• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SUBTIPE STROKE DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA PASIEN PO ST STROKE

DI RSUD DR. MO EWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Mem enuhi Persyaratan Memperoleh Ge lar Sarjana Kedokte ran

ARDH ANARI W ULANSIH G 0003055

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERS ITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

Pada Pasien Post S troke Di RSUD dr. Moewardi Surakarta Ardhanari Wulansih, NIM/ Sem ester : G0003055/ XIV, T ahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Kamis, Tanggal 14 Januari 2010

Pembimbing Utama

Nam a : Prof. DR. OS. Hart anto., dr., Sp. S (K)

NIP : 19470318 197609 1001 ( ……….)

Pembimbing Pedamping

Nam a : Suparman., dr., M. Kes., M S

NIP : 19541018 198503 1001 ( ……….)

Penguji Utam a

Nam a : Agus Soedomo., dr., Sp. S (K)

NIP : 19490516 197602 1002 ( ……….)

Anggota Penguji

Nam a : Bagus Wicaksono., drs., M. Si

NIP : 19620901 198903 1003 ( ………. ………)

Surakart a,

Ketua T im Skripsi Dekan FK UNS

(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini m enyatakan dalam sripsi ini tidak terdapat karya yang pernah disajikan untuk m em peroleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah dan disebutkan dalam daft ar pustaka.

Surakart a, ……….…….

(4)

v

Stroke is a serious healthy issue for people. Nowadays, mort ality rat e for stroke in dr. Moewardi public hospital is quite increasing. For those who survive, m ost likely that experiencing physical disability with various stages. One of functional defect which due to stroke is dem ent ia. Aim for this study was to understand the relationship between stroke subtypes and dem ent ia occurrence on post-stroke patient in dr. Moewardi Public Hospit al.

This study was observational analytic with Cross Sectional approaches. T his study was held in ward and polyclinic of Departm ent Neurology in dr. Moewardi Public Hospital on April to May 2009. Sampling was done by random technique using interview instrum ent that is MMSE questionnaire and Hechinsky's Ischemic Score. Tot al sample was 60 patient s consist of 30 post-stroke ischemic patient s significant relationship between stroke subtypes and dem ent ia occurrence on post-stroke patients in dr. Moewardi Public Hospit al.

(5)

iv ABSTRAK

Ardhan ari W ulansih, G0003055, 2010, Hubungan Subtipe Stroke dengan Kejadian Demensia pada Pasien Post Stroke di RSUD dr. Moewardi.

Stroke merupakan m asalah kesehatan masyarakat yang serius. Saat ini tingkat kem atian akibat stroke di RSUD Moewardi cukup tinggi. Untuk yang selamat, ham pir dapat dipastikan akan m engalam i kecacatan fisik dengan berbagai tingkatan. Salah satu gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke adalah dem ensia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan m enggunakan pendekatan Cross Sectional. Penelitian dilakukan di bangsal dan poliklinik Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakarta, pada bulan April sampai Mei 2009. Pengam bilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random sam pling menggunakan instrum en wawancara berupa kuesioner MMSE dan Hechinsky Iskemik Skor. Jum lah sampel yang diambil sebanyak 60 pasien yang terdiri dari 30 pasien post stroke iskemik dan 30 sampel pasien post stroke hem oragik. Data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.

Setelah dilakukan penelitian pada 30 sampel pasien post stroke iskemik didapatkan 11 pasien (18,33 %) dengan gangguan demensia dan 19 pasien (31,67 terdapat hubungan yang berm akna secara statistik ant ara subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

(6)

vi Moewardi Surakart a”.

Penulis m engucapkan banyak terim a kasih atas dukungan baik m oril maupun m ateriil yang telah diberikan selam a pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini kepada :

1. Prof. Dr. A. A. Subijant o., dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokt eran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakart a yang telah banyak membantu bagi kelancaran penyusunan skripsi ini. 3. Prof. DR. OS. Hartanto., dr., Sp.S(K) selaku pembimbing utama yang

telah berkenan m eluangkan wakt u untuk m engarahkan sert a mem berikan masukan kepada penulis.

4. Suparman., dr., M.Kes., MS selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, kritik dan saran demi sem purnanya penulisan skripsi ini.

5. Agus Soedomo., dr., Sp.S(K) selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan m em berikan masukan kepada penulis.

6. Bagus Wicaksono., drs., M.Si selaku anggot a penguji yang telah berkenan menguji dan m em beri masukan kepada penulis.

7. Staf Poliklinik dan Bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakart a yang telah banyak m em bant u dalam proses pengambilan data. 8. Orang tua penulis Bapak Ir. Soekotjo., M.Eng dan Ibu Hariyani Ristantina senantiasa memberi sem angat sert a dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Sem ua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sert a menjadi sumbangan bagi pengembangan teori dan penelitian dalam ilmu kedokteran selanjutnya

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyem purnaan skripsi ini di masa m endatang.

(7)

vii

(8)
(9)
(10)
(11)

x

DAFTAR GAMBAR

(12)

ix

Tabel 2. Distribusi sampel dem ensia berdasark an usia ……… 44 Tabel 3. Distribusi sampel dem ensia berdasark an jen is k elam in …………. 45 Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan subtipe stroke yang diderita

(13)

1 BAB I

PENDAH ULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke m erupakan masalah kesehatan m asyarakat yang serius di seluruh dunia karena m ort alitas dan morbiditasnya sangat tinggi. Stroke merupakan penyakit neurologik yang paling sering dijumpai dan menjadi salah satu penyakit yang masuk ke dalam kelompok kegawatan medis. Oleh karena itu perlu penanganan dalam suatu sistem perawatan int ensif (Unit Stroke) atau Instalasi Perawatan Intensif Stroke dalam suatu rum ah sakit (Hadi, 2004).

Di Indonesia angka kejadian stroke meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Syamsuddin, 2007). Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kem bali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sam pai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat (Misbach, 2007).

(14)

dipastikan akan m engalami kecacatan fisik dengan berbagai tingkatan. Untuk itu pihak rum ah sakit berinisiatif membentuk Stroke Unit sebagai tempat perawatan int ensif bagi pasien stroke. Dengan dibukanya bangsal khusus penderita stroke diharapkan tingkat kecacatan dapat ditekan hingga 50 persen (Rafiq, 2008).

Gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke sangat beragam . Salah satunya adalah demensia yang dalam istilah awam disebut pikun/ pelupa. Dalam aspek m edis, demensia merupakan m asalah yang tak kalah rum itnya dengan m asalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup (Harsono, 2007).

Demensia yang terjadi pasca serangan stroke diklasifikasikan ke dalam dem ensia vaskular. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada m ereka dengan hipertensi yang telah ada sebelum nya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama m engenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang m engalam i infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah ot ak yang luas. Penyebab infark m ungkin termasuk oklusi pem buluh darah oleh plak aterioklerotik atau tromboem boli dari tempat asal yang jauh (Kaplan, 1997).

(15)

3

subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

B. Perum usan Masalah

Adakah hubungan ant ara subtipe stroke dengan kejadian dem ensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi?

C. Tujuan Pe nelitian

Penelitian ini bertujuan unt uk mengetahui hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

D. Manfaat Pen eliti an

1. Manfaat T eoritis

a. Sebagai simpul penguat teori yang sudah ada.

b. Dapat memberikan m asukan berupa hubungan subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

2. Manfaat Aplikatif

a. Mengantisipasi timbulnya demensia akibat terjadinya stroke.

(16)
(17)

4 BAB II

LANDASAN TEO RI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke

a. Defi nisi

(18)

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang m asih dapat sem buh secara sem purna asalkan ditangani dalam jangka wakt u 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalam i kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disem buhkan. Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rum ah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pem ulihan ini pent ing untuk m engurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengem balikan keadaan penderita kem bali norm al seperti sebelum serangan stroke (M isbach, 2007).

b. Klasifikasi

Secara um um , stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1). Sroke He moragik (Perdarahan )

(19)

6

suatu daerah di otak dan merusaknya. Penderita yang mendapat stroke jenis ini biasanya diatas 45 tahun dan terdapat penyakit lain sepert i hipert ensi, diabetes melitus dan hiperkolesterolem i. Awal kejadian ini adalah sewaktu penderita sedang aktif, m isalnya sedang bekerja di sawah, sedang marah-marah dan lain-lain (Hadi, 2004).

Menurut W HO stroke hem oragik terbagi atas:

a). Stroke Hem oragik Intraserebral

Perdarahan primer dari pembuluh darah di parenkim ot ak dan bukan dari trauma.

b). Stroke Hem oragik Sub arakhnoidal

(1) Primer: spont an non trauma dan non hipertensif.

(2) Sekunder: karena traum a di luar sub arakhnoidal, misalnya hem atoma, intraserebral atau tumor otak.

2). Stoke Non He moragik (Iskemik)

(20)

iskemik ialah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lam a dari 24 jam dan tidak disebabkan oleh perdarahan (Lum bant obing, 2004). Bila terjadi sum batan pem buluh darah maka daerah sentral yang dirusak akan mengalami iskem ia berat sam pai infark, sedangkan daerah marginal sel-selnya belum mati karena adanya sirkulasi kolateral dan gejala klinisnya bersifat reversibel. Daerah ini disebut penumbra iskem ik, dim ana bila perfusi normal kembali m aka sel-selnya dapat berfungsi lagi. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pem buluh darah art eri yang m enuju ke ot ak. Darah ke otak disuplai oleh dua art eri karotis interna dan dua arteri vert ebralis. Stroke iskemik banyak diderita oleh kelom pok usia di atas 50 tahun. Gejala utamanya adalah timbul defisit neurologis secara mendadak atau subakut, yang didahului oleh gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak m enurun kecuali bila embolus cukup besar. Lesi terjadi karena adanya sum batan dalam arteri yang disebabkan oleh trombus atau embolus. Perdarahan atau infark seringkali terjadi di kapsula int erna (Hadi, 2004).

(21)

8

a). Serangan Iskemik Sepint as/ Transient Ischem ik Attack

(TIA)

TIA adalah kelainan neurologik fokal yang tim bulnya mendadak dan kemudian m enghilang lagi dengan cepat dalam wakt u kurang dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak di daerah tert entu di otak.

b). Defisit Neurologik Iskem ik Sepint as/ Reversible Ischem ik Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam wakt u lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari sem inggu.

c). Stroke Progresif (Stroke in Evolution atau Progresive Stroke)

Terjadi defisit neurologik yang terus-menerus bert ambah berat dan belum stabil. Hal ini dapat disebabkan oleh:

(22)

(2) Trombus yang menyumbat art eri meluas dan menyumbat cabang-caban g art eri lainnya.

(3) Infark hem oragik karena trombus di daerah kolateral sampai terjadi nekrosis.

(4) Edema pada infark serebri atau edema vasogenik akibat gangguan blood brain barrier.

d). Stroke Komplet (Com pleted Stroke atau Permanent Stroke)

Merupakan kelainan neurologis yang timbul selama beberapa m enit sampai beberapa jam dan tidak berubah dalam waktu 6 jam setelah serangan. Hal ini disebabkan berkurangnya atau tidak adanya aliran darah pada salah satu arteri di ot ak atau cabang-cabangnya secara mendadak. Dari awal penderita sudah terlihat lum puh tot al.

c. Eti ologi

(23)

10

1). Perdarahan

Perdarahan di otak terjadi bila ada bagian pembuluh darah di ot ak yang m engalam i kerapuhan dan pecah. Darah yang keluar akan merusak jaringan saraf atau secara langsung m erusak daerah dekat pembuluh darah yang pecah tersebut.

2). Em bolik

Bekuan darah atau embolus yang berasal dari bilik jantung atau katup jant ung m aupun plak aterosklerotik yang menem pel pada dinding pem buluh darah yang kemudian terlepas dan terbawa hanyut ke dalan aliran darah. Apabila bekuan darah atau plak melewati pembuluh darah halus di otak m aka aliran darah akan terhent i akibat penyumbatan tersebut.

3). Trombosis

(24)

besar akan m engalami oklusi. Gejala neurologis yang terjadi sesuai dengan lesi fokal atau global daerah ot ak yang yang terganggu

d. Patofisiologi

Otak m em butuhkan banyak oksigen yang diperoleh dari darah sehingga ot ak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat karena di ot ak sendiri ham pir tidak ada cadangan oksigen (Lumbantobing, 2007). Dalam keadaan fisiologis, jum lah darah yang mengalir ke ot ak atau yang disebut Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50-55 ml per 100 gram otak per m enit. Bila sel neuron terpapar pada tingkat CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat berfungsi secara normal, nam un masih m em punyai pot ensi unt uk pulih sem purna. Am bang bagi gagalnya pompa mem bran terjadi bila CBF berkurang sam pai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada tingkat ini kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat CBF ant ara 8-18 ml per 1oo gram otak per m enit merupakan daerah yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kemat ian neuronal. Daerah ini dinam ai penum bra iskem ik (Lumbantobing, 2004).

(25)

12

perfusi yang rendah, PO2 menurun, PCO2 m eningkat dan tertim bunnya asam lakt at (Sidhart a, 2008). Hal-hal tersebut mengakibatkan terjadinya edema serebral regional, dim ana bila tidak terdapat perubahan yang dapat meningkatkan CBF regional, maka pusat daerah yang sembab itu akan m enjadi infark. Neuron-neuron di daerah infark tidak berfungsi karena sudah m usnah, sedangkan neuron-neuron di daerah yang sem bab masih dalam keadaan hidup walaupun sedang menderita (Sidhart a, 2008). Bila jatah oksigen terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi ot ak dan bila lebih dari 6-8 menit akan terjadi lesi atau kerusakan pada sebagian jaringan ot ak yang tidak dapat pulih kem bali (Lumbant obing, 2007).

Patofisiologi daripada stroke iskemik yaitu:

Aterosklerosis pembuluh darah yang besar merupakan penyebab yang paling sering dari iskemia serebri fokal pada orang dewasa. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya iskemia m elalui oklusi trombot ik dari art eria pada tempat terjadinya aterosklerosis atau oleh embolus pada pem buluh darah yang lebih kecil di hilir (Lumbantobing, 2004). Iskemia inilah yang m engakibatkan terjadinya infark serebri.

Manifestasiklinik daripada aterosklerotik ialah:

(26)

2). Oklusi m endadak pem buluh darah karena terjadi thrombosis atau perdarahan pada ateroma.

3). Merupakan tempat bagi terbent uknya trombus, dan kem udian dapat m elepaskan kepingan trombus (embolus).

4). Menyebabkan dinding art eri m enjadi lem ah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek dan terjadi perdarahan.

(Lumbantobing, 2007).

(27)

14

maligna yang kronik, maka apabila terjadi vasospasmus, m aka terjadilah vasokostriksi yang menyeluruh (Sidhart a, 2008).

Patofisiologi daripada stroke hem oragik yaitu:

Tim bulnya infark serebral regional dapat disebabkan oleh pecahnya art eri serebralyang kem udian menimbulkan perdarahan. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi m endapat suplai darah, sehingga wilayah tersebut m enjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang biasanya tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan tersebut. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi, sehingga menim bulkan defisit neurologik yang biasanya berupa hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intra serebral merupakan hepatoma yang cepat m enimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian terdepan dari batang ot ak. Apa yang digambarkan di atas dikenal sebagai perdarahan int raserebral yang dalam klinik dikenal sebagai apopleksia atau stroke hem oragik.

(28)

dinamakan aneurismata dari Charcot -Bouchard. Pada lonjakan tekanan darah sistemik, yang dapat terjadi sewakt u orang m arah, m engeluarkan tenaga banyak, m engejan dan sebagainya, aneurisma kecil tersebut dapat pecah. Pada saat itu juga orang tersebut jatuh pingsan, nafasnya mendengkur dalam sekali dan mem perlihat kan tanda asim etri (hemiparalisis) (Sidhart a, 2008).

Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga disebabkan oleh:

1). Trauma

2). Non traum a:

a) Serebral angiopati

b) Vaskular m alformasi

c) Art eripati yang lain: moya – moya, dural sinus thrombosis

d) Neoplasma

e) Diskrasia darah: leukem ia, kekurangan faktor pem bekuan darah, kelainan platelet, sikle sel

f) Pengobatan: ant ikoagulan terapi trombolitik agents

(29)

16

h) Toksik: arsen

(Suroto, 2004).

e. Fak tor Resiko

Menurut Lumbant obing faktor risiko bagi stroke ialah kelainan atau penyakit yang m em buat seseorang lebih rentan terhadap serangan stroke.

Macam faktor risiko yaitu hipert ensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dislipidem ia, hiperurisemia, obesitas, merokok, inaktivitas fisik, hiperkoagulabilitas, hemat okrit tinggi (Lum bant obing, 2007). Adapun faktor-fakt or lain yang juga m erupakan fakt or risiko tinggi adalah pert am bahan usia, riwayat keluarga dengan stroke, jenis kelamin dan kontrasepsi oral.

f. Manife stasi Klinik

(30)

gejala prodromal, terjadi pada wakt u istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak m enurun, kecuali bila em bolus cukup besar.

Menurut W HO, dalam International Stastical Classtification of Desease and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas perdarahan int raserebral (PIS) dan perdarahan subaraknoid (PSA).

Stroke akibat PIS m em punyai gejala prodrom al yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipert ensi. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas, atau em osi/ marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hem iparesis atau hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya m enurun dan cepat m asuk koma (65% terjadi

kurang dari setengah jam , 23% antara ½ s.d. 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sam pai 19 hari).

Pada pasien dengan PSA didapat kan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan m eningeal. Edem a pupil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada art eri komunikans anterior dan art eri karotis int erna (Mansjoer, 2000).

(31)

18

saja tetapi juga berkaitan dengan masalah pada organ tubuh yang lain, yaitu:

1). Perubahan fungsi neurologik akibat lesi serebral dan perluasan serta edema otak.

2). Gangguan fungsi berbahasa berupa afasia, disart ria, disfasia, dan disleksia.

3). Gangguan perseptif karena hemianopsia, gangguan persepsi ruangan, gangguan mengidentifikasi benda dan tidak mampu melakukan gerakan tertentu.

4). Gangguan kardiovaskular berupa penyakit jant ung, pem bekuan thrombus, akibat sampingan terapi medikament osa.

5). Gangguan respirasi akibat obstruksi jalan nafas, lendir atau sekresi yang sulit keluar, aspirasi, hambatan pert ukaran gas atau udara atau kerusakan pada pusat pengatur respirasi, pneumonia atau atelekt asis aspirasi atau imm obilitas.

(32)

7). Integritas kulit dan m ukosa terganggu oleh berbagai keadaan antara lain: imm obilitas, gangguan sensorik, hygiene mulut dan gigi yang buruk.

8). Gangguan fungsi usus dan vesica urinaria karena inkontinensia dan retensi urin sert a infeksi traktus urinarius.

9). Fungsi neuromuskular dapat terganggu karena terbatasnya gerakan sendi secara aktif dan pasif, deform itas kontraktur, kelemahan anggot a gerak yang terkena kelumpuhan maupun yang tidak terkena.

g. Ge jala Stroke

Gejala utama daripada stroke ialah timbulnya gangguan neurologi secara m endadak. Dan gangguan ini berasal dari jejas (lesi) di otak (Lum bant obing, 2007). Usaha m engenali tanda-tanda atau gejala stroke sangat pent ing unt uk memastikan penderita m endapat perawatan lebih cepat dan tepat, sekaligus menghindari kefatalan (Wiryanto, 2004).

Berikut ini beberapa gejala stroke:

1). Stroke Sem entara (sem buh dalam beberapa menit/ jam).

(33)

20

b) Pusing dan bingung.

c) Penglihatan kabur atau kehilangan ketajaman, bisa terjadi pada satu atau dua mata.

d) Kehilangan keseim bangan, lemah.

e) Rasa tebal atau kesem utan pada satu sisi tubuh.

2). Stroke Ringan (sembuh dalam beberapa minggu).

a) Beberapa atau sem ua gejala di atas.

b) Kelemahan atau kelum puhan tangan atau kaki.

c) Bicara tidak jelas.

3). Stroke Berat (sem buh dalam beberapa bulan atau tahun, tidak bisa sembuh total).

a) Sem ua atau beberapa gejala stroke sem ent ara dan ringan.

b) Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran).

c) Kelemahan atau kelum puhan tangan atau kaki.

d) Bicara tidak jelas atau hilangnya kem am puan bicara.

(34)

f) Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan feses.

g) Kehilangan daya ingat dan konsentrasi, perubahan perilaku

h. Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke berdasar atas:

1). Anamnesis:

a). Terutam a terjadinya keluhan atau gejala neurologik yang mendadak.

b). Adanya fakt or risiko Gangguan Peredaran Darah Otak.

c). Tanpa trauma kepala.

2). Pemeriksaan Internus:

a). Nadi, tensi.

b). Pemeriksaan organ dalam.

(35)

22

d). Adanya defisit neurologis fokal.

3). Pemeriksaan Neuroradiologik

a). Dim ulai dari kepala, leher, dan kaku kuduk.

b). Saraf ot ak, sistem sensorik, sistem m otorik.

c). Reflek fisiologis dan patologis.

d). Scan tomografi, m em bant u diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutam a pada fase akut.

e). Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gam baran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu atau bila scan tidak jelas.

f). Pemeriksaan liquor serebrospinalis, dapat membantu membedakan infark, perdarahan ot ak, baik PIS (Perdarahan Intra Serebral) maupun PSA (Perdarahan Sub Araknoidal).

4). Pemeriksaan T am bahan

a). Pemeriksaan laboratorium .

b). Fungsi lum bal bila dicurigai perdarahan intraserebral.

(36)

d). Angiografi, EKG, CT -Scan.

Pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah 24 jam serangan, karena iskemik atau infark baru terlihat CT scan setelah 24 jam, juga pada stroke perdarahan. CT -scan ini merupakan Gold Standart dalam penentuan jenis stroke.

i. Prognosa

Out com e yang mengikuti stroke dipengaruhi oleh beberapa fakt or. Usia pasien, penyebab stroke, dan kelainan yang lain berkaitan dengan akibat dari stroke juga mempengaruhi prognosisnya. T idak kurang dari 80% pasien stroke bert ahan paling tidak satu bulan. Dan

survival rate 10 tahun di masyarakat tercatat 35%. Pada pasien yang selamat setelah serangan akut sekit ar 1/2 sampai dengan

2

/3

memperoleh kem bali fungsi normal (berdiri sendiri) dan sekit ar 15% memerlukan perawatan lebih lanjut.

(37)

24

2. Demensia

a. Defi nisi

Dem ensia adalah hilangnya fungsi int elektual yang sebelum nya telah berkembang, yang meliputi daya ingat, kem am puan berbahasa, berorientasi, berpikir abstrak, pemecahan masalah dan praktis (Laksm iasanti, 1999). Ada sejum lah definisi tentang demensia, tetapi sem uanya harus m engandung tiga hal pokok: (a) gangguan kognitif, (b) gangguan tadi harus m elibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan (c) pada penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium , yang merupakan gambaran yang menonjol (Harsono, 2007).

(38)

Pada tahun 1970 T omlinson dkk m elalui penelitian klinis patologis m endapat kan bahwa bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di ot ak. Hal ini melahirkan konsep demensia multi-infark. Saat ini demensia vaskular sering diidentikkan dengan demensia m ulti-infark. Demensia vaskular adalah sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi ot ak yang diakibatkan oleh penyakit serebrovaskular atau stroke. Ini merupakan penyebab kedua paling sering daripada dem ensia pada lansia, setelah penyakit Alzheimer (Lum bant obing, 2004).

b. Klasifikasi

(39)

26

Selain itu berdasarkan anatominya demensia dibedakan atas dem ensia kortikal dan dem ensia subkortikal. Dem ensia kortikal, seperti yang dijum pai pada penyakit Alzheim er dan Pick, ditandai oleh defisit memori yang dini dan biasanya penderita menunjukkan gejala defisit visiospasial, gangguan berbahasa (afasia), apraksia, dan agnosia. Pada dem ensia subkortikal didapatkan gejala proses berfikir lam bat. Di sam ping proses berfikir yang lam bat didapatkan pelupa dan gangguan kem am puan mem anipulasi pengetahuan yang diperoleh. Juga didapatkan gangguan system ektrapiramidal, misalnya tremor, diskinesia, festinasi (Lumbant obing, 2004).

c. Eti ologi

Berdasarkan penyebabnya, dem ensia dapat diklasifikasikan menjadi:

1). Dem ensia jenis Alzheimer

a). Dengan awitan dini (usia 65 tahun)

b). Dengan awitan lam bat (usia di atas 65 tahun)

c). Dengan delirium

d). Dengan waham

(40)

f). Tanpa penyulit

2). Demensia vaskular

a). Dengan delirium

b). Dengan waham

c). Dengan perasaan depresif

d). Tanpa penyulit

3). Dem ensia karena kondisi medik umum lainnya

a). Dem ensia infeksi HIV

b). Dem ensia karena trauma kepala

c). Dem ensia karena penyakit Parkinson

d). Dem ent ia karena penyakit Hungtington

e). Dem ensia karena penyakit Pick

f). Dem ensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob

g). Dem ensia karena penyakit lainnya

4). Dem ensia karena penggunaan substansi tert entu dalam jangka lam a

5). Dem ensia karena etiologi multipleks

(41)

28

(Harsono, 2007).

d. Patofisiologi

Gen Apo E pada khrom osom 19 dikemukakan m ungkin ada perannya dalam pathogenesis penyakit Alzheimer. ApoE terlibat dalam transportasi kholesterol dan mempunyai tiga alele : e2, e3, dan e4. Alele e4 ApoE menunjukkan asosiasi yang kuat dengan penyakit Alzheim er pada populasi um um , term asuk kasus sporadis dan yang mulai pada usia lanjut (late onset).

Sedangkan mekanisme demensia vaskular dapat terjadi melalui berbagai m ekanisme. Lesi vaskular pada parenkim otak dapat terjadi melalui iskem ia, hem oragi atau edem a atau gabungan fakt or ini. Terjadinya demensia pada infark di ot ak bergant ung pada beberapa fakt or, misalnya:

(42)

strat egis dapat mengakibatkan banyak gangguan. infark di girus angularis kiri dapat m engakibatkan suatu sindrom Gerstman (agrafia, akalkuia, disorientasi kiri-kanan, agnosia), anomia, gangguan m emori verbal dan defisit konstruksional.

2). Jum lah lesi. Bila seseorang telah m em punyai lesi di otak dan kemudian lesinya bert ambah karena ia mengalam i stroke berulang maka defisit yang timbul bukan aditif, melainkan berlipat ganda. Umumnya defisit yang diakibatkan oleh tam bahan lesi pada lesi yang sudah ada akan m elipatgandakan jenis serta berat nya defisit.

3). Ukuran lesi. Gangguan m ental cenderung terjadi bila volum infark melebihi 50 ml. T omlison et al (1970) m endapat kan volum rata-rat a dari infark ialah 48,9 ml pada demensia vaskular. Pada demensia dengan infark yang letaknya strat egis, lesi yang kecil dapat m engakibatkan gangguan kognitif yang berat. Letak infark lebih penting daripada volumenya.

(Lumbantobing, 2004).

(43)

30

fungsional tingkat ke 2 dan ke 3, akan m enimbulkan demensia (Harsono, 2007).

e. Fak tor Risiko

Fakt or risiko unt uk perkem bangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, m empunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan m em punyai riwayat cedera kepala. Sindrom Down juga secara karakt eristik berhubungan dengan perkem bangan dem ent ia tipe Alzheim er (Kaplan, 1997).

Sedangkan unt uk faktor risiko terjadinya dem ensia tipe vaskular adalah adanya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan diabetes m elitus, bising di arteri karotis, polisitemia, hiperlipidemia, merokok, obesitas, hiperurisemia, kurang berolahraga (Lumbantobing, 2004). Demensia vaskular paling sering ditem ukan pada orang yang berusia 61-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita (Kaplan, 1997).

f. Manife stasi Klinik

(44)

sem akin bertambah berat dan meluas ke tugas-tugas harian, kadang perlu dibant u.

Orientasi, daya ingat, persepsi, dan fungsi int elektual pasien memburuk sejalan dengan m emberatnya stadium penyakit. Perubahan pada afek dan tingkah laku sering ditemukan. Pasien tampak introvert dan kurang peduli terhadap akibat tingkah lakunya. Bila daerah frontal dan temporal ot ak terkena, pasien tampak iritabel dan eksplosif.

Terdapat depresi dan ansietas pada sebagian besar pasien. Pasien dapat m engalam i afasia, apraksia, dan agnosia. Kejang merupakan satu gejala yang dapat timbul. Pasien sulit menggeneralisasi suatu hal, mem buat konsep, serta m em buat persam aan dan perbedaan suatu konsep. Mungkin terdapat katastropik. Selain itu, terdapat sindrom sundrowner, berupa mengant uk, kebingungan, ataksia, dan jatuh tiba-t iba (Mansjoer, 2000).

g. Ge jala Demensia

Gejala klinik daripada dem ensia adalah:

(45)

32

2). Afasia, dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nam a orang atau benda. Penderita afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang, dan m enggunakan istilah-istilah yang tak m enentu.

3). Apraksia, ialah ket idakmampuan unt uk melakukan gerakan meskipun kemam puan motorik, fungsi sensorik, dan pengert ian yang diperlukan tetap baik.

4). Agnosia, ialah ketidakm am puan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda m eskipun fungsi sensoriknya utuh.

5). Gangguan fungsi eksekutif, merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Fungsi eksekutif melibatkan kem am puan berpikir abstrak, m erencanakan, mengambil inisiatif, m em buat urutan, m em ant au, dan m enghent ikan kegiatan yang kompleks.

(Harsono, 2007)

(46)

terdapat sindrom sundrowner, berupa mengant uk, kebingungan, ataksia, dan jatuh tiba-t iba (Mansjoer, 2000).

h. Diagnosis Demensia

Sebagai pedom an, kriteria diagnosis dari tiap-t iap etiologi dem ensia tercantum dalam DSM-IV. Satu hal pent ing yang perlu diperhatikan adalah bahwa diagnosis demensia tidak boleh ditegakkan apabila defisit kognit if muncul secara eksekutif pada saat terjadi delirium .

Kriteria diagnosis demensia vaskular yang tercant um dalam DSM-IV adalah:

1). Adanya defisit kognitif m ultipel yang dicirikan oleh kedua keadaan berikut ini:

a). Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk mempelajari hal baru atau m enyebut kembali informasi yang baru saja diperolehnya).

b). Satu (at au lebih) dari gangguan kognit if berikut ini:

(47)

34

(2). Apraksia (gangguan kem am puan untuk mengerjakan aktivitas m otorik, sementara fungsi motorik normal)

(3). Agnosia (t ak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda walaupun fungsi sensoriknya normal)

(4). Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi, m em buat urutan)

2). Defisit kognit if pada A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas dan menggambarkan penurunan tingkat kem ampuan fungsional sebelum nya secara jelas.

3). Tanda dan gejala neurologik fokal (reflek fisiologik meningkat, reflek patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelum puhan anggota gerak) atau bukt i radiologik yang menunjukkan adanya GPDO (infark multiple yang m elibatkan korteks dan subkorteks) yang dapat m enjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.

(48)

Sedangkan unt uk pemeriksaan klinik daripada demensia meliputi:

1). Pemeriksaan m em ori

Secara formal pem eriksaan m em ori dapat dilakukan dengan m inta pasien unt uk m encatat, m enyim pan, mengingat, dan mengenal informasi. Kem am puan untuk mempelajari inform asi baru dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk m em pelajari suatu daft ar kata. Penderita dim inta unt uk mengulang kat a-kata, m engingat kem bali informasi setelah istirahat beberapa m enit. Sedangkan memori jangka lam a dapat diperiksa dengan meminta penderita unt uk mengingat orang-orang lain atau bahan-bahan lama yang dahulu pernah diminatinya.

2). Pemeriksaan kemampuan berbahasa

Penderita diminta unt uk menyebut nam a benda di dalam ruangan atau bagian dari tubuh, mengikuti aba-aba/ perintah, atau mengulang ungkapan.

3). Pemeriksaan apraksia

Keteram pilan motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita unt uk melakukan gerakan tertent u.

(49)

36

Daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh penderita untuk menghit ung sam pai sepuluh, menyebut seluruh alfabet, menghit ung dengan kelipatan tujuh, m enyebut nama binatang sebanyak-banyaknya dalam wakt u satu menit, atau m enulis huruf m dan n secara bergantian.

5). Mini Mental State Exam ination (MM SE)

Pemeriksaan ini dicipt akan oleh Folstein et al pada tahun 1975 yang kem udian digunakan secara luas di klinik psikiatri m aupun geriatri. MMSE m eliputi 30 pert anyaan sederhana untuk memperkirakan kognisi utama. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dalam wakt u 10-15 m enit. Skor MMSE berkisar ant ara 0-30. Orang normal menunjukkan skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka dikatakan telah ada gejala dem ensia.

(Harsono, 2007)

i. Prognosa

(50)

membawa konotasi prognosis. Demensia dapat bersifat progresif, statik, atau mengalami rem isi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang mendasarinya sert a bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan t erapi yang efekt if (Harsono, 2007).

3. Hubungan Stroke dengan Dem ensia

(51)

38

B. Kerangka Pikiran

(52)
(53)

39 BAB III

METO DOLO G I PENELITIAN

A. Jenis Peneliti an

Penelitian ini m enggunakan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional.

B. Lok asi dan W aktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakart a pada bulan April hingga Mei 2009.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien post stroke iskemik dan pasien post stroke hem oragik yang berada di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakart a.

(54)

Teknik pengambilan sam pel yang digunakan adalah teknik random sam pling. Dengan jumlah sampel sebanyak 60 pasien dengan rincian 30 pasien post stroke iskemik dan 30 pesien post stroke hemoragik (Murt i, 1996).

E. Jal an Peneliti an

Sebelum m elakukan penelitian, peneliti mengajukan surat ijin untuk pengam bilan data di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf di RSUD. dr. Moewardi. Setelah m endapatkan ijin, peneliti m em buat kuesioner berupa kuesioner MMSE dan Hechinsky Iskemik Skor. Setelah kuesioner selesai dibuat barulah peneliti dapat m elakukan penelitian. Penelitian dilakukan di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi dengan dibantu oleh tem an – tem an yang telah m enempuh pendidikan sarjana kedokteran. Pertama – tama penelitian dilakukan dengan cara melihat rekam medis pasien. Apabila terdapat pasien post stroke, maka peneliti melakukan wawancara dengan panduan kueioner Hechinsky Iskem ik Skor. Apabila skor yang dicapai pasien ≥ 7, m aka selanjutnya peneliti melanjutkan wawancara dengan panduan kuesioner MMSE. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan tabulasi data. Data yang telah ditabulasi selanjutnya dianalisa dengan menggunakan perhitungan Kai Kuadrat (X2).

F. Identifi kasi Variabel

1. Variabel bebas : Subtipe stroke (pasien post stroke iskemik dan pasien post stroke hem oragik).

(55)

41

G. Defi nisi O perasional

1. Subtipe Stroke

a. Definisi : Penderita dengan stroke iskemik adalah penderita dengan tanda gangguan neurologik fokal yang m endadak, yang disebabkan karena obstruksi atau penyempit an pembuluh darah arteri ot ak dan menunjukkan gam baran infark pada CT-scan kepala. Pada stroke iskemik, terjadi kekurangan suplai darah ke suatu area di jaringan otak. Sedangkan stroke hemoragik adalah terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pem buluh darah ot ak. Um um nya terjadi pada saat m elakukan aktifitas, nam un juga dapat terjadi pada saat istirahat (Suroto, 2004).

b. Alat ukur : 1. Ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarga yang menem ani.

2. Rekam medik.

c. Skala pengukuran : Nom inal (post stroke iskemik dan post stroke hem oragik).

2. Dem ensia

(56)

berbahasa, berorientasi, berpikir abstrak, pem ecahan m asalah dan praktis (Laksmiasanti, 1999). Ada sejum lah definisi tentang demensia, tetapi sem uanya harus mengandung tiga hal pokok: (a) gangguan kognitif, (b) gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan (c) pada penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium , yang merupakan gambaran yang menonjol (Harsono, 2007).

b. Alat ukur : 1. MMSE

2. Hechinsky Iskemik Skor

c. Skala pengukuran : Nominal (dem ensia dan tidak demensia).

H. Instrumentasi Pe nelitian

Sum ber data diperoleh dari responden secara langsung dengan wawancara berdasarkan panduan kuesioner unt uk m engumpulkan data ident itas dan m elalui status medis pasien sebagai data pelengkap.

I. Teknik Analisis Data

(57)

43

Persam aan yang digunakan adalah :

X2 = n (adbc)2

(a + b)(c + d)(a + c)(b + d)

Keterangan :

X2 = Kai Kuadrat

N = Jum lah sampel/ subjek penelitian

a, b, c, d = Frekuensi dalam tiap-t iap tabel

Tabel 1. T abel Distribusi :

Kriteria Dem ensia

T idak Demensia

Jumlah

Subtipe Stroke

Post Stroke Iskemik

a b a + b

Post Stroke Hemoragik

c d c + d

(58)

44

Pengam bilan sampel dilakukan di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakarta, pada bulan April hingga Mei 2009. Sampel penelitian berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 pasien post stroke iskemik dan 30 pasien post stroke hemoragik. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Distribusi sampel demensia berdasarkan usia

Usia Jumlah

n %

≤ 39 1 3,12

40 - 44 1 3,12

45 - 49 6 18,7

50 - 54 5 15,6

55 - 59 4 12,5

60 - 64 4 12,5

65 - 69 7 21,8

≥ 70 4 12,5

Jum lah 32 100

(59)

45

Tabel 3. Distribusi sampel demensia berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelam in Jumlah

(60)
(61)

47 BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan dengan m elakukan wawancara pada pasien post stroke di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakart a. Dari 30 sam pel pasien post stroke iskem ik didapatkan 11 pasien (18,33 %) dengan gangguan dem ensia dan 19 pasien (31,67 %) yang tidak mengalam i dem ensia, sedangkan dari 30 sam pel pasien post stroke hemoragik, didapat kan 21 pasien (35 %) dengan gangguan demensia dan 9 pasien (15 %) yang tidak mengalami demensia. Hasil perhitungan menggunakan metode Kai Kuadrat (X2) hitung = 6,696 sedangkan Kai Kuadrat (X2) tabel (0,05:1) = 3,841. Jadi Kai Kuadrat (X2) hitung > Kai Kuadrat (X2) tabel dengan nilai p<0,01. Dari data tersebut m enunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara subtipe stroke dengan kejadian dem ensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

(62)

terjadinya dem ensia m enjadi lebih besar. Kejadian tersebut m encapai puncaknya pada pasien yang berusia 60 – 69 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kaplan (1997) yang m engatakan bahwa dem ensia vaskular paling sering ditemukan pada orang yang berusia 60 – 70 tahun.

Dari tabel 3, distribusi sampel demensia berdasarkan jenis kelamin, memperlihatkan bahwa demensia vaskular lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Pada 32 pasien yang menderita dem ensia, didapatkan 19 pasien (59,37 %) berjenis kelamin pria sedangkan 13 pasien (40,62 %) berjenis kelamin wanita. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lum bant obing (2004) yang mengatakan bahwa prevalensi Alzheim er lebih tinggi pada wanita dan demensia multi-infark lebih banyak dijumpai pada pria.

(63)

49

Tetapi ada beberapa jurnal yang menyatakan bahwa prevalensi terjadinya dem ensia vaskular lebih banyak diderita oleh pasien post stroke iskhemik dibandingkan dengan pasien post stroke hemoragik (Barba et al., 2000). Berbedanya hasil yang didapat kan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Barba et al (2000) dapat diakibatkan oleh karena adanya:

A. Perbedaan status pendidikan

Status pendidikan mem pengaruhi hasil skor MMSE, sehingga dim ungkinkan terdapat pasien demensia post stroke iskemik yang hasil MMSEnya mencapai ≥ 24 dikarenakan m em iliki status pendidikan yang tinggi.

B. Usia

Usia mem pengaruhi kejadian demensia, sehingga dimungkinkan sebaran sampel yang didapatkan pada pasien post stroke iskemik relative lebih muda usianya dibandingkan dengan pasien post stroke hem oragik.

C. Jenis kelam in

(64)

D. Fakt or resiko demensia

(65)

51 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Sim pulan

1. Dem ensia vaskular paling sering ditemukan pada orang berusia 61 – 70 tahun dan lebih sering terdapat pada pria.

2. Fakt or risiko dem ensia vaskular adalah tekanan darah tinggi, obesitas, penyakit jantung (infark miokard, gagal jant ung, fibrilasi atrial, EKG yang abnorm al), diabetes m elitus, bising di art eri karotis, polisitemia, hiperlipidem ia, merokok, hiperurisemia, depresi psikologis, dan nephropati.

3. Dem ensia lebih banyak terjadi pada pasien post stroke hemoragik dibandingkan dengan pasien post stroke iskemik.

4. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi 0,05<p<0,01.

B. Saran

(66)

Mendeteksi serta menanggulangi faktor risiko ini penting, karena dapat mencegah stroke serta bert am bah buruknya dem ensia.

(67)

53 Daftar Pustaka

Aliah A., Kuswara F.F., Limoa R.A., Wuysan G. 2007. Gam baran Um um Tent ang Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam Harsono (ed). Kapita

Selekta Neurologi. Yogyakart a: Gajah Mada University Press, pp: 81-101. Barba R., Espinosa S.M., Garcia E.R., Pondal M., Vivancos J., Del Ser T . 2000.

Poststroke Dem entia: Clinical Features and Risk Factors.

http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint /31/7/1494?maxtoshow=& HIT S=1 0& hits=10&RESULTFORMAT=& fulltext=dementia+in+stroke+hem orrh agic+and+stroke+ischemic&searchid=1& FIRSTINDEX=0& res

ourcetype=HW CIT . (2 November 2009).

De Koning I., Van Kooten F., Dippel D.W .J., Van Harskamp F., Grobbee D.E., Kluft C., Koudstaal P.J. 2000. The CAMCOG: A Useful Screening Instrum ent for Dem entia in Stroke Patients.

http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint /29/10/2080?m axt oshow=&HHIT = 10& hits=10&RESULT FORMAT=&fulltext=dem entia+in+stroke+hemorr hagic+and+stroke+isch emic&sear chid=1& FI RST INDEX=0&r

resourcetyp=HWCIT. (2 November 2009).

Hadi S. 2004. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). Dalam: Buku Ajar Ilm u

Penyakit Saraf. Surakarta: BEM FK UNS Press, pp: 119-124.

Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 25-48.

Henon H., Pasquier F., Durieu, Godefroy O., Lucas, Lebert F., Leys D. 1999.

Preexisting Dementia in Stroke Patients: Baseline Frequency, Associated Factors, and Outcome.

http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/28/12/2429?maxt oshow=&HI TS=10& hits=10&RESULT FORMAT =&fulltext=dem entia+in+stroke+he morrhagic+and+stroke+ischem ic& searchi d=1&FI RSTINDEX=

0& resourcetype=HWCIT#T1. (2 Novem ber 2009).

Kaplan H.I., Sadock B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakart a, Binarupa Aksara, pp: 515-532.

Laksmiasant i L. 1999. Demensia Pasca Stroke. Sem inar Kiat Menghadapi Stroke.

Yogyakarta: RS Bethesda, pp: 7-9.

(68)

Lum bantobing S.M . 2007. Stroke. Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 1-30.

Mansjoer A.M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 1st ed. Jakart a: Fakultas Kedokt eran Universitas Indonesia, pp: 193-194.

Mansjoer A.M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 2nd ed. Jakart a: Fakultas Kedokt eran Universitas Indonesia, pp: 17-26.

Misbach J., Kalim H. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif.

http://www.medicastore.com/stroke/# sat u. (11 Desember 2008). Murti B. 1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametik Dalam Ilmu – Ilmu

Kesehatan. Jakarta: Gramedia, pp:85:90.

Rafiq A. 2008. RSUD Moewardi Membuka Bangsal Khusus Stroke.

http://www.tem pointeractive.com/hg/n usa/jawam adur a/2008/07/15/ b rk,20080715-128242,id.ht ml. (5 Januari 2009).

Syamsuddin H. 2007. Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam. http://www.yastroki.or.id/re ad.php?id=317 . (7 Oktober 2008).

Sidhart a P. 2008. Neurologi Klinis dalam Prektek Um um. Jakart a: Dian Rakyat,

Taufiqurohman M A. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CSGF, pp: 19-65.

Wiryanto. 2004. Awas, Stroke Bisa Mengenai Siapa Saja.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Tabel Distribusi :
Tabel 2. Distribusi sampel demensia berdasarkan usia
Tabel 3. Distribusi sampel demensia berdasarkan jenis kelamin

Referensi

Dokumen terkait

MTKI mempunyai tugas membantu Menteri dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan penatalaksanaan sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan yang menjalankan praktik atau

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu, “Apakah aplikasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbasis

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan variasi umpan terhadap keterampilan teknik sepak sila

Ditarik dari pernyataan di atas maka kesimpulannya adalah permainan tradisional gobag sodor dengan bebentengan dapat memberikan pengaruh dalam pembentukan disiplin dan

Kawasan wisata candi Cangkuang merupakan salah satu kawasan wisata yang diunggulkan di kabupaten Garut, karena kawasan wisata ini mampu menjadi solusi bagi

Kinerja reproduksi anak tikus betina dalam penelitian ini yang akan diamati adalah waktu terjadinya awal pembukaan vagina dan siklus estrus anak tikus serta

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian infusa adas yang efektif pada tikus ovariektomi sehingga dapat diketahui secara

lll/c, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Malang telah berakhir masa jabatannya, maka untuk kepentingan dinas perlu memberhentikan