didefinisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik

yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung

aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas. Produktifitas

primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan dimana kandungan zat-zat

organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat anorganik melalui proses

fotosintesis (Nybakken, 1992).

3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer

3.3.1 Kualitas Air

Menurut Nyabkken (1992), sifat fisk kimia perairan sangat penting dalam ekologi.

Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton,

(40)

27 aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka

diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.

3.3.2 Karakteristik Fisika Perairan

a. Suhu

Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua perairan,

sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding

air yang dingin, sehingga lapisan air yang dingin disebut epilimnion dan lapisan air

yang hangat disebut hipolimnion. Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik,

pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan

karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di

dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t

Hoffs kenaikan suhu sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar

2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya

dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh

ditepi (Barus, 2004).

Menurut Nontji (2008), suhu air permukaan di perairan umumnya berkisar pada

23-31°C. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan yang lebih hangat

(41)

28 lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m dapat terjadi pengadukan,

akibatnya di lapisan kedalaman 50-70 m terdapat suhu hangat yang homogen (sekitar

28°C). Di perairan dangkal lapisan homogen ini dapat berlanjut sampai ke dasar.

Suhu di permukaan dipengaruhi oleh kondisi metereologi. Faktor- faktor metereologi

yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban, udara, suhu udara,

kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan

biasanya mengikuti pola musiman.

b. Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat- sifat

optis dari air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorsi dan sebagian lagi akan

dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air

intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yanag signifikan baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat

mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat

bewarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi

hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air

sampai ke lapisan dasar. Jumlah cahaya yang menembus permukan air sungai dan

menerangi lapisan permukaan air memegang peranan penting dalam menentukan

pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan air, cahaya mempunyai pengaruh terbesar

yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang

(42)

29 c. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada

fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah

estuari khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas

salinitas yang kecil atau stenohalin. Nontji (2008) menyatakan bahwa meskipun

salinitas mempengaruhi produktivitas individu plankton namun perananya tidak

begitu besar, tetapi di perairan pantai peranan salinitas mungkin lebih menentukan

terjadinya suksesi jenis pada produktivitas secara keseluruhan.

3.3.3 Karakteristik Kimia Perairan

a. Derajat Keasaman (pH)

Air normal yang memenuhi syarat suatu kehidupan mempunyai pH berkisar

antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke

sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan

organisme di dalam air. Bakteri, ikan, dan plankton dipengaruhi oleh perubahan pH.

Bakteri hidup subur di air yang sedikit asam. Umumnya air yang tidak tercemar

memiliki pH antara 6-7. Air dari pabrik kertas, pabrik baja mungkin memiliki pH ±3.

Bila air melewati batu kapur atau batu berkarbonat, pH mungkin mencapai 10-11.

Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah

(43)

30 sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif

terhadap baja dan menyebabkan pengkaratan pipa-pipa besi (Michael,1984).

b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu

perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem

perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar

organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama

oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air

terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu

yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

Menurut Campbell (2004), oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam

perairan. Kadar oksigen yang terlarut alami bervariasi, tergantung pada suhu,

salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian

serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin

tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar

oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada

percampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah

yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen

(44)

31 dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara langsung pada

kondisi air diam atau stagnan.

c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur

200C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme

membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20

hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil

penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari, jumlah

senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka

pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 (lima) hari yang

disebut BOD5 (Barus, 2004).

BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan

oleh organisma dalam lingkungan air untuk menguraikan senyawa organik. Proses

penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di

dalam lingkungan air merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air

(45)

32 d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai COD menyatakan oksigen total yang dibutuhkan dalam proses oksidasi

kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses

oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis

(46)

33 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

4.1.1 Alat

Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian produktivitas primer sungai

Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Tabel 4.1 Alat untuk pengukuran produktivitas primer

No. Alat Keterangan Fungsi

1. Alat tulis Mencatat data pengamatan

2. Alumunium foil Membungkus botol winkler

3. Beaker glass Menampung sampel air dan larutan kimia

4. Botol film Menyimpan sampel air dan plankton

5. Botol semprot Menampung akuades atau air pembersih

6. Botol Winkler Menampung sampel air

7. Buret Alat titrasi larutan

8. DO meter Mengukur oksigen terlarut

(47)

34

10. Gayung Mengambil sampel air

11. Gelas ukur Mengukur volume sampel air

12. Klem Menjepit buret pada statif

13. Kotak alat Menyimpan peralatan gelas dan reagen

14. Lempeng secchi Mengetahui tingkat kecerahan suatu perairan

15. Lux meter Mengetahui jumlah intensitas cahaya

16. Meteran Mengukur lebar dan panjang area yang diamati

17. Mikroskop Mengamati sampel plankton

18. pH meter Mengukur derajat keasaman pH

19. Pipet tetes Mengambil zat cair

20. Pipet volume Mengukur zat cair yang akan dipindahkan

21. Plankton net Menyaring sampel plankton di perairan

22. SCT meter Mengukur salinitas, konduktivitas, dan suhu

23. Sedgewick rafter Menghitung plankton di bawah mikroskop

24. Statif Menyangga buret pada saat titrasi

25. Stopwatch Mengukur waktu

26. Styrofoam Mengukur debit atau arus

27. Tali Mengikat botol

28. Termometer Mengukur suhu

(48)

35 4.1.2 Bahan

Berikut bahan yang digunakan dalam penelitian produktivitas primer sungai

Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

Tabel 4.2 Bahan untuk pengukuran produktivitas primer

No. Bahan Keterangan Fungsi

1. Aquades Mengencerkan larutan

2. Formalin 4% Mengawetkan plankton pada sampel air

3. Larutan H2SO4 pekat Melarutkan endapan sampel air pada penentuan DO

4. Larutan HCL 0,1 N Mentitrasi pada penentuan kadar HCO3

-5. Larutan indikator amilum

1%

Larutan indikator pada penentuan kadar DO

6. Larutan indikator

fenolftalein

Larutan indikator pada pengukuran CO2

7. Larutan indikator methyl

orange 0,25%

Larutan indikator pada penentuan kadar HCO3

-8. Larutan MnSO4 50% Penentuan kadar DO

9. Larutan NaOH 0,1 N Penentuan kadar CO2

10. Larutan Na-Thiodulfat 0,01

N

(49)

36

11. Larutan O2 reagen Melarutkan reagen yang ditambahkan pada

sampel untuk mengukur kadar CO2

12. Sampel air Objek penelitian

4.2 Metode Penelitian

4.2.1 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan

dengan metode survey. Stasiun pengambilan sampel pada bagian hulu, tengah dan

hilir dari Sungai Cikamal Pangandaran. Pengambilan sampel air dilakukan dengan

menggunakan plankton net no 25 dengan tiga kali pengulangan pada tiap stasiun.

Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen botol winkler

gelap-terang. Selain itu, dilakukan juga pengukuran parameter fisika, kimia dan

(50)

37 Gambar 2. Peta Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran

4.2.2 Metode Analisa Laboratorium

Metode yang digunakan dalam analisa laboratorium yaitu pengukuran kadar

BOD dari sungai Cikamal Pangandaran yang dilakukan dengan proses titrasi. Selain

itu, dilakukan juga penghitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan mikroskop

dengan Sedgwick Rafter, yang berkaitan dengan kesuburan dan kualitas perairan

sungai Cikamal Pangandaran.

4.3 Prosedur dan Pengolahan Data

4.3.1 Produktivitas Primer

Pengukuran produktivitas primer menggunakan botol medium Winkler. Botol

(51)

38 botol yang tembus cahaya sedangkan botol gelap merupakan botol yang dibungkus

alumunium foil agar botol tersebut tidak dapat ditembus oleh cahaya. Kandungan DO

air dalam botol sampel langsung dianalisis. Masing-masing botol tersebut diberi label

dan ditandai dengan kedalaman serta pengulangannya. Sampel air yang diperoleh

kemudian dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian ditutup rapat dan hindari

terjadinya gelembung pada saat proses penutupan. Lalu diikat dengan tali dimana

ukuran tali disesuaikan berdasarkan kedalaman. Perendaman botol winkler dilakukan

selama 6 jam. Botol-botol yang sudah direndam diangkat kembali kemudian diukur

nilai DO akhir dan dihitung nilai produktivitas primernya.

A. Perhitungan Produktivitas Primer

Selanjutnya nilai produktivitas primer dihitung berdasarkan rumus berikut (Barus,

2004):

PN = Produktivitas kotor (Pg) – Respirasi (R)

R = [O2]awal – [02]akhir pada botol gelap

Pg = [O2]akhir pada botol terang – [O2]akhir pada botol gelap

Keterangan :

PN = produktivitas primer netto

(52)

39 Pg = Produktivitas primer kotor

Untuk mengubah nilai mg/l menjadi mg C/m3 maka nilai dalam mg/l dikalikan

dengan faktor 375,36. Hal ini untuk menghasilkan mg C/m3. Untuk mendapatkan

nilai produktivitas primer dalam satuan hari maka nilai per jam harus dikalikan

dengan 12 , mengingat sinar matahari hanya didapat selama 12 jam dalam seharinya.

4.3.2 Parameter Fisika

Pengukuran parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan

yaitu : kedalaman, kecerahan, suhu, arus, konduktivitas, salinitas, dan intensitas

cahaya. Dari pengukuran air di lapangan, pedoman analisis dan metode pengukuran

digunakan buku APHA (2005).

A. Pengukuran Kedalaman

Pengukuran dilakukan dengan tongkat berskala. Tongkat dimasukkan ke dalam

air hingga menyentuh dasar kemudian ditandai pada batas air yang diukur.

B. Pengukuran Kecerahan

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lempeng Secchi yang dimasukkan

ke dalam perairan. Pengukuran dihentikan saat pertama kali lempeng Secchi tidak

terlihat karena kekeruhan perairan. Kemudian ukur kedalamannya dengan mengukur

(53)

40 C. Pengukuran Suhu Air dan Udara

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Pada

pengukuran suhu udara, termometer dibiarkan selama 5 menit di udara. Sedangkan

pada suhu air, termometer dicelupkan ke dalam perairan dan didiamkan selama 5

menit.

D. Pengukuran Arus

Pengukuran arus dan debit air diukur dengan melemparkan styrofoam yang

diikat dengan tali rafia sepanjang 2 m ke dalam air pada jarak tertentu, lalu dicatat

menggunakan stopwatch berapa besar waktu yang ditempuh oleh styrofoam terbesar

untuk menempuh jarak yang telah ditentukan. Selanjutnya hitung lebar sungai dari

batas air paling pinggir. Lalu ukur kedalaman sungai tersebut.

E. Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL)

Konduktivitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,

Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam air sampel dengan

mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombol ke arah parameter

konduktivitas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala DHL.

F. Pengukuran Salinitas

Salinitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,

(54)

41 mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombol ke arah parameter

konduktivitas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala DHL.

G. Pengukuran Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter bagian sensor cahaya

pada lux meter diletakkan pada sumber cahaya dan tunggu beberapa saat sampai

angka digital stabil.

4.3.3 Parameter Kimia

Pengukuran parameter kimia perairan dilakukan secara langsung di lapangan

yaitu : derajat keasaman dan oksigen terlarut. Sedangkan pengukuran BOD, HCO3-, CO2 dilakukan di laboratorium. Dari pengukuran air di lapangan, sebagai pedoman analisis dan metode pengukuran digunakan buku APHA (2005).

A. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elemen pH meter

dicelupkan pada air, ditunggu sampai muncul angka pada layar lalu catat angka yang

tertera pada layar.

B. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Botol winkler diisi sampai penuh dengan sampel air dari stasiun pengamatan,

lalu tutup dengan hati-hati sehingga tidak terdapat gelembung udara di dalamnya.

(55)

42 sebanyak 1 ml. Botol lalu ditutup dan dikocok sampai larutan tercampur. Lalu,

didiamkan selama 15 menit sehingga terbentuk endapan. Kemudian ditambahkan

H2SO4 pekat sebanyak 2 ml sampai larutan menjadi kuning tua dan fungsi H2SO4 pekat untuk melarutkan endapan. Setelah larutan kembali jernih, dilakukan titrasi.

Larutan sampel diambil sebanyak 50 ml dengan pipet, lalu dimasukkan ke

dalam erlenmeyer. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan Na-Thiosulfat

0,01 N sebagai titran. Ketika larutan sampel telah berubah warna dari kuning menjadi

kuning pucat, titrasi dihentikan dan larutan ditambahkan 1-2 tetes amilum 1% sampai

berubah warna menjadi bening dan dicatat berapa total Na-Thiosulfat yang terpakai.

Untuk menghitung kadar DO (Dissolved Oxygen) digunakan rumus:

Keterangan :

V = Volume botol Winkler

N Na Thiosulfat = 0,01 N

C. Pengukuran Kadar BOD (Biology Oxygen Demand)

Sampel air diambil sebanyak 75 ml dan ditambahkan akuades sebanyak 300 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam dua botol winkler. Perhitungan dilakukan pada hari

itu juga (dihitung sebagai DO nol hari) untuk botol pertama. Sedangkan botol kedua Kadar Oksigen (mg/l) = 8000 x V NaThiosulfat x N Na Thiosulfat

(56)

43 dihitung setelah didiamkan di dalam inkubator selama 5 hari (dihitung sebagai DO 5

hari).

Untuk menghitung kadar BOD (Biological Oxygen Demand) digunakan rumus:

Keterangan :

DO0 = DO Hari ke-0

DO5 = DO Hari ke-5

D. Pengukuran Kadar HCO3

-Sampel air diambil sebanyak 50 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer. Selanjutnya sampel ditetesi indikator methyl orange 25% sebanyak 3

tetes sampai larutan berwarna kuning. Lalu dilakukan titrasi dengan larutan HCL 0,1

N sampai berwarna jingga. Volume HCL yang terpakai dicatat. Kemudian kadar

HCO3- dihitung menggunakan volume NaOH yang didapat pada pengukuran CO2.

Untuk menghitung kadar HCO3- digunakan rumus :

E. Pengukuran Kadar CO2

Kadar BOD (mg/l) = Faktor pengenceran X (DO0-DO5)

Kadar HCO3- (mg/l) = 1000 x (V HCL – V NaOH) x 0,1 N x 61 Thiosulfat

(57)

44 Sampel air diambil sebanyak 50 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer. Lalu sampel diberi 3 tetes indikator fenolftalein, dan selanjutnya dititrasi

dengan NaOH sebagai titran sampai warna larutan berubah menjadi berwarna merah

muda. Kemudian volume NaOH yang terpakai dicatat.

Untuk menghitung kadar CO2digunakan rumus :

4.3.4 Parameter Biologi

4.3.4 Parameter Biologi

A. Identifikasi Plankton

Pengambilan sampel air dilakukan pada tempat yang berbeda yaitu pada hulu,

tengah dan hilir sungai. Air di perairan diambil dengan gayung. Kemudian disaring

ke dalam plankton net sebanyak 30 liter. Selanjutnya bagian luar dari plankton net

disemprot dengan akuades. Suspensi yang tersaring di plankton net dimasukkan ke

dalam botol film yang telah diberi label. Teteskan formalin 4% sebanyak 3 tetes.

Ulangi langkah-langkah ini sebanyak 3 kali.

Air sampel dalam botol film diambil 2 ml kemudian diteteskan sampai

memenuhi Sedgewick Rafter kemudian ditutupi dengan Cover Glass. Selanjutnya

sampel diidentifikasi di bawah mikroskop dan bandingkan dengan bantuan gambar Kadar CO2 (mg/l) = 1000 x V NaOH x 0,1 N x 44

(58)

45 identifikasi plankton. Pencatatan jenis dan jumlah plankton dicatat dalam lembar

kerja.

B. Pengukuran Jumlah Individu/Liter

Pengukuran Jumlah Individu/Liter digunakan rumus berikut :

Keterangan :

Keterangan:

A : Volume Sampel

B : Banyaknya Pengulangan

Volume cuplikan = 30 liter

4.4 Analisis Data

4.4.1 Penentuan Tingkat Kesuburan Perairan

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil

pengukuran produktivitas primer untuk menentukan status trofik dengan mengacu

pada klasifikasi tingkat kesuburan menurut Likens (1975). Jumlah individu/l = A/B x 1000 x jumlah spesies tiap stasiun

(59)

46 Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kesuburan berdasarkan Produktivitas Primer

(Likens, 1975)

Tingkat Kesuburan Produktivitas Primer (mgC/m3)

Oligotropik 15-31

Mesotropik 50-150

(60)

47 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Rona Lingkungan Sungai Cikamal

Pengukuran produktivitas primer dilakukan di sungai Cikamal Cagar Alam

Pananjung Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Pengukuran dilakukan pada

tiga stasiun, Stasiun pertama terletak di bagian hulu, daerah Nanggorak. Pengukuran

dimulai pada pukul 08.00 WIB dengan cuaca yang cerah. Flora di sekitar sungai

antara lain Sweitenia macrophylla dan Tectona grandis. Sedangkan, fauna di sekitar

sungai antara lain ikan kecil, kepiting, Engkang-engkang, dan beberapa

makrozoobenthos lainnya. Kondisi perairan berwarna biru karena terkena air hujan

dan arusnya tenang. Pada stasiun ini jarang ditemukan aktivitas warga.

Stasiun kedua berada di bagian tengah, daerah Hutan Cikamal. Pengukuran

dimulai pada pukul 08.00 WIB dengan cuaca yang cerah. Flora di sekitar sungai

antara lain Sweitenia macrophylla dan Tectona grandis. Sedangkan, fauna di sekitar

sungai antara lain semut, udang, nyamuk dan beberapa makrozoobenthos lainnya.

(61)

48 Stasiun ketiga berada di bagian hilir, daerah Hutan Cikamal dekat dengan

pantai pasir putih bagian barat Cagar Alam Pangandaran. Pengukuran dimulai pada

pukul 08.00 WIB dengan cuaca yang berawan. Flora di sekitar sungai antara lain

Sweitenia macrophylla, Tectona grandis, dan Pandanus amaryllifolius . Sedangkan,

fauna di sekitar sungai antara lain nyamuk, semut dan beberapa makrozoobenthos

lainnya. Pada stasiun ini banyak dikunjungi masyarakat untuk keperluan wisata dan

menyebrangi sungai Cikamal.

5.1.2 Kualitas Fisik Perairan

Hasil pengukuran kualitas fisik di sungai Cikamal pada tanggal, 10, 11, dan 12

Mei 2014 dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Perairan di Sungai Cikamal

No. Parameter Hulu Tengah Hilir

(62)

49 Dari hasil pengukuran fisik perairan di sungai Cikamal, semua data fisik telah

diukur sesuai tabel tersebut. Kecepatan arus pada bagian hulu lebih tinggi

dibandingkan dengan stasiun lainnya adalah 0,20 m/s, bagian tengah adalah 0,13 m/s,

dan bagian hilir adalah 0 m/s. Kecepatan arus di bagian hulu lebih tinggi

dibandingkan dengan stasiun lainnya karena faktor tempat di bagian hulu yang

memiliki ketinggian yang besar dan adanya bantuan dari gerakan angin. Kecepatan

arus di bagian tengah relatif kecil karena ketinggiannya yang lebih rendah

dibandingkan hulu. Pada bagian hilir tidak ada kecepatan arus karena tidak adanya

pergerakan angin dan tempat di sekitarnya dipenuhi dengan pasir dan batu besar serta

pepohonan yang vegetasinya cukup banyak. Kadar salinitas pada sungai Cikamal

mempunyai nilai 0 ppt. Biasanya nilai salinitas pada perairan air tawar sekitar kurang

dari 0,5 ppt. Hal ini terjadi karena human error dalam menggunakan SCT meter. Tipe

substrat di bagian hulu yaitu tanah, batu, dan lumpur. Substrat di bagian tengah yaitu

tanah dan batu. Serta, bagian hilir sungai substratnya terdiri dari pasir dan batu.

5.1.3 Kualitas Kimia Perairan

Hasil pengukuran kualitas kimia di sungai Cikamal pada tanggal, 10, 11, dan 12

(63)

50 Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Kualitas Kimia Perairan di Sungai Cikamal

No. Parameter Hulu Tengah Hilir

1. pH meter 7 8 7

2. DO0 (mg/L) 1,2 1,3 1,7

3. BOD (mg/L) 2,5 5,0 7,5

4. CO2 (mg/L) 26,4 8,8 8,8

5. HCO3 (mg/L) 146,4 195,2 170,8

Dari hasil pengukuran kimia perairan di sungai Cikamal, semua data kimia

telah diukur sesuai tabel tersebut. Jumlah Dissolved oxygen (DO) pada bagian hulu

sebesar 1,2 mg/L, pada bagian tengah sebesar 1,3 mg/L, dan bagian hilir sebesar 1,7

mg/L. Jumlah DO yang tertera pada hasil termasuk pada nilai DO yang rendah. Nilai

BOD pada bagian hulu sebesar 2,5 mg/L, pada bagian tengah sebesar 5,0 mg/L, dan

bagian hilir sebesar 7,5 mg/L.

5.1.4 Jenis dan Jumlah Fitoplankton di Sungai Cikamal

Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan fitoplankton yang ditemukan

setelah dilakukan sampling di Hulu, Tengah, dan Hilir sungai Cikamal dan Uji

(64)

51 Tabel 5.3 Daftar Spesies Fitoplankton di Sungai Cikamal

No. Nama Famili Nama spesies Jumlah individu/30L

Hulu Tengah Hilir

1. Cymbellaceae Cymbella sp. 7 - -

2. Euglenaceae Euglena viridis 5 - -

3. Hydrodictyaceae Pediastrum sp. 6 - -

4. Nostocaceae Anabaena sp. 2 - -

5. Fragilariaceae Fragilaria sp. - 6 -

6. Hydrodictyaceae Pediastrum sp. - 7 -

7. Oscillatoriaceae Oscillatoria sp. - 2 -

8. Tabellariaceae Tabellaria sp. - 5 -

9. Ulotrichaceae Ulothrix sp. - 3 -

10. Zygnemataceae Spirogyra sp. - 6 -

11. Achnanthaceae Achnanthes sp. - - 6

(65)

52

13. Naviculaceae Navicula sp. - - 3

14. Scenedesmaceae Actinastrum sp. - - 4

15. Stephanodiscaceae Cyclotella sp. - - 9

16. Ulotrichaceae Ulothrix sp. - - 4

Jumlah 20 28 35

Hasil perhitungan dan identifkasi jenis fitoplankton di sungai Cikamal

pangandaran pada bagian hulu yaitu 20 individu/30L, bagian tengah yaitu 28

individu/30L, dan bagian hilir yaitu 35 individu/30L. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa fitoplankton di bagian hilir lebih banyak dibandingkan pada bagian hulu

maupun tengah sungai. Pada sungai bagian hulu, fitoplankton yang mendominasi

adalah famili Cymbellaceae (Cymbella sp.). Fitoplankton tersebut punya daya

toleransi tehadap air yang bersuhu dingin pada air tawar. Sungai Cikamal bagian

tengah fitoplankton yang mendominasi adalah famili dan Hydrodictyaceae

(Pediastrum sp.). Habitat famili Desmidiaceae yaitu perairan air tawar yang udaranya

lembab. Sementara, di bagian hilir didominasi fitoplankton berfamili

Chamaesiphonaceae (Rivularia sp.) dan Stephanodiscaceae (Cyclotella sp.).

Gambar

Gambar 1. Peta Cagar Alam Pananjung Pangandaran
Tabel 4.1 Alat untuk pengukuran produktivitas primer
Tabel 4.2 Bahan untuk pengukuran produktivitas primer
Gambar 2. Peta Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Namun sejauh ini belum ada data yang menunjukkan hubungan nilai produktivitas primer dengan faktor fisik kimia perairan serta terhadap konsentrasi klorofil a di Sungai Bah Bolon

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pada stasiun 1, pH dan DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas primer perifiton dengan nilai

Sedangkan pada stasiun 2, pH dan DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas primer perifiton dengan nilai R 2 yaitu 0,994 sedangkan suhu dan

Hubungan Nilai Produktivitas Fitoplankton dengan Kelimpahan Fitoplankton d Sungai Bah Bolon Kota Pematang Siantar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.. Universitas

penyinaran matahari dalam satu hari adalah selama 12 jam, maka untuk.. memperoleh nilai produktivitas primer per hari, nilai di atas harus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai produktivitas primer, nilai klorofil-a, dan hubungan konsentrasi klorofil-a terhadap produktivitas primer yang dilaksanakan pada

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian skripsi ini dilakukan pengukuran produktivitas primer perifiton di perairan sungai berdasarkan kandungan klorofil-a

tampak bahwa produktivitas primer kolam perikanan UGM pada pukul 12.00 di bagian inlet maupun outlet mengalami penurunan seiring dengan penurunan tingkat