• Tidak ada hasil yang ditemukan

BMT dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BMT dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syaria"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

(Tinjauan) Kajian Akuntansi BMT dalam Perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

By: Yuke Rahmawati, MA

A. Pendahuluan

BMT adalah lembaga keuangan syariah informal yang didirikan sebagai pendukung dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil bawah berlandaskan sistem syariah. Secara prinsip, BMT memiliki sistem operasi yang tidak jauh berbeda dengan sistem operasi BPR Syariah, hanya ruang lingkup dan produk yang dihasilkan berbeda. Berkenaan dengan itu, badan hukum yang disandang BMT antara lain: a. Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Simpan Pinjam.

b. Kelompok Swadaya Masyarakat atau Prakoperasi Dalam program Proyek Hubungan Bank, KSM dan BI (PHBK-BI).

c. Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang diberikan wewenang oleh BI untuk membina KSM, dan memberikan sertifikat pada KSM.

Sebagai lembaga keuangan informal, BMT memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Modal awal antara Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000.

b. Pembiayaan yang diberikan pada anggota relativ kecil, tergantung perkembangan modal yang dimiliki.

c. Menerima titipan zakat, infak, dan sadaqah dari Bazis.

d. Calon pengelola (manajer) yang dipilih harus memiliki aqidah, komitmen tinggi pada pengembangan akonomi umat, amanah, jujur, dan jika memungkinkan minimal lulusan D3, S1.

Perkembangan lembaga keuangan syariah --termasuk BMT-- sangatlah pesat sehingga ‘memaksa’ para pakar ekonomi Islam, khususnya ahli akuntansi syariah, mencari dasar dan standar penerapan akuntansi syariah untuk lembaga-lembaga tersebut. Banyak penelitian yang memiliki tujuan menganalisis praktik akuntansi khususnya pembiayaan yang terjadi di BMT dan membandingkan dengan standar akuntansi yang berlaku saat ini.1 Karena dengan segala hal dan ciri yang disandang, penggunaan sistem akuntansi dalam lembaga keuangan syariah, khususnya di BMT, menjadi sangat penting mengingat standar pengelolaan keuangan

(2)

sudah bersifat internasional, salah satu lembaga yang membuat standard-standard itu adalah AAOIFI (Accountingn and Auditing Organization for Islamic Financial Institution).

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penggunaan sistem akuntansi pada BMT ini adalah supaya BMT dengan karakter badan hukum yang melekat padanya dapat meningkatkan akuntabilitas lembaga keuangan yang bersifat syariah. Yang apada akhirnya dapat mendampingi usaha kecil mikro masyarakat dalam mengakses permodalan melalui BMT yang diinisiasi, didirikan , dimiliki dan dikelola oleh masyarakat.

B. Definisi BMT dan Akuntansi

Baitul Mal Wattamwiil

Heri Sudarsono dalam bukunya Bank dan Lembaga keuangan syariah mendefinisikan BMT ke dalam 2 fungsi utama :2

1. Bait al maal sebagai lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, sepertihalnya zakat, infaq, dan sadaqoh.

2. Bait at-tamwil sebagai lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.

Dari definisi Sudarsono diatas dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi non profit department sebagai landasan historis bahwa baitul maal pada masa Islam klasik adalah berfungsi sebagai dana umat dan penyeimbang perekonomian, sedangkan fungsi kedua yaitu fungsi profit department karena sebagai panjang tangan dari bank Syariah yang di atas sudah dijelaskan bahwa kemampuan perbankan sangat terbatas untuk menjangkau sektor usaha mikro dan kecil sehingga dibutuhkan lembaga keuangan yang komersial seperti bank sehingga dapat menjangkau sektor tersebut, dan alternatif pemikir ekonomi Islam untuk lembaga itu adalah BMT tersebut.

Dalam struktur organisasi standar dari PINBUK, musyawarah anggota pemegang simpanan pokok melakukan koordinasi dengan dewan syariah dan Pembina manajemen dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan oleh manajer. Manajer memimpin keberlangsungan maal dan tamwil. Tamwil terdiri dari pemasaran, kasir, dan pembukuan. Sedangkan anggota dan nasabah berhubungan koordinatif dengan mal, pemasaran, kasir dan pembukuan. Berikut bagan alur;

(3)

Struktur Pengelolaan Keuangan BMT

Sesuai dengan fungsi dan jenis dana yang dapat dikelola oleh BMT, maka dapat dihasilkan berbagai jenis produk pengumpulan dan penyaluran dana oleh BMT yang dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut:

Produk Pengumpulan Dana BMT

Pelayanan jasa simpanan/tabungan berupa simpanan/tabungan yang diselenggarakan adalah bentuk simpanan/tabungan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Adapun akad yang mendasari berlakunya simpanan, tabungan dan deposito di BMT adalah;

1. Simpanan/tabungan Wadiah, adalah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemilik atau anggota dengan mengeluarkan semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Simpanan/tabungan yang berakad wadiah ada dua, antara lain: Wadhi’ah amanah, yaitu titipan dana zakat, infak dan

Musyawarah Anggota Simpanan

Dewan Syariah Pembina Manajemen

MANAJER

Kasir

Mal Tamwil

Pemasaran Pembukuan

(4)

shadaqah. Wadhi’ah yadhomanah, yaitu titipan yang akan mendapat bonus dari pihak bank syariah jika bank syariah mengalami keuntungan.

2. Simpanan/tabungan mudharabah, adalah simpanan/tabungan pemilik dana yang penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Simpanan mudharabah tidak diberikan bunga sebagai pembentukan lab bagi bank syariah tetapi diberikan bagi hasil. Jenis simpanan yang berakad mudharabah dapat dikembangkan dalan berbagai variasi simpanan, seperti: Simpanan/tabungan Idul Fitri, Simpanan/tabungan Idul Qurban, Simpanan/tabungan Haji, Simpanan/tabungan Pendidikan, Simpanan/tabungan Kesehatan, dan lain-lain

Produk Penyaluran Dana BMT

BMT bukan sekedar lembaga keuangan non bank yang bersifat sosial. Namun, BMT juga sebagai lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Oleh karena itu, maka dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada anggotanya. Pinjaman dana kepada anggota disebut juga pembiayaan, yaitu suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada anggota yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan BMT dari anggota yang surplus dana.

Ada berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, yang semuanya itu mengacu pada dua jenis akad, diantaranya:

1. Akad tijarah (jual beli),

a. Suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggota dimana BMT menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian diproses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.

b. Suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggota dimana BMT menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian diproses, pengembalian dibayarkan pada saat jatuh tempo pengembaliannya.

2. Akad syirkah (penyertaan dan bagi hasil)

(5)

b. Suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggota dimana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya (mudharabah).3

Akuntansi Syariah

Secara etimologi, kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris, accounting, dalam bahasa Arabnya disebut “ Muhasabah” yang berasal dari kata hasaba, hasiba, muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya menimbang, memperhitungkan mengkalkulasikan, mendata, atau menghisab, yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu. Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka, seperti QS.Al-Isra’(17):12,QS.Al-Thalaq(65):8, QS. Al-Insyiqah (84):8.

Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntasi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang dan tidak pula lebih. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah adalah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, dan pelaporan melalui dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum (Kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang haram, dan membahayakan.

Akuntansi Syari'ah adalah akuntansi yang berorientasi sosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam. Akuntansi Syari'ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa dipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusia diadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salah satu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa yang jelek.4

Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat Islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. Akuntansi syariah syarat dengan norma dan etika dalam bermuamalah, menurut Yusuf al-Qardhawi jika kita berbicara tentang norma dalam bermuamalah kita akan menemukan empat sendi utama, keempat sandi tersebut adalah ketuhanan, etika, kemanusiaan, dan sikap pertengahan. Keempat sendi tersebut merupakan

3 Dodi Tris, “BMT; Referensi ilmu Akuntansi” 2014

(6)

ciri khas bermuamalah dalam islam, bahkan dalam realitanya merupakan milik bersama umat islam dan tampak dalam segala hal yang berbentuk islami.

Jadi, sangat penting untuk memahami prinsip dasar akuntansi agar proses akuntansi yang dipraktikan dalam bisnis perusahaan berjalan dengan benar sehingga menghasilkan informasi akuntansi yang dapat dipertanggungjawabkan, taat azaz, akurat dan dapat diperbandingkan, adapun prinsip dasar akuntansi tersebut yaitu :5

1. Accounting Entity (Kesatuan Usaha Khusus). Yang menjadi fokus perhatian akuntansi adalah entity tertentu yang harus jelas terpisah dari badan atau entity yang lain. perusahaan dianggap berdiri sendiri terpisah dari orang atau pihak lain.

2. Going Concern (Kontinuitas Usaha). Dalam menyusun laporan keuangan harus dianggap bahwa perusahaan (entity) yang dilaporkan akan terus beroperasi dimasa-masa yang akan datang, tidak untuk berhenti beroperasi.

3. Akuntansi adalah sebagai pengukuran sumber-sumber ekonomi (economic resources) dan kewajiban (liability) beserta perubahannya, yang disebabkan transaksi penerimaan hasil dan pengeluaran biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.

4. Time Period (Tepat Waktu). Laporan keuangan menyajikan informasi untuk suatu waktu atau periode tertentu. Jadi setiap laporan harus memberikan periode atau tanggal tertentu.

5. Pengukuran dalam bentuk uang. Transaksi perusahaan dilaporkan dalam ukuran moneter, bukan ukuran kuantitas lainnya seperti : kg, ha, km, dan sebagainya.

6. Accrual Basis. Penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan tanpa melihat apakah transaksi kas telah dilakukan atau tidak. Jadi diakui adanya utang – piutang.

7. Exchange Price. Nilai yang terdapat dalam laporan keuangan umumnya didasarkan pada harga pertukaran yang terjadi antara perusahaan dengan pihak lain. Harga inilah yang menjadi cost atau harga perolehan.

8. Approximation. Dalam akuntansi tidak dapat dihindarkan penaksiran-penaksiran, pertimbangan, analogi, dan lain sebagainya.

9. Judgement. Dalam menyusun laporan keuangan banyak diperlukan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan keahlian yang dimiliki sebagai ahli akuntansi.

10. General Purpose. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang dihasilkan akuntansi keuangan ditujukan buat pemakai secara umum, bukan pemakaian khusus, seperti untuk pajak, bank, pemilik saja.

(7)

11. Interrelated Statement. Neraca, daftar laba rugi, dan laporan sumber dan penggunaan dana mempunyai hubungan yang sangat erat dan berkaitan. Sehingga jika salah satu laporan dikoreksi maka akan mengharuskan perbaikan laporan lain. Akuntansi Konvensional dan akuntansi syariah sebenarnya banyak memiliki kesamaan, dan ini merupakan salah satu bukti bahwa akuntansi merupakan produk para pemikir Islam.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 735, Akuntansi syari’ah harus dilakukan dengan mencatat, mengelompokkan, dan menyimpulkan transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian yang mempunyai sifat keuangan dalam nilai mata uang untuk dijadikan bahan informasi dan analisis bagi pihak-pihak yang secara proporsional berkepentingan. Dengan kata lain, akuntansi syariah adalah mencakup pencatatan seluruh transaksi syariah. Pada pasal 738 dinyatakan, bahwa pencatatan transaksi tersebut harus bersifat terstruktur dan lengkap, yakni : (1) Akuntansi aktiva wajib dilakukan dalam rangka menjelaskan keadaan kas, giro, dan investasi surat berharga. (2) Giro sebagaimana dalam ayat (1) mencakup giro pada Bank Indonesia dan giro pada bank lain. (3) Giro pada Bank Indonesia dapat berupa giro wadi‘ah dan atau giro lainnya.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah itu sendiri memuat 4 buku, yakni Buku I terdiri dari 3 Bab dan 19 pasal, utamanya membahas tentang Subjek Hukum dan Amwal. Buku II tentang Akad, terdiri dari 27 Bab dan 655 pasal. Buku 3 tentang Zakat dan Hibah yang terdiri dari 4 Bab dan 59 pasal. Dan Buku 4 tentang Akuntasi Syariah yang terdiri dari 7 Bab dan 104 pasal. Secara keseluruhan KHES ini terdiri dari 796 pasal.

Hambatan Akuntansi BMT

Kompilasi ini merupakan rujukan pendukung untuk penerapan ekonomi syariah dari aspek hukum. Bahwa mekanisme operasional aktivitas ekonomi syariah memiliki naungan hukum, termasuk aplikasi akuntasi bagi lembaga keuangan syariah dalam kegiatan ekonomi syariah. Begitu pula perlakuan pencatatan laporan keuangan di BMT sejatinya sesuai dengan laporan lembaga keuangan syariah pada umumnya, baik perbankan, koperasi dan lain-lainnya.

(8)
(9)

DAFTAR PUSTAKA

Heri Sudarsono. (2007) cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonosia. YoyakartA

Hayati, Suci, 2002, Peranan dan Prospek BMT dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat (Studi Kasus pada BMT Dana Syariah Pakem-Sleman, Tesis MSI UII Yogyakarta.

Hertanto Widodo et.al, 1999, Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Bandung: Mizan.

Istar Abadi dkk, t.t., Pedoman Pengelolaan BMT, Jakarta: Pustaka PKSP.

Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, 1992, Apa dan Bagiamana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti wakaf.

Nur Iva, Yaumil, dalam Analisa perlakuan akuntansi dalam pembiayaan BMT di

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4882, diunduh 19 aguatus 2014

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi, Ekonosia, Yogyakarta:2007, cetakan ke-4 http://images.professorwafa.multiply. multiplycontent.com/attachment/0/ R@ppego KCmgAAGtQS441 /Baitul%20maal %20%20 wattamwilagus%26 nasrudin.pdf? keyprofessorwafa: journal: 17&nmid= 88151077, di unduh pada tanggal 18 Mei 2012

Dodi Tris, “BMT; Referensi ilmu Akuntansi” dalam http://referensiakuntansi.blogspot.com/ 2012/11/bmt.html#sthash.Vq5fq90s.dpuf, diunduh pada tanggal 19 aguatus 2014

http://referensiakuntansi.blogspot.com/2012/07/pengertian-akuntansi-syariah.html#sthash. ytxPFTwr.dpuf

Referensi

Dokumen terkait

Ibu Sumaryumi merupakan salah satu pedagang baju eceran di Pasar Tempel.. beliau Perbedaan berdagang baju grosir dengan eceran adalah kalau baju grosir sistem

Metode pendekatan yang digunakan dalam mengkaji permasalahan ini adalah yuridis sosiologis yaitu melihat hukum sebagai gejala sosial yang terjadi di masyarakat. 3

Τα ονόματα των θεών έφτασαν πολύ αργότερα στην Ελλάδα από την Αίγυπτο κι έτσι τα έμαθαν οι Πελασγοί, με εξαίρεση αυτό του Διονύσου,

Dari berbagai pengamatan didapatkan hasil bahwa Ada pengaruh variasi panjang Belt Conveyor sebelum menggunakan Locking Bolt terhadap frekuensi repair untuk uji F

Untuk mengetahui akuntansi pajak penghasilan pasal 21 atas gaji pegawai tetap yang diselenggarakan PT Sarana Agro Nusantara Medan telah sesuai dengan prinsip akuntansi

Di Desa dan Kelurahan dapat dibentuk Rukun Warga ( RW ) atau sebutan lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ditetapkan oleh Desa dan Kelurahan.. Menggerakkan swadaya gotong

Namun demikian, produk samping yang dihasilkan, baik yang berasal dari tanaman (I SHIDA dan H ASSAN , 1997) maupun pengolahan kelapa sawit (W AN Z AHARI et al ., 2003)