• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIAGAM MADINAH PERJANJIAN SYAMILAH PERTA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PIAGAM MADINAH PERJANJIAN SYAMILAH PERTA (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PIAGAM MADINAH: PERJANJIAN

SYAMILAH

PERTAMA

DI DUNIA, PADA AWAL PERADABAN ISLAM

By: Didin Chonyta (SIAI) _14750010_

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan yang terus melanda ilmu sosial hingga saat ini

adalah ketidakmampuan menjelaskan apa dan bagaimana seharusnya

tatanan ideal sebuah masyarakat. Civil Society, yang selama ini menjadi

sebuah paradigma ideal mengenai masyarakat dalam diskursus para ahli

di Barat, terus mengalami kebingungan dan distorsi konseptual ketika

pemahaman. Walhasil, teori-teori yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu sosial

pasca Reinansance ini terbatas pada wacana yang tidak pernah membumi.

Namun, jauh empat belas abad yang lalu, telah berdiri sebuah

masyarakat yang mampu melakukan lompatan besar peradaban dengan

berdirinya sebuah komunitas yang bernama Masyarakat Madinah.

Transformasi radikal dalam kehi dupan individual dan sosial mampu

merombak secara total nilai, simbol, dan struktur masyarakat yang telah

berakar kuat dengan membentuk sebuah tatanan baru yang berlandaskan

pada persamaan dan persaudaraan. Bentuk masyarakat Madinah inilah,

yang kemudian ditransliterasikan menjadi ‘’Masyarakat Madani‟, merupakan tipikal ideal mengenai kosepsi sebuah masyarakat Islam .

Perjalanan sejarah Islam yang panjang pada dasarnya bermula dari

turunnya wahyu di gua hira’. Sejak itulah nilai-nilai kemanusiaan yang dibawah bimbingan wahyu Ilahi menerobos kehidupan jahiliyah,

merombak dan membenahi adat istiadat jahiliyah yang tidak sesuai

(2)

yang diorganisir nabi merupakan suatu Negara dan pemerintahan yang

membewa terbentuknya umat muslim.1

Kemudian, Dilanjutkan dengan Hijrahnya Rasulullah saw ke

Madinah adalah suatu momentum bagi kecemerlangan Islam, Dalam

waktu yang relative singkat Rasulullah mampu mempersatukan antara

kaum muhajirin dan kaum Anshar. Rasulullah mendirikan masjid dan

membuat perjanjian kerjasama dengan non-muslim serta meletakkan

dasar-dasar politik bagi perundang-undangan Islam2, social dan ekonomi

bagi masyarakat baru. Harun nasution,3 mengatakan mereka mempunyai

posisi yang baik dan segera menjadi suatu komunitas umat yang kuat dan

berdiri sendiri.

Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Piagam Madinah; Perjanjian Syamilah pertama di dunia, pada awal peradaban Islam”. Diharapkan penelitian ini akan memberi kontrubusi pada mahasiswa pascasarjana untuk memahami

bentuk dan makna Piagam Madinah yang mempunyai nilai-nilai etis dan

eksotis, dalam menambah wawasan pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah terbentuknya Piagam Madinah pada masa Nabi

Muhammad SAW?

2. Apasaja isi dan hakikat Piagam Madinah?

3. Bagaimana Muatan Nilai dan Prinsip Piagam madinah dan Pancasila

di Indonesia?

C. Tujuan Masalah

1

Fazlur Rahman, the Islamic concept of state, dalam John. L posito dan John J. Donohue, Islam in Transition, Muslim Prespective (New york, University Press, 1982) H. 261

2

Muhammad Dhiya al-Din al-rayis, al-Nadzariyyat al-siyasiyat al-Islamiyat, (Mesir, maktabat al-anju almisriyat, 1957) H.15, dikutib dari DB. Macdonald, Development of Muslim Theology, jurispundence, and constitutional theory, (New york, Tp, 1903) H.67

3

(3)

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Piagam Madinah pada masa

Nabi SAW.

2. Untuk memahami isi dan hakikat Piagam Madinah.

3. Untuk menganalisis Muatan Nilai dan Prinsip Piagam Madinah dan

Pancasila dalam Konteks ke_Indonesia_an.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Sejarah Lahirnya Piagam Madinah

Setelah nabi Muhammad saw dan ummat Islam tiba di Yastrib,

komposisi kota tersebut terbagi menjadi tiga golongan besar, yaitu

golongan Muslim (terdiri dari Kaum Muhajirin, dan Anshar), Musyrikin

(terdiri dari banyak suku kecil dan didominasi oleh dua suku besar, suku

‘Aus dan Kharaj), dan golongan Yahudi (terdiri dari banyak suku).4

Disamping heterogan dari segi komposisi penduduknya, Madinah

juga diwarnai peperangan antar suku.5 Peperangan antar dua suku besar

Madinah, ‘Aus dan Khazraj dipengaruhi oleh kaum yahudi. Suku yang lebih kecil juga memperkeruh keadaan dengan terbelah menjadi

pendukung kedua suku besar yang berkonflik. Sementara kondisi

permusuhan dan perpecahan sedemikian kuat, bangsa yahudi sebagai

pendatang terus menghembuskan suasana permusuhan. Mereka memang

4

J.Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah dari Pandangan

Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hal.54.

5

Peperangan ini disebabkan oleh ciri dan kepribadian masyarakat arab. Kehidupan arab yang berbasis suku ashabiyat (solidaritas atau sikap loyalitas kepada kesatuan suku) memunculkan

semangata ekslusivisme pada setiap suku. Karakter bangsa arab juga dipengaruhi oleh (muru’ah)

(4)

mengatur untuk mendapat keuntungan materil dari konflik yang terus

berlanjut. 6

Karena konflik yang berkepanjangan tersebut penduduk Yatsrib

kemudian meminta Rasulullah untuk menciptakan perdamaian dan

ketentraman. Maka, di mulai dari kesadaran masyarakat Yatsrib untuk

keluar dari suasana yang mencekam konflik yang tiada berujung, semakin

rumit dan melelahkan. Kesadaran ini pula yang menjadi pondasi lahirnya

ruh kedamaian dalam Piagam Madinah. Sebuah konsep yang sempurna

dan kesiapan merealisasikan dari masyarakatnya. Islam sejatinya telah

siap dengan konsep yang pertengahan dan mendamaikan bila difahami

secara benar dan menyeluruh. Sementara itu psikologis masyarakat

Yatsrib yang berada diujung kekecewaan memang selalu dipastikan akan

memunculkan harapan. Disamping itu masyarakat sudah berada tingkat

kebutuhan akan solusi yang memuncak. Kohesi itupun terbentuk

melahirkan tata kehidupah yang baru.

Kehadiaran Rasulullah dalam masyarakat Madinah yang

heterogen itulah Rasulullah dijadikan pemimpin dalam arti yang luas,

yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat.

Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur’an ini kemudian menghasilkan Piagam Madinah yang bertujuan untuk menggalang kesatuan yang

harmonis antara umat islam dan non-Islam, yang antara lain berisikan hak

asasi manusia, hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum,

sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut

manifesto politik pertama dalam Islam. Piagam ini merupakan konsitusi

tertulis pertama di dunia.

B. Pengertian Piagam Madinah

6

(5)

Para ahli berbeda pendapat dalam pemberian nama terhadap

naskah Piagam Madinah. Ada yang menyebutnya sebagai sebagai

piagam, perjanjian, undang-undang atau konstitusi. Secara bahasa piagam

didefinisikan sebagai suatu dokumen tertulis yang dibuat oleh penguasa

atau badan pembuat undang-undang yang menjamin hak-hak rakyat, baik

hak-hak kelompok maupun hak-hak individu.7 Sebagaiman di dalam

piagam tersebut terdapat peraturan bagi segenap warga negara dan

memuat hak dan kewajiban bagi semua pihak.

Dalam teks Piagam Madinah terdapat kata Kitab, yang disebut

sebanyak dua kali dan kata shahifah yang disebut delapan kali. Shahifah

dimaknai sebagai perjanjian aliansi. Istilah ini mengandung arti perjanjian

antara dua atau lebih golongan, atau antar pemerintahan untuk

bekerjasama.8

Sementara sebutan sebagai konsitusi merupakan prinsip-prinsip

pemerintahan yang bersifat fundamental dalam suatu bangsa atau

pernyataan tidak langsung mengenai peraturan-peraturan,

institusi-institusi dan kebiasaan-kebiasaan baik yang tertulis maupun tidak

tertulis.9 Secara lesikal ia berarti segala ketentuan atau aturan mengenai

ketatanegaraan (undang-undang dasar dan sebagainya) atau

undang-undang dasar suatu negara.10

Baik disebut sebagai piagam maupun perjanjian dan kunsititusi,

bentuk dan muatan shahifah itu tidak menyimpang dari pengertian ketiga

istilah tersebut.

7

Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (jakarta:Balai Pustaka, 1988), hal. 680.

8

M.Yakub, Piagam Madinah: Acuan Dasar Negara Islam, Jurnal Analytica Islamica, No.2, Vol.6, Th. 2004, hal. 173.

9

Ibid. hal. 174

10

(6)

It constituted a formal agreement between Muhammad and all of the significant tribes and families of Yathrib (later known as Medina), including Muslims, Jews, Christians and pagans.11

The Constitution established: the security of the community, religious freedoms, the role of Medina as a haram or sacred place (barring all violence and weapons), the security of women, stable tribal relations within Medina, a tax system for supporting the community in time of conflict, parameters for exogenous political alliances, a system for granting protection of individuals, a judicial system for resolving disputes, and also regulated the paying of blood money (the payment between families or tribes for the slaying of an individual in lieu of lex talionis).12

Dilihat dari pengertianya Piagam Madinah adalah dokumen yang

menjamin hak-hak semua warga Madinah dan menetapkan

kewajiban-kewajiban mereka serta kekuasaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad

saw. Dilihat dari segi perjanjian shahifah itu adalah dokumen perjanjian

antara beberapa golongan yaitu, Muhajirin, Anshor, Yahudi dan Nasrani.

Kemudian dari pengertian konstitusi ia juga membuat prinsip-prinsip

pemerintahan yang fundamental. Artinya kandungan shahifah itu dapat

mencakup semua pengertian ketiga istilah tersebut. Sebab ia adalah

perjanjian persahabatan antara Muhajirin-Anshar-Yahudi yang menjamin

hak-hak mereka, menetapkan kewajiban mereka dan mengandung

prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental yang sifatnya

mengikat untuk mengatur pemerintahan dibawah pimpinan Nabi

Muhammad saw.

C. Isi Piagam Madinah

Dalam hal isi dan pokok atau prinsip-prinsip yang terkandung di

dalam Piagam Madinah para ahli telah berbeda pendapat.Mushthafa

as-Siba’i dalam bukunya telah menyebutkan garis-garis besar yang terkandung didalam Piagam Madinah bernilai historis:

11

Firestone, Reuven, Jihād: the origin of holy war in Islam (t.k: t.p, 1999), hal. 118.

12

(7)

a. Kesatuan ummat Islam tanpa diskriminasi

b. Kesamaan hak dan kehormatan di antara anak bangsa

c. Kerja sama untuk menolak segala bentuk kezaliman, kejahatan dan

permusuhan

d. Partisipasi semua elemen dalam perundingan dengan para musuh,

tidak seorang mikmin pun membuat perjanjian damai tanpa mukmin

yang lain

e. Mendirikan sebuah masyarakat di atas pondasi system terbaik, terarah

dan terlurus

f. Melawan setiap orang yang berusaha keluar dari negara dan dari

perjanjian umumnya dan wajib menolak untuk memberikan bantuan

kepadanya

g. Menjaga orang-orang yang hendak hidup bersama kaum muslimin

secara damai dan patisifatif dan berusaha menolak setiap kedzaliman

yang bias menimpa mereka

h. Orang-orang nonIslam wajib memberikan kontribusi materi kepada

negara sebagaimana kaum muslimin

i. Bagi kaum nonmuslim wajib bekerja sama dengan kaum muslimin

untuk menolak mara bahaya yang bias mengganggu eksistensi negara

dan melawan setiap musuh

j. Wajib pula bagi mereka untuk berpartisipasi menanggung biaya

perang selama negara dalam kondisi perang

k. Menjadi kewajiban negara untuk menolong orang yang dizalimi

diantara mereka, sebagaiman negara juga wajib menolong setiap

muslim yang teraniaya

l. Bagi kaum muslimin dan nonmuslimin untuk menolak pemberian

perlindungan kepada musuh-musuh negara dan para pendukungnya

m. Jika kemaslahatan muslimin terjamin dalam ssebuah perjanjian damai,

wajib hukumnya bagi setiap anak bangsa, muslim atau nonmuslim

(8)

n. Tidak seorangpun dihukum karena dosa orang lain dan dan tidak akan

ditindak seorang pelaku tindak criminal kecuali atas dirinya atau

keluarganya

o. Kebebasab untuk berpindah tempat di dalam wilayah negara atau di

luar wilayah dengan tetap menjaga keselamatan negara

p. Tidak ada perlindungan bagi pelaku kemaksiatan atau kezaliman

q. Masyarakat dibangun diatas pondasi kerja sama dalam kebaikan dan

takwa, bukan dalam kejahatan dan permusuhan

r. Prinsip-prinsip ini dilindungi oleh dua kekuatan:

1. Kekuatan spiritual: keimanan seluruh masyrakat kepada Allah SWT

dan taqarrub kepada-Nya serta penjagaan Allah kepada mereka yang

berbuat baik dan yang merespon seruan

2. Kekuatan materil: berupa kepemimpinan negara yang

direspresentasikan oleh baginda Rasul saw.13

Adapun Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy dalam kitabnya

Fiqhus Sirah, mengemukakan bahwa perjanjian tersebut menunjukkan

kepada beberapa hukum yang sangat penting dalam syariat Islam,

diantaranya adalah:

Pertama, pasal pertama dalam Piagam Madinah menunjukkan

bahwa Islam adalah satu-satunya faktor yang dapat menghimpun

kesatuan kaum Muslimin dan menjadikan mereka satu umat. Semua

perbedaan akan sirna di dalam kerangka kesatuan yang integral ini. Hal

ini tampak jelas dalam pernyataan Rasulullah saw,

“Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, dari Madinah,

maupun dari kabilah lain yang bergabung dan berjuang bersama-sama, semuanya itu adalah satu umat.”

Kedua, pasal kedua dan ketiga menunjukkan bahwa diantara ciri

khas terpenting dari masyarakat Islam ialah tumbuhnya nilai solidaritas

13

(9)

serta jiwa senasib dan sepenanggungan antar kaum Muslimin. Setiap

orang bertanggung jawab kepada yang lainnya, baik dalam urusan dunia

maupun akhirat. Bahkan semua hukum syariat Islam didasarkan pada

asas tanggung jawab seraya menjelaskan cara-cara pelaksanaan prinsip

solidaritas dan takaful (jiwa senasib dan sepenanggungan) sesama kaum

Muslimin.

Ketiga, pasal keenam menunjukkan betapa dalamnya asas

persamaan kaum Muslimin. Ia bukan hanya slogan yang diucapkan,

melainkan merupakan salah satu rukun syariat yang terpenting bagi

masyarakat Islam yang harus diterapkan secara detil dan sempurna.

Contoh pelaksanaan persamaan sesama kaum Muslimin ini dapat kita

baca dari pernyataan Rasulullah saw, “Jaminan Allah SWT adalah satu: Dia melindungi orang-orang yang lemah (atas orang-orang yang kuat)”.

Ini berarti bahwa jaminan seorang Muslim, siapa pun orangnya,

harus dihormati dan tidak boleh diremehkan. Siapa saja di antara kaum

Muslimin yang memberikan jaminan kepada seseorang maka tidak

boleh bagi orang lain, baik rakyat biasa maupun penguasa, untuk

menodai kehormatan jaminan ini. Demikian pula halnya wanita

Muslimah, tidak berbeda kaum lelaki. Suaka atau jaminannya pun harus

dihormati oleh semua orang. Hal ini telah menjadi kesepakatan semua

ulama dan para imam madzhab.

Dari sini, dapatlah anda ketahui betapa tinggi derajat wanita

dalam perlindungan Islam. Ia berhak mendapatkan semua hak asasi dan

jaminan sosial sebagaimana yang didapat oleh kaum lelaki. Kita pun

harus mengetahui perbedaan antara “persamaan” kemanusiaan yang ditegakkan oleh syariat Islam dan bentuk-bentuk “persamaan” yang diteriakkan oleh para pengagum peradaban dan budaya modern.

Persamaan yang diteriakkan oleh Islam adalah persamaan yang

didasarkan kepada fitrah manusia yang memberikan dan menjamin

(10)

secara individual maupun sosial. Sementara itu, persamaan yang

diserukan oleh para pengagum peradaban modern adalah persamaan

yang didorong oleh nafsu kebinatangan yang ingin menjadikan wanita

sebagai sarana hiburan dan pemuas nafsu kaum lelaki, tanpa mau

memandang kepada hal lain.

Keempat, pasal kesebelas menunjukkan bahwa hakim yang adil

bagi kaum Muslimin, dalam segala perselisihan dan urusan mereka,

hanyalah syariat dan hukum Allah SWT, yaitu apa yang terkandung di

dalam kitab Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya. Jika mereka mencari

penyelesaian bagi problematika mereka kepada selain sumber ini,

mereka berdosa dan terancam kesengsaraan di dunia dan siksa Allah

SWT di akhirat.14

Itulah keempat hukum yang terkandung di dalam perjanjian tersebut

yang menjadi dasar tegaknya negara Islam di Madinah dan minhaj bagi

kaum Muslimin dalam kehidupan mereka sebagai masyarakat baru.

Disamping isi pokok diatas terdapat juga rumusan-rumusan lain yang

telah dirumuskan oleh para ahli lain seperti Ahmad Sukarja,15 Zainal

Abidin,16 Hasan Ibrahim Hasan dan Maulvi Muhammad Ali

masing-masing berbeda pendapat dalam merumuskan prinsip-prinsip dasar dari

Piagam Madinah. Namun, dari keragaman rumusan tersebut dapat ditarik

point-point umum bahwa prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan

dari Piagam Madinah, adalah:

a. Prinsip kesatuan ummah

b. Solidaritas sosial

c. Perlindungan dan pembelaan terhadap yang lemah dan tertindas

d. Keadilan sosial

14

Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqhus Sirah, Edisi terjemah, (Jakarta: Robbani Press, 1999), hal. 200-202.

15

Hasan Ibrahim Hassan, Tarikh Islam, Jil.1, (Kairo:Maktabah Nahdliyat al-Mishriyyah, 1979), hal. 124.

16

(11)

e. Perdamaian antar sesama dan lingkungan

f. Persamaan di depan hukum

g. Kebebasan berpendapat, berorganisasi, dan beragama

h. Menjunjung tinggi hak asasi manusia

i. Nasionalisme

j. musyawarah

Melihat dari ulasan yang dikemukakan oleh para penulis Piagam

Madinah, jelaslah bahwa isi pokok dari piagam Madinah yang telah

disusun oleh Nabi Muhammad saw yang berdasarkan wahyu Ilahi

tersebut merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Islam dari periode

awal telah ditopang oleh dasar-dasar dan pilar yang sangat kokoh. Dan

praktek siyasah yang telah direpkan oleh Rasulullah saw dapat

diedentifikasikan sebagai praktek politik Islam. Dengan demikian dapat

diketahui bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan

Rabbnya tetapi juga mengatur urusan negara dan sistem pertahanan

negara.

Piagam Madinah berisikan seluruh dasar konstitusi negara baru yang

dibangun Rasulullah saw. Piagam Madinah yang telah disusun itu dinilai

sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di

dunia. Di sana berisi joga konsep pemerintahan, kemasyarakatan dan

kependudukan, stabilitas dalam negri dan luar negri, juga budaya dan

social.

D. Hakikat Penting yang Terkandung dalam Piagam Madinah

Keterangan atau riwayat yang berkenaan dengan pendapat yang

mengatakan bahwa Piagam Madinah dibuat pada tahun pertama hijrah

atau sebelum perang badar. Ketika posisi Nabi dan kaum muslimin

(12)

sikap permusuhan secara diam-diam. Tapi karena mereka sudah membuat

perjanjian damai bersama Nabi maka mereka merasa terikat denganya.17

Ka’ab bin As’ad atas nama bani Quraidzhat menandatangani perjanjian itu.18 Abu ubaid al-qasim bin salam19, at-thabari20, dan ibnu al-atsir21 juga

menulis bahwa perjanjian dibuat setelah Nabi tiba dimadinah sebelum

perang badar dan ditulis dalam dua peristiwa. Naskah pertama dibuat oleh

Nabi antara muhajirin dan Anshar dirumah anas bin malik. Naskah

perjanjian kedua dibuat oleh nabi dengan melibatkan kaum yahudi.22

Kedua naskah tersebut disatukan oleh penulis sejarah menjadi satu

naskah.

Adapun Piagam Madinah mempunyai arti tersendiri bagi semua

penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi

Nabi Muhammad saw, Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai

kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah

maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan

kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi

untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan

permusuhan yang timbul di antara mereka.

Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah,

khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka

terima. Harapan ini tercermin di dalam Bai’at Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan

peranannya di dalam mempersatukan Madinah.

Abu ubaid al-qasim, kitab al-amwal, (kairo; dar el-fikr,1975) H.226

20

Al-thabari, Tarikh al-umam wal al-mulk, jilid III, (Beirut; Dar el-fikr, 1987). H.84

21

Ibnu al-atsir, al-kamil fi al-tarikh, jilid II, ( Bairut; dar Beirut, 1965), H. 137

22

(13)

Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam

Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya

penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan

mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang

lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan

Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah

Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya

kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang

menghilangkan atau memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan

beragama juga menjadi jaminan bagi semua golongan. Yang lebih

ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua

golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan

pertahanan dan perdamaian.23

Dengan demikian Piagam Madinah mampu mengubah eksistensi

orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia

menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki

kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat

mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran

sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain

dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri. Fakta historis ini,

menurut Hitti, merupakan bukti nyata kemampuan Nabi Muhammad saw

melakukan negoisasi dan konsolidasi dengan berbagai golongan

masyarakat Madinah.24

Disamping itu Piagam Madinah sering disebut sebagai contoh

untuk sebuah masyarakat modern, kemodernan Piagam Madinah ini

adalah bahwa ia mengakui kestaraan dua partner yang membuat

perjanjian ini, agama masing-masing diakui, dan tidak ada yang boleh

23

http//majidnurkholis.wordpress.com.piagam-madinah, 1999

24

(14)

merasa lebih unggul dari yang lain. Jadi semua yang terikat didalam

perjanjian ini diakui kesetaraan mereka tanpa syarat.

E. Muatan Nilai dan Prinsip Piagam Madinah Dan Pancasila

Pancasila dan Piagam Madinah tidak hanya mengisyaratkan

kesejajaran pada penerimaan kelompok-kelompok beragam akan

nilai-nilai kemanusiaan universal, tetapi juga mengimplikasikan adanya hak

dan kewajiban yang sama pada kelompok-kelompok bersangkutan untuk

menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa.

Piagam Madinah Rasulullah berimplikasi pada adanya kewajiban

membela keutuhan dan pelaksanaan dari setiap penyelewengan dan

penghianatan. Kaum muslimin di Madinah telah melaksankan kewajiban

mereka dengan sebaik-baiknya ketika mereka harus menghadapi

penghianatan demi penghianatan kelompok-kelompok Yahudi dari Bani

Qoinuqa dan Bani Quraidhah. Kaum Muslimin tetap berpegang pada

nilai-nilai serta semangat Piagam itu, dan dengan setia melaksanakannya,

bahkan mereka mengembangkan sayap politik sesudah wafatnya

Rasulullah SAW.

Sama halnya dengan apa yang telah dilakukan kaum Muslimin

Madinah terhadap Piagam mereka itu, umat Islam Indonesia juga

berkewajiban membela Pancasila untuk menjaga keutuhan dan

keharmonisan berbangsa dan bernegara, maupun dalam perincian

pelaksanaannya, serta berkewajiban mempertahankan nilai kesepakatan

itu dari setiap bentuk penghianatan terhadap keutuhan NKRI.

Pancasila dan Piagam Madinah memiliki kesamaan sebagai

Kalimah saw atau perjanjian luhur. Pancasila merupakan perjanjian luhur

seluruh bangsa untuk membangun, mencintai dan mempertahankan

Indonesia. Demikian pula dengan Piagam Madinah yang disusun untuk

(15)

selayaknya jika kaum Muslim, sebagai komunitas terbesar dituntut

memiliki komitmen kuat dalam pelaksanan Pancasila secara benar.

Demikian pula halnya dengan dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam

Jakarta, tidaklah berarti sebagai kekalahan perjuangan politik umat Islam,

bukan pula kita tidak setuju kalau syariah Islam tegak di bumi Indonesia.

Analisis sejarah mengenai fungsi Piagam Madinah dan kebijakan

politik Nabi SAW sangat penting untuk dilakukan dan di-update kembali.

Sebab, hal itu menjadi cermin untuk memahami konsepsi Islam mengenai

hubungan agama dan kebijakan sosial, atau dalam konteks modern:

agama dan negara bangsa (nation state). Terlebih lagi, fenomena

keberagamaan dewasa ini memunculkan beberapa golongan yang

bersikukuh mewajibkan adanya formalisasi syariat dan negara Islam, serta

menganggap Pancasila sebagai ideologi sekuler yang tidak wajib ditaati.25

Inti piagam madinah adalah Teks Piagam Madinah bisa kita

dapatkan dari kitab sirah Nabi tertua yang pernah ditemukan, yakni

as-Sirah an-Nabawiyyah, karya Ibnu Hisyam, pada Bab ar-Rasul Yuwadi’u

al-Yahud (Rasulullah Mengikat Perjanjian dengan Yahudi). Dalam tulisan

ini, hanya disebutkan tiga poin penting yang menjadi paradigma

mendasar dari piagam itu. Poin piagam itu menyebutkan begini:

“Surat perjanjian ini dari Muhammad; antara orang beriman dan Muslimin dari Quraisy dan Yatsrib, serta yang mengikuti mereka, menyusul mereka, dan berjuang bersama mereka; bahwa mereka adalah satu umat”.

“Bahwa kabilah Yahudi, baik mereka sendiri atau bersama pengikut mereka, mempunyai hak dan kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini”.

25

(16)

“Bahwa barang siapa keluar atau tinggal dalam kota ini, keselamatannya terjamin, kecuali orang yang melakukan kezaliman dan kejahatan”.

Substansi yang sama sebagai sebuah ikatan perjanjian politis antar

umat beragama, Piagam Madinah memiliki beberapa kesamaan substansi

dengan Pancasila. Pertama, sama-sama dibangun atas dasar kesatuan

umat, yang menghuni sebuah batas teritorial tertentu. Hemat saya, ini

bahkan sudah mampu melampaui konsep negara bangsa kini, dimana

kesatuan didasari oleh kesamaan senasib-sepenanggungan untuk membela

tanah air. Itulah satu umat: satu kesatuan masyarakat yang saling

mempertahankan dan melindungi bila ada musuh yang datang menyerang.

Perjanjian dalam piagam itu dapat berjalan beberapa waktu sampai

kelompok Yahudi berkhianat, justru di saat genting ketika Muslimin akan

menghadapi serbuan Quraisy. Pancasila pun kini masih eksis, hingga

belakangan ini, pasca dibukanya karena demokrasi, muncul beberapa

kalangan yang menolak Pancasila, kendati ia lahir dan tinggal di bumi

Indonesia.

Kedua, Piagam Madinah memberi hak sepenuhnya kepada tiap

umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaan

masing-masing. Demikian pula, Undang-Undang kita yang menjamin eksistensi

agama dan peribadatan tiap warga negaranya.

Ketiga, perlindungan diberikan kepada mereka yang tidak berbuat

zalim (la ‘udwana illa ‘ala azh-zhalimin). Zalim adalah lawan dari adil.

Siapa yang tidak melakukan kewajibannya dan melanggar hak orang lain,

maka dia akan diberi sanksi sesuai kezalimannya, tanpa memandang pada

etnis atau latar belakang agamanya.

Keempat, Piagam Madinah mengakomodir semua golongan, justru

(17)

dalam body-text-nya. Pancasila dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa

sebenarnya sudah lebih mending, karena sudah secara tegas mengafirmasi

kepercayaan monoteis. Di samping itu, spirit yang diperoleh dari piagam

ini adalah, bahwa tidak ada golongan yang mendapakan hak lebih sebagai

warga negara dibanding golongan yang lain. Kesamaan derajat dihadapan

konstitusi inilah yang kemudian mendasari salah satu isi Pidato Bung

Karno pada hari kelahiran Pancasila, 1 Juni 1945. Beliau mengatakan:

“Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat

satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun

golongan yang kaya, –tetapi “semua buat semua”.26

Dalam Piagam Madinah, Nabi Muhammad SAW meletakkan

asas-asas kemasyarakatan, antara lain adalah: al ikha’, al MuSAWah, al

tasamuh, al-tasyawur, al ta’awun dan al-adalah.27

Al-Musawah (persamaan), yaitu bahwa manusia adalah sama

keturunan nabi Adam yang diciptakan dari tanah. Berdasarkan asas ini

setiap warga masyarakat memiliki hak kemerdekaan dan kebebasan

(hurriyah).

Al-Tasamuh (toleransi), Piagam Madinah memuat asas toleransi,

dimana umat Islam siap dan mampu berdampingan dengan kaum Yahudi.

Mereka mendapat perlindungan dan kebebasan dalam melaksanakan

agamanya masing-masing.

Al-Tasyawur (Musyawarah) sebagaimana diisyaratkan dalam surat

Ali Imran ayat 159. Kendati Rasul memiliki status yang tinggi dan

terhormat dalam masyarakat, beliau seringkali meminta pendapat para

26

Karim, M. Abdul. Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam. (Jogjakarta: Surya Raya,2004 )

27

Maryam, Siti, dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern.

(18)

sahabat dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan urusan dunia dan sosial budaya. Pendapat para sahabat kerap kali

diikuti manakala dianggap benar.

Al-Ta’awun (tolong menolong). Tolong menolong sesama muslim

telah dibuktikan dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan

kaum Anshor, dan beberapa kaum yang berlainan agama.

Al-Adalah (keadilan) berkaitan erat dengan hak dan kewajiban

setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan posisi

masing-masing. Prinsip ini berpedoman pada surat al Maidah ayat 8 dan

surat an Nisa’ ayat 58.

Asas-asas dalam Piagam Madinah tersebut, tampaknya juga

terkandung dalam butir-butir dari masing-masing ke lima sila Pancasila.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyusunannya Pancasila sangatlah

dipengaruhi oleh prinsip-prinsip agama Islam. Para tokoh yang terlibat

dalam pembentukan Pancasila merupakan tokoh-tokoh muslim yang

memiliki kapasitas keagamaan yang tinggi memahami prinsip-prinsip

kenegaraan dan kemasyarakatan sesuai dengan prinsip-prinsip yang

terdapat dalam Piagam Madinah. Setiap prinsip dalam lima sila Pancasila

(prinsip ketuhanan, persatuan, kemanusiaan, musyawarah dan keadilan)

merupakan prinsi-prinsip yang terkandung dalam Piagam Madinah yang

telah dilaksanakan Rasulullah SAW dan para khalifah rasyidah dalam

menjalankan pemerintahan.

Aktualisasi nilai-nilai Piagam Madinah dan Pancasila tentu masih

bisa dilakukan; dimunculkan makna-makna baru yang lebih relevan.

Sebagaimana Pancasila yang perlu untuk dikontekstualisasikan kembali,

bagaimana agar tetap relevan diimplementasikan di masa kini, demikian

(19)

kontekstualisasi itu adalah bahwa kita wajib melihat kepada substansi,

bukan simbol-formalnya. Formalitas simbol sering hanya menjadi jargon

kosong yang bisa menumbuh-suburkan virus “pemberontakan dan

pengkhianatan” terhadap bangsa sendiri. Munculnya paham ala NII,

agaknya memang karena konsep mendasar Pancasila kurang dipahami

dengan baik oleh segenap lapisan masyarakat awam.Wallahu A’lam.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Lahirnya Piagam Madinah berdasarkan kondisi social masyarakat

Madinah yang heterogen, baik kondisi keagamaan, politik,

ekonomi dan lain sebagainya. Semua kondisi tersebut rentang

dengan konflik diantara mereka. Untuk itulah piagam ini lahir

dalam usaha meredam munculnya konflik diantara mereka.

2. Piagam Madinah yang telah dicetuskan Rasulullah beberapa abad silam telah mencakup kehidupan politik dan agama yang

mengandung prinsip-prinsip dasar tata kehidupan bermasyarakat,

kelompok-kelompok sosial Madinah, menjamin hak-hak mereka,

menetapkan kewajiban-kewajiban mereka dan mengadakan

hubungan yang baik dan kerjasama serta hidup berdampingan

secara damai di antara mereka dalam tata kehidupan sosial politik.

3. Piagam Madinah memuat ide yang mempunyai relevansi kuat dengan perkembangan dan keinginan masyarakat dunia dewasa ini,

bahkan telah menjadi pandangan hidup modern di berbagai negara.

Ide dalam Konstitusi Madinah juga diserap oleh para tokoh pendiri

(20)

kemudian melahirkan Pancasila. Muatan Piagam Madinah dan

Pancasila memiliki kesamaan sebagai perjanjian luhur yang

membangun, mencintai dan mempertahankan Indonesia. Demikian

pula dengan Piagam Madinah, merupakan perjanjian luhur untuk

mempertahankan negara Madinah. Keduanya sama-sama memuat

asas-asas dan prinsip-prinsip: persaudaraan, persamaan, toleransi,

musyawarah, tolong menolong, dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin, Membentuk Negara Islam, Jakrta: t.p,t.t.

Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Fiqhus Sirah, Edisi terjemah, Jakarta:

Robbani Press, 1999.

Al-Karamiy, Hafidz Ahmad Ajjaj, Al-Idarah fi ‘Ashri ar-Rasul, Kairo: Dar

as-Salam, 2007.

As-Siba’i, Mushthafa, Hikmah Shirah Nabawiyah, Edisi terjemah, Surakarta: Indiva Pustaka, 2009.

Abu ubaid al-qasim, kitab al-amwal, kairo; dar el-fikr,1975.

Al-thabari, Tarikh al-umam wal al-mulk, jilid III, Beirut; Dar el-fikr, 1987.

Elvandi, Muhammad, Inilah Politikku, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011.

Fazlur Rahman, the Islamic concept of state, dalam John. L posito dan John J.

Donohue, Islam in Transition, Muslim Prespective ,New york, University

Press, 1982.

Hasan Ibrahim, Tarikh Islam, Jil.1, Kairo:Maktabah Nahdliyat al-Mishriyyah,

1979.

Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai aspeknya, Jilid 1 ,Jakarta; UI

(21)

Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Edisi terjemah Jakarta:

Mitra Kerjaya Indonesia, 2002.

Hitti, Philip K. History of Arabs, Jakarta: Serambi, 2013.

Ibnu al-atsir, al-kamil fi al-tarikh, jilid II, Bairut; dar Beirut, 1965.

Karim, M. Abdul. Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam.

Jogjakarta: Surya Raya,2004.

M. A. Salahi, Muhammad sebagai manusia dan nabi, Terj. M.sadat Ismail,

Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2006.

Maryam, Siti, dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga

Modern. Yogyakarta: Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga

bekerjasama dengan LESFI

Mushthafa as-Siba’i, Hikmah Shirah Nabawiyah, Edisi terjemah, Surakarta: Indiva Pustaka, 2009.

Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqhus Sirah, Edisi terjemah, Jakarta:

Robbani Press, 1999.

Muhammad Dhiya al-Din al-rayis, al-Nadzariyyat al-siyasiyat al-Islamiyat,

(Mesir, maktabat al-anju almisriyat, 1957) H.15, dikutib dari DB.

Macdonald, Development of Muslim Theology, jurispundence, and

constitutional theory, ,New york, Tp, 1903.

Montgomery Watt, Muhammad at Medina. (Oxford University Press, 1956),

Pulungan, J.Suyuthi, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah dari

Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Press, 1993.

Reuven, Firestone, Jihād: the origin of holy war in Islam, t.k: t.p, 1999.

Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1988.

Yakub, M, Piagam Madinah: Acuan Dasar Negara Islam, Jurnal Analytica

(22)

Watt, Muhammad at Medina, dikutip oleh Muhammad bin Umar alwaqidi, kitab

al-maghazy, Calcutta; Von Kramer,1896.

Watt, Montgomery, Muhammad at Medina. Oxford University Press, 1956.

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai tayangan televisi ritual-religius selama Ramadhan yang dikemas dalam beragam program acara terjebak dalam pemahaman Islam yang simbolis-verbalis (dalam Surya

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif diterima, yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara kinerja portofolio optimal saham syariah Indonesia dan

(1) Jika sudah lewat waktu yang ditentukan itu, sedangkan orang yang kalah itu belum juga memenuhi keputusan itu, atau jika orang itu, sesudah dipanggil dengan sah, tidak

Baina beren tribuetan, beren etxeetan, ohiturazko Zuzenbidea gordetzen eta aplikatzen jarraitzen zuten.. Eta gaur egun ere hori egiten

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB)

Skripsi yang berjudul “Tradisi Merarik Dalam Masyarakat Suku Sasak Lombok di Desa Laburan Baru Menurut Perspektif Hukum Islam” ditulis oleh Hafifuddin, telah diujikan

rerata tingkat ketuntasan belajar mencapai sebesar 86,5%, bahkan ditemukan 14% peserta didik yang mampu meningkat sejauh tiga level (dalam Pelevelan Extended

[r]