• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal TA loss circulation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proposal TA loss circulation"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENANGGULANGAN HILANG LUMPUR PADA

PEMBORAN SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

ILHAM CAESAR PUTRA 113 070 130

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

(2)

EVALUASI PENANGGULANGAN HILANG LUMPUR PADA

PEMBORAN SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Penulisan Skripsi

Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta

Oleh :

ILHAM CAESAR PUTRA 113 070 130

Disetujui Untuk Program Studi Teknik Perminyakan,

Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,

Oleh Dosen Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. P. Subiatmono, MT. Bambang Santosa Budi, ST, MT.

(3)

I. JUDUL

EVALUASI WATERFLOODING SEBAGAI USAHA

PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK PADA RESERVOIR “X” LAPANGAN “Y”

II. LATAR BELAKANG

Waterflooding merupakan salah satu metode produksi yang umum digunakan pada proses secondary recovery karena selain bahan injeksi yang tersedia dalam jumlah yang besar, waterflooding mempunyai efisiensi pendesakan yang lebih besar jika dibandingkan dengan secondary recovery process yang lain (immicible gas injection). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola sumur injeksi-produksi (pattern waterflooding) yang bertujuan untuk mendapatkan pola penyapuan yang effisien.

Optimasi pattern waterflooding biasanya dilakukan setelah produksi minyak yang dihasilkan sudah tidak optimal ditandai dengan besarnya water cut. Optimasi pola pendesakan pada injeksi air dapat dilakukan dengan :

 Pengaturan pola baru dari pola yang sudah ada (pattern re-alignment)  Penentuan metode penginjeksian air injeksi (injection strategy)  Perubahan perforasi dan acre-spacing

 Perubahan sumur injeksi menjadi sumur produksi

III. PERMASALAHAN

Apakah metode pelaksanaan operasi injeksi waterflooding optimal diterapkan untuk lapangan tersebut dengan kondisi reservoir yang ada untuk meningkatkan perolehan produksi minyak ?

IV. MAKSUD DAN TUJUAN

(4)

Maksud penulisan ini adalah untuk mengetahui perkiraan perilaku reservoir dengan dilakukannya injeksi waterflooding. Sehingga dapat diketahui kemampuan dari injeksi waterflooding dalam pendesakan minyak. Tujuannya adalah memperkirakan perolehan minyak dari hasil pelaksanaan operasi injeksi waterflooding.

V. TINJAUAN PUSTAKA 5.1. Injeksi Air (Waterflooding)

Waterflooding merupakan salah satu metoda pengurasan minyak tahap lanjut yang banyak digunakan sebagai metoda pengurasan sisa cadangan minyak yang masih tertinggal setelah proses produksi awal.

Alasan-alasan digunakannya waterflooding adalah sebagai berikut:

 Mobilitas yang menguntungkan (cukup rendah)

 Mudah diperoleh dan murah

 Berat kolom air dalam sumur membantu menekan hal ini mengurangi tekanan injeksi

 Mudah tersebar ke dalam reservoir

 Effisiensi pendesakannya baik

Penginjeksian yang dimaksudkan di sini merupakan penambahan energi ke dalam reservoir melalui sumur-sumur injeksi. Air akan mendesak minyak mengikuti jalur-jalur arus yang dimulai dari sumur injeksi dan berakhir pada sumur-sumur produksi. Layak tidaknya suatu proyek waterflooding memerlukan keterangan-keterangan mengenai:

 Tahap pendahuluan : Perkiraan recovery menyeluruh

 Tahap lanjutan : Perkiraan laju produksi terhadap waktu

5.2. Konsep Dasar Pendesakan Minyak oleh Air

Konsep pendesakan fluida reservoir berhubungan dengan karakteristik batuan reservoir. Secara garis besar karakteristik batuan reservoir dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu sifat dasar batuan itu sendiri, seperti

(5)

porositas, permeabilitas dan distribusi ukuran pori, serta sifat yang terbentuk dengan adanya interaksi antara batuan dengan fluida, seperti wettabilitas, tekanan kapiler, dan distribusi saturasi fluida.

Z

a

o

r

n

a T

n sis

i

Z o n a M

in y a

k

F lu

id a

jIne

k si

A ra h P e n d e s a k a n Gambar 5.1.

Proses Pendesakan Minyak

Pada proses pendesakan minyak oleh air akan terdapat suatu zona transisi diantara keduanya. Zona tersebut mempunyai perubahan saturasi dari minyak dan air dengan jarak yang dipengaruhi oleh sifat fisik fluida dan batuan, tingkat misibilitas antara fluida injeksi dan fluida yang diinjeksi. Zona transisi mempunyai perubahan saturasi fluida dengan variasi 100% minyak sampai 100% air.

5.2.1. Efisiensi Pendesakan

Efisiensi pendesakan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume hidrokarbon yang dapat didesak dari pori-pori dengan volume hidrokarbon total dalam pori-pori tersebut.

Pada kasus pendesakan linier, contohnya media berpori berbentuk silinder dan semua pori-pori di belakang front dapat diisi oleh fluida pendesaknya, maka efisiensi volumetrik akan mencapai 100% dan hubungan umum yang menunjukkan efisiensi pendesakan adalah sebagai berikut :

oi or oi d S S S E = − ...(5-1) v

(6)

Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi pendesakan ditunjukkan oleh Persamaan :

oi BT or oi BT d) S S(S ) (E = − ...(5-2) Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya

zona transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu akan diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak

irreducible dan efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan Persamaan : oi min or oi max d) S S(S ) (E = − ...(5-3) Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi pendesakan dikembangkan pertama kali oleh Buckley-Leverret kemudian dikembangkan oleh beberapa penulis lainnya.

Untuk pendesakan satu dimensi di dalam media berpori, fraksi aliran fluida pendesak adalah : M) ν(1 P λ M) ν(1 Δρgsinα λ M 1 M f1 1 1 c + ∇ + + − + = ...(5-4) 1 r2 2 r1 2 1 μ k μ k λ λ M= = ...(5-5) Fraksi aliran adalah fungsi dari saturasi sepanjang variasi permeabilitas relatif. Plot antara fraksi aliran versus saturasi fluida pendesak disebut kurva fraksi aliran (fractional flow curve), yang biasanya berbentuk kurva – S. Bentuk dan posisi kurva tergantung dari kurva permeabilitas relatif, viskositas fluida, densitas, sudut kemiringan dan hubungan saturasi-tekanan kapiler.

Kemajuan front pendesakan tak tercampur dapat ditentukan dengan menghitung saturasi fluida pendesak sebagai fungsi waktu dan jarak dari slope kurva fractional flow. Termasuk juga waktu breakthrough, yaitu pada saat fluida pendesak tiba di ujung media berpori dan dan air injeksi ikut terproduksi ke permukaan. Gambar 5.2. menggambarkan saturasi pada saat breakthrough,

(7)

sedangkan Gambar 5.3. menunjukkan profil saturasi air sebelum, pada saat dan setelah breakthrough.

Saturasi fluida pendesak rata-rata sebelum breakthrough ditentukan dengan material balance untuk media berpori, setelah breakthrough ditentukan dengan perluasan tangen terhadap kurva fractional flow pada satu titik yang menghubungkan kondisi di ujung jalan keluar.

Efisiensi pendesakan minyak (ED), jika terdapat dua fluida di dalam proses

pendesakan tak tercampur (immiscible) seperti yang digambarkan di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :

o oi oi o D 1 SS BB E = − ...(5-6) D is p la c in g F lu id S a tu ra tio n 1 - S2 r S1f S1 r Fr a c tio n a l F lo w 1 0 1 g s in < 0 M > 1 (h ig h ) M < 1 (lo w )g s in > 0 vii

(8)

Gambar 5.2.

Penentuan Saturasi Breakthrough

In le t E n d O u tle t E n d A t B re a k th ro u g h A f te rB re a k th ro u g h B e fo re B re a k th ro u g h 0 D is ta n c e fro m In je c tio n W e ll D is p la c in g F lu id S a tu ra tio n L 1 F ro n t 1 - S2 r S1f S1 r Gambar 5.3.

Profil Saturasi dalam Pendesakan Tak Tercampur Satu Dimensi Berdasarkan Persamaan fraksi aliran, maka faktor yang mempengaruhi pendesakan tak tercampur adalah :

1. Mobilitas rasio

Pada suku pertama dalam Persamaan (5-4), yang menunjukkan gaya viscous merupakan faktor yang berpengaruh pada fraksi aliran. Pada harga saturasi tertentu, fraksi aliran fluida pendesak akan mengecil pada mobilitas rasio yang kecil. Akibatnya terjadi keterlambatan breakthrough dan meningkatkan efisiensi pendesakan pada volume yang diinjeksikan. Dengan kata lain, efisiensi pendesakan pada abondonment akan lebih tinggi pada mobilitas rasio yang lebih kecil karena berkurangnya producing cut dari fluida pendesak.

2. Gaya Gravitasional

(9)

Suku kedua dalam Persamaan (5-4), menyajikan perbandingan antara gaya gravitasional dan gaya viscous. Hal ini dapat ditulis lagi sebagai Bilangan Gravitasi (Ng), adalah :

[

− α

]

+ = 1 N sin 1 M M f1 g ...(5-7) u Δρg λ Ng = 2 ...(5-8) Jika harga (Ng sin α) besar, gaya gravitasional akan berpengaruh terhadap

kurva fraksi aliran. Harga positif yang lebih tinggi dari Ng sin α

menurunkan fraksi aliran fluida pendesak pada saturasinya.

Pengaruh dari mobilitas rasio dan gaya gravitasional terhadap fraksi aliran dapat dilihat pada Gambar 5.4.

3. Tekanan Kapiler

Pada suku ketiga Persamaan (5-4), menunjukkan perbandingan gaya kapiler dan gaya viscous. Gradien tekanan kapiler dalam arah aliran adalah positif, karena gradien saturasi air dan turunan tekanan kapiler berkenaan dengan saturasi air adalah negatif. Pengaruh ini akan lebih besar pada gradien saturasi air yang lebih besar, seperti pada daerah didekat flood front, seperti terlihat pada Gambar 5.5.

(10)

D is p la c in g F lu id S a tu ra tio n Fr a c tio na l F lo w 1 0 1 s in > 0 o N g M < 1 o s in < 0 o N g M > 1 o s in = 0 o N g M = 1 o Gambar 5.4.

Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional terhadap kurva Fractional Flow

In le t E n d O u tle t E n d N o C a p illa r y P re s s u re 0 D is ta n c e fro m In je c tio n W e ll D is p la c in g F lu id S a tu ra tio n L 1 1 - S2 r S1 r 0 W ith C a p illa r y P re s s u re Gambar 5.5.

Pengaruh Tekanan Kapiler

(11)

terhadap Profil Saturasi dalam Pendesakan Tak Tercampur 5.2.2. Efisiensi Penyapuan

Efisiensi penyapuan didefinisikan sebagai perbandingan antara luas daerah hidrokarbon yang telah didesak di depan front dengan luas daerah hidrokarbon seluruh reservoir atau dengan luas daerah hidrokarbon yang terdapat pada suatu pola.

5.2.2.1. Efisiensi Penyapuan Areal

Efisiensi penyapuan areal didefinisikan sebagai perbandingan antara luasan reservoir yang kontak dengan fluida pendesak terhadap luas areal total atau fraksional dari reservoir yang tersapu oleh fluida injeksi.

Faktor Cakupan (Coverage Factor)

Pada pola sumur yang teratur, efisiensi tersebut dapat diperkirakan sebagai fungsi dari bentuk pola, volume pori yang diinjeksikan dan perbandingan mobilitas. Kegiatan perolehan minyak tahap lanjut tidak semuanya menggunakan pola sumur teratur, sehingga efisiensi penyapuan areal akan menurun dengan adanya coverage factor.

Coverage factor (faktor cakupan) adalah perbandingan sederhana antara volume reservoir didalam pola sumur yang teratur dengan volume reservoir total, seperti terlihat pada Gambar 5.6. Volume reservoir digunakan sebagai pengganti areal untuk memasukkan variasi ketebalan lapisan.

Korelasi Efisiensi Penyapuan Areal

Untuk pola-pola sumur teratur di dalam reservoir yang homogen, diperlukan korelasi efisiensi penyapuan areal. Korelasi ini dipersiapkan untuk pengujian pendesakan dan dibantu dengan beberapa pertimbangan analitik.

Efisiensi penyapuan areal pada volume pori yang telah diinjeksi, akan berkurang dengan naiknya perbandingan mobilitas. Perbandingan mobilitas akan meningkat dengan naiknya volume yang telah diinjeksikan, sehingga harga akhir

(12)

untuk efisiensi penyapuan areal akan diambil pada harga volume pori yang telah diinjeksikan dihubungkan dengan limiting cut yang ditentukan dalam produksi.

To ta l A re a R e s e rv o ir V o lu m e ( V )t C o n fin e d A re a R e s e rv o ir V o lu m e ( V )c C o v e ra g e F a c to r = V t / V c Gambar 5.6.

Faktor Cakupan (Coverage Factor)

Harga efisiensi penyapuan yang ditentukan dari korelasi tidak dapat menunjukkan beberapa anisotropi (variasi permeabilitas directional) atau heterogenitas. Untuk kasus dimana terdapat faktor tersebut, teknik simulasi reservoir harus dipakai untuk mendapatkan peramalan efisiensi penyapuan areal yang memberikan hasil yang lebih baik.

Pada kebanyakan korelasi penyapuan areal, perbandingan mobilitas dihitung dengan memakai permeabilitas relatif end-point, biasanya dipakai mobilitas rasio rata-rata, yang dirumuskan sebagai berikut :

a r2 r1 b r2 r1 ) λ (λ ) λ (λ M + + = ………...(5-9)

Pengaruh Viscous Fingering

Front pendesakan yang tidak stabil akan menyebabkan fluida pendesak tersembul di dalam lebar finger yang kecil melewati fluida terdesak. Sebagai

(13)

hasilnya fluida terdesak tertinggal di belakang front pendesakan. Keadaan seperti ini terjadi akibat adanya proses pendesakan di dalam reservoir yang homogen dan terlebih lagi pada heterogenitas reservoir. Viscous fingering berhubungan dengan perbedaan viskositas antara fluida pendesak dengan fluida terdesak.

Model konseptual yang digunakan untuk menghitung pengaruh viscous fingering adalah dengan memodifikasi Persamaan aliran fraksional, dengan memasukkan transfer massa antara fluida-fluida di sepanjang finger, memodifikasi viskositas fluida, dengan mempertimbangkan pencampuran fluida dan mengkombinasikan pengaruh dispersi dengan fingering. Pengaruh viscous fingering pada proses pendesakan menentukan efisiensi pendeskan. Pada kondisi tersebut, efisiensi penyapuan vertikal dan areal tidak membutuhkan penyesuaian terhadap pengaruh viscous fingering.

Perbedaan antara dua kondisi tersebut digambarkan pada Gambar 5.7. Jika pengaruh viscous fingering dimasukkan dalam efisiensi pendesakan, maka volume yang tersapu sama dengan daerah terinvasi (invaded region). Jika efisiensi pendesakan tidak memasukkan pengaruh tersebut, maka volume penyapuan hanya merupakan daerah yang terkena kontak dengan fluida pendesak.

Ve rti c a l C ro ss -S e c tio n A re a l V ie w o f F lo o d P a tte rn In v a d e d R e g io n C o n ta c te d R e g io n Gambar 5.7.

Perbedaan antara Invaded Region dan Contacted Region 5.2.2.3. Efisiensi Invasi

(14)

Efisiensi invasi adalah perbandingan antara volume hidrokarbon dalam pori-pori yang telah didesak oleh fluida atau front terhadap volume hidrokarbon yang masih tertinggal di belakang front. Pada efisiensi penyapuan, seolah-olah dianggap bahwa yang sedang mengalami proses pendesakan mempunyai sifat merata (uniform) ke arah vertikal. Pada keadaan yang sebenarnya, dalam reservoir jarang terjadi hal seperti itu. Oleh karena itu, supaya pengaruh aliran ke arah vertikal turut diperhitungkan, maka harus diketahui efisiensi invasi.

Pengaruh perubahan sifat batuan ke arah vertikal dinyatakan dengan adanya perlapisan dalam reservoir yang sifat batuannya berbeda terutama permeabilitasnya. Pengaruh perlapisan terhadap bidang front atau zona transisi adalah bidang front akan bergerak lebih cepat pada daerah dengan permeabilitas yang tinggi, sehingga breakthrough air akan lebih dahulu terjadi pada lapisan yang lebih permeabel. Pengaruh perlapisan terhadap penentuan efisiensi invasi ditunjukkan pada Gambar 5.8.

2 K 3 K 1 K Z o n a M in y a k Z o n a Tra n s is i 2 K 1 K K 3 (a ) Ta n p a K o m u n ik a s i d a n C ro s s F lo w 2 K 3 K 1 K Z o n a M in y a k Z o n a Tra n s is i (b ) D e n g a n K o m u n ik a s i d a n C ro s s F lo w Gambar 5.8.

Pengaruh Perlapisan dan Komunikasi antar lapisan terhadap Pendesakan fluida 5.2.3. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi

Umumnya dipegang prinsip bahwa sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti.

(15)

Jika masih diperlukan sumur-sumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilik lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Di daerah yang sisa minyaknya masih besar mungkin diperlukan lebih banyak sumur produksi dari pada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta isopermeabilitas juga membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan fluida injeksi (breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.

5.2.3.1. Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi

Untuk meningkatkan faktor perolehan minyak salah satu caranya adalah dengan mendapatkan efisiensi yang sebaik-baiknya dengan membuat pola sumur injeksi-produksi. Tetapi kita harus tetap memegang prinsip bahwa sumur yang sudah ada sebelumnya injeksi harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada waktu berlangsungnya injeksi nanti.

Pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi tergantung pada:

 Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas ke arah lateral maupun ke arah vertikal.

 Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan dan ukuran

 Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebarannya)

 Topografis

 Ekonomi

Pada operasi waterflooding sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan. Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi disebut dengan pola normal. Sedangkan bila sebaliknya yaitu sumur-sumur produksi mengelilingi sumur injeksi disebut dengan pola inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan sendiri yang mana akan memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda. Di antara pola-pola yang paling umum digunakan.

Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis dan saling berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini adalah jarak antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak sejenis (b).

(16)

Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana sumur injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama panjang, umumnya adalah a/2, yang ditarik secara lateral dengan ukuran tertentu.

Four spot : Terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga dan sumur produksi terletak di tengah-tengahnya.

Five spot : Pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak di tengah-tengahnya.

Seven spot : Sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari bentuk hexagonal dan sumur produksinya terletak di tengah-tengahnya.

5.2.3.2. Penentuan Debit Injeksi dan Tekanan

Debit injeksi yang akan ditentukan di sini adalah untuk sumur-sumur dengan pola tertutup dengan anggapan bahwa mobility ratio (R) sama dengan satu. Besarnya debit injeksi sangat tergantung pada perbedaan tekanan injeksi di dasar sumur dan tekanan reservoirnya.

Dari persamaan Darcy terlihat bahwa debit injeksi dan tekanan injeksi mempunyai keterkaitan. Masalah sekarang adalah besaran mana yang harus ditentukan lebih dahulu, karena keduanya merupakan besaran yang dapat diatur dalam operasi injeksi air. Untuk mencapai keuntungan ekonomis yang maksimal biasanya diinginkan debit injeksi yang maksimal, namun ada pembatasan-pembatasan yang harus diperhatikan. Metode untuk memperkirakan debit injeksi yang terbaik dengan menggunakan pola five-spot seperti yang ditunjukkan pada gambar sebagai berikut :

(17)

Gambar 5.9

Divisi dari sebuah segment jaringan sumur five-spot kedalam sektor aliran radial.

5.2.3.3. Penentuan Perilaku Injeksi Berpola

Percobaan model fisik berskala kecil menghasilkan beberapa grafik performance dalam bentuk Es (Effisiensi penyapuan) terhadap Vid (Volume yang

diinjeksikan, tak berdimensi) atau fw (Fraksi laju aliran dari fluida pendesak, misalnya air) terhadap M (Perbandingan mobilitas air terhadap minyak). Model fisik ini menggambarkan reservoir dan aliran sebagai berikut :

 Tebal tipis dibandingkan dengan ukuran reservoir adalah kecil, sehingga persoalan dapat dianggap 2 dimensi.

 Tidak ada pengaruh gravitasi atau kemiringan reservoir adalah kecil (<100)  Reservoir besifat homogen.

 Pendesakan torak dan aliran mantap berlaku pada proses injeksi.

Hasil percobaan diperoleh dari perekeman luas daerah yang telah didesak dan dinyatakan dalam hubungan Es terhadap bermacam-macam harga fw dan Vid :

injeksi.

Es = luasluasdaerah unit dipolabelakanginjeksifront ...(5-10)

(18)

Vid = volumepori-poriyangdapat didesak (Vd) (Vi) an diinjeksik telah yang volume ………..(5-11) Vd = Vb φ (1 – Swc – Sor)………(5-12)

5.2.4. Sistem Pengolahan Air Injeksi

Hal pertama yang harus diperhatikan dalam merencnakan konstruksi sistem pengolahan air adalah ruang yang dibutuhkan atau ruang yang tersedia dan jarak antara sumber air primer dan titik injeksi. Kemudian setelah itu diputuskan kemungkinan-kemungkinan daripada sistem pengolahan yang akan digunakan. 5.2.4.1. Sistem Perbaikan Air Tertutup (Closed Water Treating Systems)

Pada sistem pengolahan air tertutup ini pabrik atau sistem didesign sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak antara air dengan udara. Ini untuk menghindari reaksi reduksi-oksidasi dimana pengendapan dapat terbentuk dan pemecahan oksigen atmosfer dalam air.

5.2.4.2. Sistem Perbaikan Air Terbuka (Open Water Treating Systems)

Sistem ini dipakai apabila air yang tersedia mempunyai saturasi yang tinggi atau saturasi rendah dengan karbonat dan membutuhkan kestabilan. Dalam sistem ini, peralatan yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan sistem tertutup, karena fluida injeksi bersinggungan langsung dengan udara. Untuk mencegah timbulnya masalah baru yang dapat menghambat pelaksanaan proyek ini, maka dipasang sejumlah peralatan pebersih air. Peralatan yang digunakan, antara lain: 1. Aeration, berfungsi untuk membebaskan gas yang terlarut.

2. Chemical Treatment, befungsi untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang dapat mengakibatkan korosi, swelling dan scale.

3. Sedimentasi, befungsi untuk mengendapkan padatan yang tersuspensi dalam air.

(19)

4. Filtration, berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel yang tersuspensi di dalam air, dengan ukuran yang lebih kecil.

5. Clear Water Storage, yaitu tanki pengumpul air yang siap diinjeksikan dan benar-benar telah bersih.

5.2.4.3. Sistem Perbaikan Air Setengah Tertutup

Sistem ini merupakan gabungan antara sistem terbuka dan sistem tertutup. Dalam hal ini, terdapat dua proses yaitu:

1. Pengolahan air, seperti pada sistem terbuka mulai dari supplay well sampai clear water storage.

2. Dari clear water storage dipompakan ke vacum aeration untuk menghilangkan gas yang masih terlarut sebelum diinjeksi ke dalam sumur.

Sistem ini umumnya merupakan injeksi fluida yang bebas oksigen. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk suatu pemilihan metoda waterflooding harus memenuhi data/kondisi dari karakteristik suatu reservoir yang bersangkutan.

5.2.5. Perkiraan Perolehan Minyak

Dalam melakukan perhitungan perkiraan perolehan minyak ini terdapat dua periode yaitu:

1. Periode sebelum breakthrough (tembus air) 2. Periode sesudah breakthrough

Pendesakan yang dilakukan menggunakan prinsip incompresible, sehingga minyak yang dihasilkan sama dengan jumlah air yang diinjeksikan.

5.1.5.1. Periode Sebelum Breakthrough

Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan posisi Sw adalah: Xsw = Sw Sw fw A.φ Wi δδ ………..(5-13) xix

(20)

Pada saat breakthrough X-nya menjadi L, sehingga persamaan (5-13) menjadi: L = Swfw A..φ fw δδ δ ………..(5-14) Wid Sw fw 1 A..L.φ Wi Swe = δδ ……….(5-15) Dimana :

Swe = Sw pada saat ini ditepi titik sumur produksi

Wid = Air yang diinjeksikan dalam jumlah volume pori tanpa dimensi

(1 PV = L.A.φ)

Jadi perolehan minyak pada saat breakthrough adalah:

SwBT – Swe = WiDBT = NpDBT ………...(5-16)

Dimana:

SwBT = Saturasi air pada saat breakthrough (dicari secara grafis) Swc = Saturasi water connate

WiDBT = Jumlah air yang diinjeksikan pada saat breakthrough, tanpa

dimensi

NpDBT = Kumulatip produksi minyak pada saat breakthrough

5.1.5.2. Periode Sesudah Breakthrough

Pada saat breakthrough, Swf = SwBT ; fw meloncat dari fw = 0 ke fwBT = fw| Swf,

maka sesudah breakthrough Sw-nya lama kelamaan akan mendekati (1-Sor). Perhitungan recovery pada saat ini lebih sulit, maka digunakan persamaan welge. Persamaan Welge dipakai dimana front sudah lebih dahulu sampai pada sumur produksi. Maka persamaan yang digunakan sebagai berikut:

(21)

Sw - Swe + (1 – fwe) Swc δSw δfw 1 ……….(5-17)

Dengan memakai persamaan (5-16) maka persamaan (5-17) dapat ditulis sebagai berikut:

Sw + Swe + (1 = fwe) WiD ……….(5-18)

Dan apabila masing-masing ruas dikurangi Swe, maka menghasilkan persamaan

recovery minyak sebagai berikut:

NpD = Sw = (Swe = Swe) + (1 = fwe) WiD ………..(5-19)

Kedua persamaan recovery yaitu persamaan (5-13) dan (5-15) dapat dipakai dalam prakteknya dengan cara sebagai berikut:

a. Buat kurva fw, yaitu dengan persamaan  Untuk kondisi lapisan horisontal :

fw = μo Kro Krw μw 1 1 + ………(5-20)

 Untuk lapisan miring :

fw = μo kro krw μw 1 1,0133.10 θ sin g qt.μt kro.A . k 1 6 + ∫ − ………. (5-21)

b. Tarik garis tangensial terhadap kurva terebut dari titik Sw = Swe, fw = 0

(22)

Titik tangensial tersebut merupakan koordinat Sw = Swf dimana Swf = SwBT dan

fw = fw Sw = fwBT dan ekstrapolasi garis tersebut ke fw =1, sehingga memberikan

Sw = SwBT (saturasi rata-rata di belakang front pada saat breakthrough).

c. Ambil Swe sebagai variabel bebas, biasanya diambil harga Swe dengan

pertambahan 5% di atas SwBt, untuk Swe > SwBT mempunyai koordinat Sw = Swe,

fw = fwe. Untuk setiap harga Swe baru harga=harga Sw yang bersangkutan

ditentukan secara grafis (dengan menarik titik tangensial hingga fw = 1) dan

recovery minyak dihitung dari NpD = Sw - Swe.

Selain cara grafis tersebut di atas, maka persamaan (5-18) dapat juga dipakai langsung untuk menghitung recovery dengan menentukan few dan WiD dari

kurva fraksi aliran untuk setiap harga Swe yang dipilih. Dan secara tidak langsung

recovery ini berhubungan dengan waktu injeksi yaitu:

tBT (waktu sampai breakthrough) = WiD / iwd ………...(5-22)

Dimana:

iwd = rate penginjeksian air.

VI. METODOLOGI

Metodologi penelitian tugas akhir meliputi yaitu : 1. Mengumpulkan dan mengidentifikasi data-data

Metode Buckley Laverret

- Kondisi saat fill up

 Data geologi : luas reservoir,ketebalan,jarak injektor ke producer, jarak antar injektor ,Vp,sudut kemiringan formasi (αd),kedalaman

 Data reservoir:

Ф,ko,kw,swi,sgi,µo,µw,Bo,Pc,Soi,ρ,kro,krw,OIP,Ф

 Data produksi : qo,qw, qt,iw,∆t

- Tahap injeksi air dari fill up sampai breaktrough

 Data geologi : vp,luas area,ketebalan,kedalaman

(23)

 Data reservoir : SwBT,swi,Bo,OIP,Ф

 Data produksi : Np,Wif,WiBT,Iw,RECBT,qo,qw - Tahap injeksi air setelah terjadinya breaktrough

 Data geologi : vp,luas area,ketebalan,kedalaman

 Data reservoir : Sw,Soi,Sgrs,Bo,OIP,Bw,Ф

 Data produksi : Iw,Wi, Np,Qo,Qw,WOR

Metode Stiles

- Tahap penentuan Vertical coverage

 Data geologi :thickness,A (luas area),panjang reservoir (L),kedalaman

 Data reservoir : µo,µw,ko,kw,kro,krw,Bw,Bo,pressure,Ф

 Data Produksi : qo,qw

- Pada perhitungan WOR dan Water cut

 Data geologi : panjang reservoir,luas area,ketebalan,kedalaman

 Data reservoir : kro,krw,Bw,Bo,∆p,µo,µw,Ф

 Data Produksi : qo,qw,iw

- Pada perhitungan laju produksi minyak dan air

 Data reservoir :Bo,Bw

 Data Produksi :qo,qw,WCR,iw,qor,qwr - Pada perhitungan cumulative oil recovery

 Data geologi : vp

 Data reservoir :Sor,Soi, Ф

 Data Produksi :Np,EA,Cv  Metode Craig-geffen-Morse

- Pada tahap awal sampai interference

 Data geologi : thickness,re,rw,kedalaman

 Data reservoir :Ф,Sgi,Swbt,Swc,kro,krw,k,∆p,µo,µw

 Data Produksi: Wi,iw,∆t

- Pada tahap interference sampai fillup

(24)

 Data geologi : Vp,thickness,kedalaman,rw

 Data reservoir :Sgi,kro, ∆p, µo,µw,krw,Swbt,Swc,Ф

 Data Produksi :EA,Wi,iw, ∆t - Pada tahap fillup sampai breakthrough

 Data geologi : vp,kedalaman,thickness

 Data reservoir :Swbt,swc, Ф,Bo,OIP

 Data Produksi :iw,EA,qo,qw,Np,Wi - Pada tahap setelah breakthrough

 Data geologi : Vp,kedalaman,thickness

 Data reservoir :Bo,Bw,Swc,Swbt,Ф

 Data Produksi :EA,Wi,Wibt,EABT,Np,WOR

2. Memilih metode waterflooding berdasarkan tingkat heterogenitasnya dengan menghitung harga CPV. Apabila harga CPV > 0,5 reservoir dikatakan heterogen dan apabila harga CPV < 0.5 reservoir dikatakan homogen.

Berdasarkan asumsi – asumsi metode waterflooding Buckley Laverret, Stiles dan Dykstra-Parson dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Reservoir homogen lebih sesuai waterflooding menggunakan metode Buckley Laverret dan Craig-geffen-Morse

b. Reservoir heterogen lebih sesuai waterflooding menggunakan metode Stiles dan Dykstra-Parson

3. Memperkirakan kinerja waterflooding dengan metode yang sesuai untuk lapangan “Y”

a. Buckley Laverret

Proses perkiraan waterflood dengan metode ini secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap :

1. Fill up

2. Fill up sampai breakthrough 3. Breakthrough sampai watered out b. Stiles

(25)

Proses perkiraan waterflooding dengan metode ini secara garis besar dibagi menjadi empat tahap yaitu:

1. Vertical coverage 2. Water Cut dan WOR

3. Laju Produksi Minyak dan Air 4. Kumulatif Perolehan Minyak c. Dykstra-Parson

d. Craig-geffen-morse

1. tahap awal sampai interference 2. tahap interference sampai fillup 3. Fill up sampai breakthrough 4. tahap setelah Breakthrough

4. Pengamatan pelaksanaan operasi waterflooding secara actual di lapangan “Y”

5. Evaluasi performance waterflooding dilakukan dengan langkah membandingkan antara hasil dari performance waterflooding secara perencanaan dengan performance waterflooding actual dilapangan.

VII. TIME SHEET

No DISKRIPSI MINGGU

II III IV V VI VII VIII

1 Pengumpulan Data iii. iv. v. vi. vii. viii. ix. x.

2 Peninjauan Lapangan xi. xii. xiii. xiv. xv. xvi. xvii. xviii. 3 Analisa pelaksanaan

waterflooding

xix. xx. xxi. xxii.xxiii. xxiv. xxv. xxvi. 4 Evaluasi Perolehan Minyak xxvii.xxviii. xxix. xxx.xxxi.xxxii.xxxiii. xxxiv. 5 Laporan & Presentasi xxxv.xxxvi.xxxvii.xxxviii.xxxix. xl. xli. xlii.

VII. KESIMPULAN SEMENTARA

1. Proses waterflooding perolehannya tergantung pada efisiensi pendesakan, efisiensi penyapuan dan efisiensi invasi.

(26)

2. Efektifitas dari efisiensi pendesakan, efisiensi penyapuan, efesiensi invasi dipengaruhi oleh heterogenitas reservoir seperti ketidakseragaman permeabilitas, porositas, saturasi, tekanan kapiler dan wetabilitas batuan. 3. Pada proses pendesakan air hal yang perlu diperhatikan adalah

wetabilitas batuan, air sebagai fluida pendesak akan dapat mendesak minyak dan cenderung mengisi ruang pori-pori batuan yang kecil, sehingga efisiensi pendesakan semakin baik.

IX. RENCANA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN “Y’’ Letak Geografis Lapangan “Y’’

Geologi Lapangan “Y’’ Stratigrafi

Stratigrafi Regional Stratigrafi Lapangan “Y’’ Struktur Geologi

Struktur Regional Struktur Lapangan “Y’’ Karakterisitik Reservoir

Karakteristik Batuan Reservoir Karakteristik Fluida Reservoir Sejarah Produksi Lapangan “Y’’

III. TEORI DASAR WATER FLOODING Kriteria Karakteristik Reservoir

3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Operasi Waterflooding xxvi

(27)

GeometriReservoir dan Jenis Reservoir Sifat Fisik Batuan dan Sifat Fisik Fluida Laju Injeksi

Sifat-sifar Air Injeksi 3.3. Pola Sumur Injeksi Produksi

3.3.1. Pola Tak Teratur 3.3.2. Pola Teratur 3.4. Perbandingan Mobilitas 3.5. Pendesakan Minyak Oleh Air

3.5.1. Konsep Pendesakan Fluida 3.5.2. Pergerakan Flood Front

3.6. Perkiraan Perilaku Waterflooding menggunakan metode Buckley-Leverett

3.6.1. Asumsi-asumsi dalam Metode Buckley-Leverett 3.6.2. Perhitungan Permeabilitas Rata-rata

3.6.3. Prediksi Performance Waterflooding

IV. EVALUASI PELAKSANAAN WATERFLOODING PADA LAPANGAN “Y”

Data Reservoir Lapangan “Y”

Langkah-langkah Perhitungan Tiap Kolom Tabel Perkiraan Perilaku Waterflooding Menggunakan Metode Buckley-Leverett

4.2.1. Tahap Perhitungan Pergerakan Front Fluida Injeksi

4.2.2. Tahap Peramalan Injeksi Air Dengan Metode Buckley-Leverett 4.2.2.1. Tahap Peramalan Injeksi Air Saat Fill up

4.2.2.2. Tahap Peramalan Injeksi Air Dari Fill up Sampai Breakthrough

4.2.2.3. Tahap Peramalan Injeksi Air Setelah Terjadinya Breakthrough

4.3. Ringkasan Hasil Perhitungan Prediksi 4.4. Evaluasi Pelaksaan Waterflooding V. PEMBAHASAN

VI. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(28)

X. RENCANA DAFTAR PUSTAKA

1. Amyx J.W., Bass D.M. Jr. and Whitting R.L. “Petroleum Reservoir Engineering : Physical Properties “, First Edition, Mc. Graw-Hill Book Company, New York, 1960.

2. Craft, Jr., ”Applied Petroleum Reservoir Engineering”, Prentince Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, 1959.

3. Craig, F.F., The Reservoir Engineering Aspect of Water Flooding, Henry L. Doherty Memorial Fund of AIME, SPE of AIME, New York, 1971. 4. Charles R Smith., GW. Tracy and R.L. Farrar, Applied Reservoir

Enggineering, Oil and Gas Consultant International, Inc. 4554 South Havard, Tulsa, Oklahoma 74135, 1992.

5. Dake, L.P., Fundamental of Reservoir Engineering, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, 1970.

6. Green, D.W., and Willhite, G.P., Enhanched Oil Recovery, Henry L. Doherty Memorial Fund of AIME, SPE Richardson,Texas, 1998. 7. Kristanto, D., Injeksi Air (Waterflooding), Jurusan Teknik Perminyakan,

Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, 1998.

8. McKay, V., “Petroleum Canadian Institute”, Penn well Publishing Co., Tulsa, 1973.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Evaluasi DS4 Ensure Continuous Service Pihak manajemen menyadari adanya resiko yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mengatur keberlangsungan layanan yang

Akan tetapi, masih ditemukan beberapa kesalahan pada struktur frase (tidak mengikuti pola D–M). Penelitian ini, menggunakan kajian sintaksis. Penelitian–penelitian

Dalam hal ini juga diperlukan inovasi dalam penerapan bentuk pembelajaran yang tepat, inovasi tersebut selain dilakukan oleh guru pada proses belajar mengajar

Unit LPPM membuat rencana strategis PKM sesuai dengan bagian dari rencana strategis PT, seperti penyuluhan tentang Koperasi, UKM dsbg kepada masyarakat sehingga hasil dari PM

Pertumbuhan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii pada Berbagai Media serta Infektivitasnya terhadap Kutudaun Kedelai Aphis.. glycines Matsumura (Hemiptera:

Meskipun secara hitungan distribusi frekuensi, bahwa seluruh responden pada kelompok perlakuan yang diberi bebat perineum mengalami kesembuhan ≤ 7 hari, tapi

Keluarnya mani adalah hadas yang mengharuskan seseorang mandi akan tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi - alaihishshalatu wassalam- pernah shalat dengan memakai

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya dan senantiasa bersholawat kepada Nabi Muhammad