ANTESEDEN PERILAKU KONSUMSI PRODUK MEWAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
DEDY RACHMANTO NIM. F0208152
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ABSTRAK
ANTESEDEN PERILAKU KONSUMSI PRODUK MEWAH
DEDY RACHMANTO F0208152
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh anteseden pada perilaku konsumsi produk mewah pada mahasiswa dalam pengambilan keputusan pembelian khususnya produk mewah dan untuk mengetahui faktor apa saja yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian produk mewah tersebut juga termasuk di dalamnya yaitu konsep diri yang melekat pada masing-masing individu.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang mengkonsumsi tas jinjing bermerek mewah. Penelitian ini menggunakan metode survey. Dengan teknik pengambilan sampel jenis
non probability sampling dengan metode purposive sampling dan menggunakan
sampel sebanyak 300 responden.
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini meliputi variabel independen yang meliputi kemandirian diri (independent self), ketergantungan diri (interdependent self) dan variabel mediasi yaitu kebutuhan akan keunikan (consumer need for unique), konsumsi status (status consumption), pengaruh normatif (normative influence), dan variabel dependen yaitu perilaku konsumsi produk mewah (luxury consumption behavior).
Hasil dalam penelitian diperoleh bahwa anteseden perilaku konsumsi produk mewah dipengaruhi oleh kebutuhan akan keunikan, konsumsi status, dan pengaruh normatif. Akan tetapi variabel yang paling dominan berpengaruh pada perilaku produk mewah yaitu pengaruh normatif.
Kata kunci : Konsumsi status, produk mewah, perilaku konsumsi, kebutuhan akan
ABSTRACT
BEHAVIORAL ANTECEDENT OF LUXURIANT CONSUMPTION BY
DEDY RACHMANTO F0208152
The aim of the research to know the influence of antecedent behavior consume luxuriant product and to know the most dominant factors that influence the decision of purchasing of the luxuriant products including in it that is coherent x’ self concept at each individual.
Population in this study were students of faculty in Sebelas Maret University that consume luxury branded tote bags. This study uses survey method with sampling type of non-probability sampling with a purposive sampling method and using a sample of 300 respondents.
Variables in this research include independent variable which are independent self, interdependent self and mediation variables namely consumer need for unique, status consumption, normative influence, and dependent variables is a luxury product consumption behavior.
The result showed that the consumption of luxury product antecedent behavior affected by consumer need for unique, status consumption, and normative influences. However the most dominant variable is normative influence.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsumsi status pada era modern saat ini merupakan isu yang menarik untuk diteliti. Terlebih belum banyak peneliti yang melakukan studi tentang tema dan topik perilaku konsumsi, khususnya konsumsi status yang berhubungan dengan perilaku konsumsi produk mewah. Karena melihat fenomena serta gaya hidup masyarakat yang semakin menunjukkan nilai hedonisme untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang ditunjukkan dalam aktivitas diri, ketertarikan produk, hobby atau kesukaan dan pendapat khususnya yang berkaitan dengan gambaran dan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup yang dipilih seseorang merupakan frame of reference yang digunakan individu dalam bertingkah laku dan berdampak pada pembentukan pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana individu tersebut ingin mendapatkan persepsi dari orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan
bagaimana ia membentuk image di mata orang lain yang berkaitan dengan status
sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image tersebut dibutuhkan
simbol-simbol status tertentu yang berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya, selain itu juga dilatarbelakangi oleh setiap individu di dalam masyarakat maupun keluarga mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam sehingga membuat
Perilaku konsumsi produk mewah tidak lepas dari peran faktor yang melekat pada suatu individu, salah satunya adalah kebutuhan akan keunikan. Faktor kebutuhan akan keunikan juga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan perilaku konsumsi produk mewah. Teori yang mendasari kebutuhan konsumen akan keunikan mengacu pada Snyder dan Fromkin (1980), yaitu individu yang memanifestasikan dirinya dalan mengejar barang-barang untuk membedakan
diri mereka dari orang lain (Tian et al, 2001). Pilihan konsumen terhadap merek
tertentu harus dilihat lebih dari satu rangkaian dan keputusan independen saja, melainkan pilihan ini melibatkan hubungan antara orang, produk dan merek. Kategori produk merupakan hal penting. Berdasarkan tinjauan psikologis, bahwa individu ingin melihat diri mereka berbeda dengan orang lain. Individu-individu tertentu memiliki kebutuhan identitas yang terpisah atau menginginkan suatu keunikan. (Workman & Kidd, 2000) membuktikan bahwa ketika individu merasa terlalu mirip dengan orang lain, mereka akan mengambil tindakan untuk memperoleh kembali individualitas dan keunikan sebagai identitas mereka.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hubungan variabel yang terbentuk, dapat dirumuskan permasalahan terkait dengan proposisi variabel yang dimodelkan. Berikut ini adalah permasalahan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk berperilaku konsumsi produk mewah :
1. Apakah kemandirian diri berpengaruh pada kebutuhan akan keunikan?
2. Apakah ketergantungan diri berpengaruh pada kebutuhan akan keunikan?
3. Apakah kebutuhan akan keunikan berpengaruh pada perilaku konsumsi
produk mewah?
4. Apakah kemandirian diri berpengaruh pada konsumsi status?
5. Apakah ketergantungan diri berpengaruh pada konsumsi status ?
6. Apakah konsumsi status berpengaruh pada perilaku konsumsi produk mewah?
7. Apakah kemandirian diri berpengaruh pada kepekaan konsumen untuk
pengaruh normatif?
8. Apakah ketergantungan diri berpengaruh pada kepekaan konsumen untuk
pengaruh normatif?
9. Apakah pengaruh interpersonal normatif berpengaruh pada perilaku konsumsi
produk mewah?
B. Tujuan Penelitian
Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk : (1) menjelaskan pengaruh hubungan antara kemandirian diri dengan kebutuhan akan keunikan, (2) menjelaskan pengaruh hubungan kemandirian diri dengan konsumsi status, (3) menjelaskan pengaruh hubungan kemandirian diri dengan pengaruh normatif, (4) menjelaskan pengaruh hubungan ketergantungan diri dengan kebutuhan akan keunikan, (5) menjelaskan pengaruh hubungan ketergantungan diri dengan konsumsi status, (6) menjelaskan pengaruh hubungan ketergantungan diri dengan kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif, (7) menjelaskan pengaruh hubungan kebutuhan akan keunikan dengan perilaku mengkonsumsi barang mewah, (8) menjelaskan pengaruh hubungan konsumsi status dengan perilaku mengkonsumsi barang mewah, (9) menjelaskan pengaruh hubungan pengaruh normatif dengan perilaku mengkonsumsi barang mewah. Melalui pengujian ini diharapkan dapat menjelaskan
variabel-variabel yang secara dominan berpengaruh pada perilaku konsumsi produk mewah.
C.Manfaat Penelitian
1. Kontribusi empiris.
2. Kontribusi metodologi.
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran baru dari suatu penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya serta pada kondisi tempat dan responden yang belum pernah diteliti.
3. Kontribusi pemasar dan kebijakan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan baru bagi pemasar untuk dasar mempromosikan produk/jasa yang khususnya berkategori mewah serta memberikan masukan untuk kebijakan-kebijakan yang akan diambil kelak, sehingga dapat memberikan keuntungan dalam pengambilan kebijakan, dan diharapkan dengan penelitian ini dapat diketahui variabel apa yang berpengaruh secara signifikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TELAAH PUSTAKA
1. Perilaku Konsumsi Produk Mewah
Efek perilaku konsumsi produk mewah terjadi dalam pasar barang mewah, ketika konsumen membeli kategori barang mewah tertentu karena
populeritasnya (Vigneron et al dalam Chaudhuri et al, 2006). Perilaku yang
lainnya tentang konsumen yang berperilaku mewah yang terpenting dalam kasus konsumsi bandwagon. Karena nilai kemewahan yang diperkuat dari interaksi yang kompleks antara berbagai kelompok sosial yang mencakup merek masyarakat dan pelanggan (Tynan et al, 2010). Perilaku konsumen dan kebiasaan mengkonsumsi yang berhubungan dengan kemewahan dapat mempengaruhi perilaku mengkonsumsi produk mewah suatu identitas individu (Schouten 1991). Persepsi pribadi tentang kemewahan dapat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain (Groth & Mcdaniel, 1993).
Suatu pemahaman yang menyangkut dari sifat alami tentang nilai pelanggan mewah tidak bisa dicapai tanpa pemahaman dan definisi terkait dengan kemewahan dan merek mewah itu sendiri. Tidak ada definisi pasti yang dapat diterima oleh peneliti tentang kemewahan dan produk mewah
(Choi dalam Wiedmann et al, 2009). Istilah tersebut sering digunakan untuk
mengindikasikan suatu produk, jasa, ataupun merek yang mempunyai harga tinggi, mempunyai mutu tinggi (Choi, 2003), mempunyai keindahan estetika (Kepferer, 2006), kesenangan pribadi (Berry, 1994), atau eksklusivitas dari produk tersebut (Pantzalis, 1995).
2. Konsep Diri
(Oyserman, 2001). Selain itu konsep diri yaitu persepsi tentang dirinya sendiri. Konsep diri merupakan dasar determinan dari semua perilaku manusia. Konsep diri membentuk persepsi tentang perilaku memotivasi diri, memberi kontrol, arah keinginan dan tujuan dari individu (Malhotra, 1988). Sebuah tinjauan pustaka menunjukkan bahwa konsep diri tercermin dalam perilaku konsumsinya (Salomon & Schopler, 1982). Dengan kata lain, pembelian produk atau merek oleh individu berfungsi sebagai simbol-simbol yang menghasilkan tanggapan yang diinginkan dari individu-individu lain. Individu memiliki persepsi citra diri yang berkaitan dengan konsep diri mereka dan berusaha untuk melestarikan, meningkatkan, mengubah, atau meneruskan sikap tersebut dengan membeli dan menggunakan produk-produk
yang mereka anggap relevan (Sirgy dalam Claiborne et al, 1990). Dalam
teorinya konsep diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep kemandirian diri dan konsep ketergantungan diri.
Konsep kemandirian diri yaitu individu merasakan suatu gambaran diri mereka yang berkaitan dengan konsep diri mereka dan mencoba untuk mempertahankan, meningkatkan, mengubah gambaran ini, dengan cara membeli dan menggunakan produk yang mereka pertimbangkan (Sirgy dalam Claiborne et al, 1990). Pengaruh ini sangat penting dalam konteks konsumsi kemewahan.
Sedangkan konsep ketergantungan diri yaitu individu yang berfokus pada lingkungan diri sendiri dari reaksi atau pendapat dari yang lain. Kepedulian tentang bagaimana peran mereka di lingkungan eksternal mereka untuk mengabdi kepada masyarakat, dimana pandangan ini menyangkut diri sendiri dan hubungan antara orang lain dan bukan sebagai bagian yang terpisah dari konteks sosial, akan tetapi lebih berhubungan dengan sedikit perbedaan dari lainnya (Markus & Kitayama, 1991). Ketergantungan diri pada konsumen pencari status merupakan suatu ciri yang sesungguhnya, yang berfungsi meningkatkan kedudukan sosial mereka pada perilaku konsumsi produk mewah dan hubungan ini dimediasi oleh ciri konsumen status.
3. Kebutuhan akan Keunikan
tersebut (Belk, 1988). Satu cara untuk membedakan dirinya dengan orang lain yaitu dengan cara mendapatkan dan menguasai produk yang unik (Snyder, 1992). Kebutuhan akan keunikan juga dapat memiliki efek yang signifikan pada keputusan pembelian konsumen (Simonson & Nowlis, 2000)
Produk unik pada umumnya produk yang relatif kurang disukai, tidak populer dan penggunaannya yang langka dan biasanya digunakan dalam jumlah konsumen yang terbatas (Tian et al, 2001). Dalam konteks konsumen, individu mengartikan keunikan mereka melalui pembelian produk dan merk yang tidak ditentukan sebagai prioritas ketika secara sosial dapat diterima dalam kelompok (Simonson & Nowlis, 2000Tidak ada dua orang yang sama, kepribadian unik hanya akan dimiliki oleh seseorang (Setijadi, 2003). Kebutuhan akan keunikan dapat memiliki efek yang signifikan pada keputusan pembelian konsumen. Individu-individu tertentu memiliki kebutuhan identitas yang terpisah atau menginginkan suatu keunikan.
Dalam tipe perilaku pertama, pilihan yang kreatif adalah yang paling sesuai, dimana konsumen akan membeli produk yang dapat mengungkapkan keunikan mereka, selain itu juga dapat diterima oleh orang lain. Konsumen diidentifikasi sebagai para pakar pasar (Salomo & Rabolt, 2004). Sehingga nama merek tertentu mampu menawarkan beberapa atribut yang membedakan dari produk atau merek lainnya, sebagai contoh fitur yamg unik, eksklusivitas,
dan nilai prestige atau gengsi yang menarik bagi konsumen untuk
menunjukkan jenis perilaku mereka.
H1a : Kemandirian diri berpengaruh pada kebutuhan akan keunikan.
H1b : Ketergantungan diri berpengaruh pada kebutuhan akan keunikan.
H1c : Kebutuhan akan keunikan berpengaruh pada perilaku konsumsi produk mewah.
4. Konsumsi Status
Status berhubungan dengan simbol yang digunakan pada produk
mewah (Belk et al, 1988). Oleh karena itu konsumen pencari status adalah
konsumen yang berkaitan dengan strata sosial mereka yang digolongkan dalam sistem sosial. Pembelian produk dan merek tertentu pada umumnya dapat menunjukkan status konsumen tersebut (Vigneron et al dalam O’Cass et al, 2002).
Sedangkan pengertian konsumsi status adalah proses motivasi dimana individu berusaha untuk meningkatkan kedudukan sosialnya dengan cara meningkatkan konsumsi pada produk konsumen yang memberikan kedudukan, simbol status ataupun keduanya kepada individu dan untuk
melingkupi hal penting lainnya (Eastman et al, 1999). Disamping itu
Mereka menggambarkan konsumsi status adalah aktivitas pembelian yang dilakukan individu dimana hal tersebut sangat menggambarkan produk dan merek yang berkelas, selain itu konsumsi tentang produk tersebut dapat ditunjukkan pada lingkungan sosial, maka dapat dikatakan dengan produk demonstrasi (Chao & Schor, 1998). Konsumsi status mempunyai hubungan yang lemah dengan demografis konsumen, dari semua tingkatan yang yang ada bahwa ketika membeli suatu produk yang bertujuan untuk memperoleh status mempunyai hubungan yang lemah dengan batasan pendapatan dan lingkungan sosial mereka (Eastman et al, 1999).
H2a : Kemandirian diri berpengaruh pada konsumsi status
H2b : Ketergantungan diri berpengaruh pada konsumsi status
H2c : Konsumsi status berpengaruh pada perilaku konsumsi produk mewah
5. Kepekaan Konsumen untuk Pengaruh Normatif.
Pengertian pengaruh normatif sebagai suatu ciri individu untuk menyesuaikan diri pada harapan anggota lain dari kelompok yang dianut, hal ini dilakukan untuk meningkatkan status sosialnya (Burnkrant & Cousineau, 1975). Pengaruh normatif adalah suatu ciri umum perubahan individu yang mencerminkan perbedaan individu dalam pemenuhan kebutuhan. Dampak dari pengaruh normatif yaitu dapat menjelaskan berbagai perilaku konsumen
yang berlawanan, termasuk pilihan produk (Bearden et al, 1989), evaluasi
periklanan (Martin et al, 2008), investasi (Hoffmann & Broekhuizen, 2009),
dan pencarian variasi (Ratner & Kahn, 2002). Tentang keterkaitan pada studi ini, studi utama menyatakan bahwa pengaruh normatif berperan pada konsumsi kemewahan. Pada penelitian terdahulu membuktikan bahwa pengaruh normatif mempunyai hubungan yang positif dengan konsep diri khususnya konsep ketergantungan diri (interdependent self).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa hubungan antar pribadi yang berdasarkan pada pengaruh norma terdiri atas nilai ekspresif dan pengaruh kegunaan. Park dan Lessig (1977) menggambarkan pengaruh nilai ekspresif sebagai penyesuaian dengan perilaku atau pendapat orang lain dalam suatu usaha untuk mengatur diri sendiri dengan individu yang lain atau dengan anggota kelompok yang diikuti. Dalam perbedaannya, manfaat pengaruh adalah orientasi perorangan dalam hal penyesuaian produk dan merek tertentu sebagai alat untuk menghindari hukuman dan sebagai cara untuk meraih penghargaan (Burnkrant & Cousineau, 1975). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi status dapat dipengaruhi oleh pengaruh normatif.
H3a : Kemandirian diri berpengaruh pada kepekaan konsumen untuk
pengaruh normatif
H3b : Ketergantungan diri berpengaruh pada kepekaan konsumen untuk
H3c : Kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif berpengaruh pada perilaku konsumsi produk mewah
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kausal, penelitian bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel, variabel yang satu menyebabkan atau menentukan nilai variabel yang lain (Ghozali, 2005). Peneliti lebih memfokuskan khususnya pada anteseden pembentuk perilaku kosumsi pada produk mewah oleh sebab itu terdapat tiga variabel anteseden pembentuk perilaku konsumsi produk mewah yaitu kebutuhan akan keunikan, konsumsi status, dan kepekaan konsumen untuk pengaruh normative. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan
desain survey, yaitu penelitian yang mengambil data sampel dari suatu populasi dan
menggunakan pernyataan dari kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer.
B. Populasi, Sampel, Dan Teknik Pengambilan Sampel
a. Populasi
Kemandirian Diri
Pengaruh Normatif Konsumsi Status
Kebutuhan akan Keunikan
Perilaku Konsumsi Produk Mewah
Pengertian populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama (Santoso G, 2005). Populasi untuk penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
b. Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi (Santoso G, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang mengkonsumsi produk mewah khususnya mahasiswi yang mengkonsumsi tas jinjing bermerek mewah, jumlah sampel dalam penelitian ini 300 responden, yang mengikuti syarat kecukupan sampel
dalam structural equation modeling (SEM) dimana metode Maximum
Likelihood akan efektif pada jumlah sampel antara 150 data sampai 400 data (Santoso S, 2012).
c. Teknik sampling
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel menggunakan desain non
probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel (Aaker, 1990). Jenis non probability sampling yang
digunakan adalah purposive sampling (Santoso G, 2005). Purposive sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu yakni mahasiswa Fakultas Ekonomi UNS yang mengkonsumsi produk mewah khususnya mahasiswi yang mengkonsumsi tas jinjing bermerek mewah.
C.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan suatu variabel dengan cara memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1. Variabel Independent (variabel bebas).
a. Kemandirian Diri (X1)
1) Menjadi pribadi yang mandiri itu penting.
2) Individu lebih memilih menjadi diri sendiri daripada orang
lain.
3) Individu berperilaku sebagai pribadi unik yang terpisah
dari orang lain.
4) Individu menikmati keunikan pribadinya yang berbeda dari
orang lain.
5) Individu tidak suka bergantung pada orang lain.
7) Individu lebih suka mengatakan terus terang ketika berhubungan dengan orang banyak.
b. Ketergantungan Diri (X2)
1) Individu menahan emosi negatif yang dapat membuat
anggota kelompok tidak bahagia.
2) Individu akan setia pada kelompok meskipun mendapat
berbagai kesulitan.
3) Hubungan dengan kelompok lebih penting daripada
pemenuhan kebutuhan diri sendiri.
4) Kebahagiaan individu tergantung pada kebahagiaan
kelompok yang diikutinya.
5) Individu akan mengorbankan dirinya untuk kepentingan
kelompoknya.
6) Individu akan tinggal bersama kelompok meskipun tidak
bahagia.
7) Individu mengimbangi keinginan kelompok meskipun
mengorbankan keinginannya sendiri.
8) Individu menghormati keputusan yang disepakati
kelompok.
9) Individu sebagai pengikut tindakan anggota kelompok.
10)Individu menghindari perdebatan, ketika tidak setuju
dengan kelompok.
4) Individu jarang menggunakan tas jinjing yang sudah
diketahui banyak orang.
5) Individu tidak menyukai merek tas jinjing yang dibeli
kebanyakan orang.
6) Individu tidak akan menggunakan tas jinjing yang menjadi
populer di khalayak ramai.
7) Semakin banyak merek tas jinjing yang beredar di pasaran,
individu semakin tidak tertarik untuk membelinya.
8) Tas jinjing tidak memiliki nilai lebih ketika banyak orang
b. Konsumsi Status
1) Individu akan membeli tas jinjing tersebut karena memiliki
nilai status.
2) Individu merasa memiliki tas jinjing tersebut ketika banyak
orang lain yang membelinya.
3) Individu akan membelikan seorang merek tas jinjing yang
kebanyakan orang lain membelinya.
4) Individu merasa sama dengan orang lain dalam proses
pembelian tas jinjing bermerek.
3. Variabel Dependent ( Variabel Terikat )
a. Perilaku Konsumsi Produk Mewah (Y)
1) Membeli merek tas jinjing bukan merupakan
kesombongan.
2) Individu membeli merek tas jinjing tersebut ketika merasa
bosan.
3) Menurut saya memiliki merek tas jinjing tersebut dapat
meningkatkan motivasi hidup.
4) Memiliki merek tas jinjing tersebut merupakan perbuatan
yang bermanfaat.
5) Individu merasa puas apabila produk yang mereka beli
merupakan produk yang eksklusif yang jarang dimiliki orang lain.
2. Teknik Pengukuran Variabel dan Instrumen Penelitian
yang telah disediakan. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.
Skala dalam penelitian ini menggunakan Skala Interval yaitu dengan 5 poin Likert. Skala interval digunakan untuk menentukan perbedaan, urutan, kesamaan besaran perbedaan dalam variabel (Santoso G, 2005). Menggunakan rentang poin satu sampai lima (sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat setuju).
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Pembahasan pertama diawali dengan penjelasan mengenai keterangan hasil deskriptif yang bertujuan untuk memahami profil responden yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya diikuti dengan pembahasan mengenai pengujian instrumen penelitian yang meliputi pengujian validitas dan reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya serta mengukur kehandalan atau konsistensi internal suatu instrumen penelitian.
A. Analisis Deskriptif
dijumpai peneliti pada saat menyebarkan kuesioner penelitian di kampus FE UNS serta paling banyak dikonsumsi oleh mahasiswa FE UNS.
Begitu juga dengan kualitas tas jinjing bermerek mewah yang banyak dikonsumsi oleh mahasiswa FE UNS dapat mempengaruhi pola konsumsi mahasiswa dalam mengkonsumsi tas jinjing bermerek mewah. Menurut data hasil lapangan yang diperoleh, mayoritas mahasiswa FE UNS yang menggunakan tas jinjing bermerek mewah lebih memilih mengkonsumsi kualitas tas jinjing yang mempunyai kualitas KW Super, dengan pertimbangan masalah harga dari tas jinjing tersebut yang berlabel mahal. Dari hasil survey yang diperoleh, mahasiswa menghindari mengkonsumsi tas jinjing yang berkualitas Original dan OEM karena tas jinjing bermerek mewah yang berkualitas Original dan OEM mempunyai harga sangat tinggi dan harga tersebut tidak terjangkau bagi kebanyakan kalangan mahasiswa FE UNS yang mayoritas mahasiswa belum mendapatkan penghasilan rutin atau bulanan. Selain itu mahasiswa lebih memilih kualitas KW Super dibanding dengan tas jinjing KW 1,2,3 yakni masalah bahan dasar tas yang menjadi baha dasar pembuatan dari tas tersebut. Kualitas KW Super memiliki bahan yang bisa dikatakan baik dan dan layak untuk dikonsumsi oleh kalangan menengah atas. Akan tetapi berbeda dengan kualitas tas jinjing KW 1,2,3 yang cenderung bahan dasar tas tersebut tidak sesuai standar dan tidak layak untuk dikonsumsi mahasiswa kalangan menengah ke atas serta tas jinjing tersebut cenderung tidak awet dan gampang rusak pada saat digunakan.
Tabel IV.6
Regression Weights
Sumber : Data diolah, 2012
Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hubungan antara kemandirian diri dengan kebutuhan akan keunikan
(Hipotesis 1a).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan akan tetapi
terdapat hubungan negatif antara kemandirian diri (independent self) dan
kebutuhan akan keunikan (consumer need for unique) -0,259; CR =
-3,047; P = 0,002). Hal ini menunjukkan bahwa seorang individu mahasiswa
yang memilih hidup mandiri tidak tertarik pada suatu produk yang mempunyai nilai keunikan. Individu yang mandiri lebih memilih untuk menjadi dirinya sendiri tanpa memperhatikan tampilan atau gaya yang unik.
2. Hubungan antara ketergantungan diri dengan kebutuhan akan
keunikan (Hipotesis 1b).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif
antara ketergantungan diri (interdependent self) dan kebutuhan akan
keunikan (consumer need for unique) 0,063; CR = 0,798; P = 0,425).
Hal ini menunjukkan bahwa seorang individu yang mempunyai sifat
mempresentasikan dirinya pada produk yang mempunyai nilai keunikan. Karena kondisi kelompok yang membuat individu tersebut termotivasi untuk menggunakan produk yang mempunyai nilai keunikan.
3. Hubungan antara kebutuhan akan keunikan dengan perilaku konsumsi
produk mewah (Hipotesis 1c).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara kebutuhan akan keunikan (consumer need for unique) dan perilaku konsumsi
produk mewah (luxury consumption) 0,235; CR = 3,802; P = 0,000). Hal
ini menunjukkan bahwa individu yang membutuhkan produk yang unik akan mengarah pada perilaku mengkonsumsi produk mewah. Dalam hal ini individu yang cenderung menyukai dan mengkonsumsi pada produk yang unik lebih termotivasi pada konsumsi yang mengarah pada produk mewah. Karena sejumlah produk mewah tertentu merupakan salah satu kriteria yang dapat disebut produk yang unik.
4. Hubungan antara kemandirian diri dengan konsumsi status (Hipotesis
2a).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan akan tetapi negatif antara kemandirian diri (independent self) dan konsumsi status
(status consumption) ( -0,178; CR = -1,999; P = 0,046). Hal ini berarti
seorang individu yang mandiri tidak berkeinginan untuk melakukan konsumsi status pada gaya hidupnya. Dalam hasil ini individu yang mandiri enggan melakukan aktivitas yang mengarah pada konsumsi status, pribadi ini tidak memperhatikan lingkungan sosial terkait dengan pola konsumsi mereka dan cenderung melakukan konsumsi atas dasar kebutuhan pribadinya sendiri karena pribadi yang mandiri berpendapat bahwa dirinya merupakan pribadi yang lebih baik dari pada orang lain.
5. Hubungan antara ketergantungan diri dengan konsumsi status
(Hipotesis 2b).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara ketergantungan diri (interdependent self) dan konsumsi status (status
consumption) 0,230; CR = 2,732; P = 0,006). Hal ini berarti seorang
individu yang mempunyai sifat ketergantungan diri berpotensi untuk melakukan konsumsi status pada gaya hidupnya. Dalam hal ini individu yang mempunyai sifat ketergantungan diri berpotensi untuk melakukan pola konsumsi status karena pribadi ini lebih memperhatikan tentang lingkungan sosialnya yang terkait tentang pola konsumsi yang mereka pilih.
6. Hubungan antara konsumsi status dengan perilaku konsumsi produk
mewah (Hipotesis 2c).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara konsumsi status (status consumption) dan perilaku konsumsi produk
menunjukkan bahwa individu yang mempunyai gaya hidup konsumsi status berpotensi mengarah pada perilaku mengkonsumsi produk mewah. Telah terbukti bahwa individu atau mahasiswa yang melakukan pola konsumsi status ingin mendapatkan status dan gengsi mereka di hadapan kelompok yang diikutinya. Oleh sebab itu individu atau mahasiswa yang berperilaku konsumsi status ingin menunjukkan status sosialnya dengan cara mengkonsumsi produk mewah. Dengan cara seperti itu mereka berhasil
untuk mendapatkan hierarki sosial yang ada di masyarakat ataupun
kelompoknya.
7. Hubungan antara kemandirian diri dengan kepekaan konsumen untuk
pengaruh normatif (Hipotesis 3a).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan tetapi negatif antara kemandirian diri (independent self) dan kepekaan konsumen untuk
pengaruh normatif (consumer susceptibility to normatif influence)
-0,220; CR = -3,265; P = 0,001). Hasil ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki kemandirian diri kurang menunjukkan kepekaan pada pengaruh normatif. Pribadi yang mandiri cenderung kurang memperhatikan lingkungan sosial dan kelompoknya, kepekaan mereka dinilai kurang tanggap pada kondisi yang terjadi di kelompoknya. Karena pribadi yang mandiri lebih memperhatikan aktivitas dan kegiatan yang berhubungan dengan pribadinya yang menilai pribadi merekalah yang paling baik daripada orang lain.
8. Hubungan antara ketergantungan diri dengan kepekaan konsumen
untuk pengaruh normatif (Hipotesis 3b).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara ketergantungan diri (interdependent self) dan kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif (consumer susceptibility to normatif influence) 0,327; CR = 4,513; P = 0,000). Hal ini berarti bahwa individu yang memiliki sifat ketergantungan diri lebih peka pada pengaruh normatif yang ada pada lingkungannya. Pada hasil ini menunjukkan hasil yang berkebailkan pada pribadi yang mandiri. Pribadi ketergantungan diri ternyata lebih peka dan tanggap pada lingkungan normatif, pribadi ini lebih mengetahui apa yang sedang terjadi pada kelompoknya dan mereka mengerti apa yang sebaiknya mereka lakukan.
9. Hubungan antara kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif
dengan perilaku konsumsi produk mewah (Hipotesis 3c).
Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif (consumer susceptibility to normatif influence) dan perilaku konsumsi produk mewah
(luxury consumption) 0,452; CR = 4,607; P = 0,000). Hasil ini
menunjukkan bahwa individu yang peka pada pengaruh normatif lebih
yang peka pada pengaruh normatif lebih termotivasi pada perilaku mengkonsumsi produk yang mewah, karena dengan berperilaku mengkonsumsi produk mewah, individu tersebut mendapatkan rasa percaya diri untuk lebih berinteraksi pada lingkungan normatif. Pada hasil pengujian hipotesis ini didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Kastanakis & Balabanis (2011), bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dan positif antara kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif dengan
perilaku konsumsi produk mewah.
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian analisis. Berikut penjelasannya :
1. Kemandirian diri mempunyai hubungan negatif dengan kebutuhan akan
keunikan. Hal ini berarti seorang mahasiswa yang bersifat mandiri kurang berniat atau tidak begitu mementingkan gaya hidup dengan cara mengkonsumsi produk dan merek yang mempunyai kategori unik.
2. Ketergantungan diri mempunyai hubungan yang positif dan dapat
mempengaruhi pada perilaku individu khususnya mahasiswa yang
membutuhkan keunikan. Pada akhirnya mahasiswa yang memiliki pribadi ketergantungan diri sangat mungkin ingin tampil unik di hadapan kelompok mereka agar mendapatkan status sosial yang mereka cari.
3. Kebutuhan akan keunikan mempunyai hubungan yang positif dan dapat
mempengaruhi individu untuk berperilaku konsumsi produk mewah. Hasil ini membuktikan bahwa mahasiswa yang menginginkan keunikan pada suatu produk dan merek memungkinkan untuk mengarah pada konsumsi produk-produk yang masuk dalam kategori mewah.
4. Kemandirian diri mempunyai hubungan yang negatif dan kurang
mempengaruhi pada gaya hidup seseorang untuk berperilaku konsumsi
status. Pada hasil ini menunjukkan bahwa pada pribadi mahasiswa yang mandiri tidak begitu memperhatikan konsumsi yang bersifat konsumsi status yang mementingkan gengsi mereka.
5. Ketergantungan diri mempunyai hubungan positif dan dapat mempengaruhi
individu untuk berperilaku konsumsi status. Mahasiswa yang memiliki konsep diri yang ketergantungan lebih memilih pribadi yang mengkonsumsi produk atas dasar nilai prestise dan gengsi dari produk dan merek yang mereka konsumsi. Maka mahasiswa dengan pribadi tersebut cenderung menjadi konsumen konsumsi status.
6. Konsumsi status mempunyai hubungan positif dan dapat mempengaruhi
merek atas dasar konsumsi status lebih berpotensi untuk mengkonsumsi produk mewah.
7. Kemandirian diri mempunyai hubungan yang negatif dan kurang
mempengaruhi individu dalam berperilaku pengaruh normatif. Pribadi mahasiswa yang mandiri kurang peka pada pengaruh normatif yang ada di sekitar lingkungannya.
8. Ketergantungan diri mempunyai hubungan yang positif dan dapat
mempengaruhi perilaku individu dalam hal kepekaan untuk pengaruh
normatif. Mahasiswa yang memiliki kepribadian ketergantungan diri pada kelompoknya ternyata lebih peka dan tanggap pada kondisi lingkungan di sekitarnya. Mahasiswa yang memiliki kepribadian ini cenderung lebih mengetahui perkembangan situasi, perubahan sosial, dan ikut berperan tentang apa yang terjadi di lingkungan sekitar.
9. Kepekaan konsumen untuk pengaruh normatif mempunyai hubungan yang
positif dan dapat mempengaruhi perilaku individu dalam mengkonsumsi produk mewah. Pada hasil ini mahasiswa yang peka terhadap lingkungan normatif ternyata mempunyai hubungan yang positif pada perilaku individu untuk mengkonsumsi produk mewah.
B. Keterbatasan Penelitian
Obyek yang diteliti dalam studi ini terfokus pada perilaku konsumsi status pada produk mewah yaitu tas jinjing yang bermerek mewah serta terbatas pada mahasiswa Fakultas Ekonomi UNS sehingga berdampak pada generalisasi studi yang bersifat terbatas. Untuk mengaplikasi studi ini pada konteks yang berbeda, diperlukan kehati-hatian untuk mencermati karakteristik responden atau perilaku yang melekat pada reponden yang distudi. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi pembiasan hasil-hasil pengujian yang dapat berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan yang diambil.
C. Implikasi
Studi ini diharapkan mampu memberikan implikasi secara teoritis, praktis, metodologis, dan implikasi bagi studi lanjutan. Melalui keempat aspek ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait tanggung jawab ilmiah dalam upaya untuk mengembangkan teori-teori sesuai dengan bidang studi yang menjadi tanggung jawab peneliti. Selain hal tersebut, diharapkan mampu memberikan masukan kepada pemasar tentang upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan terkait dengan permasalahan studi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Studi ini dilakukan dengan setting di Indonesia khususnya mahasiswa
konsumsi produk mewah, kemandirian diri serta ketergantungan diri. Hal tersebut didasarkan pada keunikan-keunikan yang terdapat dalam penelitian ini yang memberikan perspektif yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi atau referensi untuk mengungkap fenomena persepsi dalam konteks yang berbeda.
2. Implikasi Praktis
Melalui hasil yang didapat dari penelitian ini, diharapkan mampu memberikan pemahaman terhadap para pemasar terkait dengan konsep sikap konsumen terhadap konsumsi status pada produk mewah. Pemahaman terhadap konsep sikap konsumen terhadap konsumsi status pada produk mewah dapat memberikan perspektif yang lebih luas pada para pemasar, yang dapat digunakan untuk mendesain stimulus-stimulus yang dimungkinkan dapat meningkatkan sikap konsumen terhadap konsumsi status pada produk mewah. Stimulus-stimulus yang dimaksud adalah yang terkait dengan upaya untuk membentuk sikap konsumen terhadap perluasan merek jasa.
3. Implikasi Metodologis
Penelitian ini dilakukan dengan metode yang terstruktur. Metode penelitian yang meliputi alat pengukuran dan pengujian statistik telah teruji melalui prosedur yang rigid. Dengan demikian sumber dan kebenarannya dapat ditelusuri secara ilmiah. Hal ini diharapkan memberi pemahaman kepada peneliti untuk memanfaatkannya sebagai pertimbangan dalam mendesain metode riset yang
digunakan untuk pengujian model yang ingin diteliti.
4. Implikasi Untuk Studi Lanjutan