• Tidak ada hasil yang ditemukan

usaha kecil menengah usaha kecil menengah usaha kecil menengah usaha kecil menengah usaha kecil menengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "usaha kecil menengah usaha kecil menengah usaha kecil menengah usaha kecil menengah usaha kecil menengah "

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Konsep Peran Pemerintah

(2)

harus melibatkan diri pada mekanisme pasar ketika situasi pasar memang berjalan tidak sempurna. Menurut Mas’oed (2001) ada tiga kondisi pasar dimana menuntut keterlibatan pemerintah dalam hal ini yaitu pertama, situasi yang melibatkan “public goods”, kedua,munculnya kondisi

“externality” yaitu situasi ketika pasar tidak mampu memperhitungkan keseluruhan biaya dan keuntungan yang berkaitan dengan satu transaksi serta yang ketiga adalah situasi yang bercirikan adanya monopoli atau oligopoli.

(3)

dalam kondisi pasar yang demikian terbagi dalam tiga pendekatan sebagaimana disebutkan Michael P. Todaro (Mas’oed :2001) yaitu :

a. Free market approach

Free market approach memposisikan negara pada posisi tidak mencampuri mekanisme pasar. Pasar adalah mekanisme yang efisien : pasar barang produksi bisa memberikan sinyal paling baik tentang perlunya investasi dalam kegiatan baru ; pasar tenaga kerja bisa menanggapi kegiatan baru dengan tepat; produsen adalah yang paling tahu tentang apa yang perlu diproduksi dan bagaimana memproduksinya secara efisien; dan harga produk dan harga faktor produksi selalu mencerminkan secara akurat kelangkaan barang dan sumber daya sekarang dan di masa depan. Persaingan sangat efektif, walaupun tidak sempurna; teknologi tersedia bebas dan murah; informasi juga sempurna dan murah. Dalam kondisi seperti ini, peran pemerintah dalam ekonomi justru akan merugikan. Ahli ekonomi pembangunan dunia ketiga cenderung berasumsi bahwa pasar di dunia ketiga cukup efisien dan walaupun ada ketidaksempurnaan, bisa diatasi.

b. Public-choice approach

(4)

semata-mata berdasar pamrih pribadi, menggunakan wewenang kekuasaan dan pemerintah demi kepentingan sendiri. Warga masyarakat menggunakan pengaruh politik untuk memperoleh keuntungan khusus yang disebut rente dari kebijakan pemerintah seperti ijin impor atau jatah devisa yang membatasi akses sumber daya penting tertentu. Politisi menggunakan sumber daya pemerintah untuk membangun dan mempertahankan posisi kekuasaan dan wewenang. Birokrat dan pejabat pemerintah menggunakan kedudukan mereka untuk memperoleh suap dari warga yang memburu rente dan untuk menjalankan bisnis sambilan yang diproteksi. Negara menggunakan kekuasaan untuk merampas harta pribadi dari individu. Hasil akhir dari itu semua bukan hanya terjadinya salah alokasi sumber daya tetapi juga pengurangan kebebasan individu. Kesimpulannya pemerintah minimal adalah pemerintahan yang baik.

c. Market-friendly approach

(5)

peran yang “non-selektif” (market friendly); misalnya dengan melakukan investasi dalam infrastruktur fisik dan sosial, fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan , dan dengan menyiapkan iklim yang sesuai bagi kegiatan bisnis swasta. Berbeda dengan aliran pemikiran “free market” dan “public choice”, pendekatan yang “market friendly” (menyesuaikan diri dengan pasar ini menerima pendapat bahwa di dunia ketiga kegagalan pasar banyak terjadi di bidang-bidang seperti koordinasi investasi dan dampak lingkungan. Pasar dunia ketiga juga mengidap persoalan endemik, seperti kurangnya informasi, eksternalitas dalam penciptaan tenaga ahli, dan produksi skala besar.

(6)

“keterlibatan tidak langsung” (steering) daripada “keterlibatan langsung” (rowing). Masih menurut Pratikno (2002), instrumen keterlibatan pemerintah dalam pembangunan dan pelayanan publik bisa dikelompokkan paling tidak dalam empat kategori yaitu:

a. Government provision

Goverment provission pada hakekatnya merupakan bentuk peran pemerintah secara langsung dimana pemerintah menyediakan pelayanan kepada masyarakat tanpa melakukan pemungutan kepada individu-individu yang menikmatinya.

b. Government production

Government production memposisikan pemerintah dalam ikut serta memproduksi barang dan jasa sebagaimana pelaku-pelaku bisnis swasta.

c. Subsidi

Subsidi merupakan keterlibatan pemerintah secara tidak langsung dan pada dasarnya adalah berupa bantuan atau grants, bantuan dapat berupa secara langsung maupun tidak langsung.

d. Regulasi

(7)

ditujukan baik kepada pihak produsen pelayanan maupun pihak konsumen.

Menurut Tambunan (2002: 146) spirit dari adanya otonomi daerah mengisyaratkan bahwa dominasi kebijaksanaan ekonomi tidak lagi bergantung pada pusat. Oleh sebab itu pemerintah daerah harus lebih bisa merumuskan dan melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tepat untuk pembangunan daerahnya masing-masing.

Berpijak kembali pada peran (role) pemerintah dalam pembangunan ekonomi, menurut Arsyad (1999: 121) ada empat peran yaitu:

a. Entrepreneur

Melalui perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan suatu bisnis. Pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri seperti dengan keberadaan Badan Usaha Milik Daerah. Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.

b. Koordinator

(8)

lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencana-rencana, dan strategi-strategi.

c. Fasilitator

Pemerintah daerah sebagai fasilitator berperan memfasilitasi komponen yang terkait dalam mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.

d. Stimulator

Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain: pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri, pembuatan outlets untuk produk-produk industri kecil, membantu industri-industri kecil melakukan pameran.

(9)

disampaikan oleh Pratikno dan Arsyad dengan pembatasan beberapa point diantaranya peran pemerintah sebagai government provision, subsidi, regulasi, stimulator dan koordinator.

2.2 Konsep Pemberdayaan

Adanya pembangunan sebagai pemberdayaan rakyat bertitik tolak pada permasalahan kemerosotan kapasitas rakyat dalam menangani masalah sendiri, oleh sebab itu pembangunan harus berpusat pada rakyat. Menurut David korten (Mas’oed, 2001:8), pembangunan sebagai proses yang memungkinkan anggota masyarakat meningkatkan kapasitas personal dan institusional dalam memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk menghasilkan perbaikan kualitas hidup yang sesuai dengan aspirasi mereka sendiri, berkelanjutan, adil dan merata. Pemberdayaan menempatkan pemerintah pada posisi fasilitator dan memberikan kebijakan-kebijakan yang memberikan dorongan terciptanya iklim yang kondusif, sebagaimana dikemukakan oleh Friedmann (1992:160) :

“The approach to alternative development described in the preceding point builds on people’s own initiatives, with the state playing essentially an enabling, facilitating, and supportive role. State agencies should prepare themselves accordingly to create the capability of responding to local initiatives rther than impose dramatic initiatives of their own”.

(10)

ekonomi, dan lain-lain. Ide yang menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri mendasari dibakukannya konsep pemberdayaan (empowerment). Berdasarkan penelitian kepustakaan, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi (Oakley dan Marsden, 1984).

Kecenderungan atau proses yang pertama tadi dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Kecenderungan kedua sebenarnya lebih dipengaruhi oleh pandangan Paulo Freire tentang peran pendidikan yang akan dapat menumbuhkan kesadaran kritis atau conscientizacao, melalui pendidikan yang bersifat dialogis. Sifat-sifat kesadaran kritis tadi digambarkan oleh Freire (Tjokrowinoto, 2001:56):

(11)

passive positions; by soundness of argumentation; by the practice of dialogue rather than polemics; by receptivity to the new for reasons beyond more novelty and by the good sense not to reject the old just because it is old – by accepting what is valid in both old and new”.

Melalui kegiatannya Paulo Freire berusaha menciptakan kesadaran yang demikian melalui characterological change dan kesadaran melalui pendidikan adalah salah satu dorongan agar diri lebih berdaya. Selain itu menurut Hulme dan Tuner (Pranarka dan Moeljarto ,1996:62) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberi pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif.

(12)

antara struktur dan pengendalian manajemen yang longgar versus yang ketat. Di samping itu pemberdayaan juga merupakan proses perubahan pribadi karena masing-masing individu mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap dunia tempat ia tinggal.

Apabila ditinjau konsep pemberdayaan tersebut, dalam kaitannya dengan pemberdayaan rakyat, sebagai paradigma pembangunan atau empowerment ingin mengubah kondisi ini dengan cara memberi kesempatan pada kelompok orang miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program pembangunan yang juga mereka pilih sendiri. Kelompok orang miskin juga diberi kesempatan untuk mengelola dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak lain (Soetrisno, 1995:139)

(13)

masyarakat untuk mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur-struktur yang operesif. Dengan kata lain empowerment berarti partisipasi masyarakat dalam politik. Sedang versi Schumacher lebih menekankan pada ”Economic development-can succeed only if it is carried forwards as a broad, popular “movement reconstruction” with the primary emphasis on

the full utilization of drive, enthusiasm, intelligience and labour power of

everyone”. Schumacher percaya bahwa manusia itu mampu untuk membangun diri mereka sendiri tanpa mengharuskan terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan struktural yang ada dalam masyarakat. Schumacher menyatakan bahwa strategi yang paling tepat untuk menolong simiskin adalah “memberi kail daripada ikan” dengan demikian mereka dapat mandiri.

Mandela (dalam Soegijoko:1997) menekankan pada

“Empowerment depends on people’s ability to provide for themselves, for

poverty translates into a lack of options for the individual. Economic

security is essential if people are to have the autonomy and means to

exercise power”. Bahwa pemberdayaan tergantung dari bagaimana kemampuan masyarakat tersebut untuk memenuhi kebutuhan sendiri, karena kemiskinan mencerminkan ketidaan pilihan bagi seseorang . Kepastian ekonomi adalah esensial agar masyarakat mempunyai kemandirian dan kemampuan untuk menguasai power.

(14)

suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) hal ini dilakukan melalui upaya memberikan dorongan, motivasi dan membangkitkan kesadaran dalam mengembangkan potensinya. Kedua dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) hal ini dilakukan melalui upaya peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, kemudahan dalam akses permodalan, peningkatan penguasaan teknologi, informasi, lapangan kerja, dan penguasaan pasar. Sedangkan yang ketiga adalah melindungi sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah melalui upaya nyata yang diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas melindungi golongan yang lemah.

(15)

mandiri. Sedangkan pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

(16)

mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan usaha kecil.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dalam penelitian ini dibatasi peran pemerintah dalam pemberdayaan. Adapun konsep pemberdayaan itu sendiri lebih mengacu pada konsep Prawirokusumo dan Kartasasmita yaitu upaya pemerintah dalam peningkatan sumber daya UKM, peningkatan penguasaan teknologi, pengoptimalan organisasi dan manajemen, pemberian bantuan modal, kemudahan akses permodalan, kebijakan persaingan sehat, kebijakan pengurangan beban ekonomi biaya tinggi, peningkatan penguasaan pasar, penataan tempat usaha, program kemitraan dan peningkatan kerja sama baik dalam bentuk koperasi, asosiasi atau himpunan kelompok usaha maupun organisasi formal pemerintah.

2.3 Konsep Usaha Kecil Menengah

(17)

hasil penjualan tahunan yang lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, disebut sebagai industri kecil harus mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000,-(satu miliar rupiah);

c. milik Warga Negara Indonesia;

d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai , atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;

e. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999, industri menengah mempunyai karakteristik sebagai berikut:

(18)

b. milik Warga Negara Indonesia;

c. berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimilki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar;

d. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum. Badan Pusat Statistik sendiri menggolongkan jenis usaha pada perusahaan industri pengolahan yang terbagi dalam empat golongan dengan penekanan pada jumlah tenaga kerja yang diserap, yaitu:

a. Industri rumah tangga adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki tenaga kerja 1 sampai dengan 4 orang.

b. Industrui kecil adalah suatu kegiatan usaha industri yang memilki tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang.

c. Industri menengah adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

d. Industri besar adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih.

(19)

1.000.000.000,- (satu milyar) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

(20)

Kondisi usaha skala menengah begitu adanya menurut Hall Hill (dalam Rachbini, 1999:85) bahwa struktur industri Indonesia keropos di tengah. Artinya, lapisan tengah dari pelaku industri sangat rapuh sehingga struktur itu berbasis pada lapisan bawah saja dengan pelaku yang kecil dan marginal, dan pada lapisan atas dengan para pelaku industri besar dengan jumlah yang sedikit tetapi menguasai aset yang besar. Dengan kata lain, struktur industri Indonesia ditandai dengan sedikitnya jumlah pengusaha kelas menengah yang tangguh, baik dalam kontribusinya pada nilai tambah, penguasaan aset maupun penciptaan kesempatan kerja. Adapun lapisan pengusaha (kecil dan) menengah, pada umumnya tumbuh sangat lamban atau bahkan mengalami stagnasi. Selain itu UKM Indonesia dicirikan oleh struktur pasar yang sangat kompetitif, hambatan masuk rendah dan tingkat drop out tinggi sehingga margin keuntungan relatif rendah dan akumulasi modal relatif lambat.

(21)

mencapai target atau gagal dikembangkan pada sebagian besar instansi. Perusahaan-perusahaan kecil sering tidak mampu memanfaatkan fasilitas dan program pemerintah karena adanya prosedur birokrasi yang kompleks. Selain itu juga ada kecenderungan yang menganggap industri kecil hanya untuk kesejahteraan sosial, tetapi tidak melihat pada dinamika perusahaan dan efisiensi ekonomi.

Lebih lanjut menurut Thoha (2000:154) bangunan struktur ekonomi Indonesia berbentuk piramida. Bagian kerucut piramida merupakan sekelompok kecil usaha besar dan konglomerat tetapi memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menciptakan nilai tambah dan penguasaan aset. Bagian tengah merupakan sekelompok usaha menengah yang jumlahnya tidak banyak, dengan kemampuan menciptakan nilai tambah yang relatif terbatas. Bagian tengah ini merupakan bagian paling lemah dalam bangunan struktur ekonomi nasional. Sedangkan bagian bawah terdiri dari para pengusaha kecil dan rumah tangga serta usaha-usaha yang informal yang sangat besar jumlahnya dan memberikan kontribusi yang besar dalam penciptaan kesempatan kerja tetapi produktivitasnya sangat rendah sehingga kontribusinya dalam penciptaan nilai tambah dan penguasaan aset sangat kecil.

(22)

(Thoha, 2000:154-155). Pertama, dominannya usaha-usaha informal, gurem dan kecil yang ditandai dengan relatif sulitnya untuk berkembang, padahal sebagian besar masyarakat menggantungkan mata pencahariannya pada sektor-sektor usaha ini sehingga pendapatan sebagian besar masyarakat juga relatif sulit bergerak naik. Kedua, keroposnya kelompok usaha berskala menengah dalam bangunan piramida struktur ekonomi Indonesia merupakan indikasi lemahnya keterkaitan usaha antara usaha besar pada satu sisi dan usaha kecil dan gurem pada sisi yang lain. Ketiga, lemahnya keterkaitan antara kelompok usaha besar dan kecil merupakan indikasi bahwa keberadaan usaha besar dan kecil dalam perekonomian merupakan pesaing langsung maupun tidak langsung bagi usaha kecil, apalagi kalau orientasi pemasaran sebagian besar terutama juga hanya mengandalkan pada pasar domestik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas konsep UKM yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kekayaan bersih sekitar 200 juta rupiah samapai 10 milyar dengan jumlah tenaga kerja sekitar 5 sampai dengan 99 orang.

2.4 Konsep Distorsi Pemberdayaan UKM

(23)

dijalankan selama ini, adanya sikap yang kompromistis dan kurang ambisius dalam mengejar peluang serta ketergantungan pada pihak-pihak tertentu, adanya keluarga besar ataupun kerabat besar, tidak berani mengambil resiko dari keputusan yang diambil, keinginan hasil yang lebih cepat, nepotisme, feodalisme.

Sedangkan lebih lanjut menurut Subanar (2001:8) , berbagai kendala yang menyebabkan kelemahan serta hambatan bagi pengelolaan suatu usaha kecil diantaranya menyangkut faktor intern dari usaha kecil di antaranya masih menyangkut faktor intern dari usaha kecil itu sendiri serta beberapa faktor ekstern, seperti:

a. Umumnya pengelola small-business merasa tidak memerlukan ataupun tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, analisis perputaran uang tunia/kas, serta berbagai penelitian lain yang diperlukan suatu aktivitas bisnis.

b. Tidak memiliki perencanaan sistem jangka panjang, sistem akutansi yang memadai, anggaran kebutuhan modal, struktur organisasi dan pendelegasian wewenang, serta alat-alat kegiatan manajerial lainnya (perencanaan pelaksanaan serta pengendalian usaha) yang umumnya diperlukan oleh suatu perusahaan bisnis yang profit oriented.

(24)

d. Kurangnya petunjuk pelaksanaan teknis operasional kegiatan dan pengawasan mutu hasil kerja dan produk, serta sering tidak konsisten dengan ketentuan order/pesanan, yang mengakibatkan klaim atau produk yang ditolak.

e. Tingginya labour turn-over (PHK)

f. Terlalu banyak biaya-biaya yang di luar pengendalian serta utang yang tidak bermanfaat, juga tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan pembukuan standar.

g. Pembagian kerja tidak proposional, sering terjadi pengelola memiliki pekerjaan yang melimpah atau karyawan yang bekerja di luar batas jam kerja standar.

h. Kesulitan modal kerja atau tidak mengetahui secara tepat berapa kebutuhan modal kerja, sebagai akibat tidak adanya perencanaan kas.

i. Persediaan yang terlalu banyak, khususnya jenis barang-barang yang salah.

j. Lain-lain yang menyangkut mist-manajemen dan ketidakpedulian pengelola terhadap prinsip-prinsip manajerial. k. Risiko dan utang-utang kepada pihak ketiga ditangggung oleh

kekayaan pribadi pemilik.

l. Perkembangan usaha tergantung pada pengusaha yang setiap waktu dapat berhalangan karena sakit atau meninggal.

(25)

n. Perencanaan dan program pengendalian tidak ada atau belum pernah merumuskannya.

Berbagai tantangan daan kendala dalam pengembangan usaha kecil menengah sebagaimana disebutkan oleh Thoha (2000:166-167) antara lain :

a. Belum adanya formulasi atau model atau pendekatan yang jitu tentang keberpihakan pemerintah pada ekonomi rakyat, terutama usaha kecil.

b. Program pemberdayaan tidak atau kurang dibarengi dengan tenaga pendamping yang profesional.

c. Program-program pemberdayaan lebih banyak berorientasi proyek, bukan pada hasil atau kinerja.

d. Jumlah dan kualitas SDM pembina kurang memadai dibandingkan dengan lingkup pekerjaan atau tugas dan permasalahan ekonomi rakyat yang menjadi binaannya.

e. Program-program pemberdayaan lebih banyak bersifat politis, populis dan charitas, bukan model yang sungguh-sungguh dan solid berdasarkan hasil penelitian yang panjang dan teruji.

f. Dana, sarana dan prasarana pendukung operasional terutama bagi petugas lapangan seringkali sangat tidak memadai.

(26)

h. Masih lemahnya lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan pendukung usaha kecil seperti modal ventura, inkubator bisnis, leasing, dan institusi kemitraan usaha lainnya.

i. Terbatasnya lahan pada lokasi-lokasi strategis untuk menjalankan kegiatan usaha.

Keberpihakan pemerintah kepada UKM seharusnya tidak mengulangi kesalahan pemerintah Orde Baru, yang lebih menekankan pada pendekatan politik ekonomi, yang sentralistik, otoriter, dan top down, sehingga banyak menimbulkan distorsi di lapangan, mengabaikan proses dialektika pasar yang otonom, dan menyumbat partisipasi rakyat secara kreatif dan bebas (Warta Ekonomi, 1 September 2000). Ada tiga distorsi dalam pengembangan UKM menurut Asy’arie (2000) yaitu:

a. Distorsi pemberi kredit

Adanya prosedur yang berbelit-belit (formalistik) dalam mendapatkan modal dari lembaga keuangan perbankan, menyebabkan distorsi yaitu munculnya KKN. Seperti halnya adanya perusahaan fiktif, sehingga banyak kredit yang jatuh pada UKM fiktif atau UKM yang tidak sehat tetapi memenuhi persyaratan formal administratif, dan biasanya UKM yang sehat memilih mundur karena usahanya masih tetap berjalan.

b. Distorsi program pelatihan

(27)

dan peningkatan teknologi. Dari sekian banyak latihan itu, jarang diberikan materi bagaimana menggali dan mengembangkan kemampuan melihat peluang usaha, berbasis intuisi, dan menjadikannya sebagai bisnis yang menguntungkan.

c. Distorsi konflik kultural

Munculnya distorsi kultural diakibatkan latar belakang masyarakat agraris yang tertransformasi ke masyarakat industri. Di sini muncul distorsi kultural, yaitu konflik antara nilai-niali budaya industrial, seperti terlihat dalam cara memandang uang, waktu dan teknik. Dalam budaya agraris, waktu dipandang sebagai gerak siklus , sementara dalam budaya industrial sebagai gerak linier. Uang dalam budaya agraris lebih bermakna sosial, sementara dalam budaya industrial lebih bermakna ekonomi. Teknologi dalam budaya agraris dipandang secara romantik, sehingga tidak optimal penggunaannya, cenderung menjadi gengsi sosial seperti pandangannya terhadap komputer, sementara teknologi bagi industri adalah basisnya, sehingga harus makin canggih, optimal, dan rasional. d. Distorsi program kemitraan

(28)

dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Program kemitraan itu sendiri pada era orde baru datang dari atas, sebagai alat politik untuk menunjukkan adanya pemerataan pembangunan, dan menjadi salah satu syarat bagi industri besar untuk mendapatkan fasilitas kemudahan dari pemerintah. Disini muncul distorsi karena program kemitraan ini tidak didasarkan pada kebutuhan yang konkret dalam kegiatan bisnis antara yang kecil dan yang besar sehingga banyak kemitraan harus berhenti di MoU (Memorandum of Understanding) saja yang tidak ada realisasinya di lapangan secara konkret. Bahkan banyak yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi usaha keduanya seperti PT Krakatau Steel bermitra dengan UKM yang membuat emping tanpa kaitannya emping dengan besi beton? Akibatnya, kemitraan hanya sekadar kewajiban memenuhi anjuran pemerintah yang segera berhenti kalau keadaan berubah.

(29)

yang ada. Distorsi permodalan menyangkut akses perolehan modal dan bentuk bantuan permodalan sedangkan untuk distorsi kemitraan menyangkut keterkaitan usaha secara vertikal dan keterkaitan usaha secara horisontal. Distorsi konflik kultural lebih menyangkut pada aspek sistem manajemen yang diterapkan pada UKM.

2.5 Kerangka Kerja Penelitian

(30)

khususnya bagi pengembangan UKM pada sentra industri kerajinan tas koper Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo selanjutnya.

Gambar 3.1

Matriks Kerangka Kerja Penelitian

(31)

2.6 Definisi Konseptual

Peran pemerintah didefinisikan sebagai aktivitas pemerintah yang menjalankan bagian dari tugasnya dalam bentuk government provission, subsidi, regulasi, stimulator dan koordinator.

Pemberdayaan didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan derajad UKM melalui peningkatan sumber daya UKM, peningkatan penguasaan teknologi, pengoptimalan organisasi dan manajemen, pemberian bantuan modal, kemudahan akses permodalan, kebijakan persaingan sehat, kebijakan pengurangan beban ekonomi biaya tinggi, peningkatan penguasaan pasar, penataan tempat usaha, program kemitraan dan peningkatan kerja sama baik dalam bentuk koperasi, asosiasi atau himpunan kelompok usaha maupun organisasi formal pemerintah.

Sedangkan usaha kecil menengah (UKM) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kekayaan bersih sekitar 200 juta rupiah sampai dengan 10 milyar dengan jumlah tenaga kerja sekitar 5 sampai dengan 99 orang.

(32)

2.7 Definisi Operasional

Definisi operasional sebagai acuan dalam penelitian ini adalah: 1. Peran pemerintah terhadap pemberdayaan UKM:

a. Government provission diukur dari:

 Upaya peningkatan SDM UKM

 Upaya peningkatan penguasaan teknologi

 Upaya pengoptimalan organisasi dan manajemen UKM

b. Subsidi diukur dari:

 Pemberian bantuan modal usaha

 Kemudahan memperoleh akses permodalan c. Regulasi diukur dari:

 Kebijakan persaingan sehat

 Kebijakan pengurangan beban ekonomi biaya tinggi

d. Stimulator diukur dari:

 Peningkatan penguasaan pasar

 Penataan tempat usaha e. Koordinator diukur dari:

 Program kemitraan

(33)

2. Distorsi dalam pemberdayaan UKM: a. Distorsi program pembinaan diukur dari:

 Materi dan bentuk pelatihan

 Tenaga pendamping

 Sarana dan prasarana b. Distorsi permodalan diukur dari:

 Akses perolehan modal

 Bentuk bantuan permodalan usaha c. Distorsi kemitraan diukur dari:

 Keterkaitan usaha secara vertikal  Keterkaitan usaha secara horisontal d. Distorsi konflik kultural diukur dari:

Gambar

Gambar 3.1Matriks  Kerangka  Kerja  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Green IT refers to environmentally sound information technologies and systems, applications and practices and encompasses three complementary IT-enabled approaches to

Hendarta selaku Business Representative Manager Kantor Biro Jatim Harian Kompas juga mengungkapkan kompas.id dapat menjawab kebutuhan akan pergeseran media yang

Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pencari keadilan terhadap putusan Pengadilan Agama, maksudnya adalah upaya yang dapat dilakukan oleh tergugat dan penggugat terhadap

Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Pepaya dalam Meningkatkan Kecernaan Tepung Bulu Ayam. * FAKULTAS PERTANTAN r*) uNrvERsrTAs sRlwtJAYA

Karena media pembelajaran dengan menggunakan media lagu daerah Sumbawa dapat membuat tampilan pembelajaran lebih menarik yang bisa membuat mata pelajaran bahasa

Pemikul Momen Biasa (SRPMB), namun dalam tugas akhir ini, gedung rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Sidotopo Surabaya akan direncanakan ulang di daerah zona gempa

aspek percaya diri yang menjelaskan bahawa individu masalah pendengaran ini mempunyai keyakinan dan kekuatan dalaman yang rendah terhadap diri sendiri dan faktor

Gottfried Wilhelm Leibniz pada awalnya dituduh menjiplak dari hasil kerja Sir Isaac Newton yang tidak dipublikasikan, namun sekarang dianggap sebagai kontributor kalkulus yang