Cerpen Darmo Becak Mendemo Tuhan Karya S.Chamiemah: Potret
Kehidupan Yang Belum Selesai
Oleh: Jaka Herlambang
Sumber foto: google.com
Perkenalan
Hidup di dunia ini memang tidak abadi. Ada pepatah jawa mengatakan “Urip mung mampir ngombe” (hidup cuma mampir untuk minum) atau plesetan pelawan “Urip mung mampir ngguyu” (hidup Cuma mampir untuk ketawa). Memang. Namun tentu kita tidak bisa menyia-nyiakan waktu sedetikpun dengan sesuatu yang tidak memberikan manfaat, tidak berguna bagi diri-sendiri, orang lain, Nusa dan Bangsa. Makna dari pepatah diataspun tentu dalam apabila digali sedalam samudra, dipikirkan setinggi langit, diresapi dengan perasaan (tapi jangan baper juga).
Pada kali ini penulis akan menyajikan sebuah sedikit gambaran isi dari kumpulan cerpen dari S. Chamiemah berjudul “Darmo becak mendemo Tuhan”, diterbitkan oleh Prisma Media -Yogyakarta tahun 2004. Mendengar dari judulnya aja sudah ngeri. Mahasiswa aja sering demo paling tinggi tingkat presiden. Yang didemo juga sama-sama manusia. Lah ini tukang becak demo Tuhan. Hal kosmos. Apa nggak lebih “mapan” tukang becak dalam mencari keadilan.
Saatnya terbang
Cerita-cerita dalam kumpulan ini mengangkat tema religiusitas dan memotret kehidupan manusia yang tiada akhir.
Cerpen pembuka yang sekaligus menjadi judul buku ini yaitu “Darmo becak mendemo Tuhan”. Ini mengisahkan kehidupan keluarga tukang becak bernama Darmo, istri dan anaknya. Tinggal di sebuah gubuk permukiman kumuh di Ibu Kota tidak menyrutkan darmo dalam menjalani kehidupan dan merasakan “keblinger-an” para pejabat pemerintah dalam mengurus negari ini. Menghadapi nasib yang tak kunjung berubah. Darmo akhirnya memutuskan untuk “menggugat Tuhan”. Suatu tindakan yang “nyeleneh”, tidak wajar bagi orang mainstream apabila melihat tindakan Darmo. Tindakan ini dilakukan karena kemuakan Darmo kepada para pejabat pemerintah negeri yang hanya memberikan harapan palsu bagi rakyatnya. Tentu menjadi perjalanan spiritual tersendiri bagi Darmo melakukan hal ini. Hal ikhwal yang sangat menakjubkan dirasakan selama pengembaraannya untuk mendemo Tuhan.
Kedua, “Fragmen kematian”. Menceritakan kematian pengacara wanita bernama Kunti yang dihukum mati oleh PETRUS (penembak misterius) sebelum menghadiri kasus persidangan tindakan korupsi yang dilakukan oleh mantan kekasihnya dulu. Ruh Kunti diperlakukan dengan mulia. Karena kehidupan Kunti penuh dengan tindakan mulia.
Cerita “Gagap” berada dalam urutan ketiga. Mengisahkan anak muda bernama Amat yang masih ragu dalam mengambil suatu tindakan ketika mengetahui kekasihnya yang telah bersuami hamil darah dagingnya ataukah meniggalkannya. Situasi yang sedang dialami Amat tidak mendapat simpatik dari ayah kandungnya yang merupakan pensiunan nyi-nyir. Rasa simpatik Amat rasakan dari mbah Wafik, lelaki ‘sepuh’ nan misterius yang hidup seorang diri di gubuk tepian pantai.
Selanjutnya menceritakan tentang kondisi bumi yang merindukan air hujan menyirami kehidupan diatasnya yang telah lama gersang menerima sinar sang mentari. Sang bumipun hingga memohon kepada matahari mencucurkan keringat ketika ia mengelilingi bumi. Cerita ini memberikan terselip samar kritik terhadap manusia yang tidak merawat bumi dan mnyebabkan “Gersang”.
kebebasan seseorang. Sama seperti pengalaman pahit Elisa yang berhadapan dengan apparatus negara.
Keenam “Kabar dari Demangan”. Mengisahkan seorang mahasiswa yang penasaran dengan sesosok nenek-nenek tua yang duduk melamun di dekat tong sampah pasar demangan. Setiap hari si mahasiswa melihat nenek tersebut tak beranjat dari tempatnya. Ini membuatnya semakin penasaran apa gerangan yang dilakukan sang nenek. Hingga suatu ketika mahasiswa tersebut menerima sepucuk surat dan foto dari sang bunda yang tinggal di tanah kelahiran sana, memberitahukan bahwa tempat ia menempuh pendidikan sekarang ada istri sang kakek. Nenek yang terbiasa diam di pasar demangan tadi berada dalam foto yang digenggaman mahasiswa tersebut.
“Monolog harem” dapat dibaca pada cerita pendek ketujuh. Keajaiban kehidupan bagi sosok perempuan yang dulu menjadi budak kini dapat menikmati kemewahan kerajaan dan dapat menjadi permaisuri setelah bersaing dengan harem-harem sang raja. Melihat raja yang kini mencintai, menyayangi salah satu harem membuat sang permaisuri gusar. Ia tahu kehidupan dalam bilik harem. Demi tetap mempertahankan posisinya. Permasuri dengan berbagai cara mencoba membunuh harem kesayangan raja.
Sementara kedelapan meceritakan tentang “Nyamuk”. Dalam cerita ini mengisahkan seorang bapak kasihan terhadap anaknya yang telah menikahi perempuan layaknya ‘nyamuk’. Si bapak terus mencoba menyadarkan anaknya. Namun si anak telah tergila-gila dengan istrinya tersebut. hingga si anak tega menampar bapak kandungnya demi si nyamuk.
Sembilan tentang “Perempuan di ketiakku”. Mengisahkan kebosanan Gopeng terhadap kekasihnya bernama Inah. Perjalanan asmara Gopeng – Inah hanya sering dihiasi hubungan suami-istri tidak ada perkembangan intelektual bagi sosok Gopeng yang juga seorang aktivis kampus. Hingga suatu ketika dalam satu forum Gopeng mengagumi Megha mahasiswi sekaligus aktivis yang memiliki jiwa teguh dalam menjaga kehormatannya. Itulah sosok yang dirindukan Gopeng menjadi pendamping hidunya.
menunggu sang pujaan lama-lama berada di kota rantauan, karena takut nanti hatinya akan berpaling kepada wanita lain. Perempuan tersebut ingin bersama dan menjalin cinta seperti sepasang merpati yang terbang bersama mengelilingi dunia.
Mendarat
Apakah cerita satu dengan cerita lain dapat sambung - menyambung menjadi satu, bukanlah suatu keharusan. Karena buku ini kumpulan cerita pendek dari S. Chamiemah tentu dapat kita apresiasi karya anak negeri ini. Semoga kawan-kawan yang membaca dapat memetik pesan-pesan yang ingin di sampaikan S. Chamiemah dalam bentuk cerita pendek karyanya.