Pembatasan DER untuk Mengatasi Thin Capitalization
Di era ekonomi yang semakin berkembang, penanaman modal dari asing terhadap suatu negara menjadi hal yang lumrah. Indonesia berupaya untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya. Hal ini yang dikenal sebagai Foreign Direct Investment (FDI). Alasan investor melakukan FDI tiada lain untuk memperbesar laba, terlebih lagi Indonesia memiliki banyak tenaga kerja dan upahnya cukup rendah dibandingkan negara lain. Aliran dana asing secara langsung dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk menggerakkan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi yang berkelanjutan diharapkan juga dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Banyaknya praktik FDI tidak serta-merta meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia. Perusahaan Penanaman Modal Asing melakukan perencanaan pajak untuk meminimalisasi pajak terutang. Bahkan, tidak jarang perusahaan PMA tidak membayar pajak karena perusahaannya merugi. Perencanaan pajak yang dilakukan adalah mengubah struktur modal perusahaan melalui Thin Capitalization. Thin Capitalization ialah mekanisme pendanaan perusahaan dengan mengutamakan pinjaman daripada modal ekuitas dalam struktur modalnya. Pinjaman yang dimaksud berupa uang atau modal dari pemegang saham atau dari pihak tertentu yang memliki hubungan istimewa.
Pajak berperan besar bagi perusahaan dalam menentukan struktur modal, perusahaan multinasional meminimalisasi pajak terutang melalui pinjaman dari perusahaan afiliasi yang terletak di negara yang tarif pajaknya rendah (Overesch&Wamser:2007). Sistem perpajakan terhadap perusahaan membolehkan pelunasan utang sebagai pengurang dasar pengenaan pajak. Insentif ini dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk menggunakan internal debt sebagai sarana profit shifting (Haufler&Marco:2011). Pembayaran bunga, sewa, dan royalti merupakan beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto selama berkaitan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dengan demikian, beban bunga menjadi alat bagi perusahaan PMA untuk mengurangi pajaknya karena hal tersebut diatur dalam Pasal 6 UU PPh sebagai deductible expense.